Faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kawasan

advertisement
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selanjutnya pada bab ini akan dideskripsikan hasil dari penelitian. Sesuai
dengan rumusan masalah penelitian, maka dalam bab ini akan dibahas tiga sub
bab utama yaitu: perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi negara maju dan
negara berkembang di ASEAN+6, faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan
ekonomi negara maju di ASEAN+6, serta faktor-faktor yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6.
Analisis deskriptif dan analisis kuantitatif digunakan dalam pembahasan
penelitian ini. Metode diskriptif untuk menjawab perbedaan karakteristik
pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6,
sedangkan analisis kuantitatif untuk menjawab faktor-faktor yang memengaruhi
pertumbuhan ekonomi negara maju maupun negara berkembang di ASEAN+6.
Hasil dari estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju maupun negara berkembang di ASEAN+6, akan memperlihatkan
variabel-variabel yang signifikan dan yang tidak signifikan.
Estimasi model penelitian ini, beberapa variabel diolah dalam bentuk
logaritma natural (ln) untuk menghasilkan data yang stationer. Konsekuensi dari
perlakuan ini adalah intepretasi dari hasil penelitian menjadi nilai elastisitas.
Elastisitas yang terdapat pada setiap koefisien variabel eksogen dinyatakan dalam
bentuk persentase. Selain membahas analisis deskriptif dan hasil estimasi, pada
bab ini juga akan dijelaskan mengenai pengujian Granger Causality untuk
mengetahui hubungan antar variabel.
47
4.1.
Analisis Deskriptif Perbedaan Karakteristik Pertumbuhan Ekonomi
Negara Maju dan Negara Berkembang di ASEAN+6
Pada subbab ini akan dibahas mengenai kondisi umum dari masing-masing
variabel yang digunakan. Pada awalnya akan dijelaskan mengenai pertumbuhan
ekonomi yang dibagi menjadi dua periode. Selanjutnya, akan dijelaskan hubungan
antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel. Berdasarkan pembahasan tersebut
akan diketahui perbedaan karakteristik dari pertumbuhan ekonomi negara maju
dan negara berkembang di ASEAN+6.
Pada dasarnya terdapat perbedaan karakteristik antara negara maju dan
negara berkembang karena sistem yang berbeda diantara keduanya. Perlakuan
antara negara maju dan negara berkembang tidak dapat disamakan karena adanya
perbedaan yang mendasar tersebut. Negara maju dan negara berkembang
memiliki perbedaan dalam hal sektor riil maupun sektor keuangan. Oleh karena
itu, pada negara maju dan negara berkembang ASEAN+6 tidak dapat dilakukan
kebijakan fiskal dan moneter yang sama.
Dengan demikian, integrasi ekonomi kawasan ASEAN+6 secara
konseptual dan secara ekonomi belum dapat dilaksanakan. Integrasi ekonomi
hanya akan menguntungkan negara dengan produktivitas tinggi. Integrasi
ekonomi belum dapat berjalan dengan sehat karena adanya perbedaan
karakteristik antara negara maju dan negara berkembang di kawasan ASEAN+6.
4.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Periode 2001-2004 dan 2005-2008
Pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN+6 bervariasi selama periode
2001-2008, namun pada tingkat yang relatif sama antar negara. Pertumbuhan
ekonomi akan dibedakan menjadi dua periode yakni periode 2001-2004 dan 2005-
48
2008, untuk mengetahui hubungan pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan
ekonomi
periode
sebelumnya.
Gambar
4.1
memperlihatkan
hubungan
pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya, antara
Pertumbuhan Ekonomi th. 2005-2008
negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi th.2001-2004 dan
th.2005-2008
14
12
PRC
r = 0.763
10
PHI
IND
8
INO
6
4
AUS
2
JPG
r = 0.624
SIN
KOR
MAL
THA
NZ
0
0
2
4
6
8
Pertumbuhan Ekonomi th. 2001-2004
Negara Maju
10
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI=
Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN=
Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand
Sumber: World Development Indicator 2009, diolah.
Gambar 4.1. Korelasi Pertumbuhan Ekonomi Periode 2001-2005 dengan
Pertumbuhan Ekonomi Periode 2005-2008 ASEAN+6
Berdasarkan Gambar 4.1 pada negara maju maupun negara berkembang,
terlihat adanya hubungan yang positif antara pertumbuhan ekonomi dengan
pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya dengan tingkat korelasi yang berbeda.
Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode
sebelumnya di negara berkembang lebih tinggi dari pada di negara maju. Hal
tersebut memiliki arti bahwa di negara berkembang keterkaitan pertumbuhan
ekonomi antar periode sangat tinggi. Negara berkembang masih memiliki peluang
49
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi berdasarkan proyeksi pertumbuhan
ekonomi pada periode sebelumnya, karena di negara berkembang belum mencapai
kondisi full employment.
Sedangkan untuk negara maju, relatif sulit untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi karena sudah mencapai kondisi full employment.
Berdasarkan Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa negara maju di ASEAN+6 memiliki
pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah dibandingkan negara berkembang di
ASEAN+6, tetapi memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi dari pada negara
berkembang.
4.1.2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Konsumsi
Selanjutnya, akan dipaparkan hubungan antar variabel bebas dengan
pertumbuhan ekonomi. Mengacu pada hasil Granger Causality test, terdapat
hubungan antara pengeluaran konsumsi dengan pertumbuhan ekonomi. Pada
Gambar 4.2. dapat dilihat hubungan antara pengeluaran konsumsi dengan
pertumbuhan ekonomi di negara maju dan di negara berkembang ASEAN+6.
Terdapat respon yang berbeda antara hubungan pertumbuhan ekonomi dengan
pengeluaran konsumsi di negara maju dan di negara berkembang.
Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran konsumsi di
negara maju menunjukkan angka dan tren yang negatif. Di negara maju yang pada
umumnya berpendapatan tinggi dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah,
akan memiliki tingkat pengeluaran konsumsi yang rendah. Masyarakat dengan
pendapatan yang tinggi tidak akan terus menerus menaikkan permintaan konsumsi
50
sejalan dengan tingkat pendapatannya. Apabila tingkat konsumsi telah mencapai
batas maksimal, kelebihan dari pendapatan akan dialihkan ke tingkat tabungan.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Pengeluaran
Konsumsi
Pertumbuhan Ekonomi
12.00
PRC
10.00
r = 0.891
8.00
IND
6.00
4.00
PHI
MAL THA
INO
SIN
KOR
AUS
NZ
2.00
r = -0.639
JPG
0.00
10.50
11.00
11.50
12.00
Pengeluaran Konsumsi
Negara Maju
12.50
13.00
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI=
Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN=
Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand
Sumber: World Development Indicator 2009, diolah.
Gambar 4.2. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran
Konsumsi ASEAN+6
Berbeda kondisinya dengan
negara
berkembang,
korelasi antara
pertumbuhan ekonomi dengan pengeluran konsumsi di negara berkembang
memilki tren yang positif. Di negara berkembang tingkat pendapatan relatif
rendah dan belum mampu untuk mencapai tingkat kepuasan konsumsi yang
maksimal. Hal tersebut membuat negara berkembang akan terus meningkatkan
tingkat konsumsinya apabila terdapat kenaikan dalam pendapatan. Nilai marginal
propensity to consume (MPC) di negara berkembang juga relatif lebih besar dari
pada di negara maju, karena tambahan pendapatan yang diterima oleh masyarakat
negara berkembang sebagian besar masih dialokasikan untuk konsumsi.
51
4.1.3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Pemerintah
Pada Gambar 4.3 menunjukkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi
dengan pengeluaran pengeluaran pemerintah di negara maju dan di negara
berkembang. Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran
pemerintah di negara maju dan di negara berkembang terlihat adanya perbedaan
yang jelas.
Korelasi antara PertumbuhanEkonomi dan Pengeluaran
Pemerintah
Pertumbuhan Ekonomi
12.00
8.00
IND
PHI
6.00
MAL INO
THA
4.00
SIN
2.00
0.00
9.50
PRC
r = 0.941
10.00
KOR
AUS
r = -0.637
NZ
10.00
JPG
10.50
11.00
11.50
12.00
Pengeluaran Pemerintah
Negara Maju
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI=
Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN=
Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand
Sumber: IFS (International Monetary Fund), diolah.
Gambar 4.3. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran
Pemerintah ASEAN+6
Berdasarkan hasil Gambar 4.3, pada negara maju korelasi antara
pertumbuhan ekonomi dan pengeluran pemerintah menunjukkan nilai yang
negatif. Proyek pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tidak
efektif dilaksanakan di negara maju. Di negara maju lebih produktif dengan
sistem perekonomian pasar bebas, semua aspek kegiatan ekonomi dialihkan ke
52
pihak swasta. Sistem perekonomian pasar bebas di negara maju didukung dengan
masyarakat yang produktif, sehingga masyarakat memiliki daya saing yang tinggi
dan tidak menimbulkan ketimpangan standar kehidupan antar masyarakat.
Akan tetapai, di negara berkembang tidak menunjukkan hal yang serupa.
Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah di negara
berkembang memiliki nilai yang positif
mencapai 94,1 persen. Pengeluaran
pemerintah masih sangat dibutuhkan di negara berkembang. Banyaknya
kegagalan sistem pasar di negara berkembang mengharuskan pemerintah untuk
mengambil kebijakan mengatasi kegagalan pasar. Barang publik yang dibutuhkan
negara berkembang tidak efektif apabila disediakan oleh sektor swasta. Selain itu,
peningkatan pendapatan masyarakat di negara berkembang masih tergantung pada
kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah, sehingga peran pemerintah
menjadi produktif di negara berkembang.
4.1.4. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat FDI
Pada subbab ini akan dibahas mengenai hubungan pertumbuhan ekonomi
dengan FDI. Pada Gambar 4.4 menunjukkan hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dengan tingkat FDI di negara maju dan di negara berkembang
ASEAN+6. Terdapat korelasi yang positif antara pertumbuhan ekonomi dan
tingkat FDI baik di negara maju maupun di negara berkembang. Namun, tingkat
korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat FDI di negara maju lebih tinggi
dari pada di negara berkembang.
Investasi asing berupa FDI di negara maju memiliki korelasi yang efektif
dengan pertumbuhan ekonomi. Perekonomian negara maju yang digerakkan oleh
53
sistem pasar bebas, salah satunya dipacu oleh investasi asing berupa FDI.
Singapura adalah salah satu negara maju di ASEAN+6 yang perekonomiannya
mendapat dukungan besar dari tingkat FDI. Singapura merupakan negara
berpotensi untuk FDI karena memiliki sistem perizinan yang mudah dan memiliki
beragam fasilitas yang menarik untuk investor asing, sehingga tidak mengejutkan
apabila Singapura memiliki tingkat FDI tertinggi.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan FDI
Pertumbuhan Ekonomi
12
PRC
10
8
IND
6
PHI
INO
KOR
4
r = 0.146
MAL
THA
r = 0.622
SIN
AUS
NZ
2
JPG
0
0
5
Negara Maju
10
FDI
15
20
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI=
Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN=
Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand
Sumber: World Development Indicator, diolah.
Gambar 4.4. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan FDI ASEAN+6
Korelasi antara pertumbuhan ekonomi di negara berkembang lebih
rendah dari pada di negara maju. FDI yang merupakan investasi jangka panjang
yang tidak rentan guncangan perekonomian dan efektif untuk pertumbuhan
ekonomi baik untuk negara maju maupun negara berkembang. Akan tetapi, negara
berkembang tidak mampu menumbuhkan FDI pada tingkat yang optimal. Hal ini
54
terjadi karena sistem yang ada di negara berkembang itu sendiri. Negara
berkembang memiliki sistem birokrasi untuk perijinan investasi asing yang rumit
dan memerlukan waktu yang cukup lama. Fasilitas yang ditawarkan negara
berkembang juga kurang mendukung investasi asing. Selain itu, FDI dipengaruhi
oleh stabilitas perekonomian dan stabilitas politik negara tujuan, dan pada
umumnya hal tersebut rentan di negara berkembang.
4.1.5. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Harapan Hidup
Pada gambar 4.5 menunjukkan korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan
tingkat harapan hidup di negara maju dan di negara berkembang ASEAN+6.
Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat harapan hidup di negara maju
berbeda dengan di negara berkembang. Terdapat hubungan yang negatif antara
pertumbuhan ekonomi dan tingkat harapan hidup di negara maju. Di negara
berkembang, terdapat korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat
harapan hidup, tetapi nilai korelasinya sangat kecil dan hampir tidak berhubungan.
Pendapatan yang tinggi di negara maju, membuat negara tersebut tidak
memiliki masalah dengan kesehatan masyarakat. Masyarakat negara maju yang
produktif mimiliki tingkat kesehatan dan gizi yang terpenuhi. Masyarakat yang
produktif dapat mempertahankan tingkat pendapatan yang tinggi. Adanya
kenaikan pada tingkat pendapatan, tidak membuat masyarakat menaikkan tingkat
kesehatannya karena kebutuhan untuk kesehatan telah tercukupi. Oleh karena itu,
pertumbuhan ekonomi di negara maju memiliki hubungan negatif dengan tingkat
harapan hidup atau tingkat kesehatan.
55
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat
Harapan Hidup
Pertumbuahn Ekonomi
12
PRC
10
8
r= 0.035
IND
6
INO
THA
4
PHI
MAL
SIN
KOR
AUS
NZ
2
r= -0.766
0
1.78
1.8
1.82
1.84
1.86
1.88
1.9
JPG
1.92
Tingkat Harapan Hidup
Negara Maju
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI=
Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN=
Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand
Sumber: World Development Indicator, CEIC, UNESCO Institute of Statistic dan
Departemen of Statistic Singgapore, diolah.
Gambar 4.5. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat
Tingkat Harapan Hidup ASEAN+6
Salah satu masalah utama negara berkembang adalah tingkat kesehatan. Di
negara berkembang rawan terjadi permasalahan gizi buruk, fasilitas kesehatan
yang kurang memadai dan kebutuhan dasar masyarakat kurang terpenuhi. Hal ini
membuat masyarakat kurang produktif, memiliki pendapatan yang relatif rendah,
dan kenaikan pendapatan masyarakat juga relatif rendah. Kenaikan pendapatan
yang terjadi di negara berkembang akan membuat masyarakat meningkatkan
tingkat kesehatan. Namun, pendapatan yang naik tidak terlalu tinggi membuat
kebutuhan kesehatan masyarakat juga tidak terlalu terpenuhi. Oleh karena itu, di
negara berkembang persediaan modal saja tidak akan cukup untuk memperbaiki
kondisi perekonomian, harus didukung oleh pemenuhan tingkat kesehatan untuk
meningkatkan produktivitas masyarakat.
56
4.1.6. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Partisipasi
Sekolah Sekunder
Pada gambar 4.6 akan diperlihatkan hubungan antara pertumbuhan
ekonomi dengan tingkat partisipasi sekolah sekunder di negara maju dan di negara
berkembang ASEAN+6. Terdapat korelasi yang negatif antara pertumbuhan
ekonomi dan tingkat partisipasi sekolah sekunder di negara maju maupun di
negara berkembang. Hal tersebut diperlihatkan dari nilai korelasi dan garis
penghubung yang memiliki kemiringan negatif. Akan tetapi, korelasi di negara
maju lebih negatif dari pada di negara berkembang.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat
Partisipasi Sekolah Sekunder
Pertumbuhan Ekonomi
12
PRC
10
8
IND
6
SIN
4
r = -0.065
PHI
INO
IMAL
THA
KOR
AUS
NZ
2
r = -0.410
JPG
0
0
1
2
3
4
5
Tingkat Partisipasi Sekolah Sekunder
Negara Maju
Negara Berkembang
6
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI=
Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN=
Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand
Sumber: World Development Indicator, CEIC, UNESCO Institute of Statistic dan
Departemen of Statistic Singgapore, diolah.
Gambar 4.6. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat
Partisipasi Sekolah Sekunder ASEAN+6
57
Sumberdaya manusia yang produktif dibutuhkan di negara maju maupun
di negara berkembang untuk memacu pendapatan nasional dan pertumbuhan
ekonomi. Sumberdaya manusia yang produktif salah satunya dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, maka akan
semakin mampu berdaya saing dan meningkatkan pendapatan. Korelasi negatif
yang ditunjukkan pada Gambar 4.6, mengindikasikan bahwa dibutuhkan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi dari pada tingkat pendidikan sekunder untuk
memacu tingkat pertumbuhan ekonomi. Tingkat partisipasi sekolah sekunder tidak
terlalu berpengaruh ataupun berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tingkat pendidikan tersier akan lebih mampu berhubungan positif dengan
pertumbuhan ekonomi dan lebih efektif untuk menciptakan sumberdaya manusia
yang produktif. Sumberdaya manusia yang tidak produktif tidak memiliki daya
saing dan tidak mampu meningkatkan kesejahteraannya. Sumberdaya manusia
yang tidak produktif hanya akan menciptakan perluasan tingkat pengangguran
dan pada akhirnya menciptakan kemunduran perekonomian.
Korelasi yang lebih negatif di negara maju dari pada di negara
berkembang, mengindikasikan bahwa dampak yang ditimbulkan dari sumberdaya
manusia yang tidak produktif di negara maju lebih negatif dari pada di negara
berkembang. Tingkat partisipasi sekolah sekunder di negara berkembang masih
lebih dibutuhkan dari pada di negara maju. Negara maju menuntut adanya
sumberdaya
manusia yang
lebih produktif dan mampu menggerakkan
perekonomian. Hal ini terkait juga dengan sistem pasar bebas di negara maju yang
membutuhkan dukungan dari sumberdaya manusia berdaya saing tinggi. Tingkat
pendapatan yang lebih tinggi di negara maju dari pada di negara berkembang,
58
mengindikasikan bahwa masyarakat di negara maju lebih produktif dari pada di
negara berkembang.
4.1.7. Hubungan Pertumbuhan
Pemerintah
Ekonomi
dengan
Defisit
Anggaran
Pada Gambar 4.7 akan digambarkan korelasi antara pertumbuhan ekonomi
dengan rasio defisit anggaran pemerintah di negara maju dan di negara
berkembang. Terdapat korelasi yang positif antara pertumbuhan ekonomi dan
defisit anggaran pemerintah yang ditunjukkan di negara maju maupun di negara
berkembang. Rasio dari defisit anggaran pemerintah bernilai negatif di negara
berkembang, sedangkan di negara maju bernilai positif. Negara maju di
ASEAN+6 yang memiliki defisit anggaran yang negatif hanya negara Jepang.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Defisit
Anggaran Pemerintah
Pertumbuhan Ekonomi
12
PRC
IND
10
8
r = 0.151
PHI
MAL
6
INO
THA
2
JPG
KOR
4
r = 0.756
AUS
SIN
NZ
0
-6
-4
-2
0
2
4
Defisit Anggaran Pemerintah
Negara Maju
6
8
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI=
Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN=
Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand
Sumber: World Development Indicator, CEIC dan IFS dari IMF, diolah.
Gambar 4.7. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Rasio Defisit
Anggaran Pemerintah ASEAN+6
59
Defisit anggaran pemerintah merupakan dampak dari kebijakan fiskal.
Negara yang melakukan ekspansi kebijakan fiskal, akan memiliki stuktur defisit
anggaran pemerintah yang negatif. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, di
negara berkembang masih membutuhkan campur tangan pemerintah untuk
mengatasi kegagalan pasar. Kebijakan fiskal yang dilakukan negara berkembang
efektif untuk menggerakkan perekonomian, sehingga ekspansi fiskal yang
dilakukan oleh negara berkembang akan membuat srtuktur rasio defisit anggaran
yang negatif. Berdeda dengan negara maju, sistem pasar bebas membuat
kebijakan fiskal tidak efektif untuk perekonomian dan membuat struktur rasio
defisit anggaran yang positif.
4.1.8. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Keterbukaan Ekonomi
Pada bagian terakhir perbedaan karakteristik antara negara maju dan
negara berkembang di ASEAN+6, akan digambarkan hubungan pertumbuhan
ekonomi dengan keterbukaan ekonomi atau volume perdagangan bebas. Terdapat
perbedaan korelasi pertumbuhan ekonomi dengan keterbukaan ekonomi di negara
maju dan di negara berkembang. Di negara maju, korelasi antara pertumbuhan
ekonomi dan keterbukaan ekonomi memiliki nilai yang negatif dan hampir tidak
berkorelasi. Namun di negara berkembang, korelasi antara pertumbuhan ekonomi
dengan keterbukaan ekonomi memiliki nilai positif yang tinggi mencapai angka
83,9 persen. Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh perbedaan sistem yang ada di
negara maju dan di negara berkembang itu sendiri, serta membuat adanya
perbedaan karakteristik yang mendasar antara keduanya .
60
Negara berkembang memiliki ketergantungan dengan perdagangan
internasional jauh lebih besar dari pada negara maju. Pendapatan nasional negara
berkembang lebih tergantung dari hubungan perdagangan internasional dari pada
negara maju. Negara berkembang pada umumnya lebih menyumbangkan
komoditi utamanya untuk eksport. Sebagaimana di negara Jepang yang
berorientasi dalam perdagangan internasional, memiliki sumbangan perdagangan
internasional terhadap GDP hanya 10 persen, lebih besar dari pada negara
berkembang seperti Indonesia. Akan tetapi berdasarkan Gambar 4.8, keterbukaan
ekonomi negara maju rata-rata lebih besar dari pada negara berkembang.
Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Keterbukaan
Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi
12
PRC
10
r = 0.839
IND
8
PHI
6
INO
THA MAL
4
SIN
r = -0.050
KOR
NZ
2
AUS
JPG
0
10.5
11
11.5
Keterbukaan Ekonomi
Negara Maju
12
12.5
Negara Berkembang
PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI=
Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN=
Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand
Sumber: World Development Indicator dan IFS dari International Monetary Fund
diolah.
Gambar 4.8. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Keterbukaan
Ekonomi ASEAN+6
Negara berkembang cenderung memperdagangkan produk primer yang
memiliki nilai tambah lebih kecil dari pada produk manufaktur ataupun jasa,
61
sehingga volume perdagangan internasional lebih kecil dari pada negara maju.
Negara maju tidak terlalu memiliki ketergantungan dengan perdagangan
internasional, tetapi negara maju lebih memperdagangkan produk olahan dan jasa
sehingga volume perdagangan internasionalnya lebih besar dari pada negara
berkembang. Negara maju dengan pendapatan yang tinggi, membuat volume
perdagangan internasional yang besar hanya memberikan sumbangan kecil
terhadap pendapatan nasional.
4.2.
Hasil Estimasi Granger Causality Test
Pengujian ini dilakukan untuk mendeteksi hubungan sebab akibat antara
dua variabel. Variabel eksogen yang digunakan dalam penelitian ini masingmasing dihubungkan dengan variabel pertumbuhan ekonomi untuk mengetahui
hubungan sebab akibatnya.
Cara kerja pada Granger Causality Test data panel, menggunakan prinsip
regresi model pooled. Granger Causality Test memiliki panjang lag optimal (p).
Apabila dengan menggunkan lag tertinggi sudah tidak memunculkan hasil, maka
lag sudah maksimum. Pada Tabel 4.1. ditampilkan hasil dari Granger Causality
Test. Tanda centang (√) mengindikasikan bahwa variabel memiliki hubungan
sebab akibat, dengan menggunakan taraf nyata sebesar 10 persen. Sedangkan
tanda (-) menyatakan bahwa antar variabel tidak memiliki hubungan sebab akibat.
Pada baris pertama, berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.
untuk kawasan ASEAN+6, didapatkan hasil bahwa hanya terdapat hubungan satu
arah,
memengaruhi
. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada kawasan
ASEAN+3. Sementara itu, di kawasan ASEAN tidak terdapat hubungan
62
kausalitas antara
dan
. Baris pertama kawasan ASEAN+6, lag 2
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh pengeluaran
konsumsi. Hal ini dikarenakan pengeluaran konsumsi membentuk permintaan
agregat dan pada akhirnya memengaruhi pendapatan nasional. Pertumbuhan
ekonomi sendiri merupakan pertumbuhan dari pendapatan agregat.
Tabel 4.1. Hasil Estimasi Granger Causality Test
Hipotesis
ASEAN+6
ASEAN+3
Nol
2 lag 4 lag 6 lag 2 lag 4 lag 6 lag
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
ASEAN
2 lag 4 lag
√
√
√
√
√
√
√
√
-
6 lag
na.
na.
na.
na.
na.
na.
na.
Keterangan: time series 2001-2008; y= pertumbuhan ekonomi; CE= Pengeluaran
Konsumsi; GE= Pengeluaran Pemerintah; FDI= Foreign Direct Investment;
LE= Tingkat Harapan Hidup; ES= Tingkat Partisipasi Sekolah; BD=
Defisit Anggaran Pemerintah; OE= Keterbukaan Ekonomi; ↛ = tidak
memengaruhi
Pada baris kedua berdasarkan hasil Granger Causality Test, di kawasan
ASEAN+6 terdapat hubungan satu arah, dimana
memengaruhi
. Hal
tersebut juga terjadi pada kawasan ASEAN+3. Sedangkan pada kawasan ASEAN,
tidak terjadi hubungan kausalitas antara pengeluaran pemerintah dengan
pertumbuhan ekonomi. Kawasan ASEAN+6 pada lag 2, menyatakan bahwa
pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran
pemerintah merupakan salah satu komponen pengeluaran nasional yang terhitung
63
dalam tingkat pendapatan. Perubahan pada tingkat pendapatan akan memengaruhi
tingkat pertumbuhan ekonomi
Pada baris ketiga, secara keseluruhan pada ketiga kawasan (ASEAN+6,
ASEAN+3, dan ASEAN), terdapat hubungan dua arah antara pertumbuhan
ekonomi dengan FDI. Berdasarkan hasil dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi memengaruhi FDI dan FDI juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
FDI memengaruhi pertumbuhan ekonomi. FDI merupakan jenis investasi yang
berkelanjutan dan berdampak positif terhadap pendapatan nasional yang pada
akhirnya memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi.
Pada baris keempat di kawasan ASEAN+6, didapatkan hasil adanya
hubungan yang searah, yang menyatakan bahwa tingkat harapan hidup
memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hasil yang serupa juga ditunjukkan pada
kawasan ASEAN+3. Sementara itu, di kawasan ASEAN menunjukkan hasil yang
berbeda, yakni pertumbuhan ekonomi dan tingkat harapan hidup saling
memengaruhi satu sama lain. Tingkat harapan hidup memiliki hubungan dengan
pertumbuhan ekonomi. Tingginya tingkat harapan hidup dapat memengaruhi
pertumbuhan ekonomi melalui mekanisme sumberdaya manusia. Tingkat
keproduktifan sumberdaya manusia di suatu negara berperan penting dalam
menentukan tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi.
Pada baris kelima di kawasan ASEAN+6 hanya terdapat hubungan yang
searah, tingkat partisipasi sekolah sekunder memengaruhi pertumbuhan ekonomi
dan tidak sebaliknya. Hasil yang sama ditunjukkan pada kawasan ASEAN+3,
tingkat pertisipasi sekolah hanya memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Akan
tetapi pada kawasan ASEAN, terdapat hubungan dua arah antara
dan ES.
64
Pada dasarnya, tingkat partisipasi sekolah sekunder mampu memengaruhi
pertumbuhan ekonomi. Sama halnya dengan tingkat kesehatan, tingkat pendidikan
berkontribusi menentukan kualitas sumberdaya manusia dan menentukan
pertumbuhan ekonomi.
Pada baris keenam berdasarkan Tabel 4.1, defisit anggaran pemerintah
memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN+6, dan tidak
sebaliknya. Hubungan yang searah dimana BD memengaruhi
juga
ditunjukkan di kawasan ASEAN+3. Sedangkan di kawasan ASEAN, hubungan
searah terjadi dimana
memengaruhi BD.
Pada baris ketujuh, terdapat hubungan searah dimana keterbukaan
ekonomi memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN+6. Hubungan
dua arah antara kerterbukaan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi ditemukan
di kawasan ASEAN+3. Sementara itu di kawasan ASEAN, tidak terdapat
hubungan searah maupun dua arah antara pertumbuhan ekonomi dengan
kerterbukaan ekonomi. Keterbukaan ekonomi merupakan cerminan dari struktur
perdagangan internasional pada suatu negara. Volume dari perdagangan
internasional diakui mampu memengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui
mekanisme neraca perdagangan.
4.3.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Negara
Maju di ASEAN+6
Berdasarkan pembahasan mengenai karakteristik yang berbeda antara
negara maju dengan negara berkembang, maka tidak bisa menyamaratakan
perlakuan antara negara maju dan negara berkembang. Selanjutnya, akan dibahas
faktor-faktor yang memengaruhi dari pertumbuhan ekonomi dengan memisahkan
65
estimasi untuk negara maju dan estimasi untuk negara berkembang. Pada subbab
ini akan dibahas hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan
ekonomi negara maju di ASEAN+6.
Pada estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju di ASEAN+6, menggunakan pendekatan panel dinamis karena
terdapat lag variabel endogen yang muncul pada variabel eksogen. Setelah
dilakukan uji spesifikasi, model yang terbaik dalam mengestimasi adalah model
Arrellano-Bond GMM (AB-GMM/ FD-GMM) noconstant. Uji spesifikasi yang
dilakukan pada model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju di ASEAN+6 adalah uji Arrellano-Bond, uji Sargan, dan uji tidak
bias. Pada uji Arrellano-Bond, probbilitas orde 1 menunjukkan nilai dibawah taraf
nyata 10 persen, yakni 0.0162 (signifikan). Sedangkan orde 2, probabilitas sebesar
0.8501 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen (tidak signifikan). Sehingga, dari
hasil uji Arrellano-Bond menyatakan bahwa pada model tidak mengalami masalah
konsistensi. Selanjutnya, pada uji Sargan probabilitas menunjukkan nilai 0.4179
yang memiliki arti untuk menolak hipotesis nol. Dengan demikian, pada model
juga tidak mengalami masalah validitas (model valid). Model FD-GMM dari hasil
estimasi juga memenuhi syarat tidak bias. Hal tersebut dinyatakan dari koefisien
estimasi model FD-GMM dibawah koefisien estimasi OLS dan diatas koefisien
estimasi fixed effect.
Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju di ASEAN+6, didapatkan model akhir sebagai berikut:
66
Tabel 4.2. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang memengaruhi Pertumbuhan
Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6
Koefisien
Variabel
Pooled LS
Fixed Effect
AB-GMM
yI, t-1
0,65856450
0,2117811
0,2172331
ln CE
0,4660179*
0,471840*
0,485109*
ln GE
-0,5017051*
-0,510416*
-0,519280*
FDI
0,0022677*
0,002412*
0,002412*
LIFE
0,00391510
0,0082345
0,0084782
ENROLL
0,0006456*
0,0004244
0,0004052
BD
-0,00249490
-0,0021983
-0,0022655
ln OPEN
0,02902530
0,0067284
0,0045533
Uji Sargan
19.618 [0.4179]
Arellano-Bond m1
-2.4049 [0.0162]
Arellano-Bond m2
18905 [0.8501]
Keterangan:
* Signifikan pada taraf nyata 10 persen
Sumber: Lampiran 2
Pada hasil estimasi model, dapat terlihat bahwa dari 8 variabel, hanya 3 variabel
yang signifikan menjadi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju di ASEAN+6. Lima variabel yang tidak signifikan menjadi faktorfaktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju, karena dari hasil
estimasi memiliki probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen.
Variabel yang tidak signifikan tersebut adalah lag pertumbuhan ekonomi tingkat
harapan hidup, tingkat partisipasi sekolah sekunder, rasio defisit anggaran
pemerintah dan keterbukaan ekonomi. Namun, variabel-variabel yang tidak
signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi memiliki kesesuaian dengan teori
yang mendasarinya.
4.3.1. Pengaruh Pengeluaran Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Negara Maju di ASEAN+6
Hasil dari estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju di ASEAN+6 membawa kesimpulan bahwa pengeluaran konsumsi
67
(lnCE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kesimpulan ini terlihat dari nilai probabilitas variabel lnCE sebesar 0,07, lebih
kecil dari taraf nyata 10 persen (prob < α), signifikan memengaruhi pertumbuhan
ekonomi. Nilai dari koefisien sebesar 0,485, memiliki arti adanya hubungan yang
positif. Intepretasi dari koefisien lnCE adalah setiap kenaikan pengeluaran
konsumsi negara maju di ASEAN+6 sebesar 10 persen, akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 sebesar 4,85 persen. Cateris
paribus, berarti bahwa penambahan pada pengeluaran konsumsi hanya akan
mengakibatkan kenaikan dalam pertumbuhan ekonomi.
Hasil estimasi yang didapatan sesuai dengan teori, dimana pengeluaran
konsumsi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Ackley
(1961), hal yang pasti dan penting adalah pengeluaran konsumsi riil merupakan
fungsi konstan dari pendapatan riil. Perubahan dalam konsumsi selain dari
perubahan pendapatan diposable, juga dari faktor lain yang diduga tidak terlalu
berpengaruh. Apabila terjadi peningkatan dalam konsumsi, maka permintaan akan
barang dan jasa akan naik pula. Kenaikan permintaan dari konsumen akan
direspon positif oleh perusahaan dengan menambah tingkat produksi. Sejalan
dengan penambahan produksi,
akan
mengaktifkan
input-input
produksi
diantaranya adalah tenaga kerja dan perusahaan penghasil input. Beragam
kenaikan yang terjadi dalam perekonomian akan membuat perekonomian tumbuh
dan selanjutnya akan meningkatkan output. Tingkat output yang naik, berarti
terjadi pula peningkatan dalam pendapatan nasional yang secara umum diukur
dalam tingkat GDP. Dengan demikian, tarikan daya beli masyarakat yang semakin
68
tinggi untuk konsumsi akan semakin memperbesar tingkat GDP (Ackley, 1961).
Selanjutnya, kenaikan dari GDP dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pengaruh pengeluaran konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi juga
dapat dijelaskan melalui pendekatan model IS-LM. Pengeluaran konsumsi
merupakan konponen dari pengeluaran yang direncanakan dan didasarkan pada
tingkat pendapatan. Ketika pendapatan naik, hasrat untuk konsumsi pun juga akan
mengalami kenaikan. Kenaikan dalam konsumsi akan menaikan tingkat
pengeluran yang direncanakan (perpotongan Keynesian/ Keynesian cross).
Selanjutnya, dalam kurva IS-LM, kenaikan pengeluaran yang direncanakan akan
menggeser kurva IS ke kanan atas. Dampaknya terhadap keseimbangan pasar
adalah naiknya kurva permintaan agregat yang akan menaikkan tingkat
pendapatan nasional (output). Naiknya tingkat pendapatan direspon pula oleh
kenaikan pertumbuhan ekonomi (Mankiw 2002).
4.3.2. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Negara Maju di ASEAN+6
Berdasarkan hasil faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara maju di ASEAN+6, variabel pengeluaran pemerintah memiliki nilai
probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen. Nilai probabilitas tersebut
sebesar 0,027, yang mengindikasikan bahwa pengeluaran pemerintah signifikan
dalam memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Sedangkan dari nilai
koefisien variabel pengeluaran pemerintah, menunjukkan hubungan yang negatif
dengan nilai koefisien sebesar -0,5192803. Arti dari nilai koefien ini adalah ketika
pengeluaran pemerintah naik sebesar 10 persen, akan berakibat pada penurunan
69
pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 sebesar 5,192803 persen,
cateris paribus.
Hasil untuk pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan
ekonomi pada penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang mendasarinya. Dalam
model IS-LM, pengeluaran pemerintah bersama-sama dengan pengeluran
konsumsi dan investasi membentuk pengeluaran yang direncanakan (Mankiw
2002). Jika terdapat kenaikan dalam pengeluran pemerintah, dampak yang
ditimbulkannya seharusnya menaikkan pertumbuhan ekonomi.
Perbedaan yang dihasilkan oleh penelitian ini disebabkan oleh adanya
ketidakproduktifan pengeluran pemerintah di negara maju. Pengeluaran
pemerintah yang sangat besar digunkan untuk membiayai proyek-proyek besar
dengan menggunkan sumberdaya yang besar pula. Pemerintah dalam kondisi ini
telah mengeluarkan banyak biaya untuk tenaga kerja ataupun untuk belannja
faktor produksi. Hal ini menyebabkan daya beli masyarakat meningkat dan tingkat
permintaan akan barang dan jasa meningkat. Kenaikan permintaan tidak
diimbangi dengan kenaikan penawaran karena terdapat time lag antara
pengeluaran pemerintah untuk proyek dengan output dari proyek pemerintah. Hal
semacam ini hanya akan menyebabkan kenaikan tingkat harga. Bertujuan untuk
meredam tingginya tingkat harga, biasanya bank sentral mengeluarkan kebijakan
menaikkan suku bunga untuk menarik tingkat tabungan. Keadaan ini dapat
menyebabkan crowding out dan akan berdampak pada penurunan investasi yang
pada akhirnya akan menurunkan tingkat pendapatan
nasional. Penurunan
pendapatan dapat menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, proyek
70
pemerintah yang telah berjalan kurang mendapat perawatan dan seringkali
terbengkalai.
Banyaknya inefisiensi, pemborosan serta kegagalan intervensi pemerintah,
menyebabkan negara maju lebih berorientasi pada sistem pasar bebas.
Perekonomian di negara maju digerakkan oleh pihak swasta dan tidak banyak
terjadi distorsi sistem pasar. Perekonomian liberalisme di negara maju dapat
meningkatakan efisiensi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi (Todaro dan
Smith, 2006). Perekonomian pasar bebas di negara maju didukung oleh
masyarakat dengan produktivitas yang tinggi.
4.3.3. Pengaruh Foreign Direct Investment terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Negara Maju di ASEAN+6
Berdasarkan hasil estimasi yang terdapat pada Tabel 4.2, didapatkan hasil
bahwa FDI berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi serta antara
keduanya memiliki hubungan yang positif. Pernyataan tersebut dihasilkan dari
nilai probabilitas variabel FDI yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen yakni
0,070. Hal tersebut menandakan bahwa variabel FDI berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan ekonomi. Hubungan positif antara FDI dan pertumbuhan ekonomi
diperlihatkan dari nilai koefisien variabel FDI sebesar 0,0024115. Hasil dari
koefisien tersebut memiliki arti bahwa peningkatan FDI sebesar 10 persen akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,024115 persen, cateris paribus.
Hasil dari estimasi pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi dalam
penelitian ini sejalan dengan teori dasarnya. Berdasarkan analisis deskriptif juga
menunjukkan hal yang sama, bahwa FDI berhubungan positif dengan
pertumbuhan ekonomi. FDI disebut juga sebagai penanaman modal asing secara
71
langsung dari investor asing. FDI merupakan jenis investasi yang relatif tidak
terkena guncangan dalam jangka panjang. Dengan adanya peningkatan investasi
berupa FDI, banyak sektor perekonomian yang menjadi produktif seperti tenaga
kerja. FDI yang meningkat akan membuka peningkatan lapangan pekerjaan baru,
dan membuat angkatan kerja yang semula tidak berpendapatan menjadi berdaya
beli. Peningkatan investasi berupa FDI juga akan meningkatkan output sektor riil.
Dengan demikian, peningkatan daya beli masyarakat dan output perekonomian
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Kurniati dkk 2007).
Berdasarkan argumen yang mendukung penanaman modal asing, FDI
dapat mengisi kesenjangan tabungan. Hal yang mendasari pernyataan ini adalah
model pertumbuhan Harrod-Domar. Model ini menyatakan tingkat pertumbuhan
ekonomi merupakan nilai dari tingkat tabungan dibagi dengan rasio modal-output.
Apabila tingkat tabungan di suatu negara rendah, maka sasaran pertumbuhan
ekonomi akan sulit dicapai. Dengan adanya kenaikan dari FDI, ketersediaan
tingkat tabungan dapat ditingkatkan. Dengan adanya tingkat tabungan yang naik,
investasi dapat ditingkatkan. Peningkatan investasi berdampak pada pertumbuhan
ekonomi yang semakin tinggi. Investasi berupa FDI dapat menghilangkan defisit
neraca perdagangan, meningkatkan penerimaan pajak pemerintah, meningkatkan
keahlian managerial, serta meningkatkan penguasaan terhadap teknologi (Todaro
dan Smith, 2006).
4.4.
Faktor-faktor yang memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Negara
Berkembang di ASEAN+6
Pada estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan
ekonomi Negara berkembang di ASEAN+6, juga digunakan pendekatan panel
72
dinamis karena terdapat masalah endogenity dengan adanya lag variabel endogen.
Setelah dilakukan uji spesifikasi, model yang terbaik dalam mengestimasi adalah
model Arrellano-Bond GMM (AB-GMM/ FD-GMM) noconstant. Uji spesifikasi
yang dilakukan pada panel dinamis adalah uji Arrellano-Bond (uji konsistensi), uji
Sargan (uji validitas) dan uji tidak bias.
Pada Tabel 4.3 terlihat hasil uji Arrellano-Bond, uji sargan dan uji tidak
bias. Pada uji Arrellano-Bond, orde 1 probabilitas sebesar 0,0417 lebih kecil dari
taraf nyata 10 persen (signifikan). Sedangkan orde 2, probabilitas sebesar 0,4287,
lebih besar dari taraf nyata 10 persen.
Tabel 4.3. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang memengaruhi Pertumbuhan
Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6
Koefisien
Variabel
Pooled LS
Fixed Effect
AB-GMM
yII, t-1
0,1773425
-0,1890592
-0,1665782
ln CE
-0,0433421
-0,1080314
-0,1055638
ln GE
0,0697975
-0,1056747
-0,0813728
FDI
-0,0025964
-0,0043085
-0,0038092
LIFE
0,0004543
0,0176839*
0,0150115
ENROLL
-0,0000238
-0,0008438
-0,0001987
BD
0,0011078
0,0035996*
0,0054275*
ln OPEN
-0,0054233
0,1306508*
0,0891482*
Uji Sargan
26,87 [0,1387]
Arellano-Bond m1
-2,0366 [0,0417]
Arellano-Bond m2
-0,7915 [0,4287]
Keterangan:
* Signifikan pada taraf nyata 10 persen
Sumber: Lampiran 3
Uji Arrellano-Bond dengan orde 1 yang signifikan dan orde 2 yang tidak
signifikan, dapat memberikan kesimpulan bahwa dalam model telah konsisten.
Sedangkan untuk uji Sargan, menunjukkan nilai probabilitas 0,1387 lebih besar
dari taraf nyata 10 persen. Dengan demikian menyatakan bahwa hipotesis nol
diterima. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam model tidak memiliki
73
masalah dengan validitas atau dengan kata lain model yang digunakan telah valid.
Berdasarkan koefisien estimasi, model AB-GMM memiliki koefisien estimasi
dibawah estimasi OLS dan diatas estimasi fixed effect, maka pada model ABGMM dapat disimpulkan tidak bias.
Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi,
didapatkan model akhir sebagai berikut:
Pada hasil estimasi model, dapat terlihat bahwa dari 8 variabel, hanya 2 variabel
yang signifikan menjadi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi
negara berkembang di ASEAN+6. Enam variabel yang tidak signifikan
memengaruhi pertumbuhan ekonomi, karena dari hasil estimasi memiliki
probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Variabel yang tidak
signifikan tersebut adalah lag pertumbuhan ekonomi, pengeluaran konsumsi,
pengeluaran pemerintah, FDI, tingkat harapan hidup, dan tingkat partisipasi
sekolah sekunder. Akan tetapi, berapapun perubahan dari ketiga variabel tersebut,
tidak akan memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya akan dibahas mengenai intepretasi hasil variabel yang
signifikan
memengaruhi
pertumbuhan
ekonomi.
Variabel-variabel
yang
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, antara lain: defisit anggaran
pemerintah dan keterbukaan ekonomi.
74
4.4.1. Pengaruh Defisit Anggaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6
Hasil dari penelitian menyatakan bahwa defisit anggaran pemerintah
berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan
ekonomi negara berkembang di ASEAN+6. Pernyataan tersebut berdasarkan nilai
probabilitas variabel defisit anggaran pemerintah sebesar 0,010 lebih kecil dari
taraf nyata 10 persen. Berdasarkan hipotesis nol dari uji-t, hal tersebut
mengindikasikan bahwa variabel berpengaruh signifikan. Dengan koefisien
variabel defisit anggaran pemerintah sebesar 0,0054275, memiliki arti bahwa
setiap kenaikan defisit anggaran pemerintah sebesar 10 persen akan meningkatkan
GDP riil sebesar 0,054275 persen, cateris paribus.
Berdasarkan
hasil
analisis,
defisit
anggaran
pemerintah
dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut tidak sejalan dengan teori
makroekonomi yang mendasarinya. Namun, untuk analisis negara berkembang
defisit anggaran pemerintah sangat mungkin dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Seperti yang telah dijelaskan sebumnya, intervensi pemerintah masih
dibutuhkan untuk mengatasi kegagalan pasar di negara berkembang. Kebijakan
fiskal yang dilakukan pemerintah efektif untuk menggerakkan pertumbuhan
ekonomi.
Adanya
defisit
anggaran pemerintah
mengindikasikan
bahwa
pemerintah melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif. Semakin tinggi anggaran
belanja yang dikeluarkan pemerintah semakin tinggi proporsi pengeluaran
pemerintah yang dihitung dalam pendapatan nasional. Pendapatan nasional yang
naik mampu menaikkan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, defisit
anggaran pemerintah yang disebabkan oleh kebijakan fiskal yang ekspansif
mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Rasio defisit
75
anggaran pemerintah masih efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
apabila bernilai kurang dari -5 persen atau -3 persen.
4.4.2. Pengaruh Keterbukaan Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Negara Berkembang di ASEAN+6
Berdasarkan hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan
ekonomi negara berkembang di ASEAN+6, variabel keterbukaan ekonomi
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara berkembang.
Variabel ini memiliki nilai probabilitas sebesar 0,073. Nilai probabilitas lebih
besar dari taraf nyata 10 persen yang mengandung arti bahwa variabel
berpengaruh signifikan. Selain itu, variabel keterbukaan ekonomi memiliki
hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut ditunjukkan
oleh nilai koefisien variabel keterbukaan ekonomi sebesar 0,0891482. Nilai
koefisien memiliki arti bahwa setiap kenaikan keterbukaan ekonomi sebesar 10
persen, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara berkembang di
ASEAN+6 sebesar 0,891482 persen, cateris paribus.
Keterbukaan ekonomi dapat diartikan sebagai volume perdagangan
internasional. Estimasi yang dihasilkan pada penelitian ini sejalan dengan konsep
teori. Volume perdagangan yang meningkat berarti terdapat penambahan dalam
jumlah eksport dan import. Ketika perdaganagan internasional menjadi bahasan,
maka dalam hal ini juga akan terjadi perpindahan modal. Perdagangan
internasional juga memungkinkan adanya perpindahan tempat proses produksi.
Perdagangan internasional dapat memperluas pangsa pasar untuk negara eksportir
maupun importir.
76
Peningkatan dalam jumlah ekport mengindikasikan adanya permintaan
luar negeri terhadap barang domestik yang meningkat. Peningkatan ini berdampak
pada peningkatan jumlah output perekonomian yang diproduksi, peningkatan
investasi dan peningkatan penggunaan input faktor produksi. Penambahan dalam
output perekonomian akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Selain itu, ekspor juga menghasilkan devisa yang dihitung sebagai pendapatan
negara.
Demikian pula dari sisi import, menurut teori keunggulan komparatif,
negara yang memiliki keunggulan dalam memproduksi suatu barang akan
meningkatan produksinya sebagai barang ekspor. Sebaliknya, suatu negara akan
mengimpor barang yang tidak efisien dihasilkan di negaranya. Dengan melakukan
impor, suatu negara akan mendapatkan barang yang lebih murah dari pada
memproduksi sendiri. Barang impor yang datang ke pasar domestik dengan harga
yang murah akan menyebabkan pendapatan masyarakat relatif meningkat
(pendapatan nominal yang tetap dengan tingkat harga yang turun akan
meningkatkan
daya
beli
masyarakat).
Peningkatan
pendapatan
relatif
perseorangan akan meningkatkan pendapatan nasional, dan selanjutnya akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, negara berkembang memiliki
ketergantungan terhadap perdagangan internasional. Proporsi pendapatan nasional
di negara berkembang sebagian besar diperoleh dari perdagangan internasional.
Download