BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pelatihan 2.1.1.1 Definisi Pelatihan Tb. Sjafri Mangkuprawira (2003:135) dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik” mengemukakan bahwa, pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan keterampilan bekerja yang dapat digunakan dengan segera. Sedangkan pengembangan berupa upaya meningkatkan pengetahuan yang mungkin digunakan segera atau sering untuk kepentingan di masa depan. Menurut Ivancevich (2008) pelatihan merupakan usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera. Selanjutnya, sehubungan dengan definisinya tersebut, Ivancevich mengemukakan sejumlah butir penting, yaitu pelatihan adalah sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi. Pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan. Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya. Pelatihan menurut Dessler (2004:216) adalah proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka. Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia kerja. Karyawan, baik yang baru atau pun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya. Pelatihan adalah sebuah proses dimana orang-orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasional (Mathis dan Jackson, 2006:301). Sedangkan menurut Hamalik (2007:10), pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindak (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi. Menurut Rivai (2009:212), pelatihan adalah secara sistematis mengubah tingkah laku karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan adalah salah satu bentuk edukasi dengan prinsip-prinsip pembelajaran. Dari pengertian-pengertian pelatihan diatas, dapat disimpulkan bahwa pelatihan kerja adalah suatu proses yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan karyawan atau individu atau suatu proses penyampaian pengetahuan, keterampilan, dan pembinaan sikap dan kepribadian para pekerja atau calon pekerja yang dilaksanakan dengan cara terbimbing dan sistematis. Pelatihan dalam perusahaan sangat penting dalam rangka memajukan perusahaan. Dengan adanya proses pelatihan ini, perbaikan efektivitas dan efisiensi kerja karyawan dapat dicapai dengan meningkatkan pengetahuan karyawan, keterampilan dan sikap karyawan terhadap tugasnya. Dengan adanya pelatihan tersebut kepercayaan diri dan semangat kerja dapat ditingkatkan. 2.1.1.2 Faktor-faktor yang Berperan dalam Pelatihan Menurut Rivai (2009:225), dalam melaksanakan pelatihan ini ada beberapa faktor yang berperan yaitu instruktur, peserta, materi (bahan), metode, tujuan pelatihan dan lingkungan yang menunjang. Dalam menentukan teknik-teknik pelatihan dan pengembangan timbul masalah mengenai trade-off. Oleh karena itu, tidak ada teknik tunggal yang terbaik. Metode pelatihan terbaik tergantung dari beberapa faktor. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dan berperan dalam pelatihan: 1) Cost-efectiveness (efektivitas biaya), 2) Materi program yang dibutuhkan, 3) Prinsip-prinsip pembelajaran, 4) Ketepatan dan kesesuaian fasilitas, 5) Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan, 6) Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan. 2.1.1.3 Manfaat Pelatihan Hamalik (2007:13) mengatakan bahwa fungsi pelatihan adalah memperbaiki kinerja (performance) para peserta. Selain itu pelatihan juga bermanfaat untuk mempersiapkan promosi ketenagakerjaan pada jabatan yang lebih rumit dan sulit, serta mempersiapkan tenaga kerja pada jabatan yang lebih tinggi, yaitu tingkatan kepengawasan atau manajerial. Manfaat pelatihan menurut Rivai (2009:217), yaitu: 1) Manfaat bagi karyawan: (1) Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah yang lebih efektif, (2) Melalui pelatihan dan pengembangan, variabel pengenalan, pencapaian prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab dan kemajuan dapat diinternalisasi dan dilaksanakan, (3) Membantu karyawan mengatasi stres, tekanan, frustasi, dan konflik, (4) Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan, (5) Membantu menghilangkan rasa takut melaksanakan tugas baru, (6) Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan rasa percaya diri, (7) Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan kepemimpinan, keterampilan komunikasi dan sikap, (8) Membantu karyawan mendekati tujuan pribadi sementara meningkatkan keterampilan interaksi, (9) Memenuhi kebutuhan personal peserta dan pelatih, (10) Memberikan nasihat dan jalan untuk pertumbuhan masa depan, (11) Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan, (12) Membantu pengembangan keterampilan mendengar, bicara dan menulis dengan latihan. 2) Manfaat bagi perusahaan: (1) Membantu mempersiapkan diri dan melaksanakan kebijakan perusahaan, (2) Membantu menangani konflik sehingga terhindar dari stres dan tekanan kerja, (3) Memperbaiki pengetahuan kerja dan keahlian pada semua level perusahaan, (4) Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih positif terhadap orientasi profit, (5) Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan, (6) Membantu meciptakan image perusahaan yang lebih baik, (7) Mendukung otentitas, keterbukaan dan kepercayaan, (8) Membantu pengembangan perusahaan, (9) Memberikan informasi tentang kebutuhan perusahaan di masa depan, (10) Perusahaan dapat membuat keputusan dan memecahkan masalah yang lebih efektif, (11) Membantu pengembangan keterampilan kepemimpinan, motivasi, kesetiaan, sikap dan aspek lain yang biasanya diperlihatkan pekerja, (12) Membantu menekan biaya dalam berbagai bidang seperti produksi, sumber daya manusia, dan administrasi, (13) Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kompetensi dan pengetahuan perusahaan, (14) Mengurangi biaya konsultan luar dengan menggunakan konsultan internal, (15) Membantu karyawan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. 2.1.1.4 Fungsi dan Tujuan Pelatihan Pelatihan dan pengembangan sebagai suatu proses pendidikan mempunyai sejumlah fungsi yang strategis bagi sumber daya manusia dilingkungan industri. Beberapa fungsi pelatihan yang perlu di catat menurut Komaruddin Sastradipoera (2006:133) adalah sebagai berikut : 1) Fungsi Edukatif. Merupakan fungsi untuk mempersiapkan sejumlah tenaga menjadi tenaga terdidik dan terlatih yang mempunyai kemampuan profesional dan kompetensi yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan jabatan; 2) Fungsi Pembinaan. Berfungsi sebagai suatu proses untuk membina dedikasi, loyalitas, disiplin, mental, dan semangat korps agar bermanfaat bagi lingkungan industri dan bermanfaat bagi dirinya sebagai warga sosial didalam organisasi industri; 3) Fungsi Marketing Sosial. Berfungsi untuk menyampaikan, mengkomunikasikan, dan menyebarluaskan misi industri kepada masyarakat, khususnya kepada prospektus yang menjadi bagian dari “pemegang taruhan” atau stakeholder; 4) Fungsi Administratif. Hasil pendidikan dalam bentuk pelatihan dan pengembangan akan menjadi data yang akan melengkapi data sumber daya manusia, khususnya yang berkaitan dengan pribadi dan kompetensi para karyawan yang kelak dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan bagi pimpinan industri untuk membuat keputusan, termasuk promosi, mutasi, rotasi, karier, kaderisasi kepemimpinan, dan kompensasi. Keempat fungsi strategis pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia tersebut pada prakteknya tidak berdiri sendiri, namun saling berhubungan, bahkan saling membantu secara mutual dalam mencapai tujuan program pengembangan dan pelatihan tersebut. Adapun tujuan pelatihan menurut Hamalik (2007:16), yaitu: 1) Membantu tenaga kerja baru untuk melaksanakan pekerjaannya serta diberikan informasi selengkapnya tentang seluk beluk organisasi bersangkutan, 2) Memberikan instruksi khusus dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas sesuai dengan jawatan dan jenis pekerjaannya, 3) Mempersiapkan dan membina tenaga kerja, baik struktural maupun fungsional yang memiliki kemampuan dalam profesinya. Dengan demikian kegiatan pelatihan pada dasarnya dilaksanakan untuk menghasilkan perubahan tingkah laku dari orang-orang yang mengikuti pelatihan. Perubahan tingkah laku yang dimaksud disini adalah dapat berupa bertambahnya pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perubahan sikap dan perilaku. Sedangkan menurut Mangkunegara (2005:49), tujuan dari pelatihan adalah: 1) Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi, 2) Meningkatkan produktivitas kerja, 3) Meningkatkan kualitas kerja, 4) Meningkatkan penetapan perencanaan sumber daya manusia, 5) Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja, 6) Meningkatkan rangsangan agar karyawan mampu berkinerja secara maksimal, 7) Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, 8) Meningkatkan keusangan, 9) Meningkatkan perkembangan skill karyawan. Tujuan dari pelatihan dan pengembangan karyawan adalah sebagai berikut (Rivai, 2009:229): 1) Untuk meningkatkan kuantitas kerja, 2) Untuk meningkatkan kualitas kerja, 3) Untuk menurunkan biaya limbah dan perawatan, 4) Untuk menurunkan jumlah dan biaya terjadinya kecelakaan, 5) Untuk menurunkan turnover, ketidakhadiran kerja serta meningkatkan kepuasan kerja, 6) Untuk mencegah timbulnya antipati karyawan. Dari uraian-uraian diatas, dapat dilihat bahwa pelatihan bertujuan untuk lebih meningkatkan kemampuan dan kecakapan pegawai terhadap tuntutan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan jabatan atau posisi dalam perusahaan atau instansi. Selain itu, tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan kinerja pegawai agar lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perusahaan atau instansi yang telah diterapkan sebelumnya. 2.1.1.5 Prinsip-prinsip Pelatihan Prinsip-prinsip dasar pelatihan sangat berguna sebagai pedoman dalam proses perubahan keterampilan, pengetahuan dan sikap para karyawan. Menurut Ranupandojo dan Husnan (2002), prinsip-prinsip umum pendidikan dan pelatihan adalah sebagai berikut: 1) Motivasi Semakin tinggi motivasi seorang karyawan, semakin cepat ia akan mempelajari keterampilan atau pengetahuan baru. Pelatihan sebagai alat haruslah dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh karyawan (seperti upah serta kedudukan yang lebih dan lain sebagainya); 2) Laporan Kemajuan Diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh seseorang karyawan telah memahami pengetahuan yang baru; 3) Reinforcement Apabila suatu keterampilan sedang dipelajari, diperlukan proses belajar yang diperkuat dengan hadiah atau hukuman. Manajemen perusahaan harus bisa menentukan agar setiap hadiah dikaitkan dengan kemajuan para karyawan; 4) Praktek Mempraktekkan apa yang dipelajari merupakan hal yang sangat penting. Sedapat mungkin karyawan yang dilatih bisa mempraktekkan keterampilan tersebut pada suasana pekerjaan yang sebenarnya; 5) Perbedaan Individual Meskipun pelatihan-pelatihan kelompok sering mendatangkan keuntungan ekonomis, namun perlu disadari bahwa pada hakekatnya karyawan itu berbeda antara satu dengan lainnya sehingga pelatihan yang efektif hendaknya disesuaikan dengan kecepatan dan kerumitan serta kemampuan intelektual dari masing-masing individu. 2.1.1.6 Alasan Pentingnya Diadakan Pelatihan Kerja Menurut Hariandja (2002:168), terdapat beberapa alasan penting mengapa pelatihan perlu diadakan, yaitu: 1) Karyawan yang baru direkrut sering kali belum memahami secara benar bagaimana melakukan pekerjaan, 2) Perubahan-perubahan lingkungan kerja dan tenaga kerja. Perubahanperubahan disini meliputi perubahan-perubahan dalam teknologi, proses seperti munculnya teknologi baru atau munculnya metode kerja baru. Perubahan dalam tenaga kerja seperti semakin beragamnya tenaga kerja yang memiliki latar belakang keahlian nilai, sikap yang berbeda yang memerlukan pelatihan untuk menyamakan sikap dan perilaku mereka terhadap pekerjaan, 3) Meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki produktivitas. Saat ini daya saing perusahaan tidak bisa lagi hanya dengan mengandalkan aset berupa modal yang dimiliki, tetapi juga harus sumber daya manusia yang menjadi elemen paling penting untuk meningkatkan daya saing, sebab sumber daya manusia merupakan aspek penentu utama daya saing yang langgeng, 4) Menyesuaikan dengan peraturan–peraturan yang ada, misalnya standar pelaksanaan pekerjaan yang dikeluarkan oleh asosiasi industri dan pemerintah, untuk menjamin kualitas produksi atau keselamatan dan kesehatan kerja. 2.1.1.7 Proses Pelatihan Menurut Mathis dan Jackson (2006:308), penerapan yang efektif dari pelatihan strategis membutuhkan penggunaan dan sebuah proses pelatihan yang sistematis, sebagaimana digambarkan oleh bagan berikut: Gambar 2.1 Proses Pelatihan Sumber: Mathis dan Jackson (2006:309) 1) Penilaian Pelatihan dirancang untuk membantu organisasi mencapai tujuantujuannya. Oleh sebab itu, penilaian dari kebutuhan pelatihan organisasional mencerminkan tahapan diagnostik dari penentuan tujuantujuan pelatihan. Penilaian ini melihat pada masalah-masalah kinerja karyawan dan organisasional untuk menentukan apakah dengan diadakannya pelatihan akan menolong; 2) Perancangan Setelah tujuan-tujuan pelatihan ditentukan, rancangan pelatihan dapat diselesaikan. Baik bersifat spesifik menurut pekerjaan atau lebih luas, pelatihan harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah dinilai. Rancangan pelatihan yang efektif mempertimbangkan konsep-konsep pembelajaran, masalah hukum, dan pendekatan lain pada pelatihan; 3) Penyampaian Setelah pelatihan dirancang, penyampaian latihan dapat dimulai. Biasanya disarankan agar pelatihan tersebut diuji terlebih dulu atau dilaksanakan dalam percobaan dengan tujuan untuk memastikan bahwa pelatihan tersebut memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diidentifikasi dan rancangannya telah sesuai; 4) Evaluasi Evaluasi pelatihan membandingkan hasil-hasil sesudah pelatihan pada tujuan-tujuan yang diharapkan oleh para manajer, pelatih, dan peserta pelatihan. Terlalu sering pelatihan dilakukan dengan sedikit pemikiran untuk mengukur dan mengevaluasinya untuk melihat seberapa baik hasilnya. Karena pelatihan memakan waktu dan biaya, maka evaluasi harus dilakukan. 2.1.1.8 Teknik-teknik Pelatihan Menurut Davis dalam Fathoni (2006:31), terdapat dua teknik pelatihan, yaitu pelatihan di tempat kerja (on the job training) dan pelatihan di luar tempat kerja (off the job training). 1) Pelatihan di tempat kerja (on the job training) adalah metode yang bertujuan untuk memberikan kecakapan kepada karyawan baru tersebut setelah pelatihan berakhir. Dalam pelatihan ini, pengawasan dan instruksi langsung diberikan kepada peserta pelatihan di tempat kerjanya dan dengan demikian karyawan akan lebih mudah dalam menguasai pekerjaannya. Beberapa teknik yang bisa digunakan meliputi: - Job instruction training (proses belajar yang mencerminkan langkah urutan pekerjaan dimana petunjuk pekerjaan diberikan secara langsung dan bantuan-bantuan instruktur biasanya digunakan untuk melatih karyawan tentang cara-cara pelaksanaan pekerjaan saat ini); - Job rotation (teknik pengembangan yang dilakukan dengan cara memindahkan peserta dari suatu jabatan atau pekerjaan ke jabatan atau ke pekerjaan lainnya secara periodik untuk menambah keahlian dan kecakapan karyawan pada setiap jabatan atau pekerjaan tertentu); - Apprenticeship (proses belajar dari seseorang yang lebih berpengalaman dan biasanya di kenal dengan istilah magang); - Coaching (teknik pelatihan di mana atasan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada karyawan dalam melaksanakan pekerjaan rutin mereka). 2) Pelatihan di luar tempat kerja (off the job training) adalah pelatihan yang menggunakan situasi di luar pekerjaan. Teknik ini banyak digunakan bila banyak pekerjaan yang harus dilatih dengan cepat, seperti halnya bila perusahaan melakukan perluasan usaha dan bila pelatihan langsung pada pekerjaan tidak dapat dilakukan karena biaya sangat mahal. Adapun beberapa teknik yang bisa digunakan meliputi: - Lecture (metode pelatihan yang memberikan kuliah dan kelemahan yang dimilikinya yaitu pelatihan partisipasi dan pasif); - Video presentation (metode ini biasanya dilakukan dengan presentasi melalui media televisi, film, slide, dan sejenisnya dimana bentuknya sama dengan metode lecture); - Vestibule training (metode pelatihan yang dilakukan pada suatu ruangan latihan yang khusus dan terpisah dari tempat kerja biasa dimana disediakan jenis peralatan yang sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya); - Role playing and behavior modeling (pelatihan dengan cara permainan peran dengan maksud menciptakan situasi realistis); - Case study (dalam pelatihan para peserta dihadapkan pada beberapa kasus tertulis dan memecahkan masalah-masalah tersebut); - Simulation (situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya, tetapi hanya merupakan tiruan saja dan peserta harus memberikan respon seperti dalam kejadian yang sebenarnya); - Self study (teknik yang menggunakan model tertulis, kaset dan video tape rekaman dan para pesertanya hanya mempelajari sendiri); - Programmed learning (pelatihan dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan dan jawaban yang tersusun di dalam materi pelatihan); - Laboratory training (jenis kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan keterampilan antar pribadi. Salah satu bentuk latihan laboratorium yang terkenal adalah sensitivitas, dimana peserta belajar menjadi lebih sensitif terhadap perasaan orang lain dan lingkungan. Pelatihan ini juga berguna untuk mengembangkan berbagai perilaku serta tanggung jawab pekerjaan di waktu yang akan datang). 2.1.2 Kemampuan Individual 2.1.2.1 Definisi Kemampuan Individual Mengukur sejauh mana kemampuan individu dari pegawai atau karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan dalam penentuan prestasi merupakan hal yang penting bagi seorang pemimpin, agar tujuan dapat tercapai sebagaimana mestinya. Oleh sebab itu pembentukan perilaku pada diri pegawai atau karyawan perlu dilakukan agar kemampuan individu sesuai yang diharapkan pimpinan, dimana perilaku individu terhadap suatu situasi adalah penyebab konsekuensi tertentu dan bila konsekuensi itu positif, individu akan memberikan tanggapan sama terhadap situasi yang sama, tetapi bila konsekuensi tidak menyenangkan, individu akan cenderung merubah perilakunya untuk menghindarkan dari konsukuensi tersebut. Kemampuan individu dari pegawai atau karyawan cenderung dilihat dari masukan-masukan yang mereka berikan pada pekerjaannya dalam bentuk pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang dimilikinya. Bella dalam Hasibuan (2008:70) menyatakan pendidikan dan pelatihan merupakan proses peningkatan keterampilan kerja baik teknis maupun manajerial dimana pendidikan berorientasi pada teori, dilakukan dalam kelas, berlangsung lama dan biasanya menjawab mengapa (why), sedangkan pelatihan berorientasi pada praktek yang dilakukan dilapangan, berlangsung singkat dan biasanya menjawab bagaimana (how). Soelaiman (2007:112), kemampuan adalah sifat yang dibawa lahir atau dipelajari yang memungkinkan seseorang yang dapat menyelesaikan pekerjaannya, baik secara mental ataupun fisik. Karyawan dalam suatu organisasi, meskipun dimotivasi dengan baik, tetapi tidak semua memiliki kemampuan atau keterampilan untuk bekerja dengan baik. Kemampuan dan keterampilan memainkan peranan utama dalam perilaku dan kinerja individu. Keterampilan adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang di miliki dan dipergunakan oleh seseorang pada waktu yang tepat. Dalam hal kemampuan karyawan, banyak yang bisa kita lihat bahwa seorang karyawan merasa termotivasi dan memiliki kinerja yang baik, jika seorang karyawan memiliki pengetahuan yang memadai terhadap bidang tugas dan tanggung jawabnya, kondisi fisik, adanya dukungan faktor keluarga serta tidak adanya hambatan geographic. Menurut Robbins (2006:46) kemampuan (ability) adalah suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah karaketristik dan bakat yang dimiliki oleh masing-masing individu yang ada sejak lahir berupa mental atau fisik. Kemampuan tersebut merupakan kapasitas seseorang didalam mengerjakan berbagai macam tugas dalam pekerjaannya. Dengan kemampuan yang ada diharapkan kegiatan karyawan tidak akan menyimpang jauh dari kegiatan badan usaha, sehingga bukan merupakan hal yang aneh apabila badan usaha memberi harapan pada karyawannya agar tujuan karyawan dan badan usaha dapat tercapai. 2.1.2.2 Cara Meningkatkan Kemampuan Individual Menurut Schumacher dalam Sinamo (2002:6), terdapat tiga komponen penting yang tampak dalam kemampuan diri manusia, yaitu; 1) Keterampilannya Keterampilan dimiliki oleh karyawan didasarkan atas pengalaman yang dilakukannya selama bekerja. Keterampilan dapat meningkat apabila seorang karyawan memiliki masa kerja lebih lama dibandingkan dengan karyawan yang memiliki masa kerja lebih sedikit, 2) Kemampuannya Kemampuan dimiliki oleh karyawan didasarkan atas bakat yang dibawanya semenjak kecil atau yang diperolehnya pada masa mengikuti pendidikan. Semakin baik pendidikan seorang karyawan maka semakin tinggi kemampuan yang diperolehnya, 3) Etos kerjanya Etos kerja dihubungkan dengan sikap dan motivasi pegawai dalam bekerja. Prinsip yang tidak kenal lelah dalam bekerja sebagai dasar etos kerja yang tinggi yang dimiliki oleh seorang karyawan. Berdasarkan kutipan tersebut maka diketahui bahwa tanpa ketiganya, semua sumber daya manusia tetap terpendam, tidak dapat dimanfaatkan, dan tetap merupakan potensi belaka. Jika di perhatikan, ketiga komponen yang tidak terlihat tersebut memang berada dalam diri manusia, tersimpan dalam bentuk kemampuan insani operasional (operational human abilities). Melalui peningkatan kemampuan kerja tersebut diharapkan semua karyawan dapat bekerja semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada dalam dirinya sehingga diperoleh kerja yang positif yang mendukung tercapainya tujuan organisasi. Berikut indikator dimensi kemampuan intelektual menurut Robbins (2006:53): 1) Kecerdasan numeric (kemampuan untuk berhitung dengan cepat dan tepat); 2) Pemahaman verbal (kemampuan memahami apa yang dibaca atau didengar serta hubungan kata satu sama lain); 3) Penalaran induktif (kemampuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan masalah tersebut); 4) Penalaran deduktif (kemampuan mengenakan logika dan menilai implikasi dari suatu argumen); 5) Ingatan (kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu). Lebih lanjut, Robbins (2006:55) mengemukakan lima kemampuan fisik utama, yaitu: 1) Kekuatan dinamis (kemampuan menggunakan kekuatan otot secara berulang-ulang); 2) Kekuatan tubuh (kemampuan mengenakan kekuatan otot dengan mengenakan otot-otot tubuh); 3) Keluwesan dinamis (kemampuan melaksanakan gerakan cepat); 4) Keseimbangan (kemampuan mempertahankan keseimbangan meskipun ada kekuatan-kekuatan yang mengganggu keseimbangan itu); 5) Stamina (kemampuan melanjutkan kerja sepanjang suatu kurun waktu). 2.1.2.3 Indikator Kemampuan Kerja Untuk mengetahui seorang karyawan mampu atau tidak dalam melaksanakan pekerjaannya dapat kita lihat melalui beberapa indikator yang ada di bawah ini. Indikator kemampuan kerja adalah sebagai berikut : 1) Kesanggupan Kerja Kesanggupan kerja karyawan adalah suatu kondisi dimana seorang karyawan merasa mampu menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya; 2) Pendidikan Pendidikan adalah kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan seseorang termasuk didalamnya peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan; 3) Masa kerja Masa kerja adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang karyawan dalam bekerja pada sebuah perusahaan atau organisasi (Robbins, 2006:51). Menurut Greenberg & Baron dalam Buyung (2007:38) mendefiniskan abilities mental and physical capasities to perform various tasks (kemampuan-kemampuan adalah kapabilitas mental dan fisik untuk mengerjakan berbagai tugas–tugas). Dari ketiga indikator kemampuan diatas, tentunya setiap perusahaan akan selalu berusaha untuk meningkatkan kemampuan kerja yang dimiliki oleh para karyawannya. Semakin tinggi tingkat kemampuan kerja yang dimiliki oleh seseorang karyawan, maka pelayanan yang baik kepada konsumen juga akan tercapai dengan baik pula. 2.2 Peneliti Terdahulu Rahmat Fatagar dan Suyanto (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perbandingan Kinerja dan Kesehatan Keuangan Antara PT Matahari Putra Prima TBK dengan PT Ramayana Lestari Sentosa TBK”, dalam jurnal pengembangan wiraswasta. Hasil penelitian yang diperoleh adalah kinerja Ramayana Lestari Sentosa Tbk secara umum lebih baik daripada kinerja Matahari Putra Prima Tbk. Kinerja yang lebih baik tersebut ditunjukkan oleh lebih baiknya kemampuan Ramayana dalam menghasilkan laba dibanding Matahari dan pengelolaan dana yang lebih efektif sehingga perputarannya lebih tinggi. Kinerja Ramayana yang lebih baik tidak hanya ditunjukkan dari nilai secara umum (ratarata), tetapi terlihat dari perkembangan indikator kinerja setiap tahunnya. Alfianto, Swasto dan Achmad (2004) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kompensasi dan Pelatihan terhadap Motivasi, Kemampuan dan Kinerja Karyawan Studi pada Karyawan Bagian Pemimpin Perjalanan Kereta Api PT. Kereta Api (Persero) Daerah Operasi VIII Surabaya”, pada jurnal aplikasi manajemen. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pelatihan karyawan terhadap kemampuan karyawan. Dengan uji program SPSS menunjukkan bahwa nilai probabilitas t < α (0.007 < 0.05) dapat diambil kesimpulan bahwa Ha diterima, artinya bahwa variabel pelatihan karyawan berpengaruh signifikan terhadap kemampuan karyawan. 2.3 Kerangka Pemikiran Istilah pelatihan sering disamakan dengan istilah pengembangan. Pengembangan menunjuk pada kesempatan belajar yang didesain untuk membantu dalam pengembangan para pekerja. Pelaksanaan pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki atau meningkatkan kemampuan individual. Kemampuan individual yang baik sangat penting dimiliki oleh para karyawan didalam sebuah organisasi, karena dengan memiliki kemampuan individual yang baik, karyawan akan dapat memberikan pelayanan yang baik juga terhadap pelanggan, sehingga menunjang pencapaian tujuan organisasi. Sesuai dengan uraian diatas maka kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran 2.4 Hipotesis Dari gambar kerangka pemikiran diatas maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. H0: Variabel Pelatihan pada tahun 2011 tidak lebih baik daripada tahun 2009 H1: Variabel Pelatihan pada tahun 2011 lebih baik daripada tahun 2009 2. H0: Variabel Kemampuan Individual pada tahun 2011 tidak lebih baik daripada tahun 2009 H1: Variabel Kemampuan Individual pada tahun 2011 lebih baik daripada tahun 2009