III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Penelitian Pendahuluan 3.1.1.1 Kemampuan Puasa Ikan Hasil uji kemampuan puasa benih ikan gurame yang dipelihara sebanyak 30 ekor menunjukkan bahwa ikan gurame dapat bertahan hidup selama 6 hari dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 100%. Berikut merupakan data kemampuan puasa ikan gurame (Tabel 2). Tabel 2. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Gurame Selama Pemuasaan ∑ ikan ∑ ikan Hari hidup mati SR Suhu NH3 ke- (ekor) (ekor) (%) (oC) pH (mg/ℓ) 1 30 0 100 28 7.493 0.007 2 30 0 100 28 7.143 0.004 3 30 0 100 27.8 7.057 0.003 4 30 0 100 28 7.003 0.002 5 30 0 100 28 6.950 0.002 6 30 0 100 28 7.036 0.003 7 29 1 97 28 7.167 0.006 8 28 2 96 28 7.153 0.005 Tingkah Laku Ikan berenang aktif berenang aktif berenang aktif berenang aktif berenang aktif berenang lemas berenang lemas berenang lemas Keterangan: dilakukan pergantian air pemeliharaan sebanyak 30-50% untuk menjaga kualitas air. 3.1.1.2 Tingkat Konsumsi Oksigen Benih Ikan Gurame Hasil uji TKO diperoleh benih ikan gurame dengan bobot ±1,7 gram memiliki nilai TKO sebesar 0,219 mgO2.g-1.jam-1, jadi jumlah oksigen yang dibutuhkan selama 72 jam dengan kepadatan 50 ekor/ℓ adalah sebanyak 1340,28 mgO2 (Lampiran 1). 3.1.1.3 Laju Ekskresi TAN Benih Ikan Gurame Ekskresi TAN ikan gurame yang didapat dari pengujian setiap 12 jam selama 48 jam didapat nilai TAN yang dihasilkan oleh ikan ikan gurame dengan bobot 1,7 gram adalah 0.0037 mgTAN L-1 .jam -1 (Lampiran 2). Berdasarkan hasil uji tersebut diprediksi nilai TAN ikan gurame dengan ukuran ±1,7 gram sebanyak 50 ekor dalam media pengepakan selama 72 jam adalah sekitar 22,644 mg/ℓ. 9 3.1.2 Penelitian Utama 3.1.2.1 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Pengangkutan Benih Ikan Gurame Tingkat kelangsungan hidup benih ikan pada media pengangkutan dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan uji statistik tidak terdapat perbedaan nyata antar perlakuan pada jam ke-0 hingga jam ke-12, namun terdapat perbedaan nyata pada jam ke-18 dan jam ke-60 sampai jam ke-72. Tabel 3. menerangkan SR ikan pada jam ke-0 hingga jam ke-6 masih sebesar 100%. Kematian ikan mulai terjadi pada jam ke-12 untuk perlakuan A. Pada perlakuan B, C, D, dan E kematian ikan terjadi pada jam ke-30 dan terus menurun sampai jam ke-72. Kematian total ikan terjadi pada perlakuan A pada jam ke-24 dengan SR sebesar 0%. Nilai SR pada perlakuan B, C, D dan E bervariasi hingga akhir perlakuan. Pada akhir perlakuan nilai SR tertinggi terdapat pada perlakuan E sebesar 74% dan terendah pada perlakuan kontrol sebesar 57%. Tabel 3. Tingkat kelangsungan hidup ikan gurame selama pengangkutan Nilai SR (%) per Perlakuan Jam keA B C D E 0 100±0.00a 100±0.00 a 100±0.00 a 100 ±0.00a 100 ±0.00a 6 100 ±0.00a 100 ±0.00a 100±0.00 a 100±0.00 a 100 ±0.00a 12 96 ±5.65a 100±0.00 a 100 ±0.00a 100±0.00 a 100 ±0.00a 18 55±7.07 b 100±0.00 a 100 ±0.00a 100±0.00 a 100 ±0.00a 24 - 100±0.00 a 100±0.00 a 100 ±0.00a 100±0.00 a 30 - 97±4.24 a 98 ±2.82a 98 ±0.00a 98±2.82 a 36 - 90±11.31 a 95 ±4.24a 95±1.41 a 95±1.41 a 42 - 89 ±12.72a 93±4.24 a 94±0.00 a 94±0.00 a 48 - 86 ±14.14a 88 ±5.65a 89±1.41 a 93 ±1.41a 54 - 76 ±11.31a 81±4.24 a 82±8.48 a 87 ±7.07a 60 - 60 ±2.82b 62 ±0.00b 71 ±1.41a 74±2.82 a 66 - 58 ±2.82b 61 ±14.14b 66 ±2.82ab 74±2.82 a 72 - 57 ±4.24b 59 ±4.24ab 65±4.24 ab 74±2.82 a Keterangan: Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05) (-) Tidak dilakukan pengukuran karena benih ikan mati total A (Blanko), B (Kontrol), C (1 g/ℓ), D (3 g/ℓ), E (5 g/ℓ) 10 3.1.2.2 Kualitas Air Media Pengangkutan Konsentrasi NH3 pada media pengangkutan untuk setiap perlakuan dari jam ke-0 sampai jam ke-72 terlihat terjadi peningkatan konsentrasi pada setiap perlakuan dari waktu ke waktu. Konsentrasi NH3 mulai meningkat pada jam ke-24 dengan nilai terendah pada perlakuan D dan E sebesar 0.033±0.00 mg/ℓ dan tertinggi pada perlakuan A sebesar 0.040±0.00 mg/ℓ. Pada jam ke-24 terjadi kematian total ikan pada perlakuan A. Nilai NH3 pada jam ke-72 untuk semua perlakuan berkisar antara 0.050±0.00-0.069±0.01. Berdasarkan uji statistik tidak NH3 (mg/ℓ) terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan pada jam ke-72 (Gambar 1). 0.080 0.070 0.060 0.050 0.040 0.030 0.020 0.010 0.000 0 24 48 72 Waktu (jam) A(Blanko) C(1 g/ℓ) B(Kontrol) D(3 g/ℓ) E(5 g/ℓ) Gambar 1. Nilai NH3 media Pengangkutan Konsentrasi TAN pada setiap perlakuan dari jam ke- 0 sampai jam ke-72 disajikan pada Gambar 2. Pada gambar 2. memperlihatkan konsentrasi TAN untuk setiap perlakuan mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Nilai TAN tertinggi pada jam ke-24 yaitu pada perlakuan A sebesar 1.338±0.05 mg/ℓ dan terendah pada perlakuan D sebesar 1.193±0.06 mg/ℓ. Pada jam ke-72 konsentrasi TAN untuk perlakuan B, C, D, dan E masing-masing yaitu 1.588±0.01, 1.673±0.23,1.699±0.08, dan 1.619±0.28 mg/ℓ. 11 Nilai TAN pada media pengangkutan benih ikan gurame dapat dilihat pada TAN (mg/ℓ) gambar 2. Dibawah : 1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 0 20 40 60 80 Waktu (jam) A(Blanko) B(Kontrol) C(1 g/ℓ) D(3 g/ℓ) E(5 g/ℓ) Gambar 2. Nilai TAN media Pengangkutan Gambar 3. menunjukkan nilai oksigen terlarut pada media pengangkutan dari jam ke- 0 sampai jam ke-72. Pada awal pengangkutan nilai oksigen terlarut di dalam media rata-rata sebesar 5,433 mg/ℓ, namun pada jam ke-24 terjadi peningkatan DO setiap perlakuan mencapai kisaran antara 7,06-7,80 mg/ℓ, kenaikan nilai oksigen tersebut diduga karena adanya penambahan oksigen saat pengisian kantong pengangkutan dengan oksigen murni. Pada jam ke-48 kandungan DO mulai menurun hingga jam ke-72 dengan kandungan DO terendah pada perlakuan D 3.10 mg/ℓ dan tertinggi pada perlakuan E sebesar 4,26 mg/ℓ. Berdasarkan uji statistik pada jam ke-24 terdapat perbedaan nyata antara perlakuan A dan B dengan perlakuan C, D dan E. selain itu terdapat perbedaan yang nyata nilai DO pada akhir perlakuan yaitu perlakuan kontrol, B, C, dan D berbeda nyata dengan perlakuan E. 12 10 DO (mg/ℓ) 8 6 4 2 0 0 24 48 72 Waktu (jam) A(Blanko) B(Kontrol) C(1 g/ℓ) D(3 g/ℓ) E(5 g/ℓ) Gambar 3. Nilai DO media Pengangkutan Nilai konsentrasi CO2 dapat dilihat pada gambar 4. Nilai konsentrasi CO2 pada media pengangkutan terlihat meningkat dari jam ke-0 hingga jam ke- 72. Nilai CO2 relatif berbanding lurus dengan kepadatan. Semakin padat ikan, nilai CO2 pun semakin tinggi. Nilai CO2 pada jam ke-0 pada setiap perlakuan rata-rata sebesar 19.976 mg/L. nilai CO2 tertinggi pada jam ke-72 terdapat pada perlakuan E sebesar 89.892 mg/L dan terendah pada perlakuan B sebesar 69.916 mg/L. CO2 (mg/L) Berdasarkan uji statistik terdapat perbedaan nyata nilai CO2 pada akhir perlakuan. 100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 0 24 48 72 Waktu (jam) A(Blanko) B(Kontrol) C(1 g/ℓ) D(3 g/ℓ) E( 5 g/ℓ) Gambar 4. Nilai CO2 media Pengangkutan 13 Suhu media pengangkutan dapat diketahui pada gambar 5., suhu awal pengepakan sebesar 280C kemudian terjadi penurunan suhu pada jam ke-24 namun setelah itu suhu relatif stabil berkisar 24-250C. 30 Suhu 25 20 15 10 0 24 48 72 Waktu (jam) A(Blanko) B(Kontrol) C(1 g/ℓ) D(3 g/ℓ) E(5 g/ℓ) Gambar 5. Nilai suhu media Pengangkutan Gambar 6. Menunjukkan nilai kisaran pH media pada masing-masing perlakuan selama pengepakan. Nilai pH selama proses pengepakan antar perlakuan setiap jamnya relatif stabil berkisar antara 5.55-7,29. Berdasarkan pH analisis statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan (p ≥ 0,05). 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0 24 A(Blanko) B(Kontrol) 48 Waktu (jam) C(1 g/ℓ) 72 D(3 g/ℓ) E(5 g/ℓ) Gambar 6. Nilai pH media Pengangkutan Nilai kesadahan selama proses pengangkutan antar perlakuan disajikan pada gambar 7. Pola nilai dari kesadahan untuk tiap perlakuan cenderung meningkat 14 dan relatif sama. Nilai kesadahan tertinggi pada jam ke-72 terdapat pada perlakuan E sebesar 203.123 mg/ℓ, dan terendah pada perlakuan B sebesar 47.928 mg/ℓ. 250 Kesadahan 200 150 100 50 0 0 24 48 72 Waktu (jam) A(Blanko) C(1 g/ℓ) B(Kontrol) D(3 g/ℓ) E(5 g/ℓ) Gambar 7. Nilai kesadahan media Pengangkutan 3.1.2.3 Tingkat Kelangsungan Hidup Benih ikan Gurame Pada Pemeliharaan Pasca Pengangkutan Kelangsungan hidup ikan gurame yang dipelihara pasca pengangkutan memiliki nilai SR yang beragam. Pada awal pemeliharan terjadi kematian ikan pada hari ke-2 dan ke-3 yaitu pada perlakuan kontrol dengan tingkat SR sebesar 97% dan 93%. Perlakuan C dan D terjadi kematian ikan pada hari ke- 3 dengan tingkat kelangsungan hidup masing-masing sebesar 97%. Nilai SR tertinggi pada hari ke-17 terdapat pada perlakuan E sebesar 100% dan terendah pada perlakuan SR (%) kontrol sebesar 93%. 100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 0 1 2 3 B(Kontrol) 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Waktu (jam) C(1 g/ℓ) D(3 g/ℓ) E(5 g/ℓ) Gambar 8. Tingkat kelangsungan hidup benih ikan gurame pada pemeliharaan pasca pengangkutan selama 17 hari 15 3.1.2.4 Laju Pertumbuhan Harian Benih Ikan Gurame pada Pemeliharaan Pasca Pengangkutan Nilai laju pertumbuhan benih ikan gurame yang pasca pengangkutan dapat dilihat pada gambar 9. Dari gambar tersebut dapat dilihat nilai LPH yang tertinggi terdapat pada perlakuan E yaitu sebesar 2.95%, kemudian secara berturut-turut diikuti oleh perlakuan E sebesar 2.87% bobot tubuh/hari, C sebesar 2.70% bobot tubuh/hari, B sebesar 2.32% bobot tubuh/hari. LPH (%i) 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 2.70 2.87 2.95 c b a a kontrol 1ppt 3ppt 5ppt 2.32 Perlakuan Gambar 9. Laju pertumbuhan harian ikan gurame 3.1.2.5 Analisa Keuntungan Berikut ini merupakan analisa biaya pengangkutan benih ikan gurame yang ditransportaikan sebanyak 300 kantong dengan kepadatan per kantong sebanyak 50 ekor/liter. Tabel 4. Perhitungan Pembiayaan dan keuntungan transportasi benih kepadatan 50 ekor/ℓ dengan perlakuan yang berbeda No Perlakuan Keterangan B C D E 10.260.000 10.620.000 11.700.000 13.320.000 1 Penerimaan 2 Biaya variabel 7.923.000 7.925.100 7.929.300 7.933.500 3 Biaya tetap 2.170.000 2.170.000 2.170.000 2.170.000 4 Keuntungan 367.000 724.900 1.800.700 3.216.500 6 R/C 1.04 1.07 1.18 1.34 Berdasarkan perhitungan biaya pengangkutan benih ikan gurame dengan perlakuan penambahan garam diperoleh biaya yang berbeda untuk setiap perlakuan. Biaya terendah yang dikeluarkan yaitu pada perlakuan E dan tertinggi yaitu pada perlakuan B. Keuntungan tertinggi diperoleh pada perlakuan E yaitu sebesar Rp. 3.216.500,- (Lampiran 15.) 16 3.2 Pembahasan 3.2.1 Penelitian Pendahuluan Hasil uji kemampuan puasa ikan menunjukkan bahwa benih ikan gurame dapat bertahan hidup hingga hari ke-6 tanpa pemberian pakan dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 100%. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kematian ikan saat transportasi bukan disebabkan kelaparan tetapi karena faktor lain seperti kualitas air. Hasil tersebut memberikan informasi bahwa benih ikan gurame dapat ditransportasikan selama 3 hari. Dengan pemuasaan sebelum transportasi selama 2 hari. Nilai tingkat konsumsi oksigen ikan gurame dengan bobot ±1,7 gram yaitu sebesar 0,219 mgO2.g-1.jam-1. Maka pengangkutan gurame dengan kepadatan 50 ekor/ℓ diperkirakan konsumsi oksigen sebesar 1340,28 mgO2 (Lampiran 1). Jumlah oksigen yang dimasukkan ke dalam media pengangkutan sebesar 5203 mgO2 (Lampiran 1.) jumlah tersebut dianggap cukup tinggi, jika terjadi kematian ikan uji di media pengangkutan dikarenakan faktor kualitas air lainnya (CO2 dan NH3). Konsumsi oksigen ikan akan menurun seiring dengan meningkatnya bobot ikan. Sesuai dengan pernyataan Boyd (1990), bahwa nilai TKO berbeda-beda tergantung pada spesies, ukuran, aktivitas, jenis kelamin, suhu, dan konsentrasi oksigen terlarut. Ikan yang memiliki bobot yang lebih kecil akan membutuhkan oksigen yang lebih banyak daripada ikan yang mempunyai bobot yang lebih besar karena ikan yang lebih kecil lebih banyak membutuhkan energi untuk pertumbuhan, aktivitas, dan pembentukan jaringan baru. Laju ekskresi ikan gurame dengan bobot 1,7 gram sebesar 0.0037 mg L-1 .jam -1 (Lampiran 2). Maka di prediksi nilai TAN pada media pengepakan dengan jumlah ikan sebanyak 50 ekor yang diangkut selama 72 jam adalah sekitar 22,644 mg/ℓ. 3.2.2 Penelitian Utama Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan penelitian transportasi ikan gurame ukuran ±4 cm dengan lama pengangkutan 72 jam dengan dosis zeolit (20 g/ℓ) dan karbon aktif (10 g/ℓ) menghasilkan kepadatan optimum pengangkutan 40 ekor/ℓ (Maria, 2010). Adapun dosis yang digunakan pada penelitian ini yaitu 17 zeolit (20 g/ℓ) dan karbon aktif (10 g/ℓ) dan garam (1 g/ℓ, 3 g/ℓ, dan 5 g/ℓ). Penggunaan garam dengan dosis 1 ppt, 3 ppt, dan 5 ppt didasarkan pada penelitian (Dewi, 2006) menyatakan nilai kelangsungan hidup ikan gurame yang tinggi pada salinitas 3 ppt. Pada penelitian ini digunakan kepadatan yang lebih tinggi untuk mengetahui efisiensi penambahan garam. Hasil yang diperoleh pada penelitian transportasi ikan gurame dengan kepadatan 50 ekor/ℓ menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup (SR) yang terbaik adalah perlakuan E mencapai 74%. Sedangkan SR terendah pada perlakuan A sebesar 0% (Tabel 3). Nilai SR sebesar 0% pada perlakuan A menggambarkan kematian total ikan pada media pengangkutan. Kematian total terjadi pada jam ke-24, hal tersebut terjadi karena tingginya kandungan NH3 di dalam media yang tidak dapat ditolerir oleh ikan. Jika dibandingkan dengan perlakuan lain khususnya perlakuan B (Kontrol) yang memiliki kandungan konsentrasi NH3 di dalam media dengan jumlah kandungan NH3 yang tidak jauh berbeda menunjukan NH3 bersifat sangat toksik pada perlakuan A. Hal tersebut karena pada perlakuan A tidak didukung keberadaan faktor lain yang menurunkan nilai toksisitas NH3. Sedangkan pada perlakuan lainnya nilai NH3 masih dapat ditolerir ikan karena adanya penambahan zeolit, karbon aktif dan garam pada media. Kandungan NH3 yang tinggi tanpa di dukung oleh faktor lain seperti kandungan oksigen yang memadai, keberadaan kation yang bermaanfaat untuk ikan di dalam air, dll akan menyebabkan kematian ikan karena bersifat toksik. Reichenbach-Klienke (1972) dalam Jeney et al,. (1992) menyatakan konsentrasi amoniak yang tinggi dapat menyebabkan nekrosis pada jaringan dan menyebabkan akibat yang buruk terhadap metabolisme energi ikan. Selanjutnya Muhammad (2001) menyatakan afinitas hemoglobin terhadap amoniak lebih tinggi dibandingkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, sehingga sel tidak mendapat suplai oksigen yang cukup. Menurut Lin dan Randall (1990) dalam Wood (1993) kadar amoniak darah pada ikan air tawar yang dipaparkan amoniak pada pH yang berkisar antara 4,0-5,5 mengalami peningkatan beberapa jam setelah perlakuan diberikan. Hal tersebut diduga disebabkan oleh terhalangnya pertukaran antara Na+/NH4+. 18 Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian diketahui tingkat kelangsungan hidup ikan selama pengangkutan dipengaruhi oleh kualitas air di dalam media dan adanya peran penambahan bahan kedalam media yaitu zeolit, karbon aktif, dan garam. Penambahan garam sebanyak 5 g/ℓ ke dalam media memberikan hasil tingkat kelangsungan hidup (SR) yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Penambahan garam kedalam air yang digunakan sebagai media transportasi bertujuan untuk menurunkan perbedaan kadar mineral antara air dan darah ikan yang akan menurunkan efek dari ketidakseimbangan tekanan osmotik. Hal tersebut berdampak dalam penggunaan energi ikan sehingga laju metabolisme ikan lebih rendah dan bahan buangan metabolisme yang dihasilkan lebih sedikit. Menurut Stickney (2000) proses-proses fisiologis dalam tubuh ikan akan berjalan normal apabila keseimbangan konsentrasi garam cairan tubuh dengan lingkungan dapat dipelihara dan dijaga. Untuk mempertahankan keseimbangan tersebut, maka ikan melakukan proses tekanan osmotik cairan tubuh yang layak dan disebut dengan sistem osmoregulasi. Menurut Boyd (1990), terdapat dua bentuk amoniak di perairan, yaitu amoniak tak terionisasi (NH3) dan amonium (NH4+). Penambahan karbon aktif dan zeolit dalam media dapat menurunkan konsentrasi NH3 dan NH4+. Amoniak tak terionisasi NH3 akan diserap oleh karbon aktif karena NH3 merupakan gas bukan ion. Sedangkan amonium akan diserap zeolit karena sifat zeolit mengikat ion NH4+. Pengikatan NH4+ oleh zeolit akan menurunkan konsentrasi TAN tetapi konsentrasi NH3 di media akan lebih besar dari NH4+ seiring penyerapan NH4+ oleh zeolit. Di sisi lain, NH3 dapat diserap oleh karbon aktif, maka kualitas air dapat tetap terjaga. Kematian yang terjadi pada proses transportasi ikan salah satunya disebabkan karena kandungan NH3 melebihi batas toleransi ikan. Bila kadar amoniak dalam air meningkat, amoniak dari sekresi ikan akan menurun sehingga kandungan amoniak di dalam darah dan jaringan meningkat. Kandungan amoniak yang tinggi akan mempengaruhi permeabilitas ikan terhadap air dan menurunkan konsentrai ion dalam tubuh, sehingga meningkatkan konsumsi oksigen jaringan dan menyebabkan kerusakan insang serta mengurangi kemampuan darah dalam transpor oksigen (Boyd, 1990). Menurut McCarty dalam Effendi (2003) bahwa kadar NH3 pada perairan tawar sebaiknya tidak melebihi 19 0,02 mg/ℓ, karena kadar NH3 yang melebihi 0,02 mg/ℓ bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan. Nilai NH3 pada jam ke-72 untuk semua perlakuan berkisar antara 0.050±0.00-0.069±0.01. Berdasarkan uji statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan pada jam ke-72 (Lampiran 16) Konsentrasi TAN pada penelitian menunjukkan peningkatan setiap waktunya. Konsentrasi TAN tertinggi pada jam ke- 72 terdapat pada perlakuan C sebesar 1.699±0.08 mg/ℓ. Nilai tersebut tidak sama dengan prediksi dimana Berdasarkan hasil uji pendahuluan diprediksi nilai TAN ikan gurame dengan ukuran 1,7 gram sebanyak 50 ekor dalam media pengepakan selama 72 jam adalah sekitar 22,644 mg/ℓ. Rendahnya nilai yang diperoleh pada penelitian karena adanya penambahan zeolit dan karbon aktif ke dalam media. Menurut Supendi (2006) salah satu cara untuk mengurangi konsentrasi amoniak adalah menggunakan zeolit dan karbon aktif, dimana zeolit dan karbon aktif ini mampu mengadsorbsi sejumlah amoniak dalam waktu tertentu. Boyd (1990) menyatakan bahwa TAN bergantung pada sejumlah faktor seperti spesies, ukuran, aktivitas, makanan, dan temperatur. Kandungan oksigen dalam media pengangkutan mengalami kenaikan pada jam ke-24 hal ini terjadi karena adanya tekanan supply oksigen yang berasal dari pemasukan oksigen murni saat pengangkutan sehingga meningkatkan kandungan oksigen di media. Namun pada jam ke- 48 dan ke-72 terjadi penurunan kandungan oksigen dalam media karena oksigen yang ada pada media digunakan dalam aktivitas respirasi ikan. Kandungan oksigen dalam media pengangkutan pada jam ke-72 berkisar antara 3,10-4,26 mg/ℓ. menurut Pescod (1973), nilai oksigen terlarut yang baik untuk transportasi ikan adalah 2 mg/ℓ. Nilai oksigen akhir pengangkutan ini masih dalam toleransi kandungan oksigen untuk transportasi ikan. Nilai CO2 berbanding lurus dengan kepadatan, semakin padat ikan maka kandungan CO2 juga semakin tinggi. Konsentrasi CO2 dalam media air pengangkutan terus mengalami peningkatan dari jam ke-0 hingga jam ke-72, Pada jam ke-72 konsentrasi CO2 tertinggi terdapat pada perlakuan E sebesar 89,892 mg/L, kemudian D sebesar 84,898 mg/L, C sebesar 79,904 mg/L, dan B sebesar 69,916 mg/L. Kandungan CO2 yang tinggi disebabkan karena zeolit dan karbon 20 aktif tidak mampu menyerap banyaknya kadar CO2 dalam media pengangkutan. Menurut Setyawan (2003) selain dapat dipakai sebagai penyerap ion NH4+, Fe+, Mn+. Zeolit akan lebih aktif menyerap NH4 di dalam media dibandingkan CO2 karena NH4 di dalam media lebih mudah berikatan dengan zeolit. Menurut Anwar et al., (1985) dalam hal kapasitas pertukaran ion, maka mineral klinoptilolit mempunyai urutan kation yang dapat dipertukarkan sebagai berikut: Cs > Rb > K > NH4 > Ba > Sr > Na > Ca > Fe > Al > Mg >Li. Boyd (1992) mengatakan kadar CO2 sebesar 50-100 mg/ℓ dapat membunuh ikan. Suhu yang meningkat mengakibatkan laju metabolisme dan respirasi organisme air meningkat, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen (Effendi, 2003). Selain untuk mengatasi peningkatan laju metabolisme, penurunan suhu juga dapat mengakibatkan peningkatan kelarutan oksigen dalam air. Kelarutan oksigen terlarut paling tinggi pada suhu 0oC dan turun dengan meningkatnya suhu (Boyd, 1990). Untuk mencegah tingginya suhu pada saat pengangkutan maka dilakukan penmbahan es pada box styrofoam. Suhu media selama pengangkutan benih ikan gurame pada penelitian ini berkisar antara 24 0 C- 25 0C. Nilai pH selama proses pengepakan antar perlakuan setiap jamnya relatif stabil berkisar antara 5,90-6,64. Kisaran pH pada proses pengepakan ini masih dapat di toleransi ikan, menurut Khairuman dan Amri (2003) kisaran pH yang dapat ditoleransi untuk kehidupan ikan gurame adalah 5 – 9. NIlai kesadahan yang diperoleh pada penelitian menunjukkan nilai kesadahan tertinggi pada jam ke-72 terdapat pada perlakuan E sebesar 203,123mg/ℓ, dan terendah pada perlakuan B sebesar 47,928 mg/ℓ. Menurut Effendi (2003) kesadahan yang tinggi dapat menghambat sifat toksik dari logam berat karena kation-kation penyusun kesadahan (kalsium dan magnesium). Tingkat kelangsungan hidup pada pemeliharaan pasca pengangkutan benih gurame selama 17 hari tertinggi pada perlakuan E sebesar 100%, kemudian perlakuan D dan C sebesar 97%, dan B sebesar 93%. Kematian ikan pada pemeliharaan pasca transportasi rata-rata terjadi pada hari ke-2 sampai ke 3. Tingkat kelangsungan hidup yang tinggi pada pemeliharaan ini berhubungan dengan perlakuan saat pengangkutan. 21 Laju pertumbuhan harian yang paling tinggi dari semua perlakuan adalah perlakuan E sebesar 2,95%. kemudian pada perlakuan B, C, dan D masing-masing memiliki laju pertumbuhan harian sebesar 2,32%, 2,70%, dan 2,87%. Nilai laju pertumbuhan ini berhubungan dengan pemberian perlakuan saat transportasi, penambahan zeolit, karbon aktif, dan garam pada media memberikan laju pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan tanpa pemberian bahan tambahan tersebut. Dosis garam yang optimum pada media pengepakan mempengaruhi tekanan osmotik di dalam dan di luar tubuh ikan hampir atau mendekati sama. Ghazali (2010) menyatakan penambahan garam pada perlakuan mempengaruhi jumlah sel darah merah ikan maanvis, perlakuan zeolit (20g/ℓ), karbon aktif (10g/ℓ), dan garam 4 g/ℓ memiliki kondisi hampir mendekati isoosmotik sehingga energi yang digunakan untuk osmoregulasi lebih sedikit, sehingga alokasi energi digunakan untuk adaptasi dalam menghadapi stres. Berdasarkan analisa usaha pengangkutan benih gurame dengan kepadatan 50 ekor/ℓ diperoleh Keuntungan yang tertinggi pada perlakuan E dengan penerimaan sebesar Rp. 13.320.000,- dan keuntungan yang diperoleh dari pengangkutan benih gurame yaitu sebesar Rp. 3.216.500,- (Tabel 6). Hal ini disebabkan pada perlakuan E memiliki SR yang tinggi, sehingga keuntungan yang diperoleh semakin tinggi. Selain itu harga dasar biaya produksi yang paling rendah terdapat pada perlakuan E sebesar Rp. 541/ekor (Lampiran 15) 22