Analisis Pengaruh Perubahan Indikator

advertisement
ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN INDIKATOR
MAKROEKONOMI TERHADAP PERDAGANGAN TEKSTIL
INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
OLEH
YUDI ADITYA
H14070103
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
YUDI ADITYA. Analisis Pengaruh Perubahan Indikator Makroekonomi
Terhadap Perdagangan Tekstil Indonesia di Pasar Internasional. Dibimbing Oleh
DEDI BUDIMAN HAKIM.
Industri tekstil sebagai sebuah sektor industri manufaktur merupakan
sektor yang dapat diunggulkan karena berkaitan dengan peranannya dalam
memberikan sebuah kontribusi yang besar terhadap tingkat Produk Domestik
Bruto (PDB) Indonesia. Salah satu keunggulan dari sektor industri tekstil ini
sendiri adalah dikarenakan permintaan yang masih cukup tinggi melihat dari
kebutuhan manusia akan hasil dari produk tekstil, yaitu kebutuhan sandang.
Disamping sebagai kebutuhan primer, ternyata produk tekstil juga masih
dibutuhkan dalam industri-industri lainnya. Dengan kata lain, sektor industri
tekstil masih sangat signifikan berpengaruh jika dikaitkan dengan hubungannya
terhadap tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Namun ternyata,
tingkat volume ekspor tekstil Indonesia masih memiliki ketergantungan terhadap
beberapa indikator makroekonomi lainnya seperti tingkat nilai tukar rupiah, suku
bunga, dan tingkat inflasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh perubahan
indikator makroekonomi terhadap perdagangan tekstil Indonesia di pasar
internasional, dan mengidentifikasikan sifat dari hubungan antara perubahan
indikator makroekonomi terhadap perdagangan tekstil Indonesia di pasar
internasional. Beberapa indikator yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah
perubahan yang terjadi pada nilai tukar, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, dan
perubahan pada Produk Domestik Bruto terhadap perubahan volume ekspor tekstil
Indonesia di pasar internasional.
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang di dapat dari
beberapa instansi, seperti Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Asosiasi
Pertekstilan Indonesia, Kementrian Perindustrian, Kementrian Perdagangan,
WTO, dan lainnya. Data sekunder yang dimaksud adalah data tentang nilai tukar,
volume ekspor tekstil Indonesia, suku bunga, inflasi, dan PDB Indonesia dari
tahun 2003 hingga tahun 2010 dengan bentuk data time series triwulanan. Metode
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Vector Autoregression
(VAR) dengan menggunakan software E-Views 6. Dalam metode pengolahan
data, variabel berupa volume ekspor tekstil Indonesia digunakan sebagai variabel
dependen, sedangkan variabel seperti nilai tukar, suku bunga, inflasi dan PDB
digunakan sebagai variabel independen.
Hasil pengolahan data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada
periode triwulanan dari tahun 2003 hingga 2010 terdapat hubungan kausalitas
Granger satu arah antara perubahan nilai tukar dengan tingkat volume ekspor
tekstil Indonesia pada lag 1. Hal tersebut mengandung arti bahwa perubahan yang
terjadi pada variabel nilai tukar hanya mempengaruhi tingkat volume ekspor
tekstil Indonesia, dan tidak sebaliknya volume ekspor tekstil Indonesia
mempengaruhi nilai tukar. Hubungan kausalitas Granger juga terjadi antara
perubahan antara suku bunga dengan inflasi pada lag 1. Disamping itu, hasil
lainnya dalam uji kointegrasi, menjelaskan bahwa hubungan yang terjadi antara
variabel yang digunakan tidak memiliki hubungan jangka panjang, melainkan
hanya terdapat hubungan jangka pendek saja. Hal ini berkaitan erat dengan sifat
dari pergerakan fluktuasi nilai tukar itu sendiri yang bergerak secara mingguan
bahkan harian. Oleh karena itu, dengan pergerakan nilai tukar yang terjadi
tersebut, akan menyulitkan seseorang dalam memproyeksikan tingkat perubahan
yang terjadi pada volume ekspor tekstil Indonesia, tingkat suku bunga, tingkat
inflasi, dan juga tingkat Produk Domestik Bruto Indonesia.
Berdasarkan dari hasil penelitian tersebut juga terdapat upaya yang
semestinya dilakukan oleh pemerintah guna meningkatkan volume ekspor tekstil
di Indonesia dilihat dari kaitannya terhadap beberapa indikator makroekonomi.
Seperti peran intervensi pemerintah dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,
dengan nilai tukar rupiah yang bersifat stabil pada level tertentu, maka volume
ekspor tekstil Indonesia akan dapat dengan mudah dikontrol. Namun, terlepas dari
itu, pemerintah juga harus menjaga ketersediaan produk tekstil untuk pasar
domestik. Disamping dengan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, indikator
lainnya dalam menjaga tingkat volume ekspor tekstil Indonesia di pasar
internasional seperti penetapan tingkat suku bunga, intervensi dalam menjaga
tingkat inflasi Indonesia juga patut menjadi sebuah pertimbangan. Kaitannya
dalam perubahan tingkat suku bunga dan tingkat inflasi lebih mempertimbangkan
pandangan pasar yang akan digarap. Pemerintah dalam hal ini dituntut untuk
menjaga ketersediaan produk tekstil tidak hanya untuk pasar internasional saja,
melainkan untuk pasar domestik juga harus menjadi sebuah pertimbangan
tersendiri. Karena kelangkaan akan terjadi apabila pemerintah hanya
memfokuskan tingkat volume ekspor tekstil Indonesia di pasar internasional
dibandingkan ketersediaannya untuk pasar domestik itu sendiri yang berpotensi
dalam meningkatkan tingkat inflasi Indonesia.
ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN INDIKATOR
MAKROEKONOMI TERHADAP PERDAGANGAN TEKSTIL
INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
OLEH
YUDI ADITYA
H14070103
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Perubahan Indikator Makroekonomi
Terhadap Perdagangan Tekstil Indonesia di Pasar
Internasional.
Nama
: Yudi Aditya
NRP
: H14070103
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
NIP. 19641022 198903 1 003
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG
BERJUDUL
“ANALISIS
PENGARUH
PERUBAHAN
INDIKATOR
MAKROEKONOMI TERHADAP PERDAGANGAN TEKSTIL INDONESIA
DI PASAR INTERNASIONAL” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA
SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI
ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA
MANAPUN.
Bogor, September 2011
Yudi Aditya
H14070103
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 01 Mei 1989. Penulis adalah
anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Hendi Koswara Adijaya dan
Ibu Yuliar. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Manggarai 01 Pagi
pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004
di SMPN 3 Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 26 Jakarta
diselesaikan pada tahun 2007.
Penulis melanjutkan pendidikannya di Departemen Ilmu ekonomi,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2007. Selama menjadi
mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan dan organisasi departemen
maupun fakultas, tercatat diantaranya HIPOTESA (Himpunan Profesi dan
Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan) Divisi Distro (The Bussiness
Troop, 2008-2009), MPF (Masa Perkenalan Fakultas) dan MPD (Masa
Perkenalan Departemen)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Volatilitas Nilai
Tukar Terhadap Perdagangan Tekstil di Indonesia”. Skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana
di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah mendukung baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, sebagai bentuk rasa
syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
dan penghargaan kepada:
1.
Kedua orang tua saya yang tercinta, yaitu Bapak Hendi Koswara Adijaya dan
Ibu Yuliar yang tidak berhenti memberikan do’a dan dukungan materi
maupun moral terhadap penulis selama penyelesaian skripsi ini.
2.
Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku dosen pembimbing atas
perhatian,
bimbingan, arahan, saran, waktu, dan kesabaran yang telah
diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
3.
Bapak Alla Asmara, M.Si selaku dosen penguji utama pada ujian sidang
penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran
yang bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi ini.
4.
Ibu Ranti, M.Si selaku penguji dari komisi pendidikan atas waktunya serta
pemberian masukan dalam perbaikan tata bahasa dan tata cara penulisan yang
bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi ini.
5.
Kakak saya tercinta, Vitriani Rahayu, S.Pt atas do’a, dukungan, kritik, dan
saran, serta menjadi salah satu tolak ukur penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
6.
Nhimas Antyan Banumastya yang selalu memberikan semangat, do’a,
perhatian, dukungan, dan selalu menemani penulis di saat apapun sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
7.
Avy Luthfiandy, Embang Maryana dan M. Rafili sebagai teman satu
bimbingan atas dukungan dan kerjasamanya.
8.
Teman-teman Ilmu Ekonomi 44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu
atas dukungan, saran, kritik, dan semangatnya selama pengerjaan skripsi ini.
9.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuannya
terhadap penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan. Dengan penuh kerendahan hati, penulis meminta maaf yang
sebesar-besarnya. Penulis berharap semoga dengan adanya penulisan ini dapat
berguna bagi pihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2011
Yudi Aditya
H14070103
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................
v
I.
PENDAHULUAN ................................................................
1.1 Latar Belakang ...............................................................
1.2 Perumusan Masalah .......................................................
1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................
1.4 Manfaat Penelitian .........................................................
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .............................................
1
1
6
10
10
11
II.
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................
2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi .........................................
2.1.1 Definisi Produk Domestik Bruto...............................
2.2 Definisi Industri .............................................................
2.3 Nilai Tukar ......................................................................
2.4 Suku Bunga .....................................................................
2.5 Inflasi ..............................................................................
2.6 Pengertian Ekspor – Impor .............................................
2.7 Pentingnya Perdagangan Internasional ...........................
2.8 Model Umum Vector Autoregression (VAR) ................
2.9 Penelitian Terdahulu .......................................................
2.9.1 Penelitian tentang Industri Tekstil dan Modelnya ...
2.9.2 Penelitian tentang Nilai Tukar dan Modelnya .........
2.10 Kerangka Pemikiran .......................................................
2.11 Perkembangan Industri Tekstil di Indonesia ..................
12
12
15
17
19
23
25
26
27
31
36
36
38
39
42
III. METODE PENELITIAN ....................................................
3.1 Jenis dan Sumber Data ....................................................
3.2 Metode Analisis Data .....................................................
3.2.1 Uji Stasioneritas .....................................................
3.2.2 Uji Kausalitas Granger ..........................................
3.2.3 Uji Kointegrasi (Cointegration Test) .....................
3.2.4 Uji Optimum Lag ...................................................
3.2.5 Uji Stabilitas VAR .................................................
3.2.6 Model VAR First Difference .................................
3.3 Alat Analisis Data ...........................................................
44
44
44
45
45
45
45
46
46
47
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................
4.1 Pengujian Akar Unit (Unit Root Test) ...............................
4.2 Uji Optimum Lag .............................................................
4.3 Uji Stabilitas VAR ...........................................................
4.4 Uji Granger Causality .....................................................
4.5 Uji Kointegrasi ................................................................
4.6 Model VAR .....................................................................
48
48
50
51
51
53
55
V.
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................
5.1 Kesimpulan ........................................................................
5.2 Saran ................................................................................
58
58
59
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................
61
LAMPIRAN .....................................................................................
63
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
Halaman
Peranan Komoditi Tekstil Indonesia Dalam Perdagangan
Dunia Tahun 2000-2009 (%) ................................................
2
2.
Pertumbuhan Ekspor Tekstil Dunia Tahun 1980-2009 (%) ..
3
3.
Perkembangan Ekspor Impor Tekstil Indonesia Tahun
2000-2009 (Juta US$) ...........................................................
5
4.
Hasil Uji Akar Unit ...............................................................
49
5.
Hasil Uji Optimum Lag .........................................................
50
6.
Hasil Uji Stabilitas VAR ......................................................
51
7.
Hasil Uji Granger Causality .................................................
52
8.
Hasil Uji Kointegrasi ............................................................
53
9.
Model VAR ...........................................................................
56
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1.
2.
3.
Halaman
Laju Pertumbuhan Industri Tekstil Indonesia Tahun
2005-20009 (%) ..................................................................
8
Perkembangan Triwulanan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US$
Tahun 2005-2009 (%) ..........................................................
8
Perkembangan Triwulanan Produk Domestik Bruto Indonesia
Tahun 2005-2009 (%) ..........................................................
9
4.
Alur Estimasi Vector Autoregression (VAR). ......................
34
5.
Kerangka Pemikiran ..............................................................
41
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Hasil Pengujian Akar Unit ....................................................
64
2. Hasil Pengujian Optimum Lag .............................................
69
3. Hasil Pengujian Stabilitas VAR . ..........................................
70
4. Hasil Pengujian Granger Causality .....................................
71
5. Hasil Pengujian Kointegrasi .................................................
72
6. Model VAR First Difference . ..............................................
73
1 I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor
perdagangan di Indonesia. Istilah tekstil yang dikenal saat ini berasal dari bahasa
latin, yaitu “texere” yang berarti menenun. Dalam hubungannya dengan
perdagangan, tekstil biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia,
yaitu kebutuhan sandang yang berupa pakaian. Akan tetapi, selain untuk
kebutuhan sandang, tekstil juga dapat digunakan untuk hal-hal lainnya. Sebagai
contoh, tekstil digunakan dalam bentuk kain pembungkus jok mobil maupun
motor dalam industri otomotif.
Sektor industri manufaktur seperti industri tekstil ini sendiri memiliki
peranan yang cukup signifikan dalam perekonomian Indonesia dilihat dari dua
sisi, yaitu peranannya terhadap ekspor manufaktur dan kemampuannya dalam
menghasilkan cadangan devisa. Oleh karena itu, pemerintah harus terus
melakukan upaya guna mendorong pertumbuhan industri manufaktur, tidak hanya
memperhatikan kondisi dalam negeri saja, tetapi dalam konteks perdagangan
internasonal. Peranan industri tekstil bagi perekonomian dunia dapat diamati dari
beberapa sudut pandang, salah satunya adalah dari sisi perdagangan internasional.
Dari data Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa selama kurun waktu dari tahun 2000
hingga tahun 2009, peranan tekstil baik dalam perdagangan komoditi dunia
maupun ekspor manufaktur dunia menunjukkan kecenderungan yang menurun di
setiap tahunnya.
2 Tabel 1.1 Peranan Komoditi Tekstil Indonesia Dalam Perdagangan Dunia
Tahun 2000-2009 (%)
2000
Share terhadap perdagangan
komoditi dunia (%)
2,5
Share terhadap ekspor manufaktur
dunia (%)
3,4
2001
2,5
3,3
2002
2,4
3,2
2003
2,3
3,1
2004
2,2
3,0
2005
2,0
2,8
2006
1,9
2,6
2007
1,7
2,5
2008
1,6
2,4
2009
1,7
2,5
Tahun
Sumber : WTO (2000–2009)
Berkaitan dengan peranannya sebagai sektor industri, pada dasarnya
menunjukkan bahwa industri tekstil memberikan kontribusi yang besar dalam hal
penyerapan tenaga kerja dan kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB). Namun sayangnya, ternyata industri tekstil ini terhambat oleh beberapa
kendala mulai dari persaingan pasar domestik maupun pasar internasional,
peningkatan harga bahan baku sebagai akibat tidak langsung dari naiknya harga
minyak dunia, mesin-mesin produksi tekstil yang sebagian besar merupakan
mesin yang sudah tua, tingginya biaya produksi, terbatasnya kapasitas industri,
tidak kondusifnya kebijakan perbankan, rendahnya tingkat produktivitas tenaga
kerja akibat pola produksi yang cenderung bersifat padat karya, dan masih
terbatasnya industri penunjang, serta ketidakefisienan dan lemahnya dukungan
sektor jasa dalam negeri. Hambatan-hambatan tersebut perlu ditinjau lebih dalam
3 dikarenakan semakin terbukanya sifat perekonomian Indonesia dan semakin
diterimanya ideologi perdagangan bebas antar berbagai negara di dunia.
Pertumbuhan ekspor tekstil dunia selama kurun waktu 29 tahun terakhir
menunjukkan angka yang fluktuatif dari tahun 1980 hingga tahun 2009. Pada
Tabel 1.2, dapat menggambarkan bahwa petumbuhan ekspor tekstil dunia
mengalami stagnansi. Selama periode waktu tersebut (1980–2009), pertumbuhan
ekspor tekstil dunia rata-rata adalah sebesar 4%. Tingkat pertumbuhan ekspor
tekstil dunia dalam Tabel 1.2 yang cenderung tidak stabil di setiap tahunnya, jelas
mengindikasikan bahwa hambatan-hambatan yang ada dalam perdagangan
industri tekstil masih harus diperhatikan.
Tabel 1.2 Pertumbuhan Ekspor Tekstil Dunia Tahun 1980-2009 (%)
Tahun
Pertumbuhan Ekspor Tekstil Dunia
1980 – 1985
-1
1985 – 1990
15
1990 – 1995
8
1995 – 2000
0
2000
5
2001
-5
2002
5
2003
13
2004
12
2005
4
2006
8
2007
9
2008
5
2009
-17
Sumber : WTO (1980–2009)
4 Tingkat pergerakan nilai tukar selain dapat mempengaruhi pergerakan
pertumbuhan tekstil, juga menjadi instrument penting dalam menentukan
pergerakan perdagangan tekstil Indonesia. Tingkat pergerakan nilai tukar secara
komprehensif dapat di lihat dari beberapa faktor, yaitu peranan stabilitas ekonomi,
pasar modal internasional, dan perdagangan internasional. Pengamatan mengenai
pengaruh nilai tukar terhadap pergerakan perdagangan tekstil berdasarkan teori
produsen
atas
ketidakpastian
(uncertainty)
industri
menjelaskan
bahwa
profitabilitas industri berkaitan dangan pergerakan nilai tukar. Hal ini berarti,
pergerakan nilai tukar yang semakin tinggi akan memberikan ketidakpastian
terhadap keuntungan suatu industri yang akan berdampak terhadap kegiatan
produksi di kemudian hari.
Baron (1976), menyatakan bahwa peningkatan pergerakan nilai tukar akan
memberikan keuntungan terhadap perdagangan jika instrument hedging tersedia.
Pada umumnya, kasus ini banyak terjadi pada eksportir yang risk lovers. Akan
tetapi, De Grauwe (1988) juga menyatakan bahwa hubungan positif antara
pergerakan nilai tukar dengan perdagangan dapat meningkat pada industri yang
risk averse, karena industri yang risk averse mengkhawatirkan adanya skenario
terburuk ketika resiko meningkat, maka upaya untuk mencegah penurunan yang
drastis atas penerimaan ekspor adalah melalui peningkatkan volume ekspor.
Tabel 1.3 di bawah ini, dapat menjelaskan perkembangan perdagangan
ekspor impor tekstil Indonesia, dimana pada perkembangan perdagangan ekspor
tekstil Indonesia menunjukkan angka yang fluktuatif, berbeda dengan
perkembangan perdagangan impor tekstil Indonesia yang cenderung menurun.
5 Dari Tabel 1.3, dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 terjadi peningkatan
ekspor tekstil di Indonesia yang mencapai angka sebesar 3829 (juta US$).
Disamping itu, dari Tabel 1.3, kita juga dapat melihat bahwa lonjakan impor
tekstil di Indonesia terjadi pada tahun 2008 yang mencapai angka sebesar 3262
(juta US$), berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang cenderung menurun.
Tabel 1.3 Perkembangan Ekspor Impor Tekstil Indonesia
Tahun 2000–2009 (Juta US$)
Tahun
Ekspor Tekstil
Impor Tekstil
2000
3505
1251
2001
3202
1088
2002
2909
866
2003
2921
623
2004
2961
712
2005
3353
756
2006
3614
730
2007
3829
785
2008
3675
3262
2009
3208
2802
Sumber : WTO (2000–2009)
Dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat,
hubungan antar negara akan menjadi saling terkait dan mengakibatkan
peningkatan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar negara.
Terjadinya perubahan indikator makroekonomi negara lain, secara tidak langsung
akan berdampak terhadap indikator makroekonomi suatu negara. Selain faktor
suku bunga dan inflasi, nilai tukar mata uang juga merupakan faktor penting dari
kondisi ekonomi suatu negara.
6 Nilai tukar sangat berperan dalam perdagangan suatu negara, dimana nilai
tukar merupakan sesuatu yang paling kritis bagi mayoritas ekonomi pasar bebas
dunia. Akan tetapi, nilai tukar juga berpengaruh pada skala yang lebih kecil
seperti mempengaruhi pendapatan riil dan investasi seseorang. Dalam hal ini,
posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sangat ditentukan oleh
mekanisme pasar.
1.2.
Perumusan Masalah
Secara garis besar, pergerakan pertumbuhan tekstil di Indonesia ini
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor permintaan dan faktor penawaran. Dari
sisi faktor permintaan, pergerakan pertumbuhan ekspor tekstil Indonesia
dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia. Artinya, hal ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi
Indonesia dengan volume ekspor tekstil di Indonesia. Di sisi lain, yaitu faktor
penawaran, pergerakan pertumbuhan ekspor tekstil sangat dipengaruhi oleh daya
saing yang dapat dicerminkan dari nilai tukar riil dan beberapa hambatan
domestik. Artinya, terdapat hubungan positif yang signifikan antara nilai tukar riil
efektif dengan volume ekspor tekstil di Indonesia. Hasilnya akan menunjukkan
bahwa semakin tinggi depresiasi nilai tukar riil efektif, maka semakin murah nilai
ekspor manufaktur Indonesia dan semakin tinggi volume ekspor nonmigas
manufaktur.
Potensi pertumbuhan tekstil Indonesia sebenarnya sangat besar mengingat
jumlah penduduk Indonesia dan pasar internasional yang sangat potensial untuk di
garap sebagai bagian dari upaya meningkatkan mutu tekstil Indonesia dalam
7 menghadapi hambatan daya saing dari sisi penawaran. Akan tetapi, untuk
menunjang peningkatan mutu tekstil ini, diperlukan perubahan, yaitu perubahan
dari produk massal ke produk lifestyle sehingga produk tekstil Indonesia dapat
bersaing dengan produk serupa dari negara lain dan juga dibutuhkan peran dari
pelaku industri tekstil tersebut dalam hal pemasaran, desain yang baik dan industri
yang kompeten.
Disamping itu, dibutuhkan peran Asosiasi Tekstil Indonesia (API) dalam
membawa industri tekstil dan produk tekstil Indonesia kearah yang semakin
berkembang. Hal seperti ini diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan tekstil
Indonesia karena akan memicu adanya persaingan positif antar industri tekstil di
Indonesia. Oleh karena itu, penilaian terhadap industri tekstil diharapkan dapat
mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia mengingat bahwa tekstil merupakan
kebutuhan pokok bagi seluruh manusia.
Kinerja perdagangan tekstil Indonesia memperlihatkan bahwa nilai tukar
mempunyai pengaruh yang tidak pasti terhadap ekspor tekstil Indonesia. Dalam
hal pengukuran pengaruh pergerakan nilai tukar terhadap ekspor menunjukkan
hasil yang sangat beragam. Pada Gambar 1.1, menunjukkan laju pertumbuhan
industri tekstil Indonesia. Dalam Gambar 1.1 dibawah ini memperlihatkan laju
pertumbuhan industri tekstil Indonesia dalam kurun waktu triwulanan dimana
terjadi pergerakan yang cukup signifikan pada awal tahun 2005. Namun, pada
triwulan ke 3 tahun 2008, juga terjadi penurunan pertumbuhan industri tekstil di
Indonesia. Dalam gambar tersebut, dapat dilihat bahwa pergerakan nilai tukar
mempengaruhi laju pertumbuhan tekstil Indonesia.
8 Laju Pertumbuhan Tekstil Indonesia
150
100
50
0
‐50
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2005
2006
2007
2008
2009
Sumber : Bank Indonesia (2005-2009)
Gambar 1.1 Laju Pertumbuhan Industri Tekstil Indonesia
Tahun 2005–2009 (%)
Adapun pengaruh nilai tukar terhadap laju pertumbuhan industri tekstil
Indonesia, Gambar 1.2 menunjukkan bahwa penurunan laju pertumbuhan industri
tekstil Indonesia yang terjadi pada tahun 2008 diakibatkan adanya pergerakan
nilai tukar yang sangat mencolok pada tahun tersebut. Pada tahun tersebut, nilai
tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika meningkat sebesar 19,5% atau naik dari
9.219 per Dollar Amerika ke 11.630 per Dollar Amerika.
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
25
20
15
10
5
0
‐5
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
‐10
‐15
2005
2006
2007
2008
2009
Sumber : Bank Indonesia (2005-2009)
Gambar 1.2 Perkembangan Triwulanan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US$
Tahun 2005–2009 (%)
9 Disamping pergerakan nilai tukar yang mempengaruhi laju pertumbuhan
industri tekstil Indonesia, namun ternyata, hal tersebut juga berpengaruh terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Gambar 1.3 dapat menjelaskan adanya
pengaruh pergerakan nilai tukar dan laju pertumbuhan industri tekstil Indonesia
terhadap PDB Indonesia. Pada gambar-gambar sebelumnya, menjelaskan bahwa
pada tahun 2008, nilai tukar yang melonjak mengakibatkan penurunan laju
pertumbuhan industri tekstil di Indonesia. Tetapi, ternyata tidak hanya laju
pertumbuhan industri tekstil saja yang menurun, namun PDB Indonesia pada
triwulan ke 3 tahun 2008 juga mengindikasikan adanya penurunan akibat dari
pergerakan nilai tukar rupiah yang melonjak naik.
PDB Indonesia
7
6
5
4
3
2
1
0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2005
2006
2007
2008
2009
Sumber : Bank Indonesia (2005-2009)
Gambar 1.3 Perkembangan Triwulanan Produk Domestik Bruto Indonesia
Tahun 2005–2009 (%)
Berdasarkan beberapa uraian diatas, maka dapat didefinisikan perumusan
masalah yang akan dijawab dalam penelitian adalah sebagai berikut :
10 1. Bagaimana pengaruh perubahan indikator makroekonomi terhadap
perdagangan tekstil Indonesia di pasar internasional. Apakah saling
mempengaruhi satu sama lain?
2. Dengan melihat bahwa tingkat pertumbuhan dan perkembangan
ekspor tekstil Indonesia di pasar internasional yang fluktuatif,
bagaimana
sifat
yang
terjadi
antara
perubahan
indikator
makroekonomi terhadap perdagangan tekstil Indonesia di pasar
internasional?
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari perumusan masalah yang ada, dapat disimpulkan
beberapa tujuan dari penelitian ini, yaitu :
1. Menganalisis
pengaruh
perubahan
indikator
makroekonomi
Indonesia terhadap perdagangan tekstil Indonesia di pasar
internasional.
2. Mengidentifikasi
hubungan
antara
beberapa
indikator
makroekonomi Indonesia terhadap perdagangan tekstil Indonesia
di pasar internasional.
1.4.
Manfaat Penelitian
Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini, diantaranya :
1. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi institusi terkait guna
meningkatan
kinerja
industri
tekstil
Indonesia
dalam
hal
menghadapi perkembangan perdagangan internasional dilihat dari
11 pengaruh pergerakan nilai tukar terhadap perdagangan tekstil di
Indonesia.
2. Dapat
menjadi
bahan
evaluasi
terhadap
peran
intervensi
pemerintah yang berguna dalam membangun industri tekstil
Indonesia di pasar internasional.
3. Dapat menjadi informasi tambahan dan referensi bagi peneliti
selanjutnya di bidang yang sama.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari kesalahan persepsi dalam memahami penelitian ini,
maka dari itu penulis membatasi pembahasan hanya pada pengaruh perubahan
variabel makroekonomi Indonesia terhadap perdagangan tekstil Indonesia, di
pasar internasional khususnya perdagangan ekspor tekstil Indonesia. Hal ini
terkait pada pertumbuhan dan perkembangan ekspor tekstil Indonesia. Metode
analisis pada penelitian ini menggunakan metode Vector Autoregression (VAR)
untuk mengidentifikasikan hubungan pengaruh perubahan beberapa variabel
makroekonomi terhadap perdagangan tekstil Indonesia di pasar internasional.
12 II.
TINJAUAN PUSTAKA
Di dalam bab ini akan dijelaskan tentang teori-teori yang berkaitan dengan
judul skripsi “Analisis Pengaruh Fluktuasi Nilai Tukar Terhadap Perdagangan
Tekstil Indonesia di Pasar Internasional.”
2.1.
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi
perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih
baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi juga dapat diartikan sebagai
penjelasan mengenai faktor-faktor yang menentukan kenaikan output per kapita
dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai interaksi faktor-faktor tersebut
satu sama lain sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 1989:2).
Perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila jumlah balas jasa riil
terhadap penggunaan faktor-faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar
daripada tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi didalam konteks pembangunan ekonomi hanya
merupakan salah satu aspek yang lebih menekankan pada peningkatan output
agregat khususnya output agregat per kapita atau dapat dikatakan bahwa
keberhasilan pertumbuhan ekonomi lebih bersifat kuantitatif yang ditunjukkan
dengan adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi
yang dihasilkan. Terdapat banyak teori pertumbuhan ekonomi, akan tetapi, tidak
satu teori pun yang komprehensif yang dapat menjadi standar yang baku, karena
masing-masing teori memiliki kekhasan sendiri-sendiri sesuai dengan latar
belakang teori tersebut.
13 Adapun beberapa indikator yang digunakan untuk menghitung tingkat
pertumbuhan ekonomi, yaitu :
a. Tingkat Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
b. Tingkat Pertumbuhan Produk Nasional Bruto (PNB)
Dalam praktek angka, PNB kurang lazim digunakan, sebaliknya yang
paling populer digunakan adalah PDB, karena angka PDB hanya melihat batas
wilayah dan terbatas pada negara yang bersangkutan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu :
a. Faktor Sumber Daya Manusia
Sama halnya dengan pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga
dipengaruhi oleh sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia
merupakan faktor terpenting dalam pembangunan, cepat lambatnya proses
pembangunan tergantung kepada sejauh mana sumber daya manusia
selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk
melaksanakan proses pembangunan.
b. Faktor Sumber Daya Alam
Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam
dalam melaksanakan proses pembangunannya. Namun demikian, sumber
daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembangunan
ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampuan sumber daya
manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber
daya alam yang dimaksud diantaranya adalah kesuburan tanah, kekayaan
mineral, tambang, kekayaan hasil hutan, dan kekayaan laut.
14 c. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat
mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja
yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin
canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas, dan kuantitas
serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada
akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan ekonomi.
d. Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan
ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit
atau pendorong proses pembangunan tetapi, dapat juga menjadi
penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan
diantaranya adalah sikap kerja keras dan cerdas, jujur, ulet, dan
sebagainya.
Adapun
budaya
yang
bersifat
sebagai
penghambat
pembangunan diantaranya adalah sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan
sebagainya.
e. Faktor Sumber Daya Modal
Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah sumber daya
alam, serta meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sumber daya
modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan
dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga
dapat meningkatkan produktivitas.
Teori klasik juga membahas tentang petumbuhan ekonomi dengan
penekanan pada akumulasi kapital yang dapat meningkatkan output. Teori klasik
15 ini mengasumsikan bahwa fleksibilitas harga dan upah menciptakan kesempatan
kerja penuh (full employement). Faktor utama model ini adalah pertumbuhan
output total dan pertumbuhan penduduk. Adam Smith dalam bukunya yang
berjudul “An Iquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations” dengan
menyebutkan teorinya “The Invisible Hands” beranggapan bahwa peningkatan
output atau pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu
peningkatan spesialisasi kerja, sistem pembagian kerja dan penggunaan mesin
untuk meningkatkan produktivitas. Apabila ketiga metode tersebut dilakukan
maka peningkatan akumulasi kapital akan terjadi, yaitu :
Y = f (K, L) … … . … … … … … … … … … … … … … … 1
Dimana K adalah kapital dan L adalah tingkat produktivitas per pekerja.
Hal ini mengandung arti bahwa mekanisme pasar yang tidak memiliki intervensi
pemerintah akan meningkatkan kegiatan ekonomi, dengan demikian akumulasi
kapital dan pertumbuhan output dapat berlangsung. Dengan kata lain, dalam
mekanisme pasar, tanpa adanya intervensi pemerintah menyebabkan pertukaran
barang dan jasa dalam masyarakat akan menghasilkan adanya pembagian kerja
dan spesialisasi, yang akhirnya akan meningkatkan produktivitas.
2.1.1
Definisi Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu indikator terbaik
dalam mengetahui kinerja perekonomian nasional. Definisi dari Poduk Domestik
Bruto itu sendiri menurut McEachern (2000:146) adalah megukur nilai pasar dari
barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada dalam suatu
negara selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. PDB juga biasanya
16 digunakan untuk membandingkan perekonomian suatu negara dari waktu ke
waktu. Terdapat dua tipe dari PDB itu sendiri, antara lain :
1. Produk Domestik Bruto dengan harga berlaku atau PDB nominal, yaitu
nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun
yang dinilai menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut.
2. Produk Domestik Bruto dengan harga tetap atau PDB riil, yaitu nilai
barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai
menurut harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang seterusnya
digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahuntahun lainnya.
Perubahan PDB yang terjadi mencerminkan perubahan kuantitas output
produksi secara riil. Hal inilah yang dalam keseharian disebut dengan
pertumbuhan ekonomi. Jadi, pengertian pertumbuhan ekonomi tidak lain mengacu
kepada peningkatan nilai total barang dan jasa yang diproduksi suatu negara
dalam sebuah perekonomian.
Manfaat dengan adanya PDB mengacu kepada peran pemerintah, dalam
hal ini, PDB dapat digunakan untuk mengukur dan membandingkan kinerja
perekonomian serta melihat seberapa besar dampak, efisiensi, dan efektifitas
intervensi
pemerintah
terhadap
perekonomian
nasional.
Pemerintah
berkepentingan untuk memantau fluktuasi pendapatan nasional, baik dalam jangka
panjang maupun jangka pendek.
Terdapat dua macam pendekatan yang digunakan dalam perhitungan PDB
menurut McEachern (2000:147), yaitu :
17 1. Pendekatan pengeluaran adalah dengan menjumlahkan seluruh
pengeluaran agregat terhadap seluruh barang dan jasa akhir yang
diproduksi selama satu tahun. Terdapat empat komponen dalam
perhitungan PDB dengan menggunakan pendekatan ini yaitu,
konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor netto dengan
persamaan sebagai berikut :
Y = C + I + G + (X-M)… . … … … … . . . . … … … 2
Dimana Y merupakan PDB atau pengeluaran agregat, C merupakan
konsumsi, I merupakan investasi, G merupakan pengeluaran
pemerintah, dan (X-M) merupakan ekspor netto yang diperoleh dari
selisih antara X yang merupakan nilai ekspor dan M merupakan nilai
impor.
2. Pendekatan
pendapatan
adalah
dengan
menjumlahkan
seluruh
pendapatan agregat yang diterima selama satu tahun oleh mereka yang
memproduksi output tersebut. Jika diimplikasikan kedalam persamaan
menunjukkan bahwa :
Pengeluaran agregat = PDB = Pendapatan agregat… … … . 3
Dengan kata lain, perhitungan PDB berdasarkan pendekatan
pendapatan ini sama dengan penjumlahan semua pendapatan yang
diterima pemilik sumber daya dalam perekonomian karena sumber
dayanya digunakan dalam proses produksi.
2.2.
Definisi Industri
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau
barang setangah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk
18 mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi
adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga
dalam bentuk jasa.
Terdapat beberapa klasifikasi industri tekstil yang digunakan Indonesia
adalah sebagai berikut :
1. Sektor Hulu (upstream)
Adalah industri pembuat serat, yaitu serat tekstil, kapas, serat sintetik,
serat selulosa, dan bahan baku serat sintetik. Sektor ini merupakan sektor
yang sarat dengan teknologi tinggi dengan peralatan yang serba otomatis.
2. Sektor Menengah (midstream)
Terdiri dari industri pemintalan (spinning), penenunan (weaving), dan
pencelupan atau penyempurnaan (dyeing/finishing). Sektor ini bersifat
padat modal dan teknologi yang digunakan telah berkembang pesat, serta
sangat tergantung pada perubahan teknologi di luar teknologi tekstil.
Meskipun demikian, sektor menengah menyerap tenaga kerja yang lebih
besar dari sektor hulu, terutama pada sub sektor penenunan yang sangat
dipengaruhi oleh hasil kreativitas para designer dalam mengikuti fashion
trend. Di Indonesia, industri penenunan atau perajutan merupakan industri
besar, sedangkan di negara maju justru menjadi industri kecil yang
menerima job order dari industri besar.
3. Sektor Hilir (downstream)
Meliputi industri pakaian jadi (garment) atau produk tekstil, yaitu sektor
padat karya yang tidak padat modal, tetapi dengan modal kerja yang besar.
Industri garmen membutuhkan keputusan yang kompleks dalam
19 memperkirakan input dan outputnya. Adapun yang membuat berbeda
dengan industri lainnya, yaitu bahwa industri garmen adalah industri yang
padat karya, mencerminkan bahwa selama ini sistem komputerisasi tidak
dapat menggantikan keahlian tenaga kerja manusia. Menjahit adalah
contoh utama dimana proses ini tidak dapat diotomatiskan. Kekompakan
dan kecepatan team sangat dibutuhkan, karena fleksibilitas yang tinggi
diperlukan dalam melayani konsumen akhir yang sangat variatif. Melihat
dari segmen pasar dunia yang saat ini dikuasai oleh negara maju, misalnya
Perancis dan Italia untuk tekstil halus, sedangkan untuk tekstil kasar oleh
China. Oleh sebab itu, Indonesia harus berusaha untuk memasuki kelas
antara keduanya, dengan tujuan pasar utama adalah negara berkembang
yang tinggi tingkat perekonomiannya.
2.3.
Nilai Tukar
Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau
nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya (Salvatore, 1997).
Kenaikan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang
asing. Sedangkan, penurunan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut
depresiasi atas mata uang asing.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar adalah laju inflasi relatif,
tingkat pendapatan relatif, suku bunga relatif, kontrol pemerintah, dan ekspektasi.
Adapun beberapa sistem-sistem nilai tukar yang ditentukan oleh pemerintah,
yaitu:
20 1. Fixed exchange rate system.
Sistem nilai tukar yang ditahan secara bertahap oleh pemerintah atau
berfluktuasi di dalam batas yang sangat sempit. Jika nilai tukar berubah
terlalu
besar,
maka
pemerintah
akan
mengintervensikan
untuk
memeliharanya dalam batas-batas yang dikehendaki.
2. Freely floating exchange rate system.
Sistem nilai tukar yang ditentukan oleh tekanan pasar tanpa intervensi dari
pemerintah.
3. Managed floating exchange rate system.
Sistem nilai tukar yang terletak diantara fixed system dan freely floating
system, tetapi mempunyai kesamaan dengan fixed exchange rate system,
yaitu pemerintah bisa melakukan intervensi untuk menjaga supaya nilai
mata uang tidak berubah terlalu banyak dan tetap dalam arah tertentu.
Perbedanya dengan freely floating exchange rate system adalah bahwa
managed floating exchange rate system masih lebih fleksibel terhadap
suatu mata uang. Menurut Krugman dan Obstfeld (2000:485), managed
floating exchange rate system adalah sebuah sistem dimana pemerintah
mengatur perubahan nilai tukar tanpa bermaksud untuk membuat nilai
tukar dalam kondisi tetap.
4. Pegged exchange rate system.
Sistem nilai tukar dimana nilai tukar mata uang domestik dipatok secara
tetap terhadap mata uang asing.
21 Dalam teori paritas daya beli atau purchasing power parity merupakan
salah satu teori yang menjelaskan faktor determinan nilai tukar melalui perilaku
eksportir dan importir dalam merespon perubahan biaya relatif atas beberapa
pasar luar negeri (relative cost of national market basket). Seperti contoh, jika
harga barang impor naik sedangkan harga barang domestik tetap, maka barang
impor akan relatif lebih mahal sehingga menurunkan permintaan. Kondisi seperti
ini akan mendorong depresiasi mata uang asing atau apresiasi mata uang
domestik.
Perubahan tingkat harga relatif seperti ini akan mempengaruhi nilai tukar.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar baik jangka
panjang maupun jangka pendek.
Faktor yang mempengaruhi nilai tukar dalam jangka pendek lebih
ditentukan oleh keputusan untuk menyimpan uang dalam bentuk asset, baik asset
keuangan domestik maupun luar negeri. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi
niali tukar dalam jangka pendek, yaitu :
1. Perubahan dalam tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return)
dari deposito mata uang asing.
2. Perubahan tingkat suku bunga luar negeri.
3. Perubahan nilai tukar di masa yang akan datang (expected future exchange
rate).
4. Perubahan dalam tingkat pengembalian yang diharapkan dari deposito
mata uang domestik.
5. Perubahan tingkat suku bunga domestik.
22 6. Peningkatan jumlah uang domestik yang beredar (money supply).
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar dalam jangka pendek lebih
menekan kearah mata uang itu sendiri. Seperti contoh, dalam faktor perubahan
money supply, mengasumsikan bahwa jika money supply meningkat, maka harga
domestik dalam jangka panjang juga akan meningkat dan tingkat pengembalian
investasi luar negeri juga akan meningkat.
Di sisi lain, faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar dalam jangka
panjang adalah sebagai berikut :
1. Perilaku tingkat harga relatif.
Mengasumsikan bahwa peningkatan harga terhadap barang-barang
domestik akan menyebabkan terjadinya depresiasi mata uang domestik,
begitu juga sebaliknya, jika terjadi penurunan harga barang-barang
domestik akan menyebabkan terjadinya apresiasi mata uang domestik.
2. Permintaan dan pengembangan produk.
Mata uang domestik akan mengalami apresiasi sejalan dengan peningkatan
permintaan barang-barang domestik, begitu juga sebaliknya, mata uang
domestik akan mengalami depresiasi sejalan dengan peningkatan
permintaan barang-barang impor.
3. Produktivitas.
Produktifitas relatif suatu negara yang semakin produktif mencerminkan
terjadinya apresiasi nilai tukar terhadap negara itu sendiri, sebaliknya
semakin tidak produktif suatu negara relatif terhadap negara lain akan
mengakibatkan depresiasi mata uang negara tersebut.
23 4. Restriksi perdagangan internasional (kuota dan tarif).
Penerapan tarif dan kuota akan mengakibatkan mata uang suatu negara
terapresiasi dalam jangka panjang, sedangkan penghapusan tarif dan kuota
akan menyebabkan mata uang suatu negara mengalami depresiasi.
Dari beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar dalam jangka
panjang diatas, lebih menekankan pada daya beli suatu negara terhadap barangbarang negara lain. Permintaan terhadap barang-barang domestik maupun luar
negeri berpengaruh terhadap perubahan nilai tukar dalam jangka panjang apakah
terapresiasi atau terdepresiasi tergantung dari faktor yang dihadapi negara itu
sendiri.
Beberapa faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi nilai tukar adalah
sebagai berikut :
1. Tingkat inflasi
2. Aktifitas neraca pembayaran
3. Perbedaan suku bunga antar negara
4. Aktivitas pasar valuta asing
5. Kebijakan moneter
2.4.
Suku Bunga
Menurut Karl dan Fair (2001:635), suku bunga diartikan sebagai
pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari
pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi
dengan jumlah pinjaman. Pengertian suku bunga lainnya menurut Sunariyah
(2004:80) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase
24 uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya
yang digunakan oleh debitur yang harus dibayar kepada kreditur.
Terdapat beberapa fungsi dari suku bunga menurut Sunariyah (2004:81)
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Sebagai daya tarik bagi para penabung untuk menginvestasikan
dananya.
2. Dapat digunakan sebagai alat moneter dalam mengendalikan
permintaan dan penawaran uang yang beredar dalam suatu
perekonomian.
3. Dapat digunakan oleh pemerintah dalam mengontrol jumlah uang yang
beredar, dengan kata lain, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang
dalam suatu perekonomian.
Fungsi dari suku bunga lainnya dalam perekonomian lainnya menurut
Nopirin (1992:176) adalah bahwa suku bunga dapat digunakan sebagai alokasi
faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa yang digunakan sekarang dan
di kemudian hari. Terdapat dua jenis faktor yang menentukan nilai suku bunga
menurut Ramirez dan Khan (1999), yaitu faktor internal meliputi pendapatan
nasional, jumlah uang yang beredar, dan inflasi. Di samping faktor internal, nilai
suku bunga juga ditentukan oleh faktor eksternal yang meliputi suku bunga luar
negeri dan tingkat perubahan nilai valuta asing yang diduga.
Suku bunga menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997:471) dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu :
25 1. Suku bunga nominal, adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan
kembali dengan jumlah uang yang dipinjam.
2. Suku bunga riil, adalah rasio daya beli uang yang dibayarkan kembali
terhadap daya beli uang yang dipinjam. Dengan kata lain, suku bunga
riil dapat diartikan sebagai selisih antara suku bunga nominal dengan
laju inflasi.
Beberapa aspek yang dapat menjelaskan fenomena tingginya tingkat suku
bunga di Indonesia adalah bahwa tingginya tingkat suku bunga terkait dengan
kinerja sektor perbankan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, kurangnya
minat masyarakat dalam memanfaatkan jasa bank, dan laju inflasi yang tinggi
mengakibatkan sulitnya menurunkan tingkat suku bunga.
2.5.
Inflasi
Menurut Bodied dan Marcus (2001:331) inflasi merupakan suatu nilai
dimana tingkat harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan. Inflasi
merupakan salah satu peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecenderungan
akan naiknya harga-harga barang secara umum, yang berarti terjadinya penurunan
nilai uang. Kenyes dalam “The General Theory of Employment, Interest and
Money” menyatakan bahwa inflasi disebabkan oleh gap antara kemampuan
ekonomi masyarakat terhadap keinginan-keinginan atas barang-barang. Gap
dalam hal ini diimplikasikan bahwa permintaan masyarakat lebih besar daripada
jumlah ketersediaan dari barang-barang yang diinginkan. Hal ini mengakibatkan
kenaikan harga barang tersebut yang kemudian dikenal dengan istilah inflationary
gap.
26 Menurut Kusnadi (1997:227), terdapat beberapa jenis inflasi, diantara
lainnya adalah sebagai berikut :
1. Inflasi tingkat ringan, yaitu jenis inflasi yang dilihat dari tingkat inflasi
dibawah 10 persen dalam setahun.
2. Inflasi tingkat sedang, yaitu jenis inflasi yang dilihat dari tingkat
inflasi yang berada antara 10 sampai 30 persen dalam setahun.
3. Inflasi tingkat berat, yaitu jenis inflasi yang berada pada tingkat 30
sampai 100 persen dalam setahun.
4. Inflasi tingkat parah, yaitu jenis inflasi yang berada pada tingkat lebih
dari 100 persen. Biasanya disebut dengan hiperinflasi.
2.6.
Pengertian Ekspor - Impor
Ekspor memiliki pengertian sebagai proses transportasi barang atau
komoditas dari suatu negara ke negara lain yang dilakukan secara legal, yakni
dengan melakukan pengeluaran barang yang berasal dari dalam negeri untuk
dikirim ke negara lain.
Impor sendiri memiliki pengertian yang terbalik dengan ekspor, yakni
proses transportasi barang atau komoditas dari satu negara ke negara lain yang
dilakukan secara legal, yaitu dengan cara memasukkan barang dari negara lain ke
dalam negeri.
Kegiatan ekspor impor merupakan faktor penentu dalam menentukan roda
perekonomian suatu negara. Dalam era perdagangan global sekarang ini, arus
barang masuk dan keluar sangatlah cepat. Kegiatan ekspor dilakukan umumnya
untuk mengendalikan nilai barang yang ada di dalam negeri. Jika di sebuah negara
27 jumlah barang terlalu melimpah, akan mengakibatkan nilai barang tersebut jatuh,
maka mengekspor barang tersebut ke negara lain perlu dilakukan untuk
mengendalikan harga.
Kegiatan impor sendiri bersifat terbalik, yakni dilakukan dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan akan sesuatu barang yang jumlahnya dirasakan
kurang untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Selain itu juga, bertujuan untuk
menjaga agar kelangkaan barang karena kurangnya kebutuhan yang ada tidak
menyebabkan harga melonjak.
Manfaat lain yang di dapat dari kegiatan ekspor impor adalah sebagai
berikut :
1. Adanya devisa dalam kegiatan ekspor impor akan menambah pendapatan
bagi suatu negara.
2. Dapat meningkatkan perekonomian rakyat.
3. Dapat mendorong berkembangnya kegiatan industri.
4. Memacu pertumbuhan ekonomi.
2.7.
Pentingnya Perdagangan Internasional Bagi Perekonomian
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu
dengan individu), antar individu dengan pemerintah suatu negara, atau pemerintah
suatu negara dengan pemerintah negara lain.
28 Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengapa suatu negara
melibatkan dirinya dalam perdagangan internasional. David Ricardo (1817)
mengembangkan teori keunggulan komparatif (comparative advantage) atas dasar
perbedaan kemampuan teknologi antar negara. Eli Heckscher dan Bertil Ohlin
berpendapat bahwa perbedaan kekayaan faktor produksi yang dimiliki suatu
negara dengan negara lainnya merupakan alasan mengapa suatu negara terlibat
dalam perdagangan internasional.
Menurut Lindert dan Kindleberger (1993), perdagangan internasional
dianggap sebagai suatu akibat dari adanya interaksi antara permintaan dan
penawaran yang bersaing. Pada dasarnya, perdagangan yang terjadi antar negara
timbul karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran.
Dalam kenyataannya tidak ada negara di dunia ini yang dapat memenuhi
semua kebutuhan masyarakatnya dengan memproduksi barang sendiri. Oleh sebab
itu,
peranan
perdagangan
internasional
dibutuhkan
untuk
menunjang
pembangunan suatu negara dalam hal pembangunan, peningkatan pengetahuan,
dan pengalaman dalam pembangunan. Haberler berpendapat, “Perdagangan
internasional telah memberikan sumbangan luar biasa bagi pembangunan negara
kurang berkembang di abad ke-19 dan ke-20, serta diharapkan sumbangan
tersebut akan sama di masa datang.”
Beberapa manfaat yang dirasakan suatu negara akibat adanya perdagangan
internasional, antara lain adalah manfaat langsung dan manfaat tidak langsung.
Manfaat langsung yang dirasakan suatu negara akibat adanya perdagangan
internasional adalah negara mendapatkan keuntungan yang dapat meningkatkan
29 pendapatan nasional yang pada gilirannya akan meningkatkan output dan laju
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pembangunan ekonomi, memperluas pasar
dan merangsang investasi, pendapatan dan tabungan melalui alokasi sumberdaya
dengan lebih efisien, serta membantu mengalihkan sektor pangan (subsisten) ke
sektor uang.
Disamping manfaat langsung yang dapat dirasakan suatu negara akibat
adanya perdagangan internasional, juga terdapat beberapa manfaat tidak langsung
seperti perdagangan internasional mendorong pemakaian mesin, mendorong
penemuan dan pembaharuan, meningkatkan produktivitas buruh, menurunkan
biaya dan membawa kearah pembangunan ekonomi, serta mendorong persaingan
yang sehat dan mencegah monopoli.
Adapun peranan perdagangan internasional dalam pertumbuhan ekonomi,
diantaranya :
1. Efek perdagangan internasional terhadap pertumbuhan ekonomi
Salah satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan
adalah
perdagangan
internasional.
Salvatore
menyatakan
bahwa
perdagangan dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan (trade as engine of
growth, Salvatore). Jika aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor
dan impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau kedua-duanya
dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan. Tambunan (2005)
menyatakan pada awal tahun 1980-an, Indonesia menetapkan kebijakan
yang berupa export promotion. Dengan demikian, kebijakan tersebut
30 menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan di
Indonesia.
2. Efek terhadap produksi
Perdagangan luar negeri mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap
sektor produksi di dalam negeri. Secara umum, kita bisa menyebutkan
empat macam pengaruh yang bekerja melalui adanya spesialisasi produk,
kenaikan surplus investasi, kenaikan produktivitas, dan vent for surplus.
3. Efek terhadap neraca perdagangan
Neraca Perdagangan (Balance of Trade) adalah sebuah ukuran selisih
antara nilai impor dan ekspor atas barang nyata dan jasa. Tingkat neraca
perdagangan dan perubahan ekspor dan impor diikuti secara luas dalam
pasar valuta asing. Efek terhadap neraca perdagangan cenderung
menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak
mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat
memperburuk kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain dari globalisasi
terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran netto pendapatan faktor
produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing
yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan
(pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak
berkembangnya
ekspor
dapat
berakibat
buruk
terhadap
neraca
pembayaran.
Beberapa
faktor
lain
yang
mendorong
timbulnya
perdagangan
internasional antar negara bersumber dari keinginan memperluas pemasaran
komoditas yang diproduksi oleh suatu negara, memperbesar perolehan devisa bagi
31 kegiatan pembangunan, adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar
negara, serta akibat perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditas
tertentu.
2.8.
Model Umum Vector Autoregression (VAR)
Vector Autoregression (VAR) biasa digunakan untuk memproyeksikan
sistem variabel-variabel runtut waktu dan untuk menganalisis dampak dinamis
dari faktor gangguan yang terdapat dalam sistem variabel tersebut. Pada dasarnya,
analisis VAR bisa dipadankan dengan suatu model persamaan simultan. Oleh
karena itu, dalam analisis VAR, kita mempertimbangkan beberapa variabel
endogen secara bersama-sama dalam suatu model. Perbedaannya dengan model
persamaan simultan biasa adalah bahwa dalam analisis VAR, masing-masing
variabel selain diterangkan oleh nilainya di masa lampau, juga dipengaruhi oleh
nilai masa lalu dari semua variabel endogen lainnya dalam model yang diamati.
Disamping itu, dalam analisis VAR biasanya tidak ada variabel eksogen dalam
model tersebut.
Pada dasarnya, analisis VAR meliputi :
1. Uji akar unit (Unit Root Test)
Uji akar unit ini digunakan untuk melihat apakah data yang diamati
stasioner atau tidak. Uji ini merupakan pelengkap dari analisis VAR,
dimana mengingat tujuan dari analisis VAR adalah untuk menilai adanya
hubungan timbal balik diantara variabel-variabel yang diamati dan bukan
tes untuk data. Akan tetapi, apabila data yang diamati adalah stasioner, hal
ini akan meningkatkan akurasi dari analisis VAR.
32 2. Uji Hipotesis (Hyphothesis Testing)
Uji hipotesis terdiri dari :
1. Likelihood Ratio Test
Digunakan untuk menguji hipotesis mengenai berapakah jumlah
lag yang sesuai untuk model yang diamati.
2. Granger Causality Test
Digunakan
untuk
menguji
apakah
suatu
variabel
bebas
(independent variabel) meningkatkan kinerja forecasting dari
variabel tak bebas (dependent variabel).
3. Innovation Accounting
Pada dasarnya tes ini digunakan untuk menguji struktur dinamis dari
sistem variabel dalam model yang diamati, yang dicerminkan oleh variabel
inovasi (innovation variabel). Dengan kata lain, tes ini merupakan tes
terhadap variabel inovasi (innovation variabel) yang terdiri dari :
1. The Impulse Responses
Digunakan untuk melihat efek gejolak (shock) suatu standar
deviasi dari variabel inovasi terhadap nilai sekarang (current time
values) dan nilai yang akan datang (future values) dari variabelvariabel endogen yang terdapat dalam model yang diamati.
2. The Cholesky Decomposition
Biasa disebut The Variance Decomposition yang memberikan
informasi mengenai variabel inovasi yang relatif lebih penting
dalam sistem VAR. Pada dasarnya, tes ini merupakan metode lain
untuk menggambarkan sistem dinamis yang terdapat dalam VAR.
33 Tes ini digunakan untuk menyusun perkiraaan error variance suatu
variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara variance sebelum
dan sesudah shock, baik shock yang berasal dari variabel itu sendiri
maupun shock dari variabel lain.
Secara umum model persamaan VAR adalah seperti berikut (Enders,
2004) :
Yt = Ao + A1Yt-1 + A2Yt-2 +……+ ApYt-p + εt … … … . . . … … … 4
Dimana :
Yt
= vektor peubah tak bebas (Yt,t….Yt,t) berukuran nx1
A0
= vektor intersep berukuran nx1
Ap
= matrik parameter berukuran nx1 untuk setiap i=1,2,…p
εt
= vektor sisaan (ε1,t…. εn,t) berukuran nx1
Asumsi yang harus dipenuhi pada analisis VAR yaitu, semua peubah tak
bebas harus bersifat stasioner dan semua sisaan harus bersifat white noise yaitu,
memiliki rataan nol, tidak ada korelasi diantara peubah tak bebas dan ragam
konstan.
Bentuk hubungan kausalitas VAR berdasarkan pada pemikiran Granger
tentang penelitian hubungan kausalitas diantara dua variabel dapat dilakukan
dengan memasukkan unsur waktu. Uji kausalitas Granger menyatakan bahwa
variabel X mempengaruhi variabel Y jika nilai X baik saat ini maupun nilai
periode masa lalu dapat memprediksi Y lebih akurat dibandingkan bila tidak
menggunakan variabel X. Benuk persamaan hubungan bivariat X dan Y dengan
memasukkan distributes lags sampai dengan ukuran tertentu secara umum adalah:
34 Y = a0 + a1X1 + a2X1-1 +….+ ajX1-m + b1Y-1 +….+ bjY-m + U1… … 5
Y = a0 = b1Y-1 + b2Y-2…. + bjY-m + U2 … … … … … … … … 6
VAR Unrestricted VAR
Restricted VAR
Data stasioner pada level
Data tidak stasioner pada level
1. Analisis VAR yang
didasarkan pada teori
2. Urutan peubah untuk
diurutkan berdasarkan
korelasi terkuat
VAR
1. Tidak
terkointegrasi
VAR First Difference
2. VECM ÎAnalisi VAR
yang terkointegrasi
S.VAR
Gambar 2.1 Alur Estimasi Vector Autoregression (VAR)
35 Langkah-langkah dalam analisis VAR :
1. Uji Stasioneritas
2. Uji Kausalitas Granger
3. Uji Kointegrasi Î Johansen Cointegration
4. Uji Optimum Lag
5. Uji Stabilitas VAR
6. Model VECM
7. Forecast
Keunggulan dari analisis VAR antara lain adalah sebagai berikut :
1. Metode ini digunakan untuk mengetahui hubungan kausalitas dan juga
model ini sederhana, digunakan untuk bentuk data yang berupa time
series. Namun, model VAR ini digunakan untuk selang waktu jangka
pendek, berbeda dengan VECM yang dapat digunakan untuk selang waktu
jangka panjang.
2. Metode ini sederhana, kita tidak perlu dikhawatirkan dalam membedakan
variabel endogen dan eksogennya.
3. Estimasinya sederhana, dimana metode OLS biasa dapat diaplikasikan
pada tiap-tiap persamaan secara terpisah.
4. Hasil perkiraan (forecast) yang diperoleh dengan menggunakan metode ini
dalam banyak kasus lebih baik dibandingkan dengan hasil yang didapat
apabila menggunakan model persamaan simultan yang kompleks.
5. Analisis VAR juga merupakan alat analisis yang sangat berguna, baik
dalam memahami adanya hubungan timbal balik (interrelationship) antara
36 variabel-variabel ekonomi, maupun di dalam pembentukan model
ekonomi berstruktur.
2.9.
Penelitian Terdahulu
2.9.1 Penelitian tentang Industri Tekstil dan modelnya
Penelitian Purnamaningrum (1998), menganalisis perkembangan ekpor
dan daya saing industri tekstil Indonesia tahun 1986-1997 dengan menggunakan
metode CMS, RCA, dan Indeks Penetrasi Pasar. Temuannya menunjukkan bahwa
pada periode tahun 1986-1992 ekspor tekstil dan pakaian jadi Indonesia
meningkat bervariasi. Tahun 1993 dan 1994 mengalami penurunan, sedangkan
tahun 1995 dan 1996 mengalami peningkatan yang lambat. Pada tahun 1997
ekspor tekstil justru turun kembali. Peningkatan dan penurunan ekspor tekstil dan
pakaian jadi Indonesia di pasar tujuan, terutama pasar non kuota lebih banyak
disebabkan oleh efek daya saing dan efek pertumbuhan dunia. Secara umum,
industri tekstil Indonesia memiliki keunggulan komparatif. Hal ini didasarkan
pada rata-rata nilai RCA yang lebih dari 1.
Penelitian Pracoyo (1995) berkaitan dengan ekspor tekstil yang
menggunakan data time series tahun 1983-1992 dan menggunakan metode
analisis 2SLS. Pracoyo mengadopsi model permintaan dan penawaran ekspor,
khususnya untuk negara industri yang baru berkembang (seperti Hong Kong)
yang telah dilakukan oleh Muscatelli, Srinivasan, dan Vines (1992). Hasil
adaptasinya disebutkan bahwa penawaran ekspor tekstil Indonesia dipengaruhi
oleh harga tekstil per satuan, biaya bahan baku, besarnya tingkat upah, tarif, dan
perubahan teknologi. Sedangkan dari sisi permintaan, ekspor tekstil Indonesia
37 dipengaruhi oleh harga tekstil domestik, harga tekstil dunia, harga barang
substitusi (yaitu harga wool di pasar dunia), pendapatan negara lain, dan selera
konsumen. Disimpulkan bahwa penurunan tarif akan mendorong perdagangan
dunia menjadi lebih kompetitif. Besarnya variabel tarif dalam fungsi permintaan
dan penawaran mempunyai pengaruh yang positif terhadap kuantitas yang
ditawarkan dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang, variabel tarif
mempunyai pengaruh yang negaif terhadap kuantitas yang ditawarkan.
Penelitian dengan menggunakan metode pendugaan Ordinary Least
Squares (OLS) dilakukan oleh Wintala (1999). Kesimpulan yang diperoleh adalah
ekspor tekstil Indonesia ke Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang pada tahun 19781997 menunjukkan trend yang positif dan signifikan secara statistik. Devaluasi
Rupiah, kenaikan cadangan devisa, peningkatan jumlah penduduk, dan indeks
harga sandang cenderung menaikkan volume ekspor tekstil Indonesia.
Dari beberapa telaah penelitian tentang industri tekstil yang telah
dilakukan tersebut telah memberikan gambaran tentang perkembangan dan
perdagangan industri tekstil di Indonesia melihat dari faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Namun demikian, keterkaitan antara pergerakan nilai tukar
dengan perkembangan atau pertumbuhan dan perdagangan tekstil di Indonesia,
belum dieksplorasi lebih mendalam. Oleh sebab itu, pada penelitian kali ini,
dianalisis keterkaitan antara pergerakan nilai tukar terhadap perdagangan tekstil di
Indonesia.
Analisis penelitian ini dimulai secara spesifik dengan menganalisis
perdagangan tekstil di Indonesia berdasarkan dari faktor pergerakan nilai tukar
38 rupiah. Kemudian dilanjutkan dengan mengkaitkan pertumbuhan industri tekstil
dengan variabel pertumbuhan ekonomi seperti Produk Domestik Bruto (PDB),
suku bunga, dan inflasi.
2.9.2
Penelitian tentang Nilai Tukar dan modelnya
Penelitian yang dilakukan oleh Kania (2005) dengan menggunakan
metode VAR pada tahap pengujian kausalitas Granger dengan tujuan mengetahui
interaksi antara nilai tukar, suku bunga deposito dan harga saham antara tahun
1995-2004 menyimpulkan bahwa tidak adanya hubungan kausalitas Granger
antara perubahan harga saham terhadap nilai tukar pada periode krisis Indonesia
dan Singapura. Hanya terdapat beberapa hubungan kausalitas Granger yang
terjadi antara Malaysia dan Filipina pada lag 4.
Penelitian yang dilakukan oleh Octaviana (2007) dengan menggunakan
metode analisis regresi linear berganda menyimpulkan bahwa secara bersamaan
pengaruh yang sangat signifikan ditunjukkan antara nilai tukar rupiah dan tingkat
suku bunga SBI terhadap indeks harga saham gabungan di bursa efek jakarta
dengan melihat dari nilai Fhitung periode 2003-2005. Begitu juga jika dipandang
secara parsial dimana pengaruh yang signifikan juga terjadi antara nilai tukar
rupiah dan tingkat suku bunga SBI terhadap IHSG di bursa efek jakarta dengan
melihat dari nilai Thit pada periode 2003-2005.
39 2.10.
Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan perdagangan sektor manufaktur di Indonesia tidak terlepas
dari kontribusi peran subsektor tekstil dan produk tekstil yang masih sangat
berpotensi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal ini
dikarenakan produk dari sektor tekstil yang dirasa masih cukup signifikan dalam
hal permintaan dan penawaran melihat dari erat kaitannya terhadap kebutuhan
sandang seseorang. Disamping untuk kebutuhan sandang, beberapa sektor
manufaktur lainnya ternyata juga masih membutuhkan produk dari tekstil itu
sendiri.
Melihat dari sisi permintaan dan penawaran produk tekstil ini tak lepas
kaitannya dengan pergerakan nilai tukar, suku bunga, dan inflasi suatu negara
yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap angka PDB yang merupakan
indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara. Melihat dari grafis diatas yang
berupa kerangka pemikiran, menggambarkan alur darri hubungan keterkaitan
antara volume ekspor tekstil dengan melihat ke beberapa faktor penentunya. Jika
kita melihat dari peran suku bunga, nilai tukar, dan inflasi dalam mempengaruhi
volume ekspor tekstil Indonesia, kenaikan suku bungan yang terjadi di Indonesia
akan berpotensi terapresiasinya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
Dengan terapresiasinya mata uang rupiah maka, pihak asing akan merasa
bahwa harga dari nilai impor tekstil cukup tinggi. Dengan harga yang cukup tinggi
ini, pihak importir akan mengurangi volume ekspor tekstil dari Indonesia. Begitu
juga sebaliknya, terdepresiasinya nilai tukar rupiah akan membuat pihak importir
meningkatkan volume ekspor tekstil dari Indonesia dikarenakan harga dari nilai
impor tekstil dari Indonesia dirasa cukup rendah. Dari keadaan tersebut cukup
40 jelas bahwa perbedaan tingkat volume ekspor tekstil di Indonesia dipengaruhi dari
tingkat daya beli negara importir, yaitu dilihat dari faktor suku bunga dan nilai
tukar.
Tingkat inflasi suatu negara pada dasarnya mampu mempengaruhi tingkat
volume ekspor tekstil Indonesia. Namun, tingkat inflasi ini lebih signifikan
terlihat jelas di pasar domestik. Meningkatnya tingkat inflasi Indonesia yang
diakibatkan nilai tukar rupiah yang melemah, akan menurunkan daya beli produk
tekstil di pasar domestik yang secara tak langsung justru meningkatkan
permintaan dan penawaran produk tekstil Indonesia di pasar internasional.
Dari penjelasan diatas dapat menyimpulkan bahwa faktor-faktor seperti
suku bunga, nilai tukar, dan inflasi jelas mempengaruhi perdagangan tekstil dilihat
dari perbedaan tingkat volume ekspor tekstil itu sendiri. Adanya perbedaan
volume ekspor tekstil Indonesia, secara langsung akan mempengaruhi tingkat
pertumbuhan ekonomi Indonesia dilihat dari nilai PDB. Peningkatan volume
ekspor tekstil Indonesia akan meningkatkan menandakan peningkatan permintaan
sektor manufaktur yang nantinya akan meningkatkan nilai PDB Indonesia, dan
begitu juga sebaliknya.
41 Perdagangan
Tekstil
Domestik
Internasional
Suku Bunga
Nilai Tukar
Ekspor textile
Impor textile
Inflasi
Volume Ekspor Tekstil
PDB
Pertumbuhan
Ekonomi
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Keterangan :
= Variabel yang di bahas 42 2.11.
Perkembangan Industri Tekstil di Indonesia
Pada awal pemerintahan Orde Baru, kegiatan industri tekstil terbatas pada
penenunan dan pemintalan dalam jumlah yang masih sangat sedikit. Tujuan
produksinya hanya masih terkonsentrasi pada pemenuhan kebutuhan dalam negeri
dan produk tekstil yang dihasilkan masih sangat sederhana, karena sebagian besar
berbentuk kain. Perkembangan industri tekstil ini berkaitan dengan strategi
pengembangan industrialisasi nasional yang berorientasi pada subtitusi impor,
yang distimulasi pula dengan penjatahan kain mori dan benang. Proses
pendalaman struktur industri tekstil terjadi pada pertengahan tahun 1970-an, saat
para pengusaha tekstil terjun dalam pembuatan serat sintetik dan mulai melakukan
ekspor.
Namun, sejalan dengan perkembangan industrialisasi saat ini yang
semakin pesat, jika melihat peranan industri tekstil dan produk tekstil Indonesia
terhadap PDB dan ekspor, ternyata Kementrian Perindustrian Indonesia secara
tegas telah menetapkan beberapa sasaran strategis untuk tahun 2010-2014 dalam
rangka meningkatkan daya saing industri nasional, antara lain :
1. Meningkatkan nilai tambah industri.
2. Meningkatkan penguasaan pasar domestik dan internasional.
3. Meningkatkan
kemampuan
sumber
daya
kewirausahaan.
4. Meningkatkan penguasaan teknologi industri.
5. Melengkapi dan memperkokoh struktur industri.
6. Pemerataan industri keluar pulau Jawa.
manusia
industri,
dan
43 7. Meningkatkan peran IKM terhadap PDB.
Sesuai dengan Inpres No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan
Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, Kementrian Perindustrian
ditugaskan untuk melakukan revitalisasi di beberapa industri, termasuk industri
tekstil.
44 III.
3.1.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini digunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai
instansi yang terkait tentang pergerakan fluktuasi nilai tukar terhadap perdagangan
tekstil Indonesia di pasar internasional seperti Badan Pusat Statistik, Bank
Indonesia, Departemen Perdagangan, Kementerian Perindustrian Republik
Indonesia, WTO, dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Sedangkan bentuk
data yang digunakan adalah bentuk data time series (triwulanan) dari tahun 2003
hingga tahun 2010. Data tersebut antara lain :
1. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap Dollar
2. Volume ekspor tekstil Indonesia
3. Produk Domestik Bruto Indonesia (PDB)
4. Suku bunga Indonesia
5. Inflasi yang terjadi di Indonesia
3.2.
Metode Analisis Data dan Pengolahan Data
Untuk menganalisis penelitian ini digunakan analisis ekonometrika yang
berupa VAR. Dengan data berupa time series (triwulanan), diharapkan metode ini
dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh volatilitas nilai tukar terhadap
perdagangan tekstil Indonesia. Dalam proses pengolahan data, pelitian ini
menggunakan software berupa E-views dan Microsoft Excel.
Beberapa tahap analisis VAR yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
45 3.2.1
Uji Stasioneritas
Dalam uji stasioneritas ini digunakan Uji Akar Unit (unit Root Test). Uji
ini dimaksudkan untuk menentukan apakah suatu variabel stasioner atau tidak.
Dengan menggunakan uji DF (Dickey-Fuller) dan uji ADF (Augmented DickeyFuller), suatu variabel diuji apakah stasioner atau tidak. Jika hasil yang di dapat
dalam pengujian ini belum stasioner maka akan dilanjutkan ke tahap berikutnya
yaitu tahap Uji derajat integrasi (Integration Test).
3.2.2
Uji Kausalitas Granger
Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan interaksi
antar variabel didalam lag tertentu selama pengujian lag. Prinsip dasar dari
pengujian Granger pada penelitian ini adalah untuk membantu menjelaskan
hubungan antara VET (volume ekspor tekstil), NT (nilai tukar), PDB, SBI, dan
Inflasi.
3.2.3
Uji Kointegrasi (Cointegration Test)
Uji ini merupakan lanjutan dari uji akar unit dan uji derajat integrasi.
Dalam uji kointegrasi ini bertujuan guna mengetahui ada atau tidaknya hubungan
jangka panjang antara variabel bebas dan variabel terikatnya.
3.2.4
Uji Optimum Lag
Uji optimum lag sangat penting dalam pendekatan VAR. Dalam uji
optimum lag, akan menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR.
Maka dari itu, dengan menggunakan lag yang optimal diharapkan masalah
autokorelasi tidak akan muncul lagi. Besarnya lag yang dipilih beasal dari lag
terpendek.
46 3.2.5
Uji Stabilitas VAR
Setelah dilakukan uji optimum lag, maka tahap selanjutnya dalam estimasi
VAR adalah dengan uji stabilitas VAR. Uji ini nantinya dimaksudkan untuk
mengetahui valid atau tidaknya analisis Impulse Response Function. Apabila hasil
estimasi VAR tidak stabil, maka Impulse Response Fuction tidak valid, begitu
juga sebaliknya jika hasil estimasi valid, maka Impulse Response Funcion valid.
3.2.6
Model VAR First Difference
Model VAR First Difference merupakan bentuk VAR yang terestriksi,
namun menjelaskan bahwa data yang diuji tidak stasioner pada level dan tidak
memiliki hubungan kointegrasi. Bedanya dengan model VECM adalah bahwa
model VECM menjelaskan bahwa data yang di uji tidak stasioner pada level
namun terkointegrasi.
Pada uji sebelumnya didapat bahwa data-data yang digunakan dalam
penelitian ini stasioner pada first difference namun tidak terkointegrasi pada tahap
uji kointegrasi. Oleh karena itu, berdasarkan hasil tersebut, model yang digunakan
pada penelitian ini adalah model VAR First Difference.
Persamaan dari hasil estimasi VAR First Difference dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
VET = A0 + A1 (Inflasi)t-1 + A2 (SBI)t-1 + A3 (PDB)t-1 + A4 (NT)t-1 + A5 (VET)t-1
+ εt … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . … … … . . … . . … … … 7
Dimana :
A0,...,A4
= Konstanta
εt
= Vektor sisaan
VET
= Volume Ekspor Tekstil Indonesia
47 3.3.
SBI
= Suku Bunga Indonesia
PDB
= Produk Domestik Bruto Indonesia
NT
= Nilai Tukar Rupiah
Alat Analisis Data
Dalam penelitian ini, digunakan program E-Views sebagai alat analisis
data. Data yang telah diperoleh kemudian di input kedalam workfile E-Views,
selanjutnya akan diolah sedemikian rupa melalui beberapa tahap sehingga
mendapatkan hasil-hasil yang dibutuhkan dalam penelitian ini, seperti uji akar
unit, uji lag optimal, uji kausalitas Granger, uji kointegrasi, dan estimasi VAR.
Hasil estimasi yang digunakan akan berbeda melihat dari pengertian VAR
itu sendiri. Jika pada pengolahan data pada uji kointegrasi terdapat persamaan
yang terkointegrasi, maka tahap estimasi yang dilakukan adalah model VECM.
Namun, pada penelitian ini, dikarenakan tidak adanya persamaan yang
terkointegrasi, maka estimasi yang dilakukan adalah estimasi model VAR First
Difference.
48 IV.
4.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Akar Unit (Unit Root Test)
Pengujian akar unit merupakan tahap awal sebelum melakukan estimasi
model time series. Pemahaman tentang pengujian akar unit ini mengandung arti
bahwa setiap data time series yang akan dianalisis akan menimbulkan spurious
dalam hasil analisisnya karena terkadang terdapat variabel yang memiliki unit
root. Oleh karena itu, pengujian akar unit dilakukan dengan tujuan mengetahui
kestasioneran data time series yang akan dianalisis. Stasioneritas merupakan
prasyarat penting dalam model ekonometrika untuk data time series. Data
stasioner adalah data yang menunjukkan mean, varians, dan covarians (pada
variasi lag) tetap sama pada waktu kapan saja data tersebut digunakan atau
dibentuk, hal ini berarti model time series yang stasioner dapat dikatakan lebih
stabil.
Pengujian akar unit ini dilakukan dengan uji Augmented Dickey-Fuller
dengan menggunakan taraf nyata sebesar 1%, 5% atau 10%. Stasioner atau
tidaknya data time series dapat dilihat dari nilai probabilitasnya yang kurang dari
1%, 5% atau 10% tergantung dari taraf nyata yang digunakan dalam pengujian
akar unit, yang dalam penulisan ini menggunakan taraf nyata sebesar 5%. Jika
hasil uji pada tingkat level yang didapat dalam pengujian akar unit ini memiliki
nilai probabilitas yang lebih kecil daripada taraf nyatanya, maka data time series
tersebut dapat dikatakan stasioner pada level dan selanjutnya analisis data hanya
menggunakan pendekatan VAR. Apabila nilai probabilitasnya lebih besar
49 dibandingkan taraf nyatanya, maka data tersebut dikatakan tidak stasioner pada
level dan selanjutnya akan diuji pada tingkat first difference.
Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut :
H0
= Memiliki unit root, tidak stasioner
H1
= Tidak memiliki unit root, stasioner
Melihat data Tabel 4.1 dibawah ini, menjelaskan bahwa hasil uji akar unit
dengan metode Augmented Dickey-Fuller pada tingkat level dengan nilai dari
probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata sebesar 5%. Maka untuk semua
variabel yang dianalisis, hasil uji akar unit akan menolak H0 yaitu, data tidak
stasioner pada tingkat level atau memiliki unit root.
Tabel 4.1 Hasil Uji Akar Unit
No.
Variabel
Level
First Difference
t-statistik
Probabilitas
t-statistik
Probabilitas
1
VET
-2.358328
0.3926
-7.021987
0.0000*
2
NT
-2.348203
0.3972
-5.842472
0.0002*
3
PDB
-2.223097
0.4610
-5.150748
0.0013*
4
SBI
-1.872760
0.6443
-4.365080
0.0085*
5
Inflasi
-3.210170
0.1022
-4.978900
0.0019*
Sumber : diolah
Ket : * signifikan pada taraf nyata 5%
Selanjutnya tahap pengujian dengan metode Augmented Dickey-Fuller
dilakukan pada tingkat first difference. Nilai probabilitas pada tingkat first
difference, menunjukkan angka yang signifikan pada taraf nyata sebesar 5%.
Maka untuk semua variabel yang dianalisis, hasil uji dapat dikatakan stasioner
pada tingkat first difference.
50 4.2.
Uji Optimum Lag
Setelah
melakukan
uji
stasioneritas,
langkah
selanjutnya
adalah
menentukan panjang lag optimal. Dalam estimasi model VAR, penentuan lag
optimal bermanfaat untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem
VAR karena lag dalam variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan
sebagai variabel eksogen. Secara umum, indikator yang digunakan dalam
penentuan lag optimal dapat dilihat dari nilai Likelihood Ratio (LR), Final
Prediction Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz
Information Criterion (SIC), dan Hannan-Quin criterion (HQ).
Tabel 4.2 Hasil Uji Optimum Lag
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
-112.6334
NA
0.002296
8.112647
8.348387
8.186478
1
-43.66582
109.3968* 0.000114*
5.080401
6.494845* 5.523388*
2
-22.86502
25.82169
0.000180
5.370001
7.963148
6.182142
3
8.643028
28.24859
0.000188
4.921171*
8.693021
6.102467
Sumber : diolah
Ket : * lag optimal
Berdasarkan hasil uji optimum lag pada Tabel 4.2 diatas, maka lag yang
dipilih adalah lag pertama sebagai lag optimal. Penggunaan lag 1 sebagai lag
optimal mengandung arti bahwa semua variabel saling mempengaruhi satu sama
lain bukan hanya pada periode yang sama melainkan satu periode sebelumnya.
51 4.3.
Uji Stabilitas VAR
Tahap selanjutnya dalam estimasi data time series adalah uji stabilitas
VAR. Pengujian stabilitas VAR ini berguna untuk validitasi dalam Impulse
Response Function (IRF) dan juga Variance Decompotition (FEVD). Pengujian
yang dilakukan adalah VAR Stability Condition Check berupa roots of
characteristic polynominal terhadap seluruh variabel yang akan dianalisis.
Dengan melihat dari nilai modulus yang lebih kecil dari 1 untuk seluruh rootsnya, maka data dianggap stabil.
Tabel 4.3 Hasil Uji Stabilitas VAR
Root
Modulus
0.811344 - 0.060975i
0.813632
0.811344 + 0.060975i
0.813632
0.467093 - 0.323830i
0.568368
0.467093 + 0.323830i
0.568368
0.424159
0.424159
Sumber : Diolah
Hasil uji pada Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa persamaan VAR
memiliki nilai modulus yang kurang dari satu pada lag 1. Dengan kata lain, dapat
dikatakan bahwa model VAR yang dibentuk sudah stabil pada lag optimumnya
yaitu lag 1.
4.4.
Uji Granger Causality
Dalam tahap uji Granger Causality dapat menjelaskan beberapa hubungan
kausalitas antar variabel yang diambil. Yang dimaksud dengan uji Granger
52 Causality adalah menerangkan tentang hubungan sebab akibat, yaitu perubahan
variabel yang lebih berpengaruh terhadap variabel yang lain.
Tabel 4.4 Hasil Uji Kausalitas Granger
Probabilitas does not Granger Cause
Variabel
Pemrediksi
NT
NT
VET
PDB
SBI
INFLASI
0.0324*
0.0646
0.7712
0.6869
0.1210
0.4896
0.3231
0.1774
0.3838
VET
0.8952
PDB
0.1248
0.2463
SBI
0.6189
0.5274
0.3031
INFLASI
0.8506
0.7989
0.3142
0.0042*
0.6550
Sumber : Diolah
Ket : * signifikan pada α = 5%
Dari Tabel 4.4 diatas menjelaskan beberapa hubungan sebab akibat dari
beberapa variabel dengan melihat dari nilai probabilitasnya yang kurang dari taraf
nyata atau signifikan pada α = 5%. Dengan melihat Tabel 4.4 diatas, juga
menjelaskan adanya hubungan kausalitas granger hanya terjadi pada beberapa
variabel saja, seperti adanya hubungan kausalitas Granger pada variabel nilai
tukar
dengan volume ekspor, dan juga hubungan kausalitas Granger pada
variabel suku bunga (SBI) dengan inflasi.
Dalam uji kausalitas Granger, implikasi dari Tabel 4.4 diatas yang terjadi
antara variabel nilai tukar dengan volume ekspor tekstil mengindikasikan bahwa
terdapat hubungan satu arah antar variabel tersebut dengan melihat dari nilai
probabilitasnya yang kurang dari taraf nyata sebesar 5% (0,0324). Hubungan satu
arah yang dimaksud mengimplikasikan bahwa perubahan yang terjadi dalam
variabel nilai tukar mempengaruhi volume ekspor tekstil Indonesia, dan tidak
sebaliknya.
53 Begitu juga yang terjadi antara variabel suku bunga (SBI) dengan inflasi
(0,0042), mengindikasikan bahwa hanya ada hubungan satu arah antara SBI
dengan inflasi. Dengan kata lain perubahan yang terjadi dalam variabel SBI akan
berpengaruh terhadap tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia.
4.5.
Uji Kointegrasi
Tahap uji kointegrasi yang dilakukan berguna untuk mengetahui adanya
hubungan keseimbangan jangka panjang dengan mengetahui apakah terdapat
kesamaan pergerakan dan stabilitas variabel-variabel yang diuji. Metode
pengujian kointegrasi pada penulisan ini didasarkan pada metode Johansen’s
Cointegration Test.
Tabel 4.5 Hasil Uji Kointegrasi
Hypothesizes
0.05 Critical
Eigenvalue
Trace Statistic
None
0.570940
59.46037
60.06141
0.0561
At most 1
0.413055
34.07565
40.17493
0.1795
At most 2
0.335923
18.09094
24.27596
0.2465
At most 3
0.165634
5.810233
12.32090
0.4595
At most 4
0.012513
0.377743
4.129906
0.6020
No. of CE(s)
Value
Prob *
Data : Diolah
Keterangan : * signifikan pada taraf nyata 5%.
Analisis ekonometrika dengan melihat dari Tabel 4.5 diatas tidak
mengindikasikan adanya nilai probabilitas yang kurang dari taraf nyata sebesar
5% atau tidak ada data yang signifikan pada taraf nyata sebesar 5%. Hasil dari uji
kointegrasi dalam tabel diatas mengandung arti bahwa dengan tidak adanya nilai
probabilitas yang signifikan pada taraf nyata sebesar 5%, maka kelima variabel
54 yang digunakan dalam penulisan ini tidak memiliki stabilitas atau keseimbangan
jangka panjang.
Tidak
terkointegrasinya
data
yang
diolah
pada
penulisan
ini
menggambarkan bahwa variabel-variabel yang diambil berupa volume ekspor
tekstil, nilai tukar, PDB, SBI, dan juga Inflasi hanya mengindikasikan adanya
hubungan keseimbangan jangka pendek saja. Dengan kata lain, implikasi ekonomi
antara variabel satu dengan variabel lainnya hanya mempengaruhi satu sama lain
untuk keseimbangan jangka pendek, tidak mempengaruhi dalam keseimbangan
jangka panjang atau dalam waktu yang lama.
Implikasi hubungan jangka panjang dalam pandangan ekonomi tersebut
lebih mengacu kepada pergerakan nilai tukar itu sendiri. Pada realita
sesungguhnya, pergerakan yang terjadi dalam variabel nilai tukar secara
mingguan bahkan harian menyebabkan seseorang tidak dapat memprediksi
seberapa besar perubahan yang akan terjadi pada variabel-variabel lainnya untuk
jangka panjang.
Tidak adanya kointegrasi dalam pengujian tersebut maka model dari
VECM dan forecasting tidak dapat dilakukan karena pada saat pengujian
kointegrasi di lag 1 tidak menunjukkan adanya kointegrasi antar variabel pada lag
optimalnya tersebut yaitu lag 1. Dengan kata lain, model persamaan VAR yang
dianalisis bukan merupakan model VAR VECM, melainkan sistem persamaan
VAR First Difference.
55 4.6
Model VAR
Dari beberapa hasil uji yang dilakukan sebelumnya, variabel-variabel yang
tidak stasioner pada level namun tidak terkointegrasi pada tahap uji kointegrasi
menerangkan bahwa persamaan model VAR pada penelitian ini merupakan model
estimasi VAR First Difference. Tabel 4.6 diatas menjelaskan hasil dari estimasi
VAR First Difference, dimana sudah diterangkan sebelumnya bahwa keunggulan
estimasi VAR salah satunya adalah metode Ordinary Least Square (OLS) biasa
dapat diaplikasikan pada tiap-tiap persamaan secara terpisah.
Penggunaan t-tabel pada penelitian ini adalah sebesar 1.96. Penjelasan
tentang penggunaan t-tabel sebesar 1.96 pada penelitian kali ini dikarenakan
jumlah observasi data yang lebih dari tiga puluh (30) observasi dengan melihat
dari nilai probabilitas sebesar 5%. Jika jumlah observasi kurang dari tiga puluh
(30) observasi dengan nilai probabilitas yang sama, maka t-tabel akan disesuaikan
dengan jumlah observasinya. Dengan melihat nilai t-hitung atau t-statistik dalam
tabel diatas yang memiliki nilai lebih besar dari 1.96, maka dapat dikatakan
signifikan untuk estimasi VAR First Difference. Disamping itu, penjelasan
terhadap hasil t-statistik diatas adalah berdasarkan pembagian dari koefisien yang
didapat dari hasil perhitungan metode OLS dengan standar errornya.
56 Hasil uji estimatasi VAR ditunjukkan oleh tabel dibawah ini :
Tabel 4.6 Hasil Estimasi VAR First Difference
D(VET(-1))
D(NT(-1))
D(PDB(-1))
D(SBI(-1))
D(INFLASI(-1))
C
R-squared
D(VET)
D(NT)
D(PDB)
D(SBI)
D(INFLASI)
-0.231430
-0.184361
0.041349
0.922643
-2.677837
(0.18714)
(0.11383)
(1.19291)
(2.70078)
(5.78703)
[-1.23669]
[-1.61968]
[0.03466]
[0.34162]
[-0.46273]
0.417014
-0.086158
-6.497278
0.388802
-13.34144
(0.30949)
(0.18825)
(1.97286)
(4.46663)
(9.57074)
[1.34741]
[-0.45768]
[-3.29333]*
[0.08705]
[-1.39398]
0.023840
-0.005605
0.046399
-0.090372
-0.060206
(0.02578)
(0.01568)
(0.16435)
(0.37209)
(0.79728)
[0.92466]
[-0.35741]
[0.28233]
[-0.24288]
[-0.07551]
0.016787
-0.011010
0.130975
0.221620
1.353936
(0.01540)
(0.00936)
(0.09814)
(0.22219)
(0.0.47608)
[1.09041]
[-1.17574]
[1.33462]
[0.99745]
[2.84392]*
-0.001757
-0.001097
-0.052558
-0.027316
-0.181060
(0.00639)
(0.00389)
(0.04073)
(0.09221)
(0.19759)
[-0.27499]
[-.0.28238]
[-1.29043]
[-0.29623]
[-0.91636]
0.020674
0.003657
0.127182
-0.074859
0.271399
(0.01774)
(0.01079)
(0.11308)
(0.25602)
(0.54857)
[1.16544]
[0.33897]
[1.12471]
[-0.29240]
[0.49474]
0.225466
0.195472
0.376234
0.057366
0.279879
Sumber : Diolah
Keterangan : Signifikan pada taraf nyata 5%.
Berdasarkan dari Tabel 4.6 diatas, hasil estimasi VAR First Difference
menunjukkan beberapa hasil yang signifikan. Ditunjukkan dari hasil estimasi
VAR diatas dengan variabel nilai tukar (NT) yang signifikan terhadap produk
57 domestik bruto (PDB). Dengan nilai t-statistik sebesar 3.29333 signifikan karena
lebih besar dari t-tabelnya yaitu 1.96. Implikasi dari hasil estimasi VAR terhadap
hasil yang signifikan ini mengindikasikan bahwa apabila terjadi kenaikan terhadap
nilai tukar sebesar 1%, maka akan berpengaruh terhadap penurunan nilai PDB
sebesar 6.497278.
Tidak hanya itu saja, ternyata hasil yang signifikan juga dapat terlihat dari
variabel suku bunga (SBI) terhadap inflasi. Hasil t-statistik sebesar 2.84392 yang
lebih besar dari nilai t-tabel sebesar 1.96 mengindikasikan bahwa kenaikan tingkat
suku bunga sebesar 1%, maka akan berpotensi meningkatkan tingkat inflasi
sebesar 1.353936. Implikasi dari kenaikan suku bunga terhadap inflasi dari hasil
estimasi VAR diatas lebih jelas terlihat dari segi harga. Peningkatan inflasi akibat
suku bunga jika dikaitkan dengan volume ekspor tekstil Indonesia akan
mengakibatkan
peningkatan
volume
ekspor
tekstil
Indonesia
di
pasar
internasional. Sebaliknya, jika melihat ke pasar domestik, kelangkaan mungkin
terjadi akibat derasnya permintaan tekstil di pasar internasional.
Hasil uji VAR dalam Tabel 4.6 juga melihat apakah persamaan dari data
yang diolah baik atau tidak dilihat dari nilai R-squared yang kurang dari 1.
Dengan melihat nilai R-squared dari hasil uji VAR dalam tabel diatas, ternyata
semua variabel memiliki hasil yang kurang dari 1. Oleh karena itu, persamaan
dalam estimasi VAR dalam hasil uji tersebut sudah cukup baik.
58 V.
5.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan dari analisis data dengan menggunakan metode VAR (Vector
Autoregression) yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan, yaitu :
1. Pada periode waktu triwulan-an dari tahun 2003 hingga 2010 terdapat
hubungan kausalitas Granger satu arah dari perubahan nilai tukar terhadap
volume ekspor tekstil Indonesia pada lag 1. Hubungan kausalitas Granger
satu arah juga terjadi dari perubahan tingkat suku bunga terhadap tingkat
inflasi
pada
lag
mengindikasikan
1.
Dengan
bahwa
melihat
pengaruh
hubungan
pergerakan
tersebut,
nilai
tukar
maka
hanya
mempengaruhi perdagangan tekstil Indonesia, khususnya dalam volume
ekspor tekstil Indonesia, dan tidak sebaliknya.
2. Hubungan yang terjadi antara indikator nilai tukar, volume ekspor tekstil,
PDB, suku bunga, dan inflasi ternyata tidak menunjukkan adanya
hubungan jangka panjang melihat dari tidak adanya kointegrasi antar
variabel yang diuji. Hanya terdapat hubungan jangka pendek dari variabelvariabel yang diuji. Hal ini berarti antar variabel hanya mempengaruhi satu
sama lain untuk kurun waktu tertentu dan tidak untuk kurun waktu yang
panjang. Namun, ternyata hubungan signifikan terjadi antara variabel nilai
tukar dengan PDB, dan suku bunga terhadap inflasi dalam hasil uji VAR
First Difference.
59 Dengan mekanisme pergerakan nilai tukar yang terjadi secara mingguan
bahkan harian, tidak memungkinkan seseorang dapat mengestimasi seberapa besar
perubahan yang akan terjadi terhadap volume ekspor tekstil, PDB, suku bunga,
dan inflasi untuk kurun waktu jangka panjang. Namun, jika melihat dari hasil uji
VAR, jelas mengindikasikan hanya variabel suku bunga dan inflasi yang dianggap
masih cukup signifikan antar kedua variabel tersebut.
5.2.
Saran
Melihat kesimpulan yang tertera sebelumnya tentang penulisan ini, penulis
menyimpulkan beberapa saran, sebagai berikut :
1. Peran intervensi pemerintah dalam menjaga stabilitas nilai tukar sangat
dibutuhkan. Hal ini berguna untuk menjaga tingkat volume ekspor tekstil
Indonesia di pasar internasional. Namun, tidak hanya itu saja, pemerintah
juga harus mempertimbangkan ketersediaan produk tekstil untuk pasar
domestik agar tidak memicu peningkatan tingkat inflasi yang disebabkan
oleh peningkatan harga karena terjadi kelangkaan produk tekstil di pasar
domestik.
2. Selain mempertimbangkan stabilitas nilai tukar dan tingkat inflasi, tingkat
suku bunga juga menentukan tingkat volume ekspor tekstil Indonesia di
pasar internasional dan juga di pasar domestik. Untuk itu, tingkat suku
bunga juga harus menjadi pertimbangan tersendiri guna menjaga
ketersediaan produk tekstil baik di dalam negeri maupun ketersediaan
untuk pasar internasional.
60 3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan pertimbangan bagi
pemerintah dan lembaga penunjang lainnya secara bersama-sama dalam
membuat suatu kebijakan untuk pengembangan industri tekstil dan produk
tekstil Indonesia agar mampu memberikan kontribusi yang positif terhadap
perekonomian Indonesia. Kebijakan pendukung pengembangan industri
nasional yang sudah berjalan sebelumnya seperti reformasi bidang
pelayanan umum, dan perbaikan peraturan yang mendukung investasi
diharapkan masih dilakukan guna meningkatkan perkembangan industri
tekstil Indonesia.
61 DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia. 2011. Time Series Nilai Tukar Rupiah Tahun 2003-2010.
http://www.bi.go.id/biweb/Templates/Moneter/Default_Kurs_ID.aspx?NRMOD
E=Published&NRNODEGUID={3CE4C8F3‐8793‐458B‐BC5B‐
A7DC189EF644}&NRORIGINALURL=%2fweb%2fid%2fMoneter%2fKurs%2bBank
%2bIndonesia%2fKurs%2bTransaksi%2f&NRCACHEHINT=Guest [diakses tanggal 8 Maret 2011].
Bank Indonesia. 2011. Laporan Neraca Pembayaran Indonesia Tahunan. http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Neraca+Pembayaran+Indonesia/default.h
tm?Page=1&Year=0 [diakses tanggal 8 Maret 2011]. http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Neraca+Pembayaran+Indonesia/default.h
tm?Page=2&Year=0 [diakses tanggal 8 Maret 2011]. http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Neraca+Pembayaran+Indonesia/default.h
tm?Page=3&Year=0 [diakses tanggal 8 Maret 2011]. Boediono. 1989. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis Pengantar
IlmuEkonomi. Edisi ke-4. BPFE, Yogyakarta.
Case, K.E., Fair, R.C. 2001. Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro.Jakarta:Prenhallindo
De Grauwe, P. 1988. Exchange Rate Variability and the Slowdown in Growth of
International Trade. IMF Staff Papers, 35, 63-84.
Enders, W. 2004. Applied Econometrics Time Series. John Wiley&Sons Inc,
New York.
Gujarati, D. N. 2004. Basic Econometrics. Fourth Edition. McGraw-Hill,
New York.
Haberler, G. 1968. Teori Perdagangan Internasional. New York: Augustus
M.Kelley.
Kania, R. 2005. Pengujian Kausalitas Granger Antara Nilai Tukar, Suku Bunga
Deposito, dan Harga Saham di Lima Negara ASEAN Sebelum dan
Sesudah Krisis Moneter Periode 1995.1-2004.6. Skripsi. Universitas
Padjadjaran, Bandung.
Khairunnisa, S. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan
Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia di Amerika Serikat.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Krugman, P. R., Obstfeld M. 2000. International Economics : Theory and Policy.
Fifth Edition. New York: Addison Wesley.
Lindert, P. H., Kindleberger, dan Charles P. 1993. Ekonomi Internasional
EdisiKedelapan. Burhanudin Abdullah [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.
62 Lipsey, R. G., D.D. Purvis, P. N. Courant, dan P. O. Steiner. 1997. Pengantar
Makroekonomi. Jilid ke-2. Agus Maulana [penerjemah]. Binarupa Aksara,
Jakarta.
Mankiw, N.G. 2000. Pengantar Ekonomi Jilid I. Erlangga, Jakarta.
Mankiw, N.G. 2000. Teori Makroekonomi. Imam Nurmawan [penerjemah].
Erlangga, Jakarta.
McEachern, W.A. 2000. Pengantar Ekonomi Mikro : Pendekatan Kontenporer.
Salemba Empat, Jakarta.
Nicholson, W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Erlannga,
Jakarta.
Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Jilid ke-1. Haris Munandar
[penerjemah]. Gelora Aksara Pratama, Jakarta.
Sunariyah. 2004. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Penerbit UPP
AMPYKPN : Yogyakarta.
Tambunan, Tulus T. H. 2005. Industrialisasi di Negara Sedang Berkembang:
Studi Kasus Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
63 LAMPIRAN
64 Lampiran 1. Hasil Pengujian Akar Unit
1. Hasil Uji Akar Unit Dari Variabel Volume Ekspor Tekstil Indonesia
VET
6.3
6.2
6.1
6.0
5.9
5.8
5.7
5.6
5.5
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Null Hypothesis: VET has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.358328
-4.284580
-3.562882
-3.215267
0.3926
t-Statistic
Prob.*
-7.021987
-4.296729
-3.568379
-3.218382
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(VET) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
65 2. Hasil Uji Akar Unit Dari Variabel Nilai Tukar Rupiah
NT
9.40
9.35
9.30
9.25
9.20
9.15
9.10
9.05
9.00
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Null Hypothesis: NT has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.348203
-4.296729
-3.568379
-3.218382
0.3972
t-Statistic
Prob.*
-5.842472
-4.296729
-3.568379
-3.218382
0.0002
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(NT) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
66 3. Hasil Uji Akar Unit Dari Variabel Produk Domestik Bruto
PDB
7.2
6.8
6.4
6.0
5.6
5.2
4.8
4.4
4.0
3.6
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Null Hypothesis: PDB has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.223097
-4.284580
-3.562882
-3.215267
0.4610
t-Statistic
Prob.*
-5.150748
-4.296729
-3.568379
-3.218382
0.0013
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(PDB) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
67 4. Hasil Uji Akar Unit Dari Variabel Suku Bunga
SBI
13
12
11
10
9
8
7
6
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Null Hypothesis: SBI has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.872760
-4.284580
-3.562882
-3.215267
0.6443
t-Statistic
Prob.*
-4.365080
-4.296729
-3.568379
-3.218382
0.0085
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(SBI) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
68 5. Hasil Uji Akar Unit Dari Variabel Inflasi
INFLASI
18
16
14
12
10
8
6
4
2
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Null Hypothesis: INFLASI has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.210170
-4.309824
-3.574244
-3.221728
0.1022
t-Statistic
Prob.*
-4.978900
-4.296729
-3.568379
-3.218382
0.0019
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
69 Lampiran 2. Hasil Pengujian Optimum Lag
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: VET NT PDB SBI INFLASI
Exogenous variables: C
Date: 09/12/11 Time: 00:17
Sample: 2003Q1 2010Q4
Included observations: 29
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
1
2
3
-112.6334
-43.66582
-22.86502
8.643028
NA
109.3968*
25.82169
28.24859
0.002296
0.000114*
0.000180
0.000188
8.112647
5.080401
5.370001
4.921171*
8.348387
6.494845*
7.963148
8.693021
8.186478
5.523388*
6.182142
6.102467
* indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
70 Lampiran 3. Hasil Pengujian Stabilitas VAR
Roots of Characteristic Polynomial
Endogenous variables: VET NT PDB SBI INFLASI
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 1
Date: 09/12/11 Time: 00:28
Root
0.811344 - 0.060975i
0.811344 + 0.060975i
0.467093 - 0.323830i
0.467093 + 0.323830i
0.424159
No root lies outside the unit circle.
VAR satisfies the stability condition.
Modulus
0.813632
0.813632
0.568368
0.568368
0.424159
71 Lampiran 4. Hasil Pengujian Granger Causality
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 09/12/11 Time: 00:30
Sample: 2003Q1 2010Q4
Lags: 1
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
NT does not Granger Cause VET
VET does not Granger Cause NT
31
5.07036
0.01768
0.0324
0.8952
PDB does not Granger Cause VET
VET does not Granger Cause PDB
31
1.40234
2.55770
0.2463
0.1210
SBI does not Granger Cause VET
VET does not Granger Cause SBI
31
0.40954
0.49015
0.5274
0.4896
INFLASI does not Granger Cause VET
VET does not Granger Cause INFLASI
31
0.06617
1.01189
0.7989
0.3231
PDB does not Granger Cause NT
NT does not Granger Cause PDB
31
2.50396
3.70146
0.1248
0.0646
SBI does not Granger Cause NT
NT does not Granger Cause SBI
31
0.25297
0.08625
0.6189
0.7712
INFLASI does not Granger Cause NT
NT does not Granger Cause INFLASI
31
0.03612
0.16592
0.8506
0.6869
SBI does not Granger Cause PDB
PDB does not Granger Cause SBI
31
1.10073
1.91452
0.3031
0.1774
INFLASI does not Granger Cause PDB
PDB does not Granger Cause INFLASI
31
1.05025
0.78278
0.3142
0.3838
INFLASI does not Granger Cause SBI
SBI does not Granger Cause INFLASI
31
0.20396
9.70545
0.6550
0.0042
72 Lampiran 5. Hasil Pengujian Kointegrasi
Date: 09/12/11 Time: 00:32
Sample (adjusted): 2003Q3 2010Q4
Included observations: 30 after adjustments
Trend assumption: No deterministic trend
Series: VET NT PDB SBI INFLASI
Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized
No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace
Statistic
0.05
Critical Value
Prob.**
None
At most 1
At most 2
At most 3
At most 4
0.570940
0.413055
0.335923
0.165634
0.012513
59.46037
34.07565
18.09094
5.810233
0.377743
60.06141
40.17493
24.27596
12.32090
4.129906
0.0561
0.1795
0.2465
0.4595
0.6020
Trace test indicates no cointegration at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
73 Lampiran 6. Model VAR First Difference
Vector Autoregression Estimates
Date: 09/12/11 Time: 00:33
Sample (adjusted): 2003Q3 2010Q4
Included observations: 30 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
D(VET)
D(NT)
D(PDB)
D(SBI)
D(INFLASI)
D(VET(-1))
-0.231430
(0.18714)
[-1.23669]
-0.184361
(0.11383)
[-1.61968]
0.041349
(1.19291)
[ 0.03466]
0.922643
(2.70078)
[ 0.34162]
-2.677837
(5.78703)
[-0.46273]
D(NT(-1))
0.417014
(0.30949)
[ 1.34741]
-0.086158
(0.18825)
[-0.45768]
-6.497278
(1.97286)
[-3.29333]
0.388802
(4.46663)
[ 0.08705]
-13.34144
(9.57074)
[-1.39398]
D(PDB(-1))
0.023840
(0.02578)
[ 0.92466]
-0.005605
(0.01568)
[-0.35741]
0.046399
(0.16435)
[ 0.28233]
-0.090372
(0.37209)
[-0.24288]
-0.060206
(0.79728)
[-0.07551]
D(SBI(-1))
0.016787
(0.01540)
[ 1.09041]
-0.011010
(0.00936)
[-1.17574]
0.130975
(0.09814)
[ 1.33462]
0.221620
(0.22219)
[ 0.99745]
1.353936
(0.47608)
[ 2.84392]
D(INFLASI(-1))
-0.001757
(0.00639)
[-0.27499]
-0.001097
(0.00389)
[-0.28238]
-0.052558
(0.04073)
[-1.29043]
-0.027316
(0.09221)
[-0.29623]
-0.181060
(0.19759)
[-0.91636]
C
0.020674
(0.01774)
[ 1.16544]
0.003657
(0.01079)
[ 0.33897]
0.127182
(0.11308)
[ 1.12471]
-0.074859
(0.25602)
[-0.29240]
0.271399
(0.54857)
[ 0.49474]
0.225466
0.064105
0.214867
0.094619
1.397279
31.51587
-1.701058
-1.420819
0.016025
0.097806
0.195472
0.027862
0.079494
0.057552
1.166230
46.43097
-2.695398
-2.415158
0.002662
0.058371
0.376234
0.246282
8.730993
0.603151
2.895189
-24.05338
2.003559
2.283798
0.108333
0.694739
0.057366
-0.139016
44.75386
1.365556
0.292116
-48.56786
3.637857
3.918097
-0.101000
1.279513
0.279879
0.129854
205.4763
2.926006
1.865545
-71.43015
5.162010
5.442250
0.013333
3.136744
R-squared
Adj. R-squared
Sum sq. resids
S.E. equation
F-statistic
Log likelihood
Akaike AIC
Schwarz SC
Mean dependent
S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.)
Determinant resid covariance
Log likelihood
Akaike information criterion
Schwarz criterion
9.48E-05
3.11E-05
-57.15434
5.810290
7.211487
Download