BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Uraian - USU-IR

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi habitat, nama daerah, nama asing, morfologi
tumbuhan, sistematika tumbuhan serta kandungan kimia dan kegunaan dari
tumbuhan.
2.1.1 Daerah Tumbuh
Gaharu (Aquilaria malaccencis Lamk.) umumnya tumbuh di hutan tropis.
Tumbuhan ini secara dominan tumbuh di Papua. Daerah lainnya yaitu di Maluku,
Sulawesi, Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara. Gaharu juga ditemukan di
negara lain yaitu di Pakistan, Srilanka, Myanmar, Laos, Vietnam, Thailand,
Kamboja, Malaysia, Filipina dan Cina Selatan (Setyaningrum dan Saparinto,
2014).
Gaharu disebut juga garu merupakan hasil tanaman yang mendunia.
Gaharu mempunyai beberapa nama seperti, eaglewood (Amerika), aloeswood
(Inggris), jinkoh (Jepang) dan oud (Arab). Pohon ini dapat tumbuh di daerah
dengan suhu udara 24-32oC, kelembapan udara 80-90% dan curah hujan 1.0001.500 mm/tahun. Pohon gaharu dapat tumbuh pada dataran rendah hingga dataran
tinggi (Setyaningrum dan Saparinto, 2014).
2.1.2 Nama Daerah
Papua
: Mengkaras
Lampung
: Halim
(Setyaningrum dan Saparinto, 2014).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Nama Asing
Amerika
: Eaglewood
Inggris
: Aloeswood
Jepang
: Jinkoh
Arab
: Aud
(Setyaningrum dan Saparinto, 2014).
2.1.4 Sistematika Tumbuhan
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Sub kelas
: Dialypetalae
Bangsa
: Myrtales
Suku
: Thymelaceae
Marga
: Aquilaria
Jenis
: Aquilaria malaccencis Lamk.
(Tarigan, 2004).
2.1.5 Morfologi Tumbuhan
Gaharu (Aquilaria malaccencis Lamk.) merupakan pohon yang mampu
menghasilkan resin beraroma khas gaharu. Batang pohon keras dengan ketinggian
hingga 40 m dengan lingkar batang pohon sekitar 60 cm. Ciri daun berukuran
panjang 5-8 cm dan lebar 3-4 cm. Bentuk daunnya lonjong memanjang dengan
ujung daun meruncing. Warna daunnya hijau mengkilap. Bunga tumbuh pada
ketiak daun atau ujung ranting. Buahnya berbentuk lonjong dengan ukuran
Universitas Sumatera Utara
panjang 5 cm dan lebar 3 cm. Biji buahnya berbentuk bulat yang terlapisi dengan
bulu halus berwarna kemerahan (Setyaningrum dan Saparinto, 2014).
2.1.6 Kegunaan
Gaharu dimanfaatkan bagian batang, kulit batang dan daun. Bagian batang
dapat dimanfaatkan sebagai dupa dan kayu untuk tasbih. Bagian daun, kulit
batang dan akar gaharu telah digunakan sebagai bahan pengobatan malaria. Di
Papua daun gaharu dimanfaatkan untuk menghaluskan kulit. Negara lain seperti
Jepang, Amerika, Singapura dan Korea juga memanfaatkan gaharu sebagai bahan
obat hepatitis, pembengkakan liver dan hipertensi (Setyaningrum dan Saparinto,
2014).
2.2 Uraian Kandungan Kimia Tumbuhan
2.2.1 Alkaloida
Alkaloida merupakan senyawa yang bersifat basa mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloida
mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga banyak yang diantaranya
digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harbone, 1987).
2.2.2 Flavonoid
Golongan flavonoid memiliki kerangka karbon yang terdiri atas dua gugus
C 6 (cincin benzena tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon.
Digambarkan sebagai deretan senyawa C 6 -C 3 -C 6 (Robinson, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Gambar kerangka flavonoid
Efek flavonoid dalam tumbuhan dapat dipakai dalam pengobatan.
Flavonoid bekerja sebagai inhibitor terhadap beberapa enzim. Flavonoid memiliki
komponen aktif yang digunakan untuk mengobati gangguan fungsi hati.
Flavonoid juga berperan sebagai antihipertensi karena menghambat enzim
pengubah angiotensin (Robinson, 1995).
2.2.3 Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang
menyerupai sabun (bahasa latin sapo berarti sabun). Saponin tersebar luas diantara
tumbuhan tinggi. Saponin merupakan senyawa berasa pahit, menusuk,
menyebabkan bersin dan mengakitbatkan iritasi terhadap selaput lendir. Saponin
adalah senyawa aktif permukaan yang menimbulkan busa jika dikocok. Dalam
larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk hewan berdarah dingin
dan tumbuhan yang mengandung saponin digunakan sebagai racun ikan
(Robinson, 1995).
2.2.4 Tanin
Tanin merupakan senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol
yang terdapat dalam tumbuhan, mempunyai rasa pahit dan memiliki kemampuan
menyamak kulit. Tanin banyak terdapat dalam tumbuhan, yaitu tumbuhan
angiospermae terdapat dalam jaringan kayu. Fungsi tannin dalam tumbuhan
adalah sebagai penolak herbivora karena rasanya yang pahit (Harborne, 1987).
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Glikosida
Glikosida adalah suatu golongan senyawa kimia yang bila dihidrolisis
akan terurai menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin).
Umumnya glikosida mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis
oleh asam memerlukan panas, sedangkan hidrolisis oleh enzim tidak memerlukan
panas (Sirait, 2007).
Berdasarkan ikatan antara gllikon dan aglikon, glikosida dapat dibedakan
menjadi (Sirait, 2007):
a. Tipe O-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui
jembatan O. Contoh: dioscin
b. Tipe S-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui jembatan
S. Contoh: sinigrin
c. Tipe N-glikosida, ikatan antara bagian dari glikon dengan aglikon melalui
jembatan N. Contoh: adenosine
d. Tipe C-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui
jembatan C. Contoh: barbaloin
2.2.6 Glikosida antrakuinon
Golongan kuinon alam terbesar adalah antrakuinon. Beberapa antrakuinon
merupakan zat warna penting dan berkhasiat sebagai pencahar. Pada prinsipnya
antrakuinon memiliki paling sedikit 2 gugus hidroksil fenolis pada atom C no.1
dan no.8 atau no.3. Keluarga tumbuhan yang kaya akan senyawa jenis ini adalah
Rubiaceae,
Rhamnaceae,
Polygonaceae,
Caesalpiniaceae
dan
Liliaceae.
Antrakuinon biasanya berupa senyawa kristal bertitik leleh tinggi, aglikonnya
Universitas Sumatera Utara
larut dalam pelarut organik, senyawa ini berwarna merah, kuning atau coklat,
dalam larutan basa membentuk warna violet (Robinson, 1995).
2.2.7 Steroid/triterpenoid
Steroid
adalah
triterpen
yang
kerangka
dasarnya
sistem cincin
siklopentana perhidrofenantren. Dahulu steroid dianggap sebagai senyawa satwa
(digunakan sebagai hormon kelamin, asam empedu) tetapi pada tahun-tahun
terakhir ini makin banyak senyawa steroid yang ditemukan dalam jaringan
tumbuhan (Robinson, 1995).
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C 30 asiklik,
yaitu skualen. Senyawa tersebut mempunyai struktur siklik yang relatif kompleks,
kebanyakan merupakan suatu alkohol, aldehid atau asam karboksilat (Harbone,
1987).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari
jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahanbahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan
tertentu (Harbone, 1987).
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Depkes, 2000) yaitu:
A. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.
Universitas Sumatera Utara
Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut maserasi
kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut
remaserasi.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu
baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada
temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaban bahan, tahap
perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan
ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali
jumlah bahan yang diekstraksi.
B. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan
pada temperatur 40-50o.
3. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang
selalu baru, dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Universitas Sumatera Utara
4. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
tempratur 90oC selama 15 menit.
5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90oC selama 30 menit.
2.4 Fraksinasi
Fraksinasi merupakan suatu prosedur untuk memisahkan golongan
senyawa kimia berdasarkan perbedaan tingkat kepolarannya. Apabila pelarut
bersifat polar maka senyawa yang terekstraksi akan bersifat polar. Jika digunakan
pelarut non polar misalnya n-heksana maka senyawa yang terekstraksi bersifat
non polar (Robinson, 1995).
2.5 Isolasi Senyawa Kimia
Isolasi senyawa kimia dari bahan alam adalah suatu usaha untuk
memisahkan senyawa yang bercampur sehingga diperoleh senyawa tunggal.
Isolasi senyawa kimia ini dilakukan dengan kromatografi (Robinson, 1995).
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan
perpindahan dari komponen-komponen senyawa diantara dua fase yaitu fase diam
(dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau zat
cair) (Depkes, 1995).
Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan
dengan menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi atau gabungan
teknik tersebut. Keempat teknik kromatografi itu adalah: kromatografi kertas
Universitas Sumatera Utara
(KKt), kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas cair (KGC), dan
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Pemilihan teknik kromatografi sebagian
besar bergantung pada sifat kelarutan dan keatsirian senyawa yang akan dipisah
(Harborne, 1987).
2.5.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan campuran analit
dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng kromatografi lalu melihat
komponen/analit yang terpisah dengan penyemprotan atau pengecatan (Stahl,
1985).
Lapisan pemisah terdiri atas berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada
penyangga berupa plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang
akan dipisah berupa larutan yang ditotolkan baik berupa bercak ataupun pita,
setelah plat atau lapisan dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler (pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna
harus diamati di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm (Stahl, 1985).
Pendeteksian bercak hasil pemisahan dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Untuk senyawa tak berwarna cara yang paling sederhana adalah dilakukan
pengamatan dengan sinar ultraviolet. Beberapa senyawa organik bersinar atau
berfluorosensi jika disinari dengan sinar ultraviolet gelombang pendek (254 nm)
atau gelombang panjang (366 nm), jika dengan cara itu senyawa tidak dapat
dideteksi maka harus dicoba disemprot dengan pereaksi yang membuat bercak
tersebut tampak yaitu pertama tanpa pemanasan, kemudian bila perlu dengan
pemanasan (Gritter, et al., 1991; Stahl, 1985).
Universitas Sumatera Utara
a.
Fase diam (lapisan penyerap)
Kromatografi lapis tipis, fase diam berupa lapisan tipis yang terdiri atas
bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya
terbuat dari kaca, dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan melekat
pada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau
amilum (Gritter, et al., 1991).
Dua sifat penyerap yang penting adalah ukuran partikel dan fase diam
yang digunakan dalam KLT merupakan penyerap berukuran kecil dengan
diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase
diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja
KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya. Penyerap yang paling sering
digunakan adalah silika gel dan serbuk selulosa (Gandjar dan Rohman, 2012).
b.
Fase gerak (pelarut pengembang)
Fase gerak ialah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa
pelarut, jika diperlukan sistem pelarut multi komponen, harus berupa suatu
campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen
(Stahl, 1985).
Pemisahan pada KLT dikendalikan oleh rasio distribusi komponen dalam
sistem fase diam/penyerap dan eluen tertentu. Profil pemisahan pada KLT dapat
dimodifikasi dengan mengubah rasio distribusi dengan mengubah komposisi fase
gerak dengan memperhatikan polaritas dan kekuatan elusinya (Gandjar dan
Rohman, 2012).
Universitas Sumatera Utara
c.
Harga Rf
Mengidentifikasi noda-noda dalam kromatografi lapis tipis sangat lazim
menggunakan harga Rf (Retordation Factor) yang didefinisikan sebagai:
Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awal__
Jarak garis depan pelarut dari titik awal
Harga Rf beragam mulai dari 0 sampai 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga
Rf
adalah: a. struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan, b. sifat
penyerap, c. tebal dan kerataan dari lapisan penyerap, d. pelarut dan derajat
kemurniannya, e. derajat kejenuhan uap pengembang dalam bejana, f. teknik
percobaan, g. jumlah cuplikan yang digunakan, h. suhu dan i. kesetimbangan
(Sastrohamidjojo, 1985).
2.5.2 Kromatografi kolom
Kromatografi cair yang dilakukan di dalam kolom besar merupakan
metode kromatografi terbaik untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar
(lebih dari 1 g), kadang-kadang cara ini disebut kromatografi cair preparatif (KCP
= PLC). Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan berupa pita
pada bagian atas kolom penyerap yang berada pada tabung kaca, tabung logam
atau tabung plastik. Pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom, karena
aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita
senyawa bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan
dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom (Sastrohamidjojo, 1985).
2.5.3 Kromatografi lapis tipis preparatif
Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu metode
pemisahan dengan menggunakan peralatan sederhana. Ketebalan penyerap yang
sering dipakai adalah 0,5-2 mm, ukuran plat kromatografi biasanya 20x20 cm.
Universitas Sumatera Utara
Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah
bahan yang dapat dipisahkan dengan KLT preparatif. Penyerap yang umum
digunakan adalah silika gel (Hostettmann, et al., 1995).
Penotolan cuplikan dilakukan dengan melarutkan cuplikan dalam sedikit
pelarut. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan jarak sesempit mungkin karena
pemisahan tergantung pada lebar pita. Penotolan dapat dilakukan dengan pipet
tetapi lebih baik dengan penotol otomatis. Pelarut yang baik untuk melarutkan
cuplikan adalah pelarut yang atsiri. Pengembangan plat KLT preparatif dilakukan
dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap
jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan kertas saring yang diletakkan
berdiri disekeliling permukaan bagian dalam bejana (Hostettmann, et al., 1995).
Kebanyakan penyerap KLT preparatif mengandung indikator fluorosensi
yang mebantu mendeteksi letak pita yang terpisah pada senyawa yang menyerap
sinar ultraviolet. Untuk mendeteksi senyawa yang tidak menyerap sinar ultraviolet
yaitu dengan cara menutup plat dengan sepotong kaca lalu menyemprot kedua sisi
dengan penyemprot (Hostettmann, et al., 1995).
2.6 Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan
spektrofotometer. Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur
energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Sastrohamidjojo, 1985).
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Spektrofotometri UV
Spektrum UV adalah suatu gambaran yang menyatakan hubungan antara
panjang gelombang atau frekuensi serapan terhadap intensitas serapan
(transmitansi atau adsorbansi). Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah
spektrum UV tergantung pada struktur elektronik dari molekul yang
bersangkutan. Spektrum UV dan sinar tampak dari senyawa-senyawa organik
berkaitan erat dengan transisi-transisi antara dua tingkat energi elektronik molekul
tersebut (Sastrohamidjojo, 1985).
Penyerapan radiasi UV terjadi melalui eksitasi elektron dalam suatu
molekul obat ke level energi yang lebih tinggi. Transisi ini terjadi dari keadaan
vibrasional bawah dalam keadaan elektronik dasar suatu molekul ke salah satu
level vibrasional apapun dalam keadaan elektronik tereksitasi. Transisi dari energi
keadaan dasar tunggal ke salah satu dari sejumlah keadaan tereksitasi memberikan
spektrum UV yang lebar (Gandjar dan Rohman, 2012).
Pelarut yang banyak digunakan untuk spektrofotometri sinar UV adalah
etanol 95% karena kebanyakan golongan senyawa larut dalam pelarut tersebut.
Alkohol absolut komersial harus dihindari karena mengandung benzena yang
dapat menyerap di daerah sinar UV pendek.Pelarut yang sering digunakan ialah
air, etanol, methanol, n-heksana, eter minyak bumi dan eter (Harborne, 1987).
2.6.2 Penggunaan pereaksi geser (shift reagent) dalam spektrofotometri UV
Spektrofotometri serapan UV dengan penggunaan pereaksi geser (shift
reagent) merupakan cara yang digunakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi
jenis flavonoid. Kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat
ditentukan dengan menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan dan
Universitas Sumatera Utara
diamati pergeseran puncak serapan yang terjadi. Spektrum flavonoud ditentukan
dalam pelarut metanol atau etanol. Spektrum khas terdiri dari 2 pita absorpsi
maksimum, yaitu pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Pita
I menunjukkan absorpsi sistem sinamoil pada cincin B dan pita II menunjukkan
absorpsi sistem benzoil pada cincin A (Markham, 1985).
2.6.3 Spektrofotometri IR
Spektroskopi IR merupakan teknik analisis yang sangat popular untuk
analisis berbagai jenis sampel, baik sampel produk farmasetik, makanan, cairan
biologis maupun sampel lingkungan. Sebagaimana jenis absorpsi energi yang lain,
molekul-molekul dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi ketika molekulmolekul ini menyerap radiasi inframerah. Hanya frekuensi (energi) tertentu dari
radiasi inframerah yang dapat diserap oleh suatu molekul. Supaya molekul dapat
menyerap radiasi inframerah, maka molekul tersebut harus mempunyai gambaran
spesifik, yakni momen dipol molekul harus berubah selama vibrasi (Gandjar dan
Rohman, 2012).
Kenyataan yang menunjukkan bahwa banyak gugus fungsi dapat
diidentifikasi dengan menggunakan frekuensi getaran khasnya mengakibatkan
spektrofotometri inframerah merupakan cara paling sederhana dan paling
terandalkan dalam menentukan golongan senyawa yang terkandung dalam suatu
molekul (Harbone, 1987).
Universitas Sumatera Utara
Download