Ringkasan Khotbah

advertisement
Ringkasan Khotbah - 30 September 2012
Pergumulan Habakuk
Hab. 1:1–11
Ev. Calvin Renata
Kitab Habakuk merupakan pergumulan seorang nabi yang boleh mewakili pergumulan setiap
manusia di sepanjang zaman. Kitab Habakuk digolongkan sebagai kitab nabi-nabi kecil. Kitab
ini merupakan kitab yang unik dalam Perjanjian Lama karena dalam kitab ini tidak ada firman
Tuhan yang disampaikan oleh Habakuk kepada bangsa Yehuda. Kitab ini berisi pergumulan
pribadi Habakuk dengan Tuhan.
Ayat 2–4 berisi pertanyaan Habakuk, lalu ayat 5–11 merupakan jawaban Tuhan terhadap
pertanyaan tersebut. Habakuk melihat dosa di tengah bangsanya sendiri. Menjadi nabi di
Perjanjian Lama merupakan tugas yang tidak gampang. Habakuk melihat penindasan,
kelaliman, pertikaian, dan ketidakadilan terjadi di tengah bangsanya sendiri.
Pertanyaan Habakuk mewakili pertanyaan dan pergumulan manusia di sepanjang zaman. Di
filsafat Gerika kuno, Epicurus melihat realitas dunia yang penuh dengan kejahatan sehingga ia
bertanya apakah Tuhan itu ada? Jika Allah ada, mengapa ada kejahatan dan penderitaan?
Epicurus memberikan dua konklusi yaitu: mungkin Allah tidak ada atau jika Allah ada tetapi Ia
tidak bisa membereskan kejahatan, maka Ia tidak Maha Kuasa. Jika Tuhan ada dan tidak mau
membereskan kejahatan, maka Tuhan jahat. Pandangan Epicurus ini digunakan oleh orang
Atheis untuk menyerang kekristenan. Pandangan Epicurus ini disebut problem of evil.
Ada 3 paradoks dalam bagian dari Kitab Habakuk ini. Paradoks berarti sesuatu yang
kelihatannya tidak masuk akal tetapi terjadi, kelihatannya bertolak belakang dan salah tetapi
benar adanya.
Paradoks pertama adalah kejahatan justru muncul dari bangsa pilihan-Nya sendiri. Mengapa
Tuhan memperlihatkan kejahatan dan aniaya di depan nabi Habakuk? Jika kejahatan dilakukan
oleh bangsa lain, mungkin Habakuk tidak heran karena mereka memang tidak mengenal
Tuhan. Sedangkan bangsa Israel merupakan bangsa yang dipilih dan dikhususkan oleh Tuhan,
tetapi mereka juga adalah bangsa yang berulangkali melakukan kejahatan yang tidak kalah
hebat dengan bangsa yang tidak mengenal Tuhan, bangsa yang tegar tengkuk. Dari paradoks
ini kita diingatkan kembali bahwa umat perjanjian Allah tidak identik dengan umat pilihan Allah.
1/4
Ringkasan Khotbah - 30 September 2012
Saat Allah memanggil Abraham, Tuhan mengikat diri atau membuat kovenan dengan Abraham.
Tetapi umat perjanjian (covenant people) tidak sama dengan umat pilihan Allah (chosen
people). John Calvin membedakan panggilan Allah menjadi dua, yaitu pilihan umum (general
election), yaitu Israel yang dipilih oleh Allah secara jasmani dan dikhususkan menjadi milik
Tuhan. Kedua adalah pilihan khusus (special election) yaitu dipilih untuk diselamatkan.
Pada saat Tuhan memberikan 10 hukum kepada bangsa Israel, pada hari itu mereka
memberontak dengan membangun patung lembu emas. Pada hari itu Tuhan membinasakan
3000 orang Israel. Hal ini mengingatkan kita bahwa meskipun kita sudah di dalam gereja belum
tentu kita adalah umat pilihan Tuhan. Paradoks pertama ini muncul di dalam gereja dan di
dalam institusi apapun. Kejahatan dan kelaliman bukan datang dari luar tetapi justru dari umat
pilihan Allah sendiri.
Paradoks kedua yaitu dalam jawaban Allah sendiri di ayat 5–11, Tuhan memakai kejahatan
untuk menegakkan keadilan-Nya. Tuhan tidak diam saja melihat kejahatan dan kelaliman yang
ada di dunia. Pada waktu itu, Tuhan membereskan kejahatan dan kelaliman di antara bangsa
Yehuda dengan cara membangkitkan orang Kasdim. Bangsa Kasdim adalah bangsa yang
terkenal secara kekuatan militer dan terkenal lebih kejam dari bangsa Israel. Kenapa Allah
membangkitkan orang Kasdim yang jahat untuk melawan orang Israel? Kenapa Tuhan
memakai orang yang jahat untuk menekan orang yang lebih baik? Apa yang Tuhan lakukan
pada masa Habakuk ini pernah Ia lakukan di masa nabi Yesaya (Yes. 45). Tuhan memakai hal
demikian untuk menegakkan keadilan dan kebenaran-Nya.
Mengapa Tuhan menyelesaikan problem of evil dengan memakai bangsa yang lebih jahat?
Cara pikir kita mengenai keadilan mirip dengan Habakuk. Prinsip berpikir keadilan kita dibatasi
oleh keberdosaan kita sendiri. Kita berpikir jika ada hal yang jahat maka harus diselesaikan
oleh orang yang baik. Misalnya ada pencurian, diselesaikan oleh polisi, jaksa, hakim, dll.
Namun Tuhan memakai orang non-Kristen untuk mendidik Gereja-Nya. Kita tidak boleh
membatasi pekerjaan Tuhan dengan konsep keadilan kita sendiri.
Seorang theolog gereja Marcion menyelidiki Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru kemudian
menyimpulkan bahwa Allah dalam kedua kitab ini berbeda. Allah dalam Perjanjian Lama sangat
tegas, jahat, dan pencemburu tetapi Allah dalam Perjanjian Baru sangat penuh kasih. Sehingga
Marcion menyimpulkan bahwa Allah dalam kedua kitab ini berbeda. Pandangan ini tentunya
salah.
2/4
Ringkasan Khotbah - 30 September 2012
Ada peribahasa mengatakan: Tuhan dapat membuat pukulan yang lurus dari tongkat yang
bengkok. Artinya adalah Tuhan dapat membuat sesuatu yang baik dan indah dari manusia
yang bengkok (jahat). Tuhan melampaui apa yang manusia dapat bayangkan.
Paradoks ketiga adalah Tuhan tidak berdosa memakai kejahatan untuk menegakkan
kebenaran-Nya. Tuhan memang membangkitkan orang Kasdim untuk melawan bangsa Israel
tetapi orang Kasdim tetap bersalah di mata Tuhan dan Tuhan akan tetap menghukum mereka.
Pikiran kita selalu jatuh dalam 2 ekstrim yang salah yaitu: pertama, menegakkan kedaulatan
Allah dan membuang kehendak dalam diri manusia. Manusia seolah-olah boneka wayang yang
dikendalikan oleh Tuhan sebagai dalangnya. Saat boneka wayang tidak dimainkan maka
wayang tersebut tidak memiliki kehendak apapun. Segala sesuatu tergantung kepada dalang.
Pandangan ini disebut hard determinism. Ekstrim kedua adalah Tuhan tidak memiliki
kedaulatan apapun dalam diri manusia. Manusia bisa bertindak sebebas-bebasnya. Pandangan
ini disebut libertianism.
Kedua pandangan di atas sama-sama keliru. Tuhan tidak pernah menciptakan kita seperti
wayang ataupun makhluk yang bebas. Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang
punya kehendak yang diatur oleh Tuhan.
Tuhan memakai bangsa Kasdim untuk menjalankan hukuman-Nya kepada bangsa Israel. Pada
saat itu kedaulatan Tuhan bekerja tetapi bangsa Kasdim atas kehendaknya sendiri juga
menyerang bangsa Israel. Ketika Tuhan selesai memakai mereka sebagai alat keadilan Tuhan,
Tuhan tetap menuntut tanggung jawab atas dosa-dosa mereka.
Yudas mengkhianati Tuhan Yesus adalah karena rencana Allah dan kehendak Yudas untuk
mengkhianati Tuhan, karena Yudas orang berdosa. Kita tidak boleh mengatakan bahwa Yudas
berjasa, karena pada saat yang sama Yudas sedang berdosa di hadapan Tuhan atas
keinginannya sendiri.
Ketika kita merenungkan ketiga paradoks ini bisa menjadi penghiburan bagi kita. Saat ini kita
hidup dalam dunia yang penuh kejahatan dan kelaliman yang tidak bisa diselesaikan. Tuhan
bekerja dalam cara dan waktu-Nya sendiri yang melampaui apa yang bisa kita pikirkan. Kapan
Tuhan membereskan kejahatan dalam dunia itu terserah Tuhan. Bagian ini bisa menjadi
3/4
Ringkasan Khotbah - 30 September 2012
penghiburan bagi kita. Tuhan kita bukan Tuhan yang buta dan tidak mau ikut campur dalam
dunia.
Jangan berpikir bahwa sebagai orang Kristen kita boleh berbuat kejahatan karena Tuhan
adalah Tuhan yang Maha Kasih. Bagian ini menjadi teguran bagi kita. Tuhan mengasihi orang
Israel tetapi saat mereka memberontak terhadap-Nya, Ia tetap menghajar dan menghukum
mereka yang memberontak kepada Dia. Gereja baik secara individu dan organisasi jangan
pernah berpikir bahwa saat kita berbuat kejahatan maka kita akan dibiarkan oleh Tuhan. Tuhan
akan bekerja pada waktu dan cara-Nya sendiri.
Pergumulan hidup kita tentang apa? Kebanyakan orang sekarang pergumulan hidupnya
berkisar pada materi saja. Habakuk dalam pergumulan hidupnya melampaui apa yang
kebanyakan manusia pikirkan. Habakuk bergumul mengenai keadilan dalam dunia ini. Kita
harus belajar bergumul bukan hanya pada kesementaraan hidup atau materi, tetapi pada
nilai-nilai yang kekal, nilai yang Tuhan ingin kita tanyakan kepada Dia.
(Transkrip ini belum diperiksa oleh pengkhotbah, MD).
4/4
Download