BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia khususnya provinsi Jawa Tengah, angka pencabutan gigi
masih tergolong tinggi. Pada tahun 2012 didapatkan data pelayanan gigi di
provinsi Jawa Tengah sebanyak 274.065 kali yang terdiri atas pencabutan gigi
sebanyak 138.355 kali dan penumpatan gigi sebanyak 135.710 kali. Rasio
tumpatan dan pencabutan gigi tetap tahun 2012 sebesar 0,98, mengalami
peningkatan dibanding tahun 2011 yaitu 0,82. Hal tersebut menunjukan bahwa
masih banyak masyarakat yang melakukan pencabutan gigi dibandingkan
melakukan tumpatan gigi tetap (Dinkes, 2012).
Pencabutan gigi dapat didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan
tujuan menghilangkan gigi dari soketnya (Wray dkk., 2003). Pencabutan gigi
dapat menyebabkan terjadinya perlukaan pada daerah di sekitar gigi yang dicabut.
Menurut Somantri (2007), luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan
yang secara spesifik terdapat suspensi jaringan yang rusak atau hilang. Luka
mudah sembuh jika dalam kondisi normal, tetapi apabila mengalami berbagai
komplikasi seperti infeksi dan suplai darah yang kurang maka proses
penyembuhan akan terhambat (Ismardianita dkk., 2002). Untuk mendapatkan
integritas secara anatomis dari bagian yang terluka dan mendapatkan kembali
fungsi normal, terjadilah proses penyembuhan pada luka (Wray dkk., 2003).
Menurut Mackay dan Alan (2003), penyembuhan luka merupakan proses
yang kompleks karena terjadi interaksi bermacam-macam sel yang berbeda
1
dengan mediator sitokin dan matrik ekstraseluller. Proses penyembuhan luka
dapat dibagi ke dalam 3 fase, yaitu inflamasi, proliferasi, dan remodeling jaringan
(van Beuerden, 2005). Fase-fase tersebut saling tumpah tindih antara fase yang
satu dengan fase yang lainnya (Mackay dan Alan, 2003).
Fase inflamasi sangat erat hubungannya dengan proses penyembuhan luka.
Tanpa adanya proses inflamasi penyembuhan luka tidak akan terjadi (Hollmann
dkk., 2000). Fase inflamasi terjadi segera setelah luka dan berakhir 3–4 hari
(Morris, 1995). Gejala-gejala klinis yang dapat diamati dari fase inflamasi antara
lain peningkatan panas (kalor), warna kemerahan (rubor) dan pembengkakan
(tumor), selain itu dapat menyebabkan terjadinya kehilangan fungsi jaringan
(Mansjoer, 1999). Selama fase inflamasi, banyak mediator kimiawi yang akan
dilepaskan secara lokal, antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT),
bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin (Tanu dkk., 2002).
Pada fase inflamasi terjadi infiltrasi sel inflamasi. Sel yang pertama
menginfiltrasi luka yakni polimorfonuklear (PMN). Jumlahnya meningkat cepat
dan mencapai puncaknya pada 24-48 jam pasca terjadinya luka, kemudian
menurun pada 72 jam pasca luka (Mercandetti, 2002). Makrofag akan
menggantikan sel lekosit PMN pada hari ke-5 pasca terjadinya luka (Deodhar dan
Rana, 1997). Sel makrofag berfungsi untuk membunuh bakteri, membersihkan
debris-debris yang masih tersisa dan memperbaiki jaringan luka dengan
mengeluarkan berbagai faktor pertumbuhan untuk merangsang migrasi dan
proliferasi sel serta pembentukan matriks jaringan (Mackay dan Alan, 2003).
2
Teripang merupakan komponen penting dalam rantai makanan di terumbu
karang dan ekosistem. Di perairan Indonesia terdapat banyak jenis teripang,
diantaranya teripang putih (Holothuria scabra), teripang koro (Microthele
nobelis), teripang pandan (Theenota ananas), teripang dongnga (Stichopus sp) dan
beberapa jenis teripang lainnya (Rohani, 2012).
Secara tradisional, masyarakat Cina menggunakan teripang sebagai obat
yang dapat mengobati segala macam penyakit antara lain penyakit sendi dan
gangguan penyembuhan luka. Bentuk sediaan yang digunakan adalah bentuk
bubuk teripang dengan dosis 3 gram per kali pemberian dan diberikan 2-3 kali
perhari atau setara dengan 6-9 gram per hari. Menurut penelitian, teripang diduga
mengandung hormon yang dapat memicu pertumbuhan sel sehingga mampu
merangsang regenerasi/pemulihan sel dan jaringan tubuh manusia yang telah
rusak atau sakit bahkan membusuk (Trubus, 2006).
Beberapa kandungan dari teripang diantaranya glikosida triterpen (saponin),
flavonoid, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan (GAG), polisakarida sulfat, sterol
(glikosida dan sulfat), fenolat, cerberosides, lektin, peptida, glikoprotein,
glycosphingolipids dan asam lemak esensial yang memiliki fungsi sebagai
antikoagulan, anti-inflamasi, antimikroba, dan penyembuhan luka (Zainal, 1999).
Selain itu, teripang mengandung vitamin A, vitamin B1 (tiamin), vitamin B2
(riboflavin), vitamin B3 (niasin), dan mineral (Bordbar, 2011).
Penelitian sebelumnya pada spesies Holothuria tubulosa, Leptogorgia
ceratophyta, Coscinasterias tenuispina and Phallusia fumigata disebutkan bahwa
teripang memiliki kandungan yang bersifat antiinflamasi. Kandungan tersebut
3
dapat menurunkan aktivitas COX-2 yang berperan dalam merangsang mediator
inflamasi. Kandungan tersebut diantaranya saponin dan flavonoid (Bordbar dkk.,
2011).
Saponin terbukti dapat menghentikan perdarahan dan mengobati perlukaan
(Harisaranraj, 2009). Menurut Pranoto dkk. (2009), saponin merupakan golongan
senyawa yang dapat menghambat atau membunuh mikroba dengan cara
berinteraksi dengan membran sterol. Senyawa ini termasuk senyawa triterpenoid
yang dapat dijadikan sebagai antimikroba (Rosidah dan Afizia, 2012). Saponin
dikenal juga sebagai deterjen alam, larut dalam air, tapi tidak larut dalam eter dan
merupakan larutan berbuih yang diklasifikasikan oleh struktur aglykon kompleks
ke dalam triterpenoid dan steroid saponin. Kedua senyawa ini mempunyai efek
antiinflamasi, analgesik, dan sitotoksik (Kere, 2011).
Flavonoid mempunyai aktivitas antiinflamasi. Flavonoid adalah antioksidan
potensial yang larut dalam air yang mencegah kerusakan sel dan juga memiliki
aktivitas antikanker (Harisaranraj, 2009). Menurut Taqwim dkk., (2011)
disebutkan bahwa flavonoid memiliki fungsi sebagai senyawa yang dapat
meningkatkan proses mitogenesis, interaksi sel dan adhesi molekul. Proses ini
sangat berguna pada fase proliferasi sel guna mempercepat proses penyembuhan
jaringan luka.
4
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh gel ekstrak teripang (Stichopus noctivagus) 75%
terhadap infiltrasi sel lekosit PMN dan makrofag pada proses penyembuhan luka
soket pasca ekstraksi gigi marmut?
C. Keaslian Penelitian
Song dkk. (2013) telah meneliti aktivitas antiinflamasi dan antialergi ekstrak
Stichopus japonicus. Efek antiinflamasi S. japonicus dievaluasi dengan
menggunakan reaksi Griess untuk mengevaluasi pelepasan oksida nitrat (NO) dan
reverse transcriptase-PCR (RT-PCR). Data menunjukkan bahwa S. japonicus
dapat menghambat pelepasan NO tanpa sitotoksisitas dalam LPS. Tingkat IL - 6
dan TNF - α mRNA berkurang setelah pengobatan ekstrak Stichopus japonicus.
Hasil penelitian yang berjudul “Anti-inflammatory and Anti-allergic Activities of
Sea Cucumber (Stichopus japonicus)” tersebut menunjukkan bahwa ekstrak
Stichopus japonicus memiliki efek antiinflamasi. Pada tahun 2011, Park dkk. telah
meneliti pula daya antiinfamasi teripang. Penelitian yang berjudul “Biological
Effects of Various Solvent Fractions Derived from Jeju Island Red Sea Cucumber
(Stichopus japonicus)” tersebut menunjukkan bahwa ekstrak teripang merah dapat
menghambat induksi oksida nitrat (NO) dan COX-2. Selain itu, ektrak teripang
merah memiliki efek antibakteri yang baik terhadap Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis. Sejauh penulis ketahui, penelitian mengenai infiltrasi
sel lekosit polimorfonuklear dan makrofag pada proses penyembuhan luka pasca
ekstraksi gigi setelah aplikasi gel ekstrak teripang (Stichopus noctivagus) belum
pernah dilaporkan.
5
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gel ekstrak teripang
(Stichopus noctivagus) terhadap infiltrasi sel lekosit PMN dan makrofag pada
proses penyembuhan luka soket gigi marmut setelah aplikasi ekstrak teripang
(Stichopus noctivagus) 75%
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat diantaranya :
1) Menunjukkan perubahan jumlah sel lekosit PMN dan makrofag pada
proses penyembuhan luka soket gigi marmut setelah aplikasi gel ekstrak
teripang (Stichopus noctivagus) 75%.
2) Sebagai dasar pada penelitian selanjutnya tentang sediaan dan konsentrasi
yang paling efektif, serta efektifitas dalam proses penyembuhan luka pasca
pencabutan gigi.
6
Download