BAB 2 LANDASAN TEORI

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Peranan sektor jasa terhadap perekonomian di Indonesia sangat besar.
Keberadaan jasa sangat penting, karena jasa sangat mendukung dalam pemasaran
barang atau produk. Hal ini terlihat pada perilaku konsumen yang apabila membeli
barang tidak hanya dari wujudnya, tetapi juga dari faktor pelayanan yang diberikan.
a. Pengertian jasa
Perusahaan menawarkan berbagai jenis jasa kepada pasar, namun jasa dapat
menjadi bagian kecil ataupun bagian utama dari tawaran yang diberikan perusahaan.
Menurut Kotler sebagaimana yang dikutip oleh Prof.J.Supranto ( 2001: 228 ),
tawaran tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Barang berwujud murni
Tawaran yang diberikan hanya berupa barang berwujud seperti: sabun,
pasta gigi ataupun garam.
2) Barang berwujud disertai layanan
Tawaran ini terdiri dari barang berwujud yang disertai dengan satu
atau beberapa layanan dimana penjualannya tergantung kepada
kualitas produk tersebut dan tersedianya pelayanan pelanggan, seperti:
14
tersedianya ruang pamer, perbaikan dan pemeliharaan, operator dan
sebagainya.
3) Campuran ( Hybrid )
Tawaran ini memberikan barang dan jasa dengan proporsi yang sama.
Misalnya seperti yang terjadi di restoran, kita dapat menikmati
makanan dan pelayanan yang ditawarkan secara bersamaan.
4) Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan.
Merupakan tawaran yang terdiri dari jasa utama yang disertai jasa
tambahan dan barang pendukung lainnya. Contohnya seperti yang kita
alami bila ingin menaiki pesawat terbang. Dalam hal ini berarti kita
telah membeli jasa transportasi dan selama perjalanan kita ditawarkan
makanan, minuman, majalah penerbangan. Untuk dapat menikmati
produk yang ditawarkan selama perjalanan, maka kita harus naik
pesawat terbang terlebih dahulu.
5) Jasa murni
Tawaran yang diberikan hanya berupa jasa. Seperti: menjaga bayi,
memijat, psikoterapi, dan sebagainya.
Di bawah ini akan diuraikan mengenai beberapa pengertian jasa, antara lain :
Menurut J. Soepranto ( 2001 : 227 ) bahwa definisi service adalah :
“ A service are those separately identifiable,essential intangible activities
which provide want satisfaction and that are not necessarily tied to the sales of
product or another service may or may not required, thee is no transfer of title
( permanent ownership ) to these tangible goods.
15
Arti dari definisi diatas adalah :
Jasa/service merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat
hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan lebih dapat
berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut.
Sedangkan pengertian jasa menurut Kotler ( 2004 : 276 ), yaitu :
“ A service is any activity or benefit that one party can offer to another that
essentially intangible and doesn’t result in the ownership of anything.”
Artinya jasa adalah setiap tindakan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada
pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan
apapun.
Menurut Zeithaml and Bitner ( 2000 : 3 ) yang menyatakan pengertian dari jasa
adalah :
“ Include all economic activities whose output is not a physical product or
construction, is generally consumed at the time it is produced, and provides
added value in form ( such as convenience, amusement, timeliness, comfort or
health ). “
Artinya jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang output-nya bukan produk
dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah
( seperti : kenikmatan, hiburan, santai , sehat ) bersifat tidak berwujud.
Sedangkan pengertian jasa menurut William J. Stanton sebagaimana yang
dikutip oleh DR. Buchari Alma ( 2000 : 204 ) adalah :
16
“ Servises are those separately identifiable, essentially intangible activity that
provide want-satisfaction, and that are not necessarily tied to the sale of a
product or another service. To produce a service may or may not require the
use of tangible goods. However, when such use is no transfer of the title
( permanent ownership ) to these tangible goods.”
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian jasa adalah sesuatu
yang dapat diidentifikasi secara terpisah, tidak berwujud, ditawarkan untuk
memenuhi kebutuhan. Jasa dapat dihasilkan dengan menggunakan benda-benda
berwujud atau tidak.
Dari definisi-definisi di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
jasa/service adalah barang/produk yang tidak berwujud, tidak menimbulkan suatu
kepemilikan dan tidak bertahan lama ( ephermal ).
2.1.1
Karakteristik Industri Jasa
Lebih lanjut Kotler (2002) menyatakan bahwa ada empat karakteristik pokok
jasa yang membedakannya dengan barang, yaitu:
1). Tidak berwujud (Intangibility).
Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar ataupun dicium sebelum dibeli.
Seseorang tidak dapat melihat hasil pastinya sebelum membeli jasa yang
diinginkannya terlebih dahulu. Oleh karena itu, untuk mencari bukti dari kualitas
jasa yang diinginkan tersebut, mereka akan melihat dari tempat, orang, peralatan,
alat komunikasi, simbol dan harganya. Tugas penyedia jasa adalah mengelola
bukti tersebut untuk mewujudkan sesuatu yang tidak berwujud.
17
2). Tidak terpisahkan (Inseparability).
Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan dimana penyedia jasa
juga merupakan bagian dari jasa tersebut, baik penyedia maupun konsumen akan
mempengaruhi jasanya.
3). Bervariasi (Variability).
Jasa tergantung kepada siapa yang menyediakan jasa tersebut, kapan dan dimana
jasa tersebut diberikan. Biasanya pembeli jasa akan membicarakan dengan orang
lain sebelum memilih seorang penyedia jasa.
4). Mudah lenyap (Perishability).
Jasa tidak dapat disimpan. Dalam arti, akan menjadi rumit jika permintaan
berfluktuasi. Contoh: Perusahaan transportasi umum harus memiliki lebih banyak
kendaraan pada jam sibuk karena banyaknya permintaan, namun tidak menjadi
masalah bila permintaannya cukup merata sepanjang hari.
2.1.2
Klasifikasi Jasa
Dengan adanya variasi dari jasa, banyak pakar yang melakukan klasifikasi jasa,
dimana masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan
sudut pandangnya. Menurut Evans and Berman sebagaimana yang dikutip oleh Fandy
Tjiptono ( 2005 : 26 ) , klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria,
yaitu :
18
1) Segmen Pasar
Berdasarkan segmen pasarnya, jasa dapat dibedakan menjadi jasa yang
ditujukan pada konsumen akhir ( misalnya taksi, asuransi jiwa dan
pendidikan ) dan jasa konsumen organisasional ( misalnya biro periklanan,
jasa akuntansi dan perpajakan, dan jasa konsultasi manajemen ).
2) Tingkat keberwujudan
Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan
konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga
macam :
a) Rented-goods services
Dalam jenis ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk
tertentu berdasarkan tarif yang disepakati selama jangka waktu
tertentu. Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut,
karena kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang
menyewakannya. Contohnya : penyewaan mobil, video game,
VCD/DVD, villa.
b) Owned-goods services
Pada tipe ini, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi,
dikembangkan
atau
ditingkatkan
unjuk
kerjanya,
atau
dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa. Jenis jasa ini juga mencakup
perubahan bentuk pada produk yang dimiliki konsumen. Contohnya :
19
jasa reparasi, pencucian mobil, perawatan rumput padang golf,
pencucian pakaian, perawatan taman, dan sebagainya.
c) Non-goods service
Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat
intangible ( tidak berbentuk produk fisik ) ditawarkan pada pelanggan.
Contohnya : dosen, ahli kecantikan, pemandu wisata, penerjemah
lisan, dan lain-lain.
3) Keterampilan penyedia jasa
Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, terdapat dua tipe pokok
jasa. Pertama, professional services ( seperti konsultasi manajemen,
konsultasi hukum, pelayanan dan perawatan kesehatan, jasa arsitektur dan
konsultasi perpajakan ). Kedua, non-professional services ( seperti jasa
sopir taksi, penjaga malam, pengantar surat,dan lain-lain ).
4) Tujuan organisasi jasa
Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat diklasifikasikan menjadi
commercial services atau profit services dan non-profit services.
Jasa komersial masih dapat dikelompokkan lebih lanjut kedalam sepuluh
jenis berikut ( Stanton,Etzel & Walker,1991 ) , yaitu :
a) Perumahan/penginapan meliputi penyewaaan apartemen, hotel,villa
dan rumah.
b) Operasi rumah tangga, meliputi perbaikan rumah, reparasi peralatan
rumah tangga dan pertamanan.
20
c) Rekreasi dan hiburan, meliputi penyewaan dan reparasi peralatan yang
dipergunakan untuk aktifitas-aktifitas rekreasi dan hiburan serta
admisi ( tiket masuk ) untuk segala macam hiburan, pertunjukkan dan
rekreasi.
d) Personal care seperti laundry, dry cleaning dan perawatan kecantikan
e) Perawatan kesehatan meliputi segala macam jasa medis dan kesehatan.
f) Pendidikan swasta
g) Bisnis dan jasa professional lainnya, meliputi biro hukum, konsultasi
pajak, konsultasi manajemen dan jasa komputerisasi.
h) Asuransi, perbankan dan jasa finansial lainnya, seperti asuransi
perorangan dan bisnis, jasa kredit dan pinjaman, konseling investasi
dan pelayanan pajak.
i) Transportasi meliputi jasa angkutan barang dan penumpang
j) Komunikasi, terdiri atas telfon, computer, internet server providers.
Sementara itu jasa nirlaba ( non-profit ) memiliki karakteristik khusus,
yaitu : masalah yang ditangani lebih luas dan memiliki dua publik
utama ( kelompok donator dan kelompok klien ).
5) Regulasi
Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi menjadi regulated services
( misalnya jasa pialang, angkutan umum dan perbankan ) dan nonregulated services ( seperti jasa makelar, katering, kos dan asrama serta
pengecetan rumah ).
21
6) Tingkat intensitas karyawan
Berdasarkan tingkat intensitas karyawan, jasa dapat dikelompokkan
menjadi dua macam : equipment-based services ( seperti cuci mobil
otomatis, mesin ATM, dan lain-lain ) dan people-based services ( seperti
pelatih sepak bola, satpam, dan lain-lain ).
People-based services masih dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori,
yaitu : tidak terampil, terampil dan pekerja professional ( Kotler,2000 ).
7) Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan
Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi
high contact services ( seperti universitas, bank, dokter, penata rambut,
juru rias dan pegadaian) dan low-contact services
bioskop dan jasa layanan pos ).
( misalnya :
22
Tabel 2.1
Contoh Klasifikasi Jasa
BASIS
KLASIFIKASI
KLASIFIKASI
1. Segmen Pasar
1. Konsumen Akhir
2. Konsumen Organisasional
1. Salon kecantikan
2. Konsultan sistem
Informasi
2. Tingkat Keberwujudan
1. Rented-goods services
2. Owned-goods services
3. Non-goods services
1. Penyewaan VCD
2. Reparasi computer
3. Pemandu wisata
3. Keterampilan Penyedia
Jasa
1. Professional services
2. Non-professional services
1. Akuntan
2. Tukang parkir
4. Tujuan Organisasi Jasa
1. Profit services
2. Non-profit services
1. Hotel
2. Yayasan social
5. Regulasi
1. Regulated-services
2. Non-regulated services
1. Jasa penerbangan
2. Katering
6. Tingkat Intensitas
Karyawan
1. Equipment-based services
2. People-based services
1. Mesin ATM
2. Pelatih Bola
7. Tingkat Kontak Penyedia
1. High-contact services
1. Universitas; RS
2. Low-contact services
2. Bioskop; jasa pos
Jasa dan Pelanggan
Sumber : Fandy Tjiptono ( 2005 : 28 )
2.1.3 Kepuasan dan Service Quality (SERVQUAL)
Kualitas (Quality) adalah sebuah pendekatan kepada bisnis dan industri yang
dimulai dari sudut pandang pelanggan yang bertujuan untuk menghasilkan produk
23
atau jasa yang melebihi apa yang diharapkan oleh pelanggan dari produk atau jasa
tersebut dan mengukur sampai dimana keberhasilan produk atau jasa tersebut (Hindle
and Thomas, 1994).
Menurut Groonroos (1984), kualitas jasa adalah penyampaian
jasa dari pihak pemberi jasa yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan yang
dapat dinilai dari kualitas teknik (outcome) dan pelayanan (proses). Kualitas teknik
(outcome) merupakan hasil kerja penyampaian jasa itu sendiri sedangkan kualitas
pelayanan (proses) adalah kualitas yang dapat dinilai dari cara penyampaian jasa
tersebut.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
kualitas jasa merupakan tingkat keunggulan suatu jasa atau layanan yang dapat dinilai
dari cara penyampaian jasa tersebut oleh pemberi jasa ke penerima jasa yang dapat
menjadi tolak ukur suatu keberhasilan jasa untuk menghasilkan layanan yang sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan sehingga dapat memenuhi bahkan
melebihi tingkat kepentingan atau harapan penerima jasa.
Menurut Parasuraman, Zeithaml. (1985), ada dua faktor yang mempengaruhi
kualitas jasa, yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan
(expected service). Bila jasa dirasakan lebih kecil daripada yang diharapkan, para
pelanggan menjadi tidak tertarik dengan penyedia jasa (kualitas jasa dipersepsikan
buruk oleh pelanggan). Bila jasa yang dirasakan sesuai dengan yang diharapkan,
kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan oleh pelanggan. Bila jasa yang
dirasakan lebih besar daripada jasa yang diharapkan, kemungkinan besar pelanggan
24
akan loyal dan menggunakan penyedia jasa tersebut kembali (kualitas jasa
dipersepsikan ideal oleh pelanggan).
Lebih lanjut Parasuraman, Zeithaml membentuk model kualitas jasa yang
menggambarkan syarat-syarat utama yang dapat memberikan kualitas jasa yang tinggi
dengan mengidentifikasikan 5 kesenjangan (Gap) yang mengakibatkan kegagalan
penyampaian jasa, seperti yang dapat dilihat pada gambar 1. yaitu:
1). Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.
Gap ini seringkali disebabkan manajemen tidak selalu dapat memahami dengan
tepat apa yang sebetulnya diinginkan pelanggan. Akibatnya manajemen tidak
mengetahui bagaimana produk jasa didesain dan jasa-jasa pendukung apa saja
yang sebetulnya diinginkan oleh konsumen.
2). Gap antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa.
Gap ini dapat disebabkan tidak ditetapkannya satu kumpulan standar kinerja
tertentu walaupun manajemen mungkin telah memahami secara tepat keinginan
pelanggan. Hal ini dapat disebabkan karena tidak adanya komitmen total pihak
manajemen terhadap kualitas jasa, kurangnya sumber daya ataupun karena adanya
kelebihan permintaan.
3). Gap antara spesifikasi mutu jasa dan penyampaian jasa.
Gap ini dapat disebabkan karena karyawan kurang terlatih, tidak mampu, tidak
mau memenuhi standar atau dihadapkan pada standar yang berlawanan.
25
4). Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi internal.
Gap yang disebabkan perusahaan telah mendistorsi harapan pelanggan. Seringkali
harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan dan iklan yang dibuat petugas
perusahaan. Ternyata pada kenyataannya, pernyataan dan iklan yang telah dibuat
tersebut tidak sesuai dengan apa yang dilihat di lapangan. Hal ini dapat
memberikan persepsi negatif terhadap kualitas jasa.
5). Gap antara jasa yang dialami dan diharapkan.
Gap yang disebabkan adanya kekeliruan persepsi yang diterima pelanggan
tentang kualitas jasa yang diberikan.
Komunikasi
dari mulut
ke mulut
Kebutuhan
Personal
Pengalaman
masa lalu
Jasa yang
diharapkan
Gap 5
Jasa yang
diterima
Konsumen
------------------------------------------------------------------------------------------------------Gap 4
Pemasar
Komunikasi
Penyajian Jasa
eksternal
(termasuk sebelum
kepada
Gap 1
dan sesudah kontrak)
konsumen
Gap 3
Penerjemahan
persepsi ke dalam
spesifikasi kualitas
Gap 2
Persepsi manajemen
terhadap harapanharapan konsumen
Gambar 2.1 Model Gap Kualitas Jasa (Parasuraman, Zeithaml, 1985)
26
Dari penjelasan tentang kepuasan dan Servqual di atas maka dapat dijelaskan
bahwa kita harus mengetahui apa yang menjadi keinginan pelanggan dan apakah
pelanggan telah mendapatkannya sesuai dengan yang diharapkannya.
Jadi dengan demikian terdapat 2 pernyataan yang harus kita peroleh dari pelanggan
yaitu harapan yang diinginkan dan kenyataan yang mereka peroleh. Tetapi karena
jawaban-jawaban tersebut masih bersifat abstrak atau kualiatatif, maka kita harus
mengkuantifikasikannya. Setelah kita memperoleh ukuran-ukuran secara kuantitatif
maka data jawaban pelanggan dapat diolah secara matematis dan hasil yang
didapatkan lebih pasti. Untuk itu pertanyaan yang dapat digunakan adalah pertanyaan
dari konsep atau dimensi SERVQUAL itu sendiri.
2.1.4 Dimensi SERVQUAL
Banyak penelitian dilakukan oleh para pakar, untuk mengetahui secara rinci
dimensi kualitas jasa yang mempengaruhi kualitas jasa. Termasuk menentukan
dimensi mana yang paling berpengaruh dalam kualitas jasa tertentu.
Saat terjadinya kontak antara penyedia jasa dengan pengguna jasa sangat
penting artinya dalam proses penyampaian jasa, karena pada saat tersebut konsumen
mengadakan interaksi dan menilai kualitas jasa.
Dimensi kualitas jasa menurut Parasuraman, Zeithaml (1988), dapat dibagi ke
dalam lima dimensi kualitas jasa, yaitu :
27
1) Kehandalan ( Reliability )
Artinya kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan
janji yang ditawarkan.
2) Daya Tanggap ( Responsiveness )
Yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan
dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi
kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan , kecepatan karyawan
dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan pelanggan.
3) Jaminan ( Assurance )
Meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk
secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam
memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi,
kemampuan dalam memberikan keamanan didalam memanfaatkan
jasa
yang
ditawarkan,
dan
kemampuan
dalam
menanamkan
keparcayaan pelanggan terhadap perusahaan.
4) Empati ( Emphaty )
Yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada
pelanggan, seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan,
kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan
usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan
pelanggannya.
28
5) Berwujud ( Tangible )
Meliputi penampilan fasilitas fisik, seperti : gedung dan ruangan front
office,tersedianya
kenyamanan
tempat
ruangan,
parkir,
kelengkapan
kebersihan,
kerapihan
dan
peralatan
komunikasi
dan
penampilan karyawan.
Dari definisi-definisi dimensi kualitas jasa yang telah disebutkan diatas
maka :
a. Reability diukur melalui :
1. Pemberian pelayanan terhadap pasien secara cepat dan tanggap.
2. Prosedur pengadministrasian serta pembayaran yang tidak sulit.
3. Tindakan yang cepat dan tepat terhadap pemeriksaaan, pengobatan dan
perawatan.
4. Pemeriksaaan laboratorium, kunjungan dokter dan perawatan dijalankan
dengan tepat.
5. Penerimaan hasil pemeriksaan secara cepat dan tepat.
b. Responsiveness diukur melalui :
1. Kesiagaan petugas kesehatan untuk membantu pasien.
2. Petugas memberikan informasi secara jelas dan mudah dimengerti.
3. Prosedur pelayanan yang tidak berbelit-belit.
4. Dokter dan perawat memberikan reaksi yang cepat dan tanggap terhadap
keluhan pasien.
5. Tidak menunggu pelayanan lebih dari 1 jam.
29
c. Assurance diukur melalui :
1. Pengetahuan dan kemampuan para dokter menetapkan diagnosis
penyakit
2. Keterampilan para dokter, perawat dan petugas lainnya dalam bekerja
3. Pelayanan yang sopan dan ramah
4. Adanya jaminan keamanan dan kepercayaan terhadap pelayanan.
d. Emphaty diukur melalui :
1. Memberikan perhatian secara khusus kepada setiap pasien.
2. Kepedulian terhadap kebutuhan dan keinginan pasien.
3. Pemberian pelayanan terhadap semua pasien tanpa pilih-pilih.
4. Tersedianya pelayanan kesehatan 24 jam.
e. Tangibles diukur melalui :
1. Penataan eksterior dan interior ruangan.
2. Kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan.
3. Kelengkapan, kesiapan dan kebersihan alat-alat yang dipakai.
4. Kerapihan dan kebersihan penampilan petugas ( karyawan ).
2.1.5
Penilaian konsumen terhadap kualitas jasa
Berbeda dengan produk, penilaian konsumen terhadap kualitas jasa terjadi
selama proses penyampaian jasa tersebut. Setiap kontak yang terjadi antara penyedia
30
jasa dengan konsumen merupakan gambaran mengenai suatu moment of the truth,
yaitu suatu peluang untuk memuaskan konsumen atau tidak memuaskan konsumen.
Kualitas harus mulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi
pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan pada
sudut pandang atau persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang
atau persepsi pelanggan, karena pelanggan yang mengkonsumsi dan menikmati jasa
yang diberikan oleh perusahaan, sehingga pelanggan juga yang seharusnya
menentukan kualitas jasa yang akan atau telah diterimanya.
Dengan menggunakan kelima dimensi kualitas jasa yang dikemukakan oleh
Gronroos, Parasuraman, Zeithaml yang dikutip oleh Farida Jasfar ( 2002 : 65 ),
menggambarkan bagaimana mekanisme dan ukuran mengenai kualitas jasa dan
konsumen, yang berhubungan dengan persepsi konsumen terhadap kualitas jasa
( consumer’s perceveid service quality ).
31
World of Mouth
Personal Needs
Past Experience
Perceived Service Quality
Dimensions
of
Service Quality
Expected
Service
1. Expectation exceeded
ES < PS ( Quality Surprise )
2. Expectation met
ES ≈ PS ( Satisfactory
Quality)
Reliability
Responsiveness
Assurance
Emphaty
3. Expectation not met
Perceived
Service
ES > PS ( Unacceptable
Quality )
Tangibles
Sumber : Fitzsimmons dan Fitzsimmons sebagaimana yang dikutip oleh Farida
Jasfar ( 2002 : 65 )
Gambar 2.2 Persepsi Konsumen Terhadap Kualitas Jasa
(Consumer’s Perceived Service Quality)
Dalam konteks penilaian kualitas jasa, telah diperoleh kesepakatan bahwa
harapan pelanggan memiliki peranan yang besar sebagai standar perbandingan dalam
evaluasi kualitas maupun kepuasan. Harapan ini terbentuk dari informasi yang
diperoleh melalui teman, keluarga dan lain-lain ( word of mouth ), kebutuhannya
( personal needs ) dan juga pengalamannya mengkonsumsi jasa tersebut pada waktu
lalu ( past experience ).
Yang dimaksud dengan kepuasan konsumen terhadap suatu jasa adalah
perbandingan antara persepsinya terhadap jasa yang diterima dengan harapannya
32
sebelum menggunakan jasa tersebut. Apabila harapannya terlampaui, berarti jasa
tersebut telah memberikan suatu kualitas yang luar biasa dan juga akan menimbulkan
kepuasan yang sangat tinggi ( very satisfy ). Sebaliknya apabila harapannya itu tidak
tercapai, maka diartikan kualitas jasa tersebut tidak memenuhi apa yang
diinginkannya atau perusahaaan tersebut gagal melayani konsumennya. Dan apabila
harapannya sama dengan apa yang diperoleh dapat diartikan bahwa konsumen
tersebut puas ( satisfy ).
2.1.6
Kepuasan Pelanggan
“Kepuasan merupakan fungsi dari persepsi seseorang yang muncul setelah
membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu
produk atau jasa dan harapan-harapannya” (Kotler, 2002). Menurut Simamora (2001),
kepuasan merupakan pernyataan perasaan setelah membandingkan harapan terhadap
produk sebelum membeli dan menghubungkannya dengan kenyataan yang telah di
alami setelah mengkonsumsi produk atau jasa tersebut.
Pelanggan adalah pengguna akhir dari suatu produk atau jasa (Imper and Toffler,
2002). Menurut Rangkuti (2002), pelanggan adalah orang yang menerima jasa yang
berperan sebagai penilai kualitas jasa.
Definisi kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction) yang dikemukakan The
Chartered Management Institute (2003) adalah sebagai berikut: “The Degree to which
customer expectations of a product or service are met or exceeded.” Pendapat diatas
dapat diartikan bahwa kepuasan pelanggan menggambarkan tingkat harapan
33
konsumen terhadap sebuah produk atau jasa yang saling bertemu dan dirasa
memuaskan.
Kepuasan pelanggan adalah persepsi terhadap suatu produk atau jasa yang telah
memenuhi harapannya, pelanggan tidak akan puas bila pelanggan mempunyai
persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi dan pelanggan akan merasa puas jika
persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan (Irawan, 2002). Menurut Tjiptono
(1996), harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang
apa yang akan diterimanya bila pelanggan membeli ataupun mengkonsumsi barang
atau jasa, sedangkan kinerja yang dirasakan merupakan persepsi pelanggan terhadap
apa yang telah diterima setelah mengkonsumsi produk yang dibelinya.
Dari definisi-definisi tersebut dapat dilihat adanya suatu kesamaan makna bahwa
kepuasan pelanggan merupakan suatu perasaan atau penilaian emosional dari
pelanggan atas penggunaan suatu produk barang atau jasa dimana harapan dan
kebutuhan mereka terpenuhi. Penilaian kepuasan bagi pelanggan adalah sebagai
berikut:
a) Jika kinerja atau hasil suatu produk atau jasa tidak mencukupi atau berada
dibawah apa yang diharapkan pelanggan, maka pelanggan tidak akan puas
terhadap produk atau jasa yang ditawarkan.
b) Jika kinerja atau hasil suatu produk atau jasa mencukupi dan berhasil memenuhi
harapan pelanggan, maka pelanggan akan puas terhadap produk atau jasa yang
ditawarkan.
34
c) Jika kinerja atau hasil suatu produk atau jasa telah memenuhi dan ternyata telah
melebihi apa yang diharapkan pelanggan, maka pelanggan amat puas dan senang.
Lebih lanjut Irawan (2002) menyatakan bahwa terdapat lima komponen yang
dapat mendorong kepuasan pelanggan. Komponen-komponen tersebut antara lain:
1). Kualitas produk.
Kualitas produk mencangkup enam elemen, yaitu performance, durability,
feature, reliability, consistency, dan design. Setelah membeli dan menggunakan
produk tersebut, pembeli akan puas bila ternyata kualitas produknya baik.
Contohnya, pelanggan akan puas terhadap televisi yang telah dibelinya bila
mampu menghasilkan suara dan gambar yang baik, tidak cepat rusak dan
desainnya menawan.
2). Harga.
Dalam industri ritel, komponen harga sangat penting karena dinilai mampu
memberikan kepuasan yang relatif besar. Harga yang murah akan memberikan
kepuasan bagi pelanggan yang sensitif terhadap harga karena mereka akan
mendapatkan value for money yang tinggi.
3). Service quality.
Salah satu konsep service quality adalah ServQual. Berdasarkan konsep ServQual
, komponen ini mempunyai banyak dimensi , yaitu reliability, responsiveness,
assurance, emphaty, dan tangible. Disamping itu, Service Quality sangat
tergantung dari tiga faktor, yaitu sistem, teknologi, dan manusia.
35
4). Emotional factor.
Kepuasan yang diperoleh pada saat menggunakan suatu produk (mobil, kepuasan,
pakaian, dan sebagainya) yang berhubungan dengan gaya hidup. Kepuasan
pelanggan didasari atas rasa bangga, rasa percaya diri, simbol sukses, bagian dari
kelompok orang penting, dan sebagainya. Contohnya, sesorang akan merasa
bangga dan percaya diri setelah mengendarai mobil yang memiliki brand image
yang baik.
5). Kemudahan.
Komponen ini berhubungan dengan biaya untuk memperoleh produk atau jasa.
Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman dan efisien dalam
mendapatkan produk atau pelayanan.
Untuk perusahaan-perusahaan yang berfokus pada pelanggan, kepuasan
pelanggan adalah sasaran sekaligus alat pemasaran dari perusahaan tersebut, karena
perusahaan-perusahaan yang mencapai tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi akan
berusaha memastikan bahwa target market mereka mengetahuinya.
Secara umum, kualitas adalah dimensi yang global dan relatif tidak sensitif
terhadap perbedaan segmen. Karena itu, bila ingin membangun total kepuasan
pelanggan dalam jangka panjang, komitmen terhadap kualitas akan memberikan payoff yang setimpal (Irawan, 2003). Menurut Barsky (1992), kepuasan pelanggan
merupakan salah satu kunci keberhasilan bisnis. Hal ini dikarenakan dengan
memuaskan konsumen, suatu perusahaan dapat meningkatkan tingkat keuntungannya
dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas.
36
2.2
Kerangka Pikiran
Usaha suatu perusahaan agar dapat terus survive di pasar, harus dapat
memelihara dan meningkatkan kepuasan kepada seluruh stakeholdernya. Salah satu
stakeholder terpenting yang harus mampu dipuaskan adalah pelanggan, karena
merekalah yang mampu memberikan revenue dan profit untuk perusahaan. Dalam
industri jasa rumah sakit, pasien adalah pelanggan mereka. Kepuasan pelanggan
dapat dicapai bila layanan yang diharapkan atau tingkat kepentingan pelanggan sesuai
dengan pelaksanaan atau kinerja yang telah dilakukan perusahaan. Oleh karena itu,
perusahaan harus senantiasa memperhatikan berbagai atribut-atribut jasa yang
dianggap penting oleh pelanggan, agar mereka puas dan terus menggunakan penyedia
jasa tersebut.
Perusahaan jasa harus menyediakan produk yang bagus dan dibutuhkan
pelanggan serta memberikan jasa atau pelayanan yang terbaik untuk memuaskan para
pelanggannya.
Didalam industri jasa, pelanggan akan menilai keseluruhan jasa melalui kedua
faktor diatas, yaitu : kualitas produk fisik dan kualitas jasa. Mengabaikan salah satu
dari kedua faktor diatas akan membuat bisnis tidak akan berhasil.
Sebuah perusahaan yang sudah maju dan terpercaya dituntut oleh para
pelanggannya untuk dapat selalu memberikan pelayanan yang memuaskan.
Untuk menilai kualitas jasa tersebut, berarti harus melakukan penilaian terhadap jasa
yang diberikan oleh perusahaan dan jasa dinilai oleh pelanggan lewat kualitas dari
jasa tersebut.
37
Menurut Parasuraman, Zeithaml, kualitas jasa dapat dievaluasi ke dalam lima
dimensi, yaitu:
1) Reliability ( kehandalan )
2) Responsivesss ( daya tanggap )
3) Assurance ( jaminan )
4) Emphaty ( empati )
5) Tangible ( berwujud )
Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi
pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan pada
sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut
pandang atau persepsi pelanggan, karena pelanggan yang mengkonsumsi dan
menikmati jasa yang diberikan oleh perusahaan, sehingga pelanggan juga yang
seharusnya menentukan kualitas jasa yang akan atau telah diterimanya.
R e lia b ility
A s s u ra n c e
T a n g ib le
K e p u a sa n
P a s ie n
E m p a th y
R e s p o n s iv e n e s s
Variabel Independen
Variabel Dependen
Gambar 2.3 Hubungan Antar Variabel Dalam Penelitian
38
Dari gambar di atas, dapat kita lihat bahwa segala perubahan yang akan terjadi
baik peningkatan maupun penurunan intensitas dari faktor reliability, assurance,
tangible, empathy maupun responsiveness akan mempengaruhi kepuasan pasien.
Melalui persepsi dari pasien inilah kita dapat mengetahui dari kelima faktor
tersebut yang mempengaruhi kepuasan pasien di Rumah Sakit Kanker “ Dharmais”.
Besar kecilnya pengaruh faktor-faktor tersebut dapat dirumuskan ke dalam suatu
persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + … + bnXn
Keterangan : Y = Variabel tak bebas
X = Variabel bebas
a = Nilai konstan, yang merupakan nilai Y bila X = 0
b = Koefisien regresi
Persamaan regresi di atas berarti bila nilai X meningkat, maka nilai Y juga
meningkat, dan sebaliknya jika nilai X menurun maka nilai Y juga menurun
dengan kata lain nilai Y berbanding lurus dengan nilai X.
2.3
Hipotesis
Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengujian hipotesis dengan uji asosiasi
(hubungan) yang kemudian selanjutnya dapat dikategorikan ke dalam hubungan
39
kolerasional dan hubungan sebab-akibat. Dalam uji asosiasi (hubungan) ini yang
dilakukan adalah hubungan antara satu variabel dengan variabel penelitian yang lain
yang dapat berupa hubungan korelasinal dan hubungan sebab-akibat. Tujuan
pengujian hipotesis ini dilakukan untuk menentukan apakah jawaban teoritis yang
terkandung dalam pernyataan hipotesis didukung oleh fakta yang dikumpulkan dan
dianalisis dalam proses pengujian data.
Untuk menguji keseluruhan dari variabel independen di dalam persamaan
regresi di atas, maka dilakukan uji F dengan menggunakan tingkat alpha 0.05 dan
derajat bebas k dan n-k-1.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
H0 : Tidak ada variabel yang berpengaruh
H1 : Minimal 1 variabel yang berpengaruh
Sehingga dengan demikian kesimpulan yang diharapkan dari uji F ini adalah
tolak H0, dengan kondisi :
F hitung > F tabel (α, v1, v2)
Keterangan :
α = 0.05
v1 = k = jumlah variabel dependen
v2 = n – k – 1 (n = jumlah responden)
Jika menerima H0, maka tidak ada variabel independen yang memiliki pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap variabel dependen, tetapi sebaliknya jika
40
menolak H0, berarti minimal 1 variabel independen yang berpengaruh positif dan
signifikan terhadap variabel dependen.
Karena uji F hanya digunakan untuk menunjukkan pengaruh secara signifikan
variabel-variabel independen secara berkelompok terhadap variabel dependen,
sehingga dengan demikian setelah melakukan uji F, maka dilakukan juga uji t yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang signifikan secara individu dari setiap
variabel independen dalam persamaan regresi. Hipotesis yang digunakan adalah :
H0 : βi = 0 (berarti tidak ada hubungan)
H1 : βi ≠ 0 (berarti ada hubungan)
Uji t pada penelitian ini menggunakan tingkat alpha (α) 0.10 dan dengan degree of
freedom atau derajat bebas (df) n – k – 1. Uji t ini dilakukan tiap kali ada penambahan
variabel independen ke dalam persamaan regresi. Sehingga dengan demikian, maka
kesimpulan yang diharapkan dari uji t ini adalah tolak H0, dengan kondisi :
t hitung > t tabel (α/2, n – k – 1)
Jika hasil yang diperoleh adalah menerima H0, berarti tidak ada variabel
independen yang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel
dependen, dan sebaliknya jika hasil yang diperoleh adalah menolak H0, berarti
variabel independen dalam persamaan secara individu memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap variabel dependen.
Download