11 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ENELITIAN
2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Ritel
Retailing adalah mata rantai terakhir dalam penyaluran barang dari produsen
sampai ke konsumen (Nawangwulan, 2013). Retailing adalah himpunan kegiatan
bisnis yang menambah nilai keproduk dan jasa yang dijual kepada konsumen
untuk penggunaan pribadi atau keluarga (Levy, et al., 2009 : 8). Pengertian ritel
juga dijelaskan oleh Utami (2014 : 5) bisnis ritel dapat dipahami sebagai semua
kegiatanyang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada
konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Semua
organisasi yang menjual kepada konsumen akhir baik produsen, pedagang grosir,
maupun pengecer merupakan usaha eceran (Kotler dan Keller, 2008: 140). Jadi,
jika ada badan atau perorangan yang menjual barang atau jasa kepada konsumen
akhir untuk penggunaan pribadi maka dinamakan ritel.
Klasifikasi kepemilikan ritel dibagi menjadi tiga), yaitu:
1)
Independen, pembentukan toko tunggal (single store), adalah ritel yang
dimiliki oleh seseorang atau kemitraan dan tidak dioperasikan sebagai
bagian dari lembaga ritel yang lebih besar (Utami, 2014: 18). Peritel toko
tunggal biasanya bergantung pada kemampuan pemilik untuk berbagai
keputusan ritel yang diperlukan (Levy, et al., 2012: 60).
11
2)
Corporate chains, perusahaan yang mengoperasikan beberapa unit ritel di
bawah kepemilikan umum dan biasanya telah terpusat pengambilan
keputusan untuk didefinisikan dan melaksanakan strateginya (Levy, et al.,
2012: 61).
3)
Franchise, adalah perjanjian kontrak di mana perusahaan menjual hak untuk
menggunakan merek dagang usahanya, merek layanan, atau nama dagang
atau simbol komersial lain dari perusahaan (Levy, et al., 2012: 61).
Pengelompokan bisnis ritel berdasarkan jenis ritel barang dagangan umum
(general merchandise retailers) ada enam (Levy, et al., 2012: 48-55), yaitu:
1)
Departemen stores, jenis ritel inimenawarkanvariasi yang luas dan beragam
dalam menawarkan layanan pelanggan dan mengatur toko dengan
departemen yang berbeda untuk menampilkan merchandise. Secara umum,
departement stores menarik pelanggan dengan menawarkan suasana yang
menyenangkan, layanan penuh perhatian, dan berbagai merchandise pada
suatu area belanja. Setiap departemen dalam toko memiliki area penjualan
tertentu serta ada salespeople untuk membantu pelanggan. Contohnya
adalah Matahari Departement Store.
2)
Full line discount stores, jenis ritel ini menawarkan variasi merchandise
yang luas, layanan terbatas, dan harga rendah. Discount stores menawarkan
label pribadi dan brand nasional.
3)
Category specialist, merupakan toko yang memiliki variasi merchandise
yang sempit tetapi memiliki macam merchandise yang banyak. Kebanyakan
12
Category specialist menggunakan pendekatan layanan sendiri, tetapi mereka
juga menawarkan bantuan kepada konsumen menggunakan asisten.
4)
Specialty stores, berkonsentrasi pada sejumlah ketegori merchandise
komplementer dan memberikan tingkat layanan tinggi. Specialty stores
memiliki strategi ritel terhadap segmen pasar yang sangat spesifik dengan
menkhususkan diri pada jenis barang tertentu. Contohnya adalah pakaian
anak-anak, pakaian remaja laki-laki dan wanita, dan produk perlengkapan
olahraga.
5)
Extreme-value retailers, merupakan toko diskon kecil yang menawarkan
berbagai merchandise keperluan rumah tangga, kesehatan dan perawatan
kecantikan, serta bahan makanan. Beberapa Extreme-value retailers
menambahkan pendingin dan memperluas penawaran makanan mereka
sehingga mereka dapat dikenal sebagai toko tujuan terbaik untuk berbagai
kebutuhan rumah tangga.
6)
Off-price retailers, merupakan jenis ritel yang menawarkan berbagai macam
merchandise dengan merek berganti-ganti dengan harga yang didiskon dari
harga eceran produsen.
Untuk menjaga kelangsungan hidup serta kemajuan dan keunggulan dalam
bisnis ritel yang semakin kompetitif, maka pengelola bisnis tersebut harus
berupaya menerapkan strategi berupa program bauran penjualan ritel yang
diharapkan memunculkan minat beli konsumen (Utami, 2014: 86). Adapun unsurunsur bauran ritel ada 6, yaitu:
13
1) Merchandise, adalah kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai dengan
bisnis yang dijalani toko (produk berbasis makanan, pakaian, barang kebutuhan
rumah, produk umum, dan lain-lain, atau kombinasi) untuk disediakan dalam
toko pada jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai toko atau
perusahaan ritel (Ma’ruf, 2005: 135).
2) Harga, adalah satu-satunya unsur dalam berbagai unsur bauran ritel yang
mendatangkan laba bagi peritel (Ma’ruf, 2005: 155).
3) Lokasi, merupakan struktur fisik dari sebuah toko yang merupakan komponen
utama yang terlihat dalam membentuk kesan sebuah toko yang dilakukan
peritel dalam melakukan penempatan tokonyan dan kegiatan dalam
menyediakan saluran pelayanan yang dibutuhkan oleh konsumen (Utami,
2014: 89).
4) Promosi, merupakan kegiatan yang mempengaruhi persepsi, sikap, dan
perilaku konsumen terhadap suatu toko ritel dengan segala penawarannya
(Utami, 2014: 88).
5) Atmosfer dalam gerai berperan penting memikat pembeli, membuat nyaman
mereka dalam memilih barang belanjaan, dan mengingatkan mereka produk
apa yang perlu dimiliki baik untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan
rumah tangga (Ma’ruf, 2005: 201).
6) Retail service, bertujuan untuk memfasilitasi para pembeli saat mereka
berbelanja di toko (Ma’ruf, 2005: 217). Pelayanan didefinisikan sebagai
aktivitas, manfaat, kepuasan dari sesuatu yang ditawarkan dalam penjualan
(Utami, 2014: 88).
14
2.1.2 Orientasi Kewirausahaan
Sebuah perusahaan dengan sumber daya manusia yang memiliki
kemampuan kewirausahaan menciptakan lingkungan kerja yang kreatif dan
inovasi. Saat ini, orientasi kewirausahaan telah menjadi sesuatu yang penting
untuk mendesak perusahaan untuk memiliki kemapuan kreatif dan inovasi di
tengah tekanan persaingan yang semakin ketat. Kewirausahaan adalah
kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikandasar, kiat dan sumber daya untuk
mencari peluang menuju kesuksesan (Suryanita, 2006).
Salah satu cara sukses untuk menjadikan perusahaan mampu bersaing yaitu
pelaku bisnis harus memiliki kemampuan orientasi kewirausahaan yang baik dan
keberanian pelaku bisnis dalam menghadapi tantangan-tantangan persaingan yang
semakin ketat. Menurut Knight dalam Djodjobo dan Tawas (2014), orientasi
kewirausahaan memiliki keterkaitan dengan pencarian peluang, keberanian
mengambil risiko serta keputusan bertindak para pemimpin organisasi.
Beberapa penelitian sebelumnya, dalam menilai orientasi kewirausahaan
menggunakan tiga dimensi, yaitu inovatif, proaktif, dan risk taking (Suryanita,
2006; Davis, et al., 2010; Qureshi and Mian, 2010; Halim, et al., 2012; Lee and
Chu, 2011; Arief, et al., 2013; Mahmood dan Hanafi, 2013; Kwak, et al., 2013;
Reswanda, 2013; Sirivanh, et al., 2014; Quantananda dan Haryadi, 2015; Aliyu, et
al., 2015; Hussain, et al., 2015). Adapaun beberapa peneliti yang lain
menyebutkan dimensi orientasi kewirausahaan ada empat dimensi Halim, et al.
(2011) dan Gupta, et al. (2014) atau lima dimensi (Lumpkin dan Dess, 1996; Dess
dan Lumpkin, 2005; Al-Saed, et al., 2010; Madhoushi, et al., 2011; Djojoba dan
15
Tawas, 2014), yaitu keinnovatifan (innovativeness), keproaktifan (proactiveness),
keagresifan bersaing (competitive aggresiveness), berani mengambil risiko(risk
taking), dan otonomi (autonomy). Penelitian ini akan mengukur variabel orientasi
kewirausahaan dengan empat dimensi.
1)
Keinovativan (innovativeness)
Keinovatifan adalah kecenderungan untuk terlibat dalam kreativitas dan
eksperimen melalui pengenalan produk atau jasa baru serta kepemimpinan
teknologi melalui riset dan pengembangan dalam proses-proses baru (Lumpkin
dan Dess, 1996). Inovatif merupakan salah satu alternatif perusahaan untuk
berkembang dan bertahan hidup dalam lingkungan yang dinamis dan mudah
berubah (Pardi, et al., 2014). Inovatif menjadi cerminan seorang entrepreneur
untuk menunjang bisnis dengan mencoba ide baru atau mengadopsi ide baru
untuk diterapkan pada operasional bisnis mereka.
2) Proaktif (proactiveness)
Proaktif adalah kemampuan untuk mengambil inisiatif, terutama pada saat
yang tepat (Kwak, et al., 2013). Lingkungan bisnis yang dinamis akan menjadi
salah satu tantangan yang perlu diperhatikan perusahaan, maka diperlukan sikap
dan tindakan yang cepat dalam menghadapi tantangan di lingkungan bisnis.
Proaktif mendorong organisasi untuk bersiap-siap meraih peluang pasar (Hussain,
et al., 2015). Dengan demikian, perusahaan proaktif adalah pemimpin dari
pengikut yang memiliki kemampuan dan keinginan untuk menangkap peluang
baru, meskipun tidak selalu menjadi yang pertama melakukannya (Lumpkin dan
Dess, 1996).
16
3)
Pengambilan risiko (risk taking)
Risk taking atau pengambilan risiko adalah pengambilan tindakan tegas
dengan mengeksplorasi hal yang tidak diketahui, meminjam dalam jumlah besar,
dan/atau mengalokasikan sumber daya yang signifikan untuk usaha di lingkungan
yang tidak pasti (Lumpkin dan Dess, 2005). Pengambilan risiko mencakup risiko
dalam hal investasi dan keputusan strategis, bahkan jika hasil dari tindakan ini
tidak pasti (Franco dan Haase, 2013). Risk taking merupakan tindakan seorang
entrepreneur yang memiliki kesediaan atau kemauan untuk memanfaatkan
sumber daya yang dimiliki dapat menjalankan suatu pekerjaan meski tanpa
adanya kepastian hasil yang akan didapat (Kobia dan Sikalieh, 2010).
4)
Keagresifan bersaing
Keagresifan bersaing adalah intensitas dari upaya-upaya perusahaan untuk
mengungguli pesaing dan ditandai oleh sikap atau tanggapan agresif terhadap
tindakan-tindakan pesaing (Lumpkin dan Dess, 2005). Hal ini penting untuk
mempertahankan posisi pasar yang telah dicapai selama ini. Semua strategi harus
dirancang dengan tujuan untuk mempertahankan posisi pasar perusahaan terhadap
upaya yang diberikan pesaing (Hussain, et al., 2015).
Manfaat yang dapat dipetik dari orientasi kewirausahaan diantaranya
meningkatkan pertumbuhan dan kinerja organisasi, khususnya dalam jangka
panjang; ketersediaan untuk lebih proaktif dalam mengambil risiko dengan
menjadi perintis dalam pengembangan produk, layanan, dan gagasan-gagasan
baru; mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya organisasi; dan meningkatkan
kinerja, produktivitas, motivasi, dan kompetensi kerja (Susanto, 2014: 374).
17
2.1.3 Keunggulan Bersaing
Persaingan yang terjadi antara perusahaan menyebabkan memiliki keinginan
untuk lebih unggul dibandingkan pesaingnya. Dengan memiliki keunggulan
bersaing maka perusahaan akan mampu bertahan untuk melanjutkan hidup
perusahaan.
Keunggulan
bersaing
adalah
kumpulan
faktor-faktor
yang
membedakan suatu perusahaan dari pesaingnya dan memberikannya posisi yang
unik dalam pasar (Zimmerer dan Scarborough, 2002: 34). Saiman (2014: 124)
keunggulan bersaing/kompetitif adalah suatu manfaat yang ada ketika suatu
perusahaan mempunyai dan menghasilkan suatu produk dan atau jasa yang dilihat
dari pasar targetnya lebih baik dibandingkan dengan para kompetitor terdekat.
Menurut Prakosa dalam Djodjobo dan Tawas (2014) keunggulan bersaing
merupakan strategi keuntungan dari perusahaan yang melakukan kerjasama untuk
berkompetisi lebih efektif dalam pasar. Untuk mencapai keunggulan bersaing
diperlukan suatu strategi yang tepat untuk berkompetisi (Nurlina, et al., 2013).
Strategi yang didesain bertujuan untuk mencapai keunggulan bersaing yang terus
menerus agar perusahaan dapat terus menjadi pemimpin pasar dan melindungi
keunggulan perusahaan saat ini. Suatu keunggulan hanya akan sukses jika
memungkinkan perusahaan tersebut menyediakan nilai yang lebih superior dan
memuaskan pelanggan dibandingkan pesaing lain (Cannon, et al., 2008: 58).
Banyak peneliti telah menggunakan penilaian yang berbeda – beda dalam
menilai keunggulan bersaing. Agha, et al. (2012) menilai keunggulan bersaing
dengan dua dimensi yaitu fleksibilitas dan responsiveness. Lee and Chu (2011)
menilai keunggulan bersaing dengan tiga dimensi yaitu, pengurangan biaya,
18
eksplorasi peluang, dan pertahanan ancaman kompetitif. Zaini, et al. (2014) juga
menggunakan penilaian variabel keunggulan bersaing dengan tiga dimensi namun
berbeda, yaitu produk yang unik, kualitas produk, dan harga bersaing. Sedangkan
Mulyana (2014) membagi dimensi keunggulan bersaing menjadi 4 yaitu price,
produk inovatif, customer relationship, dan difference. Penelitian ini akan
mengukur variabel keunggulan bersaing dengan memodifikasi dari penelitian
sebelumnya yang disesuaikan dengan objek penelitian yaitu harga bersaing,
eksplorasi peluang, pertahanan ancaman bersaing, fleksibilitas, dan hubungan
pelanggan (customer relationship).
1)
Harga bersaing
Harga merupakan salah satu hal yang sensitif bagi konsumen, karena harga
menjadi salah satu faktor pertimbangan konsumen untuk melakukan pembelian.
Oleh karena itu, peritel perlu mempertimbangkan harga pesaing saat menetapkan
harga sendiri (Levy and Weitz, 2012: 376). Harga yaitu sejumlah uang yang
dibebankan untuk sebuah produk atau jasa (Dimyati, 2012). Harga didefinisikan
sebagai proses yang dibutuhkan harga bersaing produk perusahaan dan jasa serta
memonitor harga pasar (Qureshi, 2010). Harga yang efektif dibutuhkan peritel
untuk mengalokasikan sumber daya yang langka serta untuk return terbesar
(Srinivasan, et al., 2008). Harga bersaing adalah harga jual eceran yang rendah,
baik sedikit atau banyak, dibandingkan harga jual eceran dari rata-rata pesaing
(Ma’ruf, 2005: 175).
19
2)
Eksplorasi peluang
Eksplorasi peluang merupakan hal yang perlu dilakukan oleh perusahaan
untuk menciptakan nilai saat lini produk pasar yang ada jenuh. Dalam upaya
eksplorasi, perusahaan mengindetifikasi cara-cara baru untuk diversifikasi
penawaran produk atau mengembangkan penggunaan sumber daya yang ada
(Sirmon, et al., 2011).
3)
Pertahanan ancaman bersaing
Ancaman bersaing tidak dalam hal angka pasar tetapi dalam hal ancaman
bersaing untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan (Fouskas and
Drossos, 2010). Aspek ancaman bersaing yang harus diwaspadai yaitu tingkat
persaingan antar sesama perusahaan yang sejenis yang semakin kompetitif
khususnya dalam toko pakaian. Perusahaan yang ingin memiliki kelangsungan
hidup yang panjang harus memiliki strategi untuk bertahan dalam ancaman
persaingan lingkungan bisnis yang dinamis.
4)
Fleksibilitas
Fleksibiltas adalah sebuah konsep multidimensi dengan menuntut
kelincahan dan kemampuan yang terkait dengan perubahan, kebaruan dan inovasi
(Prommarat, et al., 2015). Fleksibilitas memungkinkan perusahaan untuk segera
menanggapi perubahan lingkungan (Hussain, et al., 2015). Dengan demikian agar
toko ritel mampu bersaing maka dibutuhkan kemampuan untuk menanggapi
setiap perubahan dan situasi baru seperti perubahan tren merchandise yang selalu
berubah sesuai situasi baru.
20
5)
Hubungan pelanggan
Hubungan pelanggan memiliki manfaat yang baik untuk kelangsungan
hidup ritel yaitu peritel dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang
kebutuhan pelanggan sehingga terjadi hubungan jangka panjang yang stabil serta
dapat saling bertukar informasi tentang tren merchandise sehingga peritel dapat
menyesesuaikan merchandise dan layanan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
lebih baik dari pesaing dengan harapan pelanggan loyal. Loyalitas pelanggan
berarti bahwa pelanggan berkomitmen untuk membeli merchandise dan layanan
dari peritel tertentu (Levy, et al., 2012: 127). Hubungan pelanggan ritel akan
tahan lama ketika pelanggan merasakan bahwa mereka diperlakukan dengan adil
(Adjei, et al., 2009).
Keunggulan bersaing diharapkan mampu untuk mencapai laba sesuai
rencana, meningkatkan pangsa pasar, meningkatkan kepuasan pelanggan, serta
melanjutkan kelangsungan hidup suatu usaha (Saiman,2014:128).
2.1.4 Kinerja Pemasaran
Kinerja pemasaran merupakan salah satu variabel yang digunakan untuk
mengukur keberhasilan dari strategi yang digunakan oleh perusahaan. Kinerja
pemasaran merupakan ukuran prestasi yang diperoleh dari aktivitas proses
pemasaran secara menyeluruh dari sebuah perusahaan atau organisasi. Kinerja
pemasaran juga dapat dipandang sebagai sebuah konsep yang digunakan untuk
mengukur sampai sejauh mana prestasi pasar yang telah dicapai oleh suatu produk
yang dihasilkan perusahaan (Bakti dan Harniza, 2011).
21
Menurut Ferdinan dalam Djodjobo dan Tawas (2014), kinerja pemasaran
merupakan faktor yang sering digunakan untuk mengukur dampak dari strategi
yang ditetapkan perusahaan sebagai prestasi pasar produk, dimana setiap
perusahaan berkepentingan untuk mengetahui prestasi pasar dari produkproduknya. Strategi perusahaan selalu diarahkan untuk menghasilkan kinerja
pemasaran (seperti volume penjualan dan tingkat pertumbuhan penjualan) yang
baik dan juga kinerja keuangan yang baik (Putranto, 2003).
Belum ada kesepakatan diantara para peneliti tentang ukuran yang tepat dari
kinerja (Mahmood dan Hanafi, 2013). Pada umumnya umumnya ukuran kinerja
pemasaran diukur melalui nilai rupian penjualan, ROI, dan ROA (Putranto, 2003).
Namun ukuran tersebut dipandang sebagai ukuran agregatif yang dihasilkan
melalui proses akuntansi dan keuangan, tetapi tidak digambarkan secara langsung
kegiatan manajemen, khususnya manajemen pemasaran (Bakti dan Harun, 2011).
Oleh karena itu ukuran yang sebaiknya digunakan adalah ukuran yang dapat
menjelaskan aktivitas-aktivitas pemasaran (Putranto, 2003). Zaini, et al. (2014)
menilainya dari empat indikator, yaitu pertumbuhan konsumen (customer
growth), pertumbuhan penjualan (sales growth), market share, dan profitability.
Halim, et al. (2012), menggunakan empat indikator untuk mengukur kinerja
pemasaran yaitu kepuasan pelanggan (customer satisfaction), penyampaian nilai
pelanggan (customer value delivery), efektivitas program prmasaran (efektiveness
marketing programe), dan kesuksesan produk baru (new product success).
Prasetya (2012), menilainya dari tiga indikator yaitu volume penjualan, market
share, dan tingkat pertumbuhan penjualan. Penelitian ini menggunakan
22
pengukuran kinerja pemasaran dengan enam indikator yaitu kepuasan pelanggan,
penyampaian nilai pelanggan, efektivitas program pemasaran, profitabilitas,
market share, dan sales growth.
1)
Kepuasan pelanggan
Kepuasan dapat didefinisikan sebagai ringkasan penilaian yang terbentuk
setelah konsumsi (Al-Wugayan and Pleshko, 2011). Kepuasan pelanggan adalah
perasaan yang nyaman pada produk atau layanan yang lebih baik dari yang
diharapkan (Erjavec, 2015). Untuk menciptakan kepuasan pelanggan, tidak hanya
produk berkualitas tinggi tetapi juga layanan pelanggan seperti fasilitas
pembayaran, layanan purna jual, dan delivery (Kursunluoglu, 2014).
2)
Penyampaian nilai pelanggan
Penyampaian nilai terbaik, akan berkonsentrasi pada cara-cara untuk
memenuhi atau memahami kebutuhan pelanggan dan dapat membangun kepuasan
pelanggan yang kuat (Ma, et al., 2010).Hal ini berarti dalam menyampaikan nilai
kepada pelanggan harus menentukan bagaimana menyampaikan dengan benar
kepada target pasar nilai yang terkandung dalam produk dan layanannya.
Penyampaian nilai pelanggan dapat membantu pelanggan mencapai tujuan mereka
dalam situasi apapun(Ma, et al., 2010). Disamping itu, penyampaian nilai
pelanggan dapat memenuhi permintaan pelanggan, membuat pelanggan puas dan
pelanggan setia dalam pengalaman konsumsi(Ma, et al., 2010).
3)
Efektivitas program pemasaran
Program pemasaran disebut bauran pemasaran yang meliputi produk, harga,
promosi dan strategi distribusi yang akan dirumuskan dan dilaksanakan untuk
23
mencapai kepuasan pelanggan dan profitabilitas (Hundekar, et al., 2009:13).
Sehingga program pemasaran yang efektif adalah yang dapat memenuhi target
profitabilitas yang ditentukan serta memberikan kepuasan bagi pelanggan.
Kemampuan promosi didefinisikan
sejauh
mana
peritel
efektif dalam
membedakan mereka melalui iklan dan promosi (Moore and Fairhurst, 2003).
4)
Profitabilitas
Profitabiltas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
pendapatan lebih dari biaya yang dikeluarkan dalam produksi (Levy and Weitz,
2012: 608). Profitabilitas adalah sejumlah uang perusahaan yang didapat dari
sumber daya yang dimiliki perusahaan (Niresh and Velnampy, 2014). Perusahaan
diharapkan mencapai profitabilitas yang maksimal, karena dapat menjadi
penunjang keberlangsungan hidup perusahaan di masa akan datang.
5)
Pangsa pasar (market share)
Definisi operasional pangsa pasar adalah persentase nilai jual atau membeli
barang atau jasa yang dikendalikan oleh bisnis untuk pasar bersangkutan dalam
tahun kalender tertentu (Jumono, et al., 2015). Pangsa pasar adalah penjualan
peritel dibagi dengan penjualan semua pesaing dalam pasar yang sama (Levy and
Witz, 2012: 604). Market share adalah persentasi dari penjualan yang diraih
peritel dibandingkan total penjualan yang terjadi oleh semua peritel di wilayah
yang sama (Ma’ruf, 2005: 2014). Peritel harus jeli dan agresif dalam melihat
kebutuhan konsumen, karena persaingan dengan memperebutkan pangsa pasar
yang sama semakin ketat.
24
6)
Pertumbuhan penjualan (sales growth)
Pertumbuhan penjualan adalah peningkatan penjualan selama periode
tertentu, yang digunakan dalam mengukur kinerja perusahaan baru atau produk
baru (Sakchutchawan, et al., 2011). Pertumbuhan penjualan dapat dihasilkan dari
peningkatan penjualan yang dihasilkan per toko/jumlah toko (Levy and Weitz,
2012: 161). Toko yang mengalami peningkatan penjualan mengindikasikan bahwa
peritel/toko melakukan strategi perusahaan dengan baik.
2.2
Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka
konseptual
penelitian
secara
umum
bertujuan
untuk
mengemukakan mengenai objek penelitian yang dilakukan dalam kerangka
variabel yang diteliti. Kerangka penelitian ini menguraikan variabel yang akan
diteliti yaitu orientasi kewirausahaan, keunggulan bersaing dan kinerja pemasaran.
Halim, et al. (2012) meneliti kapabilitas pemasaran sebagai mediasi pengaruh
orientasi pasar, orientasi pembelajaran, dan orientasi kewirausahaan terhadap
kinerja pemasaran pada usaha menengah di Sulawesi Tenggara. Mahmood dan
Hanafi (2013) meneliti orientasi kewirausahaan dan kinerja bisnis perusahaan
milik wanita di Malaysia: keunggulan kompetitif sebagai mediator.
Pardi, et al. (2014) meneliti pengaruh orientasi pasar dan orientasi
kewirausahaan terhadap orientasi pembelajaran, inovasi, keunggulan bersaing,
dan kinerja pemasaran pada owner dan manajer UKM batik di Jawa Tengah.
Djodjobo dan Tawas (2014) meneliti pengaruh orientasi kewirausahaan, inovasi
produk, dan keunggulan bersaing terhadap kinerja pemasaran usaha nasi kuning di
25
Kota Manado. Zaini,et al. (2014) meneliti pengaruh keunggulan bersaing sebagai
variabel mediator orientasi kewirausahaan terhadap kinerja pemasaran pada UKM
ekspor di wilayah Malang, Indonesia.
Berdasarkan kajian teori serta hasil-hasil penelitian terdahulu dan dengan
melakukan modifikasi maka diperoleh kerangka konseptual penelitian sebagai
berikut:
Orientasi
Kewirausahaan
Kinerja
Pemasaran
Keunggulan
Bersaing
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Sumber: Mahmood dan Hanafi (2013) dan Zaini et al. (2014)
2.3
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian yang telah dikemukakan, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
2.3.1 Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Keunggulan Bersaing
Orientasi kewirausahaan menjadi salah satu pemicu pelaku usaha untuk
berkeinginan meningkatkan keunggulan daya saing usaha, dengan terus
mengembangkan sumber daya yang tidak dimiliki oleh pesaing. Hasil penelitian
Reswanda (2012) menyebutkan orientasi kewirausahaan dapat meningkatkan
26
keunggulan daya saing berkelanjutan pada UMKM. Djodjobo dan Tawas (2014)
menyatakan bahwa orientasi kewirausahaan secara parsial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap keunggulan bersaing pada usaha nasi kuning di Kota Manado.
Berdasarkan hasil penelitianMahmood dan Hanafi (2013) serta Pardi et
al.(2014) menunjukkan bahwa orientasi kewirausahaan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap keunggulan bersaing. Selanjutnya temuan Sirivanh et al.
(2014) menunjukkan bahwa orientasi kewirausahaan berpengaruh positif terhadap
keunggulan bersaing. Berdasarkan kajian yang telah diuraikan tersebut maka
dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
H1 : Orientasi Kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Keunggulan Bersaing.
2.3.2 Pengaruh Keunggulan Bersaing terhadap Kinerja Pemasaran
Keunggulan bersaing semakin ketat dengan seiringnya kemajuan segala
aspek kehidupan manusia. Beberapa penelitian mengungkapkan keunggulan
bersaing yang semakin kompleks menciptakan kinerja yang semakin tinggi, salah
satunya
pada
aspek
kinerja
pemasaran
yang
menjadi
ujung
tombak
keberlangsungan hidup perusahaan. Efek positif dari keunggulan bersaing pada
kinerja telah dibuktikan oleh berbagi penelitian. Hasil penelitian Lakhal (2009)
menunjukkan bahwa tingkat yang lebih tinggi dari keunggulan kompetitif dapat
menyebabkan peningkatan kinerja organisasi. Keunggulan bersaing memiliki
pengaruh yang positif terhadap kinerja organisasi (Agha, et al., 2012).
Keunggulan bersaing dapat dibuat dengan menyediakan sarana untuk
mengungguli pesaing dan juga dengan memperhatikan faktor-faktor eksternal
27
(Pardi et al., 2014), keunggulan bersaing berpengaruh signifikan terhadap kinerja
(Mulyana, 2014). Djodjobo dan Tawas (2014) keunggulan bersaing secara parsial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pemasaran usaha nasi kuning
di Kota Manado. Berdasarkan kajian yang telah diuraikan tersebut maka dapat
disusun hipotesis sebagai berikut:
H2 : Keunggulan Bersaing berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kinerja Pemasaran.
2.3.3 Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Pemasaran
Orientasi kewirausahaan menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan
kinerja pemasaran. Beberapa hasil penelitian terdahulu membuktikan bahwa ada
pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja pemasaran. Penelitian Arief, et
al. (2013) menyatakan orientasi kewirausahaan berhubungan positif secara
signifikan terhadap kinerja perusahaan. Temuan penelitian Mahmood dan Hanafi
(2013) menegaskan bahwa orientasi kewirausahaan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja bisnis. Orientasi kewirausahaan memiliki hubungan
positif terhadap kinerja pemasaran (Al-Saed, et al., 2010). Orientasi
kewirausahaan mempunyai efek positif pada kinerja UKM (Hussain, et al., 2015).
Hasil penelitian Hu (2013) menunjukkan bahwa orientasi kewirausahaan
positif dapat meningkatkan kinerja organisasi non profit. Orientasi kewirausahaan
memiliki dampak positif pada tingkat sebuah kinerja perusahaan (Davis, et al.,
2010). Orientasi kewirausahaan memiliki efek positif dan signifikan terhadap
kinerja organisasi (Al-Dhaafri dan Al-Swidi, 2014). Pengaruh orientasi
kewirausahan terhadap kinerja pemasaran menunjukkan pengaruh positif tetapi
28
tidak signifikan (Halim et al., 2011). Ada hubungan yang signifikan antara
orientasi kewirausahaan dan kinerja (Mahmood dan Hanafi, 2013). Berdasarkan
kajian yang telah diuraikan tersebut maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
H3: Orientasi Kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kinerja Pemasaran.
2.3.4 Peran
Keunggulan
Bersaing
Memediasi
Pengaruh
Orientasi
Kewirausahaan terhadap Kinerja Pemasaran
Usvita (2015) menyatakan bahwa keunggulan bersaing sebagai variabel
intervening berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemasaran. Keunggulan
bersaing memediasi hubungan orientasi dan kinerja kewirausahaan secara parsial
(Mahmood dan Hanafi, 2013). Hasil penelitian Pardi et al. (2014) juga
menunjukkan bahwa peran keunggulan bersaing menjadi sebuah mediasi
sempurna variabel orientasi kewirausahaan dan kinerja pemasaran. Berdasarkan
kajian yang telah diuraikan tersebut maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
H4 : Keunggulan Bersaing secara positif dan signifikan memediasi pengaruh
Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Pemasaran.
29
Download