TINJAUAN TENTANG HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM

advertisement
TINJAUAN TENTANG HAK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM
KASASI OLEH PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS
DALAM PERKARA PERBUATAN CURANG
(Studi Kasus dalam Putusan Makamah Agung Nomor 21 K/Pid/2012)
Dhany Anggar Giri, Retno Bunga W, Wahyuning Tirta PS
Hukum Acara Pidana / S1, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konstruksi hukum pembuktian Hakim
Pengadilan Negeri Sengkang sebagai dasar untuk menjatuhkan putusan bebas dalam
perkara perbuatan curang serta untuk mengetahui Upaya hukum yang bisa ditempuh oleh
Penuntut Umum terhadap putusan bebas Pengadilan Negeri Sengkang dalam perkara
perbuatan curang dimana terdakwa Darwis bin Tappa telah menjual tanah yang belum
bersertifikat sebagaimana diatur dalam Pasal 385 ayat (1). Penulisan hukum ini termasuk
dalam penulisan hukum normatif yang bersifat perspektif dan terapan maka dalam
penelitian hukum ini menggunakan pendekatan Undang-Undang (statue approach),
pendekatan konseptual (conceptual approach ). Sumber bahan hukum dalam penelitian ini
adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Analisis data menggunakan
model secara deduktif untuk kemudian diambil kesimpulan secara kualitatif. Putusan
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sengkang merupakan putusan bebas murni. Jaksa
Penuntut umum memandang bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sengkang
yang memeriksa dan mengadili perkara ini hanya didasarkan pada penafsiran yang keliru
terhadap tindak pidana yang dimuat dalam surat dakwaan. Permohonan Kasasi tidak
dapat membuktikan bahwa putusan tersebut merupakan pembebasan yang murni sifatnya,
oleh karena itu permohonan Kasasi Jaksa penuntut Umum dinyatakan tidak dapat diterima
dan Terdakwa tetap dibebaskan.
Kata kunci: perbuatan curang, kasasi, putusan.
ABSTRACT
This research aims to know the legal construction of proof Judges District Court
Sengkang as the basis for the verdict in the case, dropping the act of cheating as well as to
know the remedy which can be taken by the public prosecutor against the free state court
verdict Sengkang in Act cheating where the defendant Dervish bin Tappa has sold land that
has not been certified as provided in Article 385 paragraph (1). The legal writting is
included in legal normative that is spatially perspective and applied. Then in research
1
these laws using the approach of laws ( statue approach ), approach a conceptual (
conceptual approach ). A source of materials law in this research is the primary law and
materials legal secondary. The data analysis use deductive method to make qualitative
conclusion. The verdict of the Tribunal Judges district court verdict is a non pure Sengkang
since the ruling by the Prosecutor in respect of that decision of the Council of State Court
judge that checks and Sengkang adjudicate this matter based only on the mistaken
interpretation of crime contained in the indictment. And it turns out the petition of
Cassation cannot prove that a verdict of acquittal was a pure nature, therefore petition for
Cassation Prosecutor declared inadmissible and the accused remained exempt.
Keywords: act cheating, cassation, verdict
A. Pendahuluan
Sejak Indonesia merdeka Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945 menjadi dasar hukum negara ini. Indonesia merupakan negara hukum maka
dari itu hukum di Indonesia harus ditegakkan oleh semua warga Indonesia tanpa terkecuali,
sehingga mewujudkan ketertiban, keadilan dan kesejahteraan bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Hukum merupakan suatu sistem berarti bahwa hukum itu merupakan tatanan,
merupakan satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan
erat satu dengan yang lain, setiap tindakan yang melanggar hukum akan diadili sesuai
dengan hukum yang berlaku. Hukum Pidana dalam arti subyektif disebut Ius Puniendi,
yaitu sejumlah peraturan yang mengatur hak Negara untuk menghukum seseorang yang
bersalah (Martiman Prodjohamidjojo, 1997:7). Perbuatan Pidana adalah perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum larangan disertai ancaman sanksi yang berupa pidana
tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut (Moeljatno, 1987:54).
Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan
tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha
pencegahan maupun pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran
hukum, dengan perkataan lain sebagai penegakan hukum baik secara preventif maupun
represif. Sejauh ini peraturan yang mengatur tentang penegakan hukum dan perlindungan
hukum terhadap keluhuran harkat martabat manusia di dalam proses pidana pada
hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
2
Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Penyelenggaraan peradilan pidana sebenarnya tidak hanya oleh hakim dalam suatu
proses peradilan namun juga harus didukung oleh aparat penegak hukum pidana lainnya
yang tergabung dalam sistem peradilan pidana (Criminal Justice Sistem) yaitu polisi, jaksa,
hakim, dan petugas lembaga pemasyarakatan yang bekerja mulai dari proses penyelidikan
dan penyidikan, penangkapan, penahanan, penuntutan sampai akhirnya pada pemeriksaan
di sidang pengadilan.
Keputusan yang dijatuhkan oleh Hakim yang berbeda di peradilan tingkat pertama
sebagian besar belum memenuhi rasa keadilan bagi pihak-pihak yang berperkara. Berbagai
upaya hukum lanjutan seperti banding ke Pengadilan Tinggi, kasasi dapat diajukan ke
Mahkamah agung sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia. Apabila keputusan
yang dijatuhkan oleh Hakim Mahkamah Agung dirasa juga belum memenuhi rasa keadilan
maka pihak-pihak yang berperkara dapat melakukan upaya hukum peninjauan kembali.
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum yang merupakan hak bagi terdakwa
maupun kepada penuntut umum. Tergantung pada keduanya untuk mempergunakan hak
tersebut atau tidak. Seandainya pihak-pihak tersebut menerima putusan yang dijatuhkan
oleh majelis hakim, maka pihak-pihak tersebut dapat mengesampingkan hak untuk
mengajukan kasasi. Apabila salah satu pihak atau seluruh pihak keberataan atas putusan
dijatuhkan oleh majelis hakim, maka pihak-pihak tersebut dapat mempergunakan hak untuk
mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung.
Menurut Ridwan Syaidi Tarigan, yang dimaksud dengan kasasi ialah pembatalan
atas keputusan Pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat peradilan
terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-pengadilan lain dan para hakim
yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana
yang mengandung pembebasan terdakwa dari segala tuduhan. Berdasarkan hal tersebut,
upaya hukum terdakwa atau penuntut umum berupa permohonan mengajukan kasasi dapat
dilakukan apabila keputusan pengadilan-pengadilan yang lain yang dilakukan pada tingkat
peradilan terakhir dan yang dalam hal ini menetapkan perbuatan pengadilan-pengadilan lain
dan para hakim yang bertentangan dengan hukum. Upaya hukum kasasi dapat pula
3
diajukan apabila status terdakwa dalam putusan majelis hakim yang memeriksa perkara
tersebut memutuskan bahwa terdakwa tidak terbebas dari segala tuntutan hukum atau
terdakwa dinyatakan bersalah oleh majelis hakim.
Salah satu kasus mengenai pengajuan kasasi yang cukup menarik perhatian bagi
peneliti ialah kasus yang telah diputus oleh Mahkamah Agung dengan Nomor: 21
K/Pid/2012 dengan nama terdakwa yaitu DARWIS bin TAPPA. Pada kasus ini, Terdakwa
didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan bahwa Terdakwa melanggar Pasal 385 ayat
(1) KUHP tentang perkara pidana perbuatan curang dimana terdakwa dengan sengaja
menjual tanah tanpa ada sertifikatnya atau menjual tanah tanpa sertifikat padahal diketahui
bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak di atasnya adalah orang lain. Pasal 244
KUHAP menetukan bahwa dalam putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat
terakhir oleh pengadilan lain, selain daripada Mahkamah Agung, Terdakwa atau
Jaksa/Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung
kecuali terhadap putusan bebas. Putusan bebas (vrijspraak) sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 191 ayat (1) KUHAP dijatuhkan jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil
pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang penggunaan hak
mengajukan upaya hukum kasasi oleh penuntut umum terhadap putusan bebas dalam
perkara perbuatan curang tidak bertentangan dengan ketentuan KUHAP serta untuk
mengetahui pertimbangan Makamah Agung dalam menerima alasan kasasi penuntut umum
sesuai dengan ketentuan KUHAP. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum
normatif sedangkan sifat penelitiannya adalah perspektif dan terapan. Maksud dari
perspektif adalah ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validalitas
aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki,
2005:35). Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuanketentuan, rambu-rambu dalam aturan hukum. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan
4
Undang-Undang (Statue Approach)dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach).
Pendekatan Undang-Undang adalah pendekatan yang dilakukan dengan melakukan telaah
terhadap semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang
sedang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2005:94). Selain pendekatan Undang-Undang
terdapat pendekatan konseptual yang artinya adalah pendekatan yang dilakukan penulis
manakala penulis tidak beranjak dari peraturan hukum yang ada.
Dalam penelitian ini sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum
primer diantaranya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Putusan Mahkamah Agung
No. 21 K/PID/2012, Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.14-PW.07.03 tahun 1983
tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP (TPP KUHAP). Adapun bahan hukum
yang kedua adalah bahan hukum sekunder yaitu skripsi, thesis, jurnal-jurnal hukum, dan
buku-buku hukum. Selain itu teknik dalam penelitian ini adalah teknik analisis data dengan
logika deduktif. Menurut Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapat Phlipus M
.Hadjon menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh
Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor
(pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari kedua
premis itu kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan atau conclusion. Akan tetapi di dalam
argumentasi hukum, silogisme hukum tidak sederhana silogisme traisional (Peter Mahmud
Marzuki, 2009:47).
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Kasus posisi
Mencermati kasus tindak pidana perbuatan curang yang dilakukan oleh terdakwa,
yang merupakan perkara tindak pidana perbuatan curang yang telah diputus dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor: 21 K/Pid/2012, terdapat poin-poin penting terhadap hak
mengajukan upaya hukum biasa oleh penuntut umum terhadap putusan bebas dalam
perkara perbuatan curang, serta pertimbangan makamah agung dalam memeriksa pengajuan
5
upaya hukum biasa oleh penuntut umum terhadap putusan bebas dalam perkara perbuatan
curang yang telah diputus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 21 K/Pid/2012.
Terdakwa Darwis bin Tappa dalam perkaranya didakwa oleh Penuntut Umum dengan
dakwaan bahwa Terdakwa telah melakukan tindak pidana perbuatan curang sebagaimana
diatur dalam Pasal 385 ayat (1) KUHP “Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani
dengan crediet verband sesuatu hak tanah Indonesia, sesuatu gedung,
bangunan,
penanaman atau pembenihan di atas tanah dengan hak Indonesia, padahal diketahui bahwa
yang mempunyai atau turut mempunyai hak atasnya adalah orang lain”, berdasarkan hal
tersebut kemudian terdakwa Darwis bin Tappa diperiksa dan diadili di Pengadilan Negeri
Sengkang tertanggal 26 September 2011 menuntut Terdakwa dengan tuntutan sebagai
berikut:
a. Menyatakan Terdakwa Darwis bin Tappa, telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbuatan curang yaitu telah
menjual tanah yang belum besertifikat padahal diketahui bahwa yang
mempunyai atau turut mempunyai hak di atasnya adalah orang lain,
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 385 ayat (1) KUHPidana;
b. Menjatuhkan pidana penjara terhadap diri Terdakwa selama 6 (enam)
bulan dengan masa percobaan selama 1 (satu) tahun;
c. Barang bukti dalam perkara ini adalah tidak ada hanya terlampir saja foto copy
Sertifikat bersama dengan SPPT PBB nya, tetap terlampir dalam berkas;
d. Menetapkan agar Terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar
Rp2.000,00 (dua ribu Rupiah).
Bahwa pada awalnya Terdakwa merasa mempunyai hak di atas tanah yang
dikelola oleh H. Nurung anak dari lel. Fade Condeng, sewaktu Terdakwa kembali dari
perantauan di Jambi maka Terdakwa meminta sebagian tanah perkebunan kepada H.
Nurung bin Fade Condeng namun H. Nurung tidak mau memberikan kepada Terdakwa,
sehingga Terdakwa menyerahkan kepada lel. H. Hannasi sebagai penengah karena antara
H. Nurung dengan lel. H. Hannasi adalah ada hubungan keluarga dan juga antara
Terdakwa dengan lel. H. Hannasi juga ada hubungan keluarga, sehingga pada saat itu lel.
6
H. Hannasi langsung membagi dua dengan cara mematok dengan catatan H. Nurung 50
(lima puluh) are dan Terdakwa 50 (lima puluh ) are yang tidak disertai dengan Surat
Keterangan. Setelah di bagi dua oleh lel. H. Hannasi maka Terdakwa menjualnya kepada
lel. Rusman seharga sebanyak Rp2.000.000,00 (dua juta Rupiah) yang tidak diketahui oleh
Kepala Desa setempat dan juga tidak disertai dengan Surat Tanda Kepemilikan Hak atas
tanah tersebut, sedangkan Terdakwa mengetahui bahwa tanah tersebut telah terbit SPPT
PBB atas nama H. Nurung, dengan luas sekitar 1 (satu) hekto are, sewaktu Terdakwa
menjual kepada lel. Rusman Terdakwa tidak pernah memberitahukan kepada H. Nurung
bin Fade Condeng, maka H. Nurung bin Fade Condeng merasa dirugikan, sehingga
melaporkan kepada pihak yang berwajib yaitu di Polres Wajo guna di proses sesuai hukum
yang berlaku karena merasa dirugikan karena tanahnya seluas 50 (lima puluh) are telah
dijual oleh Terdakwa tanpa persetujuannya, akibat perbuatan Terdakwa sebagaimana
diatur di atas dan diancam pidana menurut Pasal 385 ayat (1) KUHP.
Namun dalam proses pemeriksaan persidangan di Pengadilan Negeri Sengkang
tersebut, ternyata Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sengkang yang memeriksa perkara
tersebut telah menjatuhkan Putusan dengan No.138/Pid.B/2011/PN.Skg yang berupa
putusan bebas (Vrijwaring) terhadap terdakwa. Atas dasar putusan bebas yang dijatuhkan
oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sengkang tertanggal 29 September 2011 tersebut.
Penuntut umum menilai bahwa putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Sengkang No.138/Pid.B/2011/PN.Skg telah keliru dan salah menerapkan peraturan
hukum, sehingga oleh Penuntut Umum terhadap putusan yang dijatuhkan oleh Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Sengkang No.138/Pid.B/2011/PN.Skg dimintakan upaya hukum
kasasi ke Mahkamah Agung. Atas dasar alasan Penuntut Umum yang menilai bahwa
Putusan
yang
dijatuhkan
oleh
Majelis
Hakim
Pengadilan
Negeri
Sengkang
No.138/Pid.B/2011/PN.Skg telah keliru dan salah menerapkan peraturan hukum.
Oleh karena itu Mahkamah Agung dalam putusan yang dijatuhkan melalui Putusan
Mahkamah Agung No. 21 K/Pid.2012 menyatakan bahwa Mahkamah Agung mengabulkan
upaya hukum kasasi yang diajukan oleh Penuntut Umum serta membatalkan putusan
Pengadilan Negeri Sengkang No. 138/Pid.B/2011/PN.Skg sebagaimana yang dimaksud
upaya hukum kasasi adalah hak terdakwa atau penuntu umum untuk tidak menerima
7
putusan Pengadilan pada tingkat akhir, dengan cara mengajukan permohonan kasasi kepada
Mahkamah Agung guna membatalkan putusan pengadilan tersebut, dengan alasan bahwa
putusan yang dimintakan kasasi tersebut, peraturan hukum diterapkan atau tidak diterapkan
sebagaimana mestinya, cara mengadili tidak mengadili tidak dilaksanakan menurut
ketentuan Undang-Undang, Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya (Harun M
Husein, 1992: 47-48).
1. Kesesuaian Penggunaan Hak Mengajukan Upaya Hukum Kasasi Oleh Penuntut
Umum Terhadap Putusan Bebas Perkara Perbuatan Curang Dengan Ketentuan
KUHAP.
Perbedaan kasasi dalam upaya hukum biasa dengan kasasi demi kepentingan hukum
adalah menyangkut tenggang waktu pengajuannya, untuk kasasi demi kepentingan hukum
tidak terikat dengan tenggang waktu, disamping itu putusan yang dijatuhkan tidak boleh
merugikan pihak yang berkepentingan (Andi Hamzah dan Irdan Dahlan, 1987 : 207).
Terhadap semua putusan pidana pada tingkat terakhir selain daripada putusan Mahkamah
Agung sendiri, dapat diajukan permintaan pemeriksaan kasasi baik oleh terdakwa atau
penuntut umum, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang. Menurut rumusan Pasal 244
KUHAP, berarti sebenarnya terdapat pengecualian didasarkan pada syarat serta keadaan
tertentu yaitu tidak bisa diajukan kasasi terhadap putusan bebas. Ini berarti, terdakwa dan
/atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah
Agung terhadap semua putusan pidana yang diambil oleh pengadilan tingkat terakhir, selain
putusan bebas. Terhadap semua putusan pidana pada tingkat terakhir selain daripada
putusan Mahkamah Agung sendiri, dapat diajukan permintaan pemeriksaan kasasi baik
oleh terdakwa atau penuntut umum, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.
Menurut rumusan Pasal 244 KUHAP, berarti sebenarnya terdapat pengecualian
didasarkan pada syarat serta keadaan tertentu yaitu tidak bisa diajukan kasasi terhadap
putusan bebas. Ini berarti, terdakwa dan /atau penuntut umum dapat mengajukan
permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung terhadap semua putusan pidana
yang diambil oleh pengadilan tingkat terakhir, selain putusan bebas. Terhadap perkara ini
8
untuk mengetahui kesesuaian penggunaan hak mengajukan upaya hukum kasasi oleh
penuntut umum dengan ketentuan KUHAP perlu dicermati terlebih dahulu beberapa alasan
kasasi yang dibenarkan dalam KUHAP yang terdapat dalam Pasal 253 ayat (1) mengenai
syarat sahnya diajukan permohonan kasasi. Alasan kasasi yang diajukan oleh penuntut
umum kepada Mahkamah Agung ialah dengan dasar judex factie telah salah atau keliru
dalam menerapkan hukum yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Sengkang No.
138/Pid.B./2011/ PN.Skg, tanggal 29 September 2011.
Pada alasan kasasi penuntut umum, dapat dilihat bahwa yang menjadi dasar
diajukannya kasasi ialah mendasar pada Pasal 253 ayat (1) huruf (a) KUHAP yang
menyatakan bahwa “dapat diajukan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat sebelumnya
apabila dalam suatu peradilan, peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan
sebagaimana mestinya”. Permasalahan hak penuntut umum dalam mengajukan kasasi
menjadi dipertanyakan ketika hak mengajukan kasasi oleh penuntut umum terhadap
putusan bebas pada diri terdakwa yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Sengkang
dengan putusan nomor: 138/Pid.B/2011/PN.Skg tidak dibenarkan dalam Pasal 244
KUHAP.
Di dalam Pasal 244 KUHAP, yang dalam hal ini Pasal 244 KUHAP berbunyi
“Terdapat putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain
selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan
permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”, maka
kewenangan mengajukan Kasasi oleh penuntut umum terhadap putusan bebas menjadi
tidak dibenarkan berdasarkan Pasal 244 KUHAP. Berdasarkan perkembangan hukum saat
ini, mengacu pada Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.14-PW.07.03 tahun 1983
tanggal 10 Desember 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP (TPP
KUHAP) yang di dalam butir ke-19 TPP KUHAP tersebut, menerangkan bahwa
“Terdahadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding, tetapi berdasarkan situasi dan
kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan
kasasi” (Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.14-PW.07.03 tahun 1983 tentang
Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP (TPP KUHAP).
9
Adanya TPP KUHAP ini menegaskan perlunya Yurisprudensi yang dijadikan
rujukan atau referensi untuk mengajukan kasasi terhadap putusan bebas. Merujuk pula pada
tujuan hukum acara pidana adalah mencari kebenaran materiil atau kebenaran yang
sebenar-benarnya, sehingga sangat dimungkinkan apabila putusan bebas yang dijatuhkan
oleh Judex Factie akan diajukan upaya hukum untuk mencari kebenaran yang sebenarbenarnya (judex factie).
Mencermati alasan kasasi tersebut diatas, sudah jelas bahwa judex factie yang dalam
hal ini adalah Pengadilan Negeri Sengkang yang memeriksa dan memutus perkara
perbuatan curang yang menjatuhkan Putusan dengan nomor : 138/Pid.B/2011/PN.Skg telah
salah atau keliru dalam menerapkan hukum. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa hal
yaitu salah satu saksi (Rusman bin Iskandar) mengatakan bahwa bahwa sejak kecil sampai
sudah berkeluarga dan membeli lokasi tersebut adalah yang mengelolanya yaitu lel. Fade
bukan orang tua Terdakwa, kemudian Terdakwa sendiri juda mengatakan bahwa Terdakwa
tidak mempunyai Surat Tanah yang dijualnya kepada lel. Rusman seharga Rp3.500.000,00
(tiga juta lima ratus ribu Rupiah) akan tetapi tanah tersebut adalah milik dari orang tuanya
dulu sebelum pergi merantau pada tahun 1969, hal ini didukung pula oleh beberapa saksi
(keterangan saksi a de charge yang diajukan Terdakwa yaitu H. Kasau, H. Mappiare dan
per. Hapsiah) yang menyatakan bahwa benar di dalam SPPT seluas 10.500 (sepuluh ribu
lima ratus) M2 adalah atas nama wajib pajak Fade bukan orang tua Terdakwa.
Namun pada judex factie menjatuhkan putusan yang didalamnya memuat perihal
bahwa judex factie mempertimbangkan keabsahan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
(SPPT) Nomor 73.13. 030.001.019-0066.0. seluas 10.500 (sepuluh ribu lima ratus) meter
bujur sangkar, sedangkan sudah ada hak milik seluas 5.283 (lima ribu dua ratus delapan
puluh tiga) are atas nama Fade dalam Sertifikat (tanda bukti hak) Nomor 251 tanggal 24
Agustus 1999 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Wajo. Menurut
hasil tersebut jelas terlihat bahwa judex factie telah salah atau keliru dalam menerapkan
hukum.
Berdasarkan hal tersebut diatas antara hak dan alasan mengajukan kasasi oleh
penuntut umum terhadap putusan bebas yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Sengkang
dengan Putusan nomor: No. 138/Pid.B./2011/ PN.Skg, tanggal 29 September 2011, telah
10
sesuai dengan syarat sahnya mengajukan kasasi yang dibenarkan KUHAP. Putusan judex
facti yang memeriksa perkara pidana ini sangat keliru dalam mengambil pertimbangan
untuk memutuskan perkara ini, karena secara fakta yang ada didengar di depan persidangan
para saksi maupun Terdakwa menerangkan bahwa Terdakwa tidak mempunyai alat bukti
seperti Surat/Dokumen atas lokasi perkebunan yang dijual kepada lel. Rusman bin Iskandar
dan Terdakwa mengetahui bahwa lokasi perkebunan tersebut sudah ada SPPT dan sebagian
sudah ada sertifikatnya atas nama Fade sehingga antara hak dan alasan mengajukan kasasi
oleh penuntut umum terhadap putusan bebas yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri
Sengkang dengan Putusan No.138/Pid.B./2011/ PN.Skg tanggal 29 September 2011, telah
sesuai dengan syarat sahnya mengajukan kasasi yang dibenarkan KUHAP.
2. Kesesuaian Pertimbangan Makamah Agung Dalam Memeriksa Pengajuan Upaya
Hukum Kasasi yang Diajukan Oleh Penuntut Umum Dalam Putusan Bebas Perkara
Perbuatan Curang Terhadap Ketentuan KUHAP .
Pertimbangan Makamah Agung dalam memeriksa pengajuan upaya hukum kasasi
oleh penuntut umum dalam putusan bebas perkara perbuatan curang dengan ketentuan
KUHAP, perlu dicermati terlebih dahulu pertimbangan hukum Hakim Mahkamah Agung
yang dijatuhkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1727 K/Pid.Sus/2011 yang
memeriksa dan memutus permohonan kasasi penuntut umum atas dasar judex factie telah
salah menerapkan hukum dengan sebagaimana mestinya dengan beberapa alasan kasasi
yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan yang terkandung dalam Pasal 253
ayat (1) KUHAP mengenai :
a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan
sebagaimana mestinya,
b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undangundang-undang,
c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
Pertama, pertimbangan Mahkamah Agung adalah pertimbangan dikabulkannya
permohonan kasasi penuntut umum yaitu berdasarkan Pasal 253 ayat (1) huruf (a) yang
11
menyatakan bahwa diperbolehkannya diajukan kasasi dengan alasan bahwa “apakah benar
suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan sebagaimana mestinya”.
Pertimbangan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan kasasi penuntut umum
tersebut berdasar dari Pasal 253 ayat (1) huruf (a) KUHAP, hal tersebut dapat dilihat dari
pertimbangan Mahkamah Agung yang dimuat dalam putusan Mahkamah Agung dengan
Nomor: 21 K/Pid/2012, yang berpendapat bahwa judex factie (Pengadilan Negeri
Sengkang) “telah salah menerapkan hukum”.
Apa yang menjadi dasar dibenarkannya atau diperbolehkannya pengajuan kasasi
yang dalam hal ini pengajuan kasasi yang diajukan oleh penuntut umum, sudah tepat dan
relevan apabila Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi atas dasar bahwa judex
factie (Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri) telah salah dalam menerapkan hukum
yakni bahwa berdasarkan fakta di persidangan bahwa pada mulanya Terdakwa minta tanah
di Kampung Nyelle, Desa Lapaukke, Kecamatan Pammana pada H. Nurung tidak dikasih,
kemudian Terdakwa minta melalui lel. H. Hannasi kepada H. Nurung, oleh lel H. Hannasi
tanah yang sebelumnya dikuasai dibayar PBB nya oleh H. Nurung dibagi 2 (dua) bagian,
masing-masing mendapat ½ (setengah) bagian 50 (lima puluh) are, kemudian Terdakwa
menjual tanah yang menjadi bagiannya kepada Rusman alias Jusman di rumah tanpa suratsurat hanya disaksikan lel. H. Hannasi.
Berdasarkan hal tersebut, diketahui fakta dari proses pembuktian di persidangan
judex factie bahwa penjualan rumah oleh terdakwa kepada Rusman alias Jusman adalah
tidak sah karena penjualan tersebut dilakukan tanpa surat-surat yang sah yang menunjukkan
bahwa Terdakwa adalah pemilik sah tanah tersebut. Adanya fakta tersebut dapat diketahui
bahwa cara pembagian tanah yang dilakukan oleh H. Hannasi tidak benar oleh karenanya
masalah tanah yang dipersoalkan antara H. Nurung dengan Terdakwa harus diselesaikan
secara hukum Perdata, artinya apa yang didakwakan oleh Penuntut Umum kepada diri
Terdakwa telah terpenuhi namun hal tersebut bukanlah suatu peristiwa pidana melainkan
peristiwa perdata, hal tersebut juga terdapat dalam salah satu pertimbangan Mahkamah
Agung yang berbunyi “Bahwa dari fakta tersebut maka cara pembagian tanah yang
dilakukan oleh H. Hannasi tidak benar oleh karenanya masalah tanah yang dipersoalkan
antara H. Nurung dengan Terdakwa harus diselesaikan secara hukum Perdata” dan sudah
12
seyogyanya kasasi dengan dasar bahwa judex factie (Pengadilan Negeri Sengkang) yang
dianggap telah salah menerapkan hukum dikabulkan oleh Mahkamah Agung.
Sangat jelas terlihat bahwa judex factie (Pengadilan negeri Sengkang) telah salah
atau keliru dalam menerapkan hukum dengan menjatuhkan putusan bebas kepada diti
Terdakwa, karena dalam hal ini judex yuris (Mahkamah Agung) berpendapat bahwa
dakwaan penuntut umum kepada terdakwa dinyatakan telah terpenuhi namun masuk dalam
perkara perdata, namun oleh Judex Factie tidak mempertimbangkan hal tersebut.
D. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh penuntut umum terdapat kesesuaian antara
alasan pengajuan kasasi oleh penuntut umum atas dasar judex factie telah salah atau keliru
dalam menerapkan hukum sebagaiama mestinya dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1)
KUHAP. Salah satu alasan Penuntut umum berpendapat bahwa bahwa judex factie telah
salah menerapkan hukum adalah dalam proses pembuktian di persidangan (judex factie),
Terdakwa ternyata tidak mempunyai alat bukti seperti Surat/Dokumen atas lokasi
perkebunan yang dijual kepada lel. Rusman bin Iskandar dan Terdakwa mengetahui bahwa
lokasi perkebunan tersebut sudah ada SPPT dan sebagian sudah ada sertifikatnya atas nama
Fade, kemudian pijakan judex facti sangat bertentangan dengan putusan yang diambilnya,
karena hanya memutus dengan berdasarkan pengakuan Terdakwa saja tanpa disertai
dengan alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan Pasal 183, 184 ayat (1) huruf a, b, c, d,
e KUHAP. Padahal diketahui bahwa dalam hukum acara pidana tidak mengenal alat bukti
pengakuan. Dapat disimpulkan bahwa judex factie telah salah menerapkan hukum
sebagaimana mestinya.
Pertimbangan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan kasasi yang
diajukan oleh penuntut umum, telah sesuai dengan alasan kasasi yang dibenarkan oleh
peraturan perundang-undangan yang dimuat dalam Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP
dengan dasar bahwa judex factie (Pengadilan Negeri Sengkang) yang dianggap telah salah
menerapkan hukum dikabulkan oleh Mahkamah Agung. Adapun pertimbangan Mahkamah
Agung dalam mengabulkan permohonan kasasi oleh penuntut umum adalah diketahui
13
bahwa cara pembagian tanah yang dilakukan oleh H. Hannasi tidak benar oleh karenanya
masalah tanah yang dipersoalkan antara H. Nurung dengan Terdakwa harus diselesaikan
secara hukum Perdata, artinya apa yang didakwakan oleh Penuntut Umum kepada diri
Terdakwa telah terpenuhi namun hal tersebut bukanlah suatu peristiwa pidana melainkan
peristiwa perdata, hal tersebut juga terdapat dalam salah satu pertimbangan Mahkamah
Agung yang berbunyi “Bahwa dari fakta tersebut maka cara pembagian tanah yang
dilakukan oleh H. Hannasi tidak benar oleh karenanya masalah tanah yang dipersoalkan
antara H. Nurung dengan Terdakwa harus diselesaikan secara hukum Perdata”. Sangat jelas
terlihat bahwa judex factie (Pengadilan negeri Sengkang) telah salah atau keliru dalam
menerapkan hukum dengan menjatuhkan putusan bebas kepada diti Terdakwa, karena
dalam hal ini judex yuris (Mahkamah Agung) berpendapat bahwa dakwaan penuntut umum
kepada terdakwa dinyatakan telah terpenuhi namun masuk dalam perkara perdata, namun
oleh Judex Factie tidak mempertimbangkan hal tersebut.
2. Saran
Dalam rangka penegakan hukum oleh aparat penegak hukum khususnya dari Jaksa
Penuntut Umum, diharapkan dalam perannya sebagai pejabat yang diberikan wewenang
oleh Undang-undang dalam hal penuntutan untuk mewakili kepentingan negara, selalu
berpegang teguh pada kode etik dan selalu melakukan tugas dan fungsi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan demikian diharapkan dapat terciptanya
tujuan hukum itu sendiri yang didambakan oleh seluruh elemen masyarakat. Penananganan
kasus hukum, khususnya bagi Majelis Hakim dalam pengambilan sebuah keputusan yang
dituangkan dalam Putusan Pengadilan selalu mempertimbangkan putusan tersebut dari
segala aspek, sehingga dengan demikian diharapkan adanya sebuah Putusan Pengadilan
yang dijatuhkan, tidak terdapat kesalahan dalam menerapkan hukum dan dengan begitu
juga apabila Putusan yang dijatuhkan Majelis hakim telah sesuai dengan hukumnya dan
telah mempertimbangkan segala aspek, maka diharapkan dapat meminimalisir kondisi
ketidak-percayaan masyarakat terhadap hukum itu sendiri.
14
E. Daftar Pustaka
Hamzah, Andi dan Irdan Dahlan. 1987. Upaya Hukum Dalam Perkara Pidana. Jakarta: PT.
Bina Aksara.
M, Harun Husein. 1992. Kasasi sebagai Upaya Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Mahmud, Peter Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Cetakan pertama. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group.
Moeljatno. 1987. Azas-Azas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara.
Prodjodikoro, Wirjono. 1980. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonsia. Bandung: PT
Refika Aditama.
Prodjohamidjojo, Martiman. 1997. Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 2.
Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitan Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 2
Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
Putusan Mahkamah Agung No. 21 K/Pid./2012
15
Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.14-PW.07.03 tahun 1983 tentang Tambahan
Pedoman Pelaksanaan KUHAP (TPP KUHAP)
16
KORESPONDENSI
1.
Nama
: Dhany Anggar Giri
Alamat : Wonokarto Barat Rt 02 Rw 05, Wonogiri
No. Telp : 085743613135
Email
2. Nama
: [email protected]
: Wahyuning Tirta PS
Alamat : Asrama Dodiklatpur Blok K Baru No. 13 Rt 02 Rw 08 Glodogan, Klaten
Selatan, Klaten
No. Telp : 081392683686
Email
3. Nama
Alamat
: [email protected]
: Retno Bunga W
: Jln. Pajajaran Barat III No. 16 Rt 01 Rw 17 Sumber, Banjarsari,
Surakarta
No. Telp : 085642323825
Email
: [email protected]
17
Download