BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara diperlukan suatu standar. Standar pemeriksaan keuangan
negara adalah amanat dari UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan
pasal 9 ayat (1) huruf e UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan. Standar Pemeriksaan diperlukan untuk menjaga
kredibilitas serta profesionalitas dalam pelaksanaan maupun pelaporan
pemeriksaan baik pemeriksaan keuangan, kinerja, serta pemeriksaan
dengan tujuan tertentu. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ditetapkan
dengan Peraturan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Nomor 1 Tahun
2007 yang berlaku sejak 7 Maret 2007. SPKN (Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara)
ini
berlaku untuk
semua pemeriksaan
yang
dilaksanakan terhadap entitas, program,kegiatan serta fungsi yang
berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan
Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan. SPKN (Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara) berlaku bagi BPK (Badan Pemeriksa
Keuangan) atau akuntan publik serta pihak lain yang diberi amanat untuk
melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
1
2
maupun keuangan daerah atas nama BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara) juga dapat menjadi acuan
bagi aparat pengawasan internal pemerintah maupun pihak lain dalam
penyusunan standar pengawasan sesuai kedudukan, tugas, dan fungsinya.
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara memuat persyaratan
profesional pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan
laporan pemeriksaan yang profesional. Pelaksanaan pemeriksaan yang
didasarkan pada Standar Pemeriksaan akan meningkatkan kredibilitas
informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang diperiksa
melalui pengumpulan dan pengujian bukti secara obyektif. Apabila
pemeriksa melaksanakan pemeriksaan dengan cara ini dan melaporkan
hasilnya sesuai dengan Standar Pemeriksaan maka hasil pemeriksaan
tersebut akan dapat mendukung peningkatan mutu pengelolaan dan
tanggung
jawab
keuangan
negara
serta
pengambilan
keputusan
Penyelenggara Negara. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara juga merupakan salah satu unsur penting dalam rangka
terciptanya akuntabilitas publik. Tujuan SPKN (Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara) adalah untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa
dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas
pengelolaan
dan
tanggung
jawab
keuangan
negara.Pemeriksaan
Pengeloaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dalam rangka
mewujudkan akuntabilitas publik adalah bagian dari reformasi bidang
keuangan negara yang dimulai sejak tahun 2003. Pengertian pengelolaan
3
dan tanggung jawab keuangan negara mencakup akuntabilitas yang harus
diterapkan semua entitas oleh pihak yang melakukan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Akuntabilitas diperlukan untuk dapat
mengetahui pelaksanaan program yang dibiayai dengan keuangan negara,
tingkat kepatuhannya terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, serta untuk mengetahui tingkat kehematan, efisiensi, dan
efektivitas dari program tersebut. Setiap pemeriksaan dimulai dengan
penetapan
tujuan
dan
penentuan
jenis
pemeriksaan
yang
akan
dilaksanakan serta standar yang harus diikuti oleh pemeriksa. Jenis
pemeriksaan yang diuraikan dalam SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara) meliputi; pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan keuangan adalah
pemeriksaan atas laporan keuangan. Pemeriksaan keuangan tersebut
bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable
assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam
semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pemeriksaan kinerja adalah
pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas
pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek
efektivitas.
SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara) merupakan
patokan bagi pemeriksa. Pemeriksa adalah profesi yang bernaung dibawah
4
organisasi pemeriksa. Organisasi pemeriksa dijalankan oleh manajemen
organisasi. Inilah karakter khusus dari suatu organisasi pemeriksa sebagai
organisasi profesi yaitu dibangun dengan dualisme jalur. Jalur pertama
yang menjalankan peran utama keberadaan organisasi selanjutnya kita
sebut sebagai jalur profesi, sedangkan jalur kedua adalah jalur pengerak
atau manajemen organisasi yang selanjutnya kita sebut sebagai jalur
struktur. Kedua jalur ini jelas berbeda namun tetap saling beririsan
sehingga sulit untuk dipisahkan ibarat seperti dua sisi mata uang. Namun,
ketika dua jalur ini sudah berbaur dan tidak lagi dapat dibedakan maka
organisasi profesi berada pada titik kronis. Lahirnya SPKN (Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara) diperuntukkan bagi BPK (Badan
Pemeriksa Keuangan). BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) merupakan
organisasi Profesi. Dengan demikian baik jalur profesi dan jalur struktur
yang ada di BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) harus mengacu pada
SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara). Peruntukkan menjadikan
SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara) sebagai patokan diantara
dua jalur ini jelas sangat berbeda. Bagi jalur profesi, SPKN (Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara) jelas menjadi patokannya dalam
melaksanakan tugas pemeriksaan. Namun bagi jalur struktur, SPKN
(Standar Pemeriksaan Keuangan Negara) ini harus dijadikan patokan
untuk mengarahkan kegiatannya agar dapat mendukung dan menunjang
tugas utama organisasi yaitu pemeriksaan. Dengan demikian, SPKN
(Standar Pemeriksaan Keuangan Negara) haruslah menjadi poros dalam
5
gerak sentrifugal yang harus terbentuk dari semua elemen organisasi BPK
(Badan Pemeriksa Keuangan ) yang tugas utamanya sebagai pemeriksa
keuangan negara. Gerak sentrifugal yang terbentuk jelas merupakan daya
dorong kemajuan organisasi yang luar biasa menuju visi BPK (Badan
Pemeriksa Keuangan). Hanya dengan arah tujuan yang sama maka visi itu
tidak hanya sebagai mimpi. Nafas ini dirasakan dalam substansi SPKN
(Standar Pemeriksaan Keuangan Negara). SPKN (Standar Pemeriksaan
Keuangan negara) menyatakan bahwa penanggung jawab pemeriksaan
keuangan adalah pemeriksa yang memilki sertifikasi keahlian yang diakui
secara profesional. Dengan demikian, penangung jawab pemeriksa
bukanlah pihak yang berada dalam jalur struktur tetapi dalam jalur profesi.
Hasil pemeriksaan keuangan yang telah ditandatangani oleh penangung
jawab pemeriksaan tersebut tidak dapat didistribusikan apabila tidak
masuk ke dalam jalur struktur organisasi. Oleh karenaya yang memiliki
peran sebagai penambah nilai atas hasil pemeriksaan adalah apabila dapat
didistribuskan kepada pihak yang akan menindaklanjutinya. Itulah peran
surat pendistribusian yang diterbitkan oleh pihak jalur struktur. Untuk
menerbitkan surat pendistribusian atau surat keluar itu tentunya perlu
mekanisme organisasi yang dijalankan untuk tujuan itu. Ini menunjukkan
bahwa SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara) harus digunakan
oleh semua elemen organisasi BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan BPK Nomor 01 Tahun 2007
tersebut.
6
Hal yang terpenting dari sebuah proses penyusunan SPKN (Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara) bukanlah terletak pada kualitas SPKN nya
melainkan terletak pada kesuksesan dalam penerapannya. Oleh karenanya
segala kegiatan yang dapat memungkinkan terlaksananya SPKN (Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara) ini secara benar dan konsekuen harus
dilakukan. Inilah tugas kita bersama. Untuk impelementasi itulah
dibutuhkan pemahaman yang utuh dan tidak parsial atas SPKN (Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara). Media sederhana yang dapat dilakukan
untuk memulai suatu pemahaman terhadap SPKN (Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara) adalah melalui sosialisais. Namun, sosialisais selalu
tidak berjalan efektif karena hanya sekedar penyampaian. Untuk itu, perlu
dibuat suatu sosialisasi yang dapat membuat pihak memahami makna
SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara) tersebut sehingga tahu
apa yang akan dilaksanakan. Sosialisasi tidak hanya diperuntukkan bagi
(1) auditor BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang bertujuan agar SPKN
(Standar Pemeriksaan Keuangan Negara) dapat diaplikasikan dalam
pemeriksaan sehingga outputnya sesuai SPKN (Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara); (2) audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) bertujuan
untuk membantu audit agar dapat membantu dalam memahami hasil
pemeriksaan Auditor BPK; (3) akademisi/ profesi/ dan pemerhati
bertujuan untuk mendapat masukan dalam pengembangan baik bersifat
koreksi maupun bersifat beradaptasi dengan kondisi terkini. Dengan
sinergisitas hasil sosialisasi ketiga pihak tersebut secara baik maka kualitas
7
pemeriksaan BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan – Republik Indonesia)
yang bernilai tambah bagi pihak yang diperiksa dapat terwujud. Ingat
pemeriksan bernilai tambah ditentukan oleh tiga faktor dari baiknya
kualitas (1) hasil pemeriksaan; (2) kemampuan untuk memahami hasil
pemeriksaan; (3) tindak lanjut atas hasil pemeriksan setelah diadaptasikan
dengan kondisi. Selain itu, penerapan atas SPKN (Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara) kadang memungkinkan terjadi pebedaan interpretasi
dalam memahami SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara). Dari
semua perbedaan yang terjadi maka pendapat atau interpretasi pihak
penyusunanlah yang harus diunggulkan. Oleh karenanya diterbitkan
interpretasi atas SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara).
Terhadap kondisi yang sedang berkembang dan belum diatur dalam SPKN
(Standar Pemeriksaan Keuangan Negara), sambil menunggu perbaikan
atau tambahan untuk SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara),
dapat dibuatkan dulu Buletin atas hal ini.
Dari hasil uraian diatas peneliti bertujuan menguji secara empiris
apakah ada perbedaan antara aturan dalam SPKN (Standar Pemeriksaan
Keuanga Negara) dengan praktik yang dilakukan auditor dalam sebuah
program audit kinerja dan audit kepatuhan. Pada penelitian sebelumnya
Oktarika Ayoe Sandha (2008) telah melakukan penelitian tentang Program
Audit Kinerja Berbasis SPKN, dan penelitian itu menunjukan bahwa
adanya perbedaan antara praktik penyusunan audit kinerja oleh auditor
dengan peraturan yang ada dalam SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan
8
Negara). Dengan berdasarkan acuan penelitian sebelumnya, peneliti ingin
lebih memfokuskan penelitian ini kepada auditor yang berkerja di BPK RI
perwakilan propinsi DKI Jakarta. Apakah auditor yang berkerja di BPK RI
perwakilan propinsi DKI Jakarta telah menerapkan audit kinerja dan audit
kepatuhan yang diterbitkan oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yaitu
SPKN (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara). Berdasarkan uraian di
atas penelitian ini ingin mengambil judul Program Audit Kinerja dan
Audit Kepatuhan Berbasi SPKN.
B. Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah dipaparkan, sebelumnya
penulis akan mengidentifikasi masalah sebagai berikut.
1. Bagimana auditor pada BPK RI perwakilan propinsi DKI Jakarta
dalam menerapkan audit kinerja berbasis SPKN?
2. Bagaimana auditor pada BPK RI perwakilan propinsi DKI Jakarta
dalam menerapkan audit kepatuhan berbasis SPKN?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada identifikasi masalah sebelumnya, tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh perbedaan antara aturan
dalam SPKN dengan praktik yang dilakukan auditor BPK RI
perwakilan propinsi DKI Jakarta dalam melakukan audit kinerja.
9
2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh perbedaan antara aturan
dalam SPKN dengan praktik yang dilakukan auditor BPK RI
perwakilan propinsi DKI Jakarta dalam melakukan audit
kepatuhan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diambil dari penelitian ini adalah.
1. Bagi peneliti.
Berharap
penelitian
ini
dapat
memberikan
sumbangan informasi kepada seluruh entitas pemeriksa dalam
melakukan pemeriksaan keuangan dan sebagai acuan bagi penulis
berikutnya.
2. Bagi pembaca. Berharap penelitian ini dapat membantu pembaca
bila ingin tahu lebih dalam tentang cara dan kerangka kinerja yang
dilakukan auditor dalam melakukan audit kinerja.
3. Bagi pemeriksa. Agar dapat mempertahankan dan memperluas
kepercayaan publik atau pengelola perusahaan baik Negara
ataupun Swasta harus melaksanakan seluruh tanggung jawab
profesionalnya dengan drajad integritas yang tinggi. Pemeriksa
harus professional, objektif, berdasarkan fakta dan tidak berpihak.
Pemeriksa harus bersikap jujur dan terbuka kepada entitas yang
diperiksa dan para pengguna laporan hasil pemeriksa dalam
melakukan hasil pemeriksaannya.
Download