BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip stratigrafi merupakan ilmu yang membahas aturan, hubungan dan kejadian (genesa) macam-macam batuan di alam dengan melihat pertimbangan umur, waktu pengendapannya serta ciri-ciri litologinya. Dalam penggunaannya dizaman sekarang stratigrafi merupakan ilmu geologi yang sangat penting dalam penentuan umur dari suatu lapisan,menjadi penciri adanya kemampuan migas dan dapat mengetahui sejarah geologi suatu daerah. Untuk mengetahui metode-metode yang dilakukan dalam penerapan prinsip stratigrafi dilapangan, maka dibuatlah jadwal praktikum yang membahas materi-materi dan metode yang membahas suatu perlapisan daerah. Dalam praktikum kali ini membahas tentang litostratigrafi yaitu studi stratigrafi yang memfokuskan kepada jenis – jenis litologi yang diamati di lapangan. Hal ini bertujuan untuk mengelompokkan jenis litologi yang berbeda secara bersistem. Pada satuan litostratigrafi penentuan satuannya berdasarkan ciri litologi yang teramati di lapangan. Ciri tersebut meliputi janis batuan, kombinasi antar batuan (unconformity, superposisi, crosscutting), struktur dan lain-lain. Dalam pangadaannya secara langsung di lapangan seorang geologist haruslah melakukan pengamatan lapangan untuk mendapatkan data-data primer mengenai jenis litologi yang dijumpai pada suatu area penelitian. Tentunya pada daerah pemetaan yang sangat luas seorang geologis tidak akan mengamati meter demi meter dari daerah tersebut, melainkan akan menentukan stasiun-stasiun pengamatan tertentu pada daerah tersebut yang dianggap mewakili keseluruhan daerah yang akan dipetakan. Sebelum melangkah lebih jauh mengenai pencatatan lapangan dari suatu litologi yang didapatkan maka sangat penting untuk kemudian kita mengetahui dan mengerti tentang hakikat dari Litostratigrafi . 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud diadakannya praktikum litostratigrafi untuk mempelajari hubungan stratigrafi antar suatu batuan dan urutan-urutan stratigrafi berdasarkan arah vertikal secara detail dengan tujuan untuk mengetahui cara pembuatan sayatan penampang geologi dan dapat menafsirkan lingkungan pengendapan dan mendapatkan nilai ketebalan yang didapatkan dari hasil analisis pada penampang terukur dan kolom litostratigrafi. Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah : 1. Kertas A4 2. Kertas Grafik 3. Alat tulis menulis 4. Pensil warna 5. Literatur BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Satuan Litostratigrafi Litostratigrafi merupakan studi stratigrafi yang memfokuskan kepada jenis-jenis litologi yang diamati di lapangan. Hal ini bertujuan untuk mengelompokkan jenis litologi yang berbeda secara bersistem. Pada satuan litostratigrafi penentuan satuannya berdasarkan ciri litologi yang teramati di lapangan. Ciri tersebut meliputi jenis batuan, kombinasi antar batuan (unconformity, superposisi, crosscutting), struktur dan lain-lain. Penentuan batas penyebarannya tidak berlangsung atas batas waktu. Jika ciri di atas belum memuaskan, maka akan digunakan data geokimia, geofisika dan lain-lain. Prinsip superposisi dan letak fosil yang ditemukan merupakan salah satu komponen batuan. Pembagian Litostratigrafi dimaksud untuk menggolongkan batuan di bumi secara bersistem menjadi satuan-satuan bernama yang bersendi pada ciri-ciri litologi. Pada Satuan Litostratigrafi penentuan satuan didasarkan pada ciri-ciri batuan yang dapat diamati di lapangan. Penentuan batas penyebaran tidak tergantung kepada batas waktu. Ciri-ciri litologi meliputi jenis batuan, kombinasi jenis batuan, keseragaman gejala litologi batuan dan gejala-gejala lain tubuh batuan di lapangan. Satuan Litostratigrafi dapat terdiri dari batuan sedimen, metasedimen, batuan asal gunungapi (pre-resen) dan batuan hasil proses tertentu serta kombinasi daripadanya. Dalam hal pencampuran asal jenis batuan oleh suatu proses tertentu yang sulit untuk dipisahkan maka pemakaian kata “Komplek” dapat dipakai sebagai padanan dari tingkatan satuannya (misalnya Komplek Lukulo). Satuan Litostratigrafi pada umumnya sesuai dengan Hukum Superposisi, dengan demikian maka batuan beku, metamorfosa yang tidak menunjukkan sifat perlapisan dikelompokan ke dalam Satuan Litodemik. Sebagaimana halnya mineral, maka fosil dalam satuan batuan diperlakukan sebagai komponen batuan. Satuan Litostratigrafi Resmi ialah satuan satuan yang memenuhi persyaratan Sandi, sedangkan Satuan Litostratigrafi Tak Resmi ialah satuan yang tidak seluruhnya memenuhi persyaratan Sandi. A. Batas dan Penyebaran 1. Batas satuan litostratigrafi ialah sentuhan antara dua satuan yang berlainan ciri litologi, yang dijadikan dasar pembeda kedua satuan tersebut. 2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya atau dalam hal perubahan tersebut tidak nyata, batasnya merupakan bidang yang diperkirakan kedudukannya (batas arbiter). 3. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjemari, peralihannya dapat dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi persyaratan Sandi. 4. Penyebaran satuan-satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh kelanjutan ciri-ciri litologi yang menjadi ciri penentunya. 5. Dari segi praktis, penyebarasan suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh batas cekungan pengendapan atau aspek geologi lain. 6. Batas-batas daerah hukum (geografi) tidak boleh dipergunakan sebagai alasan berakhirnya penyebaran lateral (pelamparan) suatu satuan. B. Tingkatan-tingkatan Satuan litostratigrafi Urutan tingkatan satuan resmi litostratigrafi dari besar ke kecil adalah kelompok - formasi - anggota. Namun memiliki satuan dasar yaitu formasi. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai unit satuan resmi litostratigrafi tersebut. Kelompok Merupakan satuan lebih besar dari formasi yang terdiri dari dua atau lebih formasi. Formasi ini memiliki kesamaan ciri litologinya. Formasi Formasi merupakan satuan dasar litostratigrafi. Formasi bisa saja tidak termasuk dalam suatu unit kelompok, dan tidak hatus memiliki anggota. Ketebalannya kurang dari satu meter hingga beribu-ribu meter. Formasi harus bisa dipetakan dalam skala 1:25.000, memiliki keseragaman ciri fisik dan mempunyai nilai stratigrafi. Anggota Anggota merupakan bagian dari suatu formasi. Namun memiliki ciri khas yang relatif berbeda dengan formasi tersebut. Anggota tidak memiliki penyebaran yang lebih besar dari formasi. Sehingga anggota selalu merupakan bagian dari formasi. 2.2. Stratigrafi Daerah Penelitian (Regional) Kelompok batuan tua yang umurnya belum diketahui terdiri dari batuan ultrabasa, batuan malihan dan batuan melange. Batuannya terbreksikan dan tergerus dan mendaun, dan sentuhannya dengan formasi dl sekitarnya berupa sesar atau ketidselarasan. Penarikhan radiometri pada sekis yang menghasilkan 111 juta tanun Kemungkinan menunjukkan peristiwa malihan akhir pada tektonik Zaman Kapur. Batuan tua ini tertindih tak selaras oleh endapan flysch Formasi Balangbaru dan Formasi Marada yang tebalnya lebih dari 2000 m dan berumur Kapur Akhir. Kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu dengan bukti adanya sisipan lava dalam flysch. Batuan gunungapi berumur Paleosen (58,5- 63,0 it), dan diendapkan dalam lingkungan laut, menindih tak selaras batuan flysch yang berumur Kapur 4 Akhir. Batuan sedimen Formasi Malawa yang sebagian besar dicirikan oleh endapan darat dengan sisipan batubara, menindih tak selaras batuan gunangai Paleosen dan batuan flysch Kapur Akhir. Ke atas Formasi Malawa ini secara berangsur beralih ke endapan karbonat Formasi Tonasa yang terbentuk secara menerus dari Eosen Awal sampai bagian bawah Miosen Tengah. Tebal Formasi Tonasa lebih kurang 3000 m, dan melampar cukup luas mengalasi batuan gunungapi Miosen Tengah di barat. Sedimen klastika Formasi Salo Kalupang yang Eosen sampai Oligosen bersisipan batugamping dan mengalasi batuan gunungapi Kalamiseng Miosen Awal di timur. Sebagian besar pegunungan, baik yang di barat maupun yang di timur, berbatuan gunungapi. Di pegunungan yang timur, batuan itu diduga berumur Miosen Awal bagian atas yang membentuk batuan Gunungapi Kalamiseng di lereng timur bagian utara pegunungan yang barat, terdapat batuan Gunungapi Soppeng yang diduga juga berumur Miosen Awal. Batuan sedimen berumur Miosen Tengah sampai Pliosen Awal berselingan dengan batuan gunungapi yang berumur antara 8,93-9,29 juta tahun. Secara bersama batuan itu menyusun Formasi Camba yang tebalnya sekitar 5000 m. Sebagian besar pegunungan yang barat terbentuk dari Formasi Camba ini yang menindih tak selaras Formasi Tonasa. Selama Miosen akhir sampai Pliosen, di daerah yang sekarang jadi Lembah Walanae di endapkan sedimen klastika Formasi Walanae. Batuan itu tebalnya sekitar 4500 m, dengan bioherm batugamping koral tumbuh di beberapa tempat (batugamping Anggota Taccipi). Formasi, Walanae berhubungan menjemari dengan bagian atas Formasi Camba. Kegiatan gunungapi selama Miosen Akhir sampai Pliosen Awal merupakan sumber bahan bagi Formasi Walanae. Kegiatan gunungapi yang masih terjadi di beberapa tempat selama Pliosen, dan menghasilkan batuan gunungapi Parepare (4,25-4,95 juta tahan) dan Baturape-Cindako, juga merupakan sumber bagi formasi itu. Terobosan batuan beku yang terjadi di daerah itu semuanya berkaitan erat dengan kegiatan gunungapi tersebut. Bentuknya berupa stok, sill dan retas, bersusunan beraneka dari basal, andesit, trakit, diorit dan granodiorit. dan berumur berkisar dari 8.3 sampai 19 ± 2 juta tahun. Setelah Pliosen Akhir, rupanya tidak terjadi pengendapan yang berarti di daerah ini, dan juga tidak ada kegiatan gunungapi. Endapan undak di utara Pangkajene dan di beberapa tempat di tepi Sungai Walanae, rupanya terjadi selama Pliosen. Endapan Holosen yang luas berupa aluvium terdapat di sekitar D. Tempe, di dataran Pangkajene-Maros dan di bagian utara dataran Bone. Adapun formasi yang terdapat dalam daerah penelitian yaitu tersusun atas formasiBalangbaru, formasi Mallawa, dan formasi Tonasa FORMASI BALANGBARU : sedimen tipe flysch; batupasir berselingan dengan batulanau, batulempung dan serpih bersispan konglomerat, batupasir konglomeratan. tufa dan Lava; batupasirnya bersusunan grewake dan arkosa. sebagian tufaan dan gampingan: pada umumnva menunjukkan struktur turbidit; di beberapa tempat di temukan konglomerat dengan susunan basal, andesit, diorit. serpih, tufa terkersikkan, sekis, kuarsa, dan bersemen batupasir; pada umumnya padat dan sebagian serpih terkersikkan. Di bawah mikroskop, batupasir dan batulanau terlihat mengandung pecahan batuan beku, metasedimen dan rijang radiolaria. Daerah baratlaut mengandung banyak batupasir dan ke arah tenggara, lebih banyak batulempung dan serpih. Baru-baru ini Labaratorium Total CTF mengenali Globotruncana pada serpih -lanauan dari sebelah timur Bantimala, dan pada grewake dari jalan antara Padaelo Tanetteriaja yang berumur Kapur Akhir (P.F Burollet, hubungan tertulis, 1979). Formasi ini tebalnya sekitar 2000 m; tertindih tak selaras batuan Formasi Mallawa dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan, dan menindih tak selaras Kompleks Tektonik Bantimala. Tem FORMASI MALAWA: batupasir, konglomerat, batulanau, batulempung, dan napal, dengan sisipan lapisan atau lensa batubara dan batulempung; Batupasirnya sebagian besar batupasir kuarsa, ada pula yang arkose, grewake, dan tufaan, umumnya berwarna kelabu muda dan coklat muda; pada umumnya bersifat rapuh, kurang padat; konglomeratnya sebagian kompak; batulempung, batugamping dan napal umumnya mengandung moluska yang belum diperiksa, dan berwarna kelabu muda sampai kelabu tua; batubara berupa lensa setebal beberapa sentimeter dan berupa lapisan sampai 1,5 m. Penelitian palinologi terhadap sisipan batubara telah dilakukan oleh Asrar Khan (M.E - Scrutton, Robertson Research, hubungan tertulis, 1974) dan oleh Robert H. Tschudy (Don E. Wolcort, USGS, hubungan tertulis, 1973). Sepuluh buah contoh dari singkapan B.32 (a-f) dan B.54 (a-c, dan RR.10), daerah Tanetteriaja, dan sebuah dari dekat galian lempung di Tonasa mengandung fosil mikroflora sbb.: Acritarchs sp., Anacolosidites sp., Anno daceae sp. Barringtonia sp, Betulaceae pollen, Bombacaceae sp., Compositae sp. Cyatbidites sp., Dicolpopollis cf , D. kalewesis, D. verrucate, D. smooth, Dinoflagellates sp., Florscbuetzia trilobata, Gunnera sp., Intratriporopollenites, Leotriletes sp., Monosulcate pollen, Monosulites sp., Myricaceae pollen, Olacacea sp., Palmea pollen, Psilamonoletes sp,. Retitricolpitesantonii. Retikutcbensis (VENKATCHALA & KAR. 1968), Sapotaceoidacpollenites sp., Tetraporina sp., Tricolpate Sterculiaceae sp., Syncolporate pollen, pollen, Tricolpate verrucate pollen, Triporate pollen. Verrucatosporites sp., Verrustriletesmajor. dan Verrutricolporites sp. Berdarsarkan fosil tersebut A . Khan dan R.H. Tschudy memperkirakan umur Paleogen dengan lingkungan paralas sampai dangkal. Berdasarkan fosil Ostrakoda dari contoh batuan B.45/e. E. Hazel memperkirakan, umur Eosen (DL. Wolcort. USGS, hubungan tertulis. 1973). Fosil Ostracoda yang dikenali adalah: Bairdiiac sp,. Cytberella sp,. Cytberelloidea sp,.1 Cytberelloidea sp.2 Cytboropteron sp.1, Cytboropteron sp.2, Kritbinids sp,. Loxoconcba sp,. Paijenborcbella sp,. Pokornyella sp,. Traciryleberis sp,. Dan xestoberis sp,.Tebal formasi ini tidak kurang dari 400 m; tertindih selaras oleh batugamping Temt. dan menindih tak Selaras batuan sedimen Kb dan batuan gunungapi Tpv. Temt FORMASI TONASA : batugamping koral pejal sebagian terhablurkan. Berwarna putih dan kelabu muda; batugamping bioklastika dan kalkarenit. Berwarna putih coklat muda dan kelabu muda. sebagian berlapis baik, berselingan dengan napal globigerina tufaan; bagian bawahnya mengandung batugamping berbitumen, setempat bersisipan breksi batugamping dan batugamping pasiran; di dekat, Malawa, daerah Camba terdapat batugamping yang mengandung glaukonit, dan di beberapa tempat di daerah Ralla ditemukan batugamping yang mengandung banyak sepaian sekis dan batuan ultramafik; batugamping berlapis sebagian mengandung banyak foraminifera besar, napalnya banyak mengandung foraminifera kecil dan beberapa lapisan napal pasiran mengandung banyak kerang (pelecypoda) dan siput (gastropoda) besar. Batugamping pejal pada umumnya terkekarkan kuat; di daerah Tanetteriaja terdapat tiga jalur napal yang berselingan dengan jalur barugamping berlapis. Fosil dari batuan Formasi Tonasa telah dikenali oleh D. Kadar (Hubungan tertulis 1971, 1973), Reed & Malicoat (M.W. Konts, hubungan tertulis, 1972), Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1973, 1974), dan oleh Sudiyono (hubungan tertulis, : 1973). Contoh batuan yang dianalisa dari lokasi: A.46, A.112, B.28.b. B.29. B30. B.33, P.58, B. 129, C.8, C51, D.30, Ta.72, Ta.79. Ta.81, Ta.90. Ta.131, Ta.134.d, Ta.186.a. Ta.452, Ta.506. Tb.2. Tc.65.a. Tc.94, Tc.100, Tc.134, Td.6, Td.20. Td.63, Td.70. Td.101, Td.112, Td.116, Te.121, Te.216.a, Ti.1, Ti.3, dan Ti.9. Fosil yang dikenali termasuk: Dictyoconus sp., Asterocydina sp., An. matanzensis COLE, Biplanispira sp., Discocyclina sp., Nummulites sp., N. atacicus LEYMERIE. N. pangaronensis (VERBEEK), Fasciolites sp., F. oblonga D’ORBIGNY, Alveolinella sp., Orbitolites sp., Pellatispira sp., P. madaraszi HANTKEN, P. orbitoidae PROVALE. P. provaleae YABE, Spiroclypeus sp., S. tidoenganensis VAN DER VLERK. S. verinicularis TAN, Globorotalia sp., Gl. centralis CUSHMAN & BERMUDEZ, Gl, mayeri CUSHMAN & ELLISOR, Gl. obesa BOLLI, Gl preamenardii CUSHMAN & STAINFORTH. Gl. siakensis (LE ROY), Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Gn. dehiscens (CHAPMANPARR COLLINS) Hantkenina alabamensis CUSHMAN, Heterostegina sp., H. bornensis VAN DER VLERK, Austrotrillina bowcbini (SCHLUMBERGER), Lepidocyclina sp., L. cf. Omphalus TAN, L. Ephippioides JONES, L, sumatrensis (BRADY), L. parva OPPENOORTH, Iniogypsina sp., Globigerina sp., G. venezuelana HEDBERG, Globigerinoides sp., Gd. altiaperturus BOLLI, Gd. immaturus LE ROY, Gd. Subquadratus BRONNI- MANN, Gd. trilobus (REUSS), Orbulina bilobata (D’ORBIGNY). O. suturalis BRONNIMANN, O. universa D’ORBIGNY, Opercuna sp., Amphistegina sp. dan Cycloclypeus sp. Gabungan fosil ini menunjukkan kisaran umur dari Eosen Awal (Ta.2) sampai Miosen Tengah (Tf), dan lingkungan neritik dangkal hingga dalam dan laguna. Tambahan pulah ditemukan fosil-fosil foraminifera yang lain. ganggang, koral dan moluska dalam formasi ini. Tebal formasi ini diperkirakan tidak kurang dari 3000 m; menindih selaras batuan Formasi Malawa, dan tertindih tak selaras batuan Formasi Camba; diterobos oleh sill, retas, ban stok batuan beku yang bensusunan basal, trakit, dan diorit. Batuan Terobosan TRAKIT: terobosan trakit berupa stok, sil dan retas; bertekstur porfir kasar dengan fenokris sanidin sampai 3 cm panjangnya; berwarna putih keabuan sampai kelabu muda. Di sekitar Bantimala dan Tanetteriaja trakit menerobos batugamping Formasi Tonasa, dan di utara Soppeng menerobos batuan gunungapi Soppeng (Tmsv). Penarikan Kalium/Argon trakit; dari barat Bantimala (lokasi 3 dan 4 menghasilkan : pada felspar 8,3 juta tahun, dan pada biotit 10.9 juta tahun (Indonesia Gulf Oil, hubungan tertulis. 1972). 2.3. Keselarasan dan Ketidakselarasan Kontak atau hubungan stratigrafi ini terdiri dari dua jenis, yaitu kontak selaras dan kontak tidak selaras. Kontak Selaras atau disebut Conformity yaitu kontak yang terjadi antara dua lapisan yang sejajar dengan volume interupsi pengendapan yang kecil atau tidak ada sama sekali. Jenis kontak ini terbagi dua, yaitu kontak tajam dan kontak berangsur. Kontak Lapisan Tidak Selaras atau disebut Unconformity yaitu merupakan suatu bidang ketidakselarasan antar lapisan. Hubungan selaras (conformity), dan ini dapat dikelompokkan; - Selaras membaji (wedging) - Selaras melensa - Selaras menjari (interfingering) Adalah perbedaan sifat litologi dalam suatu garis waktu pengendapan yang sama, atau perbedaan lapisan batuan pada umur yang sama (menjemari), tetapi memiliki umur yang sama. Terdapat empat macam bidang ketidakselarasan, yaitu: 1. Angular Unconformity, disebut juga ketidakselarasan sudut, merupakan ketidakselarasan yang kenampakannya menunjukan suatu lapisan yang telah terlipatkan dan tererosi, kemudian di atas lapisan tersebut diendapkan lapisan lain. 2. Disconformity, kenampakannya berupa suatu lapisan yang telah tererosi dan di atas bidang erosi tersebut diendapkan lapisan lain. 3. Paraconformity, disebut juga keselarasan semu, yang menunjukan suatu lapisan di atas dan di bawahnya yang sejajar, dibidang ketidakselarasannya tidak terdapat tanda- tanda fisik untuk membedakan bidang sentuh dua lapisan berbeda. Untuk menentukan perbedaannya harus dilakukan analisis Paleontologi (dengan memakai kisaran umur fosil). 4. Nonconformity, merupakan ketidakselarasan yang yang terjadi dimana terdapat kontak jelas antara batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf. BAB III PROSEDUR KERJA 3.1 Langkah-langkah praktikum Adapun langkah – langkah yang digunakan dalam praktikum analisa profil antara lain : 1. 2. 3. 4. Membaca problem set secara detail agar tidak terjadi kesalahan. Memberikan batas-batas litologi pada peta geologi Memberikan warna pada tiap satuan litologi dan pada peta geologi Menarik garis sayatan yang dapat mengenai seluruh litologi 5. Menghitung koreksi dip dengan rumus : 6. Membuat penampang geologi. Koreksi Dip = tan dip x sin 7. Menentukan ketebalan dari tiap litologi dengan menggunakan rumus : bearing 8. Membuat tabel litostratigrafi dan sejarah geologi berdasarkan umur, Tebal = Jarak Mistar x Skala Peta ( 1 : 25.000) ketebalan dan jenis litologinya. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Stratigrafi Daerah Penelitian 4.1.1. Stratigrafi Daerah Barru Berdasarkan atas pengelompokan dan penamaan satuan batuan pada daerah penelitian, daerah Barru disusun oleh beberapa satuan batuan dan tersebar pada jenis bentang alam yang berbeda atau berfariasi dan telah mengalami gangguan struktur sehingga menyebabkan jurus dan kemiringan perlapisan batuan menjadi tidak beraturan. satuan daerah barru digolongkan dalam 5 satuan mulai dari satuan batuan yang termuda sampai batuan tertua yaitu sebagai berikut: 4.1.1.1 Satuan Sekis Pembahasan tentang satuan sekis pada daerah penelitian meliputi uraian dasar penamaan, penyebaran, ciri litologi yang berdasarkan karakteristik megaskopis, lingkungan pembentukan dan umur, serta hubungan stratigrafi dengan satuan batuan lainnya. Dasar penamaan Dasar penamaan satuan ini didasarkan pada kenampakan ciri fisik litologi. Untuk penamaan litologi anggota satuan ini terbagi atas dua cara yaitu penamaan batuan secara megaskopis dan penamaan batuan secara mikroskopis. Pengamatan secara megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi mineralnya yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi Travis (1955). Adapun analisis petrografis dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk pengamatan sifat optik mineral serta pemerian komposisi mineral secara spesifik yang kemudian ditentukan nama batuannya dengan menggunakan klasifikasi Travis (1955) pada tabel 3.2. Pada kenampakan lapangan satuan ini disusun oleh litologi berupa sekis muskovit. Berdasarkan atas dominasi dilapangan, maka satuan ini dinamakan satuan sekis. Penyebaran dan Ketebalan Penyebaran satuan ini hampir mendominasi daerah penelitian dengan menempati sekitar 25% dari luas daerah penelitian atau penyebaran secara horisontal. Penyebaran satuan ini berada pada bagian barat laut sampai tenggara daerah penelitian. Litologi penyusun satuan ini tersingkap dengan baik di daerah salo batubelang dan salo biru-biru. Satuan ini merupakan Basement Rock, sehingga ketebalan tidak dapat dihitung. Ciri Litologi Berdasarkan pengamatan dilapangan, litologi yang menyusun satuan ini terdiri atas sekis muskovit. Kenampakan lapangan dari sekis muskovit, dalam keadaan segar memperlihatkan warna abu-abu kehijauan, lapuk berwarna cokat, tekstur lepidoblastik, struktur berfoliasi (schistose) dengan komposisi mineral muskovit. Lingkungan Pembentukan dan Umur Penentuan lingkungan pembentukan dan umur dari satuan Sekis Mika ditentukan berdasarkan pada ciri fisik litologi, letak geografis, posisi stratigrafi, data-data lapangan dan prinsip kesebandingan terhadap stratigrafi regional daerah penelitian serta hasil peneliti terdahulu dengan berlandaskan pada dominasi dan kesamaan ciri fisik litologi yang dijumpai maupun pengamatan petrografis, serta perbandingan terhadap lokasi tipe formasi yang disebandingkan. Berdasarkan kesamaan ciri fisik, posisi stratigrafi, dan letak geografis yang relatif dekat dengan lokasi tipe, maka satuan Sekis dapat di sebandingkan dengan Sekis pada Formasi Basement compleks yang berumur Kapur Bawah. Hubungan Stratigrafi Hubungan stratigrafi antara satuan sekis dengan satuan batuan yang ada diatasnya adalah kontak tektonik, hal ini dikarenakan umur antara satuan sekis dengan satuan di atasnya adalah selaras, dimana satuan sekis berumur Trias Kapur Bawah sedangkan satuan melange berumur Kapur Bawah. 4.1.1.2 Satuan Batulempung Pembahasan tentang satuan Batulempung meliputi uraian mengenai dasar penamaan, penyebaran, ciri litologi yang berdasarkan karakteristik megaskopis, lingkungan penmbentukan dan umur, serta hubungan stratigrafi dengan satuan batuan lainnya. Dasar penamaan Dasar penamaan satuan ini didasarkan pada kenampakan ciri fisik litologi. Untuk penamaan litologi anggota satuan ini terbagi atas dua cara yaitu penamaan batuan secara megaskopis dan penamaan batuan secara mikroskopis. Pengamatan secara megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi mineralnya yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi ukuran butir menurut Wentworth (1922). Pada kenampakan lapangan satuan ini disusun oleh litologi berupa Batulempung. Berdasarkan atas dominasi dilapangan, maka satuan ini dinamakan satuan Batulempung. Penyebaran dan ketebalan Penyebaran satuan ini mendominasi daerah penelitian dengan menempati sekitar 35% dari luas daerah penelitian atau penyebaran secara horizontal maupun vertikal. Penyebaran satuan ini berada pada bagian selatan barat daya sampai utara timur laut unuk vertikal dan pada bagian horizontal dari arah barat lauut sampai tenggara pada daerah penelitian. Litologi penyusun satuan ini tersingkap dengan baik di daerah salo Batubelang, salo Daengenge, salo Topo dan salo Biru-biru. Ketebalan dari satuan ini pada lokasi penelitian berdasarkan hasil dari perhitungan penampang geologi A – B yaitu 422,5 m. Ciri Litologi Berdasarkan pengamatan dilapangan, litologi yang menyusun satuan ini terdiri atas Batulempung. Kenampakan lapangan dari Batulempung dalam kondisi segar berwarna abu-abu dan warna lapuk kecoklatan, tekstur klastik, ukuran butir lempung ( 1/ 256 mm ) dengan komposisi kimia silika, struktur berlapis. Lingkungan Pengendapan dan Umur Penentuan lingkungan pembentukan dan umur dari satuan Batulempung ditentukan berdasarkan pada struktur berlapis dengan ukuran butir lempung yang mencirikan lingkungan pengendapan laut dalam, ciri fisik litologi, letak geografis, posisi stratigrafi, data-data lapangan dan prinsip kesebandingan terhadap stratigrafi regional daerah penelitian serta hasil peneliti terdahulu dengan berlandaskan pada dominasi dan kesamaan ciri fisik litologi yang dijumpai maupun pengamatan petrografis, serta perbandingan terhadap lokasi tipe formasi yang disebandingkan. Berdasarkan kesamaan ciri fisik, posisi stratigrafi, dan letak geografis yang relatif dekat dengan lokasi tipe, maka satuan Batulempung dapat di sebandingkan dengan Batulempung pada Formasi Balangbaru yang berumur Kapur Atas. Hubungan Stratigrafi Hubungan stratigrafi antara satuan Batulempung dengan satuan Batupasir adalah tidak selaras, hal ini didasarkan pada umur satuan Batulempung yang berumur Kapur Atas dan umur satuan Batupasir yang berumur Paleosen sampai Oligosen. 4.1.1.3 Satuan Batupasir Pembahasan tentang satuan Batulempung meliputi uraian mengenai dasar penamaan, penyebaran, ciri litologi yang berdasarkan karakteristik megaskopis, lingkungan penmbentukan dan umur, serta hubungan stratigrafi dengan satuan batuan lainnya. Dasar penamaan Dasar penamaan satuan ini didasarkan pada kenampakan ciri fisik litologi. Untuk penamaan litologi anggota satuan ini terbagi atas dua cara yaitu penamaan batuan secara megaskopis dan penamaan batuan secara mikroskopis. Pengamatan secara megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi mineralnya yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi ukuran butir menurut Wentworth (1922). Pada kenampakan lapangan satuan ini disusun oleh litologi berupa Batupasir. Berdasarkan atas dominasi dilapangan, maka satuan ini dinamakan satuan Batupasir. Penyebaran dan ketebalan Penyebaran satuan ini menempati sekitar 15% dari luas daerah penelitian atau penyebaran secara horizontal maupun vertikal. Penyebaran satuan ini berada pada bagian selatan sampai utara unuk vertikal dan pada bagian horizontal dari arah barat barat laut sampai tenggara pada daerah penelitian. Litologi penyusun satuan ini tersingkap dengan baik di daerah salo Lagolla. Ketebalan dari satuan ini pada lokasi penelitian berdasarkan hasil dari perhitungan penampang geologi C – D yaitu 600 m. Ciri Litologi Berdasarkan pengamatan dilapangan, litologi yang menyusun satuan ini terdiri atas Batupasir. Kenampakan lapangan dari Batulempung dalam kondisi segar berwarna kuning - coklat, tekstur klastik, bentuk butir angular - sub angular, berukuran butir pasir halus - pasir kasar, komposisi material berupa kuarsa, dan material pasir. Lingkungan Pengendapan dan Umur Penentuan lingkungan pembentukan dan umur dari satuan Batupasir ditentukan berdasarkan pada struktur berlapis dengan ukuran butir pasir yang mencirikan lingkungan pengendapan laut dangkal, ciri fisik litologi, letak geografis, posisi stratigrafi, data-data lapangan dan prinsip kesebandingan terhadap stratigrafi regional daerah penelitian serta hasil peneliti terdahulu dengan berlandaskan pada dominasi dan kesamaan ciri fisik litologi yang dijumpai maupun pengamatan petrografis, serta perbandingan terhadap lokasi tipe formasi yang disebandingkan. Berdasarkan kesamaan ciri fisik, posisi stratigrafi, dan letak geografis yang relatif dekat dengan lokasi tipe, maka satuan batupasir dapat di sebandingkan dengan batupasir pada Formasi Mallawa yang berumur Paleosen sampai Oligosen. Hubungan Stratigrafi Hubungan stratigrafi antara satuan batupasir dengan satuan batugamping adalah selaras, hal ini didasarkan pada umur satuan batupasir yang berumur Paleosen sampai Oligosen dan umur satuan batugamping yang berumur Eosen Atas sampai Miosen Tengah. 4.1.1.4 Satuan Batugamping Pembahasan tentang satuan Batugamping meliputi uraian mengenai dasar penamaan, penyebaran, ciri litologi meliputi karakteristik megaskopis dan petrografis, umur, lingkungan penmbentukan dan hubungan stratigrafi dengan satuan batuan lainnya. Dasar penamaan Dasar penamaan satuan batugamping ini yaitu berdasarkan atas ciri litologi dan penyebaran yang mendominasi pada satuan batuan ini. Litologi yang menyusun satuan ini yaitu batugamping, berdasarkan hal tersebut maka penamaan satuan ini yaitu satuan Batugamping. Untuk penamaan litologi anggota satuan ini terbagi atas dua cara yaitu penamaan batuan secara megaskopis dengan menyesuaikan pada stratigrafi regional daerah penelitian. Pengamatan secara megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi mineralnya yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi Grabau (1904). Penyebaran dan ketebalan Penyebaran satuan ini menempati sekitar 15% dari luas daerah penelitian atau penyebaran secara horizontal maupun vertikal. Penyebaran satuan ini berada pada bagian selatan sampai utara unuk vertikal dan pada bagian horizontal dari arah barat barat sampai tenggara pada daerah penelitian. Litologi penyusun satuan ini tersingkap dengan baik di daerah salo Kaliki. Ketebalan dari satuan ini pada lokasi penelitian berdasarkan hasil dari perhitungan penampang geologi A – B yaitu m. Ciri Litologi Berdasarkan kenampakan dilapangan, satuan Batugamping di daerah penelitian sebagian besar dijumpai dalam keadaan segar putih kekuningan dan lapuk berwarna kehitaman, warna soil di sekitar singkapannya yaitu coklat tua sampai kehitaman, memiliki tekstur klastik, berukuran butir pasir sedang sampai lempung dan sangat kompak, tersusun atas mineral karbonat, serta sebagian besar strukturnya memperlihatkan kesan perlapisan. Lingkungan Pengendapan dan Umur Penentuan lingkungan pembentukan dan umur dari satuan Batugamping ditentukan berdasarkan pada berdasarkan struktur sedimen berupa struktur berlapis dengan ukuran butir pasir sedang sampai lempung, dan tersusun atas mineral karbonat yang mencirikan lingkungan pengendapan laut dangkal. Berdasarkan kesamaan ciri fisik, posisi stratigrafi, dan letak geografis yang relatif dekat dengan lokasi tipe, maka satuan Batugamping dapat di sebandingkan dengan Batugamping pada Formasi Tonasa yang berumur Eosen Bawah sampai Eosen Tengah. Hubungan Stratigrafi Hubungan stratigrafi antara satuan batugamping dengan satuan Trakit adalah kontak intrusi, dimana trakit menerobos satuan batugamping Formasi Tonasa. 4.1.1.5 Satuan Trakit Pembahasan tentang satuan Trakit pada daerah penelitian meliputi uraian mengenai dasar penamaan, penyebaran, ciri litologi meliputi karakteristik megaskopis dan petrografis, umur, lingkungan penmbentukan dan hubungan stratigrafi dengan satuan batuan lainnya. Dasar penamaan Dasar penamaan satuan Trakit ini yaitu berdasarkan atas ciri litologi dan penyebaran yang mendominasi pada satuan batuan ini. Litologi yang menyusun satuan ini yaitu Trakit, berdasarkan hal tersebut maka penamaan satuan ini yaitu satuan Trakit. Untuk penamaan litologi anggota satuan ini secara megaskopis dengan menyesuaikan pada stratigrafi regional daerah penelitian. Pengamatan secara megaskopis ditentukan secara langsung terhadap sifat fisik dan komposisi mineralnya yang kemudian penamaannya menggunakan klasifikasi batuan beku (Travis, 1955). Penyebaran Penyebaran satuan ini menempati sekitar 5% dari luas daerah penelitian atau penyebaran secara horizontal maupun vertika. Litologi penyusun satuan ini tersingkap dengan baik di daerah salo Kaliki. Ciri litologi Berdasarkan kenampakan dilapangan, satuan Trakit di daerah penelitian sebagian besar dijumpai dalam keadaan segar putih keabuan samapai kelabu muda, tekstur porfiritik kasar dengan fenokris sanidin yang memiliki panjang 3 cm. Lingkungan Pembentukan dan Umur Penentuan lingkungan pembentukan dan umur dari satuan Trakit ditentukan berdasarkan pada berdasarkan struktur sedimen berupa struktur berlapis dengan ukuran butir pasir sedang sampai lempung, dan tersusun atas mineral karbonat yang mencirikan lingkungan pengendapan laut dangkal. Berdasarkan kesamaan ciri fisik, posisi stratigrafi, dan letak geografis yang relatif dekat dengan lokasi tipe. Berdasarkan hal tersebut, maka satuan trakit pada daerah penelitian disebandingkan dengan trakit anggota batuan terobosan yang berumur 10.9 juta tahun atau Miosen Atas (Indonesia Gulf Oil, 1972 dalam Sukamto, 1982). Hubungan Stratigrafi Hubungan stratigrafi antara satuan intrusi Trakit dengan satuan batugamping adalah kontak intrusi, dimana trakit menerobos satuan batugamping Formasi Tonasa. BAB V SEJARAH GEOLOGI DAERAH BARRU Sejarah geologi pada daerah penelitian diawali dengan pembentukan batuan sekis yang berumur Kapur Bawah, yang tersingkap kepermukaan akibat adanya gaya tektonik berupa sesar naik dengan ciri-ciri berupa mineral sekis mika, kemudian pada zaman Kapur Atas singkapan ini mengalami Sejarah geologi daerah Barru dimulai pada zaman Kapur Bawah dimana jauh di bawah permukaan bumi terjadi proses metamorfisme membentuk sekis, kemudian terjadi aktivitas tektonik berupa sesar naik yang mengakibatkan munculnya sekis mika ke permukaan. Proses pembentukan ini berakhir pada zaman itu juga. Memasuki zaman Kapur Atas pada lingkungan laut dalam terjadi pengendapan material sedimen berukuran lempung yang kemudian membentuk batulempung, proses pengendapan ini berakhir pada zaman itu juga. Selanjutnya pada kala Paleosen di lingkungan laut dangkal terjadi pengendapan material sedimen berukuran pasir kasar sampai pasir halus yang kemudian membentuk batupasir. Bersamaan dengan proses pembentukan batupasir, dari sumber yang berbeda terendapkan pula material-material karbonat diatas batupasir membentuk batugamping. Proses pembentukan batupasir berakhir pada kala Oligosen, sedangkan proses pembentukan batugamping masih berlanjut hingga kala Miosen Tengah. Berikutnya pada Post Miosen Tengah terjadi aktivitas tektonik dan vulkanik magma yang bersifat asam naik ke permukaan melalui zona – zona lemah menerobos batuan sampai ke permukaan membentuk terobosan trakit. Kemudian terjadi proses erosi dan struktur sehingga lapisan-lapisan batuan yang telah terbentuk tersingkap kepermukaan dan memilki kenampkan seperti yang terlihat di lapangan. BAB VI PENUTUP 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat ditarik setelah melakukan praktikum ini antara lain sebagai berikut: 1. Untuk menggolongkan satuan-satuan bernama berdasarkan kenampakan ciri – ciri batuan yang diamati dilapangan. Litostratigrafi daerah penelitian terdiri dari lima satuan batuan yang dirutkan dari yang tertua sampai muda, antara lain sebagai berikut : 1. Satuan Sekis 2. Satuan Batulempung 3. Satuan Batupasir 4. Satuan Batugamping 5. Satuan Trakit 2. Pembuatan kolom stratigrafi digunakan untuk mengurutkan satuan-satuan sesuai dengan umurnya dan berperan penting dalam menentukan sejarah geologi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan sejarah geologi yaitu umur atau waktu terbentuknya batuan, lingkungan pengendapan atau lingkungan pembentukan batuan, proses struktur yang terjadi, hubungan antar lapisan batuan (selaras atau tidak selaras). 5.2 Saran Adapun saran untuk praktikum acara litostratigrafi ini agar setelah melaksanakan praktikum Prinsip Stratigrafi acara Lithostratigrafi, dapat digunakan untuk menentukan satuan-satuan yang terdapat pada suatu daerah dan dapat juga digunakan dalam pembuatan sejarah geologi suatu daerah, terutama dapat membantu dalam menganalisa litostratigrafi suatu daerah dalam tugas akhir. DAFTAR PUSTAKA Asisten Prinsip Stratigrafi. 2014. Penuntun Praktikum Prinsip Stratigrafi. Makassar: Laboratorium prinsip stratigrafi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Kaharuddin. M.S. 1988. Penuntun Praktikum Petrologi. Ujung Pandang. Universitas Hasanuddin. Sukamto, Rab. dan Supriatna S. 1982. Geologi Regional Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi Selatan.