Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Investasi
2.1.1
Pengertian Investasi
Setiap orang yang melakukan kegiatan ekonomi akan dihadapkan kepada
dua pilihan dalam mengonsumsi sesuatu, apakah mengonsumsi untuk sekarang
atau untuk masa depan. Penundaan konsumsi sekarang untuk masa mendatang
dapat dikatakan sebagai suatu investasi. Salah satu tujuan seseorang berinvestasi
adalah untuk menambah atau meningkatkan pendapatannya di masa mendatang.
Pengertian investasi menurut Jogiyanto (2007:5) adalah sebagai berikut :
Investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di
dalam produksi yang efisien selama periode waktu tertentu.
Rose and Marquis (2006:6), menyatakan pengertian dari Investasi :
Expenditure on capital goods or on inventories of goods or raw materials
that are used to produce other goods and service, causing future
production and income to rise.
Menurut Bodie, Keane, dan Marcus (2007:3 ), pengertian investasi
adalah :
Current commitment of money or other resources in the expectation of
reaping future benefit.
Sedangkan menurut Abdul Halim (2005:4) pengertian investasi adalah :
Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana
pada saati ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di
masa yang akan datang.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan
komitmen atas dana yang ditanamkan dan diharapkan memperoleh keuntungan di
masa yang akan datang dari penanaman investasi tersebut.
2.1.2
Jenis-jenis Investasi
Keputusan investasi dapat dilakukan oleh individu atau suatu entitas yang
kelebihan dana. Menurut Sunariyah (2004:4) investasi dalam arti luas terdiri dari
dua bagian utama, yaitu :
1. Investasi Dalam Bentuk Aktiva Riil (Real Assets) berupa aktiva berwujud
seperti emas, perak, intan, barang-barang seni dan real estate.
2. Investasi Dalam Bentuk Surat-Surat Berharga (Financial Asstes) berupa suratsurat berharga yang pada dasarnya merupakan klaim atas aktiva riil yang
dikuasai oleh entitas. Pemilikan aktiva finansial dalam rangka investasi pada
sebuah entitas dapat dilakukan dengan dua cara :
a. Investasi Langsung (Direct Investment)
Investasi Langsung (direct investment) dapat diartikan sebagai suatu
pemilikan surat-surat berharga secara langsung dalam suatu entitas yang
secara resmi telah go public dengan harapan akan mendapatkan
keuntungan berupa penghasilan dividen dan capital gains.
b. Investasi Tidak Langsung (Indirect Investment)
Investasi Tidak Langsung (indirect investment) terjadi bilamana surat-surat
berharga yang dimiliki diperdagangkan kembali oleh perusahaan investasi
(investment company) yang berfungsi sebagai perantara.
2.1.3
Tujuan Investasi
Menurut Gitman dan Joehnk (2005:13), ada beberapa alasan mengapa
seseorang melakukan investasi, antara lain adalah :
1. Accumulating Retirement Funds
Accumulating funds forf retirement is the single most important reason for
investing.
2. Enhancing Current Income
investment enchance current income by earnings dividends or interest
3. Saving For Major Expenditure.
the most common of these are the down paymenr on a home, education,
vacation travel and capital to start business
4. Sheltering Income From Taxes.
obviously, if person can avoid or deferpaying taxeson the income from
investment, its will have more funds left for reinvestment.
Dari penjelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa tujuan dari
investasi secara garis besar sama, yaitu untuk mengharapkan pendapatan (return)
yang lebih besar di masa yang akan datang, tentunya dengan tingkat resiko yang
selalu menyertainya.
2.1.4
Risiko Investasi
Alasan utama orang berinvestasi adalah untuk memperoleh keuntungan.
Dalam konteks manajemen investasi, tingkat keuntungan investasi disebut sebagai
return. Suatu hal yang wajar jika investor menuntut tingkat pengembalian tertentu
atas dana yang diinvestasikannya. Return yang diharapkan investor dari investasi
yang dilakukannya merupakan kompensasi atas biaya kesempatan (opportunity
cost) dan risiko penurunan daya beli akibat adanya pengaruh inflasi.
Seorang investor perlu membedakan antara return yang diharapkan
(expected return), dengan return yang aktual (actual return). Antara tingkat
pengembalian yang diharapkan dan tingkat pengembalian yang aktual yang
diperoleh investor sangat mungkin berbeda. Dan perbedaan inilah yang
merupakan resiko yang harus selalu dipertimbangkan oleh investor sebelum
memutuskan untuk berinvestasi. Adapun pengertian resiko yang dijabarkan oleh
Eduardus Tandelilin (2001:48) adalah sebagai berikut :
Risiko merupakan kemungkinan perbedaan antar return aktual
dengan return yang diharapkan. Semakin besar kemungkinan
perbedaannya, berarti semakin besar risiko investasi tersebut.
Begitu juga dengan pendapat Abdul Halim (2005:42) mengenai
pengertian risiko, yaitu:
Risiko
merupakan
besarnya
penyimpangan
antara
tingkat
pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat
pengembalian aktual (actual return)
Adapun pengertian lain dari resiko yang dikemukakan oleh Gitman
(2003:237) adalah sebagai berikut :
Risk is the chance of financial loss or more formally, the variability of
return associated with a given asset.
Adapun jenis-jenis risiko yang mungkin dihadapi oleh para investor dalam
melakukan kegiatan investasi seperti yang dikemukakan oleh Reilly, et al
(2000:15) diantaranya :
1. Business Risk
Kemungkinan kerugian yang diderita perusahaan karena keuntungan yang
diperoleh lebih kecil dari keuntungan yang diharapkan. Business risk ini
berkaitan dengan cakupan usaha perusahaan.
2. Financial Risk
Risiko yang timbul dari cara perusahaan membiayai kegiatannya, misalnya :
penggunaan utang dalam membiayai aset perusahaan.
3. Liquidity Risk
Adanya ketidakpastian yang timbul pada saat sekuritas berada di pasar
sekunder. Risiko ini berkaitan dengan kecepatan pembelian/penjualan suatu
asset serta tingkat harga yang terbentuk dalam transaksi tersebut.
4. Exchange Rate Risk
Risiko ini berkaitan dengan fluktuasis nilai tukar mata uang domestik
dengan nilai mata uang negara lainnya. Risiko ini biasanya dihadapi oleh
investor internasional atau perusahaan yang menggunakan mata uang asing
dalam kegiatan operasionalnya maupun pendanaan.
5. Country Risk
Risiko ini berkaitan dengan kestabilan politik serta kondisi lingkungan
perekonomian di suatu negara.
Terdapat beberapa jenis risiko investasi yang mungkin dihadapi oleh para
investor dalam melakukan kegiatan investasi seperti yang dikemukakan oleh
Abdul Halim (2005:51-52) diantaranya:
1. Risiko Sistematis (Systematic Risk)
Risiko sistematis merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan
melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktorfaktor mikro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Yang
termasuk risiko sistematis adalah :
a. Risiko Tingkat Bunga (Interes Rate Risk)
Risiko yang timbul akibat perubahan tingkat bunga yang berlaku di pasar
b. Risiko Pasar (Market Risk)
Risiko yang timbul akibat kondisi perekonomian negara berubah-ubah
dipengaruhi oleh resesi dan kondisi perekonomian.
c. Risiko Daya Beli (Purchasingpower Risk)
Risiko yang timbul akibat pengaruh perubahan tingkat inflasi. Perubahan
ini akan menyebabkan berkurangnya daya beli uang yang diinvestasikan
maupun bunga yang di peroleh dari investasi sehingga nilai riil pendapatan
menjadi kecil.
d. Risiko Mata Uang (Currency Risk)
Risiko yang timbul akibat pengaruh perubahan niali tukar mata uang.
2. Risiko tidak sistematis
Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang dapat dihilangkan dengan
melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada dalam satu perusahaan
atau sat industri tertentu. Yang termasuk risiko tidak sistematis yaitu :
a. Risiko Bisnis (Bussines Risk)
Merupakan
risiko
perusahaan emiten.
yang
timbul
akibat
menurunnya
profitabilitas
b. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)
Risiko ini berkaitan dengan saham yang bersangkutan untuk dapat segera
diperjualbelikan tanpa mengalami kerugian yang berarti.
Sedangkan Kamaruddin (2003:4) menjelaskan pula mengenai risiko
investasi. Menurutnya risiko investasi ada tujuh, yaitu :
1. Risiko Inflasi (Inflation Risk)
Risiko ini terjadi bila ada peningkatan harga barang /jasa akan menurunkan
nilai mata uang.
2. Risiko Pasar (Market Inflation)
Risiko ini terjadi bila penurunan harga saham terjadi maka akan
mengakibatkan capital loss. Risiko ini muncul sebagai akibat dari
variabilitas return pasar yang disebabkan oleh terjadinya bear /bull market
karena adanya kondisi ekonomi yang terus berubah-ubah.
3. Risiko Sektoral
Risiko ini dipengaruhi oleh kinerja usaha industri-industri yang tergabung
dalam suatu sektor yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (life cycle),
kondisi peraturan dan iklim usaha.
4. Risiko Tingkat Suku Bunga (Interest Rate Risk)
Risiko ini muncul dari perubahan dalam tingkat suku bunga yang ada di pasar.
Risiko tingkat suka bunga mempunyai pengaruh yang sama terhadap surat
berharga. Perubahan tingkat suku bunga ini akan menyebabkan terjadinya
fluktuasi harga surat-surat berharga.
5. Risiko Kredit ( Credit Risk)
Risiko timbul jika perusahaan menerbitkan efek hutang dan instrumen pasar
yang tidak mampu untuk membayar pokok hutang dan bunga tertunggak.
6. Risiko Mata Uang (Currency Risk)
Risiko ini timbul apabila terjadi perubahan nilai mata uang negara asing
dibandingkan dengan mata uang domestik sehingga akan mengurangi tingkat
hasil dari investasi asing. Hal ini terjadi karena nilai mata uang asing itu
menurun sehingga nilai investasi langsungnya menjadi lebih kecil.
7. Asset Class Risk
Saham obligasi, dan kas ( atau instrumen pasar yang lainnya) merupakan tiga
kelas aset yang paling utama. Jika seorang investor tidak berimbang dalam
melakukan diversifikasi terhadap investasinya, dengan demikian risikonya
akan semakin mengecil.
Dengan adanya resiko-resiko investasi di atas, maka investor dituntut
untuk berhati-hati dan melakukan analisa yang matang. Informasi yang lengkap
dan pemahaman yang komprehensif akan membantu investor dalam melakukan
keputusan instrumen investasi apa yang paling tepat untuknya.
2.2
Pasar Modal
2.2.1
Pengertian Pasar Modal
Pasar modal merupakan sarana pembentuk modal dan akumulasi dana
yang diarahkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengarahan
dana guna menunjang pembiayaan pembangunan. Pada dasarnya pasar modal
sama seperti pasar yang lain, hanya saja yang membedakan mungkin mengenai
komoditi yang diperdagangkan. Pasar modal dapat dikatakan pasar abstrak,
dimana yang diperjualbelikan adalah dana-dana jangka panjang, yaitu dana yang
keterkaitannya dalam investasi lebih dari satu tahun.
Ada beberapa definisi mengenai pasar modal, yaitu sebagai berikut :
Menurut Bab I, Pasal I, UU Pasar Modal RI No.8 butir 13 Tahun 1995
tentang Pasar Modal, secara spesifik pengertian dari Pasar Modal yaitu:
Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran
umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan
dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek.
Menurut
Keputusan
Menteri
Keuangan
RI
No.1548/KMK/90,
pengertian pasar modal adalah sebagai berikut :
Suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya
adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara dibidang
keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar.
Sedangkan menurut Gitman dan Joehnk (2005:36), pengertian pasar
modal adalah :
Market in which long term securities with maturities greater than one
year such as stocks, an bonds are bought and sold.
Sedangkan mengenai pengertian dari Bursa Efek (stock exchange)
menurut UU no.8 pasal 1 butir 4 tentang pasar modal adalah:
Bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan
sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan
beli efek, pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek
diantara mereka.
Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut :
1. Pasar modal bisa berupa pasar dalam pengertian abstrak ataupun dalam
pengertian nyata. Dalam pengertian abstrak maka perdagangan surat berharga
tidak harus terjadi pada suatu tempat tertentu. Sedangkan dalam pengertian
nyata maka pasar modal adalah bursa efek.
2. Komoditi yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga jangka panjang.
3. Bursa efek merupakan pasar yang sangat terorganisir karena terdapat
serangkaian peraturan yang mengikat pihak-pihak yang terkait di dalamnya.
2.2.2
Pasar Modal Efisien
Pasar modal yang efisien didefinisikan sebagai pasar modal yang harga
sekuritasnya mencerminkan semua informasi yang tersedia dan relevan seperti
yang dinyatakan oleh Jogianto (2007:369) :
Jika pasar beraksi dengan cepat dan akurat untuk mencapai harga
keseimbangan baru yang sepenuhnya mencerminkan informasi yang
tersedia maka kondisi pasar itu disebut pasar efisien.
Sedangkan menurut Sunariyah (2004:185), pasar efisien dapat dibedakan
dalam tiga bentuk, yaitu :
1. Hipotesa Pasar Efisien Bentuk Lemah (The Weak Form Efficient Market
Hypotesis).
Efisiensi pasar modal dalam bentuk lemah menyatukan suatu pasar modal
yang harga sahamnya merefleksikan semua informasi harga histories. Harga
saham sekarang dipengaruhi oleh harga saham masa lalu lebih lanjut informasi
masa lalu dihubungkan kepada harga saham untuk membantu menentukan
harga saham sekarang.
2. Hipotesa Pasar Efisien Bentuk Setengah Kuat (Sem Strong Form Efficient
Market Hypotesis).
Harga saham pada suatu pasar modal menggambarkan semua informasi yang
dipublikasikan sampai ke masyarakat keuangan. Tujuannya adalah untuk
meminimalkan ketidaktahuan mengenai operasi perusahaan, dan dimaksudkan
untuk menjelaskan dan menggambarkan kebenaran nilai suatu efek yang telah
dikeluarkan oleh suatu institusi.
3. Hipotesa Pasar Efisien Bentuk Kuat (Strong Form Efficient Market
Hypotesis).
Pasar modal efisien dalam bentuk kuat merupakan tingkat efisiensi pasar yang
tertinggi. Konsep pasar efisien bentuk kuat mengandung arti bahwa semua
informasi
direfleksikan
dalam
harga
saham
baik
informasi
yang
dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan. Pada pasar bentuk kuat
berarti sudah mencapai efisiensi yang sempurna.
2.2.3
Peranan Pasar Modal
Pasar modal merupakan pasar yang memperjualbelikan instrumen
keuangan (sekuritas) jangka panjang baik dalam bentuk utang maupun modal
sendiri. Adapun peranan dari pasar modal itu sendiri adalah :
1. Sebagai fasilitas melakukan interaksi antara pembeli dengan penjual untuk
menentukan harga saham atau surat yang diperjual belikan.
2. Memberi kesempatan kepada para pemodal untuk menentukan hasil dan
(return) yang diharapkan.
3. Memberi kesempatan kepada para investor untuk menjual kembali saham atau
surat berharga yang dimilikinya.
4. Menciptakan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam
perkembangan suatu perekonomian.
5. Mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga.
Menurut
Sunariyah
(2004:9-10)
peranan
pasar
modal
dalam
perekonomian negara adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Tabungan (Saving Function), bagi penabung metode yang akan
digunakan sangat dipengaruhi oleh kemungkinan rugi sebagai akibat
penurunan nilai mata uang, inflasi, risiko hilang, dan lain-lain. Apabila
seseorang ingin mempertahankan nilai sejumlah uang yang dimilikinya, maka
dia perlu mempertimbangkan agar kerugian yang akan dideritanya tetap
minimal. Surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal memberi jalan
yang begitu murah dan mudah tanpa risiko untuk menginvestasikan dana.
Dana tersebut dapat digunakan untuk memperbanyak jasa dan produk-produk
disuatu perekonomian. Hal tersebut akan mempertinggi standar hidup suatu
masyarakat. Dengan membeli surat berharga, masyarakat diharapkan bias
mengantisipasi standar hidup yang lebih baik.
2. Fungsi Kekayaan (Wealth Function), pasar modal adalah suatu cara untuk
menyimpan
kekayaan dalam jangka panjang dan jangka pendek sampai
dengan kekayaan tersebut dapat dipergunakan kembali. Cara ini lebih baik
karena kekayaan itu tidak mengalami depresiasi seperti aktiva lain.
3. Fungsi Likuiditas (Liquidity Function), kekayaan yang disimpan dalam suratsurat berharga, bisa dilikuidasi melalui pasar modal dengan risiko yang sangat
minimal dibandingkan dengan aktiva lain. Proses likuidasi surat berharga
dengan relative murah dan lebih cepat. Dengan kata lain. Pasar modal adalah
ready market untuk melayani pemenuhan likuiditas para pemegang surat
berharga.
4. Fungsi Pinjaman (Credit Function), pasar modal merupakan fungsi pinjaman
untuk konsumsi atau investasi. Pinjaman merupakan utang kepada
masyarakat. Pasar modal bagi suatu perekonomian negara merupakan sumber
pembiayaan pembangunan dari pinjaman yang dihimpun dari masyarakat.
Pemerintah mendorong pertumbuhan pasar modal untuk mendapatkan dana
yang lebih mudah dan lebih murah.
2.2.4
Instrumen pasar Modal
Instrumen pasar modal pada prinsipnya adalah semua surat-surat berharga
(efek) yang umum diperjualbelikan melalui pasar modal. Menurut UU Pasar
Modal RI No8 Tahun 1995 butir 5 tentang Pasar Modal, pengertian efek
adalah :
Setiap surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham,
obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti utang, setiap rights, waran, opsi
atau setiap turunan (derivative) dari efek, atau setiap instrumen yang
ditetapkan sebagai efek.
Sedangkan dalam artikel Stock Exchange yang dipublikasikan dalam
web (www.encharta.msn.com,2005), menjelaskan bahwa :
Stock Exchange, organized market for buying and selling financial
instruments, known as securities, which include stock, bonds, options,
and futures. Most Stock exchanges have specific loctions where the trade
are completed.
Sedangkan menurut
Panduan Bursa Efek Indonesia
mengenai
instrumen pasar modal yang diperdagangkan di pasar modal Indonesia, antara
lain:
1. Saham Biasa (Common Stock)
Merupakan bukti kepemilikan seseorang atas suatu perusahaan. Keuntungan
yang dimiliki oleh pemilik saham berasal dari dividen dan kenaikan harga
saham (capital gain). Pemilik saham biasa memiliki hak memilih dalam RUPS
(Rapat
Umum
Pemegang
Saham)
untuk
keputusan-keputusan
yang
memerlukan pemungutan suara, seperti pembagian deviden, pengangkatan
Direksi, Komisaris, dsb.
2. Saham Preferen (Preferred Stock)
Saham preferen adalah saham istimewa, yaitu pemilik akan menerima
sejumlah deviden dengan jumlah yang tetap. Biasanya pemiliknya tidak
mempunyai hak pilih dalam RUPS.
3. Obligasi (Bond)
Obligasi yaitu surat berharga yang berisi kontrak antara pemberi pinjaman
(pemodal atau investor) dengan yang diberi pinjaman (emiten). Obligasi dapat
diartikan juga sebagai surat tanda hutang jangka panjang yang diterbitkan oleh
pemerintah. Obligasi tersebut membayarkan bunga yang ditunjukan oleh
coupon rate yang tercantum pada obligasi tersebut.
4. Obligasi Konversi
Obligasi konversi hampir sama dengan obligasi biasa, yaitu mempunyai
coupon rate, memiliki waktu jatuh tempo, dan punya nilai pari. Hanya saja
obligasi konversi memiliki keunikan, yaitu dapat dikonversi (tukar) menjadi
saham biasa sesuai persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Right Issue
Merupakan produk turunan (derifative) dari saham. Right Issue merupakan
hak bagi pemodal untuk membeli saham baru yang dikeluarkan oleh emiten.
Biasanya hak ini diberikan kepada pemegang harga saham lama ketika
dilakukan penawaran umum terbatas.
6. Reksadana (Mutual Fund)
Adalah sertifikat yang menjelaskan bahwa pemiliknya menitipkan uang
kepada pengelola reksadana (disebut juga manajer investasi), untuk digunakan
sebagai modal berinvestasi di pasar uang atau pasar modal.
7. Warant
Merupakan sekuritas yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk
membeli saham dari perusahaan yang menerbitkan warant tersebut, dengan
harga tertentu, dan pada waktu tertentu. Biasanya waran dijual bersamaan
dengan surat berharga lain, misalnya obligasi atau saham. Penerbit warant
harus memiliki saham yang nantinya dikonversi oleh pemegang warant.
Namun, setelah setelah obligasi atau saham yang disertai warant memasuki
pasar, baik obligasi, saham, maupun warant dapat diperdagangkan terpisah.
2.3
Saham
2.3.1
Pengertian Saham
Salah satu surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal adalah
saham. Saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu
perusahaan dan pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva
perusahaan. Dengan memiliki saham perusahaan maka investor akan mempunyai
hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan maka investor akan
mempunyai hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan, setelah dikurangi
dengan pembayaran semua kewajiban perusahaan. Saham merupakan salah satu
jenis sekuritas yang cukup populer diperjualbelikan di pasar modal.
Fabozzi (2003:339) mendefinisikan saham sebagai berikut:
It represents an ownership interest in a corporation. Holders of equity
securities are entitled to the earnings of the corporation when those
earnings are distributed in the form of dividends; they are also entitled to
a pro rata share of remaining equity in case of liquidation.
Sedangkan menurut Mishkin and Eakins (2006:28), saham adalah :
A security that is claim on the earnings and asstes of a corporation
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa saham merupakan sumber
dana yang dapat dijadikan bukti kepemilikan atas perusahaan. Saham merupakan
jenis sekuritas yang paling berisiko, investor akan menanggung risiko penuh
sebesar modal sahamnya bilamana perusahaan itu bangkrut. Namun ada dua
kemungkinan yang diharapkan investor dalam membeli saham yaitu pertama,
saham memberikan hak kepada pemiliknya atas dividen, tetapi hanya jika
perusahaan memiliki laba yang merupakan sumber dana bagi pembayaran dividen
dan tergantung juga dari kebijakan manajemen perusahaan dalam RUPS.
Sedangkan yang kedua, investor akan mendapatkan capital gain atau selisih harga
jual dan harga beli yaitu apabila harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan
harga beli.
2.3.2 Jenis-jenis Saham
Menurut Ali Arifin (2004:46) beliau mengatakan bahwa :
Saham diklasifikasikan berdasarkan tingkat penghasilan, kualitas
laba perusahaan, kepekaan terhadap risiko pasar, sifat dan stabilitas
EPS (Earning per Share) dan deviden, dan kepekaan terhadap pasar
dan ekonomi.
Jenis-jenis saham tersebut antara lain:
1
Blue Chips, yaitu saham unggulan dalam suatu dan mempunyai pengalaman
yang panjang dan stabil dalam laba dan deviden.
2
Income Stock, yaitu saham yang memiliki pengalaman yang panjang dan
berkelanjutan dalam pembayaran diatas rata-rata regular.
3
Growth Stock, yaitu saham yang mengalami laju pertumbuhan yang tinggi
secara konsisten dalam operasi dan laba.
4
Speculative Stock, yaitu saham yang menawarkan harapan bahwa harganya
akan naik. Saham tidak mengalami pengalaman sukses hasilnya tidak pasti
dan tidak stabil, sering mengalami fluktuasi harga yang besar dan umumnya
membayar deviden yang kecil atau tidak sama sekali.
5
Cyclical Stock, adalah saham yang penghasilannya berhubungan erat dengan
kegiatan usaha umum. Harga saham ini mencerminkan keadaan ekonomi
secara umum, dan naik/turun seperti dalam konjungtur.
6
Defensive Stock, adalah saham yang harganya tetap stabil (atau bahkan
meningkat) bila kegiatan ekonomi menurun.
Harga saham di bursa dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat
kualitatif maupun kuantitatif, antara lain pengaruh peraturan perdagangan saham,
ketat tidaknya pengawasan atas pelanggaran oleh pelaku bursa, psikologi pemodal
secara masal yang berubah-ubah antara pesimistis dan optimistis, dan lain-lain.
2.3.3
Jenis Nilai Saham
Saham adalah surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan yang go
public. Nilai saham ditentukan oleh perkembangan perusahaan penerbitnya. Jika
perusahaan penerbit mampu menghasilkan keuntungan yang tinggi, perusahaan
tersebut akan dapat menyisihkan bagian keuntungan sebagai deviden dalam
jumlah yang tinggi pula. Pemberian deviden yang tinggi akan menarik minat
investor untuk membeli saham tersebut. Hal ini mengakibatkan permintaan atas
saham yang bersangkutan akan meningkat yang pada akhirnya akan mendorong
naiknya nilai saham. Menurut Ali Arifin (2004:45)
nilai dari suatu saham
terbagi atas:
1. Nilai Intrinsik, yaitu harga yang diharapkan dari saham pada setiap akhir
tahun pertama dari saham hari ini sebagaimana dilihat oleh investor tertentu
pada waktu melakukan analisis.
2. Nilai Par (Par value), digunakan untuk menunjukkan nilai mominal, yakni
nilai akuntansi yang menjadi dasar penilaian kewajiban hukum pemegang
saham.
3. Nilai Buku (Book Value), menunjukkan besarnya penyertaan pemegang saham
(stockholder s equity) di perusahaan. Nilai buku perlembar saham diperoleh
dengan membagi nilai buku ekuitas dengan jumlah lembar saham yang ada.
4. Nilai Pasar (Market Value), yaitu harga pasar yang berlaku dari suatu emisi
saham, dan merupakan petunjuk bagaimana para pelaku pasar secara
keseluruhan mengukur nilai dari saham itu.
2.3.4
Harga Saham
Perubahan harga saham dipengaruhi oleh persepsi investor tentang nilai
wajar (intrinsic value) dari suatu perusahaan terhadap nilai pasarnya (market
value). Jika hasil perhitungan nilai wajar berbeda dengan nilai pasar berarti ada
peluang investasi, yaitu :
1. Apabila nilai wajar > nilai pasar (undervalue), maka investor yang telah
memiliki saham sebaiknya mempertahankan saham tersebut, sedangkan
bagi investor yang belum memiliki saham tersebut dapat melakukan
transaksi beli.
2. Apabila nilai wajar < niali pasar (overvalue), maka investor yang telah
memiliki saham sebaiknya menjual saham tersebut untuk mendapatkan
capital gain.
2.4
Suku Bunga
Dalam menjaga kelangsungan variabel makro ekonomi suatu negara,
pemerintah biasanya menetapkan suku bunga. Menurut Tajul Khalwaty
(2000:143) definisi dari suku bunga adalah :
Suku
bunga
merupakan
instrumen
konvensional
untuk
mengendalikan atau menekan laju pertumbuhan inflasi.
Salah satu lembaga negara yang berwenang dalam menetapkan suku bunga
di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) untuk menjaga kestabilan moneter.
2.4.1
Pengertian Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Dasar hukum penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998
tentang penerbitan Sertifikat Bank Indonesia dan intervensi rupiah. Sertifikat bank
Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan
Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem
diskonto.
Tujuan penerbitan SBI adalah sebagai otoritas moneter dalam memelihara
kestabilan nilai rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang
kartal dan uang giral) di Bank Indonesia yang berlebihan dapat mengurangi
kestabilan nilai rupiah. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) diterbitkan dan dijual
untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut.
2.4.2
Karakteristik SBI
Karakteristik dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dimuat dalam
leaflet Bank Indonesia, adalah sebagai berikut :
1. Jangka waktu maksimum 12 bulan
2. Denominasi, dari yang terendah Rp 50 juta sampai dengan yang tertinggi
Rp 100 miliar.
3. Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp 100 juta dan selebihnya
dengan kelipatan Rp 50 juta.
4. Pembelian SBI didasarkan dengan nilai tunai yang diperoleh dengan
rumus sebagai berikut :
Nilai Tunai =
Nilai Nominal x 360
360 + (Tingkat Diskonto x Jangka Waktu)
5. Pembeli SBI memperoleh hasil berupa nilai diskonto yang dibayar
dimuka, yang diperoleh dengan rumus berikut :
Nilai Diskonto = Nilai Nominal
Nilai Tunai
6. Pajak penghasilan atas diskonto dikenakan secara final sebesar 15%.
2.4.3
Mekanisme Pembentukan Suku Bunga SBI
Melalui penggunaan SBI, Bank Indonesia secara tidak langsung dapat
mempengaruhi tingkat suku bunga di pasar uang dengan jalan mengumumkan
step out rate (SOR) yaitu tingkat suku bunga yang diterima oleh BI atas
penawaran tingkat bunga dari peserta lelang harian, maupun lelang mingguan.
Selanjutnya step out rate (SOR) tersebut akan dipakai sebagai indikator bagi
tingkat suku bunga transaksi di pasar uang pada umumnya.
Sedangkan cara penentuan suku bunga SBI dihitung dengan cara
menghitung weight average dari SBI yang telah terjual dengan tingkat
diskontonya masing-masing, suku bunga SBI yang berlaku pada saat itu dengan
rumus seperti di bawah ini:
Suku Bunga SBI =
i
Wi
Dimana :
Mi
Nominal SBI yang terjual kepada peserta i
Wi
Tingkat Diskonto yang ditawarkan peserta i
Ada juga kelemahan dari penerbitan SBI ini, yaitu membuat perbankan
malas
menjalankan
fungsi
intermediasinya.
Perbankan
akan
memilih
menyimpan dananya pada SBI, daripada harus menyalurkan kredit pada dunia
usaha yang penuh resiko. Oleh sebab itu Bank Indonesia saat ini terus berupaya
untuk membuat SBI kurang menarik , agar dunia usaha khususnya sektor riil
bisa kembali bergairah karena perbankan menjalankan fungsi intermediasinya
dengan optimal.
2.5
Inflasi
2.5.1
Pengertian Inflasi
Secara sederhana definisi inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga
untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga-harga karena
misalnya musiman menjelang hari-hari besar atau yang terjadi sekali saja dan
tidak mempunyai pengaruh lanjutan, tentunya tidak disebut inflasi.
Menurut Baily, et al (2000:18) definisi dari inflasi adalah :
Inflation is an increase in the overall of price.
Sedangkan menurut Samuelson (2004:381) mendefinisikan inflasi sebagai
berikut :
Inflasi adalah suatu kejadian yang menunjukan kenaikan tingkat
harga secara umum.
Dari definisi inflasi di atas, maka dapat diambil satu pandangan bahwa
inflasi mengandung pengertian antara lain :
1. Adanya kecenderungan harga-harga untuk naik.
2. Kenaikan harga berlangsung secara berkelanjutan.
3. Kenaikan harga bukan pada satu barang tetapi beberapa komoditi tingkat
harga umum.
Salah satu indikator untuk menghitung laju inflasi adalah indeks harga
konsumen (consumers prices index). Indeks harga konsumen adalah nomor indeks
untuk mengukur harga rata-rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah
tangga. IHK memang memfokuskan pada sisi ekonomi dan dapat juga digunakan
untuk mengukur tingkat inflasi.
Menurut Baily, et al (2000:19) mengenai definisi harga konsumen adalah:
Consumers price index (CPI) is constructed by looking at changes in
the prices of the thing that typical households buy.
Inflasi tidak berarti bahwa harga berbagai macam barang itu naik dalam
presentase yang sama, yang jelas terjadi kenaikan harga umum barang secara terus
menerus dalam periode waktu tetentu. Indeks harga konsumen (IHK) dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
IHK =
WnxHn
WoxHo
Dimana :
IHK
= Indeks harga konsumen
WN
= Nilai kepentingan relatif (weights) barang pada hari n
Wo
= Nilai kepentingan relatif (weights) barang pada waktu dasar
Hn
= Harga pasar barang pada hari n
Ho
= Harga pasar barang pada hari dasar
2.5.2
Jenis Inflasi
Menurut tingkat keparahannya Muana Nanga (2001:251) membagi inflasi
kedalam tiga tingkatan, yaitu :
a. Inflasi Sedang (moderate Inflation)
Kondisi ini ditandai dengan kenaikan laju inflasi yang lambat dan waktu yang
relatif lama
b. Inflasi Menengah (Galloping Inflation)
Ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar (biasanya double digit atau
bahkan triple digit) dan kadang kala berjalan dalam waktu yang relatif pendek
serta mempunyai sifat akselerasi. Artinya, harga-harga minggu atau bulan ini
lebih tinggi dari minggu atau bulan lalu dan seterusnya. Efeknya terhadap
perekonomian lebih berat daripada inflasi yang merayap (creeping inflation).
c. Inflasi Tinggi (Hyper Inflation)
Merupakan inflasi yang paling parah akibatnya. Harga-harga naik sampai lima
atau enam kali. Masyarakat tidak lagi mempunyai keinginan untuk
menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukarkan
dengan barang.
Sedangkan McEachern (2000:133) membagi jenis inflasi dilihat dari
sumbernya menjadi dua :
1. Demand Pull Inflation
Terjadinya kenaikan harga secara berkelanjutan disebabkan oleh kenaikan
permintaan agregat.
2. Cost Push Inflation
Harga secara terus menerus mengalami kenaikan yang disebabkan oleh
penurunan tingkat penawaran agregat.
2.5.3
Dampak Inflasi
Dampak atau akibat yang ditimbulkan dari adanya inflasi dalam suatu
perekonomian menurut Samuelson (2004:386) adalah sebagai berikut:
1. Inflasi yang terantisipasi versus tidak terantisipasi, inflasi dapat terantisipasi
ketika berada pada tingkat rendah dan tidak terantisipasi ketika rakyat terbiasa
dengan harga barang yang stabil kemudian melonjak tinggi.
2. Inflasi mempengaruhi perekonomian dimana perubahan pada harga relatif
terjadi. Penyimpangan harga relatif menghasilkan dua akibat inflasi yaitu
redistribusi pendapatan dan kekayaan di antara kelompok yang berbeda dan
penyimpanagan pada harga relatif dan output barang yang berbeda, atau
kadang-kadang pada output dan ketenagakerjaan untuk perekonomian secara
keseluruhan.
3. Inflasi mempengaruhi distribusi pendapatan dan kekayaan karena perbedaan
aset dan kewajiban yang orang-orang miliki.
4. Inflasi mempengaruhi perekonomian nyata dalam dua hal yaitu inflasi dapat
mengurangi efisiensi ekonomi dan inflasi dapat mempengaruhi output total.
5. Inflasi mempengaruhi makroekonomi pada efisiensi dan pertumbuhan.
2.6
Indeks Harga Saham
Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunujukan pergerakan
harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator kecenderungan pasar, artinya
pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar
sedang aktif atau lesu. Dalam mengukur kegiatan pasar modal biasanya digunakan
angka indeks yang memberikan gambaran mengenai perubahan yang terjadi di
pasar modal. Dengan adanya indeks, kita dapat mengetahui kecenderungan
pergerakan harga saham saat ini; apakah sedang naik, stabil atau turun.
Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan
apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau beberapa saham.
Karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan menit, maka nilai
indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan waktu yang cepat pula.
2.6.1
Jenis-Jenis Indeks Harga Saham
Dari situs www.idx.co.id tentang Panduan Indeks Harga Saham di Bursa
Efek Indonesi, terdapat tujuh jenis indeks harga saham yang dikeluarkan oleh
Bursa Efek Indonesia, yaitu :
1. Indeks Individual
Indeks individual menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap
harga dasarnya, atau indeks masing-masing saham yang tercatat di BEI.
2. Indeks Harga Saham Gabungan
Indeks harga saham sektoral menggunakan semua saham yang termasuk
dalam masing-masing sektor, misalnya sektor keuangan, pertambangan, dan
lain-lain. Di BEI indeks sektoral terbagi atas sembilan sektor yaitu : pertanian,
pertambangan,
industri
dasar,
aneka
industri,
konsumsi,
property,
infrastruktur, keuangan, perdagangan dan jasa, dan manufaktur.
3. Indeks LQ 45
indeks LQ 45 yaitu indeks yang terdiri 45 saham pilihan dengan mengacu
kepada dua variabel yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar. Setiap
6 bulan terdapat saham-saham baru yang masuk kedalam LQ 45 tersebut.
4. Indeks Harga Saham Gabungan
indeks harga saham gabungan atau IHSG (composite stock price index),
menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen perhitungan
indeks. Berdasarkan panduan indeks harga saham di bursa efek Indonesia
dikemukakan mengenai indeks harga saham yang merupakan indikator yang
menggambarkan pergerakan saham-saham. Indeks harga saham gabungan
(IHSG) menggunakan semua saham tercatat sebagai komponen perhitungan
indeks (Jogiyanto 2007 : 60).
Indeks harga saham gabungan pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1
April 1983 sebagai indikator pergerakan harga saham yang tercatat di bursa
efek Indonesia baik saham biasa maupun saham preferen. Hari dasar
perhitungan IHSG adalah 10 Agustus 1982 dengan nilai 100 dengan jumlah
saham tercatat pada waktu itu sebanyak 13 saham. IHSG dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan :
IHSG =
NP
x100
ND
Dimana :
NP :
Rata-rat tertimbang nilai pasar (jumlah lembar tercatat di bursa di
kalikan dengan harga pasar perlembarnya) dari saham umum dan
saham preferen pada hari ke-t.
ND :
Nilai dasar, yaitu kumulatif jumlah saham pada hari dasar dikali
harga dasar pada hari dasar.
5. Indeks Syariah atau JII (Jakarta isalmic index)
JII merupakan indeks yang terdiri 30 saham mengakomodasi syariat investasi
dalam islam atau indeks yang berdasarkan syariah islam. Dengan kata lain,
dalam indeks ini dimasukkan saham-saham yang memenuhi criteria investasi
dalam syariat islam.
6. Indeks Papan Utama Dan Papan Pengembangan
indeks papan utama dan pengembangan yaitu indeks harga saham yang secara
khusus didasarkan pada kelompok saham, yang tercatat di BEI yaitu kelompok
papan utama dan papan pengembangan.
7. Indeks Kompas 100
indeks KOMPAS 100 merupakan indeks harga saham hasil kerjasama bursa
efek Indonesia dengan harian KOMPAS.
2.8
Pengaruh faktor-faktor eksternal ekonomi terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG)
2.8.1
Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG
Penetapan SBI merupakan salah satu kebijakan moneter yang biasa
dijalankan oleh pemerintah untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Naik turunnya
tingkat suku bunga ini biasanya akan mengimbas kepada tingkat suku bunga
secara umum. Persepsi investor atas perubahan suku bunga SBI ini mungkin akan
beragam, sebagian investor percaya bahwa dengan naiknya suku bunga akan
menyebabkan para pengusaha pada sektor riil akan mengalihkan sumber
pembiayaannya dari sektor perbankan kepada sektor publik yaitu dengan
menerbitkan saham, dan investor yakin hal ini membuka peluang terjadinya
capital gain, maka mereka akan membeli saham, dan sebagai konsekuensinya
harga saham akan naik dan returnnya akan positif.
2.8.2
Pengaruh Tingkat Inflasi (IHK) terhadap IHSG
Inflasi ditandai dengan adanya kecenderunagn keniakna tingakt suku harga
umum dan berlangsung terus menerus. Meningkatnya harga-harga barang akan
menyebabkan perusahaan mengalami peningkatan biaya modal, biaya bahan baku,
maupun biaya tenaga kerja. Karena karyawan menuntut penyesuaian gaji terhadap
inflasi. Dengan kata lain adanya kenaikan harga barang-barang akan membuat
biaya produksi perusahaan menjadi meningkat. Selain terjadi peningkatan biaya
produksi, perusahaan pun sesungguhnya mengalami peningkatan pada sisi
pendapatannya, maka hal ini akan menurunkan laba perusahaan, dimana akan
berdampak pada turunnya harga saham maupun kemampuan perusahaan untuk
membagikan dividen. Dengan demikian, inflasi memiliki pengaruh terhadap harga
saham.
2.8.3
Kajian Penelitian Terdahulu
1. Edo Yefirian (2008) menyatakan bahwa Terdapat pengaruh yang
signifikan antara Tingkat Suku Bunga SBI dan Tingkat Inflasi (IHK)
terhadap Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) .
2. Ahmad Hartono (2008) menyatakan bahwa Tidak terdapat pengaruh
yang signifikan antara Tingkat Suku Bunga SBI dan Tingkat Inflasi
(IHK) terhadap Harga Saham .
3. Ria Lestari (2007) menyatakan bahwa Tidak terdapat pengaruh yang
signifikan antara Tingkat Suku Bunga SBI dan Tingkat Inflasi (IHK)
terhadap Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) .
4. Rahandika Kasim (2007) menyatakan bahwa Tidak terdapat pengaruh
yang signifikan antara Tingkat Suku Bunga SBI dan Tingkat Inflasi
(IHK) terhadap Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) .
5. Jurnal Siti Hajar (2007) menyatakan bahwa Terdapat pengaruh yang
signifikan antara Tingkat Suku Bunga terhadap Harga Saham .
6. Jurnal Mudji Utami dan Mudjilah Rahayu (2003) menyatakan bahwa
Terdapat pengaruh yang signifikan antara Tingkat Suku Bunga SBI
dan Tingkat Inflasi terhadap Harga Saham .
Download