Acinetobacter baumannii sensitivity trends against amino glycoside

advertisement
Acinetobacter baumannii Sensitivity Trends
against Aminoglycoside at ICU and Non ICU
Units in Dr. Moewardi Hospital 2012 - 2013
Leli Saptawati 1, Marwoto 1, Eko Setijanto2,
Dhani Redhono H 3, Ari Probandari4
1.Microbiology Laboratory RSDM/
Faculty of MedicineUniversitas Sebelas Maret
2. Department of Anesthesia RSDM/
Faculty of Medicine Universitas Sebelas Maret
3. Department of Internal Medicine RSDM/
Faculty of Medicine Universitas Sebelas Maret
4. Department of Public Health Sciences
Faculty of Medicine Universitas Sebelas Maret
Email : [email protected]
Abstract
Multidrug-resistant (MDR) A. baumannii is the most difficult
bacteria to treat and to control compared to other Gram-negative
bacteria. The ability of this bacteria to survive for long periods of
times in environments often causes Healthcare Associated Infections
(HAI’s) outbreak. Aminoglycoside is one of drug of choice of MDR A.
baumannii. This research aims at ascertaining A. baumannii sensitivity
trends against Aminoglycoside antibiotics at ICU and Non ICU Unit.
Data were taken from all samples of A. baumannii obtained from ICU
dan Non ICU Units year 2012 and 2013. Non ICU samples were taken
at Melati 1 ward where internal medicine patients are treated in Dr.
Moewardi Hospital. The antibiotics being examined were gentamicin
and amikacin. The identification and sensitivity applied Vitek-2 system.
The data were processed using WHO-net 5.6 soft ware and CLSI 2013
guidelines. Furthermore, statistical analysis was conducted using Chi
Square and Fisher Exact Test. The result of descriptive analysis at ICU
1
and Melati 1 units showed that amikacin has a better sensitivity trend
than gentamicin. The sensitivity value at Melati 1 ward is higher than it
is at ICU unit. The result of statistical analysis between year 2012 and
2013 showed that in the second period, antibiotic sensitivity trends at
ICU unit did not show significant difference both to gentamicin and
amikacin (each p-value is 0,099 and 0,239). Similar result was also
shown at Melati 1 ward with each p-value of 0,704 and 0,157.
Meanwhile, ICU unit and Melati 1ward had significant sensitivity
difference on both antibiotics, with p-value showing <0,05. Compared
to Non ICU unit (Melati 1), A. baumannii found at ICU is more resistant
towards Aminoglycoside. Amikacin shows higher sensitivity than
gentamisin. There is no significant difference on resistance trends both
at ICU and NON ICU (Melati 1) between year 2012 and 2013.
Key words : ICU, Non ICU (Melati 1), A. baumannii, Aminoglycoside
Intisari
Multidrug-resistant (MDR) A. baumanii merupakan bakteri yang
paling sulit diterapi dan dikendalikan dibandingkan bakteri batang
Gram negatif yang lain. Kemampuan bakteri ini untuk bertahan di
lingkungan dalam jangka waktu lama sering menyebabkan Healthcare
Associated Infections (HAI’s) outbreak. Aminoglikosida merupakan salah
satu drug of choice MDR A. baumanii. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tren kepekaan A. baumanii terhadap antibiotik Golongan
Aminoglikosida di bangsal ICU dan Non ICU. Data diperoleh dari
semua sampel A. baumanii yang berasal dari ICU dan Non ICU selama
tahun 2012 dan 2013. Sampel Non ICU diambil dari bangsal Melati 1,
yang merupakan bangsal perawatan penyakit dalam di RSUD Dr.
Moewardi. Antibiotik yang diuji adalah gentamisin dan amikasin.
Identifikasi dan uji sensitivitas dilakukan mengunakan Vitek-2. Data
diolah menggunakan soft ware WHO-net versi 5.6 dengan panduan
CLSI 2013. Selanjutnya dilakukan analisis statistik menggunakan uji Chi
Square dan Fisher Exact Test. Hasil dikatakan bermakna apabila nilai
2
p<0,05. Hasil analisis deskriptif di ICU dan Melati 1 menunjukkan bahwa
amikasin memiliki sensitivitas yang lebih baik daripada gentamisin.
Nilai sensitivitas di bangsal Melati 1 lebih tinggi daripada di ICU. Hasil
analisis statistik antara tahun 2012 dan 2013 menunjukkan bahwa pada
ke-2 periode tersebut tren sensitivitas antibiotik di ICU tidak
menunjukkan perbedaan bermakna baik pada gentamisin maupun
amikasin (nilai p masing-masing 0,099 dan 0,239). Hasil yang sama
juga tampak di Melati 1 dengan nilai p masing-masing 0,704 dan
0,157. Sementara itu antara ICU dan Melati 1 terdapat perbedaan
sensitivitas yang bermakna pada ke-2 jenis antibiotik, dengan nilai p
pada ke-2 bangsal menunjukkan nilai <0,05. Dibandingkan dengan
bangsal Non ICU (Melati 1), A. baumanii di ICU lebih resisten secara
bermakna terhadap Aminoglikosida. Amikasin menunjukkan sensitivitas
yang lebih tinggi daripada gentamisin. Tidak terdapat perbedaan tren
kepekaan yang bermakna baik di ICU maupun NON ICU (Melati 1)
antara tahun 2012 dan 2013
Kata kunci : ICU, Non ICU (Melati 1), A. baumanii, aminoglikosida
Latar belakang
Acinetobacter baumannii merupakan bakteri Gram negatif yang
banyak terdapat di lingkungan seperti di tanah dan juga banyak
terdapat pada makanan (sayuran, buah dan ikan). Pada individu yang
sehat, bakteri ini jarang melakukan kolonisasi (Dijkshoorn et al, 2005).
Bakteri ini telah banyak diketahui sebagai salah satu penyebab utama
terjadinya wabah infeksi nosokomial atau Healthcare-associated
infections (HAI’s). Kemampuan bakteri ini untuk melakukan replikasi di
lingkungan didukung oleh kemampuannya bertahan terhadap
lingkungan yang kering, terjadinya resistensi terhadap berbagai
antibiotik dan karena adanya antibiotic-selective pressure (Vahdani et
al, 2011). Multidrug-resistant (MDR) A. baumannii berkembang cukup
cepat di RS dan dapat menyebabkan berbagai infeksi (Bassetti et al,
3
2008). Bakteri ini merupakan penyebab utama infeksi nosokomial
pneumonia dan bacteremia pada pasien yang dirawat di intensive care
unit (ICU. Selain itu juga dapat menyebabkan infeksi kulit, jaringan
lunak, infeksi saluran kemih (ISK) (Gayness et al, 2005) serta meningitis
(Imberti et al, 2012)
Infeksi karena MDR A. baumannii sangat sulit diterapi. Tanpa
pemberian antibiotik empirik yang adekuat tingkat kesembuhan pasien
sangat rendah (Vahdani et al, 2011). Pilihan terapi antibiotik untuk MDR
A. baumannii tersebut sangat terbatas, terutama apabila bakteri ini
telah resisten terhadap golongan karbapenem (Bassetti et al, 2008).
Tingkat kematian pasien rawat inap dengan infeksi A.baumannii sebesar
7,8%-23%. Sementara di antara pasien yang dirawat di ICU, tingkat
kematiannya sebesar 10%-43% (Vahdani et al, 2011).
Berdasarkan berbagai penelitian sebelumnya, apabila masih
sensitif terhadap karbapenem, antibiotik ini masih merupakan pilihan
terapi utama, Selain itu dapat juga digunakan aminoglikosida, tigesiklin,
polimiksin maupun kombinasi beta-laktam/beta-laktamase inhibitor
(Maragakis et al, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tren
kepekaan A. baumanii terhadap antibiotik golongan aminoglikosida
di bangsal ICU dan Non ICU RS Dr. Moewardi tahun 2012 dan 2013.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode penelitian cross sectional. Lokasi
penelitian di ICU dan bangsal perawatan non ICU RS Dr Moewardi di
Surakarta. Bangsal perawatan non ICU yang dijadikan lokasi penelitian
adalah Melati 1 dimana merupakan bangsal perawatan penyakit dalam
RS. Dr. Moewardi. Data yang dikumpulkan adalah pola kepekaan A.
baumannii terhadap antibiotik golongan aminoglikosida selama tahun
2012 dan 2013. Antibiotik golongan aminoglikosida yang diuji adalah
amikasin dan gentamisin.
Subyek penelitian adalah spesimen klinis pasien rawat inap di ICU
dan bangsal Melati 1, yang diperiksa di Lab. Mikrobiologi Klinik RS Dr
Moewardi. Spesimen klinis diambil oleh petugas yang telah
4
memperoleh pelatihan mengenai teknik pengambilan spesimen
mikrobiologi. Pengujian spesimen dilakukan sesuai dengan Standard
Prosedur Operasional (SPO) di Lab. Mikrobiologi Klinik RS Dr
Moewardi, menggunakan peralatan laboratorium yang terkalibarasi
secara rutin. Sampel yang diterima kemudian dilakukan pewarnaan
Gram, dilakukan kultur di media agar darah dan MacConkey Agar, serta
dilakukan uji identifikasi dan sensitivitas. Uji identifikasi dan sensitivitas
dilakukan mengunakan alat semiotomatis Vitek-2 compact.
Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik total sampling.
Kriteria inklusi meliputi pasien rawat inap di bangsal ICU dan non ICU
(Melati 1) RS Dr Moewardi di Surakarta, pasien dengan dugaan infeksi
bakteri, pemeriksaan mikrobiologi dpasien tersebut ilakukan di Lab.
Mikrobiologi Klinik RS Dr. Moewardi, dan uji identifikasi menunjukkan
A. baumannii. Kriteria eksklusi adalah spesimen yang tidak memenuhi
persyaratan pemeriksaan mikrobiologi. Data diolah menggunakan soft
ware WHO-net versi 5.6 dengan panduan CLSI 2013. Selanjutnya
dilakukan analisis statistik menggunakan uji Chi Square dan Fisher Exact
Test. Hasil dikatakan bermakna apabila nilai p<0,05. Data akan disajikan
secara deskriptif dan analitik.
Hasil
Jumlah sampel di ICU tahun 2012 untuk antibiotik amikasin dan
gentamisin masing-masing sebanyak 44 sampel. Jumlah sampel di
bangsal Melati 1 sebanyak 75 sampel untuk amikasin dan 76 sampel
untuk gentamisin. Jumlah sampel di ICU pada tahun 2013 untuk amikasin
dan gentamisin masing-masing sebanyak 69 sampel. Sampel di bangsal
Melati 1 sebanyak 66 sampel untuk amikasin dan 65 sampel untuk
gentamisin.
Hasil uji sensitivitas amikasin di ICU menunjukkan nilai 59% pada
tahun 2012 dan 74% pada tahun 2013. Hasil untuk amikasin di bangsal
Melati 1 menunjukkan nilai 95% pada tahun 2012 dan 91% pada tahun
2013. Uji sensitivitas gentamisin di ICU menunjukkan nilai sebesar 14%
pada tahun 2012 dan 25% pada tahun 2013. Hasil uji gentamisin di
5
bangsal Melati 1 menunjukkan nilai 57% pada tahun 2012 dan 44%
pada tahun 2013.
Selanjutnya dilakukan uji Chi Square dan uji Fisher Exact Test untuk
mengetahui perbandingan nilai sensitivitas amikasin dan gentamisin di
ICU tahun 2012 dan 2013 serta perbandingan nilai sensitivitas di Melati
1 tahun 2012 dan 2013. Selain itu uji statistik tersebut juga dilakukan
untuk mengetahui perbandingan nilai sensitivitas antara ICU dan Melati
1 tahun 2012 dan tahun 2013. Sebaran nilai p dapat dilihat pada tabel 1.
Hasil analisis statistik antara tahun 2012 dan 2013 menunjukkan bahwa
pada ke-2 periode tersebut tren sensitivitas antibiotik di ICU tidak
menunjukkan perbedaan bermakna baik pada gentamisin maupun
amikasin (p>0,05). Hasil yang sama juga tampak di Melati 1(p>0,05).
Sementara itu antara ICU dan Melati 1 terdapat perbedaan sensitivitas
yang bermakna pada ke-2 jenis antibiotik (p< 0,05).
Pembahasan
Penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan tidak rasional
merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kolonisasi dan
infeksi oleh MDR A. baumannii. Faktor risiko yang lain adalah perawatan
pasien di ICU dalam jangka lama, pasien yang terpasang ventilator,
colonization pressure, paparan agen antimikroba, pembedahan,
prosedur invasive, dan beratnya penyakit yang mendasari pada pasien
(Fournier et al, 2006). Data menunjukkan bahwa sensitivitas gentamisin
terhadap A. baumannii menunjukkan nilai yang sangat rendah baik di
ICU maupun di Melati 1 selama tahun 2012 dan 2013. Nilai sensitivitas
pada ke-2 unit perawatan tersebut antara 14%-57%. Begitu pula
sensitivitas amikasin terhadap A. baumannii di ICU juga menunjukkan
nilai yang rendah, yaitu 59% pada tahun 2012 dan 74% pada 2013.
Akan tetapi untuk bangsal Melati 1 sensitivitas amikasin masih
menunjukkan nilai yang baik, lebih dari 90% pada tahun 2012 dan
2013.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prashath et al. (2004) juga
mengatakan bahwa A. baumannii pada umumnya sudah lebih resisten
6
terhadap kuinolon, antibiotik beta-laktam, sefalosporin generasi 1 dan
2 dan terkadang juga terhadap generasi 3 dan juga lebih resisten
terhadap aminoglikosida. Pada penelitian tersebut juga disimpulkan
bahwa kombinasi amikasin dan sefalosporin generasi 3 dapat menjadi
pilihan terapi terbaik. Penelitian lain yang dilakukan di Teheran, Iran
menyimpulkan bahwa sensitivitas A. baumannii terhadap sefalosporin
generasi 3, fluorokuinolon, amikasin, gentamisin dan trimethoprim/
sulfamethoxazole (SXT) sangat rendah dan bahkan sudah terjadi
resistensi secara signifikan terhadap imipenem. Langkah pengendalian
resistensi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan surveilans
penggunaan antibiotik di RS setempat dan membatasi penggunaan
antibiotik spectrum luas (Vahdani et al, 2011).
Strategi lain yang penting dalam pengendalian resistensi A.
baumannii adalah pemberian terapi antibiotik yang efektif misalnya
pada kasus ventilator-associated penumoniae (VAP) atau blood stream
infection (BSI). Antibiotik golongan karbapenem merupakan obat pilihan
utama, namun saat ini juga sudah mulai banyak ditemukan resistensi
terhadap antibiotik tersebut. Sulbactam telah terbukti berhasil
mengatasi infeksi serius oleh A. baumanniii, namun efektivitasnya
menurun pada kasus yang menunjukkan resistensi terhadap
karbapenem. Terapi dengan polimiksin menunjukkan hasil yang cukup
baik, demikian pula dengan tigesiklin (Karageorgopoulous et al, 2008).
Selain penggunaan antibiotik secara bijak dan rasional, perlu juga
dilakukan pengendalian outbreak melalui program pengendalian
infeksi. Pengendalian outbreak infeksi oleh A. baumannii merupakan
suatu hal yang tidak mudah dilakukan. Identifikasi dan penelusuran
sumber outbreak melalui kultur serta penelitian genotyping dapat
membantu menentukan metode pengendalian infeksi yang lebih
spesifik. Metode pengendalian infeksi untuk membatasi outbreak yang
dapat dilakukan adalah pembersihan lingkungan perawatan sesuai
standard, proses sterilisasi yang efektif untuk alat-alat yang dipakai
ulang, praktek hand hygiene yang benar, penggunaan alat perlindungan
diri (APD), serta dukungan yang optimal dari sisi administrasi dan
fasilitas (Karageorgopoulous et al, 2008). Faktor risiko untuk terjadinya
7
kolonisasi atau infeksi oleh MDR A. baumannii antara lain adalah
perawatan pasien di ICU dalam jangka lama, pasien yang terpasang
ventilator, colonization pressure, paparan agen antimikroba,
pembedahan, prosedur invasive, dan beratnya penyakit yang mendasari
pada pasien (Fournier et al, 2006).
Kesimpulan
A. baumanii di ICU lebih resisten secara bermakna terhadap
Aminoglikosida dibandingkan dengan bangsal Non ICU. Amikasin
menunjukkan sensitivitas yang lebih tinggi daripada gentamisin. Tidak
terdapat perbedaan tren kepekaan yang bermakna baik di ICU maupun
NON ICU antara tahun 2012 dan 2013.
Daftar pustaka
Fournier, PE, Richet, H. 2006. The epidemiology and control of
Acinetobacter baumannii in health care facilities. Clin Infec Dis
42(5):692-9.
Maragakis, L, Perl, TM. 2008. Acinetobacter baumannii: Epidemiology,
Antimicrobial Resistance, and Treatment Options. Clin Infect Dis
46:1254–63
Prashanth, K, Badrinath, S. 2004. In vitro susceptibility pattern of
acinetobacter species to commonly used cephalosporins, quinolones,
and aminoglycosides. Indian J Med Microbiol 22: 97-103.
Karageorgopoulos, DE, Falagas, ME. 2008. Current control and
treatment of multidrug-resistant Acinetobacter baumannii
infections. Lancet Infect Dis 8(12):751-62.
Bassetti, M, Righi, E, Esposito, S, Petrosillo, N, Nicolini, L. 2008.Drug
Treatment for Multidrug-resistant Acinetobacter baumannii
Infections. Future Microbiol 3(6):649-660.
Dijkshoorn, L, Aken, EV, L. Shunburne, L, Van Der Reijden, TJK, Bernards,
TA, Nemec, A et al. 2005. Prevalence of Acinetobacter baumannii
and other Acinetobacter spp. in faecal samples from nonhospitalised individuals Clin Microbiol Infect 11: 329-332.
8
Gaynes, R, Edwards, JR. 2005. Overview of nosocomial infections caused
by gram-negative bacilli. Clin Infect Dis 41(6):848-54.
Imberti, R, Cusato, M, Accetta, G, Marino, V, Procaccio, F, Gaudio, AD,
Iottii, GA, Regazzib, M. 2012. Pharmacokinetics of Colistin in
Cerebrospinal Fluid after Intraventricular Administration of Colistin
Methanesulfonate. Antimicrob Agents Chemother 56(8): 4416–4421.
Vahdani, P, Yaghoubi, T, Aminzadeh, Z. 2011. Hospital Acquired
Antibiotic-Resistant Acinetobacter baumannii Infections in a 400Bed Hospital in Tehran, Iran. Int J Prev Med 2(3): 127–130.
9
Download