BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta pola penyakit di dunia menyebabkan semakin perlunya pengembangan obat baru, di mana obat baru tersebut bertujuan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri. Nyeri merupakan suatu pertanda bahwa ada yang tidak normal di dalam tubuh yang menyebabkan seseorang perlu pengatasan dengan obat (Ikawati,2011). Terapi nyeri dapat dilakukan dengan cara non farmakologi atau farmakologi. Berdasarkan non farmakologinya dapat menggunakan kompres hangat dan aromaterapi. Sedangkan berdasarkan kerja farmakologisnya, dapat diberikan analgesik (Tjay & Rahardja, 2002). Asam salisilat merupakan salah satu obat yang mempunyai aktivitas sebagai analgesik, tetapi obat ini tidak digunakan secara oral karena terlalu toksik, sehingga dalam sehari-hari yang banyak digunakan sebagai analgesik adalah senyawa turunannya. Turunan asam salisilat digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada nyeri kepala, otot dan yang berhubungan dengan rematik. Pemberian asam asetilsalisat dalam dosis rendah dapat digunakan untuk mencegah serangan jantung dan untuk mengobati trombosis karena mempunyai efek antiplatelet (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Asam asetilsalisilat merupakan obat yang termasuk golongan analgesik-antipiretik dan obat antiradang bukan steroid (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs= NSAID). Obat NSAID ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik. Efek samping yang paling sering terjadi adalah tukak lambung atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat adanya 1 pendarahan pada saluran pencernaan. Penggunaan obat ini pada anak-anak di atas 12 tahun, yang terserang cacar air atau flu, beresiko menimbulkan gejala timbulnya sindrom Reye, yaitu sebuah sindrom yang bercirikan ensefalopati akut, dan degenerasi lemak pada hepar (Sweetman, 2009). Untuk meningkatkan aktivitas analgesik dan menurunkan efek samping dilakukan modifikasi pada struktur turunan asam salisilat. Modifikasi yang dilakukan adalah modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil, substitusi pada gugus hidroksil atau gugus yang lain pada cincin aromatik atau mengubah gugus-gugus fungsional, dan mengubah gugus karboksil melalui pembentukan garam, ester, atau amida (Purwanto dan Susilowati, 2000). Untuk mengurangi efek samping yang besar dari asam asetilsalisilat tersebut maka perlu dilakukan upaya untuk menemukan obat alternatif yang aman digunakan sebagai obat analgesik baru. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan sintesis asam 4-klorometilbenzoil salisilat dengan mereaksikan asam salisilat dengan 4-klorometilbenzoil klorida melalui reaksi asilasi menggunakan metode Schotten-Bauman. Penelitian tersebut didapatkan hasil harga ED50 senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat sebesar 11,31mg/ kgBB, sedangkan harga ED50 senyawa asam asetilsalisilat sebesar 20,83 mg/ kgBB (Martak dkk, 2009). Ditinjau dari hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas analgesik asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat lebih tinggi daripada asam asetilsalisilat. Pada penelitian uji toksisitas akut dengan hewan coba mencit yang dilakukan oleh Soekardjo dkk (2009) didapatkan bahwa senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat memiliki nilai LD50 2000 mg/kg BB. Pengaruh efek sterik sangat besar terhadap obat karena semakin kecil halangan ruang dari suatu senyawa maka akan semakin mudah obat untuk berikatan dengan reseptor. Senyawa asam 2-(42 (klorometil)benzoiloksi)benzoat memiliki nilai sterik yang lebih besar dibandingkan dengan asam asetilsalisilat, sehingga senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi) benzoat lebih bersifat kurang toksik dibandingkan dengan asam asetilsalisilat (Dewi, 2012). Penelitian ini dilanjutkan untuk mengetahui efek samping dari pemakaian selama 28 (klorometil)benzoiloksi)benzoat. hari senyawa Penelitian ini asam 2-(4- dilakukan dengan menggunakan hewan dengan spesies yang lebih tinggi dari penelitian sebelumnya yaitu tikus putih jantan sebagai hewan percobaan, yang diberikan berbagai dosis oral dari sediaan uji selama 28 hari dengan pengamatan hematologi dan nekrosis organ ginjal menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah pemberian senyawa asam 2-(4- (klorometil)benzoiloksi)benzoat dengan dosis 9 mg/200 gBB, 18 mg/200 gBB dan 27 mg/200 gBB mempengaruhi profil hematologi dan profil biokimia darah pada tikus wistar (Rattus norvegicus) jantan? 2. Apakah pemberian senyawa asam 2-(4- (klorometil)benzoiloksi)benzoat dengan dosis 9 mg/200 gBB, 18 mg/200 gBB dan 27 mg/200 gBB memiliki efek toksik subkronis terhadap organ ginjal tikus wistar (Rattus norvegicus) jantan dibandingkan dengan senyawa asam asetilsalisilat? 3 1.3 Tujuan Penelitian 1. Membandingkan pengaruh pemberian (klorometil)benzoiloksi)benzoat senyawa asam 2-(4- terhadap profil hematologi dan profil biokimia darah tikus wistar (Rattus norvegicus) jantan dengan asam asetilsalisilat. 2. Mengetahui apakah pemberian senyawa uji asam 2-(4- klorobenzoiloksi)benzoat dengan dosis 9 mg/200 gBB,18 mg/200 gBB dan 27 mg/ 200 gBB secara peroral dapat mengurangi nekrosis organ ginjal tikus (Rattus norvegicus) jika dibandingkan dengan asam asetilsalisilat. 1.4 Hipotesis Penelitian 1. Pemberian senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat tidak mempengaruhi profil hematologi dan profil biokimia darah tikus wistar jantan. 2. Pemberian senyawa asam 2-(4-(klorometil)benzoiloksi)benzoat memberikan efek toksik lebih rendah terhadap histopatologi organ ginjal tikus wistar jantan dibandingkan dengan asam asetilsalisilat. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai toksisitas yang terjadi pada organ ginjal tikus (Rattus norvegicus) serta pengaruh yang terjadi terhadap parameter darah sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mendapatkan senyawa dengan aktivitas analgesik yang lebih tinggi dan memiliki efek toksisitas yang lebih rendah dibandingkan terhadap asam asetilsalisilat. 4