BAB V KINERJA LOGISTIK A. PENDAHULUAN Setiap aktifitas yang dilakukan oleh organisasi dan anggota-anggota organisasi baik publik maupun swasta (private) hendaknya dinilai keberhasilan atau kegagalannya. Dengan melakukan penilaian ini, maka dapat diketahui apaapa yang harus dilakukan di masa yang akan datang. Jika berhasil, maka upaya apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas keberhasilannya dan sebaliknya jika gagal juga dapat dianalisis apa penyebab kegagalannya dan bagaimana memperbaikinya di masa depan sehingga kegagalan tersebut tidak berulang. Penilaian-penilaian yang dilakukan ini harusnya memiliki standar, sehingga setiap anggota organisasi dapat mengukur keberhasilan atau kegagalannya sendiri. Demikian pula halnya dengan aktifitas-aktifitas yang berhubungan dengan pengelolaan logistik dalam sebuah organisasi, terlebih lagi organisasi yang memang berkecimpung di bidang logistik. Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu (Bab III: Arti Penting dan Peranan) bahwa persoalan logistik ini merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting bagi organisasi. Kegagalan mengelola logistik akan berakibat fatal bagi operasi-operasi organisasi. Dampak yang paling fatal adalah berhenti/bubarnya organisasi tersebut. Kinerja manajemen logistik menunjuk pada kemampuan unit logistik untuk melaksanakan tugas-tugasnya dalam memenuhi berbagai kebutuhan unit-unit kerja atas barang-barang logistik. Dalam pokok bahasan ini dibahas mengenai pengertian kinerja dan kinerja logistik serta penyusunan laporan kinerja logistik. a. Kompetensi Dasar Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa dapat memahami Pengertian Kinerja, Tolok Ukur Kinerja Logistik (Kuantitatif dan Kualitatif)dan Laporan Kinerja Manajemen Logistik. b. Indikator Pencapaian 1. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep kinerja 2. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian kinerja logistik 3. Mahasiswa dapat membedakan kinerja kuantitatif dan kinerja kualitatif 4. Mahasiswa dapat menyusun laporan kinerja logistik sederhana baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. c. Tujuan Pembelajaran Memberikan pemahahaman kepada mahasiswa/pembaca tentang konsep kinerja logistik baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan menyusun laporan kinerja logistik. B. PENGERTIAN KINERJA Untuk menjamin bahwa manajemen logistik itu berjalan baik sesuai dengan kebijakan-kebijakan organisasi maka kinerja manajemen logistik harus senantiasa dikontrol dan dinilai. Penilaian kinerja tidak dimaksudkan untuk memantau bagian logistik secara ketat yang justru mengakibatkan bagian logistik tidak bisa bekerja secara optimal, melainkan sebagai upaya untuk membantu bagian logistik ini agar dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Oleh sebab itu, peran pimpinan tinggi organisasi sangat penting dalam memberikan dukungan terhadap peningkatan kinerja unit logistik ini. Dalam rangka menghindari kesalahpahaman terhadap masalah kinerja manajemen logistik, maka terlebih dahulu akan dibahas tentang pengertian kinerja. Kinerja dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah Performance. Menurut The scribner-Bantam English Dictionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada, tahun 1979, menyatakan bahwa performance berasal dari akar kata “to perform” yang mempunyai arti berikut: - Melakukan, - Menjalankan, - Melaksanakan, - Memenuhi atau menjalankan kewajiban sesuatu nazar, - Melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab, - Melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin. To perform berarti melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dan sesuai dengan hasil seperti yang diharapkan. Sedangkan arti kata performance merupakan kata benda (noun) dapat dimaknai sebagai “thing done” (sesuatu hasil yang telah dikerjakan). Berdasarkan hal tersebut diatas, maka arti performance atau kinerja adalah adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika” (Prawirosentono, 1999). Kinerja ini senantiasa dikaitkan dengan hasil kerja seseorang atau unit kerja (dalam hal ini adalah unit logistik). Hasil kerja senantiasa ada buktinya baik berupa fisik (barang) maupun non-fisik (laporan administrasi), dapat diukur, nyata dan sekaligus menjadi acuan hasil kerja seseorang yang digunakan sebagai basis menentukan tingkat pencapaian kerja dalam kurun waktu tertentu. Definisi lain tentang Kinerja adalah suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara nyata dapat tercermin keluaran yang dihasilkan. Kinerja dapat juga disebut sebagai prestasi kerja yaitu: hasil kerja seseorang selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target/sasaran. Mathis dan Jackson (2002), mendefinisikan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk : 1. Kuantitas keluaran 2. Kualitas keluaran 3. Jangka waktu keluaran 4. Kehadiran di tempat kerja 5. Sikap kooperatif Komponen kinerja meliputi hasil kerja (tingkat pencapaian kerja), pegawai yang melaksanakan kerja (individu), bukti kerja (konkret maupun nonkonkret), dan adanya standar kerja yang menjadi acuan kerja. Tidak semua kinerja mudah diukur atau dapat dibandingkan dengan standar kerja yang konkret. Berikut disajikan beberapa contoh kinerja yang relatif mudah diukur dan bukti konkretnya: 1. Produktivitas kerja buruh bulan ini naik 15% (dilihat dari jumlah produk konkret yang dihasilkan); 2. Tingkat produksi minyak bulan ini turun 10% bila dibandingkan dengan bulan lalu; 3. Kecepatan pembangunan fisik gedung telah mencapai 40% (dibandingkan dengan target desain kerja yang disepakati). Sedangkan contoh kinerja yang tidak mudah diukur secara konkret adalah: 1. Suasana kerja lebih terbuka dan demokratis dengan pimpinan baru; 2. Tingkat kematangan berfikir para staf terasa lebih baik; 3. Dengan mekanisme pengaturan libur yang baru, terasa kemacetan lalu lintas berkurang. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka disimpulkan bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah usaha sekaligus hasil kerja yang dapat dinilai secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai atau unit kerja dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja di dalam suatu organisasi mencakup kinerja organisasi dan kinerja pegawai. Kedua jenis kinerja ini merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institutional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance) terdapat hubungan yang erat. Kinerja organisasi tergantung pada sukses tidaknya kinerja karyawan yang menggerakkan organisasi itu. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik. Kinerja seorang karyawan akan baik bila ia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian dan mempunyai harapan (expectation) masa depan lebih baik. Dalam konteks manajemen logistik, kinerja bagian logistik akan baik jika sumber daya manusia di bagian ini memiliki skill-skill logistik, ketrampilan, semangat dan motivasi tinggi serta mendapatkan perhatian tinggi dari pimpinan. Untuk dapat meningkatkan kinerja unit logistik maka pimpinan organisasi harus memberikan kesempatan kepada personalia bagian logistik untuk mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan singkat dalam bidang pengelolaan logistik. Terlebih lagi saat ini proses-proses logistik telah banyak menggunakan transaksi elektronik (e-logistic) seperti: pengadaan barang secara elektronik (e-procurement) dan perdagangan on-line (e-trading) serta pembayaran-pembayaran secara non-cash (e-billing) dan pemesanan- pemesanan barang secara elektronik (e-ordering). Jika personalia bagian logistik tidak dibekali dengan kemampuan-kemampuan dan penguasaan teknologi informasi seperti ini, maka dampak negatif dari kelemahan bagian logistik ini akan diderita oleh seluruh personalia di semua bagian dalam satu organisasi. C. KINERJA LOGISTIK Program kerja yang ditetapkan suatu organisasi seyogianya bersifat ideal dan realistis. Dalam kenyataan tujuan kerja yang tertuang dalam program kerja jarang tercapai sepenuhnya (100%). Kadangkala tujuan kerja hanya mencapai tingkat 60% - 70%, namun tidak jarang ada pula pencapaian program kerja yang melebihi target yang ditetapkan. Dalam pengertian yang sederhana, pencapaian tujuan secara riil inilah yang disebut "kinerja". Tingkat pencapaian kinerja ini sebenarnya belum merupakan gambaran akurasi kemampuan yang dimiliki oleh suatu instansi atau individu. Tingkat pencapaian kinerja ini hanya membandingkan tingkat kerja apa yang direncanakan dibandingkan dengan tingkat kerja apa yang dicapai. Dari perbandingan antara program kerja apa yang akan dilaksanakan dengan tingkat pencapaiannya, dapat disimpulkan bahwa kinerja memiliki beberapa komponen seperti : 1. Kinerja ideal 2. Kesalahan perencanaan 3. Kinerja semu 4. Kegagalan riil 5. Kesuksesan semu Kinerja ideal adalah hasil pencapaian kerja sesuai dengan tingkat apa yang seharusnya dicapai dalam kegiatan atau sesuai dengan yang direncanakan. Kesalahan perencanaan adalah kinerja yang dicapai di bawah tingkat yang seharusnya dicapai oleh organisasi atau individu. Tingkat kinerja yang belum tercapai ini dikatakan kegagalan riil yang mungkin disebabkan oleh kesalahan perencanaan atau perencanaan program kerja yang terlalu ambisius tanpa memikirkan kondisi kerja, kemampuan organisasi dan karyawan. Kinerja semu adalah kinerja yang dihasilkan melebihi tingkat yang direncanakan di awal kegiatan. Kinerja seperti ini sering dikatakan dengan kesuksesan semu yang mungkin disebabkan oleh kesalahan perencanaan program kerja yang kurang memperhitungkan kualitas, sarana dan prasarana kerja yang telah dimiliki. Oleh karena itu, untuk mengetahui tingkat pencapaian kinerja organisasi atau individu, kita perlu mempertanyakan: 1. Apakah tujuan-tujuan kerja dan program kerja yang dicanangkan telah sesuai dengan potensi yang dimiliki organisasi atau individu? 2. Apakah tercapainya seluruh tujuan yang direncanakan diatas benar-benar merupakan prestasi kinerja yang sebenamya (riil) dan bukan sesuatu yang semu, sebab sebenamya organisasi atau karyawan masih mungkin mampu bila dibebani tujuan yang lebih ambisius lagi? 3. Bila potensi organisasi atau karyawan lebih besar dari yang tercermin dalam tujuan kerja dan program kerja, bagaimana profil (gambaran) potensi organisasi yang sebenarnya? Dengan demikian, kita dituntut untuk selalu memperlakukan kinerja organisasi logistik sebagai sesuatu yang dinamis dan terus menerus dipertanyakan. Hanya dengan demikian kita akan dipacu untuk meningkatkan kinerja logistik secara bersinambungan tiada habisnya. Untuk menyatakan kinerja unit logistik berhasil atau gagal, dapat digunakan ukuran kualitatif dan kuantitatif. Tujuan melakukan pengukuran secara kualitatif dan kuantitatif ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh suatu pekerjaan logistik telah dilaksanakan dengan baik. Apakah cukup efektif? Apakah cukup efisien? Seberapa jauh efisiensi dan efektifitasnya? (Idrajit, 2004). Ukuran kualitatif digunakan untuk mengukur efektifitas dan kuantitatif digunakan untuk mengukur efisiensi. Ukuran-ukuran kualitatif umumnya merupakan deskripsi kinerja dalam bentuk narasi atau uraian-uraian kata (nonstatistik). Sedangkan ukuran kuantatif menilai kinerja logistik dengan menampilkan anga-angka, kurva, tabel, poligon, histogram dan sebagainya yang bersifat kuantitatif. Penggunaan kedua ukuran ini bukan untuk dipertentangkan, namun justru untuk saling melengkapi dan menutupi kekurangan diantara keduanya. Apa yang tidak dapat dikemukakan dengan angka dapat dikemukakan dengan narasi, dan apa yang sulit dikatakan dengan kata-kata dapat dikemukakan secara sederhana dengan angka-angka. Tolok ukur kinerja logistik secara kualitatif utamanya dilakukan dengan memberikan penjelasan atau deskripsi dengan kata-kata, bukan dengan angkaangka. Untuk menggambarkan kinerja logistik secara kualitatif biasanya dikemukan melalui kata-kata sebagai berikut: - Pekerjaan logistik ini telah dilaksanakan dengan cukup bagus. - Prestasi unit logistik ini bagus sekali. - Bulan ini kinerja bagian logistik kurang memuaskan. - Banyak komplain kepada unit logistik dari unit-unit kerja lain karena keterlambatan distribusi dan ketidak sesuaian barang yang dibutuhkan. - Tahun ini kinerja bagian logistik mengecewakan dan mengakibatkan banyak pelanggan membatalkan pesanannya. - Kinerja bagian logistik ini menggembirakan Ungkapan/ deskripsi tersebut umumnya tidak didukung oleh data-data kuantitatif, sehingga tidak jelas dan tegas. Meskipun demikian ukuran-ukuran seperti ini tetap diperlukan karena lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh karyawan. Hanya saja untuk meningkatkan kinerjanya tersebut karyawan akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu ada beberapa kelemahan ukuran kualitatif ini dalam menilai kinerja logistik, yakni (Indrajit, 2003): 1) Seringkali terlalu subjektif. 2) Tergantung pada kondisi penilai (pendidikan, latar belakang, gairah,, pengalaman dan sebagainya). 3) Seringkali tidak konsisten dari waktu ke waktu. 4) Kurang objektif. 5) Pergantian penilai menimbulkan kesulitan dalam kesinambungan penilaian. 6) Terbatasnya kemampuan untuk pengambilkan keputusan manajemen. Adapun keunggulan dari pengukuran kualitatif ini adalah: 1) Tidak semua prestasi kerja dapat diukur dengan angka-angka misalnya: kesetiaan pada organisasi, sifat hubungan dengan bawahan/ atasan, tingkat tanggung jawab, kejujuran dan kepemimpinan. 2) Bagaimanapun juga, manusia bukanlah robot (mesin) sehingga penilaian terhadap pengembangan kepribadian dan hal-hal sejenis masih memerlukan penilaian yang bersifat kualitatif. 3) Pada tahap tertentu penilaian kualitatif ini jika disampaikan oleh atasan kepada bawahannya dapat menimbulkan motivasi untuk bekerja lebih baik. Berbeda dengan tolok ukur kualitatif, tolok ukur kuantitatif lebih mengandalkan ’kehebatan’ angka-angka yang umumnya dapat diterima secara objektif oleh karyawan. Beberapa keunggulan tolok ukur kuantitatif jika dibandingkan dengan tolok ukur kualitatif adalah sebagai berikut: 1) Lebih mudah dilakukan. 2) Dapat diketahui perkembangan kinerja dari waktu ke waktu, meningkat atau menurun melalui angka-angka seri yang terjadi. 3) Pengukuran dapat dilakukan secara konstan. 4) Tidak tergantung pada pribadi penilai karena semua pertanyaan dirumuskan dalam suatu angket yang seragam. 5) Pergantian penilai tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil penilaian. Proses dan hasil penilaian akan berlangsung secara konsisten. 6) Dapa digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan manajemen yang bersifat objektif. Sementara itu kelemahan pengukuran kuantitatif ini adalah tidak mampu menangkap dan mengukur sifat-sifat manusia yang diperlukan dalam menjalankan pekerjaan karena selalu ada interaksi antarmanusia (Indrajit, 2003). D. ASPEK-ASPEK KINERJA LOGISTIK Indrajit (2005) mengemukakan bahwa beberapa aspek dalam rangkaian manajemen logistik yang penting diukur atau dinilai kinerjanya adalah: pengendalian persediaan, pembelian (pengadaan), pergudangan (inventory) dan angkutan (distribution). Berikut ini akan dikemukakan bagaimana masingmasing aspek diukur kinerjanya. 1. Pengendalian Persediaan Ada dua ukuran utama pengendalian persediaan ini, yakni ukuran daya guna (efisiensi) dan ukuran hasil guna (efektifitas). Tolok ukur efisiensi ini menilai/ mengukur tingkat efisiensi pengelolaan barang di tingkat persediaan dalam kaitannya dengan keekonomian, pemborosan, pengorbanan, biaya dan sejenisnya. Sementara tolok ukur efektifitas digunakan untuk menilai atau menggambarkan sejauhmana persediaan barang itu bermanfaat untuk mendukung kelancaran kegiatan-kegiatan operasi organisasi/ perusahaan. Bagaimana ukuran efisiensi dan ukuran efektifitas digunakan, berikut ini beberapa aspek yang diukur/ dinilai: a. Aspek Efisiensi. Beberapa kegiatan/ fenomena yang diukur dari aspek efektifitasnya adalah sebagai berikut: 1) Perputaran barang atau turn over ratio (TOR). 2) Tingkat Persediaan. 3) Rasio Persediaan Surplus. 4) Rasio Persediaan Konstan (tetap). 5) Rasio Persediaan dan Pendapatan. Rasio Perputaran Persediaan (turn over ratio/TOR) adalah rasio antara pengeluaran/ penggunaan/ penjualan dengan persediaan. Makin tinggi TOR berarti maki cepat perputaran persediaan yang terjadi dan ini artinya makin perputaran persediaan makin efisien. Sebaliknya semakin rendah TOR-nya maka semakin lambat perputaran persediaannya dan semakin tidak efisien. Tingkat persediaan dapat dipahami sebagai perbandingan nilai persediaan dan nilai pemakaian rata-rata (perbulan/pertahun). Rasio persediaan surplus adalah rasio (perbandingan) antara nilai barang di gudang yang dianggap surplus dan nilai-nilai barang keseluruhan. Barang yang dianggap surplus adalah barang yang melebihi tingkat persediaan tertentu yang ditetapkan oleh perusahaan. Rasio persediaan konstan (mati) adalah barang persediaan yang tidak ada kemungkinannya sama sekali untuk digunakan. Barang-barang ’mati’ ini terjadi karena ketinggalan teknologi sehingga tidak dapat digunakan lagi. Misalnya mesin ketik manual sudah tidak digunakan lagi ketika sudah ada/ digantikan oleh masin-mesin ketik elektronik (komputer). Rasio persediaan dan pendapatan adalah membandingkan tingkat atau nilai persediaan barang dengan nilai pendapatan (revenue) yang diperoleh. b. Aspek Efektifitas. Beberapa fenomena/kegiatan yang diukur dengan ukuran efektifitas adalah: 1) Rasio Layanan untuk keperluan rutin. 2) Rasio Layanan untuk keperluan khusus. Tingkat layanan digunakan untuk menghitung tingkat efektifitas persediaan barang. Rasio layanan ini menunjukkan perbandingan dari dua ukuran tertentu dengan tingkat layanan yang menunjukkan tingkat layanan tertentu. Karena itu rsio layanan adalah perbandingan antara jumlah/ nilai permintaan yang dapat dipenuhi dari persediaan dan jumlah/ nilai seluruh permintaan yang dapat dipenuhi dari persediaan dan jumlah/nilai seluruh permintaan dari pemakai. Makin tinggi rasio layanan, berarti persediaan makin mampu memenuhi dan menunjang keperluan perusahaan yang berarti makin efektif (Indrajit, 2005). Dengan mengetahui tingkat efisiensi dan efektifitas pengendalian persediaan maka dapat dilakukan langkah-langkah antisipatif dan korektif agar tidak terjadi kekurangan dalam hal persediaan sehingga tidak mengganggu operasional organisasi atau perusahaan. 2. Pembelian/ Pengadaan Setidak-tidak ada ada tiga hal yang perlu dinilai/ diukur dalam hal pembelian atau pengadaan ini: harga barang, proses pembelian dan efektifitas fungsi pembelian. Harga barang dapat diukur dengan membandingkan pembelian-pembelian sebelumnya atau pembelian yang dilakukan oleh perusahaan lain. Ukuran ini juga bisa dilakukan dengan membandingkan harga pembelian dengan inflasi yang sedang terjadi pada saat pembelian dilakukan. Efisiensi proses pembelian menyangkut biaya pembelian, kecepatan pembelian, penggunaan personil, ketepatan kedatangan barang dan sebagainya. Efektifitas kegunaan barang menyangkut penggunaan barang-barang tersebut untuk keperluan operasional organisasi/ perusahaan. Jangan sampai ada barang yang dibeli tetapi tidak dimanfaatkan atau tidak jelas manfaatnya bagi organisasi. 3. Pergudangan Hal-hal yang dinilai/ diukur dalam hal pergudangan ini adalah: (1) rasio biaya pergudangan dan biaya logistik, (2) rasio penggunaan luas/ volume gudang dan kapasitas gudang, (3) biaya pengelolaan gudang per meter kubik per ruangan. Efisiensi biaya pergudangan dapat dibandingkan dengan perusahaan lain sejenis atau perusahaan lain yang lokasi gudangnya berdekatan. Rasio penggunaan volume gudang yang terbaik adalah mendekati 100%, artinya tidak banyak ruang di gudang yang tidak terpakai atau sebaliknya gudang terlalu padat dengan barang-barang sehingga beberapa barang tidak dapat dimasukkan ke dalam gudang. Perlu juga dipertimbangkan apakah organisasi/ perusahaan membangun gudang sendiri atau cukup menyewa. Pertimbangan biaya pembangunan dan biaya perawatan gudang hendaknya menjadi salah satu pertimbangan untuk hal ini. 4. Pengangkutan Dalam bidang pengangkutan, beberapa hal yang dinilai untuk mengukur kinerja manajemen logistik adalah sebagai berikut: a) Rasio biaya angkutan dengan harga barang yang diangkut. Jangan sampai terjadi biaya angkutan lebih besar daripada harga barang yang diangkut. Jika ini terjadi maka sebaiknya unit logistik memikirkan teknis pengiriman barang yang lebih efisien, misalnya menggunakan jasa kurir lain. Sebagai unit logistik yang profesional, biaya angkut harusnya lebih murah daripada harga barang yang diangkut. b) Rasio penggunaan armada angkutan dan kapasitas seluruh armada. Unit logistik harus benar-benar menghitung kecukupan armada pengangkutan barang-barang logistik. Jangan sampai kekurangan armada karena akan menghambat proses distribusi barang, atau kelebihan armada pengangkutan karena merupakan pemborosan bagi perusahaan. c) Biaya pembelian dan perawatan alat angkut. Pembelian dan perawatan alat angkut menjadi salah satu ukuran kinerja unit logistik. Jangan sampai alat-alat angkut yang sudah dibeli tidak dirawat sehingga sewaktu-waktu akan digunakan tidak berfungsi. d) Biaya operasional pengangkutan. Setiap pengangkutan barang-barang harus diperhitungkan biaya pengangkutannya. Sehingga harga barang hendaknya diakumulasikan dengan biaya pengangkutan. e) Biaya angkut per kilometer persegi atau per kilogram atau per meter kubik. E. LAPORAN KINERJA LOGISTIK Agar penilaian/ pengukuran kinerja logisitik dapat dibaca dan dijadikan dasar bagi manajemen untuk mengambil keputusan, maka hasil pengukuran ini harus disajikan dalam bentuk laporan kinerja logistik. Menurut (Indrajit, 2005) laporan kinerja logistik setidaknya mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1. Dicatat dengan lengkap, akurat, dan tepat waktu. 2. Dilaporkan kepada pihak yang memerlukan. 3. Dilakukan evaluasi atas isi laporan. 4. Dilakukan tidak lanjut untuk memperbaiki kinerja, jika diperlukan. Pencatatan laporan setidaknya dilakukan baik secara manual maupun komputerisasi. Semua kegiatan-kegiatan logistik yang telah dilaksanakan dicatat secara lengkap dan rinci. Tidak hanya menampilkan data-data yang terjadi saat ini, namun juga mengemukakan data-data yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir serta mengemukakan kecenderungannya pada masa yang akan datang. Agar dapat dinilai dan dibaca oleh pihak-pihak yang berkepentingan, maka laporan kinerja logistik harus disampaikan secara tertulis maupun lisan. Laporan tertulis ini disusun secara berkala sehingga para pengambil keputusan yakni para manajer puncak, manajer senior, manajer yunior, dan penyelia dapat mengambil keputusan secara cepat dan tepat terkait dengan kebijakankebijakan strategis dan taktis di bidang logistik. Laporan tertulis harus disertai dengan data-data kuantitatif dan kualitatif yang jelas dan langsung ke inti masalah. Evaluasi atas isi laporan dilakukan untuk menilai apakah kinerja unit logistik sudah/ belum memenuhi target atau ketentuan yang berlaku. Apakah ada kemajuan atau justru kemunduran. Evaluasi ini juga digunakan untuk menentukan apakah perlu ada tindak lanjut atau tidak atas laporan yang dibuat oleh unit logistik ini. Tindak lanjut dilakukan jika menyangkut langkah-langkah perbaikan atau peningkatan, percepatan perbaikan kinerja logistik. Langkah-langkah perbaikan atau tindak lanjut ini misalnya menyangkut sumber daya manusia (SDM), pendanaan, pengawasan, dan fasilitas yang ada. Laporan Kinerja Logistik ini dapat dibedakan ke dalam 3 jenis yakni: laporan strategis, laporan manajerial dan laporan operasional. Yang dimaksud dengan laporan strategis adalah laporan yang menyangkut hidup matinya organisasi. Laporan ini sangat terbatas audens-nya yakni para manajer puncak perusahaan/ organisasi saja. Laporan manajerial adalah laporan yang dibuat untuk manajer menengah. Isi laporan dibuat ringkas dan hanya memuat hal-hal penting bagi kelangsungan sistem logistik. Laporan manajerial tidak perlu memuat hal-hal detail karena akan dapat menyita waktu mereka dalam membaca laporan. Sedangkan laporan operasional adalah laporan yang disusun untuk kepentingan operasional yang diperlukan oleh manajer bawah/ line manajer atau penyelia (mandor). Hal-hal yang dilaporkan adalah masalah yang dihadapi sehari-hari oleh unit logistik yang tidak perlu di laporkan ke manajer menengah atau manajer puncak (Indrajit, 2005). F. RANGKUMAN 1. Kinerja adalah suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara nyata dapat tercermin keluaran yang dihasilkan. Untuk menyatakan kinerja unit logistik berhasil atau gagal, dapat digunakan ukuran kualitatif dan kuantitatif. Tujuan melakukan pengukuran secara kualitatif dan kuantitatif ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh suatu pekerjaan logistik telah dilaksanakan dengan baik. 2. Beberapa aspek dalam rangkaian manajemen logistik yang penting diukur atau dinilai kinerjanya adalah: pengendalian persediaan, pembelian (pengadaan), pergudangan (inventory) dan angkutan (distribution). Berikut ini akan dikemukakan bagaimana masing-masing aspek diukur kinerjanya. 3. Semua kegiatan-kegiatan logistik yang telah dilaksanakan dicatat secara lengkap dan rinci. Tidak hanya menampilkan data-data yang terjadi saat ini, namun juga mengemukakan data-data yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir serta mengemukakan kecenderungannya pada masa yang akan datang. G. EVALUASI 1) Jelaskan pengertian kinerja logistik menurut bahasa anda sendiri? 2) Buatlah laporan sederhana dari kegiatan manajemen logistik disuatu perusahaan ”IMANIJER” yang memenuhi aspek kualitatif dan kuantitatif REFERENSI Indrajit R.E dan Djokopranoto, R. 2005. Manajemen Persediaan. Jakarta. Grasindo