ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS DI RUANG DELIMA RSUD KABUPATEN CIAMIS LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna melengkapi Sebagai Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan Oleh : RISMA NIM. 13DB277128 PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia pada tahun 2014 menurut World Health Organization (WHO) yaitu sebesar 289.000 jiwa. Di Asia Tenggara AKI tercatat sebesar 16.000 jiwa. Di Negara Piliphina 170 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 60 per 100.000 kelahiran hidup dan Malaysia 30 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014). WHO memperkirakan lebih dari 2 per 100 ibu meninggal saat hamil, bersalin dan nifas yang disebabkan oleh berbagai faktor kehamilan dengan risiko, persalinan yang berakhir dengan komplikasi dan infeksi pada masa nifas dan yang paling tinggi adalah persalinan dengan perdarahan. Tingginya angka kematian ibu hamil, nifas dan bersalin menunjukan buruknya pelayanan kesehatan, komplikasi tidak hanya terjadi pada masa kehamilan dan bersalin, infeksi pada masa nifas juga menyumbang angka kematian ibu (Depkes, 2012). Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukan bahwa AKI adalah 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan AKI 2007 yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Faktor langsung penyebab tingginya AKI adalah perdarahan (45%) terutama perdarahan post partum. Selain itu adalah keracunan kehamilan (24%), infeksi (11%) dan partus lama/macet (7%). Komplikasi obstetrik umumnya terjadi pada waktu persalinan yang waktunya pendek yaitu sekitar 8 jam (Depkes, 2010). Bila melihat target MDGs 2015 untuk AKI, target Indonesia adalah menurunkan AKI mencapai 102 per 100.000 kelahiran hidup. Dengan posisi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 maka akan sangat sulit bagi pemerintah untuk mencapai target penurunan AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Melonjaknya AKI tidak terlepas dari kegagalan program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB). 1 2 Berdasarkan profil kesehatan Jawa Barat, angka kematian ibu pada tahun 2012 mencapai 804 per 100.000 kelahiran hidup, angka ini menurun pada tahun 2013 yaitu 758 per 100.000 kelahiran hidup dengan jumlah penyebab langsung kematian ibu pada saat bersalin (67,5%) dengan klasifikasi perdarahan sebesar (33,1%), Hipertensi (28,8%), Infeksi (6,1%), Abortus (0,1%), dan partus lama (0,7%). (Pogi Jabar, 2012). Sedangkan pada tahun 2013 Angka Kematian Ibu (AKI) di provinsi Jawa Barat mencapai 758 per 100.000 kelahiran hidup dengan penyebab kematian perdarahan (31,7%) Hipertensi dalam kehamilan (29,3%), Infeksi (5,6%), Partus lama (0,64%), Abortus (0,12%), Lain-lain (32,5%) (Pogi Jabar, 2013). Menurut Dinas Kesehatan Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Ciamis pada tahun 2015 tercatat ada 15 orang kematian ibu. Sedangkan pada tahun 2016 angka kematian ibu yang tercatat hingga bulan Februari yaitu 2 orang. Hasil penelitian Nurul Aeni menunjukan bahwa kematian ibu di Kabupaten Pati Tahun 2011 paling banyak disebabkan oleh penyakit jantung, preeklamsi/eklamsi dan perdarahan. Hasil tersebut berbeda dengan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007 yang menemukan tiga penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, preeklamsi/eklamsi dan infeksi. Berdasarkan sebaran pada tahun 2011, kematian ibu terjadi di 16 kecamatan dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Pati, dengan kematian terbanyak terjadi di Kecamatan Tlogowungu dan Sukolilo. Berdasarkan waktu kejadian, kematian ibu paling banyak terjadi pada masa nifas hingga 42 hari setelah persalinan. Di Jawa Tengah, tahun 2010 lebih dari setengah kematian ibu terjadi pada masa nifas. Pada penelitian ini, sekitar 40% kematian ibu masa nifas terjadi beberapa jam setelah persalinan. Kondisi ini mengindikasikan mekanisme pengawasan setelah persalinan oleh tenaga medis yang masih lemah. Oleh sebab itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Pati menginstruksikan kepada para bidan untuk melakukan persalinan empat tangan (penanganan persalinan oleh dua bidan), agar kondisi ibu dan bayi setelah melahirkan tetap terpantau, tetapi anjuran tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan. 3 Dalil-dalil yang menunjukkan batas waktu nifas 40 hari, satu sama lain saling kuat menguatkan, sehingga sampai kepada tingkatan boleh dipakai dan diterima, dengan 40 hari itu menjadi suatu batas yang tertentu. Oleh karena itu perumpamaan nifas wajib meninggalkan shalat 40 hari, kecuali jika ia melihat dirinya bersih sebelum itu. Dan hukumnya nifas itu sama dengan haid dan semua hal. ْ َعنْ أ ُ ِّم َس َل َم ِة قــَا َل ال َمرْ أَةُ مِنْ نِســَا ِء ال َّن ِبيِّ صلى هللا عليه وسلّم َت ْق ُع ُد فِى:ت ت اَرْ َب ِعي َْن لَ ْي َل َه الَ َيأْ ُم ُر َها صلى هللا عليه وسلّم ال ِّن َف ِ ــــــاس َكــــا َن ِ ابوداود.ــــاس صالَ ِة ال ِّن َف َ ــاء َ ي ْق ِ ض ِ “Dari Ummu Salamah, ia berkata : Adalah wanita-wanita dari istriistri Nabi SAW, mereka tidak shalat diwaktu nifas selama 40 hari, dan Nabi SAW tidak memerintahkannya mengqadla shalat karena nifas”. [HR. Abu Dawud]. Dari hadis tersebut menerangkan bahwa tidak ada batas minimal masa nifas, jika kurang dari 40 hari darah tersebut berhenti maka seorang wanita wajib mandi dan bersuci, kemudian shalat dan dihalalkan atasnya apa-apa yang dihalalkan bagi wanita yang suci. Adapun batasan maksimalnya, para ulama berbeda pendapat tentangnya. Wanita yang nifas juga tidak boleh melakukan hal-hal yang dilakukan oleh wanita haid, yaitu tidak boleh shalat, puasa, thawaf, menyentuh mushaf dan berhubungan intim dengan suaminya pada kemaluannya. Namun ia juga diperbolehkan membaca Al-Qur’an dengan tanpa menyentuh mushaf langsung (boleh dengan pembatas atau dengan menggunakan media elektronik seperti komputer, ponsel), berdzikir dan boleh melayani atau bermesraan dengan suaminya kecuali pada kemaluannya. Hasil penelitian Yayat Suryati menunjukan bahwa dari 40 orang ibu nifas yang berobat di Poli KIA Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan baik tentang perawatan luka yakni sebesar 28 orang (70%). Masa nifas atau puerperium adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. 4 Masa nifas dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Sekitar 50% kematian ibu terjadi dalam 24 jam pertama postpartum sehinga pelayanan pasca persalinan yang berkualitas harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu pada masa nifas. Sehingga RSUD Kabupaten Ciamis melakukan upaya dalam asuhan masa nifas diantaranya yaitu melakukan pemantauan kondisi ibu setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua, mengatasi gangguan rasa nyeri yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada ibu, mencegah infeksi pada saluran kemih, infeksi pada genetalia, infeksi payudara (Mastitis, Abses) dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), memberikan pendidikan kesehatan pada ibu. Berdasarkan survey yang dilakukan di RSUD Kabupaten Ciamis terdapat 108 jumlah ibu nifas fisiologis yang tecatat pada tahun 2016 hingga bulan Februari. Berdasarkan hal itu penulis mengambil kasus pada Ibu Nifas Fisiologis di RSUD Kabupaten Ciamis. A. Rumusan Masalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan pada ibu Nifas fisiologis di Ruang Delima RSUD Kabupaten Ciamis" B. Tujuan 1. Tujuan Umum Penulis mampu melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas Fisiologis di Ruang Delima RSUD Kabupaten Ciamis dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan dan pendokumentasian dalam bentuk SOAP. 2. Tujuan Khusus a. Diharapkan dapat melaksanakan pengkajian data subjektif pada ibu Nifas Fisiologis di Ruang Delima RSUD Kabupaten Ciamis. b. Diharapkan dapat melaksanakan pengkajian data objektif pada ibu Nifas Fisiologis di Ruang Delima RSUD Kabupaten Ciamis. c. Diharapkan dapat menganalisa data pada ibu Nifas Fisiologis di Ruang Delima RSUD Kabupaten Ciamis. 5 d. Diharapkan dapat melakukan penatalaksanaan sesuai dengan data yang telah didapat pada ibu Nifas Fisiologis di Ruang Delima RSUD Kabupaten Ciamis. C. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Hasil laporan ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi perkembangan ilmu kebidanan dan dapat dijadikan referensi bagi ilmu kebidanan, khususnya dalam pemberian asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat menjadi sumber bacaan bagi mahasiswi Prodi DIII Kebidanan STIKes Muhammadiyah Ciamis dalam menerapkan ilmu kebidanan. b. Bagi Lahan Praktik Diharapkan dapat dijadikan gambaran informasi serta bahan untuk meningkatkan asuhan kebidanan yang diterapkan oleh lahan praktik. c. Bagi Penulis Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan yang didapat selama perkuliahan dan praktik serta dapat mengaplikasikan pada penanganan nifas normal. d. Bagi Klien Dengan melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas sesuai manajemen kebidanan diharapkan ibu dapat melewati masa nifas tanpa komplikasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar 1. Pengertian Nifas Masa nifas puerperium adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih kembali seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung 6 minggu atau 40 hari (Ambarwati,2010: hal1). Masa nifas (puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Dalam bahasa latin, waktu mulai tertentu setelah melahirkan anak ini di sebut puerperium yaitu kata puer yang artinya bayi dan parous melahirkan. Jadi puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi. Beberapa konsep mengenai pengertian masa nifas berdasarkan para ahli antara lain : Menurut Sarwono Masa nifas mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira- kira 6 minggu, akan tetapi seluruh alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 minggu. Menurut Rustam Nifas adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil 6-8 minggu. Menurut Varney Periode post natal adalah waktu penyerahan dari selaput dan plasenta (menandai akhir dari periode intrapartum) menjadi kembali ke saluran reproduksi wanita pada masa sebelum hamil. Periode ini juga disebut puerperium. Waktu masa nifas yang paling lama pada wanita umumnya 40 hari di mulai sejak melahirkan atau sebelum melahirkan (yang di sertai tandatanda kelahiran). Jika sudah selesai masa 40 hari akan tetapi darah tidak berhenti atau tetap keluar darah, maka perhatikanlah bila keluarnya di saat ada (kebiasaan) haid, maka itu darah haid atau menstruasi. Akan tetapi, jika darah keluar terus dan tidak ada masa-masa haidnya dan darah itu terus 6 7 tidak berhenti mengalir, maka ibu harus segera memeriksa ke bidan atau ke dokter. Menurut as Syafi’ah biasanya nifas itu 40 hari, sedangkan menurut al Malikiyah dan juga as Syafi’ah paling lama nifas itu adala 60 hari. Menurut al Hanafiyah an al Hanabilah paling lama 40 hari. Bila lebih dari 40 hari makah darah istihadah. At-Tirmizi berkata: bahwa para ahli ilmu dikalangan sahabat Nabi, para tabi’i dan orang-orang yang sesudahnya sepakat bahwa wanita yang mendapat nifas harus meninggalkan shalat selama 40 hari. Kecuali darahnya itu berhenti sebelum 40 hari maka ia harus mandi dan shalat. Namun bila lebih dari 40 hari darah masih tetap keluar kebanyakan para ahli ilmu berkata bahwa dia tidak boleh meninggalkan shalatnya. Q.S Al-Baqarah : 222 ْض َوالَ َت ْق َرب ُْو هُنَّ َح َّتى ِ ِض قُ ْل ه َُوأَ ًذى َفاعْ َت ِزلُوا ال ِّنســــَا َء فِي ْال َم ِ حي ِ َو َيسْ أَلُ ْو َن َك َع ِن ْال َمح ُ َي ْطهُرْ َن َفإِ َذا َت َطهَّرْ َن َفـــأْ ُتوهُنَّ ِمنْ َحي ُّْث أَ َم َر ُك ُم هللاُ إِنَّ هللا ُيحِبُّ ال َّتوَّ ِابي َْن َو ُيحِب ْال ُم َت َطه ِّري َْن Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah (darah) haid adalah kotoran, maka menjauhlah kalian dari istri kalian di tempat keluarnya haid. Dan janganlah kalian mendekati mereka sampai mereka suci. Jika mereka telah bersuci maka datangilah (campurilah) mereka sesuai dengan cara yang diperintahkan Allah kepada kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan orang-orang yang menyucikan diri.” Turunnya ayat ini disebutkan dalam sebuah hadis dari Anas bin Malik bahwa orang Yahudi bila istrinya sedang haid mereka tidak mau makan bersama, tidak mau serumah dengan dia. Maka seorang sahabat Rasulullah menanyakan hal itu, lalu turunlah ayat ini. Kemudian Rasulullah saw. bersabda: "Segala sesuatu boleh kamu perbuat dengan istrimu yang sedang haid selain bersetubuh." Haid itu darah kotor yang keluar dari rahim 8 perempuan tiap-tiap bulan paling cepat sehari semalam lamanya dan biasanya 6 atau 7 hari, dan paling lama 15 hari. Bermacam-macam sikap orang-orang terhadap perempuan yang haid itu. Orang-orang Yahudi sangat keras sikapnya, tidak mau bergaul dengan istrinya yang haid, tidak mau makan minum bersama, dan tidak mau bersama-sama serumah dengan mereka, tidak mau menyentuh karena kulitnya dianggap najis. Para ahli kesehatan telah banyak menerangkan tentang bahaya bersetubuh dengan perempuan haid. Pada akhir ayat tersebut telah menerangkan bahwa Dia sayang sekali kepada orang-orang yang mau bertobat dari kesalahannya, dan kepada orang-orang yang selain menjaga kebersihan. 2. Tujuan asuhan masa nifas Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik Ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60% kematian Ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Syaifuddin, 2002, hal. : 122). Tujuan perawatan masa nifas adalah untuk menghindarkan /mendeteksi adanya kemungkinan adanya perdarahan postpartum dan infeksi. Oleh karena itu, penolong persalinan sebaiknya tetap waspada, sekurang-kurangnya satu jam postpartum untuk mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi persalinan. Umumnya wanita sangat lemah setelah melahirkan, terlebih bila partus berlangsung lama. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis harus diberikan oleh penolong persalinan. Ibu dianjurkan untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh. Bidan mengajarkan kepada ibu bersalin bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan air dan sabun. Memastikan ibu mengerti untuk membersihkan daerah sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan kebelakang dan baru membersihkan sekitar anus. Sarankan ibu untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan daerah alat genetalianya. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi sarankan ibu untuk menghindari atau tidak menyentuh daerah luka. Memberikan pelayanan kesehatan tentang perawatan diri, nutisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, dan perawatan bayi 9 sehat. Ibu postpartum harus diberikan pendidikan mengenai pentingnya gizi antara lain kebutuhan gizi ibu menyusui diantaranya adalah: a. Mengkonsusmsi tambahan 500 kalori tiap hari. b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup. c. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum sebelum menyusui). Memberikan pendididkan kesehatan mengenai laktasi dan perawatan payudara, yaitu sebagai berikut : a. Menjaga payudara tetap bersih dan kering. b. Menggunakan bra yang menyokong payudara. c. Apabila puting susu lecet, oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting setiap kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan mulai dari puting susu yang tidak lecet. d. Lakukan pengompresan apabila bengkak dan terjadinya bendungan ASI. Konseling mengenai KB, bidan memberikan konseling mengenai KB antara lain seperti berikut ini : a. Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka tentang cara mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. b. Biasanya wanita akan menghasilkan ovulasi sebelum ia mendapatkan lagi haidnya setelah persalinan. Oleh karena itu, penggunaan KB dibutuhkan sebelum haid pertama untuk mencegah kehamilan baru. Pada umumnya metode KB dapat dimulai 2 minggu setelah persalinan. c. Sebelum menggunakan KB sebaiknya dijelasan efektivitasnya, efek samping, untung ruginya, serta kapan metode tersebut dapat di gunakan. d. Jika ibu dan pasangan telah memilih metode KB tertentu, dalam 2 minggu ibu dianjurkan untuk kembali. Hal ini untuk melihat apakah metode tersebut bekerja dengan baik. 10 3. Tahapan Masa Nifas a. Intermediate postpartum (24 jam) Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh sebab itu, bidan harus dengan teratur melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah dan suhu. b. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu) Di fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak ada demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta Ibu dapat menyusui bainya dengan baik. c. Periode late postpartum (1 minggu-5 minggu) Di periode ini bidan tetap memaklumkan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB (Sahela, 2009). 4. Periode nifas Periode postnatal adalah waktu penyerahan dari selaput dan plasenta (menandai akhir dari periode intrapartum) menjadi kembali kesaluran reproduktif wanita pada masa sebelum hamil. Periode ini juga disebut puerperium. a. Puerperium dini Adalah masa nifas dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. b. Puerperium Intermedial Adalah kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu. c. Remote Puerperium Adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, atau tahunan. 11 5. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas Tabel 2.1 Program masa nifas Kunjungan 1. Waktu Tujuan 6-8 jam Pencegahan perdarahan masa nifas karena atonia setelah uteri persalinan Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga mengenai bagaimana cara mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri Pemberian ASI awal Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir Menjaga bayi agar tetap hangat dengan cara mencegah hipotermi Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir selama 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan bayinya dalam keadaan stabil 2. 6 hari setelah persalinan Memastikan involusi uterus berjalan normal : uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan cairan dan istirahat Memastikan ibu menyusui bayinya dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari 3. 2 minggu setelah persalinan Memastikan involusi uterus berjalan normal : uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau 12 perdarahan abnormal Memasikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan paa bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari 4. 6 minggu setelah Menanyakan pada ibu tentang kesulitan-kesulitan yang ia atau bayinya alami persalinan Memberikan konseling KB secara dini (Sulistyawati, 2009; hal 6) 6. Perubahan Fisiologis Masa Nifas Seorang wanita selama hamil terjadi perubahan pada system tubuhnya di antranya terjadi pada sistem reproduksi, sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem muskoluskeletal, sistem endokrim, sistem kardiovaskuler, sistem hematologi dan terjadinya perubahan tanda-tanda vital setelah kelahiran bayi dan plasenta Ibu mengalami suatu periode pemulihan kembali kondisi fisik maupun psikologinya (Ball (1994) dan Hyten (1995) dalam Ika 2015) a. Sistem Reproduksi 1) Uteus Pada uterus terjadi proses involusi. Proses involusi adalah proses kembalinya uterus ke dalam keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada tahap ketiga persalinan uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini, besar uterus kira-kira sama besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dan beratnya kira-kira 100 gram. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus uteri mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 13 1-2 cm setiap jam. Pada hari pascapartum keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilikus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa di palpasi pada abdomen pada hari ke-9 pasca partum Tabel 2.2 Proses Involusi Uterus Berat Involusi Tinggi Fundus Uteri Uterus Keadaan Serviks (gr) Bayi lahir Setinggi pusat 1000 Uri lahir 2 jari dibawah pusat 750 Satu Pertengahan pusat dan minggu simpisis Dua minggu Tak teraba diatas simpisis 350 Bertambah kecil 50-60 Sebesar normal 30 Enam minggu Delapan minggu 500 Lembek Beberapa hari setelah post partum dapat dilalui 2 jari. Akhir minggu pertama dapat dimasuki 1 jari. (DewidanSunarsih, 2011; hal 57) Menurut Ambarwati (2009; hal 77) involusi uteri dari luar dapat diamati yaitu dengan memeriksa fundus uteri dengan cara segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan menurun kira- kira 1 cm setiap hari. Pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm dibawah pusat. Pada hari ketiga sampai hari keempat tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari kelima sampai hari ketujuh tinggi fundus uteri pertengahan antara pusat dan simpisis. Pada hari kesepuluh tinggi fundus uteri tidak teraba. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut : a) Iskemia miometrium Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus-menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relatif anemia dan menyebabkan serat otot atrofi. 14 b) Autolisis Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga panjangnya 10 kali dari semula dan lebar 5 kali dari semula selama kehamilan atau dapat juga dikatakan sebagai perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron. c) Efek Oksitosin Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. Penurunan ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan oleh perubahan lokasi uterus ketika turun keluar dari abdomen dan kembali menjadi organ pelvis. 2) Involusi Tempat Plasenta Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata, dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke -2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh trombus. Biasanya luka yang demikian sembuh dengan menjadi parut, tetapi luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara dilepaskan dari dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasar luka. Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu. 15 3) Perubahan Ligamen Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis, serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut kembali seperti sedia kala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendur yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligamen, fasia, dan jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendur. 4) Perubahan pada Serviks Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks yang akan menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Beberapa setelah persalinan, ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak rata, tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari kanalis servikalis. 5) Lochea Lochea mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lochea dapat di bagi berdasarkan waktu dan warnanya di antaranya sebagai berikut : a. Lochea rubra Lochea ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa postpartum. Sesuai dengan namanya, warnanya biasanya merah dan mengandung darah dari perobekan/luka pada plasenta dan serabut dari desidua dan chorion. Lochea terdiri 16 atas sel desidua, verniks caseosa, rambut laguno, sisa mekonium dan sisa darah. b. Lochea sanguinolenta Lochea ini berwarna merah kuning berisi darah dan lendir karena pengaruh plasma darah, pengeluarannya pada hari ke 3-7 hari postpartum. c. Lochea serosa Lochea ini muncul pada hari ke 7-14 postpartum. Warnanya biasanya kekuningan atau kecoklatan. Lochea ini terdiri atas lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri atas leukosit dan robekan laserasi plasenta. d. Lochea alba Lochea ini muncul lebih dari hari ke 10 postpartum. Warnanya lebih pucat, putih kekuningan, serta lebih banyak mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati. 6) Perubahan pada Vagina dan Perineum Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangan terengang akan kembali secara bertahap pada ukuran sebelum hamil selama 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan menonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan menimpih secara pemanen. Mukosa tetap atrofik pada wanita yang menyusui sekurang-kurangnya sampai menstruasi di mulai kembali penebalan mukosa vagina terjai seiring pemulihan fungsi ovarium. b. Perubahan tanda – tanda vital 1) Suhu Badan Satu hari (24 jam) postpartum suhu badan akan naik sedikit (37,5-38oC) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan, dan kelelahan. Apabila keadaan normal suhu badan menjadi biasa. Biasanya hari ketiga suhu badan naik lagi karena ada pembentukan ASI dan payudara menjadi bengkak. Bila suhu tidak 17 turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, traktus genetalis atau sistem lain. 2) Nadi Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 x/menit. Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat. 3) Tekanan Darah Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum menandakan terjadinya preeklamsia postpartum. 4) Pernapasan Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran napas. c. Perubahan Sistem Kardiovaskuler 1) Volume Darah Perubahan volume darah bergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi, serta pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema fisiologis). 2) Curah Jantung Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkulasi uteroplasenta tibatiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua jenis kelahiran. d. Perubahan Sistem Hematologi Selama minggu-minggu kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar fibinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetap darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas meningkatkan faktor pembekuan darah. sehingga 18 e. Sistem Pencernaan pada Masa Nifas 1) Nafsu Makan Ibu biasanya merasa lapar segera setelah melahirkan sehingga ia boleh mengkonsumsi makanan ringan. Ibu sering kali cepat lapar setelah melahirkan 1-2 jam post-primordial, dan dapat di toleransi dengan diet yang ringan. Sering kali untuk pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari, gerak tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika sebelum melahirkan diberikan enema. 2) Motilitas Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal. 3) Pengosongan Usus Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah Ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. f. Perubahan Sistem Perkemihan 1) Fungsi sistem Perkemihan Keseimbangan cairan dan elektrolit. Cairan yang terdapat dalam tubuh terdiri atas air dan unsur-unsur yang terlarut di dalamnya. Sebanyak 70% dari air tubuh terletak di dalam sel-sel dan dikenal sebagai cairan intraselular. Kandungan air sisanya disebut cairan ekstraselular. 2) Sistem Urinarius Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan penyebab penurunan fungsi ginjal selama masa 19 postpartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. 3) Komponen Urine Pemecahan klebihan protein di dalam sel otot uterus juga menyebabkan proteinuria ringan (+1) selama satu sampai dua hari setelah waita melahirkan. Hal ini terjadi pada sekitar 50% wanita. 4) Diuresis Postpartum Diuresis pascapartum, yang yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. 5) Uretra dan Kandung Kemih Trauma dapat terjadi pada uretra dan kandun kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih mengalami hiperemia dan edema. Kandung kemih yang udema, terisi penuh dan hipotonik dapat mengakibatkan overdistensi, pengosongan yang tidak sempurna dan urine residual. Hal ini dapat di hindari jika dilakukan asuhan untuk berkemih. Pengambilan urine dengan cara bersih atau melalui kateter sering menunjukkan adanya trauma pada kandung kemih. g. Perubahan Sistem Hematologi Pada ibu masa nifas 72 jam pertama biasanya akan kehilangan volume plasma daripada sel darah, penurunan plasma ditambah peningkatan sel darah pada waktu kehamilan diasosikan dengan peningkatan hematoktir dan haemoglobin pada hari ketiga sampai tujuh hari setelah persalinan. (Rukiyah. at.all, 2011;h. 71) h. Perubahan Payudara Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologi, yaitu produksi susu dan sekresi susu atau let down. Selama Sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika hormon yang dihasilkan plasenta lalu 20 mengeluarkan hormon prolaktin. Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara mulai bisa dirasakan Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak, dan sakit. Sel-sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi menghisap puting, refleks saraf meransang untuk mengsekresi hormon oksitosin. Oksitosin merangsang reflek let down (mengalirkan), sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus aktiferus payudara keduktus yang terdapat pada puting. Ketika ASI dialirkan karena isapan bayi atau dengan dipompa selsel acini terangsang untuk menghasilkan ASI lebih banyak. Refleks ini dapat berlanjut sampai waktu yang cukup lama. (Saleha, 2009;hal 58). 7. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas a. Nutrisi Kualitas dan jumlah makanan yang akan dikonsumsi akan sangat mempengarusi ASI selama Ibu dengan status gizi baik rata-rata memproduksi ASI sekitar 800 cc yang akan mengandung 600 kkal, sedangkan Ibu dengan status gizinya kurang biasanya akan sedikit menghasilkan ASI. Terkait dengan pemenuhan gizi bayi, antara lain : 1) Konsumsi tambahan 500 kalori tiap hari. 2) Makanan dengan diet seimbang untuk dapat protein yang diperlukan untuk pertumbuhan dan pengganti sel-sel yang rusak atau mati. Mineral dan vitamin digunakan untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit dan kelancaran metabolisme tubuh. 3) Ibu menyusui dianjurkan minum 2-3 liter perhari dalam bentuk air putih, susu, dan jus buah. 4) Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) sebanyak 2 kali yaitu pada 1 jam setelah melahirkan dan 24 jam setelahnya agar dapat memberikan vitamin A melalui ASI. 5) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setiaknya 40 hari pasca persalinan. (Nanny, 2011). b. Ambulasi Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk secepat mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya 21 secepat mungkin untuk berjalan. Pada persalinan normal sebaiknya ambulasi dikerjakan setelah 2 jam (ibu boleh miring ke kiri atau ke kanan untuk mencegah adanya trombosit) Mobilisasi hendaknya dlakukan secara bertahap. Dimulai dengan gerakan miring ke kanan dan ke kiri. Pada hari kedua Ibu telah dapat duduk, lalu pa hari ketiga Ibu dapat menggerakan kaki yakni dengan jalan-jalan. Hari keempat dan kelima, Ibu boleh pulang. Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka. (Sari dan Rimandini, 2014) Keuntungan dari ambulasi dini adalah sebagai berikut : 1) Ibu merasa lebih sehat dan kuat. 2) Faal usus dan kandung kemih lebi baik. 3) Kesempatan yang baik untuk mengajar Ibu merawat/memelihara anaknya. 4) Tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal. 5) Tidak memengaruhi penyembuhan luka episiotomi atau luka di perut. 6) Tidak memperbesar kemungkinan prolaps atau retroflexio. c. Eliminasi Buang Air Kecil (BAK) setelah Ibu melahirkan, terutama bagi ibu yang pertama kali melahirkan akan terasa pedih bila BAK. Keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh iritasi pada uretra sebagai akibat persalinan sehingga penderita takut BAK. Bila kandung kemih penuh, maka harus diusahakan agar penderita dapat buang air kecil sehingga tidak memerlukan penyadapan karena bagaimanapun kecilnya akan membawa bahaya infeksi. Miksi disebut normal bila dapat BAK spontan tiap 3-4 jam. Ibu diusahakan mampu buang air kecil sendiri, bila tidak maka dilakukan tindakan berikut ini : 1) Dirangsang dengan mengalirkan air keran di dekat klien. 2) Mengompres air hangat di atas simfisis. 3) Saat site bath (berendam air hangat) klien disuruh BAK. Bila tidak berhasil dengan cara di atas maka dilakukan kateterisasi. Hal ini dapat membuat klien merasa tidak nyaman dan 22 risiko infeksi saluran kemih tinggi. Oleh sebab itu, kateterisasi tidak dilakukan sebelum lewat enam jam postpartum. Buang Air Besar (BAB). Defekasi (buang air besar) harus ada dalam 3 hari postpartum. Bila ada obstipasi dan timbul koprostase hingga skibala (feses yang mengeras) tertimbun direktum, mungkin akan terjadi febris. Bila terjadi hal demikian dapat dilakukan klisma atau diberi laksan per os (melalui mulut). Pengeluaran cairan lebih banyak pada waktu persalinan sehingga dapat memengaruhi terjadinya konstipasi. Biasanya bila penderita tidak BAB sampai 2 hari sesudah persalinan akan ditolong dengan pemberian spuit gliserine/diberikan obat-obatan. Biasanya 2-3 hari postpartum masih susah BAB, maka sebaiknya diberikan laksan atau paraffin (1-2 hari postpartum), atau pada hari ketiga diberi laksan supositoria dan minum air hangat. Berikut adalah cara agar dapat BAB dengan tratur : Diet teratur, pemberian cairan yang banyak, ambulasi yang baik, bila takut bunag air besar secara episiotomi, maka diberikan laksan suppositoria. d. Kebersihan diri dan perineum 1) Personal Higiene Mandi di tempat tidur dilakukan sampai ibu dapat mandi sendiri di kamar mandi. Bagian utama yang harus dibersihkan adalah puting susu dan mammae. Tanda-tanda pengeluaran lochea yang menunjukan keadaan yang abnormal adalah sebagai berikut : (a) Perdarahan yang berkepanjangan. (b) Pengeluaran lochea tertahan. (c) Rasa nyeri yang berlebihan. (d) Terdapat sisa plasenta yang merupakan sumber perdarahan. (e) Terjadi infeksi intrauterine. 2) Perineum Langkah-langkah penanganan kebersihan diri adalah sebagai berikut : (a) Anjurkan bersihkan seluruh tubuh. (b) Ajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. 23 (c) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya 2 kali sehari. (d) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air, sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya. (e) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh luka. 3) Istirahat Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan, akan terasa lebih lelah bila partus berlangsun agak lama. Hal ini mengakibatkan susah tidur, alasan lainnya adalah terjadi gangguan pola tidur karena beban kerja bertambah, ibu harus bangun malam untuk meneteki atau mengganti popok yang sebelumnya tidak pernah dilakukan. 4) Seksual Dinding vagina kembali pada keaadaan sebelum hamil dalam waktu 6-8 minggu. Secara fsik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukan 1 atau 2 jari ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan ibu tidak merasakan ketidaknyamanaan, maka aman untuk memulai melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap. Banyak budaya yang mempunyai tradisi memulai hubungan suami istri sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 60 hari setelah persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan yang bersangkutan. Hubungan seksual dapat dilakukan dengan aman ketika luka episiotomi telah sembuh dn lochea telah berhenti. Sebaiknya hubungan seksual dapat di tunda sedapat mungkin sampai 40 hari setelah persalinan karena pada saat itu diharapkan organ-organ tubuh telah pulih kembali. Ibu mengalami ovulasi dan mungkin mengalami kehamilan sebelum haid pertama timbul setelah persalinan. Oleh karena itu, bila senggama tidak mungkin menunggu sampai hari ke 40, suami/istri perlu melakukan usaha untuk mencegah kehamilan. Pada saat inilah waktu yang tepat untuk memberikan konseling tentang pelayanan KB. 24 e. Keluarga Berencana Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan dan konsepsi yang bearti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Tujuan dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut. Kontrasepsi yang cocok untuk ibu masa nifas antara lain: 1) Metode Amenorhea Laktasi (MAL) Metode Amenorhea Laktasi adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI secara ekslusif, artinya hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan makanan dan minuman lainnya. Metode ini dapat dikatakan sebagai metode keluarga berencana alamiah (KBA), apabila tidak di kombinasikan dengan metode kontrasepsi lain. 2) Pil Progestin Pil Progestin merupakan pil kontrasepsi yang berisi hormon sintesis progesterone. Metode ini cocok digunakan untuk ibu menyusui yang ingin memakai pil KB karena sangat efektif pada masa laktasi. Efek samping utama adalah gangguan perdarahan (perdarahan bercak atau perdarahan tidak teratur). 3) Suntikan Progestin Metode ini sangat efektif dan aman, dapat digunakan oleh semua wanita dalam usia reproduksi, kembalinya kesuburan lebih lambat (rata-rata 4 bulan), serta cocok untuk masa laktasi karena tidak menekan produksi ASI. 4) Kontrasepsi Implan Efektif selama 5 tahun untuk Norplant, 3 tahun untuk jadena, Indoplant dan Implanon. Kontrasepsi ini dapat digunakan oleh semua wanita dalam usia reproduksi. Pemasangan dan pencabutan perlu pelatihan. Kesuburan segera kembali setelah implant dicabut. 5) Alat Kontrasepsi dalam rahim (AKDR) Adalah suatu alat untuk mencegah kehamilan yang efektif, aman dan reversebel yang terbuat dari plastik atau logam kecil yang dimasuka dalam uterus melalui kanalis servikalis (WHO, 2010). 25 Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) memiliki beberapa jenis, yaitu CuT – 380A, Nova T, dan Lippes Lopps. f. Latihan/senam nifas Senam nifas adalah senam yang dilakukan ibu setelah melahirkan setelah keadaan tubuh pulih kembali. Tujuan senam nifas adalah mengenbalikan kekuatan otot – otot badan supaya ibu sehat jasmani dan memulihkan kondisi fisik tubuh seperti semula atau mendekati seperti semula. Selain itu, senam nifas bertujuan pila untuk mempercepat penyembuhan, mencegah timbulnya komplikasi, serta memulihkan dan menguatkan otot – otot punggung, otot dasar panggul dan otot perut. 8. Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas Peran dan tanggung jawab bidan untuk memberikan asuhan kebidanan ibu nifas dengan pemantauan mencegah beberapa kematian. Peran bidan antara lain sebagai berikut : a. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas. b. Sebagai promotor hubungan antara ibu, bayi dan keluarga. c. Mendorong ibu ntuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman. d. Membuat kebijakan, perencanaan program kesehatan yang berkaitan dengan ibu dan anak serta mampu melakukan kegiatan administrasi. e. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan. f. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktikkan kebersihan yang aman. g. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosis dan rencana tindakan juga melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan, serta mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas. 26 B. Proses Laktasi dan Menyusui 1. Anatomi dan Fisiologi Payudara Payudara yang matang adalah salah satu tanda kelamin sekunder dari seorang gadis dan merupakan salah satu organ yang indah dan menarik. Lebih dari itu untuk mempertahankan kelangsungan hidup keturunanya, maka organ ini menjadi sumber utama dari kehidupan karena Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan. Payudara (mammae) adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit, di atas otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600 gram dan saat menyusui 800 gram. Payudara disebut pula glandula mamalia yang ada baik pada wanita maupun pria. 2. Fisiologi Pengeluaran ASI Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon. Pengaturan hormon terhadap pengeluaran ASI, dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut : a. Pembentukan kelenjar payudara Pada permulaan kehamilan terjadi peningkatan yang jelas dari dukus yang baru. Hormon-hormon yang ikut membantu mempercepat pertumbuhan adalah prolaktin, laktogen plasenta, karionik gonadotropin, insulin, kortisol, hormon tiroid, hormon paratoroid dan hormon pertumbuhan. Pada trimester pertama kehamilan, prolaktin dari adenohipofisis/ hipofisis anterior mulai merangsang kelenjar air susu untuk menghasilkan air susu yang disebut kolostrum. Pada masa ini, pengeluaran kolostrum masih dihambat oleh estrogen dan progesteron, tetapi jumlah prolaktin meningkat hanya aktivitas dalam pembuatan kolostrum yang ditekan. Pada trimester kedua kehamilan, laktogen plasenta mulai merangsang untuk pembuatan kolostrum. Keaktifan dari rangsangan 27 hormon-hormon terhadap pengeluaran air susu telah didemontrasikan kebenarannya bahwa seorang ibu yang melahirkan bayi berumur empat bulan di mana bayinya meninggal tetap keluar kolostrum. b. Pembentukan air susu Pada ibu yang menyusui memiliki dua refleks yang masingmasing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu yaitu sebagai berikut : 1) Refleks prolaktin Pada akhir kehamilan, hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum terbatas karena aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang kadarnya memang tinggi. Setelah partus, lepasnya plasenta dan kurang berufungsinya korpus luteum membuat estrogen dan progesteron sangat berkurang, ditambah dengan adanya isapan bayi yang merangsang puting susu dan kalang payudara yang akan merangsang ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medula spinalis hipotalamus yang akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin. Faktorfaktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofisis anterior sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu. Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal pada tiga bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap berlansung pada ibu yang melahirkan anak tetapi tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi normal pada minggu ke 2-3. Pada ibu yang menyusui, prolaktin akan meningkat dalam keadaan seprti stres atau pengaruh psikis, anastesi, operasi dan rangsangan puting susu. 28 2) Refleks let down Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofisis anterior, rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke hipofisis posterior yang kemudian dikeluarkan oksitosin melalui aliran darah, hormon ini diangkatmenuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari organ tersebut. Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah diproduksi keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktus, selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi. Faktor yang meningkatkan refleks let down diantaranya melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi. c. Mekanisme menyusui 1) Refleks mencari (Rooting reflex) Payudara ibu yang menempel pada pipi atau daerah sekeliling mulut merupakan rangsangan yang menimbulkan refleks mencari pada bayi. Keadaan ini menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu yang menempel tadi diikuti dengan membuka mulut dan kemudian puting susu ditarik masuk ke dalam mulut. 2) Refleks menghisap (Sucking reflex) Puting susu yang suah masuk ke dalam mulut dengan bantuan lidah ditarik lebih jauh dan rahang menekan kalang payudara di belakang puting susu yang pada saat itu sudah terletak pada langit-langit keras. Tekanan bibir dan gerakan rahang yang terjadi secara berirama membuat gusi akan menjepit kalang payudara dan sinus laktiferus sehingga air susu akan mengalir ke puting susu, selanjutnya bagian belakang lidah menekan puting susu pada langit-langit yang mengakibatkan air susu keluar dari puting susu. Cara yang dilakukan oleh bayi tidak akan menimbulkan cedera pada puting susu. 3) Refleks menelan (Swallowing reflex) Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul dengan gerakan menghisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi 29 sehingga pengeluaran air susu akan bertambah dan diteruskan dengan mekanisme menelan masuk ke lambung. 3. Dukungan Bidan dalam Pemberian ASI Bidan mempunyai peranan yang sangat istimewa dalam mennjang pemberian ASI. Bidan dapat memberikan dukungan dalam pemberian ASI, dengan cara – cara sebagai berikut : a. Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesuah lahir seama beberapa jam pertama. b. Mengajarkan cara perawatan payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum yang timbul. c. Membentu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI. d. Menempatkan bayi di dekat ibu pada kamar yang sama (rawat gabung). e. Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin. f. Memberikan kolostrum dan ASI saja. g. Menghindari susu botol dan dot atau empeng. 4. Manfaat Pemberian ASI ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi. ASI tidak hanya memberikan manfaat untuk bayi saja, melainkan untuk ibu, keluarga, dan negara. Manfaat ASI untuk bayi adalah sebagai berikut : a. Nutrien (zat gizi) dalam ASI sesuai dengan kebutuhan bayi Zat gizi yang terdapat dalam ASI antara lain adalah lemak, kerbohidrat, protein, garam, mineral, serta vitamin. ASI memberikan seluruh kebutuhan nutrisi dan energi selama 1 bulan pertama, separuh atau lebih nutrisi selama 6 bulan kedua dalam tahun pertama dan 1/3 nutrisi atau lebih selama tahun kedua. b. ASI mengandung zat protektif Dengan adanya zat protektif yang terdapat dalam ASI, maka bayi jarang mengalami sakit. Zat-zat protektif tersebut antara lain sebagai berikut : 1) Laktobasilus bifidus (mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam asetat, yang membentu memberikan keasaman pada 30 pencernaan sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme). 2) Laktoferin (mengikat zat besi sehingga membentu menghambat pertumbuhan kuman). 3) Lisozim (mencegah dinding bakteri dan anti inflamatori bekerja sama dengan peroksida dan askorbat untuk menyerang E. Coli dan Salmonella, serta menghancurkan dinding sel bakteri, terdapat dalam ASI dalam konsentrasi 5.000 kali lebih banyak dari susu sapi). 4) Komplemen C3 dan C4 (Membuat daya opsenik). 5) Imunoglobulin (Melindungi tubuh dari infeksi, dari semua yang paling penting adalah IgA, zat ini melindungi permukaan mukosa terhadap serangan masuknya bakteri patogen serta virus. 6) Faktor-faktor anti alergi. Mukosa susu bayi mudah ditembus oleh protein sebelum bayi berumur 6-9 bulan, sedangkan protein dalam susu sapi bisa bekerja sebagai alergen. c. Mempunyai efek psikologi yang menguntungkan bagi ibu dan bayi. Pada saat bayi kontak kulit dengan ibunya, maka akan timbul rasa aman dan nyaman bagi bayi. d. Menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan bayi menjadi baik. Bayi yang mendapatkan ASI akan memiliki tumbuh kembang yang baik. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan berat badan bayi dan kecerdasan otak baik. e. Mengurangi kejadian karies dentis, insidensi karies pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI. Kebiasaan menyusu dengan botol atau dot akan menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan susu formula sehingga gigi menjadi lebih asam. f. Mengurangi kejadian maloklusi, penyebab maloklusi rahang adalah kebiasaan lidah yang mendorong ke depan akibat menyusui dengan botol atau dot. 31 5. Komposisi Gizi dalam ASI ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Kandungan gizi dari ASI sangat khusus dan sempurna, serta sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang bayi. a. Protein Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey dan Casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung protein Casein yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah protein Casein yang terdapat dalam ASI hanya 30% dibanding susu sapi yang mengandung protein ini dalam jumlah tinggi (80%). Disamping itu, beta laktoglobulin yaitu fraksi dari protein whey yang banyak terdapat di protein susu sapi tidak terdapat dalam ASI. Beta laktoglobulin ini merupakan jenis protein yang potensial menyebabkan alergi. Kualitas protein ASI juga lebih baik dibanding susu sapi yang terlihat dari profil asam amino (unit yang membentuk protein). ASI mempunyai jenis asam amino yang lebih lengkap dibandingkan susu sapi. Salah satu contohnya adalah asam amino taurin; asam amino ini hanya ditemukan dalam jumlah sedikit di dalam susu sapi. Taurin diperkirakan mempunyai peran pada perkembangan otak karena asam amino ini ditemukan dalam jumlah cukup tinggi pada jaringan otak yang sedang berkembang. Taurin ini sangat dibutuhkan oleh bayi prematur, karena kemampuan bayi prematur untuk membentuk protein ini sangat rendah. ASI juga kaya akan nukleotida (kelompok berbagai jenis senyawa organik yang tersusun dari 3 jenis yaitu basa nitrogen, karbohidrat, dan fosfat) dibanding dengan susu sapi yang mempunyai zat gizi ini dalam jumlah sedikit. Disamping itu kualitas nukleotida ASI juga lebih baik dibanding susu sapi. Nukleotida ini mempunyai peran dalam meningkatkan pertumbuhan dan kematangan usus, 32 merangsang pertumbuhan bakteri baik dalam usus dan meningkatkan penyerapan besi dan daya tahan tubuh. b. Karbohidrat Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir 2 kali lipat dibanding laktosa yang ditemukan pada susu sapi atau susu formula. Namun demikian angka kejadian diare yang disebabkan karena tidak dapat mencerna laktosa (intoleransi laktosa) jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini disebabkan karena penyerapan laktosa ASI lebih baik dibanding laktosa susu sapi atau susu formula. Kadar karbohidrat dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Sesudah melewati masa ini maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil. c. Lemak Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding dengan susu sapi dan susu formula. Kadar lemak yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. Terdapat beberapa perbedaan antara profil lemak yang ditemukan dalam ASI dan susu sapi atau susu formula. Lemak omega 3 dan omega 6 yang berperan pada perkembangan otak bayi banyak ditemukan dalam ASI. Disamping itu ASI juga mengandung banyak asam lemak rantai panjang diantaranya asam dokosaheksanoik (DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang berperan terhadap perkembangan jaringan saraf dan retina mata. Susu sapi tidak mengadung kedua komponen ini, oleh karena itu hampir terhadap semua susu formula ditambahkan DHA dan ARA ini. Tetapi perlu diingat bahwa sumber DHA & ARA yang ditambahkan ke dalam susu formula tentunya tidak sebaik yang terdapat dalam ASI. Jumlah lemak total di dalam kolostrum lebih sedikit dibandingkan ASI matang, tetapi mempunyai persentasi asam lemak rantai panjang yang tinggi. ASI mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang dibanding susu sapi yang lebih banyak mengandung asam 33 lemak jenuh. Seperti kita ketahui konsumsi asam lemah jenuh dalam jumlah banyak dan lama tidak baik untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah. d. Karnitin Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh. ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama pada 3 minggu pertama menyusui, bahkan di dalam kolostrum kadar karnitin ini lebih tinggi lagi. Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapat susu formula. e. Vitamin K Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai faktor pembekuan. Kadar vitamin K ASI hanya seperempatnya kadar dalam susu formula. Bayi yang hanya mendapat ASI berisiko untuk terjadi perdarahan, walapun angka kejadian perdarahan ini kecil. Oleh karena itu pada bayi baru lahir perlu diberikan vitamin K yang umumnya dalam bentuk suntikan. f. Vitamin D Seperti halnya vitamin K, ASI hanya mengandung sedikit vitamin D. Hal ini tidak perlu dikuatirkan karena dengan menjemur bayi pada pagi hari maka bayi akan mendapat tambahan vitamin D yang berasal dari sinar matahari. Sehingga pemberian ASI eksklusif ditambah dengan membiarkan bayi terpapar pada sinar matahari pagi akan mencegah bayi menderita penyakit tulang karena kekurangan vitamin D. g. Vitamin E Salah satu fungsi penting vitamin E adalah untuk ketahanan dinding sel darah merah. Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan terjadinya kekurangan darah (anemia hemolitik). Keuntungan ASI adalah kandungan vitamin E nya tinggi terutama pada kolostrum dan ASI transisi awal. h. Vitamin A Selain berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A juga berfungsi untuk mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan 34 pertumbuhan. ASI mengandung dalam jumlah tinggi tidak saja vitamin A dan tetapi juga bahan bakunya yaitu beta karoten. Hal ini salah satu yang menerangkan mengapa bayi yang mendapat ASI mempunyai tumbuh kembang dan daya tahan tubuh yang baik. i. Mineral Tidak seperti vitamin, kadar mineral dalam ASI tidak begitu dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi ibu dan tidak pula dipengaruhi oleh status gizi ibu. Mineral di dalam ASI mempunyai kualitas yang lebih baik dan lebih mudah diserap dibandingkan dengan mineral yang terdapat di dalam susu sapi. Mineral utama yang terdapat di dalam ASI adalah kalsium yang mempunyai fungsi untuk pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan darah. Walaupun kadar kalsium ASI lebih rendah dari susu sapi, tapi tingkat penyerapannya lebih besar. Penyerapan kalsium ini dipengaruhi oleh kadar fosfor, magnesium, vitamin D dan lemak. Perbedaan kadar mineral dan jenis lemak diatas yang menyebabkan perbedaan tingkat penyerapan. Kekurangan kadar kalsium darah dan kejang otot lebih banyak ditemukan pada bayi yang mendapat susu formula dibandingkan bayi yang mendapat ASI. C. Program Tindak Lanjut Asuhan Nifas Di Rumah Pelayanan nifas merupakan pelayanankesehatan yang sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan. Asuhan masa nifas penting diberikan pada ibu dan bayi, karena merupakan masa krisis baik ibu dan bayi. Enam puluh persen (60%) kematian ibu terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian pada masa nifas terjadi 24 jam pertama. Demikian halnya dengan masa neonatus juga merupakan masa krisis dari kehidupan bayi. Dua pertiga kematianbayi terjadi 4 minggu setelah persalinan, dan 60% kematianbayi baru lahir terjadi 7 hari setelah lahir. Pelayanan nifas merupakan pelayanankesehatan yang sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan. Asuhan masa nifas penting diberikan pada ibu dan bayi, karena merupakan masa krisis baik ibu dan bayi. Enam puluh persen (60%) kematian 35 ibu terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian pada masa nifas terjadi 24 jam pertama. Demikian halnya dengan masa neonatus juga merupakan masa krisis dari kehidupan bayi. Dua pertiga kematianbayi terjadi 4 minggu setelah persalinan, dan 60% kematianbayi baru lahir terjadi 7 hari setelah lahir. 1. Jadwal kunjungan rumahan Jadwal kunjungan rumahan meliputi : a. Kunjungan I (6-8 jam post partum) Kunjungan I (6-8 jam postpartum) meliputi: 1) Mencegah perdarahan masa nifas oleh karena atonia uteri. 2) Deteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan serta lakukan rujukan bila perdarahan berlanjut. 3) Pemberian ASI awal. 4) Konseling ibu dan keluarga tentang cara mencegah perdarahan karena atonia uteri. 5) Mengajarkan cara mempererat hubungan ibu dan bayi baru lahir. 6) Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahanhipotermi. b. Kunjungan II (6 hari post partum) Kunjungan II (6 hari postpartum) meliputi: 1) Memastikan involusiuterus berjalan normal, uterus berkontraksi baik, tunggi fundus uteri di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal. 2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan. 3) Memastikan ibu cukup istirahat, makanan dan cairan. 4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-tanda kesulitan menyusui. 5) Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir. c. Kunjungan III (2 minggu post partum) Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan asuhan yang diberikan pada kunjungan 6 hari post partum. d. Kunjungan IV (6 minggu post partum) Kunjungan IV (6 minggu postpartum) meliputi: 1) Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama masa nifas. 2) Memberikan konselingKB secara dini. 36 2. Pendidikan kesehatan masa nifas Pendidikan kesehatan masa nifas meliputi : a. Gizi Pendidikan kesehatan gizi untuk ibu menyusui antara lain: konsumsi tambahan 500 kalori setiap hari, makan dengan diet berimbang, minum sedikitnya 3 liter air setiap hari, tablet zat besi harus diminum selama 40 hari pasca bersalin dan minum kapsul vitamin A (200.000 unit). b. Kebersihan diri Pendidikan kesehatan kebersihan diri untuk ibu nifas antara lain: menganjurkan kebersihan seluruh tubuh; mengajarkan ibu cara membersihkan daerah kelamin; menyarankan ibu untuk mengganti pembalut; menyarankan ibu untuk cuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelamin; jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, menyarankan untuk menghindari menyentuh daerah luka. c. Istirahat Pendidikan kesehatan untuk ibu nifas dalam hal istirahat/tidur meliputi: menganjurkan ibu untuk cukup istirahat; menyarankan ibu untuk kembali ke kegiatan rumah secara perlahan-lahan; menjelaskan pada ibu bahwa kurang istirahat akan pengaruhi ibu dalam jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi dan ketidak mampuan untuk merawat bayi serta diri sendiri. d. Pemberian ASI Pendidikan kesehatan untuk ibu nifas dalam pemberian ASI sangat bermanfaat, karena pemberian ASI merupakan cara yang terbaik untuk ibu dan bayi. Oleh karena itu, berikan KIE tentang proses laktasi dan ASI; mengajarkan cara perawatan payudara. e. Senam Nifas Pendidikan kesehatan tentang latihan/senam nifas meliputi: mendiskusikan pentingnya pengembalian otot-otot perut dan panggul kembali normal; menjelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari dapat bantu mempercepat pengembalian otot-otot perut dan panggul kembali normal. 37 f. Hubungan seks dan Keluarga berenca Pendidikan kesehatan tentang seks dan keluarga berencana yaitu: hubungan seks dan KB dapat dilakukan saat darah nifas sudah berhenti dan ibu sudah merasa nyaman; keputusan untuk segera melakukan hubungan seks dan KB tergantung pada pasangan yang bersangkutan; berikan KIE tentang alat kontrasepsi KB. g. Tanda-tanda bahaya masa nifas Pendidikan kesehatan tanda-tanda bahaya masa nifas meliputi: berikan pendidikan kesehatan tanda bahaya masa nifas untuk mendeteksi komplikasi selama masa nifas. Tanda bahaya berupa: perdarahan dan pengeluaran abnormal, sakit daerah abdomen/punggung, sakit kepala terus menerus/penglihatan kabur/nyeri ulu hati, bengkak pada ekstremitas, demam/muntah/sakit saat BAK, perubahan pada payudara, nyeri/kemerahan pada betis, depresi postpartum. D. Landasan Hukum, Tugsas dan Kewenangan Bidan 1. Kewenangan Bidan Sesuai Permenkes Nomor 1464 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan Praktik bidan, kewenangan yang dimiliki bidan adalah kewenangan bidan normal (kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu, kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan anak, kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana). a. Pasal 10 ayat 1 Menerangkan kewenangan bidan yang berbunyi: pelayanan kesehatan ibu meliputi; pelayanan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan. b. Pasal 10 ayat 2 Menerangkan kewenangan bidan yang berbunyi : pelayanan kesehatan ibu yang meliputi; pelayanan konseling pada masa pra hamil, pelayanan antenatal pada kehamilan normal, pelayanan ibu 38 nifas normal, pelayanan ibu menyusui, dan pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan. c. Pasal 10 ayat 3 Menerangkan kewenangan bidan yang berbunyi : bidan berwenang untuk melakukan episiotomi, penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II, penanganan kegawatdaruratan dilanjutkan dengan perujukan, pemberian tablet Fe pada ibu hamil, pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas, bimbingan IMD dan promosi ASI ekslusif, pemberian uterotonika pada Manajemen Aktif Kala 3 dan post partum, penyuluhan dan konseling, bimbingan pada kelompok ibu hamil, pemberian surat keterangan kematian, dan pemberian surat keterangan cuti bersalin. d. Pasal 12 Menerangkan kewenangan bidan yang berbunyi : bidan berwenang memberikan pelaynan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana dan memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom. 2. Teori Manajemen Kebidanan a. Pengertian manajemen kebidanan Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan, keterampilan, dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien. Manajemen kebidanan di adaptasi dari sebuah konsep yang dikembangakan oleh Helen Varney dalam buku Varney’s Midwifery, edisi ketiga tahun 1997, menggambarkan proses manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah yang berturut secara sistematis dan siklik (Soepardan, 2008). b. Langkah dalam manajemen kebidanan Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan diakhiri 39 dengan evaluasi. Setiap langkah dalam manajemen kebidanan akan dijabarkan, sebagai berikut : 1) Langkah I : Pengumpulan Data Dasar Langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara : a) Anamnesis Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas, spiritual, serta pengetahuan klien. b) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi: (1) Pemeriksaan khusus (Inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi). (2) Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan catatan terbaru serta catatan sebelumnya). 2) Langkah II : Interpretasi Data Dasar Langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulakan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasikan sehingga dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. 3) Langkah III: Identifikasi Diagnosis atau Masalah potensial dan Antisipasi Penanganannya. Langkah ketiga mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah di identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis atau masalah potensial ini menjadi kenyataan. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman. 40 4) Langkah IV: Menetapkan Perlunya Konsultasi dan Kolaborasi Segera dengan Tenaga Kesehatan Lain Bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter melakukan konsultasi atau penanganan segera bersama anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ke empat mencerminkan kesinambungan proses manajemen kebidanan. Jadi, manajemen tidak hanya langsung selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi selama wanita tersebut dalam dampingan bidan. Misalnya, pada waktu wanita tersebut dalam persalinan. Dalam kondisi tertentu, seorang bidan mungkin juga perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerjaan sosial, ahli gizi, atau seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini, bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa sebaiknya konsultasi dan kolaborasi dilakukan. 5) Langakah V: Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langakah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen untuk masalah atau diagnosis yang telah di identifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi segala hal yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi untuk klien tersebut. Pedoman antisispasi ini mencakup setiap hal berkaitan dengan semua aspek asuhan kesehatan dan sudah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu bidan dan klien, agar bisa diaksanaan secara efektif. Semua keputusan yang telah disepakati dikembangakan dalam asuhan menyeluruh. Asuhan ini harus bersifat rasional dan valid yang dilaksanakan pada pengetahuan, teori terkini (up to date), dan sesuai dengan asumsi dengan apa yang akan dilakukan klien. 41 6) Langkah VI: Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman Pada langkah ke enam, rencana asuhan menyeluruh dilakukan dengan efisien dan aman. Pelaksanaan ini bisa dilakukan oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun bidan tidak melakukan sendiri, namun ini tetap tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi ketika bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, bidan tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang menyeluruh tersebut. Penatalakasanaan yang efisien dan berkuaitas akan berpengaruh pada waktu serta biaya. 7) Langkah VII Evaluasi Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor nama yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan. Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan: apakah benar-benar terpenuhi sebagaimana diidentifikasikan didalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif, sedang sebagian lagi belum efktif. Mengingat bahwa proses manajemen asuhan merupakan suatu kegiatan yang bersinambungan, maka bidan perlu mengulang kembali setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa rencana asuhan tidak berjalan efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut (Soepardan, 2008). c. Pendokumentasian Manajemen Kebidanan dengan Metode SOAP Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian mengenai asuhan yang telah dan akan dilakukan pada seorang 42 pasien, didalamnya tersirat proses berfikir bidan yang sistematis dalam meghadapi seorang pasien sesuai langkah manajemen kebidanan. Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode SOAP. Dalam metode SOAP, S adalah data subjektif, O adalah data objektif, A adalah Analysis atau assesment dan p adalah planning. Merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan proses pemikiran penatalaksanaan manajemen kebidanan. 1) S (Data Subjektif) Data subjektif (S) merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data) terutama data yang diperoleh melalui anamnesis. Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis. Data subjektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan disusun. Pada pasien yang bisu, dibagian data dibelakang huruf “S” diberi tanda huruf “O” atau “X”. Tanda ini akan menjelaskan bahwa pasien adalah penderita tuna wicara. 2) O (Data Objektif) Data objektif (O) merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney pertama (pengkajian data) terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dan pemeriksaan fisik pasien, pemeriksan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lain. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data objektif ini. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis. 3) A (Analisa) A (Analisa dan interpretasi kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Dalam pendokumentasian manajemen kebidanan, karena keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan dan akan ditemukan informasi baru dalam data subjektif 43 maupun data objektif, maka proses pengkajiaan data akan menjadi sangat dinamis. Hal ini juga menuntut bidan untuk sering melakukan analisis data yang dinamis dalam rangka mengikuti perkembangan pasien. Analisis yang tepat dan akurat akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pada pasien, sehingga dapat diambil keputusan atau tindakan yang tepat. Analysis atau assesment merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kedua, ketiga dan ke empat sehingga mencakup hal-hal berikut ini diagnosis atau masalah kebidanan, diagnosis atau masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi diagnosis atau masalah potensial. Kebutuhan tindakan segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan, meliputi tindakan mandiri, tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk klien. 4) P (Penatalaksanaan) Planing atau perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus bisa mencapai kriteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas waktu tertentu. Tindakan yang akan dilaksnakan harus mampu membantu pasien mencapai kemajuan dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain, antara lain dokter. Dalam planning ini juga harus mencantumkan evaluation atau evaluasi, yaitu tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil untuk menilai efektivitas asuhan atau pelaksanaan tindakan. 3. Standar pelayanan nifas Telah disadari bahwa pertolongan pertama penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal merupakan komponen penting dan merupakan bagian tak terpisahkan dari pelayanan kebidanan disetiap tingkat pelayanan. Bila hal tersebut dapat diwujudkan, maka angka kematian ibu 44 dapat diturunkan. Berdasarkan itu standar pelayanan kebidanan ini mencakup standar untuk penanganan keadaan tersebut, dismping standar untuk pelayanan kebidanan dasar. Standar pelayanan nifas meliputi : Standar 13 : Perawatan bayi baru lahir Bidan memeriksa dan menilai Bayi Baru Lahir untuk memastikan pernafasan dan mencegah terjadinya Hipotermi. Standar 14 : Penanganan pada 2 jam setelah persalinan Bidan melakukan pemantauan terhadap ibu dan bayi akan terjadinya komplikasi pada 2 jam pertama, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Disamping itu, bidan memberikan penjelasn tentang hal-hal yang mempercepat pemulihan kesehatan ibu, membantu ibu untuk memulai pemberian ASI. Standar 15 : Pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas Bidan memberikan pelaynan selama masa nifas melalui kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua, dan minggu keenam setelah persalinan, untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas serta memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makanan gizi, perawatan bayi baru lahir, pemberian ASI, imunisasi dan KB. DAFTAR PUSTAKA Aeni, N. (2011) Jurnal Kesehatan Masyarakat. Faktor risiko kematian ibu. Vol 7 no. 10, Mei 2013. Al-Qur’an surat Al-Baqarah (222) http://quran-terjemahan.org/al- baqarah/222.html. [diakses 01 April 2016]. Ambarwati, Eny Retna & Diah Wulandari. (2008). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta : Nuha Medika. Depkes. (2012). Faktor Penyebab Ibu Meninggal Saat Hamil, Bersalin dan Nifas. Depkes. (2010). Faktor Penyebab Tingginya AKI. Dewi, Vivian Lia Dewi & Tri Sunarsih. (2011). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jakarta : Salemba Medika. Dinkes. (2016). Angka Kematian Ibu di Kabupaten Ciamis. Ciamis : Dinkes H.R. Abu Dawud no 311 http://rumaysho.com/thoharoh/darah-nifas-tidak- berhenti-setelah-40-hari-6413.html. [diakses 30 April 2016] Martilia, Dewi. (2012). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Maryunani, Anik. (2008). Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (Postpartum). Jakarta: Trans Info Media. Notoadmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010. Pogi Jabar. (2012). Angka Penyebab Kematian Ibu di Jawa Barat. Prasetyono, Dwi Sunar. (2012). Buku Pintar ASI Eksklusif Pengenalan, Praktik dan Kemanfaatan-kemanfaatannya. Yogyakarta : Diva Press. Prawiriharjo, Sarwono. (2002). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Roseli. (2008). Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda. Rukiyah, Ai Yeyeh. (2011). Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: Trans Info Media. Rukitah, Ai yeyeh., Lia Yulianti., & Meida Liana. (2013). Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: CV Trans Info Media. Sayifuddin. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. JHPIEGO. Jakarta. Sarwono. (2010). Asuahan Kebidanan. Jakarta: EGC SDKI. (2012). Angka kematian Ibu Soepardan, Suryani. (2008). Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC. Sujiatini., Nurjanah., & Kurniati. (2010). Catatan Kuliah Asuhan Ibu Nifas ASKEB III. Yogyakarta: Cyrillus Publisher. Suryati, Yayat., Eni Kusyati., Witri Hastuti. (2013). Jurnal Managemen Keperawatan. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Luka Perineum. Vol 1, No. 1, Mei 2013; 25-32 Susilawati. (2009). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia Walyani, Elisabeth Siwi. (2015). Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press Winkujosastro. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP. World Health Organization (WHO). (2014). Angka Kematian Ibu (AKI) di Dunia. Amerika Serikat. Yeyeh, Lia Yulianti. (2010). Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta: Trans Info Media