4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Menstruasi 2.1.1. Pengertian Menstruasi mengacu kepada pengeluaran secara periodic darah dan sel – sel tubuh dari vagina yang berasal dari dinding rahim wanita. Menstruasi dimulai saat puberitas dan menandai kemampuan seorang wanita untuk mengandung anak, walaupun mungkin faktor – faktor kesehatan lain dapat membatasi kapasitas ini. Akhir dari kemampuan wanita untuk bermenstruasi disebut menopause dan menandai akhir dari masa – masa kehamilan seorang wanita. Menstruasi merupakan bagian dari proses reguler yang mempersiapkan tubuh wanita setiap bulannya untuk kehamilan. Daur ini melibatkan beberapa tahap yang dikendalikan oleh interaksi hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus, kelenjar di bawah otak depan, dan indung telur. Pada permulaan daur, lapisan sel rahim mulai berkembang dan menebal (Saryono & Waluyo, 2009). 2.1.2. Siklus Menstruasi Rata – rata siklus menstruasi perempuan adalah 25-31 hari, dengan rata – rata lamanya menstruasi selama 2 – 6 hari dan kehilangan darah 35 – 80 ml. Walaupun demikian di antara masa menarche dan menopause, hamper setiap perempuan pernah mengalami satu atau lebih episode dari perdarahan uterus yang abnormal, yakni pola perdarahan yang berbeda dalam hal frekuensi, lama, atau jumlahnya dibandingkan pola yang biasanya terjadi selama siklus menstruasi normal. Perdarahan menstruasi normal dalam siklus menstruasi yang berovulasi bersifat spontan, teratur, siklik, dan dapat diduga serta seringkali berkaitan dengan rasa tidak nyaman (dismenorea) (Prawiohardjo, Sarwono. 2010). Siklus menstruasi normal pada wanita dapat dibagi menjadi ovarian cycle dan uterine cycle. Ovarian cycle sendiri dapat dibagi lagi menjadi fase folikular dan fase luteal, sedangkan uterine cycle dapat dibagi menjadi fase proliferative dan fase sekretori (Berek, Jonathan S. 2007). 5 Fase folikular : feedback hormonal yang menstimulasi perkembangan secara bertahap dari salah satu folikel yang dominan, yang harus matang (mature) pada pertengahan siklus dan siap untuk ovulasi. Rata – rata lama fase folikular pada wanita adalah 10 – 14 hari, dan pada umumya variasi dari lama fase ini berpengaruh juga terhadap variasi dari total lama siklus menstruasi. Fase luteal : waktu dari ovulasi sampai terjadinya menstruasi, dalam waktu rata – rata 14 hari. Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21 – 35 hari, dengan 2 – 6 hari lama menstruasi dan rata – rata kehilangan darah sebanyak 20 – 60 mL. Fase proliferasi : dengan konvensi, hari pertama perdarahan vagina disebut hari pertama dari siklus menstruasi. Setelah menstruasi, di dalam desidua basalis atas kelenjar primordial dan stroma yang sedikit padat, yang lokasinya berdekatan dengan miometrium. Fase proliferasi ini ditandai dengan pertumbuhan mitosis yang progresif dari desidua basalis yang fungsional di dalam persiapan implantasi dari embrio sebagai respon terhadap meningkatnya sirkulasi estrogen (Prosnitz et all, 1977). Pada Pada awal fase proliferasi, endometrium relatif tipis (1-2 mm). Perubahan dominan yang terlihat selama fase ini adalah evolusi dari kelenjar endometrium yang awalnya lurus, sempit, dan pendek menjadi lebih lama dan memiliki struktur yang berliku-liku Secara histologis, kelenjar yang berproliferasi memiliki beberapa sel mitosis, dan perubahan sel – sel ini dari gambaran low-columnar pada awal periode proliferatif ke gambaran pseudostratified sebelum ovulasi. Sepanjang waktu ini, stroma memiliki lapisan padat, dan struktur vaskular yang jarang terlihat. Fase sekresi : Di dalam siklus menstruasi, pada umumnya ovulasi terjadi pada siklus hari ke-14. Dalam 48 sampai 72 jam setelah ovulasi, timbulnya sekresi progesteron mengakibatkan perubahan histologis pada endometrium ke fase sekretori, Berbeda dengan fase proliferasi, fase sekresi dari siklus menstruasi selain ditandai dengan perubahan seluler karena estrogen, progesteron juga berperan dalam perubahan selular pada endometrium. Progesteron ini memiliki efek yang antagonis dengan estrogen. 6 Selama fase sekretori, kelenjar endometrium memiliki karakteristik yang memiliki vakuola. Vakuola ini awalnaya muncul pada subnuclear dan kemudian menuju lumen glandular. Intinya dapat terlihat pada midportion sel dan akhirnya mengalami sekresi apokrin ke lumen kelenjar, sering pada siklus hari ke-19 dan ke-20. Pada post-ovulasi hari 6 – 7, aktivitas sekretori dari kelenjar umumnya meningkat dengan maksimal, dan endometrium secara optimal dipersiapkan untuk implantasi blastokista. 2.1.3. Aspek Hormonal Dalam Siklus Menstruasi Siklus reproduksi pada wanita melibatkan beberapa organ, yaitu uterus, ovarium, vagina, dan mammae yang berlangsung dalam waktu tertentu atau adanya sinkronisasi, maka hal ini dimungkinkan adanya pengaturan, koordinasi yang disebut sistem hormon endokrin). Hormon-hormon yang berhubungan dengan siklus menstruasi ialah : a. Hormon-hormon yang dihasilkan gonadotropin hipofisis meliputi : 1). Luteinizing Hormon (LH) LH dihasilkan oleh sel-sel asidofilik (afinitas terhadap asam), bersama dengan FSH berfungsi mematangkan folikel dan sel telur, merangsang terjadinya ovulasi, pembentukan korpus luteum, serta sintesis steroid seks. Folikel yang melepaskan ovum selama ovulasi disebut korpus rubrum yang disusun oleh sel-sel lutein dan disebut korpus luteum (Greenspan, Streweler, 2007). 2). Folikel Stimulating Hormon (FSH) FSH dihasilkan oleh sel-sel basofilik (afinitas terhadap basa). Hormon ini mempengaruhi ovarium sehingga dapat berkembang dan berfungsi pada saat pubertas. FSH mengembangkan folikel primer yang mengandung oosit primer dan keadaan padat (solid) tersebut menjadi folikel yang menghasilkan estrogen (Greenspan, Streweler, 2007). 7 3). Prolaktin Releasing Hormon (PRH) Secara pilogenetis, prolaktin adalah suatu hormon yang sangat tua serta memiliki susunan yang sama dengan hormon pertumbuhan (Growth hormone, Somatogotropic hormone, thyroid stmulating hormone, Somatotropin). Secara sinergis dengan estradia, prolaktin mempengaruhi payudara dan laktasi, serta berperan pada pembentukan dan fungsi korpus luteum (Greenspan, Streweler, 2007). b. Steroid ovarium Ovarium menghasilkan progesteron, androgen, dan estrogen. Banyak dari steroid yang dihasilkan ini juga disekresi oleh kelenjar adrenal atau dapat dibentuk di jaringan perifer melalui pengubahan prekursor-prekursor steroid lain; konsekuensinya, kadar plasma dari hormon-hormon ini tidak dapat langsung mencerminkan aktivitas steroidogenik dari ovarium. 1). Estrogen Fase awal pubertas dimulai dengan terjadi perkembangan sifat seks primer. Kemudian juga terjadi perkembangan sifat seks sekunder. Selanjutnya akan berlangsung siklus pada uterus, vagina dan kelenjar mammae. Hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon estrogen. Terhadap uterus, hormon estrogen menyebabkan endometrium mengalami proliferasi, yaitu lapisan endometrium berkembang dan menjadi lebih tebal. Hal ini diikuti dengan lebih banyak kelenjar-kelenjar, pembuluh darah arteri maupun vena. Hormon estrogen dihasilkan oleh teka interna folikel. Estradiol (E2) merupakan produk yang paling penting yang disekresi oleh ovarium karena memiliki potensi biologik dan efek fisiologik yang beragam terhadap jaringan perifer sasaran. Peninggian kadar estradiol plasma berkorelasi erat dengan peningkatan ukuran folikel pra-ovulasi. Setelah lonjakan LH, kadar estradiol serum akan mencapai kadar terendah selama beberapa hari dan terjadi peningkatan kedua kadar estradiol plasma yang akan mencapai puncaknya 8 pada pertengahan fase luteal, yang akan mencerminkan sekresi estrogen oleh korpus luteum. Studi kateterisasi telah menunjukkan bahwa peningkatan kadar estradiol plasma pada fase pra-evolusi dan pertengahan fase luteal dari siklus. Kadar estradiol dalam darah berkisar 20 – 50 pg/ml dan estron 50 – 400 pg/ml. Pada awal siklus ovulasi, produksi estradiol akan menurun sampai titik terendah, tetapi karena pengaruh hormon FSH, estradiol akan mulai meningkat. Sebelum fase mid cycle, kadar estradiol di bawah 50 pg/mL, tetapi akan terus meningkat sejalan dengan pematangan ovum. Estradiol akan mencapai puncaknya sebesar 250 – 500 pg/ml pada hari ke 13 – 15 siklus ovulasi. Pada fase luteal, kadar estrogen akan menurun sampai 125 pg/ml. Hormon estradiol dipengarhi oleh ritme sirkardian yaitu adanya variasi diurnal, salah satunya karena dipengaruhi kelenjar adrenal (Speroff, Glass, Kase, 2010).. 2). Progesteron Kadar progesteron adalah rendah selama fase folikuler, kurang dari 1 ng/ml (3,8 nmol/l) dan kadar progesteron akan mencapai puncak yaitu antara 10-20 mg/ ml (32-64 nmol) pada pertengahan fase luteal. Selama fase luteal, hampir semua progesteron dalam sirkulasi merupakan hasil sekresi langsung korpus luteum. Pengukuran kadar progesteron plasma banyak dimanfaatkan untuk memantau ovulasi. Kadar progesteron di atas 4-5 ng/ml (12,7-15.9 nmol/l) mengisyaratkan bahwa ovulasi telah terjadi. Perkembangan uterus yang sudah dipengaruhi hormon estrogen selanjutnya dipengaruhi progesteron yang dihasilkan korpus luteum menjadi stadium sekresi, yang mempersiapkan endometrium mencapai optimal. Kelenjar mensekresi zat yang berguna untuk makanan dan proteksi terhadap embrio yang akan berimplantasi. Pembuluh darah akan menjadi lebih panjang dan lebar (Greenspan, Strewler, 2007). 3). Androgen Androgen merangsang pertumbuhan rambut di daerah aksila dan pubes serta mampu meningkatkan libido. Androgen terbentuk selama sintesis 9 steroid di ovarium dan adrenal, sebagai pembakal estrogen. Androgen pada wanita dapat berakibat maskulinisasi, maka pembentukan yang berlebih akan menyebabkan gangguan yang berarti. Fase folikuler dan fase luteal kadar rata-rata testosteron plasma berkisar antara 0,2 ng/mg0,4ng/mg (0,69-1,39 nmol/l) dan sedikit meningkat pada fase pra-ovulasi (Jacoeb et. al., 1994). 10 Gambar 2.1. Siklus menstruasi ; hipofisis-hipotalamus, ovarium dan endometrium 11 2.2. Konsep Premenstrual Syndrome 2.2.1. Definisi Definisi paling sederhana dari premenstrual syndrome adalah berbagai gejala yang biasanya timbul 7 – 10 hari menjelang menstruasi (haid) (Hendarto, 2011). Nama lain PMS adalah PreMenstrual Tension yang merupakan kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita (Wijaya, 2008). Gejala yang paling sering dijumpai pada premenstrual syndrome adalah perut kembung/penuh, kecemasan atau ketegangan, nyeri payudara, mudah sedih, depresi, kelelahan, kekurangan energy, mudah marah, sulit berkonsentrasi, haus, perubahan nafsu makan, dan terjadi edema ekstremitas. Biasanya ini terjadi pada hari ke-7 sampai hari ke-10 sebelum terjadinya menstruasi. Gejala pasti dari individu kadang tidak relevan, diagnosis yang dibuat bersifat gejala subyektif yang terjadi secara siklik. Bagaimanapun, gejala tidak dapat dianggap sebagai suatu hal yang objektif, dikarenakan banyak gejala dari premenstrual syndrome yang telah dipaparkan dari waktu ke waktu oleh klinisi sebagai suatu perubahan perasaan yang terjadi di luar kendali (Speroff, Glass, Kase, 2010) Meskipun angka pasti kejadian premenstrual syndrome (PMS) belum diketahui, kira-kira 75 % wanita mengeluh mengalaminya. Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis PMS baru-baru ini telah dikembangkan dan ketika kriteria tersebut digunakan 3% - 8% dari wanita didiagnosa mengalami PMS. Wanita dengan PMS berat melaporkan bahwa PMS mengganggu kegiatan seharihari mereka, baik dari segi diri mereka sendiri, sosial dan pekerjaan mereka (Deuster et.,al., 1999) 2.2.2. Epidemiologi dan Premenstrual Syndrome Insidensi atau angka kejadian dari premenstrual syndrome sekitar 80 %. Studi epidemiologi menunjukkan kurang lebih 20 % wanita usia reproduksi mengalami gejala premenstrual syndrome sedang sampai berat. Sekitar 3 – 8 % memiliki gejala hingga parah yang disebut Premenstrual Dysphoric Disordes/PMDD (Freeman, 2003; Knaapen, Weisz, 2008). Dari data Depkes RI tahun 2007a, menunjukkan bahwa ditemukan 2,5 – 3 % wanita usia reproduktif yang mengalami premenstrual syndrome tipe berat, sementara sekitar 40 % 12 wanita akan mengalami keluhan premenstrual syndrome dengan tingkat yang tidak terlalu parah. 2.2.3. Etiologi Sampai saat ini, penyebab dari premenstrual syndrome belum bisa diketahui secara pasti oleh para ahli. Ada beberapa teori yang diduga menjadi penyebab premenstrual syndrome yaitu: (Speroff, Glass, Kase, 2010) - Kadar progesteron yang rendah - Kadar estrogen yang tinggi - Perubahan dari rasio estrogen – progesteron - Peningkatan aktivitas adrenal - Peningkatan aktivitas aldosterone - Peningkatan aktivitas rennin-angiotensin - Endorphin endogen withdrawl - Hipoglikemia subklinis - Perubahan katekolamin - Respon terhadap prostaglandin - Defisiensi vitamin - Ekskresi prolaktin yang berlebihan 2.2.4. Gejala Klinis Terdapat banyak gejala yang dihubungkan dengan sindrom premenstruasi namun gejala yang paling sering adalah gejala iritabilitas ( mudah tersinggung) dan disforia (perasaan sedih ) gejala mulai dirasakan 7- 10 hari menjelang menstruasi berupa gejala fisik maupun psikis yang mengganggu aktifitas sehari hari dan menghilang setelah menstruasi. Menurut American Standart Assocition – DSM IV menyebutkan bahwa gejala – gejala sindrom premenstruasi dapat meliputi gejala fisik dan psikis di jelaskan pada tabel. 13 Tabel 2.1. Kriteria diagnostic menurut American College of Obstetricians and Gynecologist Patient reports one or more of the following affective and somatic symptomes during 5 days before menses in each of 3 prior menstrual cycles Affective Depression Angry outbursts Anxiety Irritability Confusion Social withdrawal Somatic Breast tenderness Abdominal bloating Headache Swelling of extremities Symptoms relived within 4 days of menses onset without recurrence until at least cycle day 13 Symptoms present in absence of any pharmacologic therapy, hormone ingestion or drug or alcohol abuse Symptoms occur reproducibly during 2 cycles of prospective recording Patient suffers from identifiable dysfunction in social or economic performance 14 Tabel 2.2. Kriteria diagnostik menurut DSM-IV DSM-IV diagnostic criteria for PMDD One year duration of symptoms which are present for the majority of cycles (occur luteal, remit follicular Five of the following symptoms (with at least one of these marked with*) must occur during the week before menses and remit within days of menses: Irritability* Affective lability* (sudden mood swings) Depressed mood or hopelessness* Tension or anxiety* Decreased interest in activities Difficulty concentrating Change in sleep Feeling out of control Lack of energy Change in appetite (food cravings) Other physical symptoms (breast tenderness, bloating) Seriously interferes with work, social activities, relationship Not an exacerbation of another disorder Confirmed by prospective daily ratings at least 2 consecutive symptomatic cycles 15 Tabel 2.3 Pembagian dari sindrom menstruasi Premenstrual Typical Incidence in Possible Possible syndrome Symtoms Premenstrual etiologies therapies Subtype syndrome I Sufferers PMT – A Nervous tension 66 – 75 % Vitamin B6 Vitamin B6 Mood swings deficiency Magnesium Irritability Magnesium Progesteron Anxiety deficiency therapy Dopamine agonists Anxiolytics Decreased intake of vitamin D & calsium PMT - H Weight gain ( > 65 – 72% Stress Aldosterone 3lb.during 3 Magnesium antagonists consecutive deficiency Magnesium cycles ) Vitamin B6 Vitamin B6 Swelling of deficiency Dopamine extermities Comsumption of agonist Breast refined sugar Diuretics tenderness Decreased intake of vitamin D & calsium Sodium intake limited to 3 g/day 16 PMT - C Headache 24 – 35 % Vitamin B6 Vitamin B 6 Caving for deficiency Magnesium sweets Magnesium Zinc Increased deficiency Vitamin C appetite Zinc deficiency Incresed intake Heart pounding Vitamin C of linoleic acid Fatigue deficiency Decreased intake Dizziness / Cislinoleic acid of vitamin D& fainting deficiency calcium Decreased alcohol intake Decreased intake of refined sugar PMT - D Depression 23 – 37 % Vitamin B6 Vitamin B6 Forgetfulness deficiency Magnesium Crying Magnesium Estrogen Confusion deficiency Decreased intake Insomnia of vitamin D & calcium 17 2.2.5. Diagnosis Dalam penuntun diagnosis dari American Psychiatry Association (APA), menyatakan kriteria mendiagnosis premenstrual syndrome sebagai berikut: 1. Gejala berhubungan dengan siklus menstruasi dan gejala muncul mulai minggu terakhir fase luteal siklus menstruasi dan menghilang setelah muncul menstruasi. 2. Diagnosis premenstrual syndrome ditegakkan bila ditemukan 5 gejala dengan minimal terdapat 1 gejala mayor. Gejala – gejala mayor premenstrual syndrome adalah : labilitas afektif seperti menarik diri, semangat kerja menurun, tiba – tiba marah atau sedih; iritabilitas seperti mudah marah dan tersinggung, tegang dan cemas; perubahan suasana hati dan putus asa. Gejala minor premenstrual syndrome adalah : pembengkakan pada anggota badan, nyeri/kembung pada perut, perubahan nafsu makan, lekas lelah, nyeri kepada, mual/muntah, payudara nyeri/tegang, gangguan tidur, gangguan buang air besar, dan susah berkonsentrasi. Gejala fisik seperti edema, nyeri persendian atau nyeri otot, dan pertambahan berat badan. Dalam DSM-IV diagnosis premenstrual syndrome ditegakkan hanya bila gangguan itu secara nyata mengganggu pekerjaan atau fungsi peran. DSM-IV memasukkan criteria diagnostik premenstrual syndrome seperti berikut ini : a. Pada sebagian besar siklus menstruasi selama tahun terakhir, lima (atau lebih) gejala berikut ditemukan untuk sebagian besar waktu selama minggu terakhir fase luteal, mulai menghilang dalam beberapa hari setelah onset fase folikular, dan menghilang dalam minggu pasca menstruasi, dengan sekurang – kurangnya salah satu gejala adalah (1), (2), (3), atau (4): 1. Mood terdepresi yang jelas, perasaan putus asa, pikiran mencela diri sendiri. 2. Kecemasanyang jelas, ketegangan, perasaan “bersemangat” atau “tidak tenang”. 18 3. Labilitas afektif yang tidak jelas (misalnya, perasaan tiba – tiba sedih atau menangis atau meningkatnya kepekaan terhadap penolakan) 4. Kemarahan atau iritabilitas yang menetap dan jelas atau meningkatnya konflik interpersonal. 5. Menurunnya minat dalam aktivitas seharian (misalnya pekerjaan, sekolah, teman, kegemaran). 6. Perasaan subjektif adalah kesulitan dalam berkonsentrasi. 7. Letargi, mudah lelah, atau kehilangan tenaga. 8. Perubahan yang jelas dalam nafsu makan, makan berlebihan atau kecanduan makanan tertentu. 9. Hipersomnia atau insomnia. 10. Perasaan subjektif sedang terlanda atau keluar kendali. 11. Gejala fisik lain, seperti nyeri atau pembengkakan payudara, nyeri kepala, nyeri sendi atau otot, sensasi kembung, kenaikan berat badan. Catatan : pada perempuan yang sedang menstruasi, fase luteal berhubungan dengan periode antara ovulasi dan onset menstruasi, dan fase folikular dimulai saat menstruasi. Pada perempuan yang tidak menstruasi (misalnya yang telah menjalani histerektomi), penentuan fase luteal dan folikuler mungkin memerlukan pengukuran hormon reproduktif dalam sirkulasi. b. Gangguan dengan jelas mengganggu pekerjaan, sekolah, atau aktivitas sosial biasanya dan hubungan dengan orang lain (misalnya, menghindari aktivitas sosial, menurunnya produktivitas dan efisiensi di pekerjaan atau sekolah) c. Gangguan tidak semata – mata suatu eksaserbasi gejala dari gangguan lain, seperti gangguan depresif berat, gangguan panik, gangguan distimik, atau gangguan kepribadian (walaupun mungkin bertumpang tindih dengan salah satu gangguan tersebut). 19 d. Kriteria A, B, dan C harus ditegakkan oleh pencatatan harian prospektif selama sekurang – kurangnya dua siklus simptomatik yang berturut – turut 2.4. Kadar Gula Darah 2.4.1. Defenisi Kadar gula darah (KGD) adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma (Dorland, 2002). 2.4.2. Metabolisme Glukosa Glukosa tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut sebelum diubah oleh reaksi ATP menjadi glukosa 6-fosfat. Reaksi ini dikatalis oleh enzim heksokinase yang tidak spesifik dan juga oleh enzim glukokinase yang spesifik di dalam hati. Reaksi ini, dalam arah sebaliknya, hidrolisa sederhana glukosa 6- fosfat menjadi glukosa, dikatalis oleh glukosa 6-fosfatase. Glukosa dapat dikonversi menjadi glikogen untuk disimpan di hati setelah diubah menjadi glukosa 6-fosfat. Glukosa yang tidak dikonversi menjadi glikogen hati dapat dioksidasi menjadi glikogen otot atau dikonversi menjadi lemak dan disimpan dalam depot-depot lemak setelah melalui sirkulasi sistemik jaringan. Glikogen di dalam hati berfungsi sebagai cadangan karbohidrat dan akan melepaskan glukosa ke sirkulasi jika terjadi penurunan konsentrasi glukosa di dalam darah. Glikogen otot dikonversi menjadi asam laktat oleh glikolisis anaerob karena otot tidak memiliki enzim glukosa 6-fosfatase. Oksidase glukosa atau konversi karbohidrat menjadi lemak dan protein dapat melalui proses konversi Glukosa 6- fosfat, triosa fosfat, dan fosfoenol piruvat kemudian diubah menjadi piruvat pada jalur glikolitik EmbdenMayerhof untuk fosforilasi oksidatif. Selain itu, jalur metabolisme oksidasi glukosa melalui jalur heksosa monofosfat yang membentuk NADPH2 dan bukan NADH2. Fruktosa dan galaktosa setelah mengalami fosforilasi oleh fruktokinase dan galaktokinase akan memasuki jalur metabolisme karbohidrat yang umum dengan pangkalan metabolisme umum pada siklus krebs dimana residu karbon, protein, karbohidrat, atau lemak dapat dioksidasi dengan melepaskan energi atau dikonversi dari bentuk yang satu ke bentuk lainnya (Murray, Granner, Mayes, dan 20 Rodwell, 2003). Dasar biokimia metabolisme glukosa dan hubungannya dengan metabolisme protein dan lipid dapat dilihat ada gambar di bawah ini: Gambar 2.2 Ringkasan Metabolisme Glukosa Pada Sel Mamalia. Glukosa 6Fosfat diproduksi dari glukosa dan dapat dikonversi menjadi glikogen atau dimetabolisme melalui pentose-phosphate pathway. Glycerol-phosphate digunakan untuk sintesis triacylglycerol and phospholipid s. Acetyl-CoA dioksidasi melalui siklus krebs. Prekursor untuk sintesis asam lemak berupa glutamin dan aspartat diperoleh dari siklus ini 1. hexokinase/glucokinase; 2. pentose-phosphate pathway; 3 glycogen synthesis; 4 lactate dehydrogenase; 5. alanine aminotransferase; 6, pyruvate dehydrogenase; 7, ATP-citrate lyase; 8, fatty acid synthesis; 9, glutamine synthetase; 10, aspartate aminotransferase; 11, citrate synthetase. (Murray, Granner, Mayes, dan Rodwell, 2003). 21 2.4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah Kadar glukosa plasma pada suatu saat sangat ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk ke dalam aliran darah dan jumlah yang meninggalkannya. Oleh karena itu, penentu utama masukan adalah dari diet; kecepatan pemasukan ke dalam sel otot, jaringan adiposa, dan organorgan lain; dan aktivitas glukostatik hati. Lima persen dari glukosa yang dikonsumsi langsung dikonversi menjadi glikogen di dalam hati, dan 30-40 % dikonversi menjadi lemak. Sisanya dimetabolisme di otot dan jaringan-jaringan lain. Pada waktu puasa, glikogen hati dipecah dari hati untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Jika terjadi puasa yang lebih panjang, glikogen hati habis dan terjadi glikoneogenesis dari asam amino dan gliserol di dalam hati (Ganong, 2001). Kadar gula darah juga bervariasi pada waktu-waktu tertentu seperti pada kehamilan, saat menstruasi, dan pada pagi hari. Pada pagi hari terjadi dawn phenomenon dimana terjadi peningkatan kadar hormon glukagon, epinefrin, hormon pertumbuhan, dan kortisol sebelum seseorang bangun. Pengeluaran hormon-hormon antagonis terhadap insulin tersebut meningkatkan kadar gula darah dengan merangsang pengeluaran glukosa dari hati dan menghambat tubuh menggunakan glukosa. Penggunaan alkohol yang berlebihan dapat menimbulkan hipoglikemia sebab alkohol menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati (Klapp, 2011). Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres seperti fisik (trauma, pembedahan, panas, atau dingin hebat); fisiologis (olahraga berat, syok perdarahan, nyeri); psikologis atau emosi (rasa cemas, ketakutan, kesedihan); dan sosial (konflik pribadi, perubahan gaya hidup) memicu pengeluaran hormon adrenalin dan kortisol yang juga menyebabkan pelepasan glukosa hati sebagai respon “fight-or-flight” untuk meningkatkan ketersediaan glukosa, asam amino, dan asam lemak untuk digunakan jika diperlukan (Sherwood, 2001). Peningkatan kadar gula darah juga terjadi bila terjadi infeksi. Hal ini penting untuk menjaga ketersediaan energi untuk pertahanan dalam melawan agen penyebab infeksi. 22 2.4.4. Mekanisme Pengaturan Kadar Gula Darah Sangatlah penting bagi tubuh untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah karena secara normal, glukosa merupakan satu-satunya bahan makanan yang dapat digunakan otak, retina, epithelium germinal dari gonad. Sebaliknya, konsentrasi glukosa darah perlu dijaga agar tidak meningkat terlalu tinggi karena glukosa sangat berpengaruh terhadap tekanan osmotik cairan ekstraseluler, dan bila konsentrasi glukosa meningkat sangat berlebihan akan dapat menimbulkan dehidrasi seluler. Selain itu, sangat tingginya konsentrasi glukosa dalam darah menyebabkan keluarnya glukosa dalam air seni. Keadaan-keadaan tersebut menimbulkan diuresis osmotik oleh ginjal, yang dapat mengurangi cairan tubuh dan elektrolit (Guyton dan Hall, 2006). Proses mempertahankan kadar glukosa yang stabil di dalam darah adalah salah satu mekanisme homeostasis yang diatur paling halus dan sangat berkaitan erat dengan hormon insulin dan glukagon. Insulin mempunyai efek meningkatkan ambilan glukosa di jaringan seperti jaringan adiposa dan otot. Sekresi hormon ini dirangsang oleh keadaan hiperglikemi, kerja insulin ini disebabkan oleh peningkatan transpor glukosa (GLUT 4) dari bagian dalam sel membran plasma. Sedangkan kerja glukagon berlawanan dengan kerja insulin, hormon glukagon menimbulkan glikogenolisis dengan mengatifkan enzim fosforilase. Glukagon bekerja dengan menghasilkan cAMP (Murray, Granner, Mayes, dan Rodwell, 2003). Hormon-hormon pankreas merupakan zat pengatur terpenting dalam metabolisme bahan bakar normal. Namun, beberapa hormon lain juga memiliki efek metabolik langsung walaupun kontrol sekresi mereka dikaitkan dengan faktor-faktor di luar transisi antara keadaan kenyang dan puasa. Efek hormon tiroid pada metabolisme intermediat bermacam-macam. Hormon ini merangsang efek anabolik dan katabolik serta laju metabolisme keseluruhan. Hormon- hormon stres, efinefrin dan kortisol, keduanya meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak dalam darah.. Selain itu, kortisol dan hormon pertumbuhan berperan penting dalam mempertahankan kadar gula darah selama keadaan kelaparan jangka panjang (Sherwood, 2001). 23 Gambar 2.3. Mekanisme Kerja Glukagon dan Insulin (Sumber : Sherwood, 2001) 2.5. Hubungan Kelebihan Kadar Gula Darah dengan Premenstrual Syndrome Menurut Saryono (2009), kadar gula darah yang rendah (hipoglikemia) merupakan salah satu penyebab ternjadinya premenstrual syndrome. Selain dari itu, premenstrual syndrome juga bisa terjadi akibat faktor hormonal; hormon estrogen yang berlebihan; gangguan perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi sistem serotonin yang dialami penderita; behubungan dengan hormon prostaglandin dan neurotransmitter di otak; dan kurang asupan vitamin B, kalsium, dan magnesium. Salah satu yang timbul pada wanita yang mengalami premenstrual syndrome adalah adanya pembengkakan pada tubuh. Pembengkakan ini terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Tingginya asupan gula ini disebabkan oleh karena rendahnya serotonin yang menurunkan resistensi insulin sehingga 24 pada wanita yang mengalami premenstrual syndrome didapati adanya penurunan kadar gula darah.