BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Meningioma berasal dari spinalis. adalah selubung Walaupun tumor jinak pada pada otak meninges sel asalnya masih CNS yang dan korda belum dapat dipastikan, kemungkinan besar tumor ini berasal dari sel pembungkus arachnoid (arachnoidal cap cells). Selsel yang berasal dari lapisan luar arachnoid mater dan arachnoid villi ini menunjukkan kemiripan sitologis yang menonjol dengan sel tumor meningioma. Tumor ini paling sering insidensi dilaporkan terbanyak pada pasien pada lansia dekade dengan ketujuh (Riemenschneider et al., 2006) Sebagian besar meningioma adalah lesi jinak yang berkembang dengan lambat dan secara khas dihubungkan dengan gejala peningkatan tekanan intracranial yang bertahap. Sakit kepala dan kejang adalah gejala umum yang terjadi, namun terdapat pula gejala lain yang tergantung pada ukuran dan lokasi dari tumor. Pada MRI, meningioma biasanya tampak isointense terhadap korteks 1 2 serebri dan terdapat peningkatan kontras (Sheporaitis et al., 1992) Menurut Tumor data Registry yang of diperoleh the dari United Central States Brain (CBTRUS), meningioma menyumbang 33.8% dari seluruh kasus tumor otak primer dan CNS yang dilaporkan di Amerika Serikat antara tahun 2006-2008. Angka ini mengalami peningkatan dari 33.6% pada tahun 2002-2006 yang menempatkan meningioma sebagai tumor otak primer yang paling sering terdiagnosis pada orang dewasa dengan insidensi dua kali lipat lebih tinggi pada wanita (8.36) dibandingkan dengan pria (3.61). Jumlah kasus meningioma ditemukan sedikit lebih tinggi pada ras kulit hitam non-hispanik (6.67) dibandingkan dengan ras kulit putih non-hispanik (5.90) dan hispanik (5.94) Di Indonesia sendiri, khususnya di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, terdapat 14 kasus yang dilaporkan pada tahun 2001-2005. Angka ini meningkat menjadi 36 kasus pada meningioma Sardjito tahun di tahun 2006-2008. instalasi 2001-2008 Sebagian Patologi adalah besar Anatomi meningioma RSUP kasus Dr. beningna (WHO derajat I), yang berarti data ini sesuai dengan data yang menunjukkan bahwa meningioma benigna (WHO derajat I) merupakan jenis yang terbanyak yaitu lebih 3 dari 90% (Park et al, 2008). Walaupun sebagian besar jinak, meningioma secara mengejutkan memiliki spektrum karakteristik klinik yang luas. Pada beberapa kelompok kasus yang dibedakan secara histologis, 10-15% kasus yang ditemukan tinggi, dihubungkan bahkan setelah dengan risiko dilakukan kekambuhan reseksi komplit (Riemenschneider et al., 2006). Melihat tren peningkatan pelaporan kasus meningioma pada satu dekade terakhir, peningkatan yang sama dapat diprediksikan akan terjadi pada setidaknya satu dekade mendatang. Fakta ini menuntut kemampuan diagnosis meningioma yang lebih baik. Diagnosis riwayat meningioma penyakit, dilakukan pemeriksaan dengan fisik, anamnesis pemeriksaan penunjang dengan MRI dan CT Scan (Hatoum et al., 2008), serta diagnosis histopatologis berdasarkan (Moradi et al., hasil pemeriksaan 2008). Manifestasi klinis yang ditimbulkan meningioma sangat bergantung dengan besar dan lokasi tumor. Mayoritas meningioma ditemukan di kompartemen supratentorial, yang tersering di sepanjang sinus venosus di dural konveks serebri, daerah parasagital, dan area sphenoid wing. (Buetow et al., 1991). Lokasi yang lebih jarang ditemukan adalah pada selabung nervus optikus, angulus cerebellopontine, 4 dan plexus choroideus. Daerah spina adalah lokasi utama pada 12% pasien dan merupakan tumor tersering pada korda spinalis intradural dan kauda ekuina (Kendall et al., 1977 ; Rohringer et al., 1989). Gejala klinis yang sering dikeluhkan pada pasien meningioma antara lain sakit kepala yang secara bertahap meningkat, kejang, gangguan penglihatan, sindrom lobus frontalis, gangguan kepribadian, hemiparesis kontralateral, kelemahan pada lengan dan kaki, serta kehilangan sensasi terutama pada meningioma spinalis (Hatoum, 2008; Tew, 2009). Lokasi dari asal tumor merupakan faktor prediktor penting untuk menentukan prognosis dan resektabilitas. Tumor pada daerah konveks dapat disembuhkan dengan bedah reseksi, sementara tumor yang berbasis di tulang tengkorak, menampakkan 2004). terutama hasil yang Pemeriksaan mortalitas dan daerah kurang petroklivus, memuaskan histologis rekurensi. (Lamszus dapat Meningioma sering K, memprediksi atipikal dan maligna memiliki tingkat rekurensi yang lebih tinggi dan waktu dibandingkan kelangsungan dengan hidup yang meningioma lebih benigna. singkat Tingkat kekambuhan dalam 5 tahun dilaporkan sebanyak 38% pada kasus meningioma atipikal dan 78% pada meningioma maligna (Jääskelainen, 1986) Sementara pada meningioma 5 benigna, 70.1% kelangsungan dari hidup total 5 kasus tahun menunjukkan dan pada tingkat lesi maligna dilaporkan sebanyak 54.6% dari total kasus. (McCarthy et al., 1998) Temuan pada CT-Scan juga dapat membantu menggambarkan apakah karakteristik benigna tumor atau tersebut maligna. memiliki Peningkatan homogenitas dan kalsifikasi lebih sering dijumpai pada tumor benigna, dimana peningkatan non-homogenitas dan “mushrooming” lebih sering dijumpai pada tumor maligna (Rockhill et al., 2007) Meningiterpretasikan manifestasi klinis dari meningioma menurut lokasinya adalah salah satu topik menarik yang telah melahirkan banyak potensi baru bagi pemeriksaan neurologi ketersediaan teknik pencitraan diagnosis meningioma memfasilitasi klinis. Bagaimanapun, modern pada tahap telah awal, maka beban untuk mendiagnosis berdasarkan gejala dan dihubungkan dengan perbedaan lokasi tumor sudah jarang terlihat (Bindal et al., 2003). Melihat potensi ini, peneliti merasa manifestasi orbitokranial. perlu klinis meneliti dengan kesesuaian lokasi antara meningioma 6 I.2. Perumusan Masalah 1. Bagaimana kesesuaian antara manifestasi klinis yang timbul dengan lokasi meningioma orbitokranial? I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara manifestasi klinis yang timbul dengan lokasi meningioma orbitokranial. I.4. Keaslian Penelitian Penelitian tentang manifestasi klinis yang tampak pada pasien yang terdiagnosis meningioma telah dilakukan sebelumnya. Rockhill et al., (2007) dan Nema et al., (2010) telah meneliti tentang diagnosis dan pengobatan meningioma berdasarkan manifestasi klinis. Mascarenhas et al., (2005) telah melakukan penelitian tentang hubungan ukuran dan lokasi tumor serta gejala meningioma. Ditemukan adanya hubungan yang secara statistik signifikan antara ukuran dan lokasi tumor, namun ukuran tumor tidak memiliki hubungan dengan usia dan jenis kelamin pasien, durasi gejala awal, status klinik lepas mondok dan keluhan yang berkelanjutan. 7 Sejauh ini, penelitian serupa belum banyak dilakukan di Indonesia terutama di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. I.5. Manfaat Penelitian Data dan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan kesesuaian antara manifestasi orbitokranial yang klinis kemudian dengan dapat lokasi meningioma digunakan sebagai masukan bagi tenaga kesehatan khususnya dokter untuk menegakkan diagnosis awal meningioma orbitokranial agar manajemen lanjutan bagi pasien tersebut dapat dilakukan sesegera mungkin.