4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1 Definisi Infeksi luka operasi merupakan infeksi yang terjadi di daerah luka operasi yang dapat berupa infeksi superficial (superficial infection), infeksi luka dalam (deep infection) maupun infeksi yang melibatkan organ. Infeksi luka operasi pasca operasi Orthopaedi terutama yang mengunakan implant sering berupa Osteomielitis yang merupakan suatu kondisi dimana terjadi infeksi di tulang dan sumsum tulang. Infeksi pada tulang dapat terjadi melalui aliran darah, trauma dan fiksasi interna. Organisme yang paling umum menyebabkan terjadinya infeksi yaitu staphylococcus aureus. Adanya proses infeksi maka tubuh akan memberikan respon perlawanan dengan mengisolasi dan menghancurkannya. Tanda-tanda infeksi yaitu berupa nyeri, kemerahan dan bengkak, luka cenderung tidak menyembuh, adanya sinus atau cairan sekitar luka operasi dan tulang yang terinfeksi serta berkurangnya fungsi.1,5 2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi Luka operasi dapat terjadi dipengaruhi beberapa faktor resiko yaitu faktor penderita, faktor perawatan luka, faktor lokal, faktor prosedur atau lamanya operasi dan faktor lingkungan.6 Faktor penderita yang merupakan faktor resiko meliputi usia, status gizi, anemia, penyakit lain seperti penyakit kronis (diabetes mellitus, sirosis hepatis), keganasan serta penggunaan steroid, obat-obat imunosupresi ataupun radiasi. Usia yang sangat muda dan sangat tua mempunyai resiko infeksi luka operasi lebih tinggi. Status gizi penderita juga berpengaruh terhadap kejadian infeksi luka operasi. Penderita dengan status gizi berupa malnutrisi dan obesitas memiliki resiko infeksi luka operasi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita dengan status gizi normal ataupun ideal. Faktor lokal yang ikut berperan dan turut mempengaruhi terjadinya infeksi luka operasi adalah adanya jaringan nekrotik, vascularisasi jaringan, hematom, benda asing dan benang bedah yang digunakan.6 Universitas Sumatera Utara 5 Faktor lingkungan yang turut berperan untuk terjadinya infeksi luka operasi adalah kebersihan kamar operasi, jumlah personel di dalam kamar operasi, sirkulasi udara kamar operasi dan sterilisasi alat, lama perawatan baik sebelum dan sesudah operasi. Faktor prosedur operasi seperti lamanya operasi berlangsung juga turut berperan untuk timbulnya infeksi.6 Faktor-faktor resiko yang akan diteliti meliputi faktor resiko lamanya prosedur operasi dijalankan dan diabetes mellitus. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kedua faktor resiko tersebut dengan kejadian infeksi luka operasi dan membandingkan hasilnya dengan hasil penelitian yang sama yang telah dilakukan sebelumnya yang menjadi dasar dari penelitian ini. 2.1.3. Insidensi Infeksi luka operasi yang terjadi pasca tindakan operasi Ortopaedi dapat terjadi pada pasien semua usia. Banyak faktor resiko yang mempengaruhi untuk terjadinya infeksi, usia lanjut, lamanya operasi berlangsung, perokok, lamanya perawatan dirumah sakit, penyakit penyerta seperti diabetes mellitus dan adanya luka dikulit. 2,3,7,8 Penelitian yang dilakukan oleh Julio Cesar Ribeiro dan teman-teman di RS Philanthropic, kota Franca, Sao Paulo Brasil pada periode Oktober 2011 sampai Maret 2012 ditemukan bahwa dari 93 pasien yang menjalani operasi elektif Orthopaedi dengan kriteria bersih (tidak ada potensi kontaminasi luka operasi), sebanyak 16 orang mengalami infeksi pasca operasi dan sebanyak 77 orang tidak. Usia rata-rata pada kelompok yang tidak berkembang menjadi infeksi 42.29 tahun dengan usia termuda 18 tahun dan usia tertua 85 tahun, sementara pada kelompok yang mengalami infeksi usia rata-rata 47.31 tahun dengan usia termuda 19 tahun dan tertua 92 tahun.2 Berdasarkan faktor resiko penyakit kronis, pasien yang tidak memiliki penyakit kronis sebanyak 75 orang (80.7%) diantaranya sebanyak 11 orang mengalami infeksi, sedangkan pasien yang memiliki resiko penyakit kronis sebanyak 18 orang (19.3%) dimana sebanyak 5 orang mengalami infeksi. 2 Berdasarkan faktor resiko lamanya operasi dilaksanakan (durantion of surgery), sebanyak 64 prosedur operasi (68.8%) dilaksanakan selama 120 menit Universitas Sumatera Utara 6 dengan sebanyak 13 orang mengalami infeksi pasca operasi dan sebanyak 29 prosedur operasi (31.2%) dilaksanakan selama 120 sampai 240 menit dimana sebanyak 3 orang mengalami infeksi.2 Berdasarkan faktor resiko lamanya pasien dirawat di rumah sakit, pasien dengan lama perawatan 3 hari yang mengalami infeksi sebanyak 6 orang, sedangkan pasien dengan lama perawatan 7 sampai 9 hari yang mengalami infeksi sebanyak 10 orang.2 Sementara itu penelitian yang dilakukan di rumah sakit pendidikan Abbottabad Fakultas Kedokteran Ayub Pakistan oleh Muhammad Shoaib Khan dkk, mulai bulan April sampai Oktober tahun 2007 menunjukkan bahwa insidensi terjadinya infeksi pasca operasi pemasangan fiksasi interna pada kasus-kasus fraktur tertutup sebanyak 6 orang (5.76%) dari 104 pasien yang dioperasi. Dari 6 orang pasien yang mengalami infeksi tersebut usia diatas 60 tahun sebanyak 3 orang (50%), usia 30 – 60 tahun sebanyak 2 orang (33.3%) dan usia dibawah 30 tahun sebanyak 1 orang (16.7%). Pada pasien yang terinfeksi tersebut, sebanyak 3 kasus prosedur operasi dijalankan selama lebih dari 2 jam dan yang pelaksanaan prosedur operasinya kurang dari 2 jam sebanyak 2 kasus, sedangkan 1 kasus pelaksanaan operasinya selama 1 jam.Dari 6 orang pasien yang mengalami infeksi pasca tindakan operasi fiksasi interna, sebanyak 2 orang mempunyai faktor resiko perokok, usia lanjut diatas 60 tahun sebanyak 3 orang dan 1 orang memiliki penyakit diabetes.3 Prevalensi kejadian infeksi luka operasi dibeberapa rumah sakit berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan angka yang tidak jauh berbeda. Prevalensi kejadian infeksi luka operasi Orthopaedi dengan penggunaan implant di rumah sakit umum dr.Soedarso Pontianak sebesar 8% (1 kasus dari 12 operasi), rumah sakit pendidikan Khyber, Peshawar Pakistan sebanyak 5.8% (17 kasus dari 292 operasi), rumah sakit King Abdul Azis, Arab Saudi 2.55% (79 kasus dari 3096 operasi).9,10 2.1.4. Gambaran Klinis Dalam menegakkan diagnosa suatu infeksi luka operasi pemeriksaan fisik menyeluruh untuk mengidentifikasi gejala sistemik dari infeksi perlu dilakukan. Adanya keluhan berupa rasa nyeri, demam, luka operasi yang cenderung tidak Universitas Sumatera Utara 7 mengering, timbul kemerahan dan cenderung untuk timbul benjolan dengan atau tidak adanya sinus terutama didaerah luka operasi. Pada kasus yang telah lama akan terbentuk sinus dengan jaringan yang menebal dan mengerut pada daerah sinus, serta adanya seropurulent discharge. 1,8,11,12 2.1.5. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan X-ray untuk kasus Osteomielitis akan tampak adanya proses resorpsi tulang (penebalan), proses destruksi pada tulang, sklerotik pada daerah sekitar tulang dan reaksi periosteal. Pemeriksaan penunjang lain berupa Radioisotope scintigraphy yang cukup sensitif tetapi tidak spesifik.1,4Dengan 99m Tc- HDP scan tampak adanya peningkatan aktivitas dari fase perfusi dan fase tulang. Ga-Citrate atau 67 111 in Labelled leukosit berguna untuk menunjukkan fokus yang tersembunyi atau infeksi yang tersembunyi dan lebih spesifik untuk Osteomielitis. 1,13 Pada pemeriksaan laboratorium, jumlah leukosit bisa normal, laju endap darah dan sel darah putih akan meningkat. C-reactive protein, procalcitonin, dan level cytokine inflammatory bisa meningkat. Kultur organisme dari daerah sinus harus dilakukan, termasuk kultur jaringan dan cairan untuk menentukan antibiotik yang sensitive dan dilakukan secara berulang karena adanya perubahan karakteristik dari mikroorganisme dan bahkan dapat menjadi resisten. 1,12 2.1.6. Klasifikasi Infeksi Luka Operasi Berdasarkan Centers for Disease Control (CDC) dan National Healthcare Safety Network (NHSN), luka operasi terdiri dari superficial infection, deep infection (organ/space). Dari klasifikasi luka operasi tersebut, ditetapkan bahwa yang termasuk dalam kriteria dan klasifikasi infeksi luka operasi (Surgical Site Infection/SSI) adalah sebagai berikut : SSI superficial infection merupakan infeksi luka operasi : 1. Terjadi dalam 30 hari setelah tindakan operasi 2. Infeksi yang hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutaneus 3. Terdapat sedikitnya satu dari ketentuan dibawah ini ; a. Adanya purulent atau drainase dari superficial infection b. Adanya microorganism yang diperoleh dari kultur Universitas Sumatera Utara 8 c. Terdapat sedikitnya tanda dan gejala infeksi, nyeri atau tenderness, swelling, kemerahan atau panas dan kultur postif atau tanpa kultur. 5 SSI deep infection merupakan infeksi luka operasi : 1. Terjadi dalam 30 hari setelah operasi tanpa pemasangan implant atau dalam 1 tahun dengan adanya pemasangan implant 2. Melibatkan deep soft tissue (fascia, otot) 3. Sedikitnya terdapat salah satu dibawah ini : a. Terdapat purulent b. Kultur positif atau tanpa kultur jika pasien memiliki tanda dan gejala infeksi seperti demam, kemerahan, nyeri lokal atau tenderness.5 Klasifikasi infeksi luka operasi berdasarkan rentang waktu terjadinya infeksi sejak operasi dilakukan yaitu : 1. Infeksi dini (early) yang terjadi dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu. 2. Infeksi delayed yang terjadi dalam waktu 2 – 10 minggu. 3. Infeksi kronis (late) yang terjadi dalam waktu lebih dari 10 minggu. 2.1.7. Klasifikasi Osteomielitis Klasifikasi Osteomielitis menurut Cierny-Maderd yang dipublikasikan pada 1985 didasarkan pada keterlibatan anatomi dari tulang. Tipe I, medullary Osteomielitis yaitu keterlibatan dari endosteal. Pada tipe II, superfisial osteomielitis dimana infeksi berada diluar permukaan tulang dengan tidak adanya jaringan lunak yang menutupinya. Pada Tipe III, Localized terdapat sequester dan sering dijumpai kombinasi dari tipe ini dengan tipe I dan II. Sedangkan pada tipe IV, diffuse Osteomielitis yang melibatkan segmen dari tulang, dan lebih tidak stabil. 12,14 Universitas Sumatera Utara 9 Gambar 1. Dikutip dari Cierny G III: Chronic osteomyelitis: Results of treatment. Instr Course Lect 1990;39:495-508. 2.1.8. Penanganan Infeksi Luka Operasi dan Osteomielitis Penanganan pasien-pasien infeksi terutama yang berkembang menjadi Osteomielitis pasca tindakan operasi Orthopaedi terutama pasca operasi fiksasi interna dapat dilakukan berdasarkan klasifikasi The ICS (Infection, Callus, Stability). Tipe I, infeksi dengan fiksasi yang stabil dan dari hasil X-ray sudah tampak perkembangan atau pembentukan callus. Penanganan pasien dengan kondisi diatas dapat secara konservatif, dengan kontrol infeksi melalui prosedur medico-surgery atau antibiotik dan debridement. Setelah healing dapat dilakukan tindakan removal implant. Tipe II, infeksi dengan fiksasi yang stabil, adanya skar atau tanpa adanya pertumbuhan kallus. Dapat diterapi dengan mempertahankan implant atau fiksator, kontrol infeksi melalui prosedur medico-surgery seperti tipe I, percepat bone healing melalui physical stimulation (low intensity pulsed ultrasound, pulsed electromagnetic fields,etc), biological factors (growth factors, bone graft, etc) dan prosedur limited surgery (e.g. dinamization). Tipe III, adanya infeksi dengan fiksasi yang tidak stabil dan belum terdapatnya callus formation. Pada tipe ini ditangani dengan removal implant dan digantikan dengan jenis fiksator atau implant yang diperlukan dan penanganan infeksi.15 Penanganan pasien-pasien infeksi pasca operasi apalagi yang sudah Osteomielities membutuhkan tindakan yang agresif, mulai dari tindakan Universitas Sumatera Utara 10 pembedahan sampai kombinasi dengan antibiotik. Dapat berupa irigasi dan drainase sendi bahkan tindakan operasi maupun arthroscopy (Septik Arthritis). Antibiotik yang digunakan ditujukan untuk menghentikan penyebaran infeksi ke tulang yang sehat dan untuk mengontrol gejala akut. Pemilihan antibiotik didasarkan pada studi bakteriologik (kultur) dan untuk penggunaan jangka panjang serta mampu untuk melakukan penetrasi ke bagian tulang yang sklerotik dan tidak sklerotik. Contohnya Fusidic acid, klindamycin, dan cephalosporin. Bakteri yang menyebabkan Osteomielitis pasca pemasangan implant mempunyai kemampuan untuk dapat resisten terhadap efek antibiotik karena pembentukan biofilm.1,7,13,16 Prosedur debridement dilakukan dengan membuang seluruh jaringan lunak yang mati dan terinfeksi, termasuk jaringan tulang yang devitalisasi. Identifikasi tulang yang telah mati dapat dilakukan dengan menggunakan injeksi dari sulphan blue, dimana tulang yang telah mati tidak berwarna sementara tulang yang masih hidup akan berwarna hijau dan mengenai kemungkinan kulit pasien akan berwarna hijau untuk sementara harus diberitahukan ke pasien. Double-lumen tubes diletakkan pada kavitas yang memproduksi pus dan setiap 4 jam sekali dilakukan penyuntikan antibiotik yang sesuai kedalam tube dengan sebelumnya mengeluarkan cairan yang ada didalam tube menggunakan suction bertekanan rendah (ini lebih rapi dibandingkan dengan kontinu irigasi, dimana biasanya lebih sering gagal beberapa hari kemudian diakibatkan leakage dari lukanya). Injeksi kedalam kavitas dan drainase harus dilakukan secara terus menerus sampai discharge yang keluar steril (biasanya 3-6 minggu).1 Tindakan alternatif dengan penggunaan porous gentamycin untuk mensterilkan kavitas. Hal ini diketahui lebih mudah tetapi lebih mudah gagal. Porous gentamycin bead harus dikeluarkan dalam 2-3 minggu.1 Untuk mencegah terjadinya infeksi yang berulang dan mempercepat proses penyembuhan yaitu dengan mengisi daerah kosong yang ditinggalkan pada tulang setelah jaringan tulang yang telah mati dibuang dengan menggunakan living atau potensial living material. Salah satu metode yang baik adalah papineau technique dan transfer flap otot. Papineau technique yaitu mengisi kavitas yang ditinggalkan dengan menggunakan cancellous bone graft kecil (lebih baik autogenous) yang Universitas Sumatera Utara 11 dicampur dengan antibiotik dan bila memungkinkan area ini ditutup dengan menggunakan otot dan kulit dan dijahit dengan tidak tegang. Pada kasus yang sulit diatasi seperti pada kasus infeksi yang berhubungan dengan nonunion fraktur, dimungkinkan untuk mengeksisi tulang yang telah mati dan celah yang ditinggalkan diatasi dengan Ilizarov method dari bagian yang viable dari diafisis yang tersisa. 1,17 Keberhasilan dalam penanganan kasus-kasus Osteomielitis sulit untuk diukur. Hal ini oleh karena sering ditemukan secara klinis infeksi teratasi dengan obat-obatan namun beberapa tahun kemudian dapat timbul kembali bahkan lebih parah. 1 2.2. Kerangka Konsepsional Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disampaikan, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Lama prosedur pelaksanaan operasi Faktor resiko diabetes melitus Proses penyembuhan terganggu Kontaminasi luka operasi Banyaknya Banyaknya darah darah hilan hilan Reaksi inflamasi Infeksi luka operasi pasca operasi elektif Orthopaedi kriteria bersih Universitas Sumatera Utara 12 2.3. Definisi Operasional a. Definisi infeksi luka operasi dalam penelitian ini yaitu : 1. Infeksi luka operasi yang terjadi dalam 30 hari dan dalam setahun pasca operasi jika dengan pemasangan implant yang secara klinis ditandai dengan kemerahan didaerah luka operasi, bengkak, nyeri dan luka cenderung tidak mengering serta adanya sinusatau keluarnya cairan (pus). 2. Operasi elektif Orthopaedi kriteria bersih pasien dengan fraktur tertutup, minimal kontaminasi yang dikerjakan dengan implant dan prostese. b. Alat ukur Alat ukur dalam menentukan infeksi luka operasi dalam penelitian ini berdasarkan kriteria dari Centers for Disease Control (CDC) dan National Healthcare Safety Network (NHSN) meliputi luka operasi lapisan atas (superficial infection) dan deep infection (organ/space) yang ditandai rasa nyeri, demam, luka operasi yang cenderung tidak mengering, timbul kemerahan dan cenderung untuk timbul benjolan dengan atau tidak adanya sinus terutama didaerah luka operasi. c. Cara ukur Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara langsung dan menilai secara klinis luka operasi pasien-pasien yang berobat jalan di poliklinik Orthopaedi pasca dilakukan tindakan operasi Orthopaedi kriteria bersih (pemasangan implant) di instalasi bedah pusat RSUP H. Adam Malik Medan. Pengukuran juga dilakukan berdasarkan status rekam medis pasien untuk mengumpulkan data sekunder. d. Hasil Pengukuran Hasil pengukuran terhadap pasien-pasien yang diambil datanya dikategorikan dalam kelompok infeksi dan non infeksi. Faktor-faktor resiko yang diteliti dalam penelitian ini dinyatakan dalam : 1. Lamanya Operasi dilaksanakan (riwayat operasi) Riwayat operasi yang diteliti berupa lamanya operasi berlangsung yang dikelompokkan berdasarkan skala nominal, yaitu : a. Kurang dari 120 menit Universitas Sumatera Utara 13 b. 120 menit atau lebih 2. Penyakit diabetes mellitus Penyakit penyerta yang termasuk dalam penelitian ini adalah penyakit diabetes mellitus. BAB 3 Universitas Sumatera Utara