IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Selanjutnya pada bab ini akan dideskripsikan hasil dari penelitian. Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, maka dalam bab ini akan dibahas tiga sub bab utama yaitu: perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6, faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6, serta faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6. Analisis deskriptif dan analisis kuantitatif digunakan dalam pembahasan penelitian ini. Metode diskriptif untuk menjawab perbedaan karakteristik pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6, sedangkan analisis kuantitatif untuk menjawab faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju maupun negara berkembang di ASEAN+6. Hasil dari estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju maupun negara berkembang di ASEAN+6, akan memperlihatkan variabel-variabel yang signifikan dan yang tidak signifikan. Estimasi model penelitian ini, beberapa variabel diolah dalam bentuk logaritma natural (ln) untuk menghasilkan data yang stationer. Konsekuensi dari perlakuan ini adalah intepretasi dari hasil penelitian menjadi nilai elastisitas. Elastisitas yang terdapat pada setiap koefisien variabel eksogen dinyatakan dalam bentuk persentase. Selain membahas analisis deskriptif dan hasil estimasi, pada bab ini juga akan dijelaskan mengenai pengujian Granger Causality untuk mengetahui hubungan antar variabel. 47 4.1. Analisis Deskriptif Perbedaan Karakteristik Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju dan Negara Berkembang di ASEAN+6 Pada subbab ini akan dibahas mengenai kondisi umum dari masing-masing variabel yang digunakan. Pada awalnya akan dijelaskan mengenai pertumbuhan ekonomi yang dibagi menjadi dua periode. Selanjutnya, akan dijelaskan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel. Berdasarkan pembahasan tersebut akan diketahui perbedaan karakteristik dari pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6. Pada dasarnya terdapat perbedaan karakteristik antara negara maju dan negara berkembang karena sistem yang berbeda diantara keduanya. Perlakuan antara negara maju dan negara berkembang tidak dapat disamakan karena adanya perbedaan yang mendasar tersebut. Negara maju dan negara berkembang memiliki perbedaan dalam hal sektor riil maupun sektor keuangan. Oleh karena itu, pada negara maju dan negara berkembang ASEAN+6 tidak dapat dilakukan kebijakan fiskal dan moneter yang sama. Dengan demikian, integrasi ekonomi kawasan ASEAN+6 secara konseptual dan secara ekonomi belum dapat dilaksanakan. Integrasi ekonomi hanya akan menguntungkan negara dengan produktivitas tinggi. Integrasi ekonomi belum dapat berjalan dengan sehat karena adanya perbedaan karakteristik antara negara maju dan negara berkembang di kawasan ASEAN+6. 4.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Periode 2001-2004 dan 2005-2008 Pertumbuhan ekonomi kawasan ASEAN+6 bervariasi selama periode 2001-2008, namun pada tingkat yang relatif sama antar negara. Pertumbuhan ekonomi akan dibedakan menjadi dua periode yakni periode 2001-2004 dan 2005- 48 2008, untuk mengetahui hubungan pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya. Gambar 4.1 memperlihatkan hubungan pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya, antara Pertumbuhan Ekonomi th. 2005-2008 negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi th.2001-2004 dan th.2005-2008 14 12 PRC r = 0.763 10 PHI IND 8 INO 6 4 AUS 2 JPG r = 0.624 SIN KOR MAL THA NZ 0 0 2 4 6 8 Pertumbuhan Ekonomi th. 2001-2004 Negara Maju 10 Negara Berkembang PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI= Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN= Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand Sumber: World Development Indicator 2009, diolah. Gambar 4.1. Korelasi Pertumbuhan Ekonomi Periode 2001-2005 dengan Pertumbuhan Ekonomi Periode 2005-2008 ASEAN+6 Berdasarkan Gambar 4.1 pada negara maju maupun negara berkembang, terlihat adanya hubungan yang positif antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya dengan tingkat korelasi yang berbeda. Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi periode sebelumnya di negara berkembang lebih tinggi dari pada di negara maju. Hal tersebut memiliki arti bahwa di negara berkembang keterkaitan pertumbuhan ekonomi antar periode sangat tinggi. Negara berkembang masih memiliki peluang 49 untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada periode sebelumnya, karena di negara berkembang belum mencapai kondisi full employment. Sedangkan untuk negara maju, relatif sulit untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena sudah mencapai kondisi full employment. Berdasarkan Gambar 4.1, dapat dilihat bahwa negara maju di ASEAN+6 memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah dibandingkan negara berkembang di ASEAN+6, tetapi memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi dari pada negara berkembang. 4.1.2. Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Konsumsi Selanjutnya, akan dipaparkan hubungan antar variabel bebas dengan pertumbuhan ekonomi. Mengacu pada hasil Granger Causality test, terdapat hubungan antara pengeluaran konsumsi dengan pertumbuhan ekonomi. Pada Gambar 4.2. dapat dilihat hubungan antara pengeluaran konsumsi dengan pertumbuhan ekonomi di negara maju dan di negara berkembang ASEAN+6. Terdapat respon yang berbeda antara hubungan pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran konsumsi di negara maju dan di negara berkembang. Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran konsumsi di negara maju menunjukkan angka dan tren yang negatif. Di negara maju yang pada umumnya berpendapatan tinggi dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah, akan memiliki tingkat pengeluaran konsumsi yang rendah. Masyarakat dengan pendapatan yang tinggi tidak akan terus menerus menaikkan permintaan konsumsi 50 sejalan dengan tingkat pendapatannya. Apabila tingkat konsumsi telah mencapai batas maksimal, kelebihan dari pendapatan akan dialihkan ke tingkat tabungan. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Pengeluaran Konsumsi Pertumbuhan Ekonomi 12.00 PRC 10.00 r = 0.891 8.00 IND 6.00 4.00 PHI MAL THA INO SIN KOR AUS NZ 2.00 r = -0.639 JPG 0.00 10.50 11.00 11.50 12.00 Pengeluaran Konsumsi Negara Maju 12.50 13.00 Negara Berkembang PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI= Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN= Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand Sumber: World Development Indicator 2009, diolah. Gambar 4.2. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Konsumsi ASEAN+6 Berbeda kondisinya dengan negara berkembang, korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pengeluran konsumsi di negara berkembang memilki tren yang positif. Di negara berkembang tingkat pendapatan relatif rendah dan belum mampu untuk mencapai tingkat kepuasan konsumsi yang maksimal. Hal tersebut membuat negara berkembang akan terus meningkatkan tingkat konsumsinya apabila terdapat kenaikan dalam pendapatan. Nilai marginal propensity to consume (MPC) di negara berkembang juga relatif lebih besar dari pada di negara maju, karena tambahan pendapatan yang diterima oleh masyarakat negara berkembang sebagian besar masih dialokasikan untuk konsumsi. 51 4.1.3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Pemerintah Pada Gambar 4.3 menunjukkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran pengeluaran pemerintah di negara maju dan di negara berkembang. Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran pemerintah di negara maju dan di negara berkembang terlihat adanya perbedaan yang jelas. Korelasi antara PertumbuhanEkonomi dan Pengeluaran Pemerintah Pertumbuhan Ekonomi 12.00 8.00 IND PHI 6.00 MAL INO THA 4.00 SIN 2.00 0.00 9.50 PRC r = 0.941 10.00 KOR AUS r = -0.637 NZ 10.00 JPG 10.50 11.00 11.50 12.00 Pengeluaran Pemerintah Negara Maju Negara Berkembang PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI= Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN= Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand Sumber: IFS (International Monetary Fund), diolah. Gambar 4.3. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pengeluaran Pemerintah ASEAN+6 Berdasarkan hasil Gambar 4.3, pada negara maju korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluran pemerintah menunjukkan nilai yang negatif. Proyek pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tidak efektif dilaksanakan di negara maju. Di negara maju lebih produktif dengan sistem perekonomian pasar bebas, semua aspek kegiatan ekonomi dialihkan ke 52 pihak swasta. Sistem perekonomian pasar bebas di negara maju didukung dengan masyarakat yang produktif, sehingga masyarakat memiliki daya saing yang tinggi dan tidak menimbulkan ketimpangan standar kehidupan antar masyarakat. Akan tetapai, di negara berkembang tidak menunjukkan hal yang serupa. Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah di negara berkembang memiliki nilai yang positif mencapai 94,1 persen. Pengeluaran pemerintah masih sangat dibutuhkan di negara berkembang. Banyaknya kegagalan sistem pasar di negara berkembang mengharuskan pemerintah untuk mengambil kebijakan mengatasi kegagalan pasar. Barang publik yang dibutuhkan negara berkembang tidak efektif apabila disediakan oleh sektor swasta. Selain itu, peningkatan pendapatan masyarakat di negara berkembang masih tergantung pada kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah, sehingga peran pemerintah menjadi produktif di negara berkembang. 4.1.4. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat FDI Pada subbab ini akan dibahas mengenai hubungan pertumbuhan ekonomi dengan FDI. Pada Gambar 4.4 menunjukkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat FDI di negara maju dan di negara berkembang ASEAN+6. Terdapat korelasi yang positif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat FDI baik di negara maju maupun di negara berkembang. Namun, tingkat korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat FDI di negara maju lebih tinggi dari pada di negara berkembang. Investasi asing berupa FDI di negara maju memiliki korelasi yang efektif dengan pertumbuhan ekonomi. Perekonomian negara maju yang digerakkan oleh 53 sistem pasar bebas, salah satunya dipacu oleh investasi asing berupa FDI. Singapura adalah salah satu negara maju di ASEAN+6 yang perekonomiannya mendapat dukungan besar dari tingkat FDI. Singapura merupakan negara berpotensi untuk FDI karena memiliki sistem perizinan yang mudah dan memiliki beragam fasilitas yang menarik untuk investor asing, sehingga tidak mengejutkan apabila Singapura memiliki tingkat FDI tertinggi. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan FDI Pertumbuhan Ekonomi 12 PRC 10 8 IND 6 PHI INO KOR 4 r = 0.146 MAL THA r = 0.622 SIN AUS NZ 2 JPG 0 0 5 Negara Maju 10 FDI 15 20 Negara Berkembang PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI= Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN= Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand Sumber: World Development Indicator, diolah. Gambar 4.4. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan FDI ASEAN+6 Korelasi antara pertumbuhan ekonomi di negara berkembang lebih rendah dari pada di negara maju. FDI yang merupakan investasi jangka panjang yang tidak rentan guncangan perekonomian dan efektif untuk pertumbuhan ekonomi baik untuk negara maju maupun negara berkembang. Akan tetapi, negara berkembang tidak mampu menumbuhkan FDI pada tingkat yang optimal. Hal ini 54 terjadi karena sistem yang ada di negara berkembang itu sendiri. Negara berkembang memiliki sistem birokrasi untuk perijinan investasi asing yang rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama. Fasilitas yang ditawarkan negara berkembang juga kurang mendukung investasi asing. Selain itu, FDI dipengaruhi oleh stabilitas perekonomian dan stabilitas politik negara tujuan, dan pada umumnya hal tersebut rentan di negara berkembang. 4.1.5. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Harapan Hidup Pada gambar 4.5 menunjukkan korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat harapan hidup di negara maju dan di negara berkembang ASEAN+6. Korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat harapan hidup di negara maju berbeda dengan di negara berkembang. Terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat harapan hidup di negara maju. Di negara berkembang, terdapat korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat harapan hidup, tetapi nilai korelasinya sangat kecil dan hampir tidak berhubungan. Pendapatan yang tinggi di negara maju, membuat negara tersebut tidak memiliki masalah dengan kesehatan masyarakat. Masyarakat negara maju yang produktif mimiliki tingkat kesehatan dan gizi yang terpenuhi. Masyarakat yang produktif dapat mempertahankan tingkat pendapatan yang tinggi. Adanya kenaikan pada tingkat pendapatan, tidak membuat masyarakat menaikkan tingkat kesehatannya karena kebutuhan untuk kesehatan telah tercukupi. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi di negara maju memiliki hubungan negatif dengan tingkat harapan hidup atau tingkat kesehatan. 55 Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Harapan Hidup Pertumbuahn Ekonomi 12 PRC 10 8 r= 0.035 IND 6 INO THA 4 PHI MAL SIN KOR AUS NZ 2 r= -0.766 0 1.78 1.8 1.82 1.84 1.86 1.88 1.9 JPG 1.92 Tingkat Harapan Hidup Negara Maju Negara Berkembang PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI= Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN= Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand Sumber: World Development Indicator, CEIC, UNESCO Institute of Statistic dan Departemen of Statistic Singgapore, diolah. Gambar 4.5. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Tingkat Harapan Hidup ASEAN+6 Salah satu masalah utama negara berkembang adalah tingkat kesehatan. Di negara berkembang rawan terjadi permasalahan gizi buruk, fasilitas kesehatan yang kurang memadai dan kebutuhan dasar masyarakat kurang terpenuhi. Hal ini membuat masyarakat kurang produktif, memiliki pendapatan yang relatif rendah, dan kenaikan pendapatan masyarakat juga relatif rendah. Kenaikan pendapatan yang terjadi di negara berkembang akan membuat masyarakat meningkatkan tingkat kesehatan. Namun, pendapatan yang naik tidak terlalu tinggi membuat kebutuhan kesehatan masyarakat juga tidak terlalu terpenuhi. Oleh karena itu, di negara berkembang persediaan modal saja tidak akan cukup untuk memperbaiki kondisi perekonomian, harus didukung oleh pemenuhan tingkat kesehatan untuk meningkatkan produktivitas masyarakat. 56 4.1.6. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Partisipasi Sekolah Sekunder Pada gambar 4.6 akan diperlihatkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat partisipasi sekolah sekunder di negara maju dan di negara berkembang ASEAN+6. Terdapat korelasi yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat partisipasi sekolah sekunder di negara maju maupun di negara berkembang. Hal tersebut diperlihatkan dari nilai korelasi dan garis penghubung yang memiliki kemiringan negatif. Akan tetapi, korelasi di negara maju lebih negatif dari pada di negara berkembang. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Partisipasi Sekolah Sekunder Pertumbuhan Ekonomi 12 PRC 10 8 IND 6 SIN 4 r = -0.065 PHI INO IMAL THA KOR AUS NZ 2 r = -0.410 JPG 0 0 1 2 3 4 5 Tingkat Partisipasi Sekolah Sekunder Negara Maju Negara Berkembang 6 PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI= Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN= Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand Sumber: World Development Indicator, CEIC, UNESCO Institute of Statistic dan Departemen of Statistic Singgapore, diolah. Gambar 4.6. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Tingkat Partisipasi Sekolah Sekunder ASEAN+6 57 Sumberdaya manusia yang produktif dibutuhkan di negara maju maupun di negara berkembang untuk memacu pendapatan nasional dan pertumbuhan ekonomi. Sumberdaya manusia yang produktif salah satunya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, maka akan semakin mampu berdaya saing dan meningkatkan pendapatan. Korelasi negatif yang ditunjukkan pada Gambar 4.6, mengindikasikan bahwa dibutuhkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari pada tingkat pendidikan sekunder untuk memacu tingkat pertumbuhan ekonomi. Tingkat partisipasi sekolah sekunder tidak terlalu berpengaruh ataupun berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingkat pendidikan tersier akan lebih mampu berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi dan lebih efektif untuk menciptakan sumberdaya manusia yang produktif. Sumberdaya manusia yang tidak produktif tidak memiliki daya saing dan tidak mampu meningkatkan kesejahteraannya. Sumberdaya manusia yang tidak produktif hanya akan menciptakan perluasan tingkat pengangguran dan pada akhirnya menciptakan kemunduran perekonomian. Korelasi yang lebih negatif di negara maju dari pada di negara berkembang, mengindikasikan bahwa dampak yang ditimbulkan dari sumberdaya manusia yang tidak produktif di negara maju lebih negatif dari pada di negara berkembang. Tingkat partisipasi sekolah sekunder di negara berkembang masih lebih dibutuhkan dari pada di negara maju. Negara maju menuntut adanya sumberdaya manusia yang lebih produktif dan mampu menggerakkan perekonomian. Hal ini terkait juga dengan sistem pasar bebas di negara maju yang membutuhkan dukungan dari sumberdaya manusia berdaya saing tinggi. Tingkat pendapatan yang lebih tinggi di negara maju dari pada di negara berkembang, 58 mengindikasikan bahwa masyarakat di negara maju lebih produktif dari pada di negara berkembang. 4.1.7. Hubungan Pertumbuhan Pemerintah Ekonomi dengan Defisit Anggaran Pada Gambar 4.7 akan digambarkan korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan rasio defisit anggaran pemerintah di negara maju dan di negara berkembang. Terdapat korelasi yang positif antara pertumbuhan ekonomi dan defisit anggaran pemerintah yang ditunjukkan di negara maju maupun di negara berkembang. Rasio dari defisit anggaran pemerintah bernilai negatif di negara berkembang, sedangkan di negara maju bernilai positif. Negara maju di ASEAN+6 yang memiliki defisit anggaran yang negatif hanya negara Jepang. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Defisit Anggaran Pemerintah Pertumbuhan Ekonomi 12 PRC IND 10 8 r = 0.151 PHI MAL 6 INO THA 2 JPG KOR 4 r = 0.756 AUS SIN NZ 0 -6 -4 -2 0 2 4 Defisit Anggaran Pemerintah Negara Maju 6 8 Negara Berkembang PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI= Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN= Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand Sumber: World Development Indicator, CEIC dan IFS dari IMF, diolah. Gambar 4.7. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Rasio Defisit Anggaran Pemerintah ASEAN+6 59 Defisit anggaran pemerintah merupakan dampak dari kebijakan fiskal. Negara yang melakukan ekspansi kebijakan fiskal, akan memiliki stuktur defisit anggaran pemerintah yang negatif. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, di negara berkembang masih membutuhkan campur tangan pemerintah untuk mengatasi kegagalan pasar. Kebijakan fiskal yang dilakukan negara berkembang efektif untuk menggerakkan perekonomian, sehingga ekspansi fiskal yang dilakukan oleh negara berkembang akan membuat srtuktur rasio defisit anggaran yang negatif. Berdeda dengan negara maju, sistem pasar bebas membuat kebijakan fiskal tidak efektif untuk perekonomian dan membuat struktur rasio defisit anggaran yang positif. 4.1.8. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Keterbukaan Ekonomi Pada bagian terakhir perbedaan karakteristik antara negara maju dan negara berkembang di ASEAN+6, akan digambarkan hubungan pertumbuhan ekonomi dengan keterbukaan ekonomi atau volume perdagangan bebas. Terdapat perbedaan korelasi pertumbuhan ekonomi dengan keterbukaan ekonomi di negara maju dan di negara berkembang. Di negara maju, korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan keterbukaan ekonomi memiliki nilai yang negatif dan hampir tidak berkorelasi. Namun di negara berkembang, korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan keterbukaan ekonomi memiliki nilai positif yang tinggi mencapai angka 83,9 persen. Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh perbedaan sistem yang ada di negara maju dan di negara berkembang itu sendiri, serta membuat adanya perbedaan karakteristik yang mendasar antara keduanya . 60 Negara berkembang memiliki ketergantungan dengan perdagangan internasional jauh lebih besar dari pada negara maju. Pendapatan nasional negara berkembang lebih tergantung dari hubungan perdagangan internasional dari pada negara maju. Negara berkembang pada umumnya lebih menyumbangkan komoditi utamanya untuk eksport. Sebagaimana di negara Jepang yang berorientasi dalam perdagangan internasional, memiliki sumbangan perdagangan internasional terhadap GDP hanya 10 persen, lebih besar dari pada negara berkembang seperti Indonesia. Akan tetapi berdasarkan Gambar 4.8, keterbukaan ekonomi negara maju rata-rata lebih besar dari pada negara berkembang. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dan Keterbukaan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi 12 PRC 10 r = 0.839 IND 8 PHI 6 INO THA MAL 4 SIN r = -0.050 KOR NZ 2 AUS JPG 0 10.5 11 11.5 Keterbukaan Ekonomi Negara Maju 12 12.5 Negara Berkembang PRC= People Republic of China; IND= India; INO= Indonesia; MAL= Malaysia; PHI= Philippines; THA= Thailand; JPG= Japan; KOR= Republic of Korea; SIN= Singapore; AUS= Australia; NZ= New Zealand Sumber: World Development Indicator dan IFS dari International Monetary Fund diolah. Gambar 4.8. Korelasi antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Keterbukaan Ekonomi ASEAN+6 Negara berkembang cenderung memperdagangkan produk primer yang memiliki nilai tambah lebih kecil dari pada produk manufaktur ataupun jasa, 61 sehingga volume perdagangan internasional lebih kecil dari pada negara maju. Negara maju tidak terlalu memiliki ketergantungan dengan perdagangan internasional, tetapi negara maju lebih memperdagangkan produk olahan dan jasa sehingga volume perdagangan internasionalnya lebih besar dari pada negara berkembang. Negara maju dengan pendapatan yang tinggi, membuat volume perdagangan internasional yang besar hanya memberikan sumbangan kecil terhadap pendapatan nasional. 4.2. Hasil Estimasi Granger Causality Test Pengujian ini dilakukan untuk mendeteksi hubungan sebab akibat antara dua variabel. Variabel eksogen yang digunakan dalam penelitian ini masingmasing dihubungkan dengan variabel pertumbuhan ekonomi untuk mengetahui hubungan sebab akibatnya. Cara kerja pada Granger Causality Test data panel, menggunakan prinsip regresi model pooled. Granger Causality Test memiliki panjang lag optimal (p). Apabila dengan menggunkan lag tertinggi sudah tidak memunculkan hasil, maka lag sudah maksimum. Pada Tabel 4.1. ditampilkan hasil dari Granger Causality Test. Tanda centang (√) mengindikasikan bahwa variabel memiliki hubungan sebab akibat, dengan menggunakan taraf nyata sebesar 10 persen. Sedangkan tanda (-) menyatakan bahwa antar variabel tidak memiliki hubungan sebab akibat. Pada baris pertama, berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 4.1. untuk kawasan ASEAN+6, didapatkan hasil bahwa hanya terdapat hubungan satu arah, memengaruhi . Hasil yang sama juga ditunjukkan pada kawasan ASEAN+3. Sementara itu, di kawasan ASEAN tidak terdapat hubungan 62 kausalitas antara dan . Baris pertama kawasan ASEAN+6, lag 2 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi. Hal ini dikarenakan pengeluaran konsumsi membentuk permintaan agregat dan pada akhirnya memengaruhi pendapatan nasional. Pertumbuhan ekonomi sendiri merupakan pertumbuhan dari pendapatan agregat. Tabel 4.1. Hasil Estimasi Granger Causality Test Hipotesis ASEAN+6 ASEAN+3 Nol 2 lag 4 lag 6 lag 2 lag 4 lag 6 lag √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - ASEAN 2 lag 4 lag √ √ √ √ √ √ √ √ - 6 lag na. na. na. na. na. na. na. Keterangan: time series 2001-2008; y= pertumbuhan ekonomi; CE= Pengeluaran Konsumsi; GE= Pengeluaran Pemerintah; FDI= Foreign Direct Investment; LE= Tingkat Harapan Hidup; ES= Tingkat Partisipasi Sekolah; BD= Defisit Anggaran Pemerintah; OE= Keterbukaan Ekonomi; ↛ = tidak memengaruhi Pada baris kedua berdasarkan hasil Granger Causality Test, di kawasan ASEAN+6 terdapat hubungan satu arah, dimana memengaruhi . Hal tersebut juga terjadi pada kawasan ASEAN+3. Sedangkan pada kawasan ASEAN, tidak terjadi hubungan kausalitas antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi. Kawasan ASEAN+6 pada lag 2, menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen pengeluaran nasional yang terhitung 63 dalam tingkat pendapatan. Perubahan pada tingkat pendapatan akan memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi Pada baris ketiga, secara keseluruhan pada ketiga kawasan (ASEAN+6, ASEAN+3, dan ASEAN), terdapat hubungan dua arah antara pertumbuhan ekonomi dengan FDI. Berdasarkan hasil dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi memengaruhi FDI dan FDI juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi. FDI memengaruhi pertumbuhan ekonomi. FDI merupakan jenis investasi yang berkelanjutan dan berdampak positif terhadap pendapatan nasional yang pada akhirnya memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Pada baris keempat di kawasan ASEAN+6, didapatkan hasil adanya hubungan yang searah, yang menyatakan bahwa tingkat harapan hidup memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hasil yang serupa juga ditunjukkan pada kawasan ASEAN+3. Sementara itu, di kawasan ASEAN menunjukkan hasil yang berbeda, yakni pertumbuhan ekonomi dan tingkat harapan hidup saling memengaruhi satu sama lain. Tingkat harapan hidup memiliki hubungan dengan pertumbuhan ekonomi. Tingginya tingkat harapan hidup dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui mekanisme sumberdaya manusia. Tingkat keproduktifan sumberdaya manusia di suatu negara berperan penting dalam menentukan tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi. Pada baris kelima di kawasan ASEAN+6 hanya terdapat hubungan yang searah, tingkat partisipasi sekolah sekunder memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan tidak sebaliknya. Hasil yang sama ditunjukkan pada kawasan ASEAN+3, tingkat pertisipasi sekolah hanya memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi pada kawasan ASEAN, terdapat hubungan dua arah antara dan ES. 64 Pada dasarnya, tingkat partisipasi sekolah sekunder mampu memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sama halnya dengan tingkat kesehatan, tingkat pendidikan berkontribusi menentukan kualitas sumberdaya manusia dan menentukan pertumbuhan ekonomi. Pada baris keenam berdasarkan Tabel 4.1, defisit anggaran pemerintah memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN+6, dan tidak sebaliknya. Hubungan yang searah dimana BD memengaruhi juga ditunjukkan di kawasan ASEAN+3. Sedangkan di kawasan ASEAN, hubungan searah terjadi dimana memengaruhi BD. Pada baris ketujuh, terdapat hubungan searah dimana keterbukaan ekonomi memengaruhi pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN+6. Hubungan dua arah antara kerterbukaan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi ditemukan di kawasan ASEAN+3. Sementara itu di kawasan ASEAN, tidak terdapat hubungan searah maupun dua arah antara pertumbuhan ekonomi dengan kerterbukaan ekonomi. Keterbukaan ekonomi merupakan cerminan dari struktur perdagangan internasional pada suatu negara. Volume dari perdagangan internasional diakui mampu memengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui mekanisme neraca perdagangan. 4.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6 Berdasarkan pembahasan mengenai karakteristik yang berbeda antara negara maju dengan negara berkembang, maka tidak bisa menyamaratakan perlakuan antara negara maju dan negara berkembang. Selanjutnya, akan dibahas faktor-faktor yang memengaruhi dari pertumbuhan ekonomi dengan memisahkan 65 estimasi untuk negara maju dan estimasi untuk negara berkembang. Pada subbab ini akan dibahas hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6. Pada estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6, menggunakan pendekatan panel dinamis karena terdapat lag variabel endogen yang muncul pada variabel eksogen. Setelah dilakukan uji spesifikasi, model yang terbaik dalam mengestimasi adalah model Arrellano-Bond GMM (AB-GMM/ FD-GMM) noconstant. Uji spesifikasi yang dilakukan pada model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 adalah uji Arrellano-Bond, uji Sargan, dan uji tidak bias. Pada uji Arrellano-Bond, probbilitas orde 1 menunjukkan nilai dibawah taraf nyata 10 persen, yakni 0.0162 (signifikan). Sedangkan orde 2, probabilitas sebesar 0.8501 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen (tidak signifikan). Sehingga, dari hasil uji Arrellano-Bond menyatakan bahwa pada model tidak mengalami masalah konsistensi. Selanjutnya, pada uji Sargan probabilitas menunjukkan nilai 0.4179 yang memiliki arti untuk menolak hipotesis nol. Dengan demikian, pada model juga tidak mengalami masalah validitas (model valid). Model FD-GMM dari hasil estimasi juga memenuhi syarat tidak bias. Hal tersebut dinyatakan dari koefisien estimasi model FD-GMM dibawah koefisien estimasi OLS dan diatas koefisien estimasi fixed effect. Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6, didapatkan model akhir sebagai berikut: 66 Tabel 4.2. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6 Koefisien Variabel Pooled LS Fixed Effect AB-GMM yI, t-1 0,65856450 0,2117811 0,2172331 ln CE 0,4660179* 0,471840* 0,485109* ln GE -0,5017051* -0,510416* -0,519280* FDI 0,0022677* 0,002412* 0,002412* LIFE 0,00391510 0,0082345 0,0084782 ENROLL 0,0006456* 0,0004244 0,0004052 BD -0,00249490 -0,0021983 -0,0022655 ln OPEN 0,02902530 0,0067284 0,0045533 Uji Sargan 19.618 [0.4179] Arellano-Bond m1 -2.4049 [0.0162] Arellano-Bond m2 18905 [0.8501] Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 10 persen Sumber: Lampiran 2 Pada hasil estimasi model, dapat terlihat bahwa dari 8 variabel, hanya 3 variabel yang signifikan menjadi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6. Lima variabel yang tidak signifikan menjadi faktorfaktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju, karena dari hasil estimasi memiliki probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Variabel yang tidak signifikan tersebut adalah lag pertumbuhan ekonomi tingkat harapan hidup, tingkat partisipasi sekolah sekunder, rasio defisit anggaran pemerintah dan keterbukaan ekonomi. Namun, variabel-variabel yang tidak signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi memiliki kesesuaian dengan teori yang mendasarinya. 4.3.1. Pengaruh Pengeluaran Konsumsi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6 Hasil dari estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 membawa kesimpulan bahwa pengeluaran konsumsi 67 (lnCE) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kesimpulan ini terlihat dari nilai probabilitas variabel lnCE sebesar 0,07, lebih kecil dari taraf nyata 10 persen (prob < α), signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Nilai dari koefisien sebesar 0,485, memiliki arti adanya hubungan yang positif. Intepretasi dari koefisien lnCE adalah setiap kenaikan pengeluaran konsumsi negara maju di ASEAN+6 sebesar 10 persen, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 sebesar 4,85 persen. Cateris paribus, berarti bahwa penambahan pada pengeluaran konsumsi hanya akan mengakibatkan kenaikan dalam pertumbuhan ekonomi. Hasil estimasi yang didapatan sesuai dengan teori, dimana pengeluaran konsumsi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Ackley (1961), hal yang pasti dan penting adalah pengeluaran konsumsi riil merupakan fungsi konstan dari pendapatan riil. Perubahan dalam konsumsi selain dari perubahan pendapatan diposable, juga dari faktor lain yang diduga tidak terlalu berpengaruh. Apabila terjadi peningkatan dalam konsumsi, maka permintaan akan barang dan jasa akan naik pula. Kenaikan permintaan dari konsumen akan direspon positif oleh perusahaan dengan menambah tingkat produksi. Sejalan dengan penambahan produksi, akan mengaktifkan input-input produksi diantaranya adalah tenaga kerja dan perusahaan penghasil input. Beragam kenaikan yang terjadi dalam perekonomian akan membuat perekonomian tumbuh dan selanjutnya akan meningkatkan output. Tingkat output yang naik, berarti terjadi pula peningkatan dalam pendapatan nasional yang secara umum diukur dalam tingkat GDP. Dengan demikian, tarikan daya beli masyarakat yang semakin 68 tinggi untuk konsumsi akan semakin memperbesar tingkat GDP (Ackley, 1961). Selanjutnya, kenaikan dari GDP dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pengaruh pengeluaran konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi juga dapat dijelaskan melalui pendekatan model IS-LM. Pengeluaran konsumsi merupakan konponen dari pengeluaran yang direncanakan dan didasarkan pada tingkat pendapatan. Ketika pendapatan naik, hasrat untuk konsumsi pun juga akan mengalami kenaikan. Kenaikan dalam konsumsi akan menaikan tingkat pengeluran yang direncanakan (perpotongan Keynesian/ Keynesian cross). Selanjutnya, dalam kurva IS-LM, kenaikan pengeluaran yang direncanakan akan menggeser kurva IS ke kanan atas. Dampaknya terhadap keseimbangan pasar adalah naiknya kurva permintaan agregat yang akan menaikkan tingkat pendapatan nasional (output). Naiknya tingkat pendapatan direspon pula oleh kenaikan pertumbuhan ekonomi (Mankiw 2002). 4.3.2. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6 Berdasarkan hasil faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6, variabel pengeluaran pemerintah memiliki nilai probabilitas yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen. Nilai probabilitas tersebut sebesar 0,027, yang mengindikasikan bahwa pengeluaran pemerintah signifikan dalam memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Sedangkan dari nilai koefisien variabel pengeluaran pemerintah, menunjukkan hubungan yang negatif dengan nilai koefisien sebesar -0,5192803. Arti dari nilai koefien ini adalah ketika pengeluaran pemerintah naik sebesar 10 persen, akan berakibat pada penurunan 69 pertumbuhan ekonomi negara maju di ASEAN+6 sebesar 5,192803 persen, cateris paribus. Hasil untuk pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi pada penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang mendasarinya. Dalam model IS-LM, pengeluaran pemerintah bersama-sama dengan pengeluran konsumsi dan investasi membentuk pengeluaran yang direncanakan (Mankiw 2002). Jika terdapat kenaikan dalam pengeluran pemerintah, dampak yang ditimbulkannya seharusnya menaikkan pertumbuhan ekonomi. Perbedaan yang dihasilkan oleh penelitian ini disebabkan oleh adanya ketidakproduktifan pengeluran pemerintah di negara maju. Pengeluaran pemerintah yang sangat besar digunkan untuk membiayai proyek-proyek besar dengan menggunkan sumberdaya yang besar pula. Pemerintah dalam kondisi ini telah mengeluarkan banyak biaya untuk tenaga kerja ataupun untuk belannja faktor produksi. Hal ini menyebabkan daya beli masyarakat meningkat dan tingkat permintaan akan barang dan jasa meningkat. Kenaikan permintaan tidak diimbangi dengan kenaikan penawaran karena terdapat time lag antara pengeluaran pemerintah untuk proyek dengan output dari proyek pemerintah. Hal semacam ini hanya akan menyebabkan kenaikan tingkat harga. Bertujuan untuk meredam tingginya tingkat harga, biasanya bank sentral mengeluarkan kebijakan menaikkan suku bunga untuk menarik tingkat tabungan. Keadaan ini dapat menyebabkan crowding out dan akan berdampak pada penurunan investasi yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat pendapatan nasional. Penurunan pendapatan dapat menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, proyek 70 pemerintah yang telah berjalan kurang mendapat perawatan dan seringkali terbengkalai. Banyaknya inefisiensi, pemborosan serta kegagalan intervensi pemerintah, menyebabkan negara maju lebih berorientasi pada sistem pasar bebas. Perekonomian di negara maju digerakkan oleh pihak swasta dan tidak banyak terjadi distorsi sistem pasar. Perekonomian liberalisme di negara maju dapat meningkatakan efisiensi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi (Todaro dan Smith, 2006). Perekonomian pasar bebas di negara maju didukung oleh masyarakat dengan produktivitas yang tinggi. 4.3.3. Pengaruh Foreign Direct Investment terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju di ASEAN+6 Berdasarkan hasil estimasi yang terdapat pada Tabel 4.2, didapatkan hasil bahwa FDI berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi serta antara keduanya memiliki hubungan yang positif. Pernyataan tersebut dihasilkan dari nilai probabilitas variabel FDI yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen yakni 0,070. Hal tersebut menandakan bahwa variabel FDI berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi. Hubungan positif antara FDI dan pertumbuhan ekonomi diperlihatkan dari nilai koefisien variabel FDI sebesar 0,0024115. Hasil dari koefisien tersebut memiliki arti bahwa peningkatan FDI sebesar 10 persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,024115 persen, cateris paribus. Hasil dari estimasi pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini sejalan dengan teori dasarnya. Berdasarkan analisis deskriptif juga menunjukkan hal yang sama, bahwa FDI berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi. FDI disebut juga sebagai penanaman modal asing secara 71 langsung dari investor asing. FDI merupakan jenis investasi yang relatif tidak terkena guncangan dalam jangka panjang. Dengan adanya peningkatan investasi berupa FDI, banyak sektor perekonomian yang menjadi produktif seperti tenaga kerja. FDI yang meningkat akan membuka peningkatan lapangan pekerjaan baru, dan membuat angkatan kerja yang semula tidak berpendapatan menjadi berdaya beli. Peningkatan investasi berupa FDI juga akan meningkatkan output sektor riil. Dengan demikian, peningkatan daya beli masyarakat dan output perekonomian akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Kurniati dkk 2007). Berdasarkan argumen yang mendukung penanaman modal asing, FDI dapat mengisi kesenjangan tabungan. Hal yang mendasari pernyataan ini adalah model pertumbuhan Harrod-Domar. Model ini menyatakan tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan nilai dari tingkat tabungan dibagi dengan rasio modal-output. Apabila tingkat tabungan di suatu negara rendah, maka sasaran pertumbuhan ekonomi akan sulit dicapai. Dengan adanya kenaikan dari FDI, ketersediaan tingkat tabungan dapat ditingkatkan. Dengan adanya tingkat tabungan yang naik, investasi dapat ditingkatkan. Peningkatan investasi berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi. Investasi berupa FDI dapat menghilangkan defisit neraca perdagangan, meningkatkan penerimaan pajak pemerintah, meningkatkan keahlian managerial, serta meningkatkan penguasaan terhadap teknologi (Todaro dan Smith, 2006). 4.4. Faktor-faktor yang memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6 Pada estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi Negara berkembang di ASEAN+6, juga digunakan pendekatan panel 72 dinamis karena terdapat masalah endogenity dengan adanya lag variabel endogen. Setelah dilakukan uji spesifikasi, model yang terbaik dalam mengestimasi adalah model Arrellano-Bond GMM (AB-GMM/ FD-GMM) noconstant. Uji spesifikasi yang dilakukan pada panel dinamis adalah uji Arrellano-Bond (uji konsistensi), uji Sargan (uji validitas) dan uji tidak bias. Pada Tabel 4.3 terlihat hasil uji Arrellano-Bond, uji sargan dan uji tidak bias. Pada uji Arrellano-Bond, orde 1 probabilitas sebesar 0,0417 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen (signifikan). Sedangkan orde 2, probabilitas sebesar 0,4287, lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Tabel 4.3. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6 Koefisien Variabel Pooled LS Fixed Effect AB-GMM yII, t-1 0,1773425 -0,1890592 -0,1665782 ln CE -0,0433421 -0,1080314 -0,1055638 ln GE 0,0697975 -0,1056747 -0,0813728 FDI -0,0025964 -0,0043085 -0,0038092 LIFE 0,0004543 0,0176839* 0,0150115 ENROLL -0,0000238 -0,0008438 -0,0001987 BD 0,0011078 0,0035996* 0,0054275* ln OPEN -0,0054233 0,1306508* 0,0891482* Uji Sargan 26,87 [0,1387] Arellano-Bond m1 -2,0366 [0,0417] Arellano-Bond m2 -0,7915 [0,4287] Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 10 persen Sumber: Lampiran 3 Uji Arrellano-Bond dengan orde 1 yang signifikan dan orde 2 yang tidak signifikan, dapat memberikan kesimpulan bahwa dalam model telah konsisten. Sedangkan untuk uji Sargan, menunjukkan nilai probabilitas 0,1387 lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Dengan demikian menyatakan bahwa hipotesis nol diterima. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam model tidak memiliki 73 masalah dengan validitas atau dengan kata lain model yang digunakan telah valid. Berdasarkan koefisien estimasi, model AB-GMM memiliki koefisien estimasi dibawah estimasi OLS dan diatas estimasi fixed effect, maka pada model ABGMM dapat disimpulkan tidak bias. Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi, didapatkan model akhir sebagai berikut: Pada hasil estimasi model, dapat terlihat bahwa dari 8 variabel, hanya 2 variabel yang signifikan menjadi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6. Enam variabel yang tidak signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi, karena dari hasil estimasi memiliki probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Variabel yang tidak signifikan tersebut adalah lag pertumbuhan ekonomi, pengeluaran konsumsi, pengeluaran pemerintah, FDI, tingkat harapan hidup, dan tingkat partisipasi sekolah sekunder. Akan tetapi, berapapun perubahan dari ketiga variabel tersebut, tidak akan memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya akan dibahas mengenai intepretasi hasil variabel yang signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, antara lain: defisit anggaran pemerintah dan keterbukaan ekonomi. 74 4.4.1. Pengaruh Defisit Anggaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6 Hasil dari penelitian menyatakan bahwa defisit anggaran pemerintah berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6. Pernyataan tersebut berdasarkan nilai probabilitas variabel defisit anggaran pemerintah sebesar 0,010 lebih kecil dari taraf nyata 10 persen. Berdasarkan hipotesis nol dari uji-t, hal tersebut mengindikasikan bahwa variabel berpengaruh signifikan. Dengan koefisien variabel defisit anggaran pemerintah sebesar 0,0054275, memiliki arti bahwa setiap kenaikan defisit anggaran pemerintah sebesar 10 persen akan meningkatkan GDP riil sebesar 0,054275 persen, cateris paribus. Berdasarkan hasil analisis, defisit anggaran pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut tidak sejalan dengan teori makroekonomi yang mendasarinya. Namun, untuk analisis negara berkembang defisit anggaran pemerintah sangat mungkin dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Seperti yang telah dijelaskan sebumnya, intervensi pemerintah masih dibutuhkan untuk mengatasi kegagalan pasar di negara berkembang. Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah efektif untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya defisit anggaran pemerintah mengindikasikan bahwa pemerintah melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif. Semakin tinggi anggaran belanja yang dikeluarkan pemerintah semakin tinggi proporsi pengeluaran pemerintah yang dihitung dalam pendapatan nasional. Pendapatan nasional yang naik mampu menaikkan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, defisit anggaran pemerintah yang disebabkan oleh kebijakan fiskal yang ekspansif mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Rasio defisit 75 anggaran pemerintah masih efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi apabila bernilai kurang dari -5 persen atau -3 persen. 4.4.2. Pengaruh Keterbukaan Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang di ASEAN+6 Berdasarkan hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6, variabel keterbukaan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara berkembang. Variabel ini memiliki nilai probabilitas sebesar 0,073. Nilai probabilitas lebih besar dari taraf nyata 10 persen yang mengandung arti bahwa variabel berpengaruh signifikan. Selain itu, variabel keterbukaan ekonomi memiliki hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien variabel keterbukaan ekonomi sebesar 0,0891482. Nilai koefisien memiliki arti bahwa setiap kenaikan keterbukaan ekonomi sebesar 10 persen, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara berkembang di ASEAN+6 sebesar 0,891482 persen, cateris paribus. Keterbukaan ekonomi dapat diartikan sebagai volume perdagangan internasional. Estimasi yang dihasilkan pada penelitian ini sejalan dengan konsep teori. Volume perdagangan yang meningkat berarti terdapat penambahan dalam jumlah eksport dan import. Ketika perdaganagan internasional menjadi bahasan, maka dalam hal ini juga akan terjadi perpindahan modal. Perdagangan internasional juga memungkinkan adanya perpindahan tempat proses produksi. Perdagangan internasional dapat memperluas pangsa pasar untuk negara eksportir maupun importir. 76 Peningkatan dalam jumlah ekport mengindikasikan adanya permintaan luar negeri terhadap barang domestik yang meningkat. Peningkatan ini berdampak pada peningkatan jumlah output perekonomian yang diproduksi, peningkatan investasi dan peningkatan penggunaan input faktor produksi. Penambahan dalam output perekonomian akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Selain itu, ekspor juga menghasilkan devisa yang dihitung sebagai pendapatan negara. Demikian pula dari sisi import, menurut teori keunggulan komparatif, negara yang memiliki keunggulan dalam memproduksi suatu barang akan meningkatan produksinya sebagai barang ekspor. Sebaliknya, suatu negara akan mengimpor barang yang tidak efisien dihasilkan di negaranya. Dengan melakukan impor, suatu negara akan mendapatkan barang yang lebih murah dari pada memproduksi sendiri. Barang impor yang datang ke pasar domestik dengan harga yang murah akan menyebabkan pendapatan masyarakat relatif meningkat (pendapatan nominal yang tetap dengan tingkat harga yang turun akan meningkatkan daya beli masyarakat). Peningkatan pendapatan relatif perseorangan akan meningkatkan pendapatan nasional, dan selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, negara berkembang memiliki ketergantungan terhadap perdagangan internasional. Proporsi pendapatan nasional di negara berkembang sebagian besar diperoleh dari perdagangan internasional.