Current Account 2013 Diprediksi Tetap Negatif BI optimis defisit neraca transaksi berjalan tahun 2013 JAKARTA Defisit neraca transaksi berjalan atau current account masih tetap jadi momok bagi Indonesia hingga tahun depan. Bank Indonesia memprediksi di 2013, current account Indonesia akan tetap negative, meski porsinya terhadap produk domestic bruto (PDB) bakal mengecil ketimbang defisit tahun ini. Ada tiga factor pemicu defisit. Pertama, melemahnya ekspor akibat permintaan global yang turun. Kedua, harga produk ekspor Indonesia yang berbasis komoditas terpangkas akibat krisis. Ketiga, impor barang modal maupun konsumsi melonjak tajam. Berdasarkan pengamatan BI, ekspor ke seluruh Negara mengalami perlambatan, mulai China, India, Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat (AS), juga Taiwan. Celakanya, agar mengurangi tekanan terhadap neraca perdagangan, Negara-negara yang selama ini menjadi di tujuan ekspor Indonesia juga menerangi pembelian barang atau impor dari negara lain, termasuk dari Indonesia. “Hard landing ekonomi China dan penyelesaian krisis Eropa bakal terus menghantui current account Indonesia,” kata Juda Agung, Direktur Grup Kebijakan Moneter Bank Indonesia, akhir pekan lalu (8/9). Kondisi ini menyebabkan current account Indonesia pada triwulan II-2012 mengalami defisit hingga US$ 6,9 miliar atau setara 3,1% terhadap PDB, tertinggi sejak Indonesia keluar dari krisis. BI berharap, akhir tahun nanti, defisit bisa berkurang menjadi 2% terhadap PDB. Berdasarkan pengamatan BI, ada beberapa produk yang menyebabkan impor melonjak sepanjang semester I 2012. Paling besar adalah impor alat pengangkutan udara dan suku cadang, kendaraan angkutan barang, kendaraan berpenumpang dan komponen kendaraan bermotor. Lonjakan impor alat pengangkutan udara dipicu pembelian pesawat dan suku cadang oleh beberapa maskapai lokal. Namun, karena impor bersifat musiman, pengaruhnya ke neraca pembayaran tidak berlangsung sepanjang waktu. Beda halnya dengan impor kendaraan bermotor, permintaannya tetap tinggi dan terjadi di setiap kuartal. “Untuk mengerem ini, BI mengatur uang muka kredit kendaraan bermotor, agar bisa mengendalikan permintaan kredit,” kata Juda. Selain mengendalikan kredit dengan menaikkan uang muka, BI juga menyedot likuiditas dengan menaikkan bunga FasBI dari 3,75% menjadi 4%, lalu merilis beleid devisa hasil ekspor, relaksasi di transaksi swap dan mengatur soal trustee bank. BI memproyeksi, dengan berbagai kebijakan ini, angka defisit current account bisa turun di kisaran 2% dari PDB. Proyeksi defisit transaksi sebesar 2% dari PDB tersebut merupakan batas aman agar nilai tukar tidak diguncang oleh para spekulan. Doddy Zulverdi, Direktur Statistik Ekonomi dan Moneter BI bilang, pada semester II ini, ekonomi dunia terutama China mulai pulih. Saat ini, China sedang mendongkrak konsumsi dalam negeri. Indonesia masih beruntung karena ekspor ke China sebagian besar untuk pemenuhan konsumsi dalam negeri mereka. Seperti minyak nabati, batu bara dan barang primer lain. Ekonomi Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih memperkirakan, langkah BI untuk menurunkan defisit current account yang paling memungkinkan adalah memainkan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FasBI). Ia berpendapat, BI masih bisa menaikkan bunga FasBI hingga 100 basis poin (bps) di bawah BI rate. Jika BI rate sekarang 5,75% berarti FasBI dapat menjadi 4,75%. Artinya masih ada potensi naik 75 bps. “Dari dulu BI lebih sering menjaga selisih FasBI dengan BI rate sebesar 100 bps. Baru sekarang ini saja yang dilebarkan menjadi selisih 175 bps – 200 bps,” ujar Lana. Ia juga menilai, kalau BI memilih cara lain, misalnya mengerek giro wajib minimum (GWM) perbankan dan menaikkan BI rate tidak akan efektif untuk meredam laju penyaluran kredit maupun membengkaknya defisit. Sumber : Harian Kontan Senin, 10 September 2012