BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - USU-IR

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Rumput laut tergolong tumbuhan berderajat rendah, umumnya tumbuh
melekat pada substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang, maupun daun
sejati. Tetapi hanya menyerupai batang yang disebut talus. Rumput laut
tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu,
dan benda keras lainnya. Selain benda mati, rumput laut pun dapat melekat
pada tumbuhan lain secara epifitik (Anggadiredja, dkk., 2010).
2.1.1 Habitat dan sebaran rumput laut
Alga hijau dan alga hijau biru banyak yang hidup dan berkembang di
air tawar. Sedangkan alga coklat (kelp/rockweed) dan alga merah hampir
secara eksklusif sebagai habitat laut dan kelompok ini yang lebih banyak
dikenal sebagai rumput laut atau seaweed (Winarno, 1990). Turbinaria sp.
tersebar luas di Indonesia, tumbuh di perairan yang terlindung maupun yang
berombak besar pada habitat batu (Aslan, 1998). Rumput laut jenis ini mampu
tumbuh pada substrat batu karang di daerah berombak. Indikator jenis untuk
jenis ini antara lain Turbinaria sp., Gelidium sp., Caulerpa sp., dan Padina sp.
(Anggadiredja, dkk., 2010)
2.1.2 Morfologi tumbuhan
Ciri-ciri jenis ini yaitu “batang” silindris, kasar, terdapat bekas-bekas
percabangan. Holdfast berbentuk cakram kecil dengan terdapat perakaran yang
Universitas Sumatera Utara
berekspansi radial. Percabangan berputar sekeliling batang utama. Bentuk
“daun” menyerupai kerucut segitiga, pinggirnya bergerigi (Atmadja, 1996)
2.1.3 Sistematika tumbuhan
Taksonomi rumput laut Turbinaria decurrens Bory diklasifikasikan
sebagai berikut: (LIPI, 2013).
Divisi
: Phaeophyta
Kelas
: Phaeophyceae
Bangsa
: Fucales
Suku
: Sargassaceae
Marga
:Turbinaria
Jenis
:Turbinaria decurrens Bory
2.1.4 Nama daerah
Nama daerah dari Turbinaria decurrens Bory adalah Jamrud (Aceh).
2.1.5 Kandungan kimia Turbinaria decurrens Bory
Turbinaria decurrens Bory merupakan rumput laut penghasil alginat.
Alginat merupakan fitokoloid atau hidrokoloid yang diekstraksi dari
Phaeophyceae (alga coklat). Senyawa tersebut merupakan suatu polimer linier
yang tersusun oleh dua unit monomerik, yaitu β-D-mannuronic acid dan α-Lguluronic acid (Anggadiredja, dkk., 2010). Pigmen santotif yang memberikan
warna coklat, sargatriol yang merupakan senyawa diterpen (Ragan, 1981).
2.1.6 Budidaya rumput laut
Secara umum, budidaya rumput laut di perairan pantai (laut) amat
cocok diterapkan pada daerah yang memiliki lahan tanah sedikit (sempit) serta
Universitas Sumatera Utara
berpenduduk padat, sehingga diharapkan pembukaan lahan budidaya rumput
laut di perairan tersebut bisa menjadi salah satu alternatif terbaik untuk
membantu mengatasi lapangan kerja yang semakin kecil, khususnya di Pulau
Jawa (Aslan, 1998).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membudidayakan rumput laut di
perairan pantai (laut) adalah pemilihan lokasi, melakukan uji penanaman,
menyiapkan areal budidaya, memilih metode budidaya yang akan digunakan,
penyediaan
bibit,
penanaman
bibit,
perawatan
selama
pemeliharaan,
pemanenan, pengeringan hasil panen (Aslan, 1998).
2.1.7 Manfaat Turrbinaria decurrens Bory
Di Indonesia, pemanfaatan rumput laut jenis Turbinaria belum banyak.
Kandungan kimia yang dimanfaatkan berupa alginat dan iodine (Atmadja,
1996).
Turbinaria telah digunakan sebagai pupuk di Cina, dan di Jepang, Sri
Lanka, dan India spesies yang dianggap tidak cocok untuk konsumsi manusia
juga telah digunakan (Waaland, 1981).
Sebagai pupuk, rumput laut memiliki banyak kandungan nitrogen dan
kalium tetapi rendah fosfat dan harus dilengkapi dengan fosfat untuk
digunakan pada sebagian besar tanaman. Komposisi spesies yang digunakan
sebagai pupuk bervariasi tergantung pada kondisi musiman dan letak geografis.
Dibandingkan dengan pupuk kotoran, rumput laut memiliki nilai nitrogen yang
sama, kandungan fosfat sekitar sepertiga, dan kandungan kalium sekitar tiga
kali lebih banyak. Besarnya kadar senyawa organik sama dan bermanfaat
Universitas Sumatera Utara
dalam meningkatkan retensi air dan sifat mekanik tanah. Keuntungan rumput
laut sebagai pupuk adalah bebas dari biji gulma dan spora jamur yang dapat
merugikan tanaman. Selain kadar pupuk, rumput laut dan ekstrak rumput laut
mengatur pertumbuhan dan pematangan tanaman karena berkaitan erat dengan
auksin, sitokinin, dan giberelin dan dapat menghambat patogen tertentu,
termasuk virus pembawa kutu daun dan beberapa jamur (Waaland, 1981).
2.2 Alginat
Alginat adalah salah satu kelompok polisakarida yang terbentuk dalam
dinding sel rumput laut coklat dengan kadar mencapai 40% dari total berat
kering dan memegang peranan penting dalam mempertahankan struktur
jaringan alga (Rasyid, 2003). Alginat dalam rumput laut coklat umumnya
bersenyawa dengan garam natrium, kalium, kalsium, dan magnesium
(Yulianto, 2007).
Alginat merupakan fitokoloid atau hidrokoloid yang diekstraksi dari
Phaeophyceae (alga coklat). Senyawa tersebut merupakan suatu polimer linier
yang tersusun oleh dua unit monomerik, yaitu β-D-mannuronic acid dan α-Lguluronic acid. Alginat disintesa pertama kali oleh Stanford pada tahun 1880
(Chapman dan Chapman, 1980). Rumput laut komersil sebagai penghasil
alginat
berasal
dari
genus-genus
Laminaria,
Lessonia,
Ascophyllum,
Sargassum, dan Turbinaria (Anggadiredja, dkk., 2010).
Alginat adalah sejenis bahan yang dikandung oleh Phaeophyceae
dikenal dalam dunia industri dan perdagangan karena banyak manfaatnya.
Universitas Sumatera Utara
Asam alginik adalah suatu getah selaput (membrane mucilage), sedangkan
alginat dalam bentuk garam dari asam alginik. Garam alginat ada yang larut
dalam air yaitu natrium alginat, kalium alginat dan ammonium alginat,
sedangkan yang tidak larut dalam air adalah kalsium alginat (Aslan, 1998).
2.2.1 Struktur alginat
Alginat merupakan komponen utama dari getah ganggang coklat
(Phaeophyceae), dan merupakan senyawa penting dalam dinding sel spesies
ganggang yang tergolong dalam kelas Phaeophyceae. Secara kimia, alginat
merupakan polimer murni dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai
linier yang panjang (Winarno, 1990).
Stanford adalah orang pertama yang berhasil mengisolasi alginat
berpendapat alginat merupakan suatu molekul yang mengandung unsur
nitrogen dengan rumus molekul C76H76O22(NH2)2. Tetapi dari metode isolasi
yang telah dikembangkan menunjukkan tidak ditemukan adanya nitrogen
dalam struktur molekul alginat. Namun demikian saat ini alginat dianggap
sebagai poliuronida yang terdiri dari asam D-mannuronat dan L-guluronat dan
adanya kemungkinan ikatan lain di dalamnya (Furia, 1972).
Terdapat dua jenis monomer penyusun algin, yaitu β-D-mannopiranosil
uronat (M) dan α-L-asam gulopiranosil uronat (G). Dari kedua jenis monomer
tersebut, alginat dapat berupa homopolimer yang terdiri dari monomer sejenis,
yaitu β-D-asam-mannopiranosil uronat saja (c) atau α-L-asam gulopiranosil
uronat saja (a); atau alginat dapat juga berupa senyawa heteropolimer jika
Universitas Sumatera Utara
monomer penyusunannya adalah gabungan kedua jenis monomer tersebut (b)
(An Ullman’s, 1998), seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1. Struktur alginat
Menurut Marsh et al., Lunde et al., Hirst dan Spekman, rumus molekul
alginat adalah (C6H8O6)n. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Dillon
menyatakan bahwa rumus alginat adalah (C6H10O7)n dimana n adalah bilangan
yang berkisar antara 80-83 (Chapman dan Chapman, 1980).
Bobot molekul alginat bervariasi, tergantung pada jenis alginat, sumber
bahan baku yang digunakan, dan cara penyiapan bahan baku. Menurut Cook et
al. dan Smidsrod et al., bobot molekul alginat berkisar antara 350.0001.500.000 (Chapman dan Chapman, 1980). Sedangkan menurut Furia (1972),
alginat yang diperdagangkan mempunyai berat ekivalen antara 194-215.
Alginat yang diperdagangkan mempunyai bobot molekul antara 22.000200.000 dengan tingkat polimerisasi antara 180-930.
Istilah alginat sebenarnya adalah garam dari asam alginat. Garam
alginat paling banyak dijumpai dalam bentuk natrium alginat (Winarno, 1990).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Sifat fisikokimia alginat
Sifat-sifat alginat sebagian besar tergantung pada tingkat polimerisasi
dan perbandingan komposisi guluronan dan mannuronan dalam molekul. Asam
alginat tidak larut dalam air dan mengendap pada pH <3,5. Alginat tidak dapat
larut dalam pelarut organik tetapi dapat mengendap dengan alkohol. Alginat
paling stabil pada pH antara 4-10, tetapi pada pH yang lebih tinggi
viskositasnya sangat kecil akibat adanya degradasi β-eliminatif (Rasyid, 2003).
Tetapi pada pH di bawah 4,5 dan di atas 11 viskositasnya akan mudah
terdegradasi atau labil (Yulianto, 2007).
Kelarutan alginat dan kemampuannya mengikat air bergantung pada
jumlah ion karboksilat, berat molekul dan pH. Kemampuan mengikat air
meningkat jika jumlah ion karboksilat semakin banyak dan jumlah residu
kalsium alginat kurang dari 500, sedangkan pada pH di bawah 3 terjadi
pengendapan. Alginat memiliki sifat-sifat utama :
1. Kemampuan untuk larut dalam air serta meningkatkan viskositas
larutan.
2. Kemampuan untuk membentuk gel.
3. Kemampuan membentuk film (natrium atau kalsium alginat) dan
serat (kalsium alginat) (Abadi, 2010).
2.2.3 Pembentukan gel alginat
Salah satu sifat terpenting dalam pemanfaatan natrium alginat, kalium
alginat, maupun magnesium alginat adalah kemampuannya untuk membentuk
gel yang bereaksi dengan ion-ion kalsium. Sumber-sumber kalsium biasanya
Universitas Sumatera Utara
berupa kalsium karbonat, kalsium sulfat, kalsium klorida, kalsium fosfat, dan
kalsium tartrat. Selain memiliki kemampuan membentuk gel, alginat juga
digunakan sebagai pengental (pengikat air), pengemulsi, penstabil, dan bahan
pembentuk filmstrip (Kirk dan Othmer, 1994).
Sifat spesifik di atas ditentukan oleh prosentase dari setiap unit-unit
monomer penyusunnya. Misalnya, alginat dengan prosentase poli (asam
guluronat) lebih tinggi akan membentuk gel yang kaku dan lebih rapuh.
Alginat dengan prosentase poli (asam mannuronat) lebih tinggi akan
membentuk gel yang elastis. Bentuk gel alginat yang berbeda-beda tersebut
dibuat dari bahan baku yang berbeda pula (Hui, 1992).
Alginat yang biasa digunakan untuk kebutuhan industri (misalnya
industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, cat, dan beberapa industri lainnya)
meliputi natrium alginat, kalium alginat, ammonium alginat, campuran
kalsium-amonium alginat, campuran kalsium-natrium alginat yang merupakan
garam-garam dari asam alginat dan propilen glikol alginat. Alginat yang larut
dalam air diproduksi dalam berbagai bentuk partikel (butiran atau serabut),
bobot molekul, kadar kalsium, ukuran partikel, dan rasio asam mannuronat
terhadap asam guluronat (Kirk dan Othmer, 1994).
2.3 Rumput Laut Penghasil Alginat
Algin
dapat
diekstrak
dari
Alginophyt, yaitu
kelompok
dari
Phaeophyceae yang menghasilkan algin, antara lain dari Macrocystis,
Ecklonia, Fucus, Lessonia dan Turbinaria (Aslan, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya, semua jenis alga coklat mengandung alginat, namun
demikian kebanyakan alginat yang diproduksi secara komersial, diekstraksi
hanya dari sejumlah kecil spesies. Misalnya di Amerika, alginat diekstraksi
hanya dari Macrocystis pyrifera yang tumbuh di sepanjang pantai Barat
kepulauan Amerika Utara yaitu dari Meksiko sampai California. Sedangkan di
Kanada, alginat diekstraksi dari Ascophyllum nodosum yang tumbuh sepanjang
pantai bagian Selatan Nova Scotia. Sementara itu industri-industri alginat di
Eropa terutama di Inggris, Norwegia, dan Perancis melakukan ekstraksi alginat
dari Ascophyllum nodosum, Laminaria hyperborea, dan Laminaria digitata.
Alga coklat penting lainnya yang digunakan untuk ekstraksi alginat adalah
Ecklonia maxima dan Lessonia nigrescans (Kirk dan Othmer, 1994).
Adapun spesies alga coklat asal perairan pantai Indonesia yang
memiliki potensi untuk diolah menjadi alginat adalah Sargassum sp.,
Turbinaria sp., Hormophysa sp., dan Padina sp. Keempat spesies alginofit
(alga penghasil alginat) tersebut masih diperoleh dari sediaan alami. Negara
yang memiliki industri alginat cukup besar adalah Jepang dan Korea (Rasyid,
2003).
2.4 Penggunaan Alginat
Alginat banyak digunakan pada industri kosmetik untuk membuat
sabun, krim, lotion, sampo dan pencelup rambut. Industri farmasi
memerlukannya untuk pembuatan suspensi, emulsifier, stabilizer, tablet, salep,
kapsul, plester dan filter. Dalam industri bahan makanan algin banyak
dijadikan sayur, saus, dan mentega. Dalam beberapa proses industri algin juga
Universitas Sumatera Utara
diperlukan sebagai bahan additive antara lain pada industri tekstil, kertas,
keramik, fotografi, insektisida, pestisida, pelindung kayu dan pencegah api
(Aslan, 1998).
Penggunaan alginat dalam berbagai industri adalah sebagai berikut:
a. Industri makanan:
Alginat dapat digunakan sebagai stabilisator pada produk coklat susu,
serta produk susu lainnya, seperti yoghurt, susu asam, dan lain sebagainya
untuk membantu menstabilkan keutuhan/bentuk (body) dari produk tersebut
(Winarno, 1990).
Alginat banyak digunakan pada produk roti-kue karena sifatnya yang
bagus dalam mencengkeram air (water holding capacity) sehingga produk
tersebut tidak cepat kering di udara dengan kelembaban rendah. Di samping
itu, dengan penambahan alginat tekstur yang halus dapat dipertahankan. Dosis
yang digunakan sekitar 0,1-0,5 persen. Alginat tersebut dapat digunakan dalam
berbagai produk kue dan roti seperti cake filling dan toppings, bakery jellies,
meringues, glazes, pie filling, dan lain sebagainya (Winarno, 1990).
Sifat unik yang dimiliki propilen glikol alginat yaitu sebagai emulsifier
dan bahan pengental yang sangat tepat diterapkan pada produk french dressing
(bumbu salad). Dressing dengan algin dapat tahan lama dan tidak pecah bila
disimpan pada suhu tinggi maupun suhu rendah. Propilen glikol alginat cepat
larut dalam air tanpa pemanasan dan sangat mudah bercampur dengan larutan
asam. Dosis yang digunakan kira-kira 0,5 persen atau lebih rendah (Winarno,
1990).
Universitas Sumatera Utara
Kombinasi alginat dengan garam kalsium atau asam digunakan untuk
membuat candy gels (permen agar-agar) sehingga dapat dicapai tekstur empuk
sampai pada pengunyahannya (chewing body gels). Candy (permen) tersebut
bersifat bening dan tahan lama.Dengan algin permen memiliki retention
(penyimpanan) air yang bagus. Dosis yang digunakan sekitar 0,1-0,7 persen
(Winarno, 1990).
Alginat banyak digunakan untuk proses stabilisasi buih bir. Dalam
produksi bir, bila ditambahkan propilen glikol alginat 40 sampai 80 ppm (1
mg/liter), akan menghasilkan buih yang stabil, tahan lama, dan lebih creamer
(Winarno, 1990).
Pengalengan pangan yang mengandung cairan atau gravying, waktu
pemrosesan (pemanasan) dikurangi dengan mengganti sebagian besar pati
dengan 0,3-0,8 persen alginat. Pelepasan kalsium dihambat sehingga memiliki
viskositas cukup rendah untuk membiarkan proses berlangsung secara
pemanasan konveksi. Ketika suhu diturunkan setelah proses sterilisasi, ion
kalsium bereaksi dengan algin sehingga menyebabkan viskositas meningkat
untuk mencapai nilai akhir (Winarno, 1990).
b. Industri farmasi
Dalam pembuatan pasta, salep, atau obat kurap (ointment) juga
digunakan alginat untuk memantapkan body (bentuk) dan stabilitas emulsi dari
ointment tersebut. Salep yang mengandung algin mudah dioleskan dan
konsentrasi yang diperlukan adalah 0,5-3,5 persen (Winarno, 1990).
Universitas Sumatera Utara
c. Industri kertas dan tekstil
Di bidang industri alginat digunakan dalam berbagai bidang,
diantaranya sebagai berikut:
1. Pembuatan kertas digunakan sebagai surface sizing (2.500m2 per kg),
Crafting 0,5 persen, bahan perekat (adhesive) 0,1-0,2% (Winarno, 1990).
2. Pembuatan tekstil digunakan untuk printing silk atau silk serve printing
sehingga dapat memperbaiki warna yang timbul (1,5-3%), Finishing, dan
bahan perekat (adhesive) (Winarno, 1990).
3. Pada ketel uap, alginat digunakan sebagai boiler feed water compounds atau
pelindung koloid. Hal ini disebabkan karena alginat dapat membuat endapan
air bersifat lunak dan tidak menjadi kerak pada dinding dalam ketel uap
(boiler). Sehingga endapan ini lebih mudah disingkirkan keluar tanpa
banyak kesulitan. Natrium alginat dan ammonium alginat sering digunakan
untuk keperluan ini (Winarno, 1990).
2.5 Viskositas
Viskositas dapat dianggap sebagai suatu sifat yang relatif dengan air
sebagai bahan rujukan dan semua viskositas dinyatakan dalam istilah-istilah
viskositas air murni pada suhu 20oC. Viskositas air yaitu 1,0050 centipoise
disingkat dengan cps. Makin kental suatu cairan, makin besar kekuatan yang
diperlukan agar cairan tersebut mengalir dengan laju tertentu (Lachman, dkk.,
1989; Yulianto, 2007). Sedangkan pengertian viskositas, dapat didefinisikan
Universitas Sumatera Utara
sebagai suatu sifat dari cairan yang lebih bertahan untuk mengalir (Martin,
dkk., 1993).
Menurut Rasyid (2003), ada empat faktor utama yang mempengaruhi
viskositas larutan adalah yaitu:
1. Tingkat
polimerisasi,
bertambahnya
tingkat
polimerisasi
akan
meningkatkan viskositas.
2. Konsentrasi larutan, bertambahnya konsentrasi larutan akan meningkatkan
viskositas.
3. Temperatur, viskositas akan turun dengan naiknya suhu.
4. Penambahan elektrolit.
2.5.1 Metode pengukuran viskositas dengan viskometer Brookfield
Penetapan viskositas dilakukan dengan cara mengalikan skala yang
telah konstan pada viskometer dengan faktor koreksi.
Cairan yang akan diukur dimasukan dalam beaker glass diletakkan
dibawah spindel, lalu spindel diturunkan hingga permukaan cairan mencapai
batas spindel. Tentukan kecepatan, kemudian hidupkan viskometernya. Lihat
dengan teliti jarum yang bergerak pada skala hingga jarum stabil pada skala
tertentu. Kemudian viskositas ditentukan dengan:
Viskositas = faktor koreksi x skala yang terbaca.
2.6 Spektrofotometri Infra Merah
Spektrofotometri Infra Merah merupakan suatu metode untuk
mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada
Universitas Sumatera Utara
daerah panjang gelombang 0,75-1.000 µm atau pada bilangan gelombang
13.000-10 cm-1. Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh
James Clark Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan
gelombang elektromagnetik, artinya mempunyai vektor listrik dan vektor
magnetik yang keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan (Haska,
2012).
Setiap senyawa pada keadaan tertentu mempunyai tiga macam gerak,
yaitu gerak translasi (perpindahan dari satu titik ke titik lain), gerak rotasi
(berputar pada porosnya), dan gerak vibrasi (bergetar pada tempatnya). Setiap
molekul memiliki harga energi tertentu. Bila suatu senyawa menyerap energi
dari sinar infra merah, maka tingkatan energi di dalam molekul itu akan
tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi. Sesuai dengan tingkatan
energi yang diserap, maka yang akan terjadi pada molekul itu adalah
perubahan energi vibrasi yang diikuti dengan perubahan energi rotasi (Haska,
2012).
Atom-atom di dalam molekul tidak dalam keadaan diam, tetapi
biasanya terjadi peristiwa vibrasi. Hal ini bergantung pada atom-atom dan
kekuatan ikatan yang menghubungkannya.Vibrasi molekul sangat khas untuk
suatu molekul tertentu dan biasanya disebut vibrasi finger print. Vibrasi
molekul dapat digolongkan atas dua golongan besar, yaitu vibrasi regangan
(Streching) dan vibrasi bengkokan (Bending) (Sastrohamidjojo, 1992).
Vibrasi regangan (Streching) atom bergerak terus sepanjang ikatan
yang menghubungkannya sehingga akan terjadi perubahan jarak antara
Universitas Sumatera Utara
keduanya, walaupun sudut ikatan tidak berubah. Vibrasi regangan ada dua
macam, yaitu regangan simetri (unit struktur bergerak bersamaan dan searah
dalam satu bidang datar) dan regangan asimetri (unit struktur bergerak
bersamaan dan tidak searah tetapi masih dalam satu bidang datar) (Haska,
2012).
Sistem tiga atom merupakan bagian dari sebuah molekul yang lebih
besar, maka dapat menimbulkan vibrasi bengkokan atau vibrasi deformasi
yang mempengaruhi osilasi atom atau molekul secara keseluruhan. Vibrasi
bengkokan ini terbagi menjadi empat jenis, yaitu vibrasi goyangan (Rocking):
unit struktur bergerak mengayun asimetri tetapi masih dalam bidang datar,
vibrasi guntingan (Scissoring): unit struktur bergerak mengayun simetri dan
masih dalam bidang datar, vibrasi kibasan (Wagging): unit struktur bergerak
mengibas keluar dari bidang datar, dan vibrasi pelintiran (Twisting): unit
struktur berputar mengelilingi ikatan yang menghubungkan molekul induk dan
berada di dalam bidang datar (Sastrohamidjojo, 1992).
Vibrasi yang digunakan untuk identifikasi adalah vibrasi bengkokan,
khususnya goyangan (rocking), yaitu yang berada pada bilangan gelombang
2000-400 cm-1. Sedangkan pada bilangan gelombang 4000-2000 cm-1
merupakan daerah khusus yang berguna untuk identifikasi gugus fungsional.
Daerah ini menunjukkan absorbansi yang disebabkan oleh vibrasi regangan.
Untuk daerah 2000-400 cm-1 seringkali sangat rumit, karena vibrasi regangan
maupun bengkokan mengakibatkan absorpsi pada daerah tersebut. Pada
bilangan gelombang 2000-400 cm-1 tiap senyawa organik mempunyai absorpsi
Universitas Sumatera Utara
yang unik, sehingga juga disebut sebagai daerah sidik jari (fingerprint region).
Oleh karena itu, dua senyawa dikatakan sama apabila pada daerah 4000-2000
cm-1 dan 2000-400 cm-1 menunjukkan pola yang sama (Haska, 2012).
2.6.1 Spektrofotometer infra merah transformasi fourier – FTIR
Pada dasarnya spektrofotometer FTIR (Fourier Transform Infra Red)
sama
dengan
spektrofotometer
IR
dispersi.
Perbedaaannya
adalah
pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas sinar infra merah
melewati sampel. Dasar pemikiran spektrofotometer FTIR adalah dari
persamaan gelombang yang dirumuskan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier
(1768-1830), seorang ahli matematika dari Perancis. Dari deret Fourier tersebut
intensitas gelombang dapat digambarkan sebagai daerah waktu atau daerah
frekuensi. Perubahan gambaran intensitas gelombang radiasi elektromagnetik
dari daerah waktu ke daerah frekuensi atau sebaliknya disebut Transformasi
Fourier (Fourier Transform) (Haska, 2012).
Pada sistem optik peralatan instrumen FTIR dipakai dasar daerah waktu
yang non dispersif. Sistem optik spektrofotometer FTIR dilengkapi dengan
cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Dengan demikian
radiasi infra merah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju
cermin yang bergerak dan jarak cermin yang diam. Perbedaan jarak tempuh
radiasi disebut retardasi. Hubungan antara intensitas radiasi IR yang diterima
detektor terhadap retardasi disebut sebagai interferogram.Sedangkan sistem
optik dari spektrofotometer IR yang didasarkan atas bekerjanya interferometer
Universitas Sumatera Utara
disebut sebagai sistem optik Fourier Transform Infra Red (Sastrohamidjojo,
1992).
Pada sistem optik FTIR digunakan radiasi LASER (Light Amplification
by Stimulated Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai radiasi yang
diinterferensikan dengan radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra merah
yang diterima oleh detektor utuh dan lebih baik.Detektor yang digunakan
dalam spektrofotometer FTIR adalah TGS (Tetra Glycerine Sulphate) atau
MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor MCT lebih banyak digunakan
karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu
memberikan respon yang lebih baik pada frekuensi modulasi tinggi, lebih
sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, dan sangat selektif
terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah (Haska, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Download