BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Prinsip stratigrafi merupakan ilmu yang membahas aturan, hubungan dan
kejadian (genesa) macam-macam batuan di alam dengan melihat pertimbangan
umur, waktu pengendapannya serta ciri-ciri litologinya. Dalam penggunaannya
dizaman sekarang stratigrafi merupakan ilmu geologi yang sangat penting dalam
penentuan umur dari suatu lapisan,menjadi penciri adanya kemampuan migas dan
dapat mengetahui sejarah geologi suatu daerah. Untuk mengetahui metode-metode
yang dilakukan dalam penerapan prinsip stratigrafi dilapangan, maka dibuatlah
jadwal praktikum yang membahas materi-materi dan metode yang membahas
suatu perlapisan daerah. Dalam praktikum kali ini membahas tentang
litostratigrafi yaitu studi stratigrafi yang memfokuskan kepada jenis – jenis
litologi yang diamati di lapangan. Hal ini bertujuan untuk mengelompokkan jenis
litologi yang berbeda secara bersistem. Pada satuan litostratigrafi penentuan
satuannya berdasarkan ciri litologi yang teramati di lapangan. Ciri tersebut
meliputi janis batuan, kombinasi antar batuan (unconformity, superposisi,
crosscutting), struktur dan lain-lain.
Dalam pangadaannya secara langsung di lapangan seorang geologist
haruslah melakukan pengamatan lapangan untuk mendapatkan data-data primer
mengenai jenis litologi yang dijumpai pada suatu area penelitian. Tentunya pada
daerah pemetaan yang sangat luas seorang geologis tidak akan mengamati meter
demi meter dari daerah tersebut, melainkan akan menentukan stasiun-stasiun
pengamatan tertentu pada daerah tersebut yang dianggap mewakili keseluruhan
daerah yang akan dipetakan. Sebelum melangkah lebih jauh mengenai pencatatan
lapangan dari suatu litologi yang didapatkan maka sangat penting untuk kemudian
kita mengetahui dan mengerti tentang hakikat dari Litostratigrafi .
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud diadakannya praktikum litostratigrafi untuk mempelajari hubungan
stratigrafi antar suatu batuan dan urutan-urutan stratigrafi berdasarkan arah
vertikal secara detail dengan tujuan untuk mengetahui cara pembuatan sayatan
penampang geologi dan dapat menafsirkan lingkungan pengendapan dan
mendapatkan nilai ketebalan yang didapatkan dari hasil analisis pada penampang
terukur dan kolom litostratigrafi.
Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah :
1. Kertas A4
2. Kertas Grafik
3. Alat tulis menulis
4. Pensil warna
5. Literatur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Satuan Litostratigrafi
Litostratigrafi merupakan studi stratigrafi yang memfokuskan kepada
jenis-jenis litologi yang diamati di lapangan. Hal ini bertujuan untuk
mengelompokkan jenis litologi yang berbeda secara bersistem. Pada satuan
litostratigrafi penentuan satuannya berdasarkan ciri litologi yang teramati di
lapangan. Ciri tersebut meliputi jenis batuan, kombinasi antar batuan
(unconformity, superposisi, crosscutting), struktur dan lain-lain. Penentuan batas
penyebarannya tidak berlangsung atas batas waktu. Jika ciri di atas belum
memuaskan, maka akan digunakan data geokimia, geofisika dan lain-lain. Prinsip
superposisi dan letak fosil yang ditemukan merupakan salah satu komponen
batuan. Pembagian Litostratigrafi dimaksud untuk menggolongkan batuan di bumi
secara bersistem menjadi satuan-satuan bernama yang bersendi pada ciri-ciri
litologi. Pada Satuan Litostratigrafi penentuan satuan didasarkan pada ciri-ciri
batuan yang dapat diamati di lapangan. Penentuan batas penyebaran tidak
tergantung kepada batas waktu.
Ciri-ciri litologi meliputi jenis batuan, kombinasi jenis batuan,
keseragaman gejala litologi batuan dan gejala-gejala lain tubuh batuan di
lapangan. Satuan Litostratigrafi dapat terdiri dari batuan sedimen, metasedimen,
batuan asal gunungapi (pre-resen) dan batuan hasil proses tertentu serta kombinasi
daripadanya. Dalam hal pencampuran asal jenis batuan oleh suatu proses tertentu
yang sulit untuk dipisahkan maka pemakaian kata “Komplek” dapat dipakai
sebagai padanan dari tingkatan satuannya (misalnya Komplek Lukulo). Satuan
Litostratigrafi pada umumnya sesuai dengan Hukum Superposisi, dengan
demikian maka batuan beku, metamorfosa yang tidak menunjukkan sifat
perlapisan dikelompokan ke dalam Satuan Litodemik. Sebagaimana halnya
mineral, maka fosil dalam satuan batuan diperlakukan sebagai komponen batuan.
Satuan Litostratigrafi Resmi ialah satuan satuan yang memenuhi
persyaratan Sandi, sedangkan Satuan Litostratigrafi Tak Resmi ialah satuan yang
tidak seluruhnya memenuhi persyaratan Sandi.
A. Batas dan Penyebaran
1. Batas satuan litostratigrafi ialah sentuhan antara dua satuan yang berlainan
ciri litologi, yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan tersebut.
2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya
atau dalam hal perubahan tersebut tidak nyata, batasnya merupakan bidang
yang diperkirakan kedudukannya (batas arbiter).
3. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjemari, peralihannya dapat
dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi persyaratan Sandi.
4. Penyebaran satuan-satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh
kelanjutan ciri-ciri litologi yang menjadi ciri penentunya.
5. Dari segi praktis, penyebarasan suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh
batas cekungan pengendapan atau aspek geologi lain.
6. Batas-batas daerah hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai
alasan berakhirnya penyebaran lateral (pelamparan) suatu satuan.
B. Tingkatan-tingkatan Satuan litostratigrafi
Urutan tingkatan satuan resmi litostratigrafi dari besar ke kecil adalah
kelompok - formasi - anggota. Namun memiliki satuan dasar yaitu formasi.
Di bawah ini akan dijelaskan mengenai unit satuan resmi litostratigrafi tersebut.

Kelompok
Merupakan satuan lebih besar dari formasi yang terdiri dari dua atau lebih
formasi. Formasi ini memiliki kesamaan ciri litologinya.

Formasi
Formasi merupakan satuan dasar litostratigrafi. Formasi bisa saja tidak termasuk
dalam suatu unit kelompok, dan tidak hatus memiliki anggota. Ketebalannya
kurang dari satu meter hingga beribu-ribu meter. Formasi harus bisa dipetakan
dalam skala 1:25.000, memiliki keseragaman ciri fisik dan mempunyai nilai
stratigrafi.

Anggota
Anggota merupakan bagian dari suatu formasi. Namun memiliki ciri khas yang
relatif berbeda dengan formasi tersebut. Anggota tidak memiliki penyebaran yang
lebih besar dari formasi. Sehingga anggota selalu merupakan bagian dari formasi.
2.2. Stratigrafi Daerah Penelitian (Regional)
Kelompok batuan tua yang umurnya belum diketahui terdiri dari batuan
ultrabasa, batuan malihan dan batuan melange. Batuannya terbreksikan dan
tergerus dan mendaun, dan sentuhannya dengan formasi dl sekitarnya berupa sesar
atau ketidselarasan. Penarikhan radiometri pada sekis yang menghasilkan 111 juta
tanun Kemungkinan menunjukkan peristiwa malihan akhir pada tektonik Zaman
Kapur. Batuan tua ini tertindih tak selaras oleh endapan flysch Formasi
Balangbaru dan Formasi Marada yang tebalnya lebih dari 2000 m dan berumur
Kapur Akhir. Kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu dengan bukti adanya
sisipan lava dalam flysch.
Batuan gunungapi berumur Paleosen (58,5- 63,0 it),
dan
diendapkan
dalam lingkungan laut, menindih tak selaras batuan flysch yang berumur Kapur
4
Akhir. Batuan sedimen Formasi Malawa yang sebagian besar dicirikan oleh
endapan darat dengan sisipan batubara, menindih tak selaras batuan gunangai
Paleosen dan batuan flysch Kapur Akhir. Ke atas Formasi Malawa ini secara
berangsur beralih ke endapan karbonat Formasi Tonasa yang terbentuk secara
menerus dari Eosen Awal sampai bagian bawah Miosen Tengah. Tebal Formasi
Tonasa lebih kurang 3000 m, dan melampar cukup luas
mengalasi batuan
gunungapi Miosen Tengah di barat. Sedimen klastika Formasi Salo Kalupang
yang Eosen sampai Oligosen bersisipan batugamping dan mengalasi batuan
gunungapi Kalamiseng Miosen Awal di timur.
Sebagian besar pegunungan, baik yang di barat maupun yang di timur,
berbatuan gunungapi. Di pegunungan yang timur, batuan itu diduga berumur
Miosen Awal bagian atas yang membentuk batuan Gunungapi Kalamiseng di
lereng timur bagian utara pegunungan yang barat, terdapat batuan Gunungapi
Soppeng yang diduga juga berumur Miosen Awal. Batuan sedimen berumur
Miosen Tengah sampai Pliosen Awal berselingan dengan batuan gunungapi yang
berumur antara 8,93-9,29 juta tahun. Secara bersama batuan itu menyusun
Formasi Camba yang tebalnya sekitar 5000 m. Sebagian besar pegunungan yang
barat terbentuk dari Formasi Camba ini yang menindih tak selaras Formasi
Tonasa.
Selama Miosen akhir sampai Pliosen, di daerah yang sekarang jadi
Lembah Walanae di endapkan sedimen klastika Formasi Walanae. Batuan itu
tebalnya sekitar 4500 m, dengan bioherm batugamping koral tumbuh di beberapa
tempat (batugamping Anggota Taccipi). Formasi, Walanae berhubungan
menjemari dengan bagian atas Formasi Camba. Kegiatan gunungapi selama
Miosen Akhir sampai Pliosen Awal merupakan sumber bahan bagi Formasi
Walanae. Kegiatan gunungapi yang masih terjadi di beberapa tempat selama
Pliosen, dan menghasilkan batuan gunungapi Parepare (4,25-4,95 juta tahan) dan
Baturape-Cindako, juga merupakan sumber bagi formasi itu.
Terobosan batuan beku yang terjadi di daerah itu semuanya berkaitan erat
dengan kegiatan gunungapi tersebut. Bentuknya berupa stok, sill dan retas,
bersusunan beraneka dari basal, andesit, trakit, diorit dan granodiorit. dan berumur
berkisar dari 8.3 sampai 19 ± 2 juta tahun.
Setelah Pliosen Akhir, rupanya tidak terjadi pengendapan yang berarti di
daerah ini, dan juga tidak ada kegiatan gunungapi. Endapan undak di utara
Pangkajene dan di beberapa tempat di tepi Sungai Walanae, rupanya terjadi
selama Pliosen. Endapan Holosen yang luas berupa aluvium terdapat di sekitar D.
Tempe, di dataran Pangkajene-Maros dan di bagian utara dataran Bone.
Adapun formasi yang terdapat dalam daerah penelitian yaitu tersusun atas
formasiBalangbaru, formasi Mallawa, dan formasi Tonasa

FORMASI BALANGBARU : sedimen tipe flysch; batupasir berselingan
dengan batulanau, batulempung dan serpih bersispan konglomerat, batupasir
konglomeratan. tufa dan Lava; batupasirnya bersusunan grewake dan arkosa.
sebagian tufaan dan gampingan: pada umumnva menunjukkan struktur turbidit;
di beberapa tempat di temukan konglomerat dengan susunan basal, andesit,
diorit. serpih, tufa terkersikkan, sekis, kuarsa, dan bersemen batupasir; pada
umumnya padat dan sebagian serpih terkersikkan. Di bawah mikroskop,
batupasir dan batulanau terlihat mengandung pecahan batuan beku,
metasedimen dan rijang radiolaria. Daerah baratlaut mengandung banyak
batupasir dan ke arah tenggara, lebih banyak batulempung dan serpih.
Baru-baru ini Labaratorium Total CTF mengenali Globotruncana pada
serpih -lanauan dari sebelah timur Bantimala, dan pada grewake dari jalan
antara Padaelo Tanetteriaja yang berumur Kapur Akhir (P.F Burollet, hubungan
tertulis, 1979).
Formasi ini tebalnya sekitar 2000 m; tertindih tak selaras batuan Formasi
Mallawa dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan, dan menindih tak selaras
Kompleks Tektonik Bantimala.

Tem FORMASI MALAWA: batupasir, konglomerat, batulanau, batulempung,
dan napal, dengan sisipan lapisan atau lensa batubara dan batulempung;
Batupasirnya sebagian besar batupasir kuarsa, ada pula yang arkose, grewake,
dan tufaan, umumnya berwarna kelabu muda dan coklat muda; pada umumnya
bersifat rapuh, kurang padat; konglomeratnya sebagian kompak; batulempung,
batugamping dan napal umumnya mengandung moluska yang belum diperiksa,
dan berwarna kelabu muda sampai kelabu tua; batubara berupa lensa setebal
beberapa sentimeter dan berupa lapisan sampai 1,5 m.
Penelitian palinologi terhadap sisipan batubara telah dilakukan oleh Asrar
Khan (M.E - Scrutton, Robertson Research, hubungan tertulis, 1974) dan oleh
Robert H. Tschudy (Don E. Wolcort, USGS, hubungan tertulis, 1973). Sepuluh
buah contoh dari singkapan B.32 (a-f) dan B.54 (a-c, dan RR.10), daerah
Tanetteriaja, dan sebuah dari dekat galian lempung di Tonasa mengandung fosil
mikroflora sbb.: Acritarchs sp., Anacolosidites sp., Anno daceae sp.
Barringtonia sp, Betulaceae pollen, Bombacaceae sp., Compositae sp.
Cyatbidites sp., Dicolpopollis cf , D. kalewesis, D. verrucate, D. smooth,
Dinoflagellates
sp.,
Florscbuetzia
trilobata,
Gunnera
sp.,
Intratriporopollenites, Leotriletes sp., Monosulcate pollen, Monosulites sp.,
Myricaceae pollen, Olacacea sp., Palmea pollen, Psilamonoletes sp,.
Retitricolpitesantonii. Retikutcbensis (VENKATCHALA & KAR. 1968),
Sapotaceoidacpollenites
sp.,
Tetraporina sp., Tricolpate
Sterculiaceae
sp.,
Syncolporate
pollen,
pollen, Tricolpate verrucate pollen, Triporate
pollen. Verrucatosporites sp., Verrustriletesmajor. dan Verrutricolporites sp.
Berdarsarkan fosil tersebut A . Khan dan R.H. Tschudy memperkirakan umur
Paleogen dengan lingkungan paralas sampai dangkal.
Berdasarkan fosil Ostrakoda dari contoh batuan B.45/e. E. Hazel
memperkirakan, umur Eosen (DL. Wolcort. USGS, hubungan tertulis. 1973).
Fosil Ostracoda yang dikenali adalah: Bairdiiac sp,. Cytberella sp,.
Cytberelloidea sp,.1 Cytberelloidea sp.2
Cytboropteron
sp.1,
Cytboropteron sp.2, Kritbinids sp,. Loxoconcba sp,. Paijenborcbella sp,.
Pokornyella sp,. Traciryleberis sp,. Dan xestoberis sp,.Tebal formasi ini tidak
kurang dari 400 m; tertindih selaras oleh batugamping Temt. dan menindih tak
Selaras batuan sedimen Kb dan batuan gunungapi Tpv.

Temt FORMASI TONASA : batugamping koral pejal sebagian terhablurkan.
Berwarna putih dan kelabu muda; batugamping bioklastika dan kalkarenit.
Berwarna putih coklat muda dan kelabu muda. sebagian berlapis baik,
berselingan dengan napal globigerina tufaan; bagian bawahnya mengandung
batugamping berbitumen, setempat bersisipan breksi batugamping dan
batugamping pasiran; di dekat, Malawa, daerah Camba terdapat batugamping
yang mengandung glaukonit, dan di beberapa tempat di daerah Ralla
ditemukan batugamping yang mengandung banyak sepaian sekis dan batuan
ultramafik; batugamping berlapis sebagian mengandung banyak foraminifera
besar, napalnya banyak mengandung foraminifera kecil dan beberapa lapisan
napal pasiran mengandung banyak kerang (pelecypoda) dan siput (gastropoda)
besar.
Batugamping pejal pada umumnya terkekarkan kuat; di daerah Tanetteriaja
terdapat tiga jalur napal yang berselingan dengan jalur barugamping berlapis.
Fosil dari batuan Formasi Tonasa telah dikenali oleh D. Kadar
(Hubungan tertulis 1971, 1973), Reed & Malicoat (M.W. Konts,
hubungan tertulis, 1972), Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1973,
1974), dan oleh Sudiyono (hubungan tertulis, : 1973). Contoh batuan yang
dianalisa dari lokasi: A.46, A.112, B.28.b. B.29. B30. B.33, P.58, B. 129, C.8,
C51, D.30, Ta.72, Ta.79. Ta.81, Ta.90. Ta.131, Ta.134.d, Ta.186.a. Ta.452, Ta.506.
Tb.2. Tc.65.a. Tc.94, Tc.100, Tc.134, Td.6, Td.20. Td.63, Td.70. Td.101, Td.112,
Td.116, Te.121, Te.216.a, Ti.1, Ti.3, dan Ti.9. Fosil yang dikenali termasuk:
Dictyoconus sp., Asterocydina sp., An. matanzensis COLE, Biplanispira sp.,
Discocyclina sp., Nummulites sp., N. atacicus LEYMERIE. N. pangaronensis
(VERBEEK), Fasciolites sp., F. oblonga D’ORBIGNY, Alveolinella sp.,
Orbitolites sp., Pellatispira sp., P. madaraszi HANTKEN, P. orbitoidae
PROVALE. P. provaleae YABE, Spiroclypeus sp., S. tidoenganensis VAN DER
VLERK. S. verinicularis TAN, Globorotalia sp., Gl. centralis CUSHMAN &
BERMUDEZ, Gl, mayeri CUSHMAN & ELLISOR, Gl. obesa BOLLI, Gl
preamenardii CUSHMAN & STAINFORTH. Gl. siakensis (LE ROY),
Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Gn. dehiscens (CHAPMANPARR COLLINS) Hantkenina alabamensis CUSHMAN, Heterostegina sp., H.
bornensis VAN DER VLERK, Austrotrillina bowcbini (SCHLUMBERGER),
Lepidocyclina sp., L. cf. Omphalus TAN, L. Ephippioides JONES, L, sumatrensis
(BRADY), L. parva OPPENOORTH, Iniogypsina sp., Globigerina sp., G.
venezuelana HEDBERG, Globigerinoides sp., Gd. altiaperturus BOLLI, Gd.
immaturus LE ROY, Gd. Subquadratus BRONNI- MANN, Gd. trilobus
(REUSS), Orbulina bilobata (D’ORBIGNY). O. suturalis BRONNIMANN, O.
universa D’ORBIGNY, Opercuna sp., Amphistegina sp. dan Cycloclypeus sp.
Gabungan fosil ini menunjukkan kisaran umur dari Eosen Awal (Ta.2) sampai
Miosen Tengah (Tf), dan lingkungan neritik dangkal hingga dalam dan laguna.
Tambahan pulah ditemukan fosil-fosil foraminifera yang lain. ganggang, koral dan
moluska dalam formasi ini.
Tebal formasi ini diperkirakan tidak kurang dari 3000 m; menindih selaras
batuan Formasi Malawa, dan tertindih tak selaras batuan Formasi Camba;
diterobos oleh sill, retas, ban stok batuan beku yang bensusunan basal, trakit,
dan diorit.
Batuan Terobosan
TRAKIT: terobosan trakit berupa stok, sil dan retas; bertekstur porfir kasar
dengan fenokris sanidin sampai 3 cm panjangnya; berwarna putih keabuan sampai
kelabu muda. Di sekitar Bantimala dan Tanetteriaja trakit menerobos batugamping
Formasi Tonasa, dan di utara Soppeng menerobos batuan gunungapi Soppeng
(Tmsv).
Penarikan Kalium/Argon trakit; dari barat Bantimala (lokasi 3 dan 4
menghasilkan : pada felspar 8,3 juta tahun, dan pada biotit 10.9 juta tahun
(Indonesia Gulf Oil, hubungan tertulis. 1972).
2.3. Keselarasan dan Ketidakselarasan
Kontak atau hubungan stratigrafi ini terdiri dari dua jenis, yaitu kontak
selaras dan kontak tidak selaras. Kontak Selaras atau disebut Conformity yaitu
kontak yang terjadi antara dua lapisan yang sejajar dengan volume interupsi
pengendapan yang kecil atau tidak ada sama sekali. Jenis kontak ini terbagi dua,
yaitu kontak tajam dan kontak berangsur. Kontak Lapisan Tidak Selaras atau
disebut Unconformity yaitu merupakan suatu bidang ketidakselarasan antar
lapisan.

Hubungan selaras (conformity), dan ini dapat dikelompokkan;
-
Selaras membaji (wedging)
-
Selaras melensa
-
Selaras menjari (interfingering)
Adalah perbedaan sifat litologi dalam suatu garis waktu pengendapan
yang sama, atau perbedaan lapisan batuan pada umur yang sama
(menjemari), tetapi memiliki umur yang sama.

Terdapat empat macam bidang ketidakselarasan, yaitu:
1. Angular Unconformity, disebut juga ketidakselarasan sudut, merupakan
ketidakselarasan yang kenampakannya menunjukan suatu lapisan yang
telah terlipatkan dan tererosi, kemudian di atas lapisan tersebut diendapkan
lapisan lain.
2. Disconformity, kenampakannya berupa suatu lapisan yang telah tererosi
dan di atas bidang erosi tersebut diendapkan lapisan lain.
3. Paraconformity, disebut juga keselarasan semu, yang menunjukan suatu
lapisan di atas dan di bawahnya yang sejajar, dibidang ketidakselarasannya
tidak terdapat tanda- tanda fisik untuk membedakan bidang sentuh dua
lapisan berbeda. Untuk menentukan perbedaannya harus dilakukan analisis
Paleontologi (dengan memakai kisaran umur fosil).
4. Nonconformity, merupakan ketidakselarasan yang yang terjadi dimana
terdapat kontak jelas antara batuan beku, batuan sedimen dan batuan
metamorf.
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1 Langkah-langkah praktikum
Adapun langkah – langkah yang digunakan dalam praktikum analisa profil
antara lain :
1.
2.
3.
4.
Membaca problem set secara detail agar tidak terjadi kesalahan.
Memberikan batas-batas litologi pada peta geologi
Memberikan warna pada tiap satuan litologi dan pada peta geologi
Menarik garis sayatan yang dapat mengenai seluruh litologi
5. Menghitung koreksi dip dengan rumus :
6. Membuat penampang geologi.
Koreksi Dip = tan dip x sin
7. Menentukan ketebalan dari tiap litologi dengan menggunakan rumus :
bearing
8. Membuat tabel litostratigrafi dan sejarah geologi berdasarkan umur,
Tebal = Jarak Mistar x Skala Peta ( 1 : 25.000)
ketebalan dan jenis litologinya.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Stratigrafi Daerah Penelitian
4.1.1. Stratigrafi Daerah Barru
Berdasarkan atas pengelompokan dan penamaan satuan batuan pada
daerah penelitian, daerah Barru disusun oleh beberapa satuan batuan dan tersebar
pada jenis bentang alam yang berbeda atau berfariasi dan telah mengalami
gangguan struktur sehingga menyebabkan jurus dan kemiringan perlapisan batuan
menjadi tidak beraturan. satuan daerah barru digolongkan dalam 5 satuan mulai
dari satuan batuan yang termuda sampai batuan tertua yaitu sebagai berikut:
4.1.1.1 Satuan Sekis
Pembahasan tentang satuan sekis pada daerah penelitian meliputi uraian
dasar penamaan, penyebaran, ciri litologi yang berdasarkan karakteristik
megaskopis, lingkungan pembentukan dan umur, serta hubungan stratigrafi
dengan satuan batuan lainnya.
 Dasar penamaan
Dasar penamaan satuan ini didasarkan pada kenampakan ciri fisik litologi.
Untuk penamaan litologi anggota satuan ini terbagi atas dua cara yaitu penamaan
batuan secara megaskopis dan penamaan batuan secara mikroskopis. Pengamatan
secara megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi
mineralnya yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi Travis (1955).
Adapun analisis petrografis dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk
pengamatan sifat optik mineral serta pemerian komposisi mineral secara spesifik
yang kemudian ditentukan nama batuannya dengan menggunakan klasifikasi
Travis (1955) pada tabel 3.2. Pada kenampakan lapangan satuan ini disusun oleh
litologi berupa sekis muskovit. Berdasarkan atas dominasi dilapangan, maka
satuan ini dinamakan satuan sekis.
 Penyebaran dan Ketebalan
Penyebaran satuan ini hampir mendominasi daerah penelitian dengan
menempati sekitar 25% dari luas daerah penelitian atau penyebaran secara
horisontal. Penyebaran satuan ini berada pada bagian barat laut sampai tenggara
daerah penelitian. Litologi penyusun satuan ini tersingkap dengan baik di daerah
salo batubelang dan salo biru-biru. Satuan ini merupakan Basement Rock,
sehingga ketebalan tidak dapat dihitung.

Ciri Litologi
Berdasarkan pengamatan dilapangan, litologi yang menyusun satuan ini
terdiri atas sekis muskovit. Kenampakan lapangan dari sekis muskovit, dalam
keadaan segar memperlihatkan warna abu-abu kehijauan, lapuk berwarna cokat,
tekstur lepidoblastik, struktur berfoliasi (schistose) dengan komposisi mineral
muskovit.

Lingkungan Pembentukan dan Umur
Penentuan lingkungan pembentukan dan umur dari satuan Sekis Mika
ditentukan berdasarkan pada ciri fisik litologi, letak geografis, posisi stratigrafi,
data-data lapangan dan prinsip kesebandingan terhadap stratigrafi regional daerah
penelitian serta hasil peneliti terdahulu dengan berlandaskan pada dominasi dan
kesamaan ciri fisik litologi yang dijumpai maupun pengamatan petrografis, serta
perbandingan terhadap lokasi tipe formasi yang disebandingkan. Berdasarkan
kesamaan ciri fisik, posisi stratigrafi, dan letak geografis yang relatif dekat dengan
lokasi tipe, maka satuan Sekis dapat di sebandingkan dengan Sekis pada Formasi
Basement compleks yang berumur Kapur Bawah.

Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi antara satuan sekis dengan satuan batuan yang ada
diatasnya adalah kontak tektonik, hal ini dikarenakan umur antara satuan sekis
dengan satuan di atasnya adalah selaras, dimana satuan sekis berumur Trias Kapur Bawah sedangkan satuan melange berumur Kapur Bawah.
4.1.1.2 Satuan Batulempung
Pembahasan tentang satuan Batulempung meliputi uraian mengenai dasar
penamaan, penyebaran, ciri litologi yang berdasarkan karakteristik megaskopis,
lingkungan penmbentukan dan umur, serta hubungan stratigrafi dengan satuan
batuan lainnya.
 Dasar penamaan
Dasar penamaan satuan ini didasarkan pada kenampakan ciri fisik litologi.
Untuk penamaan litologi anggota satuan ini terbagi atas dua cara yaitu penamaan
batuan secara megaskopis dan penamaan batuan secara mikroskopis. Pengamatan
secara megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi
mineralnya yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi ukuran butir
menurut Wentworth (1922). Pada kenampakan lapangan satuan ini disusun oleh
litologi berupa Batulempung. Berdasarkan atas dominasi dilapangan, maka satuan
ini dinamakan satuan Batulempung.

Penyebaran dan ketebalan
Penyebaran satuan ini mendominasi daerah penelitian dengan menempati
sekitar 35% dari luas daerah penelitian atau penyebaran secara horizontal maupun
vertikal. Penyebaran satuan ini berada pada bagian selatan barat daya sampai utara
timur laut unuk vertikal dan pada bagian horizontal dari arah barat lauut sampai
tenggara pada daerah penelitian. Litologi penyusun satuan ini tersingkap dengan
baik di daerah salo Batubelang, salo Daengenge, salo Topo dan salo Biru-biru.
Ketebalan dari satuan ini pada lokasi penelitian berdasarkan hasil dari perhitungan
penampang geologi A – B yaitu 422,5 m.

Ciri Litologi
Berdasarkan pengamatan dilapangan, litologi yang menyusun satuan ini
terdiri atas Batulempung. Kenampakan lapangan dari Batulempung dalam kondisi
segar berwarna abu-abu dan warna lapuk kecoklatan, tekstur klastik, ukuran butir
lempung ( 1/ 256 mm ) dengan komposisi kimia silika, struktur berlapis.

Lingkungan Pengendapan dan Umur
Penentuan lingkungan pembentukan dan umur dari satuan Batulempung
ditentukan berdasarkan pada struktur berlapis dengan ukuran butir lempung yang
mencirikan lingkungan pengendapan laut dalam, ciri fisik litologi, letak geografis,
posisi stratigrafi, data-data lapangan dan prinsip kesebandingan terhadap
stratigrafi regional daerah penelitian serta hasil peneliti terdahulu dengan
berlandaskan pada dominasi dan kesamaan ciri fisik litologi yang dijumpai
maupun pengamatan petrografis, serta perbandingan terhadap lokasi tipe formasi
yang disebandingkan. Berdasarkan kesamaan ciri fisik, posisi stratigrafi, dan letak
geografis yang relatif dekat dengan lokasi tipe, maka satuan Batulempung dapat di
sebandingkan dengan Batulempung pada Formasi Balangbaru yang berumur
Kapur Atas.

Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi antara satuan Batulempung dengan satuan Batupasir
adalah tidak selaras, hal ini didasarkan pada umur satuan Batulempung yang
berumur Kapur Atas dan umur satuan Batupasir yang berumur Paleosen sampai
Oligosen.
4.1.1.3 Satuan Batupasir
Pembahasan tentang satuan Batulempung meliputi uraian mengenai
dasar penamaan, penyebaran, ciri litologi yang berdasarkan karakteristik
megaskopis, lingkungan penmbentukan dan umur, serta hubungan stratigrafi
dengan satuan batuan lainnya.

Dasar penamaan
Dasar penamaan satuan ini didasarkan pada kenampakan ciri fisik litologi.
Untuk penamaan litologi anggota satuan ini terbagi atas dua cara yaitu penamaan
batuan secara megaskopis dan penamaan batuan secara mikroskopis. Pengamatan
secara megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi
mineralnya yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi ukuran butir
menurut Wentworth (1922). Pada kenampakan lapangan satuan ini disusun oleh
litologi berupa Batupasir. Berdasarkan atas dominasi dilapangan, maka satuan ini
dinamakan satuan Batupasir.

Penyebaran dan ketebalan
Penyebaran satuan ini menempati sekitar 15% dari luas daerah penelitian
atau penyebaran secara horizontal maupun vertikal. Penyebaran satuan ini berada
pada bagian selatan sampai utara unuk vertikal dan pada bagian horizontal dari
arah barat barat laut sampai tenggara pada daerah penelitian. Litologi penyusun
satuan ini tersingkap dengan baik di daerah salo Lagolla. Ketebalan dari satuan ini
pada lokasi penelitian berdasarkan hasil dari perhitungan penampang geologi C –
D yaitu 600 m.

Ciri Litologi
Berdasarkan pengamatan dilapangan, litologi yang menyusun satuan ini
terdiri atas Batupasir. Kenampakan lapangan dari Batulempung dalam kondisi
segar berwarna kuning - coklat, tekstur klastik, bentuk butir angular - sub angular,
berukuran butir pasir halus - pasir kasar, komposisi material berupa kuarsa, dan
material pasir.
 Lingkungan Pengendapan dan Umur
Penentuan lingkungan pembentukan dan umur dari satuan Batupasir
ditentukan berdasarkan pada struktur berlapis dengan ukuran butir pasir yang
mencirikan lingkungan pengendapan laut dangkal, ciri fisik litologi, letak
geografis, posisi stratigrafi, data-data lapangan dan prinsip kesebandingan
terhadap stratigrafi regional daerah penelitian serta hasil peneliti terdahulu dengan
berlandaskan pada dominasi dan kesamaan ciri fisik litologi yang dijumpai
maupun pengamatan petrografis, serta perbandingan terhadap lokasi tipe formasi
yang disebandingkan. Berdasarkan kesamaan ciri fisik, posisi stratigrafi, dan letak
geografis yang relatif dekat dengan lokasi tipe, maka satuan batupasir dapat di
sebandingkan dengan batupasir pada Formasi Mallawa yang berumur Paleosen
sampai Oligosen.

Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi antara satuan batupasir dengan satuan batugamping adalah
selaras, hal ini didasarkan pada umur satuan batupasir yang berumur Paleosen
sampai Oligosen dan umur satuan batugamping yang berumur Eosen Atas sampai
Miosen Tengah.
4.1.1.4 Satuan Batugamping
Pembahasan tentang satuan Batugamping meliputi uraian mengenai dasar
penamaan, penyebaran, ciri litologi meliputi karakteristik megaskopis dan
petrografis, umur, lingkungan penmbentukan dan hubungan stratigrafi dengan
satuan batuan lainnya.

Dasar penamaan
Dasar penamaan satuan batugamping ini yaitu berdasarkan atas ciri litologi
dan penyebaran yang mendominasi pada satuan batuan ini. Litologi yang
menyusun satuan ini yaitu batugamping, berdasarkan hal tersebut maka penamaan
satuan ini yaitu satuan Batugamping. Untuk penamaan litologi anggota satuan ini
terbagi atas dua cara yaitu penamaan batuan secara megaskopis dengan
menyesuaikan pada stratigrafi regional daerah penelitian. Pengamatan secara
megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi
mineralnya yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi Grabau
(1904).

Penyebaran dan ketebalan
Penyebaran satuan ini menempati sekitar 15% dari luas daerah penelitian
atau penyebaran secara horizontal maupun vertikal. Penyebaran satuan ini berada
pada bagian selatan sampai utara unuk vertikal dan pada bagian horizontal dari
arah barat barat sampai tenggara pada daerah penelitian. Litologi penyusun satuan
ini tersingkap dengan baik di daerah salo Kaliki. Ketebalan dari satuan ini pada
lokasi penelitian berdasarkan hasil dari perhitungan penampang geologi A – B
yaitu m.

Ciri Litologi
Berdasarkan kenampakan dilapangan, satuan Batugamping di daerah
penelitian sebagian besar dijumpai dalam keadaan segar putih kekuningan dan
lapuk berwarna kehitaman, warna soil di sekitar singkapannya yaitu coklat tua
sampai kehitaman, memiliki tekstur klastik, berukuran butir pasir sedang sampai
lempung dan sangat kompak, tersusun atas mineral karbonat, serta sebagian besar
strukturnya memperlihatkan kesan perlapisan.

Lingkungan Pengendapan dan Umur
Penentuan lingkungan pembentukan dan umur dari satuan Batugamping
ditentukan berdasarkan pada berdasarkan struktur sedimen berupa struktur
berlapis dengan ukuran butir pasir sedang sampai lempung, dan tersusun atas
mineral karbonat yang mencirikan lingkungan pengendapan laut dangkal.
Berdasarkan kesamaan ciri fisik, posisi stratigrafi, dan letak geografis yang relatif
dekat dengan lokasi tipe, maka satuan Batugamping dapat di sebandingkan
dengan Batugamping pada Formasi Tonasa yang berumur Eosen Bawah sampai
Eosen Tengah.

Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi antara satuan batugamping dengan satuan Trakit
adalah kontak intrusi, dimana trakit menerobos satuan batugamping Formasi
Tonasa.
4.1.1.5 Satuan Trakit
Pembahasan tentang satuan Trakit pada daerah penelitian meliputi uraian
mengenai dasar penamaan, penyebaran, ciri litologi meliputi karakteristik
megaskopis dan petrografis, umur, lingkungan penmbentukan dan hubungan
stratigrafi dengan satuan batuan lainnya.

Dasar penamaan
Dasar penamaan satuan Trakit ini yaitu berdasarkan atas ciri litologi dan
penyebaran yang mendominasi pada satuan batuan ini. Litologi yang
menyusun satuan ini yaitu Trakit, berdasarkan hal tersebut maka penamaan
satuan ini yaitu satuan Trakit. Untuk penamaan litologi anggota satuan ini
secara megaskopis dengan menyesuaikan pada stratigrafi regional daerah
penelitian.
Pengamatan secara megaskopis ditentukan secara langsung
terhadap sifat fisik dan komposisi mineralnya yang kemudian penamaannya
menggunakan klasifikasi batuan beku (Travis, 1955).

Penyebaran
Penyebaran satuan ini menempati sekitar 5% dari luas daerah penelitian
atau penyebaran secara horizontal maupun vertika. Litologi penyusun satuan ini
tersingkap dengan baik di daerah salo Kaliki.

Ciri litologi
Berdasarkan kenampakan dilapangan, satuan Trakit di daerah penelitian
sebagian besar dijumpai dalam keadaan segar putih keabuan samapai kelabu
muda, tekstur porfiritik kasar dengan fenokris sanidin yang memiliki panjang 3
cm.
 Lingkungan Pembentukan dan Umur
Penentuan lingkungan pembentukan dan umur dari satuan Trakit
ditentukan berdasarkan pada berdasarkan struktur sedimen berupa struktur
berlapis dengan ukuran butir pasir sedang sampai lempung, dan tersusun atas
mineral karbonat yang mencirikan lingkungan pengendapan laut dangkal.
Berdasarkan kesamaan ciri fisik, posisi stratigrafi, dan letak geografis yang relatif
dekat dengan lokasi tipe. Berdasarkan hal tersebut, maka satuan trakit pada daerah
penelitian disebandingkan dengan trakit anggota batuan terobosan yang berumur
10.9 juta tahun atau Miosen Atas (Indonesia Gulf Oil, 1972 dalam Sukamto,
1982).

Hubungan Stratigrafi
Hubungan stratigrafi antara satuan intrusi Trakit dengan satuan
batugamping adalah kontak intrusi, dimana trakit menerobos satuan batugamping
Formasi Tonasa.
BAB V
SEJARAH GEOLOGI DAERAH BARRU
Sejarah geologi pada daerah penelitian diawali dengan pembentukan
batuan sekis yang berumur Kapur Bawah, yang tersingkap
kepermukaan akibat adanya gaya tektonik berupa sesar naik dengan
ciri-ciri berupa mineral sekis mika, kemudian pada zaman Kapur Atas
singkapan ini mengalami Sejarah geologi daerah Barru dimulai pada
zaman Kapur Bawah dimana jauh di bawah permukaan bumi terjadi
proses metamorfisme membentuk sekis, kemudian terjadi aktivitas
tektonik berupa sesar naik yang mengakibatkan munculnya sekis mika
ke permukaan. Proses pembentukan ini berakhir pada zaman itu juga.
Memasuki zaman Kapur Atas pada lingkungan laut dalam terjadi
pengendapan material sedimen berukuran lempung yang kemudian membentuk
batulempung, proses pengendapan ini berakhir pada zaman itu juga.
Selanjutnya pada kala Paleosen di lingkungan laut dangkal terjadi
pengendapan material sedimen berukuran pasir kasar sampai pasir halus yang
kemudian membentuk batupasir. Bersamaan dengan proses pembentukan
batupasir, dari sumber yang berbeda terendapkan pula material-material karbonat
diatas batupasir membentuk batugamping. Proses pembentukan batupasir berakhir
pada kala Oligosen, sedangkan proses pembentukan batugamping masih berlanjut
hingga kala Miosen Tengah.
Berikutnya pada Post Miosen Tengah terjadi aktivitas tektonik dan
vulkanik magma yang bersifat asam naik ke permukaan melalui zona – zona
lemah menerobos batuan sampai ke permukaan membentuk terobosan trakit.
Kemudian terjadi proses erosi dan struktur sehingga lapisan-lapisan batuan
yang telah terbentuk tersingkap kepermukaan dan memilki kenampkan seperti
yang terlihat di lapangan.
BAB VI
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik setelah melakukan praktikum ini
antara lain sebagai berikut:
1. Untuk menggolongkan satuan-satuan bernama berdasarkan kenampakan
ciri – ciri batuan yang diamati dilapangan. Litostratigrafi daerah penelitian
terdiri dari lima satuan batuan yang dirutkan dari yang tertua sampai
muda, antara lain sebagai berikut :
1. Satuan Sekis
2. Satuan Batulempung
3. Satuan Batupasir
4. Satuan Batugamping
5. Satuan Trakit
2. Pembuatan kolom stratigrafi digunakan untuk mengurutkan satuan-satuan
sesuai dengan umurnya dan berperan penting dalam menentukan sejarah
geologi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan sejarah
geologi yaitu umur atau waktu terbentuknya batuan, lingkungan
pengendapan atau lingkungan pembentukan batuan, proses struktur yang
terjadi, hubungan antar lapisan batuan (selaras atau tidak selaras).
5.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum acara litostratigrafi ini agar setelah
melaksanakan praktikum Prinsip Stratigrafi acara Lithostratigrafi, dapat
digunakan untuk menentukan satuan-satuan yang terdapat pada suatu daerah dan
dapat juga digunakan dalam pembuatan sejarah geologi suatu daerah, terutama
dapat membantu dalam menganalisa litostratigrafi suatu daerah dalam tugas akhir.
DAFTAR PUSTAKA
Asisten Prinsip Stratigrafi. 2014. Penuntun Praktikum Prinsip Stratigrafi.
Makassar: Laboratorium prinsip stratigrafi, Jurusan Teknik Geologi,
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
Kaharuddin. M.S. 1988. Penuntun Praktikum Petrologi. Ujung Pandang.
Universitas Hasanuddin.
Sukamto, Rab. dan Supriatna S. 1982. Geologi Regional Lembar Pangkajene
dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi Selatan.
Download