RINGKASAN MUSTIKA RINI. Obligasi Syariah (Sukuk) dan Indikator Makroekonomi Indonesia : Sebuah Analisis Vector Error Correction Models (VECM). (dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK) Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk beragama islam terbesar di dunia. Potensi ini seharusnya bisa menjadi pasar yang besar bagi industri perbankan ataupun lembaga keuangan syariah lainnya, termasuk di dalamnya pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang dihadapi oleh industri perbankan dan lembaga keuangan konvensional lainnya karena istrumen profit bunganya yang dapat menimbulkan cost yang lebih tinggi juga seharusnya menambah minat masyarakat Indonesia untuk beralih ke industri keuangan yang bersifat syariah dengan istrumen profit-loss sharing yang menimbulkan cost yang relatif lebih rendah. Selain itu keuangan yang bersifat syariah juga menerapkan prinsip-prinsip yang adil dan melarang terhadap praktik yang mengandung riba, gharar, dan maysir sehingga lebih jelas kehalalannya bagi penduduk muslim. Salah satu industri keuangan yang bersifat syariah yang sudah berkembang cukup lama yaitu industri pasar modal syariah. Pasar modal syariah ini mempunyai tiga macam produk yang diterbitkan, yaitu reksadana syariah, saham syariah yang lebih dikenal dengan Jakarta Islamic Index (JII), dan obligasi syariah (sukuk). Sejak awal diterbitkannya pada tahun 2002, penerbitan sukuk selalu mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Terlebih ketika diterbitkannya sukuk global (SBSN) pada tahun 2008. Pada awal penerbitan sukuk pada tahun 2002, jumlah total emiten dan jumlah nilai emisi sukuk hanya 1 dengan total nilai 175 miliar. Pada tahun 2011, total emiten sukuk korporasi berjumlah 48 dengan nilai emisi total 70.686,4 milyar rupiah. Manfaat yang diperoleh dari penerbitan sukuk diantaranya yaitu sebagai diversifikasi sumber pendanaan untuk membiayai pembangunan infrastruktur bagi negara dan perluasan usaha bagi korporasi. Selain itu, sukuk juga sangat berperan dalam pertumbuhan sektor ril. Penelitian ini menganalisis hubungan sukuk dengan indikator makroekonomi Indonesia menggunakan data sekunder deret waktu dari Mei 2006 - Desember 2010. Alat analisis yang digunakan yaitu VECM. Berdasarkan hasil pembahasan secara keseluruhan menunjukkan bahwa pada jangka pendek penerbitan sukuk tidak dipengaruhi oleh seluruh variabel makroekonomi yang diamati. Pada jangka panjang penerbitan sukuk di Indonesia dipengaruhi oleh indikator makroekonomi, yaitu pertumbuhan ekonomi, jumlah uang beredar, pengangguran terbuka, inflasi, dan bonus SBIS. Hal ini dikarenakan ketika perusahaan dan pemerintah menerbitkan sukuk akan disesuaikan dengan kondisi makroekonomi yang ada di Indonesia. Ketika pertumbuhan ekonomi meningkat maka penerbitan sukuk juga akan mengalami peningkatan karena kondisi makro ekonomi domestik dalam keadaan baik. Ketika tingkat pengangguran terbuka dan inflasi mengalami kenaikan maka penerbitan sukuk akan mengalami penurunan yang diakibatkan kondisi makroekonomi domestik dalam keadaan tidak baik. Hal ini dikarenakan pemerintah dan korporasi selaku emiten akan melihat dan menyesuaikan jumlah sukuk yang diterbitkan dengan kondisi pasar yang terjadi. Ketika terjadi peningkatan angka pengangguran maka masyarakat mengalami penurunan standar hidup dan daya beli. Hal ini mengakibatkan kondisi pasar keuangan domestik akan memburuk. Ketika terjadi peningkatan harga-harga barang dan jasa (inflasi) maka daya beli masyarakat berkurang yang pada akhirnya kondisi pasar keuangan domestikpun akan memburuk. Ketika terjadi peningkatan pada jumlah uang beredar di masyarakat, pemerintah akan menerbitan sukuk sebagai salah satu instrumen yang digunakan dalam operasi pasar terbuka. Ketika terjadi penurunan bonus SBIS maka para emiten korporasi maupun pemerintah akan mamanfaatkan hal ini untuk menerbitkan obligasi syariah. Hal ini dikarenakan dengan turunnya bonus SBIS maka dana yang dikeluarkan untuk membayar return obligasi syariah akan lebih rendah sehingga obligasi syariah yang diterbitkan menjadi bertambah. Berdasarkan hasil Uji FEDV dan Uji Kausalitas Granger, pada masa yang akan datang penerbitan sukuk juga memiliki dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pengangguran dengan porsi kontribusi masing-masing sepuluh persen dan lima persen. Hal ini dikarenakan sukuk merupakan instrumen investasi yang diperuntukkan ke pembangunan infrastruktur dan sektor ril sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Penerbitan sukuk tidak memengaruhi jumlah uang beredar dan inflasi karena sukuk merupakan surat berharga yang tidak dijadikan instumen pada operasi pasar tebuka oleh pemerintah untuk menarik peredaran uang yang ada di masyarakat. Namun penerbitan sukuk tetap berpotensi untuk memengaruhi jumlah uang beredar dan inflasi jika pemerintah menjadikan sukuk sebagai surat berharga yang dijadikan sebagai instrumen pada operasi pasar terbuka. Hasil FEDV ini juga menunjukkan butuh waktu yang cukup panjang bagi suatu variabel mikro yang baru tumbuh selama sepuluh tahun untuk dapat memengaruhi variable makro. Ketika penerbitan sukuk mengalami guncangan yaitu pemerintah dan korporasi tidak lagi menerbitkan sukuk maka maka pengaruh yang berfluktuatif dirasakan seluruh variabel makroekonomi yang diamati. Semua indikator makroekonomi tersebut membutuhkan waktu yang agak lama untuk kembali stabil. Ketika terjadi guncangan pada kondisi makroekonomi di Indonesia, penerbitan sukuk relatif lebih cepat stabil dan tahan terhadap goncangan. Pada akhirnya kebijakan yang harus diambil pemerintah tentang penerbitan sukuk adalah pemerintah harus menjaga stabilitas kondisi makroekonomi Indonesia, khususnya pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran terbuka karena kedua variabel inilah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap penerbitan sukuk. Hal ini dikarenakan penerbitan sukuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi jumlah tingkat pengangguran sehingga pemerintah juga harus memperbanyak nilai emisi sukuk dan menjaga stabilitasnya. Pemerintah juga sebaiknya menjadikan sukuk sebagai instrumen pada operasi pasar terbuka guna mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi inflasi. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil FEDV justru variabel jumlah uang beredarlah yang merasakan dampak paling besar akibat penerbitan sukuk.