executive summary

advertisement
EXECUTIVE SUMMARY :
Analisis singkat fenomena bisnis dotcom di Indonesia
Sebuah studi kasus
Oleh :
A. Adhya Rachman, ST.
NPM : L2K050221
Kelas : Akhir Pekan angkatan XXIII
Magister Manajemen Universitas Padjadjaran Bandung
Konsentrasi : Kewirausahaan
Email : [email protected]
Website : http://adhya.awardspace.com
PENDAHULUAN
Bisnis dotcom merupakan salah satu daricontoh aplikasi e-business yang sedang tren
saat ini. Mungkin tidak banyak orang yang ingat akan kejayaan bisnis dotcom yang dianggap
akan menjadi pemicu penting perubahan ekonomi dunia. Kejayaan bisnis dotcom yang dimulai
pada tahun 1995 dan rontok bersamaan dengan Krisis Keuangan Asia 1998-1999 segera
dilupakan orang dan menganggap bubble yang dialami perusahaan-perusahaan dotcom yang
tumbuh bersama jaringan internet sebagai sedakan dalam perekonomian global, Lihat saja di
Indonesia, praktis tidak ada sisa dari usaha bisnis dotcom (kecuali Detikcom) yang melesat dan
menarik minat semua orang. Perusahaan seperti Astaga! atau M-Web yang didirikan dengan
berbagai kemewahan dan janji hanya tersisa perangkat keras yang entah jadi apa.
Ketika perusahaan dotcom berguguran karena gelembung ekonomi dan keuangan yang
tidak mampu ditopang lagi, banyak yang menduga bahwa perusahaan baru yang futuristik ini
tidak cocok untuk dunia sekarang yang masih dikuasai oleh cara-cara bisnis tradisional. Tidak
ada yang salah dengan dugaan ini karena memang kenyataan yang berkembang memang
menunjukkan usaha dotcom di Indonesia, khususnya, tidak mampu menjadi pilar ekonomi seperti
di negara lain.
MENGAPA BERHASIL?
Mengapa detikcom (www.detik.com) bisa bertahan sampai sekarang? Pertanyaan yang
sering diajukan orang dalam pelbagai kesempatan. Untuk menjawab pertanyaan seperti ini, tidak
terhindarkan, kita harus menengok ke belakang untuk melihat apa yang dilakukan detikcom. Apa
yang membedakannya dengan dotcom lain sehingga masih bertahan sampai sekarang,
sementara sebagian besar yang lain sudah tak ada lagi. Kilas balik ke akhir tahun 1997 ketika
detikcom belum ada, saat itu Indonesia berada di titik terburuk krisis ekonomi. Ketika drama
sosial-politik besar sudah terbayangkan akan terjadi, yang ada waktu itu adalah Agrakom,
perusahaan penyedia jasa konsultasi, pengembangan, dan pengelolaan web.
Agrakom, seperti banyak perusahaan lain waktu itu, menghadapi persoalan. Krisis
membuat banyak proyek dihentikan atau ditunda. Berkurangnya pekerjaan membuat banyak
programer menganggur. Banyak perusahaan sejenis memilih mengurangi tenaga kerja.
Agrakom, sebaliknya, memutuskan membuat proyek sendiri. Proyek yang diharapkan menjadi
sebuah sumber pendapatan baru. Diputuskan, media yang 100 persen berbasis Internet dan
memanfaatkan semaksimal mungkin keunggulan Internet-tersedia setiap saat dan interaktif.
Waktu itu yang jadi panutan tentu saja portal-portal Amerika, terutama search engine Yahoo!
serta portal e-mail Hotmail. Banyak yang waktu itu membuat portal semacam itu.
Tetapi, sedari awal, Agrakom sudah sadar, dua jenis portal itu tak akan jalan di
Indonesia. Tidak mungkin menyaingi Yahoo! dan Hotmail. Orang Indonesia tetap akan
menggunakan salah satu atau keduanya.
Manajemen Agrakom berkesimpulan bahwa mereka harus menawarkan sesuatu yang tak ada di
tempat lain, yang khas Indonesia. Karena waktu itu Indonesia sedang gegap gempita, beritaberita hebat muncul saling susul dalam hitungan hari. Maka, tidak terlalu aneh kalau pilihan lalu
ditetapkan pada portal berita real time. Sebuah portal berita yang terus di-update, portal breaking
news, seperti CNN tapi di Internet. Ini gampang-gampang susah. Dari sisi keunikan memang
unik. Jangankan di Indonesia, di seluruh dunia pun waktu itu tidak ada portal macam itu. Dari sisi
daya tarik, diyakini orang Indonesia butuh mengetahui perkembangan berita dari saat ke saat.
Susahnya, tak ada pemasok berita semacam itu. Maka, detikcom pun harus memproduksi berita
sendiri, merekrut reporter, lalu membuat sebuah news room. Lantaran tak melihat alternatif lain,
itulah yang kemudian lakukan detikcom. Detikcom merekrut wartawan. Sistem manajemen
editorial yang memungkinkan update berita dari detik ke detik dikebut oleh programer yang
tengah menganggur. Kurang lebih setengah tahun kemudian pada tanggal 9 Juli 1988
www.detik.com pun muncul di jaringan Internet.
Dalam waktu singkat detikcom menjadi sangat populer. Satu tahun kemudian jumlah
pengunjungnya sudah mencapai sekitar 50.000 orang per hari. Pendapatan tentu saja masih
kelewat kecil. Agrakom masih mengandalkan pada bisnis jasa Internetnya. Namun, diyakini betul,
selama yang membaca detikcom banyak, pada akhirnya iklan akan datang, seperti yang sudah
ditunjukkan oleh Yahoo!, Agrakom pada akhirnya tak akan sanggup membiayai detikcom sendiri,
terutama dalam kaitan pengembangannya. Begitulah kenyataannya. Pada akhir 1999, pemegang
saham baru, sebuah perusahaan dari Hongkong, masuk. Maka, ujian survival pertama pun
terlewati. Detikcom tak hanya bertahan, tetapi bisa terus dikembangkan dengan suntikan modal
baru. Akhirnya diputuskan ikut, secara lebih hati-hati. Jasa yang mahal tidak dipakai. Belanja
teknologi tidak boleh jor-joran. Upaya mendatangkan iklan harus segera digencarkan. Ada
fasilitas chat dan e-mail gratis, tetapi tidak ada fasilitas SMS dan webfax gratis yang biaya
operasinya mahal. Tidak ada promosi miliaran rupiah. Tidak ada content management system
seharga ratusan ribu dollar AS (semua tetap dikembangkan sendiri). Tenaga penjual iklan
direkrut. Bahkan, iklan dotcom lain diterima, termasuk dari kompetitor!
Terbukti kemudian langkah hati-hati itu menyelamatkan detikcom. Kekecewaan investor
bahwa jaringan Internet ternyata tidak mendatangkan keuntungan seperti yang dijanjikan datang
lebih cepat. Pintu pendanaan tiba-tiba tertutup.
Maka, mulai awal 2001 dotcom pun berguguran karena kehabisan modal. Detikcom bisa
bertahan karena masih menyisakan kapital cukup dan memiliki penghasilan dari iklan. Meskipun
demikian, bukannya tak ada tantangan, karena mengembangkan detikcom dengan modal paspasan adalah tantangan tersendiri.
Reorientasi bisnis pun segera dilakukan. Proyek dan fasilitas yang tak jelas kapan bisa
menghasilkan, seperti fasilitas chat dan free e-mail, ditutup. Berita yang tak banyak pembacanya
dan tak menarik pemasang iklan dihentikan. Dengan cara ini pengeluaran ditekan secara
substansial. Dari sisi pendapatan, kiamat dotcom berarti hilangnya sebagian pemasang iklan
(waktu itu 50 persen iklan detikcom berasal dari dotcom lain). Haluan segera diubah. Pemasang
non-dotcom dikejar-karena detikcom waktu itu sudah dikunjungi sekitar 400.000 orang per hari,
sudah tak kalah dengan media cetak-walaupun dengan susah payah, pendapatan iklan bisa
ditingkatkan. Memasuki 2002 detikcom kian yakin masalah survival tak lagi jadi soal. Tapi harus
ada rencana lain agar terus berkembang,
Untuk berkembang lebih lanjut detikcom memerlukan sumber penghasilan lain. Detikcom
memutuskan mencoba beberapa hal sekaligus. Hal-hal yang tak membutuhkan investasi besar
dan berisiko kecil. Pengembangan baru itu diharapkan berhasil membawa detikcom ke level lebih
tinggi.
Memasuki tahun 2003 terlihat bahwa dari beberapa bidang usaha baru, Mobile Data
(layanan pengiriman berita melalui SMS) adalah yang paling cepat memberi hasil. Detikcom kini
menjadi pemasok content untuk semua operator seluler (dan fixed/Telkom). Maka, mulai tahun
ini, Agrakom sebagai pemilik detikcom memiliki tiga revenue generator, yaitu web services
(perencanaan, pembangunan, dan pengelolaan aplikasi Internet), Mobile Data, serta iklan.
Dengan tiga pilar itu Agrakom bisa menjaga momentum pertumbuhan.
Jadi, apa yang membuat detikcom bertahan?
Ada beberapa hal, yaitu tidak ikut arus, kehati-hatian, serta pemahaman akan konteks
Indonesia yang sering kali berbeda dari negara lain. Persoalannya menyangkut disiplin biaya
serta keberanian memutuskan ke luar dari sebuah usaha yang jelas akan gagal.
MENGAPA GAGAL?
Bisnis lewat internet, yang ditunjang oleh industri komputer dan jaringan internet yang
tidak mengenal batas-batas negara,pernah merajai dunia perdagangan. Ribuan perusahaan
yang punya nama belakang dot com, muncul dalam jaringan internet dan menawarkan segala
jenis barang dan jasa. diperkirakan bahwa bisnis dot com, yang disebut sebagai "sistem
perekonomian baru", akhirnya akan mengalahkan cara perdagangan tradisional atau "sistem
perekonomian lama," dan mengakibatkan bangkrutnya banyak bidang usaha yang masih
mengandalkan gedung, toko dan pramuniaga.
Namun sayangnya, internet tidak mampu memberikan keuntungan promosi dan
pemasaran bagi banyak perusahaan besar, menengah maupun perorangan. Mengapa? Karena
situs bisnisnya mereka tidak lain dan tidak bukan hanyalah sekadar brosur pasif yang tidak bisa
menangkap calon pelanggan. Ditambah lagi munculnya segala kehebohan dan hingar-bingar
yang dibicarakan, mulai dari e-commerce, bisnis via internet, dan angan-angan seputar sistem
Ekonomi Baru hingga kejatuhan dotcom dan traumanya investor untuk menanamkan
investasinya di dunia bisnis internet. Namun tetap satu hal yang tidak dapat dielakkan yaitu
perkembangan teknologi internet yang eksponensial dan pengaruhnya terhadap alternatif bisnis
dan promosi yang dimungkinkannya.
Namun apa yang salah dengan ini semua? Yang salah adalah generasi pertama dari
mereka yang disebut pakar dalam dunia internet yang telah menyesatkan dan menuntun 95%
dari
kebanyakan
para
pelaku
bisnis
di
internet
ke
dalam
jurang
kebangkrutan.
Adanya kebangkrutan yang terjadi dari banyak portal, Penyedia Jasa Internet (ISP) adalah bukan
karena Internetnya yang salah namun gagasan dan teori yang salah kaprah dan belum teruji
kebenarannya yang telah menuntun dan menyesatkan begitu banyaknya investor kepada
kerugian yang besar. Setiap pergantian era atau munculnya suatu teknologi baru, biasanya
muncul juga teori-teori seputar era atau teknologi tersebut, seraya waktu berjalan teori yang
salah akan tumbang dan diganti dengan teori yang sejati. Kita bedah teori-teori apa saja yang
salah selama ini sehingga membuat istilah New Economy, Ecommerce, Ebusiness, dan
Emarketing maupun digital economy menjadi sesuatu yang sifatnya euforia belaka. Dan stigma
bisnis internet dan pemasaran internet menjadi sesuatu yang kurang menguntungkan atau
populer khususnya di Indonesia ini. Apalagi media masa menyorotnya seolah-olah masa depan
internet bisnis dan pemasaran via internet tidak cerah lagi. Teori-teori ini telah memberikan
kontribusi terhadap ambruk dan bangkrutnya perusahaan-perusahaan Dotcom di Asia kemudian
menyusul juga di negeri kita Indonesia ini, khususnya hingga kuartal ke-2 dari tahun 2001.
Setelah ambruknya bisnis dotcom, mereka menuding-nuding sana - sini, seperti antara lain,
mereka menyalahkan bahwa infrastruktur di indonesia belum siap, juga masih belum banyaknya
para pengguna internet di Indonesia dan lain sebagainya. Padahal bukan hanya di Indonesia
saja hal itu terjadi, hal itu juga terjadi di negara-negara Asia seperti di Hongkong.
KIAT-KIAT AGAR TETAP BERTAHAN
Salah satu strategi agar bisnis dot-com di Indonesia bisa berkembang adalah kerjasama
atau kolaborasi dengan berbagai pihak. Hal itu disebabkan banyaknya keterkaitan kepentingan,
sekaligus adanya tantangan yang sama, yang dihadapi pemain-pemain online.
Masa depan internet di Indonesia cukup baik. Dengan jumlah penduduk 200 juta, pengakses
internet di Indonesia baru mencapai di bawah 2 juta. Untuk itu diperlukan berbagai upaya agar
masyarakat Indonesia "melek" teknologi dan tidak menganggap internet sebagai barang
eksklusif.
Namun demikian potensi itu tidak akan tumbuh cepat tanpa adanya kondisi yang
mendukung. Dan dalam hal dukungan, para pemain di Indonesia tetaplah tergantung pada
kebijakan pemerintah. Di Cina baru-baru ini pemerintahnya mendukung pembangunan jaringan
fiber optic sehingga akses internet menjadi lebih mudah. Dengan mudahnya akses, pertumbuhan
masyarakat pengguna internet akan semakin cepat pula. "Demikian pula yang terjadi di Malaysia,
di mana pemerintahnya justru mengkampanyekan teknologi, bahkan mengadakan kredit
komputer yang murah," Berbicara mengenai pemerintah, maka mau tidak mau disinggung pula
soal peraturan.Kelambatan pemerintah membuat Undang-Undang "Cyberlaw" saat ini sepertinya
disebabkan adanya "vision divide" di kalangan pemerintah.
Kembali mengenai potensi bisnis dotcom di Indonesia, bahwa internet adalah sarana
bisnis yang menarik."Dengan internet kita bisa eksplore ke mana-mana," besarnya peranan
internet dalam mengurangi biaya interaksi. "Dengan internet, biaya interaksi seperti meeting,
promosi dan lain-lain bisa dislash hingga 95 persen."
Download