ISSN : NO. 0854-2031 STUDI IMPLEMENTASI IZIN EDAR PRODUK PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA (PIRT) DALAM MEWUJUDKAN KEAMANAN PANGAN YANG OPTIMAL DI KOTA SEMARANG Bambang Hermanu * ABSTRACT Health law definitely states that food and beverages can only be distributed in public upon issuance of a distribution permit. Hence, prior to being permitted the food and beverages are not allowed to be distributed in public. On the other hand, in line with the development of society, the rapid distribution of processed food (food and beverages), especially those produced as home industries, with or without packaging, has caused much concerns due to violation of the distribution permit and contamination of the products with its associated health risks in the short, medium, and long term. Normative and empirical legal research method has been employed for this research, using both primary and secondary data. The primary data were collected in the field; whereas the secondary data came from primary, secondary, and tertiary legal establishments, respectively. Results of this study showed that implementation of a distribution permit of food and beverages produced by home industries are in general the responsibility of the Office of Health in the City or Regency, with the issuance of Induction Certificates and Home Industry Products Certificates. These certificates are officially legal permits as a guarantee that the food and beverages produced by home industries are safe; and as a protection against food additives that could be detrimental to health. The implementation is basically a persuasive action under the assumption of human dignity rather than tough and normative legal procedures. Obstacles to the implementation included factors such as economic condition, inadequate knowledge of both consumers and producers, as well as the weak legal measures on food safety. A number of factors were found to affect the food safety in Indonesia, i.e. food system, culture, food chain, environment, nutrition and epidemiology. It was suggested that education for consumers to raise awareness of food safety was of prime importance. Consumers should be made aware and fully understand the food safety system and its associated health risks due to insecure food safety. Keywords : distribution permit of food and beverages, food safety, food system. ABSTRAK Undang-undang Kesehatan dengan tegas menentukan bahwa makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Artinya sebelum mendapat izin edar, makanan dan minuman tidak dapat diedarkan kepada masyarakat. Sementara itu, dalam * Bambang Hermanu, Dosen Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian perkembangannya di masyarakat, Universitas 17 Agustus 1945 Semarang Email : menjamurnya peredaran produk pangan [email protected] HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.11 NO.2 APRIL 2014 149 Bambang Hermanu : Studi Implementasi Izin Edar Produk Pangan Industri Rumah Tangga olahan (makanan dan minuman), khususnya yang diproduksi oleh masyarakat sebagai usaha industri rumah tangga, baik dalam bentuk kemasan maupun non kemasan, telah banyak menyisakan persoalan yang terkait dengan aspek pelanggaran izin edar dan tercemarnya berbagai produk pangan olahan oleh zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia dengan klasifikasi dampak jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yuridis normatif dan empiris, dengan mempergunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier serta data primer di lapangan. Hasil penelitian yang diperoleh adalah : Bahwa implementasi izin edar produk makanan dan minuman industri rumah tangga secara umum menjadi tanggung jawab pihak Dinas Kesehatan Kota / Kabupaten, melalui penerbitan Sertifikat Penyuluhan dan Sertifikat Produk Industri Rumah Tangga (PIRT). Sertifikasi izin edar tersebut merupakan bentuk legalisasi yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang untuk memberikan jaminan perlindungan kesehatan dan keamanan pangan kepada konsumen pangan industri rumah tangga (PIRT) agar terhindar dari bahan-bahan tambahan makanan yang berbahaya dan merugikan kesehatan. Pelaksanaan Izin Edar Produk Makanan dan Minuman Industri Rumah Tangga di Kota Semarang masih terbatas pada upaya-upaya pembinaan berdasarkan prinsip-prinsip mengangkat harkat dan martabat manusia melalui pendekatan humanis dan hati nurani, dan tidak bersifat penegakan hukum yang secara normatif berlaku. Salah satu hal yang paling penting dilakukan dalam kaitan ini adalah pendidikan keamanan pangan untuk konsumen guna meningkatkan kesadaran masyarakat. Mereka harus tahu dan memahami tentang sistem keamanan pangan, juga potensi-potensi penyakit yang membahayakan kesehatan, karena tidak terjamin keamanan pangannya. Kata kunci : Izin Edar PIRT, Keamanan Pangan, Sistem pangan PENDAHULUAN Makanan adalah kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Oleh karena itu pemenuhan akan kebutuhannya merupakan hak asasi setiap orang. Dalam hal ini yang dimaksud dengan makanan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan maupun minuman bagi manusia, termasuk bahan makanan tambahan, bahan baku makanan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyinaran, pengolahan dan 1 Sukiman Said Umar. Peraturan Perundangundangan Bidang Keamanan Pangan. Makalah disampaikan pada Pelatihan TOT Keamanan Pangan untuk Petugas Dinas Kesehatan se Provinsi Sumatera Utara, tanggal 5 – 10 Mei 2003, hal 1 150 atau pembuatan makanan dan minuman1. Suatu produk makanan dan minuman untuk sampai kepada konsumen tidak terjadi secara langsung tetapi melalui jalur pemasaran yaitu pelaku usaha atau media perantara. Akibat proses industriali sasi dalam memproses produk makanan dan minuman timbul permasalahan hukum sehubungan dengan adanya barang-barang atau produk makanan dan minuman yang cacat dan berbahaya yang merugikan konsumen, baik dalam arti finansial maupun non finansial bahkan kerugian jiwa2. 2 Sukiman Said Umar. Peraturan Perundang- undangan Bidang Keamanan Pangan. Makalah disampaikan pada Pelatihan TOT Keamanan Pangan untuk Petugas Dinas Kesehatan se Provinsi Sumatera Utara, tanggal 5 – 10 Mei 2003, hal 1 HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.11 NO.2 APRIL 2014 Bambang Hermanu : Studi Implementasi Izin Edar Produk Pangan Industri Rumah Tangga Para pakar kesehatan mengatakan, bahwa kesehatan seseorang ditentukan oleh apa yang ia makan dan minum. Pernyataan tersebut sulit dibantah, karena secara nyata memang membuktikan apa yang kita makan dan minum menentukan kualitas kesehatan kita. Jika makanan dan minuman tidak memenuhi standar dan/atau persyarat an kesehatan, maka tidak diragukan lagi kualitas kesehatan kita buruk. Sebaliknya jika kita selalu mengkonsumsi makanan dan minuman yang memenuhi standar kesehatan, dapat dipastikan kualitas kesehatan kita terjamin3. Dalam pasal 111 Undang-undang Nomor. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan lebih ditegaskan, bahwa : 1. Makanan dan minuman yang diperguna kan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan. 2. Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, Undang-undang Kesehatan dengan tegas menentukan bahwa makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Artinya sebelum mendapat izin edar, makanan dan minuman tidak dapat diedarkan kepada masyarakat. Industri rumah tangga makanan dan minuman merupakan salah satu industri yang sangat potensial dan memiliki prospek yang baik untuk ditumbuh kembangkan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya industri rumah tangga yang tersebar secara luas di seluruh pelosok tanah air meski dalam jenis dan skala usaha yang berbeda-beda. Faktor yang mendukung tumbuh kembangnya industri rumah tangga adalah bahwa industri tersebut hampir 100% menggunakan bahan baku yang tersedia di dalam negeri, dipasarkan dalam negeri, dikonsumsi oleh masyarakat secara luas d an memberikan konstribusi bagi pengembangan ekonomi masyarakat kecil dan menengah. Dalam upaya menumbuh kembang kan industri tersebut, maka pemerintah melalui berbagai instansi terkait melakukan berbagai upaya pembinaan, baik yang bersifat teknis produksi, manajemen pemasaran maupun melalui peraturan yang ada untuk menjamin tersedianya pangan bagi masyarakat. Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengatur bahwa tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan adalah untuk tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia. Meng ingat hal tersebut diatas maka SP-IRT (Sertifikat Produksi Industri Rumah Tangga) dan izin Dinas Kesehatan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas Industri Rumah Tangga pangan, meletak kan Industri Rumah Tangga pangan dalam posisi strategis dan sehat. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut Undang-undang Perlindungan Konsumen) ini dapat dijadikan payung (umbrella act) bagi perundang-undangan lain yang bertujuan untuk melindungi konsumen, baik yang sudah ada maupun yang masih akan dibuat 4 nanti . Menurut Nurmadjito, larangan yang dimaksudkan untuk mengupayakan agar setiap barang dan/atau jasa yang beredar di masyarakat merupakan produk yang layak edar, antara lain asal usul, kualitas sesuai dengan informasi pengusaha baik melalui label, etiket, iklan, dan lain sebagainya5. 3 Muhammad Eggi H. Suzetta. Pengetahuan Hukum Untuk Konsumen, http://www.pikiran rakyat.com/cetak/1204/20/teropong/konsulhukum.htm. 2003-2004, hal 1 4 Janus Sidabalok. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hal 50 HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.11 NO.2 APRIL 2014 151 Bambang Hermanu : Studi Implementasi Izin Edar Produk Pangan Industri Rumah Tangga Adanya undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha. Undang-undang Perlindung an Konsumen justru bisa mendorong iklim usaha yang sehat serta mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam meng hadapi persaingan yang ada dengan menyediakan barang/jasa yang berkualitas. Dalam penjelasan umum Undang-undang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa dalam pelaksanaannya akan tetap memer hatikan hak dan kepentingan pelaku usaha kecil dan menengah6. Dalam kondisi sekarang ini, masyarakat sering dikejutkan dengan adanya pemberitaan di berbagai media massa bahwa banyak produk, terutama makanan yang sering dikonsumsi seharihari mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan, seperti adanya kandungan formalin atau bahan pengawet makanan lainnya. Keamanan pangan di Indonesia masih jauh dari keadaan aman, yang dapat dilihat dari peristiwa keracunan makanan yang banyak terjadi beberapa waktu terakhir ini. Dalam kondisi demikian konsumen pada umumnya belum mem punyai kesadaran tentang keamanan makanan yang mereka konsumsi, sehingga belum banyak konsumen yang menuntut produsen makanan tersebut. Hal ini pula yang menyebabkan produsen makanan semakin mengabaikan keselamatan konsumen demi memperoleh keuntungan yang sebesarbesarnya. Selanjutnya secara lebih khusus, menu rut P er at uran Kepal a Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Ind onesi a, t ahun 200 9, Nom or : HK.00.05.1.23.3516 tentang Izin Edar produk obat, obat tradisional, kosmetik, Suplemem Makanan dan makanan yang 5 Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.hal 65 6 Happy Susanto. Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan. Visi Media, Jakarta, 2008, hal 4 152 bersumber, mengandung dari bahan tertentu dan atau mengandung alkohol, ditegaskan pada pasal 6, yaitu : (1) Produk makanan dan minuman yang bersumber, mengandung, atau berasal dari bahan tertentu tidak diberikan izin edar. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagai mana dimaksud pada ayat (1), produk makanan dan minuman yang ber sumber, mengandung, atau berasal dari babi, dapat diberikan izin edar dengan ketentuan harus memenuhi persyaratan tentang keamanan, mutu, gizi dan persyaratan label makanan Dari kedua ketentuan tersebut di atas, dapat dianalogikan bahwa setiap mengedarkan produk makanan dan minum an (pangan olahan) termasuk produk industri rumah tangga untuk kepentingan dijual (dikonsumsi masyarakat luas), maka atas dasar kepentingan keamanan pangan dan perlindungan konsumen, harus memiliki surat izin edar produk makanan dan minuman dimaksud. Salah satu masalah yang timbul dalam masyarakat yakni banyaknya beredar produk industri rumah tangga yang tidak memiliki izin dari Dinas Kesehatan. Kebanyakan dari pelaku usaha industri rumah tangga menyadari hal tersebut tetapi karena usaha mereka sudah berjalan maka banyak pelaku usaha industri rumah tangga mengelabuhi aparat kepolisian dan BPOM. Sehingga banyak ditemui produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan (Bahan Tambahan Pangan, cemaran mikroba, tanggal kadaluarsa), masih banyak kasus ke racunan, masih rendahnya pengetahuan, keterampilan dan tanggungjawab produsen pangan tentang mutu dan keamanan pangan serta rendahnya kepedulian konsumen itu sendiri. Untuk itu suatu produk industri rumah tangga khususnya produk pangan harus sesuai dengan standar agar aman dikonsumsi. Produk industri rumah tangga yang HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.11 NO.2 APRIL 2014 Bambang Hermanu : Studi Implementasi Izin Edar Produk Pangan Industri Rumah Tangga telah memiliki izin dari Dinas Kesehatan berarti produk tersebut telah sesuai standar atau persyaratan, keamanan, mutu, serta manfaat dari produk tersebut. Sebaliknya, produk industri rumah tangga yang tidak memiliki izin Dinas Kesehatan baik itu berupa produk makanan maupun minuman tentu saj a bel um melewati tahap pemeriksaan oleh pihak yang berwenang memeriksanya. Produk industri rumah tangga yang tidak memiliki izin edar dari Dinas Kesehatan jika dikonsumsi oleh konsumen dapat menyebabkan kerugian, baik kerugian secara materi maupun psikis. Hal ini tentu saja merugikan konsumen sebagai pihak yang membutuhkan dan meng konsumsi produk industri rumah tangga. Berdasarkan data dari BPOM sampai tahun 2012 diindikasikan masih banyak ditemukan produk pangan olahan dalam negeri, khususnya produk industri rumah tangga yang tidak berizin. Produkproduk pangan ilegal tersebut, setelah dilakukan pemeriksaan ternyata tidak terdaftar dan tidak memiliki izin edar. Artinya, bahwa produk-produk tersebut tidak melalui proses evaluasi keamanan, manfaat dan mutu, dan hal ini sangat berbahaya bagi konsumen. Oleh karena itu kecermatan konsumen diperlukan agar tidak membeli dan mengkonsumsi produk pangan tanpa nomor izin edar dari BPOM7. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian dengan judul Studi Implementasi Izin Edar Produk Pangan Industri Rumah Tangga (Pirt) Dalam Mewujudkan Keamanan Pangan Yang Optimal Di Kota Semarang. Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah implementasi izin edar 7 Data diperoleh berdasarkan sumber dari: Unit Layanan Pengaduan Konsumen BPOM, dengan nomor telp. 021 – 4263333, 32199000, sms ke N o . H P 0 8 1 5 11 9 9 7 7 7 2 a t a u e m a i l [email protected] dan ulpkbada npom@ yahoo.com. produk makanan dan minuman industri rumah tangga dalam mewujudkan keamanan pangan ? 2. Bagaimanakah implementasi izin edar produk makanan dan minuman industri rumah tangga serta pengawasannya dalam mewujudkan keamanan pangan di Kota Semarang ? 3. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam implementasi izin edar produk makanan dan minuman guna mewujudkan keamanan pangan ? METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empirik guna m el ihat kondi si riil y ang terj ad i berdasarkan fakta yang diambil dari sumbernya, untuk mengetahui ketentuan yang berkaitan dengan implementasi izin edar produk makanan dan minuman dalam mewujudkan keamanan pangan. Adapun populasi yang dijadikan sampel adalah sebanyak 50 orang pelaku usaha tempe, aneka kerupuk/keripik, aneka kue basah/kering, aneka manisan, di Kota Semarang. Data yang telah tersusun secara sistematik akan dianalisis dengan meng gunakan metode analisis normatif kuali tatif, sedangkan analisis empiris kualitatif adalah melakukan analisis terhadap implementasi izin edar produk makanan d an minuman dalam mewujudkan keamanan pangan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengertian Implementasi, Izin Edar dan Keamanan Pangan Menurut Nurdin Usman dalam b u k u n y a y a n g b e r j ud u l K o n t e k s Impl ementasi Berbasis Kurikulum HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.11 NO.2 APRIL 2014 153 Bambang Hermanu : Studi Implementasi Izin Edar Produk Pangan Industri Rumah Tangga mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut : “Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan”9. Pengertian implementasi yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguhsungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya. Menurut Guntur Setiawan, Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif 10. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor. HK. 00.05.1.23.35.3516 tentang Izin Edar Produk Obat, Obat Tradisional, Kosmetik, Suplemen Makanan dan Makanan yang Bersumber, Mengandung dari Bahan Tertentu dan atau Mengandung Alkohol. Pasal 1 (1), bahwa Izin Edar adalah bentuk persetujuan registrasi bagi produk obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen makanan, dan makanan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia agar produk tersebut secara sah dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Produk menurut Kotler : “A product 9 Nurdin Usman. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Rosda Karya, Bandung, 2002. hal 70. 10 Guntur Setiawan. Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan. Ghalia Indonesia. Jakarta, 2004, hal 39. 154 is anything that can be offered to a market for attention, acquisition, use or consumption and that might satisfy a want or need”, yang berarti produk adalah apa saja yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk memperoleh suatu perhatian, permintaan, pemakaian atau konsumsi yang mungkin dapat memuaskan dan memenuhi sebuah keinginan atau pun kebutuhan. Sedangkan jika dikaitkan dengan makanan dan minuman, maka pengertian produk makanan dan minuman dapat diartikan sebagai hasil olahan yang berasal dari bahan baku makanan dan atau minuman yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk memperoleh suatu perhatian, permintaan, pemakaian atau konsumsi yang mungkin dapat memuaskan dan memenuhi sebuah keinginan atau pun kebutuhan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu, gizi dan pangan Pasal 1 angka 16 dijelaskan mengenai Industri Rumah Tangga bahwa, Industri Rumah Tangga pangan adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolah an pangan manual hingga semi otomatis. Adapun pengertian Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi tinggi penting perannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkat an derajat kesehatan serta peningkatan 11 kecerdasan masyarakat . Tinjauan Izin Edar Produk Makanan dan Minuman Industri Rumah Tangga 11 A. Nasution. Analisa Kandungan Boraks pada Lontong di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan Tahun 2009. Dipublikasi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatra Utara. Medan. 2009, hal 6 HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.11 NO.2 APRIL 2014 Bambang Hermanu : Studi Implementasi Izin Edar Produk Pangan Industri Rumah Tangga Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.1.23.3516, tahun 2009 tentang Izin Edar Produk Obat, Obat Tradisional, Kosmetik, Suplemen Makanan dan Makanan yang Bersumber, Mengandung, dari Bahan Tertentu dan atau Mengandung Alkohol, dapat dikemukakan sebagai berikut : Dasar pertimbangan diterbitkannya peraturan tersebut adalah : a. Bahwa masyarakat perlu dilindungi dari penggunaan obat, obat tradisional, kosmetika, suplemen makanan, dan makanan yang secara ilmiah tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat; b. Bahwa ada produk obat, obat· tradisi onal, kosmetik, suplemen makan an dan makanan yang bersumber, mengandung atau berasal dari bahan tertentu yang secara syariah meng andung unsur bahan tidak halal dan tidak lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam; c. Bahwa untuk melaksanakan peng awasan obat dan makanan perlu dilakukan pengaturan izin edar ter hadap produk obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen makanan dan makanan yang bersumber, meng andung atau berasal dari bahan tertentu dan atau mengandung alkohol; d. Bahwa Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.23.0131 Tahun 2003 tentang Pencantuman Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol, dan Batas Kadaluwarsa Pada Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Pangan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga perlu disempurnakan; e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Izi n Edar Produk Obat, Obat Tradisional, Kosmetik, Suplemen Mak ana n, da n Ma kanan yang Bersumber, Mengandung, dari Bahan Tertentu dan atau Mengandung Alkohol; Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenai sanksi Administratif berupa: a. peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali; b. penghentian sementara kegiatan produksi dan distribusi; c. pembekuan dan/atau pembatalan Surat persetujuan; d. penarikan produk dari peredaran dan pemusnahan. Selain dapat dikenai sanksi adminstratif sebagaimana dimaksud, dapat pula dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ( pasal 7 ayat 1 dan 2). Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pada dasarnya mengatur tentang pangan, khususnya yang terkait dengan kesehatan pangan dan keselamatan manusia. Di samping itu undang-undang tersebut juga memberikan rambu-rambu tentang bagaimana suatu bahan pangan diproduksi dan diperdagang kan. Selain obat-obatan, makanan juga dapat memiliki dua fungsi yaitu sebagai makanan, tetapi dalam hal lain dapat menyebabkan keracunan, walaupun tidak separah akibat salah penggunaan obat. Makanan yang busuk dapat menimbulkan akibat yang fatal seperti muntah, buangbuang air bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu, perlu adanya izin dari Kementerian Kesehatan bagi produsen yang memproduksi bahan pangan/ makanan, agar tidak beredar makanan yang tidak baik/buruk kualitasnya untuk dikonsumsi oleh masyarakat. HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.11 NO.2 APRIL 2014 155 Bambang Hermanu : Studi Implementasi Izin Edar Produk Pangan Industri Rumah Tangga Tinjauan Yuridis Izin Edar Produk Makanan dan Minuman Berdasarkan Pasal 46 Undangundang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, di selenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Pasal 47 menegaskan pula upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Sedangkan pada pasal 48 ayat (1) menekankan penyeleng garaan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilaksanakan melalui kegiatan yang salah satunya adalah pengamanan makanan dan minuman, sebagaimana disebutkan dalam huruf o. Selanjutnya pada bagian keenam belas Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang secara khusus mengatur tentang Pengamanan Makanan dan Minuman, lebih ditegaskan dalam pasal 109 sampai dengan 112, sebagai berikut : a. Pasal 109, menyatakan bahwa : Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi, mengolah, serta men distribusikan makanan dan minuman yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil teknologi rekayasa genetik yang diedarkan harus men jamin agar aman bagi manusia, hewan yang dimakan manusia, dan lingkungan. b. Pasal 110, menyatakan bahwa : Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi dan mempromosikan produk makanan dan minuman dan/atau yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil olahan 156 teknologi dilarang menggunakan katakata yang mengecoh dan/atau yang disertai klaim yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. c. Pasal 111 ayat (1) menyebutkan : Makanan dan minuman yang diper gunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan / atau persyaratan kesehatan; ayat (2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ; sedangkan ayat (3) secara lebih khusus menekankan pada setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi : Nama produk, Daftar bahan yang digunakan, Berat bersih atau isi bersih, Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan memasukan makanan dan minuman kedalam wilayah Indonesia serta Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa. Ayat (4) : Pemberian tanda atau label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara benar dan akurat. Ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Ayat (6) Makanan dan minuman yang tidak m e m e nu h i k e t e n t ua n s t a n d a r, persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Pasal 112, menegaskan bahwa Pemerintah berwenang dan ber tanggung jawab mengatur dan meng awasi produksi, pengolahan, pen distribusian makanan, dan minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109, Pasal 110, dan Pasal 111. Sementara itu, UU No. 18 Tahun HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.11 NO.2 APRIL 2014 Bambang Hermanu : Studi Implementasi Izin Edar Produk Pangan Industri Rumah Tangga 2012 tentang Pangan pasal 10 ayat (1) menjelaskan bahwa setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan. Ketentuan pasal 10 ayat (1) ini, jika dihubungkan dengan pasal 16 ayat (1) memiliki substansi pernyataan yang hampir sama, hanya saja berbeda pada objek larangan berupa penggunaan bahan tambahan pangan dan kemasan pangan yang dinyatakan terlarang karena berbahaya bagi kesehatan. Akhirnya, pasal 20 ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang yang memprodukasi pangan untuk diperdagang kan wajib menyelenggarakan sistem jaminan mutu, sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi. Pernyataan tersebut lebih menegaskan pada ketentuan yang harus dilaksanakan sebagai suatu kewajiban dari para pelaku usaha dalam merealisasikan komitmen tentang jaminan mutu pangan. Gambaran Umum tentang Keberadaan Pangan dan Peredarannya di Indonesia Dewasa Ini Penyediaan makanan dan minuman yang aman, bergizi dan cukup merupakan strategi yang penting untuk mencapai sasaran dalam bidang kesehatan. Mutu dan keamanan pangan tidak hanya berpengaruh langsung terhadap produktivitas ekonomi dan perkembangan sosial baik individu, masyarakat dan negara, Selain itu persaingan internasional yang semakin ketat dalam bidang perdagangan makanan menuntut diproduksinya makanan yang lebih bermutu, aman dan sehat, dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat secara adil dan merata12. Belajar dari beberapa kasus yang terjadi dewasa ini, menunjukkan bahwa banyaknya produk pangan olahan industri rumah tangga yang tidak memiliki izin edar, produsen cenderung semakin tidak mempedulikan kepentingan kesehatan konsumen karena tidak adanya kontrol mutu dan keamanan produk pangan olahan yang dibuatnya. Standar pembuatan makanan yang dijual bebas kepada anakanak khususnya juga tidak diketahui, sehingga kita tidak tahu tingkat kebersihan dan higinitasnya, karena tidak adanya perhatian dari konsumen, produsen maupun para penjual. Sebagai konsumen, mereka seakan-akan menerima begitu saja semua yang dijajakan oleh para pedagang, sementara pedagang juga tidak mem pedulikan segala resiko yang terjadi13. Dalam kerangka inilah, maka diperlukan suatu lembaga pendidikan dan penelitian, mutu, gizi dan keamanan pangan yang mumpuni. Lembaga ini diharapkan bisa melakukan kajian-kajian resiko dalam kaitannya dengan mutu dan keamanan pangan, sehingga hasilnya bisa digunakan untuk keperluan pengambilan keputusan yang sahih. Lembaga demikian bisa diarahkan untuk berperan aktif dalam mengembangkan sistem kemitraan antara semua pemangku kepentingan (peme rintah, industri dan masyarakat) khususnya untuk membangun basis ilmiah tentang mutu dan keamanan pangan. a. Masalah Keamanan Pangan Makanan olahan yang dipasarkan dengan harga sangat murah di sekolahsekolah dan di warung-warung serta pedagang asongan di wilayah miskin dapat dipastikan sebagian besar tidak aman. Bagi para petugas gizi dan kesehatan, masalah makanan dan jajanan yang tidak aman di 12 Soekirman, Beberapa Masalah Upaya Meningkatkan Mutu, Gizi dan Keamanan Pangan, Depatemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB). 2009, hal 9. 13 Winiati Pudji Rahayu dan Roy Sparingga, Tantangan Keamanan Pangan Indonesia, Strategi dan Program Surveilan Keamanan Pangan, Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, LIPI Jakarta, 2004. hal. 57. HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.11 NO.2 APRIL 2014 157 Bambang Hermanu : Studi Implementasi Izin Edar Produk Pangan Industri Rumah Tangga wilayah miskin seperti buah simalakama, jika diungkapkan dan ditindak akan dianggap salah, karena akan menyangkut kehidupan ekonomi rakyat miskin yang berdampak luas. Namun jika kondisi tersebut dibiarkan dalam pengertian tidak dilakukan pengungkapan dan penindakan secara tegas juga dianggap salah, karena dapat membahayakan kesehatan konsumen, khususnya yang berkaitan dengan keamanan pangan karena peng gunaan pengawet, pewarna dan bahanbahan logam berbahaya. Dalam kondisi yang demikian ini, seharusnya diperlukan penelitian yang lebih agresif dan inovatif un tuk m enggant ikan bah an- bahan berbahaya tersebut dengan bahan-bahan lain yang tidak berbahaya dan terjangkau oleh kemampuan produsen kecil maupun konsumen miskin. Di samping itu, pendidikan dan pelatihan kepada produsen usaha kecil agar tidak menggunakan bahan yang tidak berbahaya tidak akan efektif, jika tanpa dibarengi solusi alternatif pengganti yang terjangkau daya beli mereka14. Masalah keamanan pangan bagi golongan masyarakat menengah ke atas, yang antara lain sudah di atur dalam peraturan perundangan tentang label, terletak lebih banyak pada tindakan hukum atau “ law enforcement”, di samping pendidikan dan penyuluhan. b. Tugas dan Fungsi Badan POM Fungsi pengawasan Badan POM terhadap peredaran produk pangan olahan meliputi keseluruhan jenis produk pangan, termasuk produk PIRT yang izin edarnya dikelola kewenangannya oleh Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten. Jadi, secara operasional di lapangan meskipun kewenangan dalam menerbitkan izin edar dalam bentuk sertifikat produk dan 14 Winarno, F.G. Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia Pustaka, Jakarta, 1997. hal 13 158 sertifikat penyuluhan ada pada pihak Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, namun dalam hal pelaksanaan pengawasan maupun pemeriksaan produk PIRT menjadi tanggung jawab bersama-sama secara sinergis dalam rangka untuk mengoptimal kan kinerja secara efektif. Beberapa temuan yang diperoleh oleh Badan POM yang terkait dengan PIRT akan dikoordinasikan dengan Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, demikian pula sebaliknya. Badan POM Kota Semarang, yang merupakan institusi setingkat provinsi dalam membantu dan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, misalnya dalam rangka pembinaan para petugas/pegawai DKK guna lebih meningkatkan keahliannya di bidang penguasaan materi keamanan pangan untuk kepentingan penyuluhan yang harus dipahami oleh pelaku usaha PIRT sebagai syarat untuk mendapatkan sertifikat penyuluhan. Para petugas/pegawai DKK tersebut setelah mendapat pembinaan dari Badan POM, selanjutnya akan bertugas sebagai penyuluh keamanan pangan di lingkungan DKK Kota/Kabupaten masing15 masing . c. Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) Penjaminan ketahanan pangan suatu negara akan tercermin dari dipenuhinya beberapa indikator ketahanan pangan. Indikator tersebut antara lain adalah faktor ketersediaan, kemudahan, kenyamanan dan keamanan pangannya. M enda pat kan panga n ya ng am a n merupakan hak asasi setiap individu (WHO, 1992). Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak 15 Hasil wawancara dengan Ibu Rustyawati, Kabid Pengawasan dan Penyidikan pada Balai Besar Badan POM Kota Semarang, tanggal 12 September 2012. HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.11 NO.2 APRIL 2014 Bambang Hermanu : Studi Implementasi Izin Edar Produk Pangan Industri Rumah Tangga diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman (PP No. 28 tahun 2004, tentang Keamanan Pangan, Mutu dan Gizi Pangan). Dengan demikian penjaminan keamanan pangan harus dimulai sejak pangan diproduksi di lahan hingga siap dikonsumsi. Hal ini tentu saja bukan merupakan sesuatu yang mudah dilakukan kecuali bila penanganannya dilakukan berdasarkan strategi penanganan pangan yang tepat. Sistem Keamanan Pangan Terpadu adalah forum komunikasi antar instansi baik pemerintah, produsen maupun konsumen yang dikembangkan berdasar kan analisis resiko. Dalam sistem keamanan pangan terpadu terdapat 3 jejaring yaitu Jajaring Intelijen Pangan, Jejaring Pengawasan Pangan dan Jejaring Promosi Keamanan Pangan16. d. Izin Edar Produk PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga) Untuk memperoleh sertifikasi sistem mutu produk pada industri makanan dan minuman rumah tangga, tahapan yang perlu dilakukan adalah mengurus izin edar sebagai jaminan bahwa usaha makanan dan minuman rumahan yang akan dijual memenuhi standar keamanan makanan. Karena usaha ini dimulai dari rumah maka yang perlu dilakukan adalah mendaftarkan PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga) ke Dinas Kesehatan di masing-masing wilayah kabupaten / Kota atau Provinsi. Selanjut nya, setelah men gisi formulir pendaftaran, pihak Dinas Kesehatan akan mengadakan survei secara langsung ke lokasi tempat pembuatan makanan kecil yang didaftarkan. Setelah survei dilakukan dan semuanya berjalan 16 Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, Grafika, Jakarta. 1996, hal 34 dengan lancar maka surat PIRT akan dikeluarkan dalam waktu dua minggu. Selain itu akan diberikan penyuluhan kepada pengusaha, bagaimana cara pengawetan makanan dan cara penulisan nomor registrasi serta informasi yang lainnya. KESIMPULAN Bahwa implementasi izin edar produk makanan dan minuman industri rumah tangga secara umum menjadi tanggung jawab pihak Dinas Kesehatan Kota / Kabupaten, melalui penerbitan Sertifikat Penyuluhan dan Sertifikat Produk Industri Rumah Tangga (PIRT). Sertifikasi izin edar tersebut merupakan bentuk legalisasi yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang untuk memberikan jaminan perlindungan kesehatan dan keamanan pangan kepada konsumen pangan industri rumah tangga (PIRT) agar terhindar dari bahan-bahan tambahan makanan yang berbahaya dan merugikan kesehatan. Keuntungan dengan diterbitkannya sertifikasi tersebut di atas adalah bahwa produk pangan hasil usaha industri rumah tangga yang akan dipasarkan menjadi lebih terjamin keamanannya untuk dikonsumsi. Konsekuensi sebagai produk pangan olahan IRT dalam kemasan yang sudah bersertifikasi adalah dengan mencantum kan nomor PIRT dan logo halal dalam kemasan, yang bisa diketahui oleh konsumen secara jelas. Dalam memproduksi makanan, minuman maupun obat-obatan, pada dasarnya yang paling penting adalah memiliki Izin Edar dari Dinas Kesehatan, karena berdasarkan Keputusan dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Peraturan Daerah setempat (jika ada), untuk seluruh produksi makanan dan minuman yang diedarkan secara luas harus memiliki Izin edar produk. Walaupun itu bentuknya adalah industri rumah tangga. Untuk melindungi masyarakat dari produk HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.11 NO.2 APRIL 2014 159 Bambang Hermanu : Studi Implementasi Izin Edar Produk Pangan Industri Rumah Tangga pangan olahan yang membahayakan ke se h at an kons um e n, p em e ri n t ah Indonesia telah mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keamanan pangan. Pelaksanaan Izin Edar Produk Makanan dan Minuman Industri Rumah Tangga di Kota Semarang masih terbatas pada upaya-upaya pembinaan berdasarkan prinsip-prinsip mengangkat harkat dan martabat manusia melalui pendekatan humanis dan hati nurani, dan tidak bersifat penegakan hukum yang secara normatif berlaku. Namun dalam proses implemen tasi izin edar dimaksud lebih banyak menerapkan pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan, etis dan moral. Sehingga jika dilihat dari aspek penegakan hukumnya secara normatif, belum bisa dilaksanakan secara efektif. Pihak Dinas Kesehatan Kota Semarang maupun BPOM sebagai pihak yang berweanang dan bertanggung jawab terhadap peredaran produk pangan, khususnya PIRT, dituntut untuk bersikap hati-hati dalam menjalankan peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku. Satu sisi peraturan hukum harus ditegakkan, namun di sisi lain masyarakat pelaku usaha PIRT yang sebagian besar adalah pengusaha ekonomi lemah yang sedang berusaha bangkit untuk berwirausaha sebagai mata pencaharian pokok, harus diperlakukan secara adil dan berusaha menghindari konflik, apalagi sampai mematikan usaha mereka hanya karena mereka tidak mematuhi peraturan izin edar PIRT. Oleh karena itu melalui pendekatan hati nurani tersebut, sampai saat ini pihak Dinkes dan BPOM masih terkesan “membiarkan” terhadap produsen PIRT yang belum/tidak berizin. Langkah-langkah yang ditempuh adalah dengan cara himbauan dan pengawasan pembinaan untuk diarahkan secara bertahap guna akhirnya dengan kesadaran sendiri berniat untuk melakukan sertifikasi produk PIRT nya, demi kepentingan kesehatan dan keamanan pangan bersama. 160 Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam implementasi izin edar produk pangan industri rumah tangga di Kota Semarang adalah sebagai berikut : a. Selain faktor ekonomi, kurangnya pengetahuan konsumen dan produsen serta lemahnya penegakan aturan hukum dalam hal keamanan pangan, beberapa faktor yang diidentifikasi mempengaruhi keamanan pangan di Indonesia antara lain : sistem pangan, sosial budaya, mata rantai teknologi makanan, faktor lingkungan, aspek nutrisi dan epidemologi. b. BPOM dan Dinas Kesehatan Kota Sem arang, sebagai pihak yang menjalankan fungsi pengawasan produk PIRT, masih terkendala pada keberadaan sumber daya manusia yang masih belum mampu dan menjangkau kompleksnya permasalahan yang ada dalam PIRT. Sistem pengawasannya, meskipun dalam pelaksanaannya di lapangan dilakukan secara sinergis dan lintas sektoral dengan instansi terkait, namun hasilnya masih terkendala, karena penerapan sistem pengawasan yang terbatas dan belum bisa secara holistik menjangkau terhadap per masalahan akar rumput. Sehingga sampai sekarang pun permasalahan izin edar dan keamanan pangan masih menjadi kekhawatiran bersama, karena penegakan hukumnya yang bisa dianggap masih setengah hati dan sangat dilematis. SARAN Berdasarkan fenomena yang terjadi sampai saat ini tentang pemberlakuan izin edar PIRT yang masih belum optimal karena faktor kendala yang dilematis, kiranya perlu memperluas jangkauan informasi terhadap keberadaan perusahaan PIRT yang belum/tidak berizin oleh Dinkes m aupu n BP OM sam pai ke d es adesa/kelurahan-kelurahan melalui pe HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.11 NO.2 APRIL 2014 Bambang Hermanu : Studi Implementasi Izin Edar Produk Pangan Industri Rumah Tangga nyuluhan dan sosialisasi intensif, guna lebih memotivasi kesadaran warga masyarakat yang memiliki usaha PIRT untuk melakukan izin edar PIRT. Salah satu hal yang paling penting dilakukan dalam kaitan ini adalah pendidikan keamanan pangan untuk konsumen guna meningkatkan kesadaran masyarakat. Mereka harus tahu dan memahami tentang sistem keamanan pangan, juga potensi-potensi penyakit yang membahayakan kesehatan, karena tidak terjamin keamanan pangannya. Produsen pangan untuk selalu mengendalikan produknya agar mutu dan keamanan pangannya terjamin, dan menghimbau para konsumen untuk selalu kritis dalam memilih produk pangan yang dibutuhkannya dan selalu menghindari produk pangan yang tidak sesuai dengan persyaratan keamanan pangan. Koordinasi dari berbagai instansi terkait dan penegakan aturan hukum (law enforcement) masih perlu ditingkatkan pelaksanaannya agar program keamanan pangan di Indonesia berjalan dengan baik. Pemerintah harus lebih memperhati kan kualitas, mutu, serta keamanan pangan terutama pada kawasan pasar bebas yang berkembang pesat di Indonesia saat ini sehingga banyak negara tetangga yang mengimport barang produksinya ke Indonesia dan para pedagang yang menerima pasokan barang import tersebut tidak memperdulikan mutu dan keamanan bahan pangan tersebut. DAFTAR PUSTAKA A A Oka Mahendra, Mengedarkan Makanan dan Minuman Harus Dengan Ijin Edar, Pustaka Internet, Jakarta, 2010. Adrianus Meliala, Praktik Bisnis Curang, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993. Fardiaz, S, Food Control Strategy, WHO National Consultant Report. Directorate General of Drug and Food Control, Ministry of Health. Jakarta, 2006. Gandi, “Perlindungan Konsumen Dilihat dari Sudut Pengaturan Standarisasi Hasil Industri”, makalah pada Simposium Aspek-aspek Hukum Perlindungan Konsumen, BPHNBinacipta, Jakarta. 1990. Guntur Setiawan, Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004. Hanifah Harsono, Implementasi Kebijakan dan Politik, Sumur, Bandung. 2002. Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 2010. Muhammad Eggi H. Suzetta. Pengetahuan Hukum Untuk Konsumen, http://www.pik iran rakyat.com/cetak/1204/20/teropon g/konsul-hukum.htm. 2003-2004. Mazmanian dan Paul Sabatier, Implementa tion and Public Policy, Horizon, Jakarta. 1983. Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, Rosda Karya, Bandung. 2002. Ronny Hanitijo Soemitro, Permasahan Hukum di dalam Masyarakat, Alumni, Bandung. 1990. Sukiman Said Umar, “Peraturan Perundang undangan Bidang Keamanan Pangan”, Makalah disampaikan pada Pelatihan TOT Keamanan Pangan untuk Petugas Dinas Kesehatan se Provinsi Sumatera Utara, tanggal 5 – 10 Mei 2003. Saefullah H. E, 'Tanggung jawab Produsen Terhadap Akibat Hukum yang Ditimbulkan dari Produk Dalam Menghadapi Era Perdagangan Bebas', Makalah Seminar Nasional Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Sistem Hukum Nasional Menghadapi Era Perdagangan Bebas, Fakultas Hukum UNISBA, Bandung. 1999. HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.11 NO.2 APRIL 2014 161 Bambang Hermanu : Studi Implementasi Izin Edar Produk Pangan Industri Rumah Tangga Sajogjo Goenardi, dkk, Menuju Gizi yang Merata di Pedesaan dan di Kota. Gajah Mada University Press, Jakarta. 1993. Soekirman, Beberapa Masalah Upaya Meningkatkan Mutu, Gizi dan Keamanan Pangan, Depatemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB). 2009. Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, CV Radjawali, Jakarta. 1982. Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi lain dari Hukum di Indonesia, Penerbit Kompas, Jakarta. 2003. Susanto, Happy. Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, Visi Media, Jakarta. 2008. Widjaja Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, 162 Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 2008. Winarno F.G, Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia Pustaka, Jakarta. 1997. Winiati Pudji Rahayu dan Roy Sparingga, Tantangan Keamanan Pangan Indonesia, Strategi dan Program Surveilan Keamanan Pangan, Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, LIPI Jakarta, 2004. Yuliarti Nurheti, Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan, Andi, Yogyakarta. , 2007. Yanit Zulian, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Ekonisia, Jakarta. 2008. HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.11 NO.2 APRIL 2014