analisis faktor-faktor yang memengaruhi

advertisement
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PROFITABILITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT
SYARIAH DI INDONESIA
AHMAD MUHAEMIN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-faktor
yang Memengaruhi Profitabilitas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016
Ahmad Muhaemin
NIM H5412003
ABSTRAK
AHMAD MUHAEMIN. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Profitabilitas
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia. Dibimbing oleh RANTI
WILIASIH.
Profitabilitas merupakan salah satu indikator kinerja lembaga keuangan,
termasuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), bank syariah yang lebih fokus
dalam memberikan pembiayaan kepada kelompok UMKM. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi profitabilitas Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data
bulanan dari Januari 2013 sampai Desember 2015 dengan metode analisis Ordinary
Least Square (OLS). Hasil analisis data menunjukkan bahwa Capital Adequacy Ratio
(CAR), dan Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh positif (signifikan)
terhadap profitabilitas BPRS, Non Perfoming Financing (NPF), Biaya Operasional
tehadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan inflasi berpengaruh negatif
(signifikan) terhadap profitabilitas BPRS, sedangkan tingkat suku bunga berpengaruh
negatif (tidak signifikan) terhadap profitabilitas BPRS.
Kata kunci: BPRS, OLS, profitabilitas
ABSRACT
AHMAD MUHAEMIN. Analysis of Factors Affecting Profitability of Islamic Rural
Banks in Indonesia. Guided by RANTI WILIASIH.
Profitability is one of the indicators to measure the performance of financial
institutions, including Islamic Rural Banks, Islamic banks which focus in providing
microfinance. The purpose of this study was to analyze the factors those affect the
profitability of Islamic Rural Banks in Indonesia. This study used date monthly date
from January 2013 until December 2015 with analytical method is Ordinary Least
Square (OLS). The result of this study indicated that Capital Adequacy Ratio (CAR)
and Financing to Deposit Ratio (FDR) have positive relationship effect (significant)
to the profitability of Islamic Rural Banks. Non Peforming Financing (NPF),
Operational Efficiency Ratio (OER), and inflation have negative relationship effect
(significant) to the profitability of Islamic Rural Banks, while BI rate has a negative
relationship effect (not significant) on the profitability of Islamic Rural Banks in
Indonesia.
Keywords: BPRS, OLS, profitability
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGRUHI
PROFITABILITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT
SYARIAH DI INDONESIA
AHMAD MUHAEMIN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Adapun judul skripsi ini
adalah Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Profitabilitas Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ranti Wiliasih, SP, MSi selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan
sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Jaenal Effendi, SAg, MA selaku
dosen penguji utama dan kepada Ibu Neneng Hasanah, MA selaku dosen penguji dari
Komisi Pendidikan. Ungkapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada
ibunda tercinta Ibu Aning, kakak dan serta seluruh keluarga besar atas segala doa dan
kasih sayangnya. Tidak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada dosendosen Ilmu Ekonomi atas bimbingannya selama ini. Terakhir penulis sampaikan
terima kasih kepada teman-teman Ilmu Ekonomi Syariah 49, teman-teman satu
bimbingan, sahabat-sahabat terbaik penulis Achmad Fauzan, Dwi Adi, Ariqy, Fajar
Dani, Hasan Azzahid, Fariz Permana, Choirunisa, Aulia Hidayati, Novianti, Kartika
dan Amin atas segala doa, pelajaran, bantuan, kasih sayang serta dukungannya
selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2016
Ahmad Muhaemin
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
vi
vi
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
2
3
4
4
TINJAUAN PUSTAKA
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Profitabilitas
Rasio Kinerja Perbankan
Variabel Makro Ekonomi
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
4
5
8
11
12
13
15
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Model Penelitan
Batasan dan Definisi Operasional
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Evaluasi Model
16
16
17
17
18
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kinerja BPRS di Indonesia Tahun 2011-2015
Faktor-faktor yang Memengaruhi Profitabilitas BPRS di Indonesia
Faktor yang Paling Berpengaruh terhadap Profitabilitas BPRS
di Indonesia
21
25
29
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
29
30
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
30
32
34
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Matriks Kriteria Peringkat Komponen ROA
Matriks Kriteria Peringkat Komponen CAR
Matriks Kriteria Peringkat Komponen FDR
Matriks Kriteria Peringkat Komponen NPF
Matriks Kriteria Peringkat Komponen BOPO
Variabel Penelitian
Hasil Uji Autokorelasi
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Hasil Estimasi Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Profitabilitas
BPRS di Indonesia
6
8
9
10
11
16
25
26
27
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Tren Profitabilitas BPRS di Indonesia tahun 2011-2015
Kerangka Pemikiran Operasional
Perkembangan CAR BPRS di Indonesia tahun 2011-2015
Perkembangan FDR BPRS di Indonesia tahun 2011-2015
Perkembangan NPF BPRS di Indonesia tahun 2011-2015
Perkembangan BOPO BPRS di Indonesia tahun 2011-2015
Perkembangan Inflasi di Indonesia tahun 2011-2015
Perkembangan Suku Bunga di Indonesia tahun 2011-2015
3
15
21
22
23
23
24
24
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Hasil Uji Estimasi Model OLS
Hasil Uji Normalitas
Hasil Uji Autokorelasi
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Hasil Uji Multikolinearitas
32
32
33
33
33
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki pengaruh penting
terhadap perekonomian baik secara mikro maupun secara makro. Bank memiliki
fungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak
yang surplus dengan pihak-pihak yang membutuhkan dana atau defisit. Dalam
menjalankan usahanya sebagai lembaga keuangan yang menjual kepercayaan dan
jasa, setiap bank akan berusaha sebanyak mungkin menarik nasabah baru,
menghimpun dana dari masyarakat dan juga memperbesar komposisi pemberian
kredit (Firmansyah 2014).
Disahkannya Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan mengenai dual banking
system, telah memberikan peluang bagi tumbuhnya industri perbankan syariah dan
memberikan kesempatan yang luas kepada bank umum untuk membuka kantor
cabang yang khusus melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah atau
bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (2015), perbankan syariah di
Indonesia telah mengalami perkembangan baik dalam hal kelembagaan ataupun
kepemilikan aset. Sampai dengan Desember 2015, telah tercatat 12 Bank Umum
Syariah (BUS), 22 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 163 Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) yang tersebar di wilayah Indonesia. Selain itu, total aset yang
dimiliki oleh perbankan syariah pada tahun 2015 mencapai Rp303.99 Triliun.
Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 8 persen dari tahun 2014.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah salah satu bentuk
perbankan syariah yang melaksanakan fungsi intermediasi dengan menyalurkan
pembiayaan kepada masyarakat. BPRS didirikan dengan tujuan membantu
permodalan unit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Tujuan tersebut
direalisasi dalam bentuk pembiayaan yang disalurkan ke lapangan usaha yang
termasuk dalam golongan pembiayaan UMKM (Adawiyah 2016). BPRS
beroperasi pada daerah yang masih membutuhkan pembiayaan, selain
menghindari persaingan dengan bank-bank umum juga membuka akses untuk
masyarakat yang belum bankable. BPRS beroperasi pada daerah
pedesaan/kabupaten, di daerah-daerah yang membutuhkan pembiayaan sehingga
BPRS mempunyai jangkauan yang lebih luas di masyarakat.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sebagai bagian dari perbankan
syariah memiliki fokus melakukan kegiatan pada operasi sektor riil sehingga
memiliki sifat yang peka dan terpengaruh erat dengan kondisi makro ekonomi
(Afifah 2014). Hal tersebut akan mendorong pihak manajemen BPRS untuk
melakukan berbagai usaha dan strategi guna mendukung tercapainya tingkat
kesehatan perbankan yang optimal.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) senantiasa mengalami
perkembangan yang berfluktuasi baik dari kepemilikan aset ataupun kinerja (OJK
2015). BPRS mengalami pertumbuhan yang signifikan dari segi kepemilikan aset.
Pada akhir tahun 2015, total aset yang dimiliki oleh BPRS mencapai Rp7.7
Triliun, jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 17 persen dari tahun
2
2014. Namun, peningkatan total aset BPRS tidak diikuti dengan peningkatan
kinerja. Kinerja BPRS yang diproksikan oleh rasio profitabilitas pada akhir tahun
2015 mencapai nilai yaitu 2.2 persen, nilai tersebut mengalami penurunan sebesar
0.05 persen dari tahun 2014 dan 0.5 persen dari tahun 2013.
Profitabilitas merupakan indikator yang tepat untuk mengukur kinerja dan
kemampuan bersaing suatu bank (Harahap 2006). Salah satu indikator yang
digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas adalah melalui Return on Asset
(ROA) atau rasio laba terhadap aset. Menurut Wibowo dan Syaichu (2013), ROA
digunakan untuk mengukur profitabilitas bank karena Bank Indonesia sebagai
pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas yang
diukur dari aset yang dananya berasal dari sebagian besar dana simpanan
masyarakat. Selain itu, BPRS sendiri lebih fokus melakukan kegiatan yang
berhubungan pada operasi sektor riil. ROA merupakan indikator yang tepat untuk
mengukur profitabilitas dari BPRS.
Haron (2004) menyatakan bahwa terdapat dua kategori yang dapat
memengaruhi profitabilitas suatu bank. Kategori pertama adalah faktor internal
yang berkaitan dengan pengelolaan manajemen bank. Semakin tinggi
profitabilitas suatu bank maka semakin baik pula kinerja bank tersebut. Kategori
kedua adalah faktor eksternal dimana faktor ini di luar kendali pihak manajemen
bank, seperti kondisi makroekonomi meliputi Inflasi dan volatilitas tingkat suku
bunga (Siamat 2005).
Perumusan masalah
Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki peranan penting
dalam pembangunan perekonomian khususnya pembangunan sektor riil. Hal
tersebut ditunjukan dengan kontribusi sektor UMKM terhadap penyerapan tenaga
kerja nasional yang mencapai 107.6 juta pekerja atau sekitar 97 persen dari jumlah
pekerja di Indonesia (BPS 2012). Namun, sektor UMKM di Indonesia dalam
perkembanganya mempunyai beberapa kendala yang salah satunya adalah aspek
pembiayaan.
Salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan penting terhadap
perkembangan UMKM adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Kontribusi BPRS terhadap perkembangan UMKM ditunjukan dengan proporsi
jumlah pembiayaan oleh BPRS kepada UMKM yang mencpai Rp3.37 Triliun di
tahun 2015 (OJK 2015). Semangat BPRS untuk peduli kepada UMKM sesuai
dengan firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Hasyr ayat 7 berikut:
“.... supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja
diantara kamu ....” (QS. Al-Hasyr: 7).
Namun, peranan penting yang dimiliki oleh BPRS nyatanya masih belum
diimbangi dengan komposisi total aset. Data Statistik Perbankan Syariah pada
bulan Desember 2015 menyatakan bahwa total aset seluruh Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS) hanya 2.5 pesen dari keseluruhan total aset perbankan
syariah Indonesia yang telah mencapai Rp303.99 Triliun. Total aset BPRS
3
tersebut tentunya masih rendah jika dibandingkan dengan keseluruhan total aset
perbankan syariah nasional.
Dilihat dari aspek keuntungan, profitabilitas merupakan indikator yang
menggambarkan kinerja BPRS. Profitabilitas BPRS di Indonesia mengalami tren
sepanjang periode 2011 sampai 2015. Pada tahun 2013 profitabilitas BPRS
mencapai nilai tertinggi yaitu 3.1 persen. Namun, pada tahun 2015, profitabilitas
BPRS mencapai nilai terkecil yaitu 2.07 persen. Penurunan profitabilitas BPRS
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berkaitan dengan
manajemen BPRS atau pola alokasi sumber daya yang memungkinkan BPRS
dapat mempertahankan kinerjanya. Faktor eksternal berkaitan dengan kondisi
yang berada di luar kendali pihak manajemen BPRS, seperti makroekonomi yang
salah satunya adalah inflasi.
3.5
Persen
3
2.5
2
Oct-15
Jul-15
Apr-15
Jan-15
Oct-14
Jul-14
Apr-14
Jan-14
Oct-13
Jul-13
Apr-13
Jan-13
Oct-12
Jul-12
Apr-12
Jan-12
Oct-11
Jul-11
Apr-11
Jan-11
1.5
Periode
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, OJK 2015
Gambar 1 Tren Profitabilitas BPRS di Indonesia tahun 2011-2015
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Afifah (2014), tentang
profitabilitas menunjukan bahwa Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
sebagai bagian dari bank syariah memiliki hubungan erat dengan kondisi makro
ekonomi, salah satunya inflasi. Inflasi di Indonesia yang berfluktuasi memberikan
dampak negatif terhadap kinerja BPRS. Hal ini dikarenakan pendapatan utama
BPRS terfokus pada keuntungan dari pembiayaan yang bergerak pada sektor riil.
Naiknya biaya produksi dan biaya operasional yang disebabkan oleh inflasi
membuat risiko yang dihadapi BPRS menjadi tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut, pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana perkembangan kinerja BPRS dan kondisi makro di Indonesia ?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi profitabilitas BPRS?
3. Faktor apa yang paling berpengaruh terhadap profitabilitas BPRS di Indonesia?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis perkembangan kinerja BPRS dan kondisi makro di Indonesia.
4
2. Menganalisis faktor-faktor
yang memengaruhi profitabilitas BPRS di
Indonesia.
3. Menganalisis faktor yang paling berpengaruh terhadap profitabilitas BPRS di
Indonesia.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai profitabilitas BPRS di Indonesia dan sebagai alat bantu
dalam mempertimbangkan keputusan investasi.
2. Bagi pelaku industri, sebagai bahan rekomendasi evaluasi mengenai kinerja
keuangan BPRS sehingga bisa meningkatkan kualitas dan daya saing
perbankan syariah nasional.
3. Bagi akademisi, penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian
selanjutnya yang terkait dengan penelitian ini.
4. Bagi peniliti, diharapkan dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memahami
lebih lanjut dan mendalam mengenai kondisi perbankan syariah di Indonesia
khususnya tentang BPRS, serta sebagai sarana dalam mengaplikasikan ilmu
yang dimiliki.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan data bulanan dengan periode dari Januari 2013
sampai Desember 2015. Tingkat profitablitas yang dianalisis dalam penelitian ini
terbatas pada rasio ROA BPRS di Indonesia. Variabel kinerja BPRS yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rasio CAR, rasio FDR, rasio NPF, dan rasio
BOPO. Variabel makro ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
inflasi dan tingkat suku bunga.
TINJAUAN PUSTAKA
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bagian dari bank syariah
yang memiliki fokus melakukan pembiayaan pada UMKM. BPRS berfungsi
sebagai pelaksana sebagian fungsi bank umum di tingkat regional dengan
berlandaskan prinsip syariah (Soemitra 2009). Bentuk hukum BPRS adalah
perseroan terbatas. Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, operasional BPRS meliputi kegiatan menghimpun dana masyarakat
dalam bentuk tabungan, deposito, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu, menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip
5
syariah, menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
(SWBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank
lainnya. BPRS dilarang menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu
lintas pembayaran, melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, melakukan
penyertaan modal, dan melakukan usaha perasuransian.
Pendirian BPRS memiliki tujuan khusus, yaitu menyediakan jasa dan
produk perbankan bagi masyarakat golongan ekonomi lemah dan usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM) baik di perkotaan maupun di pedesaan. BPRS
memberikan pembiayaan dengan sistem jual beli, bagi hasil ataupun sewa. Pilihan
atas sistem syariah tersebut sangat tergantung kepada jenis pembiayaan yang
diajukan oleh masyarakat kepada BPRS. Selain itu, BPRS juga dapat melakukan
praktik pegadaian yang dikelola dengan sistem syariah.
Kegiatan penyaluran dana dari BPRS kepada masyarakat dilakukan dalam
bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (murabahah, istishna’, salam);
prinsip sewa menyewa (ijarah); prinsip bagi hasil (mudharabah, musyarakah);
prinsip kebajikan (qardh hasan) (Soemitra 2009). Dalam memberikan pelayanan
berupa pembiayaan, BPRS perlu memahami karakteristik calon nasabahnya,
apakah nasabahnya baru memulai suatu bisnis atau telah menjalankan bisnis,
apakah usahanya sedang tumbuh berkembang, stabil atau tidak stabil, dan apakah
sektor usaha dari nasabahnya (pertanian, perdagangan, industri kecil), dan lain
sebagainya. Dengan memahami karakteristik nasabahnya, BPRS tersesbut dapat
menentukan jenis produk dan jasa keuangan yang tepat sesuai dengan kebutuhan
nasabahnya. Kesalahan dalam menawarkan jenis produk dan jasa keuangan dapat
menciptakan masalah seperti pembiayaan non lancar.
Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan
laba (keuntungan) dalam suatu periode tertentu. Laba adalah penerimaan yang
diperoleh setelah membayar biaya produksi. Perolehan laba dari kegiatan yang
dilakukan merupakan cerminan kinerja sebuah perusahaan dalam menjalankan
usahanya. Profitabilitas juga dapat digunakan sebagai evaluasi efisiensi
pengelolaan perusahan tersebut, karena efisiensi baru dapat diketahui dengan
membandingkan laba yang diperoleh dengan aktiva yang digunakan untuk
menghasilkan laba tersebut.
Bank syariah memperoleh laba dalam bentuk bagi hasil (profit sharing)
dengan nasabah atas pembiayaan yang diberikan dan atau pemberian imbalan atas
dana masyarakat. Profitabilitas bank ditentukan oleh faktor internal yaitu, faktorfaktor yang dapat dikendalikan oleh manajemen bank dan faktor eksternal, yaitu
faktor-faktor diluar kendali manajemen bank (Haron 2004). Faktor internal
menggambarkan kebijakan dan strategi operasional bank itu sendiri seperti
penghimpunan dana, penyaluran dana, manajemen likuiditas, manajemen biaya
dan nisbah bagi hasil. Faktor eksternal meliputi kebijakan moneter, fluktuasi nilai
tukar, tingkat inflasi, violitas tingkat bunga dan instrumen keuangan (Siamat
2005).
Profitabilitas merupakan hal yang penting bagi bank karena profibilitas yang
tinggi merupakan tujuan dari setiap bank. Semakin tinggi profitabilitas suatu bank
6
menunjukkan semakin baik dan efisien kinerja bank tersebut. Untuk menilai
profitabilitas suatu perusahaan diperlukan berbagai alat analisis, tergantung dari
tujuan analisisnya. Alat analisis tersebut adalah rasio profitabilitas. Jenis-jenis
rasio profitabilitas yang dapat digunakan yaitu profit margin, Return on Asset
(ROA), Return on Equity (ROE), rasio biaya operasional serta Net Interest
Margin (NIM).
Return on Asset (ROA)
ROA merupakan alat analisis yang sering digunakan untuk menganilisis
profitabilitas. Menurut Dendawijaya (2005), ROA digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara
keseluruhan dari pengelolaan aset yang dimiliki. Semakin besar ROA suatu bank,
semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin
baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset.
ROA memberikan informasi mengenai seberapa efisien suatu bank dalam
menjalankan kegiatan usahanya, karena rasio ini mengindikasikan seberapa besar
keuntungan yang dapat diperoleh rata-rata terhadap setiap rupiah asetnya (Siamat
2005). ROA dapat diukur dengan perbandingan antara laba sebelum pajak
terhadap total aset (total aktiva). Laba sebelum pajak merupakan laba bersih dari
kegiatan operasional bank sebelum pajak, sedangkan total aset yang digunakan
adalah jumlah keseluruhan dari aset yang dimiliki oleh bank bersangkutan. Bank
Indonesia selaku pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai
profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang perolehan dananya
sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat.
Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan ROA memiliki
keuntungan yaitu ROA sangat mudah dihitung dan dipahami. ROA juga
merupakan denominator yang dapat diterapkan pada setiap unit organisasi yang
bertanggung jawab terhadap profitabilitas dan unit usaha. ROA digunakan sebagai
variabel dependen dalam penelitian ini karena ROA mengukur efektifitas
perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva
yang dimilikinya. Adapun rumus yang dapat digunakan untuk mengukur ROA
adalah sebagai berikut:
ROA =
Laba Sebelum Pajak
Total Aktiva
×100%
Berdasarkan Surat Edaran BI No 9/29/DPbS tahun 2007 tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah,
Klasifikasi tingkat ROA secara rinci adalah sebagai berikut:
Tabel 1 Matriks Kriteria Peringkat Komponen ROA
Rasio (%)
Peringkat
ROA > 1.450
Sangat sehat
1.215 < ROA ≤ 1.450
Sehat
0.999 < ROA ≤ 1.215
Cukup sehat
0.765 < ROA ≤ 0.999
Kurang sehat
ROA ≤ 0.765
Tidak sehat
Sumber: SE BI No 9/29/DPbS tahun 2007
7
Profit dalam Prespektif Islam
Menurut Rosly (2005), bank syariah didirikan untuk menyediakan tempat
mobilisasi deposito dan memperluas pembiayaan. Sampai batas tertentu,
perusahaan bisnis keuangan Islam atau bank syariah beroperasi atas dasar untuk
memaksimalkan keuntungan. Hal ini diupayakan dengan memperhatikan prinsipprinsip syariah, salah satunya adalah dengan larangan menggunakan bunga yang
dikenal sabagai riba dalam Islam. Dengan demikian, maksimalisasi keuntungan
dalam prespektif Islam akan jauh dari praktik yang tidak etis dan menempatkan
bank syariah sebagai bisnis yang mengedepankan moral.
Konsep utama dari perbankan syariah dan pembiayaan adalah dengan
larangan menggunakan bunga, namun begitu penerapan perdagangan dan jual beli
(al-bai) dalam aktivitas pembiayaan bank syariah belum mendapat perhatian yang
sama seperti halnya bank konvensional yang menggunakan sistem bunga. Hal ini
dikarenakan banyak orang berpikir bahwa bank syariah adalah perusahaan
perbankan yang beroperasi tanpa bunga. Meskipun hal tersebut benar, secara
akurat hal tersebut tidak menggambarkan untuk apa sebenernya bank syariah
didirikan.
Bank syariah menjalankan bisnisnya atas dasar prinsip-prinsip komersial
dan perdagangan (al-bai) dimana keuntungan yang didapat berasal dari implikasi
penambahan nilai (kasb) dan pengambilan risiko (ghorm). Rosly (2005)
memberikan contoh untuk membuat hal ini jelas dan mencegah kebingungan yang
tidak semestinya. Misalnya, ketika orang musyrik di kota Mekkah mengatakan
bahwa perdagangan itu mirip dengan riba, Alquran memberikan penjelasan bahwa
Allah SWT menghalalkan jual beli dan melarang riba dalam Q.S. Al-Baqarah ayat
275 berikut :
“......padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.....”
(Q.S. Al-Baqarah : 275)
Jual beli (al-bai) dalam konteks tersebut mengisyaratkan adanya iwad atau
timbal balik yang seimbang dalam bertransaksi. Ketika kebutuhan iwad terpenuhi
dalam jual beli, maka akan terjadi kesetaraan dan keadilan dalam transaksi bisnis
serta menjadikan bank syariah lebih unggul dengan sistem tanpa bunga.
Bunga dilarang dalam Islam karena dianggap sebagai sarana yang tidak
dibenarkan dalam pengambilan keuntungan dan penciptaan kekayaan. Pertukaran
dari sebuah nilai dengan nilai yang lebih tinggi tidak memerlukan kreditor
(peminjam) untuk menanggung risiko pasar dan sistem, mengingat pinjaman
dijamin oleh pihak ketiga. Kreditor secara praktis tidak memberikan tambahan
kepada debitor. Ini merupakan gambaran umum dalam instrumen pendapatan
tetap (fix income). Dengan penerapan sistem bunga akan membuat keadilan
ekonomi yang berisiko dan kesejahteraan hanya terkonsentrasi di tangan beberapa
orang yang dapat mengancam kesejahteraan dan stabilitas sosial.
Perbadaan antara manajemen bank syariah dengan bank konvensional
terletak pada pembiayaan dan pemberian balas jasa yang diterima oleh bank dan
investor. Balas jasa yang diberikan atau diterima pada bank konvensional berupa
bunga dalam persentase pasti sehingga hal ini akan membebani bagi pihak
peminjam. Sementara pada bank syariah, pemberian dan penerimaan balas jasa
berdasarkan perjanjian (akad). Bank syariah akan memperoleh keuntungan berupa
8
bagi hasil jika menggunakan akad bagi hasil sedangkan jika menggunakan akad
jual beli, bank syariah akan memperoleh keuntungan dari margin yang
didapatkan.
Rasio Kinerja Perbankan
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa
jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat
berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal bank sendiri,
disamping memperoleh dana-dana dari sumber di luar bank. Dengan kata lain
CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki
bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko,
misalnya pembiayaan (Ismail 2011). Nilai CAR yang tinggi akan memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas dan mengindikasikan bahwa bank
tersebut mempunyai aset yang likuid dalam jangka panjang. Tingginya rasio
modal dapat melindungi deposan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat
kepada bank, dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan suatu bank.
Bank selalu dipantau dan didorong untuk memenuhi ketentuan di bidang
permodalan. Perhitungan penyediaan modal minimum (CAR) didasarkan pada
prinsip bahwa setiap penanaman dana bank yang mengandung risiko harus
disediakan jumlah modal sebesar persentase tertentu dari jumlah penanamannya.
CAR dapat dirumuskan sebagai perbandingan antara modal bank terhadap aktiva
tertimbang menurut risiko (ATMR). Modal bank adalah total modal yang berasal
dari modal inti dan modal pelengkap. Total ATMR merupakan penjumlahan
ATMR aktiva neraca dengan ATMR administratif. CAR dihitung dengan
menggunakan rumus:
CAR =
π‘€π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™
𝐴𝑇𝑀𝑅
x 100%
Bank Indonesia menetapkan ketentuan modal minimum bagi perbankan
sebagaimana ketentuan dalam standar Bank for International Settlemens (BIS)
bahwa setiap bank diwajibkan menyediakan modal minimum sebesar 8 persen
dari total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Berdasarkan Surat Edaran BI No 9/29/DPbS tahun 2007 tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah,
klasifikasi tingkat CAR secara rinci adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Matriks Kriteria Peringkat Komponen CAR
Rasio (%)
Peringkat
CAR ≥ 11
Sangat sehat
9.5 ≤ CAR < 11
Sehat
8 ≤ CAR < 9.5
Cukup sehat
6.5 < CAR < 8
Kurang sehat
CAR ≤ 6.5
Tidak sehat
Sumber: SE BI No 9/29/DPbS tahun 2007
9
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Pendeknya waktu antara penarikan dan penyetoran oleh nasabah dapat
menyebabkan masalah likuiditas pada bank. Kriteria yang digunakan untuk
mengukur likuiditas bank adalah Financing to Deposit Ratio (FDR). Menurut
Ismail (2011), FDR merupakan rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan
bank dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio ini menyatakan kemampuan
bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan
mengandalkan pembiayaan yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan
kata lain, seberapa jauh pemberian pembiayaan kepada nasabah dapat
mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang
hendak menarik kembali dananya yang telah disalurkan oleh bank berupa
pembiayaan.
Semakin tinggi nilai FDR suatu bank, mengindikasikan bahwa dana yang
disalurkan kepada masyarakat lebih besar daripada dana yang berhasil dihimpun
dari pihak ketiga. Disatu sisi FDR yang tinggi menunjukkan bahwa bank tersebut
produktif dan fungsi sebagai lembaga intermediasi berjalan dengan baik. Tetapi
disisi lain, FDR yang terlalu tinggi menunjukkan likuiditas yang rendah. Hal ini
disebabkan jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi besar
sehingga ketersediaan dana cadangan untuk menutupi permintaan dana jika
nasabah ingin menarik simpanannya menjadi berkurang. Selain itu, dapat juga
disebabkan oleh manajemen dana yang belum efektif dalam hal pengalokasian
dana. Besarnya jumlah pembiayaan yang disalurkan akan menentukan keuntungan
bank. FDR yang tinggi akan meningkatkan laba perusahaan dengan asumsi bank
tersebut mampu menyalurkan pembiayaan dengan efektif, sehingga jumlah
pembiayaan macetnya akan kecil. FDR dapat diukur dari perbandingan antara
seluruh jumlah pembiayaan yang diberikan terhadap dana pihak ketiga. FDR
dihitung dengan menggunakan rumus:
π‘ƒπ‘’π‘šπ‘π‘–π‘Žπ‘¦π‘Žπ‘Žπ‘›
FDR =π·π‘Žπ‘›π‘Ž π‘π‘–β„Žπ‘Žπ‘˜ π‘˜π‘’π‘‘π‘–π‘”π‘Ž x 100%
Berdasarkan Surat Edaran BI No 9/29/DPbS tahun 2007 tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah,
klasifikasi tingkat FDR secara rinci adalah sebagai berikut :
Tabel 3 Matriks Kriteria Peringkat Komponen FDR
Rasio (%)
Peringkat
FDR ≤ 75
Sangat sehat
75 < FDR ≤ 85
Sehat
85 < FDR ≤ 100
Cukup sehat
100 < FDR ≤ 120
Kurang sehat
FDR > 120
Tidak sehat
Sumber: SE BI No 9/24/DPbS tahun 2007
Non Performing Financing (NPF)
Non Performing Financing (NPF) atau Non Performing Loan (NPL) adalah
kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet. Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan
10
NPF untuk bank syariah. Rasio ini menunjukan bahwa kemampuan manajemen
bank dalam mengelola pembiayaan bermasalah yang diberikan oleh bank
(Stiawan 2009). Semakin tinggi rasio ini maka semakin buruk kualitas
pembiayaan suatu bank. Hal ini dikarenakan pembiayaan merupakan sektor
terbesar dalam menyumbang pendapatan bagi bank.
NPF adalah tingkat pengembalian kredit yang diberikan deposan kepada
bank dengan kata lain NPF merupakan tingkat kredit macet pada bank tersebut.
NPF diketahui dengan cara menghitung Pembiayaan Non Lancar terhadap Total
Pembiayaan. Apabila semakin rendah NPF maka bank tersebut akan semakin
tinggi keuntungannya, sebaliknya bila tingkat NPF tinggi bank tersebut akan
mengalami kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet. NPF
dapat dirusmuskan sebagai berikut:
NPF =
π‘ƒπ‘’π‘šπ‘π‘–π‘Žπ‘¦π‘Žπ‘Žπ‘› π‘‡π‘–π‘‘π‘Žπ‘˜ πΏπ‘Žπ‘›π‘π‘Žπ‘Ÿ
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘ƒπ‘’π‘šπ‘π‘–π‘Žπ‘¦π‘Žπ‘Žπ‘›
x 100%
berdasarkan Surat Edaran BI No. 9/29/ DPbs tahun 2007 tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah,
klasifikasi tingkat NPF secara rinci adalah sebagai berikut :
Tabel 4 Matriks Kriteria Peringkat Komponen NPF
Rasio (%)
Peringkat
NPF < 7
Sangat sehat
7 < NPF < 10
Sehat
10 < NPF < 13
Cukup sehat
13 < NPF < 16
Kurang sehat
NPF > 16
Tidak sehat
Sumber: SE BI No 9/29/DPbS tahun 2007
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
BOPO atau sering juga disebut Rasio Efisiensi Operasional adalah
perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional. Rasio
biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan
bank dalam melakukan kegiatan operasi (Dendawijaya, 2005). Semakin rendah
nilai BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya
operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh
bank akan semakin besar.
Nilai BOPO menggambarkan upaya bank untuk meminimalkan reisiko
operasional, yang merupakan ketidakpastian mengenai kegiatan usaha bank.
Risiko operasional berasal dari kerugian operasional bila terjadi penurunan
keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur biaya operasional bank dan
kemungkinan terjadinya kegagalan atas jasa-jasa dan produk-produk yang
ditawarkan. BOPO dapat dirusmuskan sebagai berikut:
π΅π‘–π‘Žπ‘¦π‘Ž π‘‚π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘–π‘œπ‘›π‘Žπ‘™
BOPO =π‘ƒπ‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› π‘‚π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘ π‘–π‘œπ‘›π‘Žπ‘™ x 100%
11
Berdasarkan Surat Edaran BI No. 9/29/DPbs tahun 2007 tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah,
klasifikasi BOPO secara rinci adalah sebagai berikut :
Tabel 5 Matriks Kriteria Peringkat Komponen BOPO
Rasio (%)
Peringkat
BOPO ≤ 83
Sangat sehat
83 < BOPO ≤ 85
Sehat
85 < BOPO ≤ 87
Cukup sehat
87 < BOPO ≤ 89
Kurang sehat
BOPO > 89
Tidak sehat
Sumber: SE BI No 9/29/DPbS tahun 2007
Variabel Makro Ekonomi
Inflasi
Inflasi didefinisikan sebagai suatu kenaikan tingkat harga secara
keseluruhan di dalam suatu perekonomian (Mankiw 2006). inflasi adalah
peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecenderungan akan naiknya harga
barang secara umum, yang berarti terjadinya penurunan nilai uang. Menurut
pandangan Keynes, inflasi disebabkan oleh gap antara kemampuan ekonomi
masyarakat terhadap keinginan-keinginannya terhadap barang. Gap disini adalah
permintaan masyarakat terhadap barang-barang lebih besar daripada jumlah yang
tersedia sehingga terjadi kenaikan harga. Inflasi dapat diukur dengan indeks harga
barang-barang konsumsi dari tahun ke tahun.
Inflasi yang meningkat berdampak pada nilai riil tabungan yang merosot
karena masyarakat akan mempergunakan hartanya untuk mencukupi biaya
pengeluaran. Dengan kondisi seperti ini, minat masyarakat untuk menabung dan
berproduksi menjadi berkurang, serta para investor yang tidak mau berinvestasi di
sektor riil. Harga meningkat dengan cepat, masyarakat akan kewalahan
menanggung dan mengimbangi harga kebutuhan sehari-hari yang terus
meningkat. Bank akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana pihak ketiga
yang merupakan sumber utama modal bank. Bagi bank, inflasi akan menyebabkan
naiknya biaya produksi maupun biaya operasional bank. Hal ini menjadikan bank
kesulitan menyalurkan dana serta menanggung biaya dari modal yang ada
sehingga pada akhirnya merugikan bank itu sendiri yang berimbas pada
profitabilitas bank yang bersangkutan.
Suku Bunga
Bunga adalah imbal jasa atas pinjaman uang yang merupakan suatu
kompensasi kepada pemberi pinjaman atas manfaat kedepan dari uang pinjaman
tersebut apabila diinvestasikan (BI 2001). Jumlah pinjaman tersebut disebut
pokok utang (principal). Persentase dari pokok utang yang dibayarkan sebagai
imbal jasa (bunga) dalam suatu periode tertentu disebut suku bunga.
Secara teoretis terdapat dua jalur utama mekanisme transmisi kebijakan
moneter, yaitu melalui jalur jumlah uang yang beredar dan jalur harga melalui
suku bunga. Jalur suku bunga merupakan channel yang penting untuk
12
perekonomian Indonesia. Pengujian empiris mengungkapkan bahwa pengaruh
suku bunga terhadap inflasi mempunyai hubungan yang lebih stabil dibandingkan
dengan agregat moneter. Upaya untuk menekan fluktuasi tingkat suku bunga
tergantung pada keberhasilan mengendalikan gejolak di pasar uang.
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Afifah (2014) tentang Analisis Faktor-faktor
yang Memengaruhi Profitabilitas Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia.
penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi profitabilitas BUS di
Indonesia dari tahun 2010 kuartal II sampai 2013 kuartal IV. Tujuh BUS
digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini. Metode analisis yang digunakan
adalah analisis deskriptif dan analisis regresi berganda data panel dengan
pendekatan Fix Effects Model (FEM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pembiayaan, Capital Adequacy Ratio (CAR), Financing to Deposit Ratio (FDR),
Net Operational Margin (NOM), inflasi serta market share bank syariah
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas BUS di Indonesia. Pembiayaan,
CAR, FDR serta NOM berhubungan positif dengan ROA BUS, sedangkan market
share dan inflasi memiliki hubungan negatif terhadap ROA BUS.
Penelitian yang dilakukan Anto dan Wibowo (2012) tentang faktor-faktor
penentu tingkat profitabilitas BUS di Indonesia. Penelitian ini menggunakan
model regresi kointegrasi dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least
Square). Hasil dari penelitian menunjukkan variabel pendapatan nasional, inflasi,
market share, dan jumlah uang yang beredar tidak berpengaruh terhadap
profitabilitas BUS baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tingkat
suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas BUS dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek pengaruh variabel
makro ekonomi terhadap profitabilitas bank syariah sebesar 55.18 persen dan
dalam jangka panjang sebesar 52.11persen.
Penelitian yang dilakukan Purwanto (2011) menganalisis besarnya pengaruh
pembiayaan, FDR dan rasio NPF terhadap laba bank syariah dengan studi kasus
PT. Bank Muamalat Indonesia periode Februari 2010 sampai Mei 2010. Metode
yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa variabel pembiayaan, FDR dan NPF memiliki pengaruh
nyata. Namun secara parsial hanya pembiayaan dan NPF yang berpengaruh nyata
terhadap laba. Pembiayaan berpengaruh positif terhadap laba sedangkan NPF
berpengaruh negatif terhadap laba.
Penelitian yang dilakukan oleh Khatimah (2010) tentang analisis pengaruh
kecukupan modal dan efisiensi operasional terhadap profitabilitas pada PT. BPRS
Amanah Ummah leuwiliang Bogor. Penelitian ini menganalisis pengaruh
kecukupan modal (CAR) dan
efisiensi operasional (BOPO) terhadap
profitabilitas (ROA) pada BPRS Amanah Ummah periode 1998-2009 dengan
mengunaka metode regresi linearberganda dan analisis deskriptif komparatif.
Berdasrakan hasil uji signifikansi terhadap fungsi regresi menunjukan bahwa
CAR dan BOPO secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA.
Adapun secara parsial, CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. BOPO
secara parsial berpengaruh signifikan terhadap ROA. Dari fungsi regresi berganda
13
diketahui pula bahwa pengaruh CAR terhadap ROA adalah bersifat positif atau
searah. Sebaliknya, pengaruh BOPO terhadap ROA adalah bersifat negatif atau
berlawanan arah.
Penelitian yang dilakukan oleh Haron (2004) yang berjudul Determinants of
Islamic Bank Profitability menunjukkan bahwa faktor internal berupa
pembiayaan, CAR, DPK dan FDR secara parsial berpengaruh positif terhadap
profit bank syariah. Faktor eksternal yang terdiri atas suku buga, inflasi, dan size
secara parsial berpengaruh positif terhadap profit bank syariah sedangkan money
supply dan market share dari DPK secara parsial berpengaruh negatif terhadap
profitabilitas bank syariah.
Terdapat beberapa aspek perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya. Pertama, sampel yang digunakan dalam penelitian ini berfokus pada
Bank Pembiayaan Rakyat Syaariah (BPRS). Kedua, data yang digunakan untuk
penelitian ini berupa data time series (deret waktu) dengan periode dari Januari
tahun 2013 sampai Desember 2015.
Kerangka Pemikiran
Perbankan syariah di Indonesia terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS),
Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Salah
satu bentuk bank yang memiliki peranan cukup besar adalah BPRS. Statistik
perbankan syariah, OJK (2015) menyatakan bahwa jumlah pembiayaan yang
disalurkan oleh BPRS kepada UMKM mencapai Rp3.37 Triliun di tahun 2015.
Data tersebut menunjukkan bahwa BPRS sebagai salah satu lembaga keuangan
yang diminati oleh masyarakat. Kondisi demikian membuat BPRS perlu menjaga
kinerjanya agar dapat beroperasi secara optimal dan dapat terus dipercaya oleh
masyarakat. Kredibilitas BPRS dalam memberikan rasa aman dan kepastian bagi
nasabah maupun pihak-pihak terkait perlu diperhatikan agar kepercayaan
masyarakat dapat tumbuh.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan BPRS sebagai agent of trust adalah
dengan cara menunjukkan kemampuan finansial yang dapat dilihat melalui tingkat
profitabilitas yang dicapai. Profitabilitas yang tinggi mengindikasikan bahwa
BPRS dapat mencapai salah satu tujuan dari didirikannya yaitu untuk
menciptakan laba semaksimal mungkin dan kehadirannya untuk memberikan
maslahah bagi umat. Profitabilitas suatu BPRS dipengaruhi oleh pengaruh
internal dan eskternal. Faktor internal menggambarkan kebijakan dan keputusan
manajemen bank sedangkan faktor eksternal tidak dapat dikendalikan secara
langsung oleh bank.
BPRS memperoleh laba dari kegiatan yang dijalankan berupa penyaluran
dana serta jasa-jasa lainnya yang diberikan. Pendapatan utama BPRS terfokus
pada seberapa besar BPRS dapat menghimpun keuntungan dari pembiayaan yang
disalurkan. Penyaluran pembiayaan yang semakin besar akan berdampak pada
semakin besarnya pendapatan operasional dan pada akhirnya akan berdampak
pada peningkatan profitabilitas. Sebagai alternatif untuk berinvestasi bagi
masyarakat, BPRS juga harus mampu memberikan risiko yang lebih kecil. Untuk
meminimalkan risiko maka harus dilakukan manajemen dana dengan baik,
diantaranya :
14
Pertama, kondisi likuiditas BPRS yang dilihat melalui nilai FDR. Rasio ini
menyatakan kemampuan BPRS dalam membayar kembali penarikan dana yang
dilakukan deposan dengan mengandalkan pembiayaan yang diberikan sebagai
sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh pemberian pembiayaan
kepada nasabah dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi
permintaan deposan yang hendak menarik kembali dananya yang telah disalurkan
oleh bank berupa pembiayaan. Kedua, kecukupan modal BPRS melalui nilai
CAR. Rasio ini merupakan rasio kinerja BPRS untuk mengukur kecukupan modal
yang dimiliki dalam menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan
risiko, misalnya pembiayaan. Nilai CAR yang tinggi akan memberikan kontribusi
yang cukup besar bagi profitabilitas dan mengindikasikan bahwa BPRS tersebut
mempunyai aset yang likuid dalam jangka panjang. Ketiga, BPRS juga harus
memperhatikan tingkat kesehatan pembiayaan yang dapat dilihat melalui nilai
NPF. Rasio ini menunjukan kemampuan manajemen BPRS dalam mengelola
pembiayaan bermasalah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin buruk kualitas
pembiayaan suatu BPRS. Hal ini dikarenakan pembiayaan merupakan sektor
terbesar dalam menyumbang pendapatan bagi BPRS. Keempat, efesiensi dalam
kegiatan operasional melalui nilai BOPO. Rasio ini menyatakan efisiensi dan
kemampuan BPRS dalam melakukan kegiatan operasi. Semakin rendah nilai
BOPO berarti semakin efisien suatu BPRS dalam mengendalikan biaya
operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh
bank akan semakin besar.
Kegiatan BPRS sebagai bagian dari perbankan syariah tidak lepas dari
pengaruh kondisi makro ekonomi yang terjadi. Dalam kegiatan operasional BPRS
harus memiliki keterkaitan dan keseimbangan antara sektor moneter dengan
sektor riil. Secara teori ekonomi Islam, inflasi dan suku bunga tidak berpengaruh
pada profitabilitas BPRS. Namun, pada kenyataannya inflasi dan suku bunga
berdampak pada BPRS secara tidak langsung. Hal ini terkait investasi BPRS pada
sektor riil tidak lepas dari dampak inflasi dan suku bunga. Tingginya inflasi akan
mengakibatkan minat masyarakat untuk menabung, berinvestasi, dan berproduksi
menjadi berkurang. BPRS akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana dari
pihak ketiga sehingga harus menanggung biaya dari modal yang ada. Bagi sebuah
bank, inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi maupun operasional sehingga
akan merugikan bank itu sendiri. Berdasarkan beberapa aspek penentu
profitabilitas, maka dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap faktor-faktor
apa saja yang memengaruhi profitabilitas BPRS di Indonesia. Keseluruhan
penjabaran di atas terangkum dalam kerangka pemikiran.
15
Perbankan Syariah
UUS
BPRS
BUS
Profitabilitas
ROA
Internal
Eksternal
Inflasi
Suku Bunga
CAR
FDR
NPF
BOPO
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional
Keterangan :
= Lingkup Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Hipotesis Penelitian
Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif (signifikan) terhadap
profitabilitas BPRS di Indonesia.
Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh positif (signifikan) terhadap
profitabilitas BPRS di Indonesia.
Non peforming financing (NPF) berpengaruh negatif (signifikan) terhadap
profitabilitas BPRS di Indonesia.
Biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) berpengaruh
negatif (signifikan) terhadap profitabilitas BPRS di Indonesia.
Inflasi berpengaruh negatif (signifikan) terhadap profitabilitas BPRS di
Indonesia.
Suku bunga berpengaruh negatif (signifikan) terhadap profitabilitas BPRS di
Indonesia.
16
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian
Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan korelasional. Pendekatan jenis ini bertujuan untuk melihat apakah
variabel independen memiliki pengaruh terhadap variabel dependen atau tidak.
Berangkat dari suatu teori, gagasan para ahli, ataupun literatur terkait, kemudian
dikembangkan menjadi permasalahan-permasalahan yang diajukan untuk
memperoleh pembenaran (verifikasi) dalam bentuk dukungan data empiris.
Bentuk penelitian kuantitatif penulis gunakan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap profitabilitas BPRS di
Indonesia.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
data deret waktu (time series) dari seluruh Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) di Indonesia. Data sekunder yang digunakan diambil dari beberapa
sumber, yaitu Statistik Perbankan Syariah dari website resmi Otoritas Jasa
Keuangan berupa data statistik perkembangan BPRS, website resmi Badan Pusat
Statistik dan Bank Indonesia berupa data tingkat inflasi dan suku bunga. Data
yang dianalisis adalah data laporan keuangan bulanan BPRS dan data bulanan
tingkat inflasi serta suku bunga dari Januari 2013 sampai Desember 2015.
Data sekunder yang digunakan diuraikan dalam Tabel 6 sebagai berikut :
Variabel
ROA
CAR
FDR
NPF
BOPO
Suku
Bunga
Inflasi
Tabel 6 Variabel-variabel Penelitian
Ketrangan
Sumber
Persentase laba bersih sebelum Statistik perbankan syariah OJK
pajak terhadap total asset.
Persentase modal bank terhadap Statistik perbankan syariah
aktiva
tertimbang
menurut OJK
risiko.
Persentase jumlah pembiayaan Statistik perbankan syariah
terhadap total dana pihak ketiga. OJK
Perbandingan antara
kredit Statistik perbankan syariah
bermasalah dengan total kredit.
OJK
Perbandingan antara total biaya Statistik perbankan syariah
operasional dengan total
OJK
pendapatan operasional.
Suku bunga deposito berjangka Laporan Kebijakan Moneter
tiga bulan yang dipublikasikan Bank Indonesia
oleh Bank Indonesia
Persentase kenaikan indeks Badan Pusat Statistik
harga konsumen (IHK).
17
Model Penelitian
Metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi profitabilitas BPRS di Indonesia adalah Ordinary Least Square
(OLS). Metode regresi linier berganda adalah suatu teknik analisis data yang
membahas hubungan antar variabel terikat dengan variabel bebas. Regresi linear
berganda merupakan regresi dimana variabel terikat yaitu variabel Y dalam hal ini
adalah profitabilitas BPRS yang dihubungkan dengan lebih dari satu variabel
bebas. Variabel bebas yang digunakan yaitu CAR, FPDR, BOPO, NPF, Inflasi
dan Suku bunga. Persamaan estimasi menggunakan model OLS dapat dituliskan
dalam bentuk sebagai berikut :
50
Y= a + b1x1 + b2x2+ b3x3 + b4x4 + b5x5+ b6x6 + e
Keterangan:
Y
a
b1-b6
x1
x2
x3
x4
x5
x6
e
= ROA (persen)
= Konstanta
= Koefisien regresi variabel independen
= CAR ( persen)
= BOPO ( persen)
= NPF ( persen)
= FDR ( persen)
= Inflasi ( persen)
= Suku Bunga ( persen)
= eror
Batasan dan Definisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. ROA adalah perbandingan antara laba sebelum pajak terhadap total aktiva
BPRS. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan dari pengelolaan aset
yang dimiliki.
2. CAR adalah perbandingan antara modal bank terhadap aktiva tertimbang
menurut risiko (ATMR). Rasio ini digunakan untuk mengukur kecukupan
modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau
menghasilkan risiko.
3. FDR adalah perbandingan antara seluruh pembiayaan yang disalurkan BPRS
trhadap dana pihak ketiga. Rasio ini digunakan untuk tingkat likuiditas bank
atau kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang
dilakukan deposan dengan mengandalkan pembiayaan yang diberikan sebagai
sumber likuiditasnya.
4. NPF adalah perbandingan antara pembiayaan tidak lancar terhadap total
pembiayaan. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen
bank dalam mengelola pembiayaan bermasalah yang diberikan.
18
5. BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional terhadap pendapatan
operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan
kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasi.
6. Inflasi adalah peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecenderungan akan
naiknya harga barang secara umum atau menurunya nilai uang.
7. Suku bunga adalah imbal jasa atas pinjaman uang yang merupakan suatu
kompensasi kepada pemberi pinjaman atas manfaat kedepan dari uang
pinjaman tersebut apabila diinvestasikan.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Proses pengolahan data pada penelitian dilakukan dengan menggunakan
bantuan software Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6. Metode analisis data yang
digunakan adalah analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan
untuk memberikan suatu gambaran secara umum mengenai kondisi makro dan
kinerja BPRS di Indonesia. Analisis deskriptif dalam penelitian dibantu dengan
grafis ataupun tabel agar dapat menjelaskan kondisi rata-rata atau menjelaskan
saat masing-masing peubah mengalami kondisi ekstrim tertentu. Metode
kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square
(OLS). Metode OLS digunakan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
memiliki pengaruh terhadap profitabilitas BPRS. Analisis variabel yang paling
berpengaruh dalam penelitian ini didasarkan pada nilai koefisien yang paling
besar dari hasil estimasi model yang diperoleh.
Evaluasi Model
Setelah selesai melakukan pengolahan data, harus dilakukan evaluasi
terhadap model estimasi yang dihasilkan. Metode estimasi yang dihasilkan
melalui metode analisis Ordinary Least Square (OLS) harus dievaluasi
berdasarkan kriteria ekonometrika, kriteria statistik, kriteria ekonomi.
a.
Uji kriteria Ekonometrika
Untuk model regresi linier berganda, ada beberapa asumsi yang harus
dipenuhi agar estimator yang dihasilkan memenuhi kriteria Best Linear Unbiased
Estimator (BLUE). Uji asumsi tersebut meliputi uji normalitas, uji autokorelasi,
uji heteroskedastisitas, dan uji multikolinearitas. Keempat uji tersebut disebut
dengan uji asumsi klasik.
Uji Normalitas
Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk menentukan apakah variabel
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui
distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang
baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi
normal. Uji yang digunakan untuk melihat kenormalan data yaitu dengan Jarque
19
Bera Test atau dengan melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian
normalitas adalah:
H0 : Residual berdistribusi normal
H1 : Residual tidak berdistribusi normal
Dasar penolakan H0 dilakukan dengan membandingkan nilai Jarque Bera
Test dengan taraf nyata α sebesar 0.05, dimana jika nilai Jarque Bera Test lebih
besar dari taraf nyata α = 5 persen maka tidak cukup bukti untuk melakukan
penolakan terhadap H0, sehingga residual berdistribusi normal.
Uji Autokorelasi
Menurut Firdaus (2011), autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi
regresi yang berupa korelasi di antara faktor gangguan. Autokorelasi lebih mudah
timbul pada data time series, karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang
dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya. Suatu model dikatakan
memiliki autokorelasi jika error dari periode waktu yang berbeda saling
berkorelasi. Autokorelasi ini akan menyebabkan model menjadi tidak efisien
meskipun masih tidak bias dan konsisten.
Pengujian untuk mendeteksi gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Breush and Godfrey Serial Correlation lagrange Multiplier Test
dengan hipotesis :
H0 : ρ = 0 (tidak terdapat serial korelasi)
H1 : ρ ≠ 0 (terdapat serial korelasi)
Kriteria uji yang digunakan :
- Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata (α) yang
digunakan, maka persamaan tidak mengalami autokorelasi;
- Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata (α) yang
digunakan, maka terdapat autokorelasi dalam persamaan tersebut.
Uji Heteroskedastisitas
Suatu model regresi linear harus memiliki varians yang sama (Gujarati
2006). Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka akan terdapat masalah
heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual untuk peubah
bebas yang diketahui. Konsekuensi dari adanya heterokedastisitas adalah
kemungkinan untuk mengambil kesimpulan yang salah dari Uji F karena
pengujian tingkat signifikansi yang kurang kuat. Pengujian yang dapat dilakukan
untuk melihat gejala ini adalah dengan menggunakan uji Heteroskedasticity
dengan hipotesis:
H0 : γ = 0 (tidak terdapat heteroskedastisitas)
H1 : γ ≠ 0 (terdapat serial heteroskedastisitas)
Kriteria uji yang digunakan :
- Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya > taraf nyata (α) yang
digunakan, maka persamaan tidak mengalami heteroskedastisitas;
20
-
Apabila nilai probability Obs*R-squared-nya < taraf nyata (α) yang
digunakan, maka terdapat heteroskedastisitas dalam persamaan tersebut.
Uji Multikolinieritas
Multikolinearitas adalah kondisi dimana peubah-peubah bebas memiliki
korelasi diantara satu dengan yang lainnya. Jika peubah-peubah bebas memiliki
korelasi sama dengan satu atau berkorelasi sempurna mengakibatkan koefisienkoefisien regresi menjadi tidak dapat diperkirakan dan nilai standar error setiap
koefisien regresi menjadi tak hingga (Purwanto 2011). Untuk mengetahui ada
tidaknya multikolinearitas dapat dilihat melalui correlation matrix, dimana batas
terjadinya korelasi antar sesama variabel bebas adalah tidak lebih dari |0.80|. Cara
untuk mengatasi masalah multikolinearitas antara lain dilakukan dengan
menambah data atau mengurangi jumlah data observasi, menambah atau
mengurangi jumlah variabel independennya yang memiliki hubungan linear
dengan variabel lannya dan mentransformasi variabel. Selain correlation matric,
apabila terdapat nilai korelasi yang lebih tinggi dari |0.80|, maka multikoliniearitas
dapat diabaikan selama nilai korelasi tersebut tidak melebihi nilai Adjusted Rsquared.
b. Uji Kriteria Statistika
Uji statistik digunakan untuk memperoleh apakah model yang diterapkan
merupakan model yang tepat untuk menggambarkan hubungan antar variabel.
Selain itu untuk mengetahui apakah ada hubungan yang siginfikan di antara
variabel-variabel independen dengan variabel dependen.
Uji Koefisien Determinasi (R2)
Analisis determinasi dalam regresi linear berganda digunakan untuk
menunjukkan seberapa besar prosentase variasi variabel independen yang
digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi variabel dependen. Jika R2
sama dengan 0, maka tidak ada sedikitpun prosentase sumbangan pengaruh yang
diberikan variabel independen terhadap variabel dependen, atau variasi variabel
independen yang digunakan dalam model tidak menjelaskan sedikitpun variasi
variabel dependen. Jika R2 sama dengan 1, maka prosentase sumbangan pengaruh
yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen adalah sempurna,
atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model menjelaskan 100
persen variasi variabel dependen.
Uji Statistik F ( Uji Simultan)
Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen secara
bersama-sama terhadap variabel dependen. Selain itu dengan uji F ini dapat
diketahui pula apakah model regresi linier yang digunakan sudah tepat atau
belum. Pengujian ini melihat hasil uji signifikansi yang berada di bawah 5 persen
(0.05). Jika nilai sig < 0.05 maka Ho diterima, namun jika nilai sig > 0.05 maka
H0 ditolak.
Uji Statistik t (Uji Parsial)
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen (X1,
X2,……Xn) secara sendiri atau masing-masing terhadap variabel dependen (Y).
21
Jika nilai signifikan diatas α = 5 persen berarti masing-masing variabel
independen tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Demikian
juga sebaliknya, jika nilai signifikansi berada di bawah nilai α = 5 persen berarti
masing-masing variabel independen mempunyai pengaruh terhadap variabel
dependen.
c.
Uji Kriteria Ekonomi
Evaluasi model estimasi berdasarkan kriteria ekonomi dilakukan untuk
membandingkan kesesuaian tanda dan nilai estimator dengan teori ekonomi dan
kesesuaian dengan logika. Pengaruhnya variabel independen terhadap variabel
dependen harus dijelaskan dengan penjelasan ekonomi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kinerja Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan Kondisi
Makro di Indonesia
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sebagai bagian dari perbankan
syariah harus mampu memberikan risiko yang lebih kecil daripada risiko yang
diberikan bank konvensional. Untuk meminimalkan risiko maka harus dilakukan
manajemen dana dengan baik, diantaranya dengan memperhatikan kecukupan
modal yang ditunjukkan dengan CAR.
Nilai CAR BPRS berada di atas 8 persen, sesuai dengan batas minimal yang
ditentukan oleh BI. Namun CAR BPRS mengalami penurunan yang cukup
signifikan pada bulan Februari 2013 sampai Desember 2014 dan mulai mengalami
peningkatan kembali ketika memasuki bulan Januari 2015. Kondisi permodalan
yang mengalami penurunan mengakibatkan BPRS tidak dapat leluasa melakukan
pengembangan bisnis dan akan memberikan kontribusi yang kurang baik bagi
profitabilitas.
35
30
Persen
25
20
15
10
5
Oct-15
Jul-15
Apr-15
Jan-15
Oct-14
Jul-14
Apr-14
Jan-14
Oct-13
Jul-13
Apr-13
Jan-13
Oct-12
Jul-12
Apr-12
Jan-12
Oct-11
Jul-11
Apr-11
Jan-11
0
Periode
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, OJK 2015
Gambar 3 Perkembangan CAR BPRS di Indonesia tahun 2011-2015.
22
Sumber dana pembiayaan BPRS selain dari modal sendiri, juga berasal dari
dana pihak ketiga. Pemberian pembiayaan kepada masyarakat dapat diketahui
dengan melihat nilai FDR. Nilai FDR BPRS setiap tahunya memiliki proporsi
yang cukup tinggi. nilai tersebut diatas ketentuan minimum yang sudah ditetapkan
oleh BI yaitu di kisaran 85 - 100 persen, walaupun secara pertumbuhannya setiap
tahun mengalami fluktuasi. Hal ini dapat disebabkan oleh manajemen BPRS yang
belum efektif dalam hal pengelolaan dana.
FDR menggambarkan kondisi likuiditas BPRS. Nilai FDR yang tinggi
menandakan jumlah dana yang disalurkan lebih besar dari dana yang behasil
dihimpun. Rasio likuiditas yang tinggi apabila tidak dikelola dengan baik maka
akan membahayakan bagi BPRS tersebut.
Penyaluran pembiayaan harus selalu diawasi dengan pengelolaan
manajemen risiko yang ketat. Hal tersebut untuk meminimalisir terjadinya
pembiayaan bermasalah. Pembiayaan yang dilakukan secara efektif akan
menstabilkan nilai FDR. Jika nilai FDR menurun dapat berakibat pada penurunan
jumlah bagi hasil yang diterima oleh deposan maupun oleh BPRS itu sendiri.
Penurunan jumlah bagi hasil yang diterima BPRS akan menyebabkan penurunan
pada tingkat laba BPRS.
150
Persen
140
130
120
110
Oct-15
Jul-15
Apr-15
Jan-15
Oct-14
Jul-14
Apr-14
Jan-14
Oct-13
Jul-13
Apr-13
Jan-13
Oct-12
Jul-12
Apr-12
Jan-12
Oct-11
Jul-11
Apr-11
Jan-11
100
Periode
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, OJK 2015
Gambar 4 Perkembangan FDR BPRS di Indonesia tahun 2011-2015
Hal penting yang perlu juga diperhatikan oleh pengelola bank termasuk di
dalamnya Bank Pembiayaan rakyat Syariah (BPRS) adalah kualitas pembiayaan
yang disalurkan. Kualitas penyaluran pembiayaan berdasarkan kolektibilitasnya
terdiri atas: 1) Pembiayaan Lancar, 2) Dalam Perhatian Khusus, 3) Kurang
Lancar, 4) Diragukan, dan 5) Macet. Yang dimaksud dengan Non Performing
Financing (NPF) adalah pembiayaan dengan kolektibilitas kurang lancar,
diragukan dan macet.
Rasio NPF diperoleh dari pembagian antara jumlah ketiga kolektibilitas
tersebut dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan. Dapat dilihat pada Gambar
6 bahwa rasio NPF BPRS Indonesia periode 2011 hingga 2015 mengalami
peningkatan. Nilai NPF BPRS pada tahun 2015 mencapai nilai tertinggi yaitu 10.3
persen. Data tersebut menggambarkan kemampuan manajemen BPRS dalam
mengelola pembiayaan bermasalah yang diberikan oleh bank masih belum
optimal.
23
12
Persen
10
8
6
4
Oct-15
Jul-15
Apr-15
Jan-15
Oct-14
Jul-14
Apr-14
Jan-14
Oct-13
Jul-13
Apr-13
Jan-13
Oct-12
Jul-12
Apr-12
Jan-12
Oct-11
Jul-11
Apr-11
Jan-11
2
Periode
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, OJK 2015
Gambar 5 Perkembangan NPF BPRS di Indonesia tahun 2011-2015
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sebagai financial intermediary
harus mampu efisien dalam menjalankan operasionalnya. Gambaran mengenai
efisiensi BPRS dicerminkan oleh nilai BOPO. Pada Gambar 6 dapat diketahui
bahwa perkembangan efisiensi BPRS yang diproksikan oleh nilai BOPO. Pada
tahun 2011` nilai BOPO BPRS mencapai nilai terendah yaitu sebesar 76.29
persen. Namun, pada tahun 2015 presentase BOPO BPRS mengalami peningkatan
yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Gambar 6).
Nilai BOPO pada tahun 2014 mencapai nilai tertinggi yaitu 89.77 persen.
Tingginya nilai BOPO BPRS menunjukkan bahwa efisiensi BPRS menurun
dari tahun ke tahun. Hal ini dapat disebabkan oleh BPRS yang masih dalam tahap
ekspansi, sehingga membutuhkan upaya besar dalam pembangunan infrastruktur
baru. Rasio BOPO pada BPRS menggambarkan efisiensi peran BPRS dalam
memajukan perekonomian rakyat melalui sektor unit usaha mikro kecil dan
menegah (UMKM). UMKM merupakan objek utama pembiayaan BPRS dan juga
memiliki peranan dalam menggerakkan sektor riil sehingga perkembangnnya
patut untuk diperhatikan (Fauzi 2014).
95
Persen
90
85
80
75
Oct-15
Jul-15
Apr-15
Jan-15
Oct-14
Jul-14
Apr-14
Jan-14
Oct-13
Jul-13
Apr-13
Jan-13
Oct-12
Jul-12
Apr-12
Jan-12
Oct-11
Jul-11
Apr-11
Jan-11
70
Periode
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, OJK 2015
Gambar 6 Perkembangan BOPO BPRS di Indonesia Periode 2011-2015
Inflasi dapat berpengaruh buruk bagi perekonomian. Peningkatan inflasi
akan mengakibatkan minat masyarakat untuk menabung, berinvestasi dan
24
berproduksi menjadi berkurang. Inflasi akan mendorong keinginan masyarakat
untuk memegang uang, hal ini akan mengurangi jumlah dana yang tersedia di
bank akibat menurunnya tingkat tabungan pada sektor perbankan. Penurunan pada
DPK ini akan menyebabkan aset riil dari sektor perbankan termasuk BPRS ikut
menurun dan berpengaruh pada kegiatan penyaluran pembiayaan yang menurun.
Selama periode 2011 hingga 2015, Inflasi di Indonesia mengalami fluktuasi
seperti yang ditunjukan oleh Gambar 7. Kondisi tersebut memberikan dampak
negatif terhadap kinerja BPRS. Hal ini dikarenakan pendapatan utama BPRS
terfokus pada keuntungan dari pembiayaan yang bergerak pada sektor riil.
Naiknya biaya produksi dan biaya operasional yang disebabkan oleh inflasi
membuat risiko yang dihadapi BPRS menjadi tinggi.
4
Persen
3
2
1
0
-1
Periode
Sumber : Badan Pusat Statistik 2015
Gambar 7 Inflasi di Indonesia tahun 2011-2015
Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain
melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Kebijakan moneter
melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat
mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Kenaikan suku bunga
mengakibatkan ketatnya likuditas perbankan, sehingga pihak bank kesulitan
mendapatkan dana murah dari pihak ketiga (giro, tabungan, deposito). Pada
Gambar 8 dapat dilihat bahwa tingkat suku bunga mengalami peningkatan yang
cukup signifikan pada tahun 2013 dan cenderung stabil sampai tahun 2015.
8
persen
7
6
5
Periode
Sumber : Bank Indonesia 2015 (diolah)
Gambar 8 Suku Bunga di Indonesia tahun 2011-2015
Oct-15
Jul-15
Apr-15
Jan-15
Oct-14
Jul-14
Apr-14
Jan-14
Oct-13
Jul-13
Apr-13
Jan-13
Oct-12
Jul-12
Apr-12
Jan-12
Oct-11
Jul-11
Apr-11
Jan-11
4
25
Faktor-faktor yang Memengaruhi Profitabilitas Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) di Indonesia
Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi profitabilitas BPRS di
Indonesia dilakukan melalui analisis regresi linier berganda. Dalam hal ini akan
dikaji bagaimana variabel independen yang ada dapat mempengaruhi variabel
dependen. Model etimasi yang dihasilkan harus dievaluasi berdasarkan kriteria
ekonometrika, kriteria statistik, kriteria ekonomi.
a.
Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Ekonometrika
Pengujian asumsi klasik dilakukan agar model dapat menghasilkan
estimator yang memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE).
Pengujian asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji autokorelasi, uji
heteroskedastisitas dan uji multikoliniearitas.
Uji Normalitas.
Pengujian normalitas dilakukan dengan Jarque-Bera Test yang terdapat
dalam software Eviews 6. Hasil perhitungan dengan menggunakan software
Eviews 6 menghasilkan output pada Lampiran 2. Dari hasil tersebut diperoleh
nilai p-value sebesar 0.873464. Hal tersebut menandakan bahwa nilai p-value
lebih besar dari taraf nyata 5 persen. P-value yang lebih besar dari taraf nyata 5
persen menandakan tidak cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0,
dan mengindikasikan residual berdistribusi normal. Berdasarkan hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa kriteria normalitas model estimasi telah terpenuhi.
Uji Autokorelasi
Pengujian autokorelasi pada perangkat Eviews 6 dapat diketahui melaui
Serial Corelation LM test, dimana nilai probability obs*R-squared harus lebih
besar dari nilai kritis (α). Nilai probability obs*R-squared pada model
persamaan adalah 0.38 yang artinya bernilai lebih besar dari α = 5 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak
memiliki masalah autokorelasi. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 7
berikut.
Tabel 7 Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
0.714530 Prob. F(2,25)
Obs*R-squared
1.892503 Prob. Chi-Square(2)
0.4991
0.3882
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Pengujian autokorelasi pada perangkat Eviews 6 dapat diketahui melaui uji
Breusch-Pagan-Godfrey, dimana nilai probability obs*R-squared harus lebih
besar dari nilai kritis (α) yang digunakan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
nilai probability obs*R-squared pada model persamaan adalah 0.0902 yang
artinya bernilai lebih besar dari α = 5 persen. Oleh karena itu, model persamaan
yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah heteroskedastisitas.
Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
26
Tabel 8 Hasil uji heteroskedaastisitas
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
2.097951
12.33033
Prob. F(7,27)
Prob. Chi-Square(7)
0.0786
0.0902
Hasil Uji Multikolinearitas.
Persyaratan kecukupan (sufficient condition) untuk terbebas dari
pelanggaran asumsi multikolinearitas ini adalah nilai koefisien antara variabel
independen pada model tidak melebihi nilai R2. Hasil perhitungan nilai koefisien
korelasi dengan menggunakan software Eviews 6 menghasilkan output pada
Lampiran 5. Dengan melihat hasil output tersebut, tidak terdapat nilai koefisien
korelasi yang melebihi nilai R2 sebesar 0.92 pada variabel independen dalam
model, dengan demikian persyaratan kecukupan telah terpenuhi sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi multikolinearitas dalam
estimasi model penelitian.
b. Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Statistika
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh nilai koefisien determinasi (R2)
pada model yaitu 0.9217. Nilai tersebut menandakan bahwa 92.17 persen
keragaman dari variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel
independennya, sedangkan sisanya sebesar 7.83 persen dijelaskan oleh variabel
lain di luar model.
Dari hasil estimasi diketahui nilai Prob (F-Statistic) pada model memiliki
nilai 0.000000 yang lebih kecil dibandingkan taraf nyata α sebesar 5 persen
sehingga dapat disimpulkan bahwa setidaknya ada satu variabel independen yang
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas BPRS di Indonesia dengan tingkat
kepercayaan 95 persen. Uji-t dilakukan untuk melihat masing-masing variabel
bebas secara statistik berpengaruh nyata terhadap profitabilitas BPRS di
Indonesia. Uji tersebut dapat dilakukan dengan melihat nilai t-statistic dari
masing-masing variabel yang lebih kecil dari taraf nyata α = 5 persen. Variabel
independen CAR, FDR, NPF, BOPO dan inflasi memiliki nilai probabilitas lebih
kecil daripada taraf nyata α = 5 persen. Hal ini berarti variabel-variabel
independen tersebut secara parsial berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas
BPRS di Indonesia. Variabel suku bunga memiliki nilai probabilitas lebih besar
dari α = 5 persen. Hasil ini berarti variabel suku bunga secara parsial tidak
memengaruhi profitabilitas BPRS di Indonesia.
c.
Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Estimasi model yang diperoleh dari hasil pengolahan data menunjukkan
hasil cukup baik karena telah memenuhi syarat-syarat pengujian model.
Selanjutnya, evaluasi dengan kriteria ekonomi perlu dilakukan dengan melihat
tanda dan besaran masing-masing variabel bebas. Berdasarkan hasil estimasi yang
diperoleh melalui metode OLS, lima dari enam variabel yang digunakan secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas BPRS di Indonesia. Tabel 9
menyajikan hasil estimasi untuk masing-masing variabel dalam model.
27
Tabel 9 Hasil Estimasi Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Profitabilitas
BPRS di Indonesia.
Variabel
Koefisien
Std.error
t-statistik
Prob.(t-tatistik)
CAR
FDR
NPF
BOPO
INF
BIrate
C
0.001120
0.004857
-0.131269
-0.005342
-0.054840
-0.090711
0.029727
0.012067
0.008047
0.017778
0.038114
0.004141
0.036226
0.013345
0.101832
0.837520
-2.298939
-0.347890
-1.983581
-1.595500
1.815717
0.0096*
0.0097*
0.0295*
0.0306*
0.0176*
0.1222
0.0805
Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 5%
Pengaruh CAR terhadap profitabilitas (ROA)
Variabel CAR berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata
(α = 0 . 0 5 ) terhadap ROA dan memiliki koefisien 0.001120. Artinya, peningkatan
CAR sebesar 1 persen akan meningkatkan ROA sebesar 0.001120 persen saat
variabel lain dianggap konstan. CAR menggambarkan kecukupan modal yang
dimiliki BPRS untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan
risiko. Nilai CAR yang positif dapat dijelaskan bahwa ketika CAR meningkat,
maka BPRS memiliki peluang yang cukup besar untuk melakukan ekspansi
pembiayaan atau BPRS mampu untuk menanggung risiko dari setiap aktiva
produktif sehingga mampu membiayai operasi bank. Hasil penelitian ini sesuai
dengan hipotesis penelitian dan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh dan Stiawan (2009) dan Afifah (2014).
Pengaruh FDR terhadap profitabilitas (ROA)
Variabel FDR berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata (α = 0 . 0 5 )
terhadap ROA dan memiliki koefisien 0.004857. Artinya, peningkatan FDR
sebesar 1 persen akan meningkan ROA sebesar 0.004857 persen saat variabel
lain dianggap konstan. FDR merupakan rasio keuangan yang menunjukan
likuiditas BPRS. Rasio ini merupakan perbandingan antara pembiayaan dengan
dana yang berhasil diterima. Nilai FDR yang positif dapat dijelaskan bahwa ketika
FDR meningkat maka akan semakin banyak dana pihak ketiga yang dapat
dihimpun dari masyarakat sehingga akan memberikan peluang bagi BPRS untuk
meningkatkian penyaluran dana. Tingginya penyaluran dana yang diberikan pihak
BPRS, akan meningkatkan peluang untuk mendapatkan return dari penggunaan
dana tersebut dengan asumsi BPRS tersebut mampu menyalurkan pembiayaan
dengan efektif. FDR yang tinggi juga menunjukkan bahwa BPRS tersebut
produktif dan fungsi sebagai lembaga intermediasi dapat berjalan dengan baik.
Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan ROA. Hasil penelitian ini
sesuai dengan hipotesis penelitian dan dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Afifah (2014) dan Nurhayati (2014).
Pengaruh NPF terhadap profitabilitas (ROA)
Variabel NPF berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata
(α = 0 . 0 5 ) terhadap ROA dan memiliki koefisien 0.131269. Artinya, peningkatan
NPF sebesar 1 persen akan menurunkan ROA sebesar 0.131269 persen saat
variabel lain dianggap konstan. NPF merupakan rasio pembiayaan bermasalah
28
terhadap jumlah pembiayaan yang disalurkan. Nilai NPF yang negatif dapat
dijelaskan bahwa ketika terjadi peningkatan NPF maka akan menurunkan
perolehan laba. Hal ini dikarenakan peningkatan NPF akan mengakibatkan
likuiditas yang dimiliki BPRS menjadi tersendat. BPRS akan kesulitan untuk
menyalurkan kembali dana yang dimilikinya karena dana yang dimilikinya
tersebut macet. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penelitian dan dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan Stiawan (2009) dan Purwanto (2011).
Pengaruh BOPO terhadap profitabilitas (ROA)
Variabel BOPO berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata
(α = 0 . 0 5 ) terhadap ROA dan memiliki koefisien 0.005342. Artinya,
peningkatan BOPO sebesar 1 persen akan menurunkan ROA sebesar 0.005342
saat variabel lain dianggap konstan. BOPO merupakan perbandingan antara biaya
operasional dengan pendapatan operasional. Rasio ini menggambarkan tingkat
efisiensi dan kemampuan BPRS dalam melakukan kegiatan operasi. Nilai BOPO
yang negatif dapat dijelaskan bahwa ketika terjadi peningkatan BOPO maka
pihak BPRS masih belum efisien dalam menjalankan operasionalnya. Nilai
BOPO yang meningkat menunjukan bahwa biaya opersional yang dikeluarkan
oleh BPRS meningkat atau pendapatan operasional BPRS menurun. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hipotesis penelitian dan dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan Nurhayati (2014) dan Khatimah (2010).
Pengaruh Inflasi terhadap profitabilitas (ROA)
Variabel Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata
(α = 0 . 0 5 ) terhadap ROA dan memiliki koefisien 0.054840. Artinya, peningkatan
inflasi sebesar 1 persen akan menurunkan rasio ROA sebesar 0.054840 saat
variabel lain dianggap konstan. Nilai inflasi yang negatif dapat dijelaskan bahwa
ketika inflasi meningkat akan mengakibatkan minat masyarakat untuk menabung
dan berinvestasi menjadi berkurang. Hal tersebut mengakibatkan BPRS
mengalami kesulitan dalam menghimpun dana sehingga akan berdampak pada
penurunan proporsi pembiayaan yang pada akhirnya akan berdampak pada
penurunan laba yang diperoleh oleh BPRS. Hasil penelitian ini sesuai dengan
hipotesis penelitian dan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Anggraini
(2013) dan Afifah (2014).
Pengaruh Suku bunga terhadap profitabilitas (ROA)
Variabel suku bunga berpengaruh negatif namun tidak signifikan pada taraf
nyata (α = 0 . 0 5 ) terhadap ROA tidak berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas (ROA). Praktik operasional Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) baik penghimpunan maupun penyaluran pembiayaannya menggunakan
system bagi hasil dan tidak menerapkan sitem bunga. Bagi hasil atau profit
sharing dibuat pada waktu akad dengan pedoman kemungkinan untung dan rugi.
Besarnya nisbah bagi hasil berasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh,
dan berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak yaitu antara pihak BPRS
dan nasabah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Wibowo dan Syaichu (2013).
29
Faktor yang Paling Berpengaruh terhadap Profitabilitas BPRS di Indonesia
Berdasarkan data hasil estimasi, Variabel NPF yang merupakan proksi
dari kualitas pembiayaan yang disalurkan memiliki nilai koefisien penduga
sebesar 0.131269. Nilai tersebut merupakan nilai yang paling besar. Hal ini
menunjukkan bahwa NPF merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap
profitabilitas BPRS yang diproksiakan oleh ROA. Nilai NPF yang negatif dapat
dijelaskan bahwa ketika terjadi peningkatan NPF akan mengakibatkan likuiditas
yang dimiliki BPRS menjadi tersendat. BPRS akan kesulitan untuk menyalurkan
kembali dana yang dimilikinya karena dana tersebut macet.
Pengelolaan pembiayaan sangat diperlukan oleh BPRS, mengingat fungsi
pembiayaan sebagai penyumbang pendapatan terbesar bagi BPRS. Bertambahnya
NPF akan mengakibatkan hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan
dari pembiayaan yang disalurkan.
Oleh sebab itu, BPRS membutuhkan sumberdaya manusia yang
berkompeten baik dari segi keilmuan ataupun keahlian. SDM BPRS harus
memahami prinsip-prinsip syariah yang diterapkan dalam setiap aspek operasional
BPRS termasuk dalam mendisain produk-produk perbankan dan struktur
keuangan syariah (shariah complaint financial products), perjanjian (akad)
keuangan dan pelaksanaannya, manajemen likuiditas dan neraca, manajemen
risiko, dan sebagainya. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S.
Yusuf ayat 55 berikut:
"Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang
yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan" (Q.S. Yusuf : 55).
Setiap sumberdaya manusia yang ada di dalam suatu lembaga keuangan
termasuk BPRS harus senantiasa bekerja efektif, efisien kualitas maupun kuantitas
pekerjaannya sehingga daya saing BPRS semakin baik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan dalam penelitian ini, maka hasil
analisis faktor-faktor yang memengaruhi profitabilitas Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) di Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kinerja BPRS dan kondisi makro selama periode 2011 hingga 2015 cenderung
mengalami fluktuasi, CAR dan FDR cenderung mengalami penurunan
sedangkan NPF dan BOPO cenderung mengalami peningkatan, Inflasi
cenderung berfluktuasi dan Suku Bunga cenderung stabil memasuki tahun
2015.
2. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap profitabiltas BPRS di
Indonesia adalah CAR, FDR, NPF, BOPO dan inflasi. CAR dan FDR memiliki
pengaruh positif terhadap profitabilitas BPRS di Indonesia sedangkan NPF,
30
BOPO dan Inflasi memiliki pengaruh negatif terhadap profitabilitas BPRS di
Indonesia.
3. Variabel yang paling berpengaruh terhadap profitabilitas BPRS di Indonesia
adalah NPF. Koefisien NPF yang negatif dapat dijelaskan bahwa ketika terjadi
peningkatan NPF akan mengakibatkan likuiditas yang dimiliki BPRS menjadi
tersendat. BPRS akan kesulitan untuk menyalurkan kembali dana yang
dimilikinya karena dana tersebut macet.
Saran
Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah diperoleh, saran yang dapat
diberikan dalam upaya peningkatan profitabilitas Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) di Indonesia yaitu:
1. Manajemen BPRS lebih mitigasi risiko terhadap kinerja BPRS agar senantiasa
berada dalam koridor batas yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia
sehingga bisa meminimaliasir risiko yang muncul di masa mendatang dan
munculkan kepercayaan nasabah untuk menggunakan produk dan jasa BPRS.
2. Manajemen BPRS lebih mitigasi risiko terhadap kualitas kinerja dan kondisi
makro agar BPRS senatiasa memiliki performa dan dayasaing yang baik di
lingkup industri perbankan nasional.
3. Manajemen BPRS lebih mitigasi risiko terhadap nilai NPF. Pengelolaan
pembiayaan sangat diperlukan oleh BPRS, mengingat fungsi pembiayaan
sebagai penyumbang pendapatan terbesar bagi BPRS.
4. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat lebih berfokus kepada Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) tertentu sehingga bisa menggambarkan
kondisi yang dialami oleh BPRS tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati. 2014. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Profitabilitas Bank
Umum Syariah di Indonesia Tahun 2008-2012. [Skripsi]. Bengkulu (ID):
Universitas Bengkulu.
Anto, Wibowo MG. 2012. Faktor-faktor Penentu Tingkat Profitabilitas Bank
Umum Syariah di Indonesia. Jurnal Ekonomi Islam La_Riba. VI(2):
147160.
Fauzi A. 2014. Efisiensi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia
Periode Tahun 2011-2013. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Adawiyah SR. 2016. Pengaruh Pembiayaan Sektor Ekonomi Terhadap Non
Performing Financing Bank Pembiayaan Rakyat Syariah . [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Afifah GZ. 2014. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Profitabilitas Bank
Umum Syariah (BUS) di Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor
31
Anggraini YA. 2013. Analisis Faktor-faktor Yang Memengaruhi Perbedaan
Profitabilitas Bank Asing dan Bank Domestik di Indonesia [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Firdaus M. 2011. Ekonometrika Suatu Pendekata Aplikatif. Jakarta (ID): PT.Bumi
Aksara.
Haron S. 2004. Determinants Of Islamic Bank Profitability. Global Journal of
Finance and Economics. USA. 1(1):1-22.
Stiawan A. 2009. Analisis Pengaruh Faktor Makroekonomi, Pangsa Pasar dan
Karakteristik Bank Terhadap Profitabilitas Bank Syariah (Studi Kasus Bank
Syariah Periode 2005-2008 [Tesis]. Semarang (ID): Universitas
Dipenogoro.
Khatimah I. 2010. Pengaruh Kecukupan Modal dan Efisiensi Operasional
terhadap Profitabilitas pada PT. BPRS Amanah Ummah Leuwiliang Bogor
[Skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Soemitra A. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta (ID): Kencana.
Mankiw G. 2006. Makroekonomi Edisi Ke-6. Imam Nurmawan [penerjemah].
Jakarta (ID): Erlangga.
Siamat D. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan Edisi Kelima. Jakarta (ID):
Lembaga Penerbit FE UI.
Wibowo ES, Syaichu M. 2013. Analisis Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, CAR,
BOPO, NPF Terhadap Profitabilitas Bank Syariah. Dipenogoro Journal Of
Management. 2(2):1-10.
[OJK] Otoritas Jasa Keuangan. 2016. Statistik Perbankan Syariah. [Internet].
[diunduh: 2016 April 10]. Tersedia pada: http://www.ojk.go.id
[BI] Bank Indonesia. 2016. Data Bi Rate 2011-2015. [Internet]. [diunduh: 2016
April 10]. Tersedia pada: http://www.bi.go.id
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Data Inflasi (Indeks Harga Konsumen) 20112015. [Internet]. [diunduh: 2016 April 10]. Tersedia pada:
http://www.bps.go.id
[BI] Bank Indonesia. 2016. Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/29/DPbs tahun
2007. [Internet]. [diunduh: 2016 April 23]. Tersedia pada:
http://www.bi.go.id
Dendawijaya L. 2005. Manajemen Perbankan. Bogor (ID): Ghalia Indonesia
Gujarati DN. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika Edisi Ketiga jilid 1. Jakarta (ID).
Erlangga
__________. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika Edisi Ketiga jilid 2. Jakarta (ID).
Erlangga
Harahap S. 2006 Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta (ID): Raja
Grafindo Persada.
Ismail AK. 2011. Manajemen Perbankan: Dari Teori Menuju Aplikasi. Jakarta
(ID): Kencana.
Rosly SA. 2005 Critical Issues on Islamic Banking and Financial Markets. Kuala
Lumpur (MY): Danamas.
Purwanto TJ. 2011. Analisis Besarnya Pengaruh Pembiayaan, Financing to
Deposit Ratio (FDR) dan Rasio Non Performing Financing (NPF) Terhadap
Laba Bank Syariah (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk)
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
32
Lampiran 1.
Hasil uji estimasi model OLS
Dependent Variable: ROA
Method: Least Squares
Date: 04/21/16 Time: 15:50
Sample (adjusted): 2013M02 2015M12
Included observations: 35 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
ROA(-1)
NPF
INF
FDR
CAR
BOPO
BIRATE
C
0.457211
-0.131269
-0.054840
0.004857
0.001120
-0.005342
-0.090711
0.029727
0.129433
0.057100
0.027647
0.005799
0.010998
0.015354
0.056854
0.016372
3.532415
-2.298939
-1.983581
0.837520
0.101832
-0.347890
-1.595500
1.815717
0.0015
0.0295
0.0176
0.0097
0.0096
0.0306
0.1222
0.0805
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.921758
0.901473
0.001053
3.00E-05
194.8299
45.44038
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.025391
0.003356
-10.67599
-10.32048
-10.55327
2.341528
Lampiran 2.
Hasil uji normalitas
14
Series: Residuals
Sample 2013M02 2015M12
Observations 35
12
10
8
6
4
2
0
-0.002
-0.001
0.000
0.001
0.002
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
-1.47e-18
9.68e-05
0.002410
-0.001964
0.000939
0.214959
2.973377
Jarque-Bera
Probability
0.270577
0.873464
33
Lampiran 3.
Hasil uji autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
0.714530 Prob. F(2,25)
Obs*R-squared
1.892503 Prob. Chi-Square(2)
0.4991
0.3882
Lampiran 4.
Hasil uji heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey
F-statistic
2.097951 Prob. F(7,27)
Obs*R-squared
12.33033 Prob. Chi-Square(7)
0.0786
0.0902
Lampiran 5.
Hasil uji multikolinearitas
ROA
NPF
INF
FDR
CAR
BOPO
BIRATE
ROA
1.000000
-0.851045
0.028999
0.344414
0.213692
-0.841585
-0.734865
NPF
-0.851045
1.000000
-0.225494
0.436723
-0.046066
0.765269
0.507723
INF
FDR
CAR
BOPO BIRATE
0.028999 0.344414 0.213692 -0.841585 -0.734865
-0.225494 0.436723 -0.046066 0.765269 0.507723
1.000000 0.145640 -0.178923 -0.085749 -0.090450
0.145640 1.000000 -0.356160 0.359902 0.282631
-0.178923 -0.356160 1.000000 -0.540322 -0.430315
-0.085749 0.359902 -0.540322 1.000000 0.777394
-0.090450 0.282631 -0.430315 0.777394 1.000000
34
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ahmad Muhaemin lahir di Purwakarta pada tanggal 21
Mei 1994. Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara pasangan
(ALM) Jaja dan Aning. Jenjang pendidikan penulis diawali dengan menamatkan
sekolah dasar di SD Negeri 1 Karoya Purwakarta, kemudian melanjutkan ke
MTsS Nurul Fatta Purwakarta dan SMA Negeri 1 Cisarua Bandung Barat. Pada
tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur SNMPTN pada Departemen Ilmu Ekonomi program studi Ilmu
Ekonomi Syariah. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif mengikuti oragnisasi
di lingkungan kampus seperti Gugus Disiplin Asrama TPB IPB 49, orgaisasi
Sharia Economics Student Club (SES-C) divisi Sumber Daya Insani, UKM
Resimen Mahasiswa IPB, UKM Merpati Putih IPB dan menjadi asisten dosen
matakuliah Olahraga dan Seni TPB IPB tahun ajaran 2013/2014, 2014/2015 dan
2015/2016. Selanjutnya, penulis adalah penerima beasiswa Bidik Misi tahun
2012.
Download