BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Komunikasi II.1.1 Defenisi Komunikasi

advertisement
5 BAB II
URAIAN TEORITIS
II.1
Komunikasi
II.1.1 Defenisi Komunikasi
Ilmu komunikasi dewasa ini telah berkembang dengan baik sehingga
menjadi ilmu yang secara akademik berdisiplin mandiri dan dianggap sangat
penting. Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin Communis yang berarti
membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau
lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa Latin Communico
yang artinya membagi (Cangara, 2006:18). Istilah komunikasi atau dalam bahasa
Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari
kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna
(Effendy, 2006: 9).
Masih menurut Effendy, pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas
sifatnya dasariah, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus
mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal
karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain
mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima
suatu paham atau keyakinan , melakukan suatu perbuatan atau kegiatan. Effendy
menambahkan bahwa di dalam bahasa komunikasi pernyataan dinamakan pesan
(message),
orang
yang
menyampaikan
pesan
disebut
komunikator
(communicator) sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama
komunikan (communicatee). Untuk tegasnya, komunikasi berarti proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Jika dianalisis pesan
komunikasi terdiri dari dua aspek, pertama isi pesan (the content of the message),
kedua lambang (symbol). Konkretnya isi pesan adalah pikiran atau perasaan,
lambang adalah bahasa.
Universitas Sumatera Utara
5 Universitas Sumatera Utara
6 Pikiran dan perasaan sebagai isi pesan yang disampaikan komunikator
kepada komunikan selalu menyatu secara terpadu, secara teoritis tidak mungkin
hanya pikiran saja atau perasaan saja, masalahnya mana diantara pikiran dan
perasaan itu yang dominan. Yang paling sering adalah pikiran yang dominan, jika
perasaan yang mendominasi pikiran hanyalah dalam situasi tertentu.
Pada buku lainnya Effendy menjelaskan bahwa Harold Lasswell
mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab
pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With
What Effect. Paradigma Lasswell
diatas menunjukkan bahwa komunikasi
meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni:
komunikator (communicator, source, sender), pesan (message), media (channel,),
komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient) dan efek (effect,
impact, influence). Berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi ialah
proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media
yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2006 : 10).
II.1.2 Proses Komunikasi
Dalam berkomunikasi ada proses yang terjadi untuk menyampaikan pesan
dari komunikator ke komunikan. Ada dua tahap proses komunikasi yaitu secara
primer dan secara sekunder.
a. Proses komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan
atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang
(symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi
adalah bahasa , kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara
langsung mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada
komunikan.
Bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas
karena hanya bahasa yang
mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada
orang lain, baik berbentuk ide, informasi, atau opini; baik mengenai hal yang
kongkret maupun yang abstrak; bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi
pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu lalu dan masa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
7 Kial (gesture) memang dapat menerjemahkan pikiran seseorang sehingga
terekspresikan secara fisik. Akan tetapi menggapai tangan, atau memainkan jarijemari atau mengedipkan mata, atau menggerakkan anggota tubuh lainnya hanya
dapat mengkomunikasikan hal- hal tertentu saja (sangat terbatas). Isyarat dengan
menggunakan alat seperti tongtong, bedug, sirene, dan lain- lain serta warna yang
mempunyai
makna
tertentu.
Namun
lambang
tersebut
amat
terbatas
kemampuannya dalam mentransmisikan pikiran seseorang kepada orang lain.
Gambar sebagai lambang yang banyak dipergunakan dalam komunikasi
melebihi kial, isyarat, dan warna dalam hal kemampuan menerjemahkan pikiran
seseorang, tetapi tetap tidak melebihi bahasa. Buku- buku yang ditulis dengan
bahasa sebagai lambang untuk menerjemahkan pemikiran tidak mungin diganti
dengan gambar, apalagi oleh lambang- lambang lainnya. Namun demi efektifnya
komunikasi, lambang- lambang tersebut sering dipadukan penggunaannya.
Pikiran atau perasaan seseorang baru diketahui dan akan ada dampaknya kepada
orang lain apabila ditransmisikan oleh media primer tersebut yaitu lambanglambang. Dengan demikian, pesan (message) yang disampaikan oleh komunikator
kepada komunikan terdiri atas isi (content) dan lambang (symbol).
Proses komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam
pesan yang diterima oleh komunikan . Dengan perkataan lain, komunikasi adalah
proses membuat sebuah pesan setala (tuned) bagi komunikator dan komunikan.
Pertama- tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan
kepada komunikan. Hal ini berarti komunikator memformulasikan pikiran dan
atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti
oleh komunikan. Setelah itu komunikan mengawa- sandi (decode) pesan dari
komunikator. Ini berarti komunikan menafsirkan lambang yang mengandung
pikiran dan atau perasaan komunikator dalam konteks pengertiannya. Yang
penting dalam proses penyandian (coding) ialah bahwa komunikator dapat
menyandi dan komunikan dapat mengawa-sandi hanya ke dalam kata bermakna
yang pernah diketahui dalam pengalaman masing- masing.
Wilbur Schramm, dalam karyanya “Communication Research in the
United States”, menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang
disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
8 reference), yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences
and meanings) yang pernah diperoleh komunikan. Menurut Schramm, bidang
pengalaman (field of experience) merupakan faktor yang penting dalam
komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang
pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancer. Sebaliknya bila
pengalaman komunikan tidak sama dengan pengalaman komunikator , akan
timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain (Effendy, 2006:11-13).
b. Proses komunikasi secara sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media
kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator
menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan
sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak.
Surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi media
adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Media merupakan
alat atau sarana yang diciptakan untuk meneruskan komunikasi dengan bahasa.
Sejalan dengan berkembangnya masyarakat beserta peradaban dan kebudayaanya,
komunikasi bermedia (mediated communication) mengalami kemajuan dengan
memadukan komunikasi berlambang bahasa dengan komunikasi berlambang
gambar dan warna. Maka film, televisi, dan video pun sebagai media yang
mengandung bahasa, gambar, dan warna.
Pentingnya peranan media, yakni media sekunder, dalam proses
komunikasi disebabkan oleh efisiennya dalam mencapai komunikan. Surat kabar,
radio, atau televisi misalnya, merupakan media yang efisien dalam mencapai
komunikan dalam jumlah yang banyak. . Akan tetapi komunikasi bermedia efektif
dalam menyampaikan pesan yang bersifat informatif. Sementara untuk
menyampaikan pesan persuasif komunikasi dengan tatap muka akan lebih efektif
dan efisien karena
acuan kerangka (frame of reference) komunikan dapat
diketahui komunikator, sehingga umpan balik berlangsung seketika dan
komunikator mengetahui tanggapan atau reaksi komunikan pada saat itu juga.
Sementara dengan menggunakan komunikasi bermedia, komunikator tidak
dapat mengetahui kerangka acuan khalayak yang menjadi sasaran komunikasinya,
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
9 umpan balik tidak berlangsung pada saat itu dan dinamakan umpan balik tertunda
(delayed feedback). Hal ini karena sampainya tanggapan atau reaksi khalayak
kepada komunikator memerlukan tenggang waktu. Namun bagaimanapun juga
dalam proses komunikasi bermedia, misalnya surat, poster, spanduk, radio,
televisi, atau film, umpan balik akan terjadi.
Komunikasi sekunder merupakan sambungan dari komunikasi primer
untuk menembusi dimensi ruang dan waktu, maka dalam menata lambanglambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi, komunikator harus
memperhitungkan ciri- ciri atau sifat- sifat media yang akan digunakan. Untuk
menentukan media yang akan digunakan perlu didasari pertimbangan mengenai
siapa komunikan yang akan dituju. Komunikan media surat, poster, atau papan
pengumuman akan berbeda dengan komunikan surat kabar, radio, televisi, atau
film (Effendy, 2006: 16-18).
II.1.3 Bentuk Komunikasi
1. Komunikasi Persona (Personal Communication)
a. Komunikasi antarpersona (interpersonal communication)
b. Komunikasi intrapersona (intrapersonal communication)
2. Komunikasi Kelompok (Group Communication)
a. Komunikasi kelompok kecil (small group communication)
1. ceramah (lecture)
2. diskusi panel (panel discusion)
3. simposium (symposium)
4. forum
5. seminar
6. curahsaran (brainstorming)
b.
Komunikasi kelompok besar (large group communication/ public
speaking)
c.
Komunikasi Massa (Mass Communication)
1. pers
2. radio
3. televisi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
10 d. film,dan lain- lain Komunikasi Medio (Medio Communication)
1. surat
2. telepon
3. pamflet
4. poster
5. spanduk, dan lain- lain (Effendy, 2006 : 7).
II.2
Komunikasi Massa
II.2.1 Defenisi Komunikasi Massa
Pembahasan komunikasi ynag kian pesat dan kompleks beserta penelitian
yang terus menerus dilakukan menjadi bukti bahwa ilmu komunikasi massa
menjadi bagian penting dalam proses kajian keilmuan. Banyak defenisi tentang
komunikasi massa yang telah dikemukakan para ahli komunikasi. Pada dasarnya
komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan
elektronik).
Menurut pendapat Tan dan Wright, dalam Liliweri 1991, komunikasi
massa merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam
menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak,
bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek
tertentu. Defenisi komunikasi yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner,
yakni komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media
massa pada sejumlah orang (Ardianto, 2004: 3). Dari defenisi tersebut dapat
diketahui bahwa komunikasi massa harus menggunakan media massa. Media
komunikasi yang termasuk media massa antara lain radio dan televisi (keduanya
dikenal sebagai media elektronik); surat kabar dan majalah (keduanya disebut
sebagai media cetak); serta media film- film sebagai media komunikasi massa
yaitu film bioskop).
Ahli komunikasi lainnya, Joseph A. Devito merumuskan defenisi
komunikasi massa pada intinya merupakan penjelasan tentang pengertian massa,
serta tentang media yang digunakannya. Ia mengemukakan defenisinya dalam dua
item, yakni “pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
11 kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti
bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton
televisi, tetapi ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar
didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh
pemancar- pemancar yang audio dan visual. Komunikasi massa akan lebih mudah
dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya : televisi, radio siaran, surat
kabar, majalah dan film (Ardianto, 2004: 6). Pendapat lainnya mengenai defenisi
komunikasi massa adalah alat- alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan
pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen (Nurudin,
2004:8).
Dari beberapa defenisi komunikasi massa yang dikemukakan oleh para
ahli komunikasi, nampaknya tidak ada perbedaan yang mendasar atau prinsip
bahkan defenisi tersebut saling melengkapi satu sama lainnya. Bahkan secara
tidak langsung dari pengertian komunikasi massa dapat diketahui pula ciri- ciri
komunikasi massa yang membedakannya dengan bentuk komunikasi lainnya.
II.2.2 Karakteristik Komunikasi Massa
Komunikator dalam komunikasi massa itu bukan satu orang, tetapi
kumpulan orang- orang. Artinya, gabungan antar berbagai macam unsur dan
bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Seperti yang dikatakan oleh
Severin dan Tankard, Jr bahwa komunikasi itu adalah keterampilan, seni, dan
ilmu, dikaitkan dengan pendapat Devito bahwa komunikasi massa itu ditujukan
kepada massa dengan melalui media massa dibandingkan dengan jenis- jenis
komunikasi lainnya, maka komunikasi massa mempunyai ciri- ciri khusus atau
karakteristik yang disebabkan oleh sifat- sifat komponennya (Effendy, 2006: 21).
Ada beberapa karakteristik komunikasi massa menurut Ardianto, yaitu
sebagai berikut:
1. Komunikasi massa berlangsung satu arah
Hal ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada
komunikator. Karena komunikasi yang dilakukan menggunakan media
massa maka komunikator dan komunikan tidak dapat melakukan kontak
langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
12 menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog
seperti dalam komunikasi antarpribadi. Dengan demikian komunikasi
massa bersifat satu arah.
2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga
Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga,
yakni suatu institusi atau organisasi. Komunikator pada media massa,
misalnya wartawan surat kabar atau penyiar televisi, karena media yang
dipergunakan merupakan suatu lembaga dalam menyebarluaskan pesan
komunikasinya bertindak atas nama lembaga, sesuai dengan ketentuan
surat kabar atau stasiun televisi yang dimilikinya.
3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum
Komunikasi massa bersifat terbuka, artinya komunikasi massa ditujukan
untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompom tertentu. Oleh
karena itu pesan komunikasinya bersifat umum dan mengenai kepentingan
umum.
4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan
Ciri lain dari komunikasi massa adalah memiliki kemampuan untuk
menimbulkan keserempakan pada pihak khalayak dalam menerima pesanpesan yang disebarkan. Dengan jumlah sasaran khalayak atau komunikan
yang dicapainya relatif banyak dan tidak terbatas, dan komunikan yang
banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh
pesan yang sama pula.
5. Komunikasi bersifat heterogen
Khalayak yang merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat
dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang dituju komunikator
bersifat heterogen. Dalam keberadaannya terpencar- pencar, satu sama lain
tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, masing- masing
berbeda dalam berbagai hal antara lain jenis kelamin, usia, agama,
ideologi, pekerjaan, pendidikan, pengalaman, kebudayaan, pandangan
hidup, keinginan, cita- cita dan sebagainya.
6. Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
13 Setiap komunikasi melibatkan unsur isi dan unsur hubungan sekaligus.
Pada komunikasi antarpribadi hal tersebut sangat penting. Sebaliknya,
pada komunikasi massa, yang penting adalah unsur isi. Dalam komunikasi
massa, pesan harus disusun sedemikian rupa berdasarkan sistem tertentu
dan disesuaikan dengan karakteristik media massa yang akan digunakan.
7. Stimulasi alat indra terbatas
Dalam komunikasi massa, stimulasi alat indra bergantung pada jenis
media massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada
siaran radio dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan
pada media televisi dan film, menggunakan indra penglihatan dan
pendengaran.
8. Umpan balik tertunda (delayed)
Pada komunikasi massa, komunikator tidak dapat mengetahui kerangka
acuan khalayak yang menjadi sasaran komunikasinya, umpan balik tidak
berlangsung pada saat itu dan dinamakan umpan balik tertunda (delayed
feedback). Hal ini karena sampainya tanggapan atau reaksi khalayak
kepada komunikator memerlukan tenggang waktu (Ardianto, 2004:7-12).
II.3
Periklanan
II.3.1 Sejarah Periklanan
Kegiatan periklanan sebetulnya sudah dimulai sejak zaman peradaban
Yunani kuno dan Romawi kuno. Pada awalnya, iklan dilakukan dalam bentuk
pesan berantai atau disebut juga the world of mouth. Pesan berantai ini dilakukan
untuk membantu kelancaran jual beli di dalam masyarakat, yang pada waktu itu
belum mengenal huruf dan hanya mengenal sistem barter dalam kegiatan jual
belinya. Setelah manusia mulai menggunakan sarana tulisan sebagai alat
penyampaian pesan, maka kegiatan periklanan mulai menggunakan tulisan-tulisan
atau gambar yang dipahatkan pada batu, dinding atau pada papan. Pada waktu itu,
iklan mulai digunakan untuk kepentingan lost and found, yang biasanya berkaitan
dengan pengumuman tentang budak yang lari dari tuannya. Pada zaman Romawi
kuno,iklan dalam bentuk stempel batu banyak dipergunakan oleh paradukun untuk
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
14 menjajakan obat-obatan. Stempel batu itu juga sering dicapkan pada punggung
para budak belian. Tanda, simbolatau papan nama juga mulai banyak dipasang di
toko-toko yang ada di kota-kota besar. Sampai sekarang, bentuk iklan pada zaman
Romawi kuno tersebut ada yang masih bisa dilhat, seperti misalnya sebuah
stempel batu yang ditemukan di Inggris milik T. Vindaius Arioverstus yang isinya
menjajakan “obat yang paling mujarab dan tidak terkalahkan” dengan merek
Chloron. Setelah sistem percetakan ditemukan oleh Gutenberg pada tahun 1450,
maka kegiatan periklanan pun mulai dilakukan dengan menggunakan surat kabar.
Sejak saat itu, iklan semakin sering digunakan untuk kepentingan komersial.
William F. Arens dalam bukunya Contemporary Advertising mengatakan
bahwa iklan sebagai bagian dari kegiatan ekonomi mengalami perkembangan
yang bersifat evolusioner. Perkembangan tersebut meliputi 5 tahap yaitu preindustrial era, industrializing era, industrial era, post-industrial era dan global
interactive era.
Pre-Industrial Era. Era ini dimulai kurang lebih ketika perekaman
sejarah sudah mulai dilakukan hingga awal aband ke-19. Pada era ini, para
pemilik barang banyak menggunakan tanda-tanda atau symbol-simbol yang
dipahat dan dipasang di depan tokonya sebagai sarana untuk menginformasikan
barang yang ditawarkan. Selama era ini berlangsung, ada beberapa perkembangan
penting yang mempengaruhi lahirnya periklanan modern. Ditemukannya kertas di
Cina pada tahun 1275 dan ditemukannya mesin cetak oleh Johann Gutenberg di
Jerman membawa perubahan yang besar, tidak hanya pada kegiatan periklanan
tetapi juga pada kehidupan masyarakat luas. Pada awal tahun 1700-an, ketikan
populasi dunia semakin besar, volume kegiatan periklanan ikut menjadi besar. Hal
ini juga membawa pergeseran bagi strategi periklanan. Seni beriklan mulai
mengalami perkembangan pesat. Di Amerika, misalnya, Benjamin Franklin
dijuluki sebagai bapak seni periklanan, karena membuat iklan yang lebih mudah
dibaca melalui penggunaan headline dan white space yang luas. Franklin juga
yang diketahui sebagai orang pertama yang menggunakan ilustrasi di dalam iklan.
Industrializing Era. Era ini berlangsung kurang lebih sejak pertengan
tahun 1700-an sampai akhir Perang Dunia I. Diawali dengan Revolusi Industri
yang pecah di Inggris, era ini diwarnai dengan penggunaan mesin-mesin untuk
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
15 memproduksi barang secara massal dengan kualitas yang seragam. Dalam hal ini,
periklanan menjadi alat informasi utama yang digunakan untuk mempublikasikan
harga barang. Beberapa produsen bahkan mulai melihat keuntungan beriklan
dimedia massa untuk menstimulasi permintaan konsumen atas barang-barang
tertentu.
Di Amerika, biro iklan tertua didirikan pada tahun 1869 di Philadelphia
oleh Francis Ayer. Biro iklan yang diberi nama N.W Ayer dan Son itu merupakan
biro iklan pertama yang menentukan biaya pembelian ruang atau space di surat
kabar dan melakukan survei pasar formal.
Perkembangan teknologi setelah Revolusi Industri membawa perubahan
besar dalam kegiatan periklanan. Fotografi yang diperkenalkan pada tahun 1839
menambah kredibilitas dan dunia baru bagi kreativitas iklan. Munculnya teknologi
komunikasi seperti telegraf, phonograph dan juga film, ditambah dengan
perkembangan sistem perkeretaapian yang semakin baik, membawa kemajuan
tersendiri bagi kegiatan periklanan. Pada akhir Perang Dunia I, periode periklanan
modern mulai muncul.
Industrial Era. Era ini ditandai dengan perkembangan besar dan
kedewasaan dari negara-negara yang berbasis industri. Di Amerika misalnya,
pasar komoditi menjadi semakin luas, pasar-pasar baru banyak dikembangkan,
merek-merek barang mewah dengan harga yang tidak terlkalu mahal mulai
bermunculan, yang kemudian dikenal dengan consumer package goods.
Era ini juga diwarnai dengan kemunculan radio dan televisi, yang
kemudian menjadi saran komunikasi massa dan media periklanan baru yang kuat
dan berkecepatan tinggi. Televisi yang muncul pada tahun 1941 merupakan
ekspansi media yang paling besar. Kreatif iklan mengalami revolusi dengan
memberikan fokus pada keistimewaan produk, yang secara implicit menunjukkan
penerimaan sosial, gaya, kemewahan dan kesuksesan.
Post-Industrial Era. Era ini dimulai sekitar tahun 1980. Untuk pertama
kalinya, orang menjadi betul-betul sadar akan lingkungan yang sensitive dimana
kita tinggal dan mulai ketakutan ada ketergantungan terhadap sumber daya alam.
[ada tahun 1980 terjadi kekurangan energy yang akut, muncul istilah pemasaran
baru yang disebut demarketing. Para produsen energi dan produsen barang-barang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
16 yang membutuhkan energi mulai menggunakan iklan untuk memperlambat
permintaan barang. Seperti ketika energi listrik mengalami penurunan, iklan
menyarakan orang untuk memakai ulang mesin pencuci dan pengering mereka
yang masih bisa dipakai. Pada saat yang sama perusahaan multinasional juga
mulai membuat iklan korporat untuk menunjukkan kesadaran sosial mereka
terhadap lingkungan. Demarketing ini lambat laun menjadi alat strategis yang
semakin agresif bagi para pengiklan.
Global Interactive Era. Perkembangan teknologi baru di abad ke-21
membawa pengaruh yang besar bagi dunia periklanan. Televisi kabel dan satelitsatelit penerima memungkinkan orang untuk menonton saluran televisi yang
memiliki program spesifik, seperti berita, film, olah raga, komedi dan sebagainya.
Pergeseran ini mengubah televisi dan media massa yang memiliki jangkauan
paling luas menjadi media yang paling khusus. Kini, perusahaan kecil dan
pemasaran produk bisa menggunakan televisi untuk menjangkau khalayaknya.
Pada saat yang sama, teknologi komputer juga telah memberikan pengaruh yang
besar bagi dunia periklanan. Internet telah memberikan media baru bagi para
pengiklan untuk menjangkau konsumen potensialnya. Hal ini merupakan cara
revolusioner
yang
dilakukan
oleh
para
pengiklan
untuk
menjangkau
konsumennya. Dengan demikian, internet menjadi media iklan baru yang
berkembang paling cepat sejak era televisi (Noviani, 2002 : 2-8).
II.3.2 Defenisi Iklan
Masyarakat kita banyak yang percaya bahwa iklan mengandung kekuatan
misteri. Itulah sebabnya mengapa mekanisme iklan, menuntut mereka harus
berada di alam bawah sadar dan tersembunyi. Efeknya tidak tampak secara
terbuka sehingga menjadikan iklan sulit dipahami. Sebagian masyarakat yang
memiliki pandangan seperti itu tentu akan menganggap iklan sebagai sesuatu yang
gelap dan manipulatif. Industri periklanan belakangan ini menunjukkan perubahan
orientasi yang sangat signifikan dari sifatnya yang hanya sekedar menempatkan
iklan berbayar di media massa menjadi upaya penentuan dan pelaksanaan
keputusan yang paling efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
17 sasaran. Iklan media massa bukan satu- satunya cara terbaik untuk berpromosi
karena masih banyak cara lain yang sama atau bahkan lebih baik. Namun
demikian, bukan berarti iklan di media massa menjadi tidak penting lagi. Hanya
saja setiap produk (barang dan jasa) memiliki cara- cara berpromosi yang
berbeda- beda.
Menurut Bungin, iklan adalah bagian penting dari serangkaian kegiatan
mempromosikan produk yang menekankan unsur citra. Dengan demikian, objek
iklan tidak sekedar tampil dalam objek yang utuh, akan tetapi melalui proses
pencitraan, sehingga citra produk lebih mendominasi bila dibandingkan dengan
produk itu sendiri. Pada proses ini cita produk diubah menjadi citra produk.
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa iklan adalah bagian dari budaya
populer. Jib Fowles mengatakan banyak iklan menggunakan atribut budaya
populer, menggunakan kategori yang berbeda dari makna simbolis budaya
tersebut (Bungin: 2008). Berbagai iklan baik di media cetak maupun media
elektronik terutama iklan komersial, cenderung memperlihatkan budaya instan.
Perkembangan iklan juga tidak terlepas dari budaya populer, sehingga
umur barang- barang atau produk instan juga tergantung pada seberapa jauh
barang itu populer di masyarakat. Dengan demikian , maka budaya populer tidak
saja berhubungan dengan kesukaan pribadi, akan tetapi menjadi pilihan- pilihan
terbanyak dari masyarakat dan audiens.
Menurut Morrisan (2010: 17), iklan atau advertising dapat didefinisikan
sebagai “any paid form of nonpersonal communication about an organization,
product, service, or idea by an identified sponsor (setiap bentuk komunikasi
nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis atau ide yang dibayar oleh
satu sponsor yang diketahui). Adapun maksud ‘dibayar’ pada defenisi tersebut
menunjukkan fakta bahwa ruang atau waktu bagi suatu pesan iklan pada
umumnya harus dibeli. Maksud kata ‘nonpersonal’berarti suatu iklan melibatkan
media massa yang dapat mengirimkan pesan kepada sejumlah besar kelompok
individu pada saat bersamaan. Dengan demikian, sifat nonpersonal iklan berarti
pada umumnya tidak tersedia kesempatan untuk mendapatkan umpan balik yang
segera dari penerima pesan.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
18 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, iklan didefinisikan:
1. Berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik
pada barang dan jasa yang ditawarkan.
2. Pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual,
dipasang di media massa (seperti surat kabar dan majalah) atau di tempat
umum.
II.3.3 Fungsi Iklan
Menurut Shimp (2003: 357), investasi besar- besaran ini menunjukkan
bahwa banyak perusahaan yang memiliki keyakinan akan efektivitas periklanan.
Secara umum, periklanan dihargai karena dikenal sebagai pelaksana beragam
fungsi komunikasi yang penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi lainnya.
Fungsi- fungsi periklanan menurut Shimp diantaranya adalah:
1. Informing (memberi informasi)
Periklanan membuat konsumen sadar (aware) akan merek- merek baru,
mendidik mereka tentang berbagai fitur dan manfaat merek, serta
memfasilitasi penciptaan citra merek (brand image) yang positif. Karena
merupakan bentuk suatu komunikasi yang efektif, berkemampuan
menjangkau khalayak luas dengan biaya yang relatif rendah,. Periklanan
memfasilitasi pengenalan (introducing) merek- merek baru, meningkatkan
jumlah permintaan terhadap merek yang telah ada dan meningkatkan
puncak kesadaran dalam benak konsumen (TOMA- top of mind awareness)
untuk merek- merek yang sudah ada dalam kategori produk yang matang.
2. Persuasing (mempersuasi)
Iklan yang efektif akan mampu mempersuasi ( membujuk) pelanggan
untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan. Persuasi berbentuk
mempengaruhi permintaan primer. Yakni, menciptakan permintaan bagi
keseluruhan kategori produk, lebih sering iklan berupaya untuk
membangun permintaan sekunder yaitu permintaan bagi merek perusahaan
yang spesifik.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
19 3. Reminding (mengingatkan)
Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para
konsumen. Saat kebutuhan muncul yang berhubungan dengan produk
yang diiklankan. Dampak periklanan di masa lalu memungkinkan merek
pengiklan untuk hadir di benak konsumen sebagai suatu merek kandidat
yang akan dibeli.
4. Adding Value (memberikan nilai tambah)
Periklanan member nilai tambah pada merek dengan mempengaruhi
persepsi konsumen. Periklanan yang efektif menyebabkan merek
dipandang lebih elegan, lebih bergaya, lebih bergengsi dan lebih unggul
dari tawaran pesaing.
5. Assisting (bantuan untuk upaya lain perusahaan)
Pada saat- saat lain, peran utama periklanan adalah sebagai pendamping
yang memfasilitasi upaya- upaya lain dari periklanan adalah membantu
perwakilan penjualan. Iklan mengawali produk- produk penjualan dan
memberikan pendahuluan yang bernilai bagi wiraniaga sebelum
melakukan kontak personal dengan para pelanggan yang prospektif
(Shimp, 2003 : 357 – 361).
II.3.4 Tujuan Iklan
Tujuan- tujuan periklanan adalah tujuan- tujuan yang diupayakan untuk
dicapai oleh periklanan. Penyusunan tujuan periklanan yang baik merupakan
tugas yang paling sulit dari manajemen periklanan, namun tujuan- tujuan tersebut
menjadi fondasi bagi seluruh keputusan periklanan yang ditetapkan (Shimp, 2003:
365-366).
Menurut Morrisan (2010: 19), sifat dan tujuan iklan antara satu perusahaan
dengan perusahaan lainnya, antara satu jenis industri dengan industri lainnya, dan
antara satu situasi dengan situasi lainnya. Demikian juga, konsumen yang menjadi
suatu target suatu iklan juga berbeda antara satu jenis produk dengan produk
lainnya. Suatu perusahaan beriklan dengan tujuan untuk mendapatkan respons
atau aksi segera melalui iklan media massa. Perusahaan lain mungkin bertujuan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
20 untuk lebih mengembangkan kesadaran atau ingin membentuk suatu citra positif
dalam jangka panjang bagi barang atau jasa yang dihasilkannya.
Tujuan penyajian iklan menurut Wibowo (2003:5) yaitu :
1. Untuk menarik perhatian masyarakat calon konsumen
2. Menjaga atau memelihara citra nama (brand image) yang terpatri dalam
benak masyrakat
3. Menggiring citra nama itu hingga menjadi perilaku konsumen
II.3.5 Jenis-jenis Iklan
Jenis-jenis iklan menurut Wells (dalam Safrin, 2004:39), yaitu :
a. Iklan Merek, yaitu iklan yang dilakukan oleh produsen dari suatu produk
yang tujuannya untuk menciptakan citra dari produk tersebut. Dengan kata
lain, iklan jenis ini berusaha untuk menciptakan citra dan identitas dari suatu
merek produk untuk jangka waktu yang lama. Iklan ini juga berusaha
membangun citra tersendiri bagi merek produk yang diiklankan. Iklan ini
berusaha menjangkau konsumen secara luas dalam skala nasional.
b. Iklan Eceran, yaitu jenis iklan yang dilakukan oleh pengecer dari suatu
produk. Eceran atau disebut pula ritel (retail) adalah salah satu cara pemasaran
produk meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang secara
langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis.
Organisasi ataupun seseorang yang menjalankan bisnis ini disebut pula sebagai
pengecer. Pada prakteknya pengecer melakukan pembelian barang ataupun
produk dalam jumlah besar dari produsen, ataupun pengimport baik secara
langsung ataupun melalui grosir, untuk kemudian dijual kembali dalam jumlah
kecil. Pada prinsipnya, iklan jenis ini lebih bersifat lokal. Iklan ini lebih
memfokuskan untuk mempromosikan suatu toko yang menjual berbagai
macam produk yang cukup lengkap dengan kualitas pelayanan yang
maksimal. Iklan jenis ini mencoba untuk menciptakan citra tersendiri dari
toko tersebut. Iklan eceran lebih memfokuskan pada harga, ketersediaan
barang, lokasi serta waktu beroperasinya toko. Contoh dari iklan eceran
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
21 antara lain : produk makanan/minuman, perabot rumah tangga, elektronik,
furniture, alat olahraga, pakaian, dan barang tenunan lainnya.
c. Iklan Politik (Political Advertising), yaitu iklan kegiatan periklanan yang
dilakukan oleh partai-partai politik dalam rangka kegiatan pemilu. Iklan
ini merupakan jenis iklan untuk mempromosikan para tokoh politik
ataupun partai politik sehingga akhirnya diharapkan masyarakat akan
memilih ataupun memihak kepadanya. Periklanan politik bisa disebut juga
pengiklanan citra atau image, daya tarik yang diarahkan untuk
membangun reputasi seseorang pejabat publik atau pencari jabatan,
menginformasikan pada khalayak mengenai kualifiaksi seorang politisi,
pengalamannya, latar belakang kepribadiannya, sehingga merupakan
dorongan bagi prospek pemilihan calon atau kandidat yang bersangkutan
dalam proses politik
d. Iklan Layanan Masyarakat, yaitu kegiatan periklanan yang bertujuan untuk
mendorong solidaritas ataupun kesadaran masyarakat terhadap masalah
sosial tertentu. Bentuk dari iklan layanan masyarakat ini biasanya berupa
ajakan, misalnya, iklan keluarga berencana, iklan sosial mengenai
penghematan energi listrik, go green atau ajakan untuk melakukan
penghijauan dan contoh lainnya yang berkaitan dengan masalah sosial
tertentu.
e. Iklan Kelembagaan, yaitu kegiatan periklanan yang dilakukan oleh
lembaga pemerintahan, swasta maupun sosial yang tujuannya untuk
mendapatkan dukungan dari masyarakat terhadap kegiatan lembaga
tersebut.
f. Iklan Bisnis (Business to Business Advertising), adalah mempromosikan
barang-barang dan jasa nonkonsumen. Artinya baik pemasang maupun
sasaran iklan sama-sama perusahaan, produk yang diiklankan adalah
barang antara yang harus diolah atau menjadi unsur produksi. Termasuk
disini adalah pengiklan bahan-bahan mentah, komponen suku cadang dan
aksesoris, fasilitas pabrik dan mesin serta jasa-jasa seperti asuransi,
pasokan alat tulis kantor dan sebagainya
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
22 g. Iklan Respon Langsung (Iklan Umpan Balik), yaitu kegiatan periklanan
dari
suatu
produsen
yang
ditujukan
kepada
konsumen
dengan
menempatkan “space” kupon di halaman iklan yang tujuannya agar
konsumen mengirimkan umpan baliknya tentang produk yang dihasilkan
oleh produsen tersebut. Iklan jenis ini juga dapat menggunakan media iklan
apapun, termasuk direct mail. Selanjutnya konsumen dapat langsung
memberikan respons ataupun tanggapan baik itu melalui email ataupun
telepon. Apabila konsumen tertarik maka barang tersebut akan langsung
diantarkan ke tangan konsumen
h. Iklan Directory, yaitu kegiatan periklanan yang berisikan informasi
tentang tempat membeli suatu produk ataupun tempat pelayanan. Dengan
kata lain, konsumen dapat langsung melihat melihat sebuah iklan pada
sebuah media iklan sehingga akhirnya ia mengetahui bagaimana membeli
sebuah produk baik yang berupa barang atau jasa. Iklan jenis ini cukup
banyak kita jumpai seperti di Yellow Pages.
Didasarkan pada bentuknya, iklan produk dibagi menadi 3 bagian(Purba
dkk, 2006:140), yaitu :
a. Iklan Pioneering (Iklan Perintisan)
Iklan bentuk perintisan biasanya digunakan untuk memperkenalkan
produk baru dengan menceritakan tentang apa produknya, dari apa itu bisa
dibuat dan dimana produk itu bisa dibuat.
b. Iklan Competitive (Iklan Kompetitif/Persaingan)
Iklan kompetitif pada hakekatnya mempromosikan ciri-ciri khusus dan
keuntungan-keuntungan
penggunaan
dari
barang
atau
jasa
yang
ditawarkannya.
c. Iklan Reminder (Iklan Pengingat)
Iklan pengingat digunakan untuk memperkuat sebelumnya akan sesuatu
produk. Iklan demikian tepat menyodorkan produk dan jasa yang telah
mencapai
posisi
terkenal
dan
berada
dalam
tahap
pemantapan
keberadaannya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
23 II.4
Media Iklan Televisi
Televisi praktis ada di mana- mana. Perangkat televisi dari hari ke hari
kian menjadi sumber informasi yang utama dalam keluarga. Sebagai media
periklanan , keunikan televisi adalah sangat personal dan demonstratif, tetapi juga
mahal dan dianggap sebagai penyebab ketidakteraturan (clutter) dalam
persaingan. Para konsumen menganggap televisi sebagai media yang paling kacau
(clutter) dari semua media iklan (Shimp, 2003: 530).
Menurut Shimp (2003), pembagian hari untuk penayangan iklan dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1.
Waktu Utama (prime time)
Periode antara jam 20.00 – 23.00 atau antara jam 19.00 – 22.00 program
terbaik dan termahal ditayangkan selama periode ini. Penonton pun paling
banyak ada selama prime time, dan jaringan-jaringan televisi akan
mengenakan harga tertinggi untuk periklanan di prime time. Sehingga para
pengiklan harus membayar mahal untuk menjangkau banyak penonton.
2.
Siang Hari (day time)
Periode yang dimulai dengan tayangan berita di pagi hari (subuh),
berlangsung hingga 16.30. Diawali dengan program-program berita,
dilanjutkan dengan program khusus anak-anak, dan berturut-turut opera
sabun, talk show, dan berita keuangan.
3.
Waktu Tambahan (fringe time)
Masa sebelum dan sesudah prime time. Awal fringe time dimulai pada sore
hari dan khususnya ditujukan kepada anak-anak tetapi menjadi lebih
berorientasi kepada orang dewasa ketika mendekati prime time. Fringe
time pada larut malam ditujukan untuk para dewasa muda.
Iklan televisi yang baik harus memperhatikan syarat – syarat iklan
menurut Suyanto (2005) sebagai berikut :
1. Waktu tayang, meliputi :

Frekuensi penayangan : tingkat keseringan iklan ditayangkan agar
suatu pesan iklan mendapatkan perhatian audiensnya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
24 
Durasi tayangan : lamanya tayangan iklan tersebut berlangsung
2. Daya tarik pesan : kandungan pesan yang menarik dan memiliki arti bagi
khalayaknya untuk menyukai atau tidak iklan tersebut, meliputi :

Isi pesan : pesan yang dibuat harus singkat, padat dan jelas,
sehingga komunikan mengetahui isi pesan iklan tersebut.

Tampilan : tampilan iklan yang dibuat untuk menarik perhatian
khalayak.

Tata gambar : penataan gambar dalam iklan yang dapat menarik
minat khalayaknya.

Warna : warna yang ditampilkan harus sesuai dengan iklan yang
ditayangkan untuk menarik minat khalayaknya.

Musik / jingle : musik yang dibuat ke dalam iklan tersebut, untuk
menarik perhatian khalayaknya.

Slogan : kalimat atau kata – kata yang dibuat dalam iklan untuk
memunculkan keinginan khalayaknya.
II.4.1 Kekuatan Iklan Televisi
Televisi memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan jenis media
lainnya yang mencakup daya jangkauan luas, selektivitas, dan fleksibilitas, fokus
perhatian, kreativitas dan efek, prestise, serta waktu tertentu. Adapun kelebihan
dari televisi adalah sebagai berikut :
1. Daya jangkau luas
Daya
jangkau
siaran
yang
luas
ini
memungkinkan
pemasar
memperkenalkan dan mempromosikan produk barunya secara serentak
dalam wilayah yang luas bahkan ke seluruh wilayah suatu negara.
2. Selektivitas dan Fleksibilitas
Televisi sering dikritik sebagai media yang tidak selektif dalam
menjangkau audiensinya sehingga sering dianggap sebagai media yang
lebih cocok untuk produk konsumsi massal. Televisi dianggap sebagai
media yang sulit untuk menjangkau segmen audience yang khusus atau
tertentu. Namun sebenarnya televisi dapat menjangkau audiensi tertentu
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
25 tersebut karena adanya variasi komposisi audiensi sebagai hasil dari isi
program, waktu siaran, dan cakupan geografis siaran televisi.
Selain audiensi yang besar, televisi juga menawarkan fleksibilitasnya
dalam hal audiensi yang dituju. Jika suatu perusahaan manufaktur ingin
mempromosikan barangnya pada suatu wilayah tertentu, maka perusahaan
itu dapat memasang iklan pada stasiun televisi yang terdapat di wilayah
bersangkutan. Pemasang iklan dapat membuat variasi isi pesan iklan yang
disesuaikan dengan kebutuhan atau karakteristik wilayah setempat.
Sebaliknya, pemasang iklan yang ingin memasarkan produknya secara
nasional dapat melakukan uji coba di pasar lokal terlebih dahulu sebelum
dilempar ke pasar nasional.
3. Prestise
Perusahaan yang ingin mengiklankan produknya di televisi biasanya akan
menjadi sangat dikenal orang. Baik perusahaan yang memproduksi barang
tersebut maupun barangnya itu sendiri akan menerima status khusus dari
masyarakat. Dengan kata lain, produk tersebut mendapatkan prestise
tersendiri.
4. Waktu tertentu
Suatu produk dapat diiklankan di televisi pada waktu- waktu tertentu
ketika pembali potensialnya berada di depan televisi. Dengan demikian,
pemasang iklan akan menghindari waktu- waktu tertentu pada saat target
konsumen mereka tidak menonton televisi. Salah satu alasan mengapa
perusahaan deterjen atau peralatan pembersih rumah tangga lebih sering
beriklan siang hari adalah karena audiensi (ibu rumah tangga) diingatkan
mengenai tugas- tugas rumah tangga yang akan dikerjakan hari itu yang
mungkin akan melibatkan produk- produk pembersih yang muncul pada
iklan televisi (Morrisan, 2010: 240-243).
II.4.2 Kelemahan Iklan Televisi
1. Biaya mahal
Walaupun televisi diakui sebagai media yang efisien dalam
menjangkau audiensi dalam jumlah besar namun televisi merupakan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
26 media yang paling mahal untuk beriklan. Biaya iklan televisi yang
mahal ini tidak saja disebabkan oleh tarif penayangan iklan yang
mahal karena biaya iklan yang dikenakan kepada pemasang iklan
televisi berdasarkan detik, tetapi juga biaya produksi iklan yang mahal.
2. Informasi terbatas
Dengan durasi iklan yang rata- rata hanya 30 detik dalam sekali
tayang, maka pemasang iklan tidak memiliki cukup waktu untuk
secara leluasa memberikan informasi yang lengkap. Siaran iklan tidak
memberikan cukup waktu untuk menyampaikan seluruh informasi
tentang produk yang dipromosikan. Informasi yang lebih banyak
membutuhkan waktu penayangan yang lebih lama misalnya 60 detik.
Durasi iklan disusun dalam waktu kelipatan waktu tertentu misalnya
30 detik, 60 detik, dan seterusnya dengan biaya yang berbeda secara
signifikan.
3. Selekivitas terbatas
Walaupun televisi menyediakan selektivitas audiensi melalui programprogram yang ditayangkannya dan juga melalui waktu siarannya
namun iklan televisi bukanlah pilihan yang tepat bagi pemasang iklan
yang membidik konsumen yang sangat khusus atau spesifik yang
jumlahnya relatif sedikit. Pemasang iklan dengan target konsumen
terbatas sering kali menemukan cakupan geografis siaran televisi jauh
melampaui wilayah pemasaran dimana target konsumen pemasang
iklan berada, dan hal ini tentu saja mengurangi biaya efektif iklan
yang dikeluarkan pemasang iklan. Pemasang iklan masih dapat
membidik target audiensi tertentu melalui berbagai jenis program yang
ditayangkannya, namun demikian televisi belum mampu menandingi
radio, surat kabar, dan majalah dalam menjangkau segmen audiensi
secara lebih khusus.
4. Penghindaran
Kelemahan lain siaran iklan- iklan televisi adalah kecenderungan
audiensi untuk menghindari pada saat iklan ditayangkan. Penelitian
menunjukkan bahwa audiensi televisi menggunakan kesempatan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
27 penayangan iklan untuk melakukan pekerjaan lain misalnya pergi ke
kamar mandi, mengobrol, mengambil sesuatu, atau melakukan hal- hal
lainnya. Kebiasaan lainnya
adalah memencet remote control atau
memindahkan channel ketika stasiun televisi tengah menayagkan iklan
atau mengecilkan suara. Upaya audiensi menghindari siaran iklan
dengan memindahkan saluran televisi tidak selalui karena program
sebelumnya tidak menarik namun karena rasa ingin tahu untuk melihat
program lain yang ditayangkan stasiun televisi lain pada saat
bersamaan.
5. Tempat terbatas
Tidak seperti media cetak, stasiun televisi tidak dapat seenaknya
memperpanjang waktu siaran iklan dalam suatu program. Stasiun
televisi tidak dapat memperpanjang waktu siaran iklan tanpa
mengorbankan waktu penayangan program. Jika waktu penayangan
program banyak diambil untuk iklan, maka hal itu justru akan
mengganggu atau bahkan merusak program itu sendiri, sebagai
akibatnya audiensi akan meninggalkan acara itu. Selain itu,
memperpanjang waktu siaran iklan akan melanggar peraturan
pemerintah yang menetapkan bahwa waktu siaran iklan lembaaga
penyiaran swasta paling banyak 20 persen dari seluruh waktu siaran
setiap hari (Morrisan, 2010: 244- 246).
II.5
Perilaku Konsumtif
II.5.1 Defenisi Perilaku Konsumtif
Perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai suatu tindakan membeli
barang-barang yang kurang atau tidak diperlukan sehingga sifatnya menjadi
berlebihan (Anggarasari dalam Sumartono, 2002). Bisa dikatakan bahwa
seseorang yang konsumtif akan lebih mementingkan faktor keinginan dibanding
kebutuhan. Ditambahkan oleh Dahlan (dalam Sumartono, 2002) bahwa fenomena
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
28 ini muncul karena masyarakat cenderung materialistik dan memiliki hasrat yang
besar untuk memiliki benda-benda tanpa memperhatikan kebutuhan.
Konsumtivisme sebagai kata sifat berkaitan dengan perilaku konsumtif.
Perilaku konsumtif adalah perilaku seseorang yang dikendalikan oleh suatu
keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan duniawi semata-mata Jhon C
Mowen (2002) menjelaskan bahwa perilaku konsumen yang bertindak secara
emosional tanpa didasarkan perencanaan dan kebutuhan melainkan hanya karena
suatu pemuasan, pemenuhan keinginan akan suatu produk yang dianggap
menarik, kemudian melakukan pembelian dengan tidak mempertimbangkan sisi
keuangan. Orang yang membeli sesuatu karena keinginannya, maka orang
tersebut tergolong bertindak tidak rasional dan akan menjadi perilaku yang
konsumtif. Dengan lain kata, perilaku konsumen yang rasional adalah perilaku
membeli yang tidak didasarkan pada emosinya melainkan rasio. Misalnya orang
membeli barang tidak didasarkan pada keinginannya, tapi pada saat itu barang
memang dibutuhkan dan harus segera dibeli. Misalnya orang membeli barang
tidak didasarkan pada keinginannya, tapi pada saat itu barang memang dibutuhkan
dan harus segera dibeli.
Menurut Sumartono (2002), munculnya perilaku konsumtif dikalangan
siswa disebabkan oleh dua hal yaitu :
1. Faktor Internal
Faktor internal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu adalah:
a. Motivasi. Perilaku manusia ditimbulkan atau dimulai dengan adanya
motif. Motivasi merupakan dasar pembelian seseorang terhadap suatu
produk atau
pada penjual tertentu (Dharmesta dan Handoko, 2000). Motivasi
merupakan pendorong perilaku orang, tidak terkecuali dalam melakukan
pembelian atau penggunaan jasa yang tersedia di pasar.
b. Pengamatan dan proses belajar. Sebelum seseorang mengambil keputusan
untuk membeli produk, ia akan mendasarkan keputusannya pada
pengamatan yang dilakukan. Bila ada pengalaman memuaskan maka
pembeli cenderung akan memutuskan membeli kembali (Mangkunegara
dan Prabu, 2009). Pengamatan adalah suatu proses pada saat konsumen
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
29 menyadari dan menginterpretasikan aspek lingkungan. Terjadinya
pengamatan ini dipengaruhi oleh pengalaman masa lampau dan sikap dari
individu (Rismiati dan Suratno, 2001). Proses pengamatan meliputi
seluruh variabel pemasaran
perusahaan, konsumen akan mempunyai
persepsi produk, harga, periklanan dan penjualan dari kegiatan pemasaran
perusahaan. Perbedaan pandangan konsumen akan menciptakan proses
pengamatan dalam perilaku pembelian yang berbeda pula (Dharmesta dan
Handoko, 2000). Proses pembelian yang dilkuakan oleh konsumen
merupakan sebuah proses belajar, hal ini sebagai bagian dari kehidupan
konsumen. Konsumen dalam proses pembeliannya selalu mempelajari
sesuatu, proses belajar pada suatu pembelian terjadi apabila konsumen
ingin menanggapi dan memperoleh suatu kepuasan (Rismiati dan Suratno,
2001).
c. Kepribadian dan konsep diri. Kepribadian akan ikut berpengaruh terhadap
perilaku
pembelian.
Konsep
diri
merupakan
pendekatan
untuk
menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image
merek, image penjual. Setiap orang memiliki kepribadian salah satunya
adalah rasa percaya diri dan konsep diri yang berbeda-beda, sehingga
memungkinkan adanya pandangan yang berbeda terhadap suatu barang
(Dharmesta dan Handoko, 2000). Kepribadian dan konsep diri sangat
berpengaruh pada perilaku pengambilan keputusan untuk membeli produk,
minuman, mobil, warna pakaian dan kegiatan yang sifatnya rekreasional.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang berpengaruh pada perilaku konsumtif individu
adalah:
a. Kebudayaan
Budaya dapat didefenisikan sebagai hasil kreativitas manusia dari satu
generasi ke geneasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam
kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Mangkunegara, 2002). Manusia
dengan kemampuan akal budaya telah mengembangkan berbagai macam sistem
perilaku demi keperluan hidupnya. Kebudayaan adalah determinan yang paling
fundamental dari keiinginan dan perilaku seseorang (Kotler, 2006)
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
30 b. Kelas Sosial
Pada dasarnya manusia Indonesia dikelompokkan dalam tiga golongan
(Mangkunegara, 2002) yaitu golongan atas, golongan menengah dan golongan
bawah. Perilaku konsumtif antar kelas sosial satu dengan yanglain akan berbeda,
dalam
hubungannya
dengan
perilaku
konsumtif
Mangkunegara
(2002)
mengkarakteristikkan antara lain :
1. Kelas sosial golongan atas, memiliki kecenderungan membeli barang –
barang yang mahal, membeli pada toko yang berkualitas dan lengkap,
konservatif dalam konsumsinya, barang – barang yang dibeli
cenderung untuk dapat menjadi warisan dalam keluarganya.
2. Kelas
sosial
menengah
cenderung
membeli
barang
untuk
menampakkan kekayaannya, membeli barang dalam jumlah yang
banyak dan kualitasnya cukup memadai. Mereka berkeiinginan
membeli barang yang mahal dengan sistem kredit, misalnya membeli
kendaraan, mobil mewah dan perabotan rumah tangga.
3. Kelas sosial golongan rendah cenderung membeli barang dengan
mementingkan kuantitas daripada kualitasnya. Pada umunya mreka
membeli barang untuk kebutuhan sehari – hari, memanfaatkan
penjualan barang – barang yang diobral atau penjualan dengan harga
promosi.
Pengelompokkan diatas dibuat berdasarkan kriteria kekayaan, kekuasan,
kehormatan, dan ilmu pengetahuan. Unsur pokok dalam pembagian kelas
dari masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan.
c. Kelompok Referensi
Kelompok referensi adalah kelompok yang pandangan atau nilai yang
dianut anggotanya digunakan individu sebagai dasar bagi perilakunya, atau
kelompok yang digunakan individu sebagai acuan berperilaku dalam situasi
spesifik.
Sebuah kelompok referensi bagi seseorang adalah kelompok – kelompok
yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan
perilaku seseorang. Kelompok referensi menghadapkan seseorang pada tipe dan
gaya hidup baru. Mereka juga mempengaruhi sikap dan gambaran diri seseorang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
31 karena secara normal menginginkan untuk menyesuaikan diri. Bisa dikatakan
bahwa kelompok referensi tersebut menciptakan suasana untuk penyesuaian yang
dapat mempengaruhi pilihan orang terhadap merek dan produk (Kotler, 2006).
d. Keluarga
Keluarga sebagai bagian dari faktor eksternal mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam pembentukkan sikap dan perilaku anggotanya, termasuk dalam
pembentukkan keyakinan dan berfungsi langsung dalam menetapkan keputusan
konsumen. Keluarga mempengaruhi konsumen dalam membeli barang. Jumlah
anggota keluarga dan keadaan sebagai bagian dari faktor eksternal mempunyai
pengaruh yang sangat besar dalam pembentukkan sikap dan anggotanya.
Keluarga merupakan sebuah lembaga sosial yang penting. Maka secara
konsekuen dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan kelompok referensi yang
penting.
e. Demografi
Demografi digunakan untuk menggambarkan populasi dalam istilah
ukuran, struktur dan distribusi. Ukuran mengandung arti jumlah individu dalam
suatu populasi, struktur menggambarkan populasi dalam bentuk usia dan jenis
kelamin sedangkan distribusi populasi menggambarkan lokasi tempat tinggal
individu ditinjau dari segi wilayah geografis. Ukuran, struktur dan distribusi
mempengaruhi perilaku konsumen serta keinginan konsumen akan jasa dan
produk tertentu.
Adapun yang menjadi indikator perilaku konsumtif menurut Sumartono
(2002) adalah sebagai berikut :
1. Membeli produk karena iming-iming hadiah : individu membeli suatu
barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang
tersebut.
2. Membeli produk karena kemasannya menarik : konsumen sangat mudah
terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias
dengan warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli
produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan
menarik.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
32 3. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi : konsumen
mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya
konsumen mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya
rambut, dan sebagainya dengan tujuan agar individu selalu berpenampilan
yang dapat menarik perhatian orang lain.
4. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau
kegunaannya) : konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan oleh
adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal
yang dianggap paling mewah.
5. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang
mengiklankan : konsumen cenderung meniru perilaku tokoh yang
diidolakannnya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat
dipakai tokoh idolanya. Konsumen juga cenderung memakai dan mencoba
produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik figur produk
tersebut.
6. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status : konsumen
mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian,
berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat
menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan
berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk
dapat memberikan simbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang
lain.
7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan
menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi : konsumen sangat terdorong
untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan
oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri
8. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda) : konsumen akan
cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari
produk sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis
dipakainya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
33 II.5.2 Karakteristik Perilaku Konsumtif
Handoko dan Swastha (2000) menjelaskan karakteristik perilaku
konsumtif seseorang sebagai berikut:
a. Keinginan individu untuk membeli barang yang kurang diperlukan.
b. Keinginan individu untuk membeli barang yang tidak diperlukan.
c. Perasaan tidak puas individu untuk selalu memilki barang yang belum
dimilki.
d. Sikap individu berfoya-foya dalam membeli barang.
e. Kesenangan individu membeli barang dengan harga mahal yang tidak
sesuai dengan nilai & manfaatnya.
II.5.3 Aspek – Aspek Perilaku Konsumtif
Swasta dan Handoko (2000) menjelaskan aspek perilaku konsumtif
seseorang yaitu pola hidup dengan keinginan untuk membeli barang-barang yang
tidak diperlukan dan perasaan tidak puas selalu menyertai bila barang-barang
yang diinginkan belum dimiliki seseorang. Perilaku konsumtif ditunjukkan
apabila seseorang berpola konsumsi terhadap suatu barang yang tidak sebenarnya
tidak diperlukan. Semakin tinggi membeli pembelian suatu barang yang tidak
diperlukan maka semakin berperilaku konsumtif. Perasaan tidak puas juga
menunjukkan perilaku komsumtif seseorang. Semakin merasa tidak puas belum
memiliki barang yang diinginkan maka semakin berperilaku konsumtif.
Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif
dapat dilihat dari tiga unsur jenis yaitu:
1. Impulsive Buying, perilaku pembelian yang berlebih-lebihan. Perilaku
konsumen yang berlebihlebihan ditandai oleh sikap foya-foya dalam
membeli barang, menghamburkan uang untuk membeli barang-barang
mewah yang kurang bermanfaat dalam berbelanja.
2. Non-Rational Buying, perilaku pembelian yang tidak rasioanal. Konsumen
yang berperilaku non rational memiliki karakteristik suka membeli barang
dengan harga yang tidak wajar dengan nilai manfaat barang.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
34 3. Wasteful Buying, perilaku pembelian yang bersifat boros. Perilaku
pembelian yang bersifat boros ditandai oleh pembelian barang oleh
konsumen yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi
oleh konsumen.
II.5.4 Perilaku Konsumtif Pada Remaja
Iklan memang telah memberi banyak manfaat, baik bagi produsen maupun
konsumen. Namun iklan juga menimbulkan dampak negatif bagi konsumen. Sri
Urip (dalam Kasali, 1993) menyebutkan dampak-dampak negatif tersebut, antara
lain:
1. Iklan membuat orang membeli sesuatu yang sebetulnya tidak ia inginkan
atau butuhkan.
2. Iklan mengakibatkan barang-barang menjadi lebih mahal. Karena
membutuhkan dana,
maka wajar saja bila ada anggapan bahwa iklan
menambah harga barang.
3. Iklan yang baik akan membuat produk yang berkualitas rendah dapat
terjual.
4. Iklan adalah pemborosan.
Dari berbagai dampak tersebut, dapat disimpulkan bahwa iklan mampu
menggiring khalayak untuk menjadi konsumtif. Menurut Heri Kusumawati dan
Soemardi (1996), pola hidup konsumtif biasanya dipicu oleh gengsi dan dorongan
untuk mengikuti mode agar mendapat penghargaan tertentu. Hal ini sejalan
dengan pendapat Lubis (dalam Sumartono, 2002) yang mengatakan bahwa sering
terjadi keinginan untuk memperoleh sesuatu barang atau jasa bukan didasarkan
oleh kebutuhan, tetapi sekedar simbol status agar kelihatan lebih keren di mata
orang lain. Lubis mengistilahkannya sebagai perilaku konsumtif.
Perilaku konsumtif di kalangan remaja terutama dipengaruhi oleh
kelompok rujukan (reference group). Kelompok rujukan ini terdiri dari seluruh
kelompok yang berpengaruh secara lansung maupun tidak langsung terhadap
sikap atau perilaku remaja (Setiadi, 2003). Kelompok ini bisa keluarga, teman
atau sahabat, pacar, atau tetangga sekalipun.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
35 Hurlock (1997) pun berpendapat bahwa remaja pada masa transisinya
memiliki kondisi emosional yang labil, sehingga mudah dipengaruhi oleh
kelompoknya. Kebanyakan dari mereka beranggapan bahwa penampilan dan gaya
hidup yang serba “wah”, akan menaikkan status sosial mereka di dalam
kelompoknya. Maka tidak heran bila kemudian mereka saling bersaing dalam
penampilan dirinya dengan mengkonsumsi pakaian, sepatu, handphone, kosmetik
dan barang mewah lainnya.
Tidak hanya kelompok referensi, tak dapat disangkal, iklan televisi pun
telah menjadi “tersangka utama” dalam memberikan pengaruh yang kuat bagi
terciptanya perilaku konsumtif remaja. Terpaan iklan-iklan produk remaja di
televisi yang menyajikan pesan-pesan yang atraktif dan terkesan berlebihan, jelas
membuat para remaja terbuai. Lemahnya filter dalam menyeleksi informasi yang
datang serta rasa ingin tahu yang besar, berhasil dimanfaatkan pihak produsen
yang menjadikan remaja sebagai sasaran empuk. Hal ini ditandai dengan
banyaknya iklan-iklan produk remaja yang lalu-lalang di televisi. Para produsen
berlomba untuk menciptakan produk-produk yang digemari remaja, agar mereka
mau mengkonsumsinya.
Kekuatan audio-visual iklan televisi telah mempengaruhi kognisi serta
afeksi remaja. Dengan tujuan akhirnya tentu saja muncul perilaku untuk membeli
produk yang ditawarkan, sekaligus menjadikan produk tersebut sebagai bagian
hidupnya yang tak terpisahkan. Akibatnya, menurut Sumartono (2002), efek
negatif hadirnya iklan televisi yakni munculnya sikap hedonism dan glamorisme
seakan tidak dapat dielakkan lagi. Pengaruh iklan telah membelokkan haluan
kebutuhan ke arah keinginan untuk mencoba seluruh produk yang disaksikan,
meskipun mungkin tidak dibutuhkan.
II.6
Kerangka Konsep
Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena yang sama. Konsep
dibangun dari teori – teori yang digunakan untuk menjelaskan variabel – variabel
yang akan diteliti (Bungin, 2005 : 57).
Adapun yang menjadi variabel – variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel iklan televisi yang terdiri dari:
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
36 a. Waktu penayangan:

Frekuensi penayangan

Durasi
b. Daya tarik pesan:

Isi pesan

Tampilan

Tata gambar

Warna

Musik/jingle

Slogan
2. Variabel perilaku konsumtif yang terdiri dari:
a. Membeli produk karena iming – iming hadiah
b. Membeli produk karena kemasan menarik
c. Membeli produk demi penampilan
d. Membeli produk atas pertimbangan harga
e. Memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model
yang mengiklankan produk
f. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status
g. Muncul penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan
menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi
h. Mencoba lebih dari dua produk yang sejenis (merk berbeda)
II.7
Model Teoritis
Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat dibuat teoritis dalam penelitian ini sebagai berikut :
Tayangan Iklan
Berulang – ulang
Disukai
Perila
Konsumtif
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
37 II.8
Operasional Variabel
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk
membentuk kesatuan dan kesesuaian dalam penelitian yaitu sebagai berikut :
Tabel 1
Operasional Variabel
No
1
Variabel Teoritis
Variabel Operasional
Variabel
1. Waktu Penayangan
Tayangan Iklan

Frekuensi Penayangan

Durasi
2. Daya Tarik Pesan
2

Isi pesan

Tampilan

Tata gambar

Warna

Music / jingle

Slogan
Variabel Perilaku
1. Membeli produk karena iming – iming hadiah
Konsumtif
2. Membeli produk karena kemasan yang menarik
3. Membeli produk demi menjaga penampilan
4. Membeli produk atas pertimbangan harga
5. Memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap
model yang mengiklankan produk
6. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status
7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga
mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi
8. Mencoba lebih dari dua produk yang sejenis (merk berbeda)
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
38 II.9
Defenisi Operasional
Defenisi operasional merupakan suatu petunjuk pelaksanaan untuk
mengukur variabel-variabel. Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam
penelitian ini adalah :
1. Variabel Tayangan Iklan
1) Waktu penayangan

Frekuensi penayangan : tingkat keseringan iklan ditayangkan agar
suatu pesan iklan mendapatkan perhatian audiensnya.

Durasi tayangan : lamanya tayangan iklan tersebut berlangsung
2) Daya tarik pesan

Isi pesan : pesan yang dibuat harus singkat, padat dan jelas,
sehingga komunikan mengetahui isi pesan iklan tersebut.

Tampilan : tampilan iklan yang dibuat untuk menarik perhatian
khalayak.

Tata gambar : penataan gambar dalam iklan yang dapat menarik
minat khalayaknya.

Warna : warna yang ditampilkan harus sesuai dengan iklan yang
ditayangkan untuk menarik minat khalayaknya.

Musik / jingle : musik yang dibuat ke dalam iklan tersebut, untuk
menarik perhatian khalayaknya.

Slogan : kalimat atau kata – kata yang dibuat dalam iklan untuk
memunculkan keinginan khalayaknya.
2. Variabel Perilaku Konsumtif
1) Membeli produk karena iming-iming hadiah : individu membeli suatu
barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang
tersebut.
2) Membeli produk karena kemasannya menarik : konsumen sangat
mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi
dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
39 membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus
dengan rapi dan menarik.
3) Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi :
konsumen mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada
umumnya konsumen mempunyai ciri khas dalam berpakaian,
berdandan, gaya rambut, dan sebagainya dengan tujuan agar individu
selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain.
4) Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat
atau kegunaannya) : konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan
oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan
segala hal yang dianggap paling mewah.
5) Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang
mengiklankan : konsumen cenderung meniru perilaku tokoh yang
diidolakannnya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat
dipakai tokoh idolanya. Konsumen juga cenderung memakai dan
mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik figur
produk tersebut.
6) Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status : konsumen
mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian,
berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat
menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi
kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli
suatu produk dapat memberikan simbol status agar kelihatan lebih
keren dimata orang lain.
7) Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal
akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi : konsumen sangat
terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa
yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri
8) Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda) : konsumen
akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang
lain dari produk sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut
belum habis dipakainya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
40 II.9
Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang serupa dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Heri Kusumawati dan Soemardi (1996).
Sasaran penelitian tersebut adalah ibu-ibu rumah tangga di Kelurahan
Karang Klesem, Purwokerto Selatan. Berdasarkan penelitian tersebut,
didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara status
sosial ekonomi dan terpaan media (media exposure) terhadap pola
konsumtif ibu-ibu rumah tangga sebesar 56,97%. Sementara pengaruh
variabel lain yang berada di luar kedua variabel di atas adalah sebesar
43,03%. Jadi, dari penelitian tersebut dapat dilihat bahwa terpaan media
yang menyajikan berbagai iklan dapat menunjang status sosial ekonomi
masyarakat, sehingga menjadi konsumtif.
2. Evanita dkk (2003)
Meneliti tentang pengaruh terpaan iklan terhadap sikap dan perilaku
konsumtif ibu rumah tangga di kota Padang, Sumatera Barat. Dari
penelitian ini didapatkan hasil bahwa slogan iklan televisi, model iklan
televisi, repetisi iklan televisi, motivasi, umur, pendidikan, pendapatan,
dan kelompok acuan secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap sikap pemirsa ibu rumah tangga pada produk yang ditayangkan
televisi di Kota Padang Sumatera Barat. Temuan ini juga menunjukkan
bahwa sikap pada produk yang diiklankan televisi tidak hanya dipengaruhi
oleh variabel iklan (slogan, model, dan repetisi) saja, melainkan juga
dipengaruhi oleh variabel di luar iklan yang melekat pada pemirsa.
3. Sumiasih (2003), tentang pengaruh terpaan iklan produk susu formula
lanjutan untuk pertumbuhan terhadap tingkat pemberian susu tersebut bagi
balita di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan, Blitar. Dalam
penelitian ini terbukti bahwa terpaan iklan produk susu lanjutan untuk
pertumbuhan telah mempengaruhi tingkat pemberian susu terhadap balita
sebesar 31,5% yang menurut analisis regresi linier sederhana termasuk
dalam kategori sedang.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Download