ARTIKEL GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENCETUS TIMBULNYA SERANGAN ASMA PADA PASIEN ASMA BRONKHIAL DI RSUD UNGARAN OLEH: AINI CHUSNAWATI 010214B022 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016 HALAMAN PENGESAHAN ARTIKEL Artikel skripsi dengan judul “Gambaran Faktor-Faktor Pencetus Timbulnya Serangan Asma Pada Pasien Asma Bronkhial di RSUD Ungaran” yang disusun oleh: Nama : Aini Chusnawati NIM : 010214B022 Program Studi : Keperawatan Telah disetujui oleh pembimbing utama Skripsi Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran. Ungaran, September 2016 Pembimbing Utama Gipta Galih Widodo, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB NIDN. 0619047703 GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENCETUS TIMBULNYA SERANGAN ASMA PADA PASIEN ASMA BRONKHIAL DI RSUD UNGARAN Aini Chusnawati *) Gipta Galih Widodo **) Yunita Galih Yudanari **) STIKES NGUDI WALUYO 2016 *) Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKES NGUDI WALUYO **) Dosen Program Studi Keperawatan STIKES NGUDI WALUYO ABSTRAK Latar Belakang: Asma adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan serangan berulang dari sesak napas dan mengi, yang bervariasi dalam tingkat keparahan dan frekuensi dari setiap orang. Meningkatnya angka kejadian asma di RSUD Ungaran merupakan masalah kesehatan yang sudah sering dilakukan sosialisasi penanganan, namun masih banyak kejadian serangan asma berulang.Tujuan:Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran faktor-faktor pencetus timbulnya serangan asma pada pasien asma bronkhial di RSUD Ungaran. Metode:Penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan retrospektif. Populasi adalahpenderita asma bronkhial yang pernah dirawat di RSUD Ungaran selama tahun 2015 yaitu 51 orang.Sampel 34 orang yang diambil secara purposive sampling.Alat pengumpulan data menggunakan data rekam medik pasien pada tahun 2015. Analisis univariat menggambarkan karakteristik responden (umur, jenis kelamin, lama menderita asma bronkhial, dan frekuensi timbulnya serangan asma), faktor alergen dan ISPA pada responden. Hasil:Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki riwayat alergi yang bervariasi. Frekuensi serangan asma pada pasien rata-rata 2 kali pertahun dengan nilai minimal 1 dan nilai maksimal 8. Responden yang memiliki riwayat pneumonia berat sejumlah 17 responden (50%). Saran:Saran bagi masyarakat terutama yang menderita penyakit asma agar dapat menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma terutama faktor alergen dan ISPA. Saran bagi RSUD Ungaran agar dapat menggalakan pendidikan kesehatan pada pasien terutama psasien penderita asma. Kata kunci : Asma bronkhial, Faktor pencetus asma Kepustakaan : 23 (1991-2013) ABSTRACT Background: Asthma is not an infectious disease which characterized by recurrent attacks of breathlessness and wheezing which varied in severity and frequency from every person. The increasing incidence of asthma in RSUD Ungaran is health problem which is often given socialization management, but there are still many cases of asthma attacks repeatedly. GambaranFaktor-Faktor Pencetus Timbulnya Serangan Asma Pada Pasien Asma Bronkhial di RSUD Ungaran 1 Purpose: The purpose of research is to determine overview of trigger factors in incidence of asthma attack in patients with bronchial asthma at RSUD Ungaran. Method: The research used descriptive research method by using retrospective approach. Population were patients with bronchial asthma who had been treated in hospitals during 2015 Ungaran as 51 persons. 34 samples were taken by purposive sampling. Data collection tool used medical records of patients in 2015. The univariate analysis is to describe the characteristics of respondents (age, gender, long suffered bronchial asthma, and the frequency of asthma attacks), allergic factors and respiratory infections on the respondent. Suggestion: Suggestions for the people especially who have asthma to avoid the factors that can trigger asthma attacks. Suggestions for RSUD Ungaran to promote health education to patients especially patients with asthma. Suggestions for future research can examine more specifically the trigger factors of asthma attacks. Keywords : Bronchial asthma, Trigger factors of asthma attacks. Bibliographies : 23 (1991-2013) PENDAHULUAN Asma adalah penyakit tidak menular utama yang ditandai dengan serangan berulang dari sesak napas dan mengi, yang bervariasi dalam tingkat keparahan dan frekuensi dari orang ke orang. Gejala dapat terjadi beberapa kali dalam sehari atau seminggu pada individu yang terkena, dan bagi sebagian orang menjadi lebih buruk selama aktivitas fisik atau di malam hari. Selama serangan asma, lapisan tabung bronkial membengkak, menyebabkan saluran udara menyempit dan mengurangi aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru. Gejala asma berulang sering menyebabkan sulit tidur, kelelahan siang hari, mengurangi tingkat aktivitas, sekolah dan absensi kerja. Asma memiliki tingkat kematian yang relatif rendah dibandingkan dengan penyakit kronis lainnya (World Health Organization, 2013). Asma tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol dengan manajemen yang tepat. Walaupun panduan penatalaksanaan asma sudah tersebar luas hampir di seluruh dunia serta berbagai obat baru terus dikembangkan namun penanganan asma di lapangan masih belum adekuat, di negara berkembang maupun di negara maju(National Asthma Education and Prevention Program Expert Panel Report 3, 2007). Penyebab mendasar dari asma tidak sepenuhnya dipahami. Faktor risiko terkuat yang menyebabkan asma adalah kombinasi dari predisposisi genetik dengan paparan lingkungan terhadap zat yang dihirup dan partikel yang dapat menimbulkan reaksi alergi atau mengiritasi saluran udara, seperti: alergen dalam ruangan (untuk tungau misalnya debu rumah di tempat tidur, karpet dan boneka furnitur, polusi dan bulu hewan peliharaan), alergen diluar ruangan (seperti serbuk sari dan cetakan), asap tembakau, iritasi kimia di tempat kerja dan polusi udara. Pemicu lainnya dapat mencakup udara dingin, rangsangan emosional yang GambaranFaktor-Faktor Pencetus Timbulnya Serangan Asma Pada Pasien Asma Bronkhial di RSUD Ungaran 2 ekstrim seperti marah atau takut, dan latihan fisik. Bahkan obat-obatan tertentu dapat memicu asma: aspirin dan obat non-steroid anti-inflamasi, dan beta-blocker (yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan migrain) (World Health Organization, 2013). Data prevalensi penyakit ditentukan berdasarkan hasil wawancara berupa gabungan kasus penyakit yang pernah didiagnosis dokter/tenaga kesehatan atau kasus yang mempunyai riwayat gejala penyakit tidak menular (berdasarkan diagnosis atau gejala). Prevalensi asmaberdasarkan wawancara di Indonesia sejumlah 4,5 persen per mil. Prevalensi asma lebih tinggi pada perempuan, prevalensi PPOK lebih tinggi pada laki-laki(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Hasil penelitian yang dilakukan terhadap pasien asma yang datang ke Poliklinik Asma di RSUP DrMDjamil Padang dan RSUD DrAchmad Mochtar Bukittinggi selama bulan April hingga September 2013, menunjukkan dari 65 subjek penelitian, 19 (29,2%) orang dengan asma tidak terkontrol memiliki pengetahuan yang rendah, 1 (1,5%) orang dengan asma terkontrol sebagian dengan tingkat pengetahuan yang rendah dan 1 (1,5%) orang pasien asma terkontrol total memiliki pengetahuan asma yang rendah (Katerine, Medison, & Rustam, 2014). Kebiasaan responden dalam mengonsumsi makanan yang diawetkan dengan frekuensi konsumsi kadang-kadang ada 41% diikuti yang tidak pernah sebesar 39,6%. Begitu juga kebiasaan dalam mengonsumsi makanan menggunakan bumbu penyedap (vetsin, kecap, terasi) persentase terbesar diperoleh pada responden yang sering mengkonsumsi yaitu 84,0%. Jika dilihat dari status ekonomi diketahui bahwa responden yang memiliki status ekonomi tinggi persentasenya sebesar 55,6% dan ekonomi rendah 44,0%. Secara umum, bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit asma adalah bertempat tinggal di pedesaan, berumur lebih dari 60 tahun, tidak sekolah, tidak bekerja, indeks masa tubuh (IMT) kurus, mantan perokok, aktivitas kurang, mengonsumsi makanan yang diawetkan dan mempunyai status ekonomi rendah(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran merupakan salah satu rumah sakit pemerintah daerah di kabupaten Semarang. Semua pasien yang datang kerumah sakit tersebut termasuk pasien asma berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, baik dari segi pendidikan, ekonomi, diagnosa, maupun penanganannya. Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Ungaran sejak tanggal 1 Februari sampai dengan 20 Maret 2016 jumlah pasien asma sebanyak 93 pasien. Dari data RM yang diambil secara acak, 3 (60%) dari 5 pasien masuk dalam faktor entrinsik sebagai pencetusnya yaitu 2 (40%) alergi dan 1 (20%) perubahan suhu, sedangkan 2 (40%) pasien selanjutnyamasuk dalam faktor intrinsik. Rumusan Masalah Berdasarkan rumusan masalah di atasmaka peneliti tertarik mengadakan penelitian tentang “Bagaimana gambaran faktor-faktor pencetus timbulnya serangan asma pada pasien asma bronkhial di RSUD Ungaran?” Tujuan Penelitian Untuk mengetahui gambaran faktorfaktor pencetus timbulnya serangan asma pada pasien asma bronkhial di RSUD Ungaran. METODE PENELITIAN GambaranFaktor-Faktor Pencetus Timbulnya Serangan Asma Pada Pasien Asma Bronkhial di RSUD Ungaran 3 Desain penelitian dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah deskriptif korelatif dengan menggunakan pendekatan retrospektif dimana pengukuran dan pengamatan data yang dilakukan terhadap kejadian yang sudah terjadi. Penelitian dilakukan di RSUD Ungaran pada bulan Agustus 2016.Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien yang memiliki riwayat penyakit asma bronkhial yang pernah dirawat di RSUD Ungaran kurang lebih sejumlah 51 pasien selama tahun 2015. Sampel pada penelitian ini adalah 34 rekam medis pasien dengan riwayat penyakit asma pada tahun 2015 di RSUD Ungaran. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan memperhatikan kriteri yang telah ditetapkan oleh peneliti. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini menggunakan indikator closed-ended. Lembar observasi I tentang kejadian asma, berdasarkan diagnosis medis pada rekam medis.Lembar observasi II tentang faktor alergen terdiri dari 7 indikatoryang dikembangkan berdasarkan konsep yang disampaikan oleh Sundaru (2010). Lembar observasi III tentang faktor infeksi saluran pernafasan atau ISPA terdiri dari 6 indikator (Depkes, 2010).Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, pada data kategorik data-data disajikan dengan tabel distribusi frekuensi, sehingga tergambar fenomena variable faktor pencetus serangan asma. Dan pada data numerik disajikan dalam bentuk tabel tendensi sentral. HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden 1. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Dan Lama Menderita Asma Variabel Mean Min Max Usia 26,47 22 34 Lama 5,15 3 9 menderita Berdasarkan tabel di atas dapat diketahuibahwa rata-rata responden berusia 26,47 tahun dengan usia termuda 22 tahun dan usia tertua 34. Rata-rata responden menderita asma selama 5,15 tahun dengan lama menderita terendah adalah 3 tahun dan terlama 9 tahun. 2. Gambaran Responden Kelamin Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Karakteristik Berdasarkan Jenis n Persentase 30 4 34 88,2 11,8 100,0 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwajumlah responden terbanyak adalah lakilaki yaitu sejumlah 30 responden (88,2%). Analisis Univariat 1. Gambaran Timbulnya Asma Bronkhial Serangan Variabel Mean Min Max Timbulnya 2 1 8 serangan asma bronkial Berdasarkan tabel di atasdapat diketahui bahwafrekuensi serangan asma pada pasien rata-rata GambaranFaktor-Faktor Pencetus Timbulnya Serangan Asma Pada Pasien Asma Bronkhial di RSUD Ungaran 4 2 kali pertahun, dengan frekuensi terendah adalah 1 kali dalam setahun dan frekuensi terbanyak 8 kali dalam setahun 2. Gambaran Faktor Alergen Pada Timbulnya Serangan Asma Bronkhial Faktor Ya % Tidak % alergen Cuaca 20 58,8 14 41,2 Binatang 27 79,4 7 20,6 Makanan 10 29,4 24 70,6 Minuman 23 67,6 11 32,4 Obat 22 64,7 12 35,3 Jamur 22 64,7 12 35,3 Udara 17 50,0 17 50,0 Berdasarkan tabel di atasdapat diketahui bahwa seluruh responden memiliki riwayat alergi yang bervariasi dengan sebaran jenis alergi cuaca sejumlah 20 responden (58,8%), riwayat alergi binatang sejumlah 27 responden (79,4%), riwayat alergi makanan sejumlah 10 responden (29,4%), riwayat alergi minuman sejumlah 23 responden (67,6%), riwayat alergi obat sejumlah 22 reponden (64,7%), riwayat alergi jamur sejumlah 22 reponden (64,7%) dan riwayat alergi udara sejumlah 17 responden (50,0%). 3. Gambaran Faktor Pneumonia TimbulnyaSerangan Asma Bronkhial ISPA f % Pneumonia 17 50,0 berat Pneumonia 10 29,4 Bukan 7 20,6 pneumonia Jumlah 34 100,0 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa responden yang memiliki riwayat pneumonia berat sejumlah 17 responden (50%) dan merupakan frekuensi yang paling banyak dibanding dengan pnemonia maupun bukan pnemonia. PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden yang menderita asma termasuk kelompok usia dewasa. Menurut teori yang dikemukakan Sundaru (2010) bahwa serangan asma dapat terjadi pada semua umur mulai dari anak-anak sampai dewasa. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ekarini (2012) bahwa distribusi responden yang menderita asma paling besar mengalami asma setelah dewasa yaitu sebanyak 54 orang (45,8%). Menurut Riskesdas (2013) ada kecenderungan prevalensi penyakit asma meningkat dengan bertambahnya umur disertai salah satu atau lebih gejala: mengi dan/atau sesak napas berkurang atau menghilang dengan pengobatan dan/atau sesak napas berkurang atau menghilang tanpa pengobatan dan/atau sesak napas lebih berat dirasakan pada malam hari atau menjelang pagi dan jika pertama kali merasakan sesak napas saat berumur <40 tahun. Usia serangan asma terbanyak berada pada rentang umur 25-34 tahun sejumlah 5,7 per mil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden terbanyak adalah laki-laki yaitu sejumlah 30 responden (88,2%) sedangkan perempuan hanya sejumlah 4 responden (11,8%).Ada dua hal yang menjelaskan pengaruh hormonal dalam hubungan obesitas dan asma.Pertama, obesitas mempengaruhi pengaturan hormon perempuan sehingga mempercepat pubertas. Pada keadaan ini, sel adiposit memproduksi estron GambaranFaktor-Faktor Pencetus Timbulnya Serangan Asma Pada Pasien Asma Bronkhial di RSUD Ungaran 5 (salah satu estrogen alami) dan leptin sehingga kadarnya meningkat dalam darah. Kedua hormon ini memiliki peran untuk terjadinya asma. Hormon estrogen berperan mempengaruhi responssaluran napas terhadap β2 adrenergik, sedangkan leptin mempengaruhi respons inflamasi. Kedua, peningkatan hormon estrogen pada perempuan obes cenderung menyebabkan atopi.Hal ini karena hormon perempuan menyebabkan sel limfosit menyekresi lebih banyak IL-4 dan IL-13 sehingga meningkatkan produksi IgE. Meningkatnya kepekaan terhadap alergi pada anak perempuan yang obes menjelaskan terjadinya asma (Vasudevan, et al. 2006). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Abraham (2006) bahwa laki-laki lebih sering menderita asma dari pada perempuan dengan perbandingan 1,15 : 1. Faktor risiko asma dibagi menjadi dua, faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya asma dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang disebut faktor pencetus. Faktor risiko yang mencetuskan terjadinya Asma Bronkial diantaranya asap rokok, tungau debu rumah, polusi udara, perubahan cuaca, dan jenis makanan (Laksana & Berawi, 2015). Namun hal ini bertentangan dengan penelitian Yogie (2011) yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan faktor jenis kelamin yang bermakna pada pasien dengan asma bronkial (46%) dan pasien tanpa asma bronkial (54%) dengan p=0.488. Menurut GINA (2006) menyatakan bahwa frekuensi serangan asma pada wanita lebih sering dibandingkan dengan laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi serangan asma pada pasien rata-rata 2 kali pertahun, dengan frekuensi terendah adalah 1 kali dalam setahun dan frekuensi terbanyak 8 kali dalam setahun dengan standar deviasi 1,477. Menurut Sundaru (2010) terdapat berbagai faktor yang dapat menjadi faktor pencetus timbulnya serangan asma, antara lain adalah olahraga (exercise), alergen, infeksi, perubahan suhu udara yang mendadak, atau pajanan terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok, dan lain-lain. Terdapat juga faktor lain yang dapat memicu asma, seperti usia, jenis kelamin, ras, sosio-ekonomi, dan faktor lingkungan. Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara objektif dengan Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Arus Puncak Ekspirasi (APE), sedangkan penurunan Kapasitas Vital Paksa (KVP) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada di saluran nafas besar, sedang maupun yang kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran nafas besar. Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma disebabkan oleh bronkokontriksi, hipersekresi mukus, edema mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel radang (McLachlan, 2006). Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian Mustika (2013) yang menemukan bahwa faktor pencetus serangan asma tidak hanya dari aspek lingkungan saja tetapi secara psikologis pun dapat berperan bahkan faktorfaktor munculnya serangan asma dapat dimaknai secara psikologis. Faktor psikologis yang memungkinkan munculnya serangan asma yaitu stres. Ritz dkk (2007) menjelaskan 6 faktor pencetus munculnya serangan asma yang salah satunya ialah faktor psikologis seperti marah, kesepian, stress, tekanan, depresi, cemas, tidak bahagia dan lain-lain. situasi stres yang GambaranFaktor-Faktor Pencetus Timbulnya Serangan Asma Pada Pasien Asma Bronkhial di RSUD Ungaran 6 muncul dapat diakibatkan dari faktor sosial, faktor fisik dan faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan keadaan tubuhnya sehingga stres dapat berkontribusi pada munculnya serangan asma. Jadi faktor-faktor munculnya serangan asma dapat menjadi sumber stres (stressor) bagi penderita asma. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki riwayat alergi yang bervariasi dengan sebaran jenis alergi cuaca sejumlah 20 responden (58,8%), riwayat alergi binatang sejumlah 27 responden (79,4%), riwayat alergi makanan sejumlah 10 responden (29,4%), riwayat alergi minuman sejumlah 23 responden (67,6%), riwayat alergi obat sejumlah 22 reponden (64,7%), riwayat alergi jamur sejumlah 22 reponden (64,7%) dan riwayat alergi udara sejumlah 17 responden (50,0%). Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan nonspesifik, akan adanya jalan nafas yang hiperaktif, mencetuskan respon bronkokontriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi alergen yang dihirup (tungau debu, tepungsari, sari kedelai, dan protein minyak jarak), protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara, bau busuk, obatobatan (metabisulfit), udara dingin, dan olah raga (Sundaru, 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki riwayat pneumonia berat sejumlah 17 responden (50%) dan merupakan frekuensi yang paling banyak dibanding dengan pnemonia maupun bukan pnemonia. Hal ini didukung oleh penelitian Kusbiantoro (2005) yang menunjukkan bahwa faktor pencetus serangan asma yang terbanyak adalah ISPA diikuti oleh paparan asap dan udara dingin. Menurut teori yang dikemukakan Lewis (2007) infeksi menyebabkan inflamasi dalam sistem trakeobronkial dan mengubah mekanisme mukosilier. Oleh karena itu mekanisme ini meningkatkan hiperesponsif pada sistem bronkial. Pengaruh infeksi virus respirasi pada perkembangan asma tergantung interaksi dengan atopi. Kondisi atopi dapat mempengaruhi respon saluran napas bawah terhadap infeksi virus dan infeksi virus kemudian mempengaruhi perkembangan sensitisasi alergik. Namun hal ini bertentangan dengan penelitian Ekarini (2012) yang menunjukkan bahwa infeksi pernafasan tidak menjadi faktor dominan sebagai pencetus serangan asma. Serangan asma ditandai adanya kalor (panas karena vasodilatasi), rubor (kemerahan karena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsang sensoris), dan functio laesa (fungsi terganggu). Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari adanya keterbatasan dari penelitian ini yang disebabkan oleh proses pelaksanaan, yaitu penelitian ini tidak dirancang dengan dukungan informasi secarakualitatif, sehingga peneliti tidak dapat melakukan cross check hasil penelitian dengan wawancara dengan responden dan menganalisis lebih lanjut mengenai faktor pencetus kejadian asma di RSUD Ungaran. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Seluruh responden memiliki riwayat alergi yang bervariasi dengan sebaran jenis alergi cuaca sejumlah 20 responden (58,8%), riwayat alergi binatang sejumlah 27 responden (79,4%), riwayat alergi makanan sejumlah 10 responden (29,4%), riwayat alergi minuman sejumlah 23 responden (67,6%), riwayat alergi obat sejumlah 22 reponden (64,7%), riwayat GambaranFaktor-Faktor Pencetus Timbulnya Serangan Asma Pada Pasien Asma Bronkhial di RSUD Ungaran 7 alergi jamur sejumlah 22 reponden (64,7%) dan riwayat alergi udara sejumlah 17 responden (50,0%). Responden yang memiliki riwayat pneumonia berat sejumlah 17 responden (50%) dan merupakan frekuensi yang paling banyak dibanding dengan pnemonia maupun bukan pnemonia. Saran Saran bagi masyarakat agar dapat menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma sehingga dapat terhindar dari serangan asma berulang.Bagi rumah sakit agar dapat menggalakan pendidikan kesehatan pada pasien terutama psasien penderita asma, tentang cara-cara pencegahan serangan asma dan menghindari faktorfaktor yang dapat mencetuskan timbulnya serangan asma bronkial.Saran bagi penelitian yang akan datang agar dapat meneliti lebih spesifik lagi mengenai faktor-faktor pencetus serangan asma (alergen, obatobatan, polusi udara, olahraga, stres dan ISPA). inlflammation. J Allergy Clin Immunol. Volume 119 (3):634-9. National Asthma Education and Prevention Program Expert Panel Report 3. (2007). Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma. In S. R. 2007 (Ed.), (Vol. Number 08-5846). NIH Publication: NIH. Sundaru, H.2000.Asma Apa dan Bagaimana Pengobatannya.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sundaru, H.2003.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga.Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Vasudevan AR, Wu H, Xydakis AM et al. Eotaxin and obesity. J Clin Endocrinol Metab. 2006; 91(1): 256-61. World Health Organization (Producer). (2013, diakses tanggal 29 Maret 2016). Asthma. Retrieved from http://www.who.int/mediacentr e/factsheets/fs307/en/ DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Ekarini, Ni Luh Putu. (2012). Analisis Faktor - Faktor Pemicu Dominan Terjadinya Serangan Asma Pada Pasien Asma. (Tesis), Universitas Indonesia, Jakarta. Katerine, Medison, Irvan, & Rustam, Erlina. (2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai Asma dengan Tingkat Kontrol Asma. Jurnal Kesehatan Andalas, Volume 3 No 1, 58-63. McLachlan Car G, (2006). Adiposity, asthma, and airway GambaranFaktor-Faktor Pencetus Timbulnya Serangan Asma Pada Pasien Asma Bronkhial di RSUD Ungaran 8