fi ans ilosof selmus f abad s dari perte cante

advertisement
ANS
SELMUS
S DARI CANTE
ERBURY
Y
FIILOSOF
F ABAD PERTENGAHA
AN (10333-1109)
Oleh:: Dewi Pu
urnamasarri
Anselmuus merupakaan seorang filosof dan teolog yang
g terkenal ppada abad kesebelas. Iaa
juga merupakann seorang ahli
a Kristenn yang men
ncoba memasukkan loggika dalam
m pelayanann
imann. Bagi Ansselmus, imaan selalu meerupakan tittik tolak peemikiran daari setiap isii ajarannya..
Kareena, iman itu
i tidak daapat disanggkal oleh alasan-alasa
a
n rasional, seperti haalnya untukk
mem
mahami imaan Kristen, yang selaalu dianggaap sebuah aliran yanng sering disangsikan
d
n
kebenarannya. Anselmus
A
juga seoranng yang memiliki pend
dirian kuat untuk melaawan alirann
anti-ffilsafat di jamannya. Karena
K
Ia m
meyakini fillsafat mamp
pu memberiikan dasar--dasar yangg
terdaalam mengeenai hakikat manusia daan dunia.
Dalam pandangan
p
Anselmus tentang hu
ubungan anttara rasio ddan iman Ia
I nyatakann
denggan kalimatt ”credo ut intelligam
m” (saya percaya supay
ya saya meengerti). Maksud
M
darii
pernyyataan terseebut, bahwa melalui kkepercayaan
n Kristiani, kita dapatt mencapai pengertiann
lebihh mendalam
m tentang Allah,
A
manuusia, dan dunia.
d
Berhu
ubungan errat dengan pernyataann
terseebut, Anselm
mus memb
buat karya dengan judul “Proslo
ogian”, dim
mana ia meembuktikann
tentaang adanya Allah. Dalaam membukktikan adan
nya Tuhan, Anselmus
A
m
menjelaskan
n lebih duluu
bahw
wa semua konsep
k
adallah relatif. Ia juga serring mengaatakan bahw
wa ia tidak perlu tahuu
tentaang Tuhan, karena
k
ia telah berimann kepada Tu
uhan.
Menurutt Anselmuss iman adaalah langkah
h awal unttuk mengerrti Allah , dan bukann
seballiknya. Unttuk itu oran
ng yang meencari kebeenaran akan
n Allah harrus bertitik tolak padaa
imann. Menurutnnya, iman yang
y
mendaalam, disertaai dengan pengetahuan
p
n akali, akaan memberii
suatuu pandangaan yang leb
bih mendallam atas seegala sesuatu, baik teentang Allah, manusiaa
mauppun dunia. Dengan deemikian, suuatu kebenaaran yang terkandung
t
di dalam Kitab
K
Suci,,
mam
mpu dijelaskkan secara rasional seerta mendallam. Argum
mentasi onttologi Anseelmus yangg
meruupakan infformasi yaang dapat mengarah
h ke penemuan sessuatu yang
g penting,,
mengghantarkan suatu pem
mahaman keepada suatu
u kepercayaaan dan keeyakinan ak
kan adanyaa
Allahh. Anselmuus juga mengajarkan
m
n, agar ilm
mu pengetaahuan yang
ng diperoleh manusiaa
henddaknya menj
njadikan maanusia lebihh bijaksana lagi. Dengaan “berilmuu” maka maanusia akann
diinggatkan untukk selalu ren
ndah hati daan takwa keepada Allah
h. Ilmu penggetahuan diimaksudkann
untukk mampu menjelaskaan iman kitta kepada tuhan sebaagai pencippta alam seemesta dann
manuusia.
Dewi PPurnamasari | 2
2012 | Filsafat Ilmu | Anselmuss dari Canterbu
ury 1 BIOGRAFI TOKOH
Anselmus lahir dari pasangan bangsawan Comberdia di Aosta Piemont, Italia sekitar
tahun 1033. Ayahnya bernama Gundulph dan ibunya bernama Ermenberga. Ayahnya adalah
seorang politikus dan bangsawan Lombardia, sedangkan ibunya adalah seorang Bugundia
yang kaya raya. Anselmus mendapatkan pendidikan rohani untuk pertama kali dari ibunya. Ia
menolak keinginan ayahnya untuk menjadi seorang politikus, dan lebih memilih menjadi
pengembara menyeberangi pegunungan Alpens dan mengelilingi Eropa. Sebagai anak yang
besar di daerah pegunungan, ia mempercayai cerita-cerita yang mengisahkan berbagai hal
tentang Allah yang menguasai segala sesuatu yang berada di puncak gunung yang sangat
tinggi. Pada usia 26 tahun ia masuk biara Benediktin di Bec, Normandia, Perancis dan
menjadi pelajar pertama yang menjadi seorang biarawan di tahun 1079. Sebelum menjadi
uskup agung di Canterbury pada tahun 1093, Anselmus dipilih menjadi abbas pada usia 45
tahun. Dalam kepemimpinannya sebagai Uskup Canterbury, Anselmus tidak selamanya
berjalan mulus. Anselmus Sering kali mengalami selisih pendapat dengan raja-raja Inggris.
Faktor utama terjadinya perselisihan ialah mengenai kebebasan Gereja-gereja Inggris dari
kekuasaan raja, serta peranan Paus di Inggris. Akibatnya, Anselmus harus hidup dalam
pembuangan di eropa daratan. Sejak saat itu kehidupan Anselmus terus diwarnai oleh
pertentangan dengan raja William II dan Henri I mengenai hak Gereja dan negara. Anselmus
menghendaki supaya uskup-uskup dipilih dengan bebas tanpa campur tangan negara. Namun,
William II mengancam dan akan memecat uskup agung itu, sehingga Anselmus melarikan diri
ke Roma selama tiga tahun. Anselmus kembali ke Inggris ketika Henry I naik tahta. Tapi
segera disusul oleh perselisihan lagi Henry I menuntut hak atas pengangkatan uskup dan
abbas. Anselmus mengungsi ke Roma untuk yang kedua kalinya. Anselmus Canterbury,
karena kepandaian dan kegemilangannya, berhasil menulis beberapa karya penting dalam
bidang teologi. Inti ajarannya ialah hubungan antara rasio dan iman, yang dikenal dengan
itilah “Credo Ut Intelligam”. Ia meninggal dunia pada tahun 1109 dan dikanonisasi pada
tahun 1949. Pada tahun 1720 ia mendapat gelar sebagai “Pujangga Gereja”.
PEMIKIRAN ANSELMUS
Pandangan-pandangan teologi Anselmus mempunyai pengaruh yang besar dalam
teologi gereja pada Abad Pertengahan. Gagasan yang dikembangkan Anselmus merupakan
pemikiran dialektika yang bisa membuat orang menjadi yakin dan percaya. Anselmus
merumuskan hubungan antara iman dan ilmu pengetahuan dengan rumusan “Fides quarens
intellectum” atau iman berusaha untuk mengerti. Menurutnya, iman merupakan dasar
memahami segala sesuatu di atas akal / rasio. Dengan semboyan “Credo ut intelligam” (saya
percaya supaya saya mengerti), Anselmus bermaksud, melalui kepercayaan Kristiani orang
dapat mencapai pengertian lebih mendalam tentang Allah, manusia, dan dunia. Ungkapan
tersebut juga menggambarkan bahwa Anselmus mendahulukan iman daripada akal. Iapun
mengatakan wahyu harus diterima dulu sebelum kita mulai berfikir. Anselmus memberikan
suatu arah baru bagi pemikiran filsafat terutama bagi pandangan agama kristen. Orang yang
percaya akan agama memiliki pengertian tentang Tuhan, manusia, dan dunia secara
mendalam. Agama menolong manusia untuk sampai kepada kebenaran itu. Anselmus
mempertahankan kemampuan budi sebagai jalan untuk mencapai kebenaran. Anselmus yakin
akan adanya akal, sehingga ia memohonkan rahmat illahi untuk menemukan titik terang yang
meyakinkan akal (ratio) yakni percaya dengan hati (fides).
Iman tidak terikat oleh apapun, bahkan akal sekalipun. Akan tetapi, iman dan akal
tidak dapat dipisahkan. Hal ini dibuktikan oleh Anselmus bahwa walaupun orang
Dewi Purnamasari | 2012 | Filsafat Ilmu | Anselmus dari Canterbury 2 mendapatkan kepastian melalui iman namun berkat dorongan iman akal tergerak untuk
menyelami secara mendalam mengenai kebenaran yang di-imani-nya. Berdasarkan imanlah
orang sampai kepada suatu kebenaran yang tak tergoyahkan, sebab kepastian iman diperoleh
melalui wahyu. Iman dan akal berasal dari Allah. Iman sampai kepada manusia dengan
perantaraan wahyu, sedangkan pengetahuan akal adalah penerangan dari yang ilahi.
Pada masa hidupnya Anselmus berusaha membuktikan adanya Allah dalam dua karya
terbesarnya yaitu Monologian dan Proslogion melalui dua cara yang berbeda. Diantara kedua
buku karyanya tersebut, yang lebih menjadi sorotan dan perdebatan di antara filsuf dan
teolog ialah Proslogion. Karya tersebut memuat argumen-argumen ontologinya mengenai
keberadaan Allah. Beberapa tokoh pemikir yang cukup tertarik dan mempermasalahkan
karya itu diantaranya: Bonaventura, Thomas Aquinas, hingga beberapa filsuf analisis bahasa
abad XX. Dan dalam membuktikan adanya Tuhan, Anselmus mengatakan bahwa ia tidak
perlu tahu tentang Tuhan, ia telah beriman kepada Tuhan (I believe, that unless I believe, I
should not understand).
1. Proslogion
Buku Anselmus dengan judul Proslogion (atau Percakapan) memuat pembuktian ontologis
mengenai adanya Allah. Ia berusaha membuktikan adanya Allah dengan menyajikan argumen
dalam bentuk silogisme. Anselmus mempercayai bahwa akal budi mampu membawa manusia
pada kebenaran iman yang sejati. Melalui buku Proslogion, Anselmus mau membuktikan
bahwa iman Kristiani dapat dijelaskan menggunakan akal dan secara rasional. Buku
Proslogion diawali dengan doa sebagai pengantar: “Ajari aku untuk menemukan-Mu, dan
tunjukkanlah diri-Mu kepada mereka yang berusaha mencari-Mu, sebab aku tidak akan bisa
menemukan-Mu jika bukan karena Engkau sendirilah yang mengajari aku bagaimana
caranya. Dan aku tidak bermaksud untuk memahami agar percaya, melainkan aku percaya
agar bisa memahami”.
Argumen ini disajikan dalam bentuk silogisme sebagai berikut:
¤
Nama “Allah” adalah sesuatu yang lebih besar daripadanya tidak dapat dipikirkan.
¤
Hal yang terbesar bukan hanya berada dalam pemikiran, tetapi juga berada dalam
kenyataan.
Kesimpulannya : Allah tidak hanya dalam pemikiran tetapi juga dalam kenyataan. Jadi, Allah
sungguh-sungguh ada.
Menurut Anselmus ada dua cara yang dapat membuktikan adanya Allah:
1. Ketika Anselmus melihat adanya hal-hal yang terbatas, serentak ia juga mengandaikan
adanya hal-hal yang tidak terbatas. Dengan begitu ia hendak mengatakan bahwa, akal
manusia hanya mampu untuk sampai kepada pemahaman yang biasa-biasa saja, tidak
sepenuhnya mendalam dan sungguh-sungguh mendasar. Ada banyak hal yang tidak
mampu kita jelaskan begitu saja dengan pengetahuan yang kita miliki, karena itu ia
mendasarkan adanya hal-hal yang tidak terbatas.
2. Untuk membuktikan adanya Allah ialah penguraian. Menurut Anselmus, apa yang kita
sebut Allah memiliki suatu pengertian yang lebih besar dari segala sesuatu yang bisa kita
pikirkan. Cara kedua yang dipaparkan oleh Anselmus ini tidak sepenuhnya bisa digunakan
untuk semua tingkat pemikiran. Teori ini ingin mengutarakan bahwa Allah yang dipahami
berbeda dengan pengertian-pengertian ataupun pemahaman yang lain. Tidak dipahami
seperti suatu pemahaman yang semu, seperti pulau yang terindah yang dipikirkan orang
atau dikhayalkan, belum tentu benar-benar ada dalam kenyataan. Hanya pengertian tentang
Dewi Purnamasari | 2012 | Filsafat Ilmu | Anselmus dari Canterbury 3 Allah sebagai tokoh yang jauh lebih besar daripada segala sesuatu itulah yang menurut
adanya realitas yang sesuai dengan pengertian itu.
Secara singkat sebagai berikut:
1. Kita semua satu bahwa dengan nama “Allah” dimaksudkan hal yang tidak dapat dipikirkan
lebih besar lagi (“id quo nihil maius cogitari potest”). Dengan perkataan lain, dengan nama
“Allah” kita maksudkan hal yang lebih besar dari hal lain yang dapat dipikirkan.
2. Tidak mungkin hal yang tidak dapat dipikirkan lebih besar lagi, hanya berada dalam
pemikiran saja, karena hal yang ada dalam pemikiran saja bukanlah hal yang terbesar,
sebab lebih besar lagi ialah berada dalam kenyataan.
2. Monologian
Dalam buku Monologion ini, Anselmus tidak hanya menawarkan suatu argumen tentang
eksistensi Allah, melainkan juga berbagai atribut yang dikenakan kepada Allah. Jika dalam
argumen Monologion Anselmus hanya membuktikan keberadaan Allah, dan mengabaikan
sifat-sifat ilahi, maka argumen dalam buku Monologion yang berbicara tentang eksistensi
Allah tersebut, dianggap kurang orisinil. Tetapi, pada kenyataannya, tidak ada yang lebih
besar dari apa yang dapat kita pikirkan, yang ternyata memberikan hasil yang sangat
mengagumkan. Tuhan harus menjadi Yang Mahakuasa, sebab kalau tidak demikian berarti
ada seseorang yang lebih besar daripada-Nya. Akan tetapi tidak ada yang lebih besar dari apa
yang kita pikirkan, maka Allah adalah Mahakuasa. Ia maha adil, maha kasih, dan maha baik.
Dalam bukunya ini Anselmus memberikan bukti-bukti tentang adanya Allah melalui tiga
cara, sebagai berikut :
1. Yang baik secara relatif mengandaikan adanya yang baik secara mutlak. Yang baik secara
mutlak itu disebut Allah.
2. Fakta bahwa semua hal berada dalam hal yang sama dan karena itu harus ada Sesuatu
penyebab mula dan segala yang ada ini. Penyebab itu disebut Allah.
3. Fakta adanya berbagai tingkat kesempurnaan. Hal itu mengandaikan adanya kesempurnaan
yang mutlak yang disebut Allah.
Selain kedua buku tersebut, Anselmus juga memiliki karya terkenal lainnya yaitu “Cur
Deus Homo” (Mengapa Allah Menjadi Manusia?). Dalam karyanya ini, Anselmus
mengatakan bahwa Allah harus menjadi manusia demi menyelamatkan dosa-dosa kita. Dalam
Cur Deus Homo, Anselmus dituduh merendahkan martabat Allah sebagai manusia. Anselmus
mengatakan bahwa Allah harus menjadi manusia dan mati demi dosa-dosa kita. Seandainya
Allah menjadi manusia, maka manusia yang merupakan gambaran Allah, akan binasa oleh
dosa itu sendiri. Karena Allah Maha Pengasih, maka Ia sendiri harus menjadi manusia demi
memulihkan kehormatan-Nya yang telah rusak. Meskipun manusia telah berbuat dosa tetapi
Allah menebusnya, sebab Allah Maha Pengasih dan hanya Dia yang akan menebusnya. Allah
menjadi manusia melalui Yesus Kristus putera-Nya yang tunggal, yang wafat disalib demi
menebus dosa manusia. Dalam Cur Deus Homo, Anselmus mau menunjukkan bahwa
penjelmaan dan salib merupakan hal yang pantas dan masuk akal. Tuduhan bahwa tidak
pantas Allah menjadi manusia, telah dijawab oleh Anselmus, sehingga orang yang belum
percaya diarahkan kepada kebenaran.
Pemikiran yang dikembangkan oleh Anselmus kurang lebih sama dengan pemikiran
Agustinus dan Johanes Scotus Eriugena. Anselmus percaya bahwa iman adalah langkah awal
untuk mengerti, dan bukan sebaliknya. Anselmus mengemukakan bahwa kebenaran yang
diwahyukan harus dipercaya terlebih dahulu, karena akal manusia tidak mampu untuk
menyatakan suatu kebenaran itu. Wahyu yang diturunkan merupakan suatu kebenaran yang
Dewi Purnamasari | 2012 | Filsafat Ilmu | Anselmus dari Canterbury 4 mutlak. Dalam hal ini, ia menyatakan bahwa iman bersifat bebas dan tidak terikat, serta tidak
memerlukan dasar-dasar akali. Namun demikian setiap orang tetap memiliki kepastian karena
iman, maka dengan sendirinya iman akan mendorong akal untuk menyelami kebenarankebenaran iman lebih lanjut.
PENUTUP
Anselmus membuktikan bahwa Allah benar-benar ada. Allah dirumuskan sebagai yang
terbesar yang dapat dibayangkan. Allah berada bukan hanya dalam khayalan tetapi juga dalam
kenyataan. Dalam pemikiran dan ajarannya, Anselmus memberikan suatu jawaban yang
masuk akal bahwa untuk mencapai suatu gambaran yang mendalam tentang Allah, pertamatama, kita harus memiliki iman atau percaya terlebih dahulu. Ia menegaskan bahwa budi harus
dipergunakan dalam keagamaan. Hal ini bukan berarti bahwa budi adalah segala-galanya,
tetapi melalui agama atau kepercayaan, orang dapat sampai kepada suatu pengertian yang
jelas. Melalui agama atau kepercayaan, manusia dituntun untuk lebih mengerti tentang Tuhan,
manusia, dan dunia. Menurut Anselmus iman adalah langkah awal untuk mengerti Allah, dan
bukan sebaliknya. Untuk itu orang yang mencari kebenaran akan Allah harus bertitik tolak
pada iman. Menurutnya, iman yang mendalam, disertai dengan pengetahuan akali, akan
memberi suatu pandangan yang lebih mendalam atas segala sesuatu, baik tentang Allah,
manusia maupun dunia. Dengan demikian, suatu kebenaran yang terkandung di dalam Kitab
Suci, mampu dijelaskan secara rasional serta mendalam. Argumentasi ontologisnya (informasi
yang dapat mengarah ke penemuan sesuatu yang penting) menghantarkan suatu pemahaman
kepada suatu kepercayaan dan keyakinan akan Allah.
Daftar Pustaka
Bertens, K., Ringkasan Sejarah Filsafat, Yogyajarta: Kanisius, 1998.
Hadiwijono, Harun. Sari Filsafat Barat Jilid 1. Yogyakarta: Kanisius, 1990.
Tafsi, Ahmad. Filsafat Umum Akal dan Hati dari Thales sampai Capra. Bandung:PT Remaja
Rosdakarya, 2009.
*)
Penyusun
Nama
Mata Kuliah
Dosen
Prodi
: Dewi Purnamasari
: Filsafat Ilmu
: Afid Burhanuddin, M.Pd.
: Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Pacitan.
Dewi Purnamasari | 2012 | Filsafat Ilmu | Anselmus dari Canterbury 5 
Download