BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Peran Sistem Informasi Akuntansi pada Bina Nusantara University Sistem Informasi Akuntansi bagi entitas berperan dalam menyediakan informasi akuntansi, keuangan, serta informasi lain yang diperoleh dari pengolahan rutin atas transaksi akuntansi. Informasi yang diperoleh tersebut bermanfaat bagi entitas dalam membuat laporan eksternal, mendukung aktivitas rutin dan pengambilan keputusan, perencanaan serta pengendalian internal entitas. Oleh karena itu, Sistem Informasi Akuntansi harus dapat menyesuaikan kebutuhan informasi entitas dengan proses pengolahan data dalam sistem tersebut. Hampir keseluruhan (sekitar 80%) data transaksi akuntansi pada Bina Nusantara University dicatat dan diolah melalui Sistem Informasi Akuntansi, dimana entitas menggunakan sistem informasi internal (web-front office dan web-back office) yang mendukung Sistem Informasi Akuntansi yaitu SAP (System, Application, and Products in Data Processing). Struktur organisasi pada Bina Nusantara University yang terdiri dari beberapa divisi memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Oleh karena itu, Sistem Informasi Akuntansi merupakan hal penting dalam mengkomunikasikan informasi antar divisi ataupun dengan pihak lainnya agar kebutuhan dan proses pengolahan informasi dapat tercapai secara maksimal. 57 Perubahan standar akuntansi dari GAAP (Generally Accepted Accounting Principles) menjadi IFRS (International Financial Reporting Standards) juga memberikan dampak pada Sistem Informasi Akuntansi. Penyesuaian hingga perubahan diperlukan untuk dapat mengintegrasikan Sistem Informasi Akuntansi dengan kebutuhan pengolahan informasi berdasarkan perubahan standar IFRS ini. IV.2 Analisis Kesiapan Perlakuan Akuntansi Aset Tetap terhadap Standar IFRS Aset tetap bisa diartikan sebagai modal, karena aset tetap merupakan komponen terbesar dalam investasi jangka panjang yang mendukung kegiatan operasional entitas. Karena aset tetap banyak menyerap dana entitas, maka setiap transaksi mengenai aset tetap mempengaruhi kondisi keuangan entitas baik mengenai perolehan, pengukuran, penyusutan hingga penghentian pengakuan dalam pelaporan keuangan entitas. Aset tetap bagi Bina Nusantara University, sebagai lembaga edukasi yang menjual jasa pendidikan, merupakan pondasi pendukung utama dalam menjalankan usahanya. Aset tetap tidak hanya dipandang sebagai modal tetapi juga sebagai ukuran kualitas jasa entitas. Oleh karena itu, perlakuan akuntansi aset tetap penting bagi pengguna laporan keuangan agar dapat memahami informasi mengenai penggunaan dana investasi entitas pada aset tetap dan pengaruhnya bagi kelangsungan hidup (going concern) entitas. Dalam proses konvergensi standar IFRS khususnya mengenai perlakuan akuntansi aset tetap mengalami banyak perubahan, seperti pengakuan aset tetap berdasarkan pada nilai wajar, perlakuan model revaluasi, dan pengakuan 58 penurunan nilai pada aset tetap. Oleh karena itu, kemampuan Sistem Informasi Akuntansi dalam mengelola data transaksi aset tetap entitas perlu disesuaikan dengan perubahan standar akuntansi tersebut. Maka penulis melakukan analisis terhadap Sistem Informasi Akuntansi pada Bina Nusantara University mengenai kesiapan dalam menerapkan perubahan standar IFRS ini, sehingga dapat menghasilkan laporan keuangan yang sesuai dengan standar dan kebijakan akuntansi baru tersebut. Sebelum masuk dalam pembahasan mengenai analisis kesiapan Sistem Informasi Akuntansi dalam menerapkan standar IFRS, penulis akan mengawali dengan pembahasan mengenai analisis perbandingan antara perlakuan dan kebijakan akuntansi aset tetap yang diterapkan entitas dengan perubahan standar perlakuan akuntansi aset tetap berdasarkan IFRS. Walaupun penelitian penulis memfokuskan pada kesiapan Sistem Informasi Akuntansi, tetapi juga diperlukan dukungan dari segi kesiapan pencatatan dan perlakuan akuntansi aset tetap yang sesuai dengan konvergensi standar IFRS. Sehingga penulis dapat menangkap permasalahan dan penyebab dari hasil analisis yang dilakukan pada Sistem Informasi Akuntansi secara jelas dan dapat memberikan saran yang tepat sesuai dengan kondisi akuntansi entitas. Klasifikasi Aset Tetap pada Bina Nusantara Univesity Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Bina Nusantara University, seperti telah dibahas pada bab sebelumnya, bahwa masa manfaat dan klasifikasi aset tetap entitas berdasarkan pada biaya perolehan aset tetap yang telah diatur dalam kebijakan internal yang ditetapkan oleh manajemen entitas. Seluruh aset tetap entitas disusutkan menggunakan metode garis lurus (Straight line method). 59 Sedangkan untuk metode pengukuran aset tetap setelah pengakuan menggunakan model biaya (Cost Model). Selain itu, Bina Nusantara University tidak melibatkan pihak ketiga atau investor dalam proses perolehan aset tetapnya. Dalam proses perolehan aset tetap, entitas tidak menerapkan kredit dalam proses pembayaran, sehingga entitas tidak memiliki beban bunga atas perolehan aset tetap. Selain itu, entitas tidak pernah memperoleh aset tetap melalui pertukaran aset non-moneter, ataupun kombinasi antara aset moneter dan nonmoneter. Seluruh aset tetap diperoleh melalui pembelian tunai melalui vendor, dealer, ataupun pihak-pihak penjual lainnya. Standar IFRS yang menetapkan nilai wajar sebagai dasar pengukuran aset tetap mempengaruhi perubahan standar aset tetap yang telah dikonvergensi. Begitu juga dengan perlakuan aset tetap pada Bina Nusantara University yang belum pernah menerapkan nilai wajar sebagai nilai aset tetapnya. 1. Building Gedung Bina Nusantara University merupakan gedung yang dimiliki atas nama Yayasan Bina Nusantara dan diakui oleh entitas sebagai aset tetap. Gedung yang diakui aset tetap oleh entitas yang menjadi pembahasan yaitu gedung Anggrek, Syahdan, dan Kijang. Entitas memperoleh masa manfaat atas aset gedung tersebut selama 20 tahun. Biaya perolehan gedung dicatat oleh entitas sebesar biaya pembangunan gedung oleh pihak kontraktor yang ditetapkan melalui negosiasi kedua belah pihak. Sampai saat ini masa manfaat atas gedung belum habis sehingga belum pernah dilakukan penghentian pengakuan atas aset gedung, dan selama masa manfaatnya biaya perbaikan dicatat dan diakui oleh entitas sebagai beban keuangan. 60 a. Pengakuan Aset gedung yang diakui aset tetap oleh entitas memenuhi kriteria aset berwujud sebagai aset tetap berdasarkan PSAK No. 16, karena aset gedung digunakan oleh entitas untuk menyediakan jasa bagi usaha entitas, dan memiliki masa manfaat yang diharapkan dapat digunakan lebih dari satu periode. Sedangkan berdasarkan biaya perolehan aset tetap yang diakui sebagai aset, entitas dapat mengakui aset gedung sebagai aset yang penggunaannya memberikan manfaat ekonomis di masa depan yang mengalir ke entitas dan biaya perolehannya dapat diukur secara andal. b. Pengukuran saat Pengakuan Berdasarkan pada IAS 16 (PSAK No. 16), pengakuan biaya perolehan atas aset gedung adalah selisih harga perolehan aset gedung oleh entitas dengan biaya-biaya yang dapat diatribusikan langsung (seperti biaya-biaya selama proses negosiasi dengan pihak kontraktor). Karena entitas mengakui biaya perbaikan pada komponen gedung selama masa manfaatnya, maka sebaiknya pada saat pengakuan awal biaya perolehan aset gedung termasuk menentukan estimasi biaya perbaikan, pembongkaran atau penggantian komponen selama masa manfaatnya. Sedangkan biaya pemborosan selama masa pembangunan tidak diakui sebagai komponen biaya perolehan aset gedung. c. Pengukuran setelah Pengakuan Berdasarkan IAS 16 (PSAK No. 16), entitas harus melakukan revaluasi nilai wajar dari aset tetap, maka model revaluasi diterapkan untuk mengukur dan mencatat nilai wajar aset tetap selama masa manfaatnya. Untuk penilaian 61 bangunan dilakukan oleh jasa / tenaga penilai yang memiliki kualifikasi profesional berdasarkan bukti pasar. Frekuensi revaluasi pada aset tetap bergantung pada nilai wajar yang diperoleh bersifat material dan signifikan terhadap nilai tercatat aset tetap sebelumnya. Ilustrasi : Tanggal 1 januari 2009, gedung Anggrek dengan biaya perolehan Rp. 1.000.000.000, selama 20 tahun. Dengan nilai residu sebesar Rp. 100.000.000. Tanggal 1 januari 2011, entitas melakukan revaluasi gedung dengan nilai wajar sebesar Rp. 700.000.000, sementara nilai tercatat aset tetap sebesar Rp. 810.000.000 setelah dikurangi biaya penyusutan atas gedung sampai dengan akhir tahun 2010 dan nilai residu gedung. Maka terjadi penurunan nilai aset gedung sebesar Rp. 110.000.000. 1 Jan 2011 Impairment Loss Building 110,000,000 110,000,000* *( Rp. 1,000,000,000 – Rp. 100,000,000 – (Rp. 45,000,000 * 2 tahun) – Rp. 700,000,000 ) = Rp. 110,000,000 Berdasarkan contoh diatas, setelah dilakukan revaluasi atas nilai wajar aset tetap ternyata menurun Rp. 110.000.000. Jumlah ini dianggap cukup signifikan karena nilai wajar aset gedung berubah lebih dari 10% dari nilai tercatat aset tetap sebelumnya. Pencatatan aset tetap untuk kasus tersebut berdasarkan pada IAS 36 (PSAK No. 48) mengenai penurunan nilai pada aset (Impairment of Asset). 62 d. Penyusutan Perubahan nilai wajar atas aset gedung dapat mempengaruhi perhitungan penyusutan selama masa manfaatnya. Nilai wajar aset yang berubah harus dikapitalisasi sebagai nilai aset tetap dengan masa manfaatnya untuk menghitung nilai yang dapat disusutkan dari perubahan nilai wajar aset gedung tersebut. Bila selama masa manfaatnya, aset gedung mengalami perubahan masa manfaat atau nilai residu dari estimasi sebelumnya, maka nilai yang dapat disusutkan oleh entitas atas aset tersebut juga mengalami perubahan. 31 Dec 2009 Depreciation expense – Building Accumulated depreciation. – Building 45,000,000 45,000,000* * (Rp. 1,000,000,000 – Rp. 100,000,000 ÷ 20 tahun) = Rp. 45,000,000 31 Dec 2011 Depreciation expense – Building Accumulated depreciation – Building 38, 888,889 38, 888,889* * (Rp. 700,000,000 ÷ 18 tahun) = Rp. 38, 888,889 e. Penghentian Pengakuan Apabila entitas telah menetapkan nilai residu atas aset tetap maka saat entitas mengakui penghentian pengakuan aset tetap dengan nilai tercatat aset tetap sebesar nilai residu yang telah ditetapkan, dan mengeliminasi aset tetap dari neraca sebesar nilai wajar akhir dari revaluasi yang dilakukan oleh entitas. Apabila entitas memutuskan untuk melepaskan aset gedung pada akhir masa manfaatnya, maka entitas mengakui laba / rugi yang diperoleh atas pelepasan aset gedung sebesar jumlah nilai bersih pelepasan setelah 63 dikurangi nilai tercatat aset tetap atau nilai residu yang diharapkan diperoleh entitas atas pelepasan aset tetap tersebut. Ilustrasi : BINUS menjual aset gedung pada akhir masa manfaatnya seharga Rp. 150.000.000 kepada PT. X. Sedangkan nilai residu yang telah ditetapkan sebesar Rp. 100.000.000, maka perolehan laba atas penjualan aset gedung sebesar Rp. 50.000.000. 31 Dec 2029 Cash 150,000,000 Accumulated Depr. – Building 790,000,000 Building Gain on Sale – Building 890,000,000* 50,000,000 *( Rp. 1,000,000,000 – Rp. 110,000,000 ) = Rp. 890,000,000 2. Leasehold Leasehold sebagai aset tetap berupa transaksi-transaksi renovasi baik berupa perbaikan, penambahan maupun perubahan fungsi ruangan pada gedung (tanpa adanya perubahan struktur dasar pada bangunan gedung). Berdasarkan kebijakan internal yang ditetapkan manajemen, bahwa transaksi renovasi yang diakui sebagai aset tetap dengan batas biaya perolehan diatas Rp. 10.000.000 (≥ Rp. 10.000.000), sedangkan biaya perolehan dibawah batasan tersebut diakui sebagai beban peralatan / perlengkapan ataupun beban lainnya. Masa manfaat aset leasehold selama 4 tahun. Selama masa manfaatnya, entitas menganggarkan biaya perbaikan / penggantian aset tetap setiap periode akhir tahun. 64 Seperti halnya gedung, biaya perolehan leasehold ditentukan berdasarkan hasil negosiasi antara pihak entitas dengan pihak kontraktor. Dalam menentukan kapan, dimana dan tujuan dari dilakukan renovasi ditentukan oleh pengguna (end user) sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Pihak pengurus yayasan ataupun rektor universitas yang akan memberikan persetujuan atas pelaksanaan renovasi yang bertujuan untuk perubahan / penambahan fungsi gedung (ataupun komponen pada gedung). Sedangkan Building Management (BM) merupakan pihak yang memutuskan pelaksanaan renovasi untuk tujuan perbaikan pada gedung. Setelah persetujuan atas permintaan aset leasehold, maka Procurement akan melakukan perjanjian dengan pihak kontraktor mengenai perolehan dan pelaksanaan aset leasehold. Proses pembayaran aset leasehold oleh entitas dilakukan dengan pembayaran secara periodik sampai leasehold selesai dan siap digunakan oleh entitas. Setelah biaya perolehan disepakati, maka entitas mengakui leasehold sebagai berikut; Pada saat pembayaran term / pembayaran uang muka Accrued good receipt XXX XXX Bank Pada saat pelunasan Leasehold Accrued good receipt XXX XXX 65 a. Pengakuan Berdasarkan pada IAS 16 (PSAK No. 16), leasehold dapat dicatat secara terpisah dari aset gedung karena tujuan pemanfaatannya tidak merubah struktur dasar pada gedung dan hanya menambah umur manfaat pada komponen gedung. Namun, apabila renovasi dilakukan pada seluruh bagian gedung atau pada bagian gedung secara bergantian dalam jarak waktu singkat, maka transaksi tersebut memiliki potensi menambah masa manfaat dan mengubah struktur gedung secara keseluruhan, sehingga renovasi yang dilakukan tersebut harus ditinjau kembali sebagai aset gedung. b. Pengukuran saat Pengakuan Berdasarkan IAS 16 (PSAK No. 16), biaya perolehan untuk aset tetap yang dibangun sendiri merupakan seluruh biaya-biaya yang dikeluarkan entitas sampai aset tetap siap digunakan sesuai kondisi dan maksud entitas. Namun, biaya-biaya akibat pemborosan bahan baku, tenaga kerja dan sumber daya lainnya dalam proses pelaksanaan renovasi tidak dapat diakui sebagai biaya perolehan. Oleh karena itu, selama proses pembayaran awal kepada pihak kontraktor hingga aset tersebut siap digunakan, perlu adanya revaluasi atas biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap dengan biaya-biaya yang tidak ditujukan untuk memperoleh aset tetap sesuai dengan kondisi dan maksud entitas. Sehingga biaya perolehan yang ditetapkan entitas saat perjanjian awal dengan biaya perolehan saat aset tetap siap digunakan memiliki kemungkinan mengalami perubahan. Selain itu, entitas menganggarkan biaya perbaikan aset tetap selama masa manfaatnya, maka estimasi biaya perbaikan tersebut dapat ditambahkan pada 66 komponen biaya perolehan aset tetap. Pengakuan biaya perolehan aset tetap harus dihentikan saat aset tetap siap digunakan sesuai dengan kondisi dan maksud entitas, maka biaya-biaya setelah leasehold siap digunakan, seperti biaya peresmian ruangan baru atau sebagian gedung baru, tidak dapat diakui sebagai biaya perolehan aset leasehold. c. Pengukuran setelah Pengakuan Berdasarkan IAS 16 (PSAK No. 16) mengenai model revaluasi, entitas harus mengevaluasi kembali nilai wajar aset tetap melalui penilaian tenaga / ahli penilai yang ditunjuk oleh entitas, seperti insiyur bangunan atau interior, mengenai kemungkinan perubahan nilai wajar leasehold selama masa manfaatnya. Bila terjadi kenaikan nilai wajar pada aset tetap, maka entitas harus mencatat selisih kenaikan tersebut sebagai berikut: Ilustrasi :Tanggal 1 januari 2009, BINUS melakukan renovasi ruangan L2A pada gedung Syahdan dengan biaya perolehan sebesar Rp. 15.000.000, dengan masa manfaat selama 4 tahun. Pada akhir tahun 2009, nilai wajar ruangan tersebut berubah menjadi Rp. 20.000.000. 31 Dec 2009 Leasehold –L2A 5,000,000 Revaluation Surplus 5,000,000* *( Rp. 20,000,000 – Rp. 15,000,000 ) = Rp. 5,000,000 Bila nilai wajar aset tetap mengalami penurunan nilai, berdasarkan pada IAS 36 (PSAK No. 48), maka selisih penurunan nilai dicatat sebagai berikut: 67 Ilustrasi : Pada akhir tahun 2010, ternyata nilai wajar aset leasehold menurun menjadi Rp. 14.000.000 dari nilai tercatat sebelumnya Rp. 20.000.000. 31 Dec 2010 Revaluation Surplus 5,000,000 Profit and loss 1,000,000 Leasehold – L2A 6,000,000* * ( Rp. 20,000,000 – Rp. 14,000,000 ) = Rp. 6,000,000 d. Penyusutan Jika tidak ada indikasi kerusakan pada aset tetap ataupun kebutuhan untuk melakukan perubahan pada bangunan renovasi gedung, maka kemungkinan masa manfaat aset leasehold dapat lebih lama dari masa manfaat yang telah ditetapkan oleh entitas. Maka revaluasi atas masa manfaat setelah pengakuan awal perlu disesuaikan dalam pencatatan dan perhitungan nilai penyusutan atas aset tetap. Ilustrasi : Tanggal 1 januari 2011, revaluasi masa manfaat atas renovasi ruangan L2A masih dapat memberikan manfaat 2 tahun lebih lama dari estimasi sebelumnya. Sehingga pencatatan penyusutan akan berubah dari periode sebelumnya, karena masa manfaat meningkat menjadi 6 tahun. 30 Jun 2009 Depreciation Expense –Leasehold L2A 1,875,000 Accumulated Depreciation – Leasehold L2A 1,875,000* * ( Rp. 15,000,000 ÷ 8 semester ) = Rp. 1,875,000 68 31 Dec 2009 Depreciation Expense –Leasehold L2A 2,589,286 Accumulated Depreciation – Leasehold L2A 2,589,286* * ( (Rp. 20,000,000 – Rp. 1,875,000) ÷ 7 semester ) = Rp. 2,589,286 31 Dec 2010 Depreciation Expense –Leasehold L2A 3,178,571 Accumulated Depreciation – Leasehold L2A 3,178,571* *( ( (Rp. 14,000,000 – Rp. 1,875,000 – Rp. 2,589,286) ÷ 3 tahun ) = Rp. 3,178,571 31 Dec 2011 Depreciation Expense –Leasehold L2A 1,589,285.5 Accumulated Depreciation – Leasehold L2A 1,589,285.5* *( (Rp. 14,000,000 – Rp. 1,875,000 – Rp. 2,589,286 – Rp. 3,178,572) ÷ 4 tahun ) = Rp. 1,589,285.5 e. Penghentian Pengakuan Hingga leasehold tidak dapat memberikan manfaat bagi entitas, maka pengakuan atas leasehold dihentikan dalam laporan keuangan. Bila entitas memutuskan untuk melakukan renovasi kembali pada bagian gedung yang sama, maka pengakuan atas leasehold sebelumnya dihentikan dan ditutup dalam laporan keuangan, sedangkan renovasi yang baru dicatat dengan nomor aset yang baru berdasarkan biaya perolehannya. 3. Vehicle Aset vehicle merupakan kendaraan yang dimiliki untuk mendukung operasional ataupun fasilitas jasa edukasi entitas, seperti Mini Bus dan mobil. Masa manfaat aset vehicle selama 4 tahun, tetapi fisik kendaraan dapat memberikan masa manfaat lebih lama hingga kendaraan mengalami 69 kerusakan atau tidak dapat memberikan manfaat kepada entitas, sehingga dilepas melalui penjualan kepada dealer kendaraan. Biaya perolehan vehicle berdasarkan pada harga penawaran beberapa dealer yang akan diputuskan oleh Procurement sebagai pihak yang melakukan persetujuan dengan dealer untuk pembelian aset. Entitas melakukan pemeriksaan rutin pada aset vehicle berupa turun mesin (overhaul) yang dilakukan setiap 6 bulan atau 5000 km jarak tempuh mesin kendaraan. Sedangkan pada saat pelepasan, hasil dari penjualan kendaraan melalui dealer dicatat oleh entitas sebagai pendapatan atas penjualan kendaraan (Gain on sale – Vehicle), dan entitas membuat laporan acara atas penjualan aset tetap tersebut. Pendapatan penjualan atas aset tetap diakui pada saat pembayaran telah diterima oleh entitas. Entitas belum pernah menetapkan nilai residu untuk aset vehicle. Pengakuan atas penjualan aset / hilangnya aset oleh entitas adalah sebagai berikut: Accumulated depreciation – Vehicle XXX Loss on sale – Vehicle XXX Vehicle XXX Depreciation Expense - Vehicle XXX Gain on sale – Vehicle XXX a. Pengakuan Entitas menggunakan jasa perantara seperti dealer untuk melakukan pembelian aset vehicle. Apabila terdapat biaya tambahan yang dikeluarkan oleh entitas agar kendaraan yang diperoleh dari dealer dapat sesuai dengan 70 kondisi dan maksud entitas, seperti perubahan / penambahaan komponen pada kendaraan ataupun penyesuaian lainnya pada kendaraan yang menyebabkan penambahan biaya pada saat perolehan. Maka biaya-biaya tambahan tersebut dapat diakui sebagai bagian dari biaya perolehan aset tetap, karena transaksi tersebut bertujuan untuk memperoleh aset tetap yang sesuai dengan kondisi dan maksud dari entitas. Pada penggantian komponen aset tetap selama masa manfaatnya dengan menerapkan perlakuan Component Accounting, maka aset tetap diakui, disusutkan dan dihentikan pengakuannya secara terpisah pada masing-masing komponen. b. Pengukuran saat Pengakuan Biaya perolehan aset tetap yang berasal dari transaksi penawaran dealer kendaraan kepada entitas memiliki kemungkinan adanya unsur potongan harga (Discount), sehingga entitas harus mengakui potongan harga tersebut sebagai pengurang dari biaya perolehan aset vehicle. Selain itu, seperti telah dibahas dalam pengakuan aset tetap, bahwa biaya-biaya tambahan untuk memperoleh aset tetap sesuai dengan kondisi dan maksud entitas harus ditambahkan ke dalam biaya perolehan aset tetap, seperti biaya penambahan komponen pada kendaraan, perubahan spare part dari kendaraan, ataupun pajak pembelian (PPN) pada saat perolehan kendaraan. Jika ada, biaya yang dianggarkan entitas untuk perbaikan komponen kendaraan selama masa manfaatnya harus diakui sebagai estimasi biaya perbaikan pada komponen biaya perolehan awal aset tetap. Ilustrasi : Pada 1 juli 2009, BINUS membeli Mini Bus - A dengan harga Rp. 200.000.000 setelah mendapatkan discount dari dealer A 71 sebesar Rp. 10.000.000, dengan masa manfaat selama 4 tahun. BINUS meminta perubahan model tempat duduk sesuai dengan keinginan manajemen dengan biaya tambahan Rp. 15.000.000. Nilai residu yang ditetapkan sebesar Rp. 50.000.000. 1 Juli 2009 Mini Bus- A 215,000,000 Cash 215,000,000* * (Rp. 210,000,000 – Rp. 10,000,000 + Rp. 15,000,000 ) = Rp. 215,000,000 c. Pengukuran setelah Pengakuan Untuk menentukan nilai wajar aset vehicle, entitas dapat memperoleh informasi mengenai nilai wajar kendaraan saat ini melalui website, media masa ataupun media lainnya dari berbagai dealer resmi kendaraan yang memberikan informasi terbaru mengenai nilai pasar kendaraan pada periode tertentu. Karena harga kendaraan di pasaran cenderung berubah secara signifikan dalam waktu singkat, sehingga revaluasi nilai wajar atas aset vehicle mungkin bersifat intensif selama masa manfaat, hanya jika nilai wajar yang diperoleh bersifat material dan signifikan. Apabila satu aset tetap telah dilakukan revaluasi atas nilai wajarnya, maka aset tetap dalam kelompok aset yang sama juga harus dilakukan revaluasi selama masa manfaatnya. Proses pengakuan nilai wajar pada aset vehicle sama dengan pengakuan perubahan nilai wajar pada aset leasehold. Ilustrasi : Pada akhir juli 2010, diketahui bahwa nilai wajar Mini Bus di pasaran turun menjadi Rp. 100.000.000, sedangkan nilai tercatat 72 aset tetap adalah Rp. 123.750.000, maka entitas mengakui penurunan nilai aset sebagai berikut: 31 Jul 2010 Impairment loss 23,750,000 23,750,000* Vehicle *( Rp. 215,000,000 – Rp. 50,000,000 – Rp. 41,250,000 – Rp. 100,000,000 ) = Rp. 23,750,000 Untuk aset vehicle yang sering melakukan penggantian komponen, seperti turun mesin pada kendaraan setiap 6 bulan atau 5000 km jarak tempuh kendaraan (overhaul) yang dapat menyebabkan penambahan masa manfaat dan perubahan nilai wajar pada aset tetap. Apabila penggantian komponen pada aset tetap tersebut bernilai material dan signifikan, maka entitas dapat menerapkan perlakuan akuntansi berdasarkan komponen aset (Component Accounting) dimana entitas akan mengakui dan menyusutkan aset tetap secara terpisah pada masing-masing komponennya berdasarkan biaya perolehan dan masa manfaatnya. Ilustrasi : Tanggal 31 desember 2009, Mobil Toyota A dengan harga perolehan Rp. 100.000.000 (4 tahun) mengalami turun mesin dengan biaya penggantian sebesar Rp. 1.000.000 (6 bulan) dan penggantian spare part sebesar Rp. 4.000.000 (1 tahun). 31 Des 2009 Toyota A – Spare Part 4,000,000 Toyota A – Overhaul 1,000,000 Cash 5,000,000 73 d. Penyusutan Proses penggantian komponen pada kendaraan berupa turun mesin (overhaul) dapat mempengaruhi masa manfaat dari aset tetap yang juga akan mempengaruhi pengukuran nilai penyusutan aset tetap yang berbeda antar komponen aset tetap tersebut. Apabila entitas menyusutkan aset tetap secara terpisah pada suatu komponen dari aset tetap, maka entitas juga harus menyusutkan secara terpisah komponen lainnya dari aset tetap yang tersisa. Bila entitas tidak dapat menilai bagian dari aset tetap yang tersisa secara individual dengan nilai yang signifikan, maka entitas dapat menyusutkan bagian aset tetap tersisa tersebut terhadap total biaya perolehan aset tetap tersebut. e. Penghentian Pengakuan Bina Nusantara University melakukan pelepasan aset vehicle dengan menjualnya melalui dealer tanpa menentukan nilai residu aset tetap pada saat pelepasan, dianggap kurang relevan. Umumnya penjualan kendaraan melalui dealer akan menghasilkan nilai jual aset tetap yang lebih rendah setelah dikurangi keuntungan penjualan yang diperoleh pihak dealer atas aset tetap tersebut, maka nilai ini kurang andal sebagai nilai yang dapat diperoleh kembali oleh entitas pada saat pelepasannya. Entitas dapat menetapkan nilai residu atas aset tetap melalui pengalaman entitas dalam memperlakukan aset kendaraan yang serupa, atau menggunakan bukti pasar sebagai acuan dalam menentukan nilai residu pada awal pengakuan aset tetap. 74 Bila entitas telah menetapkan nilai yang dapat diperoleh kembali dari aset tetap pada saat pelepasan melalui penjualan, maka entitas dapat menghitung laba / rugi yang diperoleh dari selisih jumlah neto hasil pelepasan (hasil penjualan dikurangi biaya-biaya terkait penjualan) dengan nilai tercatat aset tetap pada saat pelepasan (nilai residu) aset tetap. Laba / rugi yang timbul dari pelepasan aset tetap harus diakui dalam laporan laba rugi entitas pada saat penghentian pengakuan aset tetap, dan laba tidak boleh diakui sebagai pendapatan oleh entitas. 4. Furniture & Fixture Furniture and fixture merupakan kelompok aset tetap peralatan yang dimiliki entitas selain komputer, karena komputer digolongkan ke dalam kelompok aset tetap yang berbeda. Untuk proses pengelolaan kelompok aset furniture and fixture oleh Building Management (BM) sebagai pihak yang berwenang dalam penambahan, perubahan maupun perbaikan aset furniture and fixture. Kelompok aset furniture and fixture merupakan kelompok aset tetap dengan biaya perolehan diatas Rp. 500.000 (≥ Rp. 500.000), sedangkan aset dengan biaya perolehan dibawah batas tersebut dicatat sebagai beban perlengkapan. Masa manfaat aset furniture and fixture selama 4 tahun. Seperti halnya aset leasehold, entitas juga menganggarkan biaya perbaikan aset furniture and fixture pada setiap periode akhir tahun. Biaya perolehan aset furniture and fixture juga diperoleh dari penawaran beberapa vendor yang diputuskan oleh Procurement atau bagian pembelian. Untuk perbaikan aset furniture and fixture menggunakan jasa tenaga luar, 75 dimana pencatatan biaya berdasarkan pada invoice jasa perbaikan yang diberikan kepada entitas. Entitas melakukan pelepasan aset furniture and fixture dengan penjualan melalui pelelangan. Nilai penjualan atas aset tetap berasal dari penawaran lelang dengan harga tertinggi. Entitas mengakui nilai penjualan tersebut sebagai pendapatan atas penjualan furniture and fixture (Gain on sale Furniture and fixture). a. Pengakuan Untuk kelompok aset furniture and fixture dapat dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu furniture merupakan kelompok peralatan yang pemanfaatannya bersifat tetap sebagai pendukung operasional entitas, seperti perabotan dan peralatan kantor, meja, kursi, lemari, dan peralatan lainnya sebagai sarana kerja di lingkungan kerja entitas. Untuk kelompok aset tetap ini, entitas dapat melakukan penyusutan secara garis lurus karena pemanfaatan aset yang konstan selama masa manfaat. Entitas cenderung lebih memilih melakukan perbaikan pada aset furniture ketimbang menjualnya. Sedangkan fixture merupakan kelompok aset tetap peralatan yang bersifat tentatif, karena pemanfaatannya yang bersifat khusus pada aktivitas tertentu dan cenderung dianggap sebagai prasarana dalam aktivitas operasional entitas, seperti mesin fotocopy, mesin pengirim fax, scaner, dan peralatan mesin lainnya dimana penggunaannya menjadi lebih tinggi ketika kebutuhan akan pemanfaatannya meningkat untuk kondisi tertentu. Misalnya mesin fotocopy pemanfaatannya meningkat saat masa Ujian Tengah Semester 76 (UTS) atau Ujian Akhir Semester (UAS). Oleh karena itu, entitas perlu mengkaji ulang metode penyusutan terhadap aset tetap yang mengalami perubahan masa manfaat secara signifikan karena pemanfaatan aset tetap yang meningkat pada periode tertentu. b. Pengukuran saat Pengakuan Kelompok aset furniture and fixture umumnya diperoleh pada kondisi yang diinginkan dan sesuai dengan maksud manajemen entitas, seperti peralatan kantor (meja, kursi, perabotan lainnya) yang dipesan sesuai dengan kriteria dan kondisi yang diinginkan oleh entitas. Maka biaya perolehan aset tetap sudah termasuk biaya perubahan dan biaya yang dapat diatribusikan langsung pada aset tersebut. Selain itu, biaya perolehan aset tetap mungkin terdiri dari potongan harga yang diberikan oleh penjual untuk menarik minat entitas dan estimasi biaya perbaikan aset tetap selama masa manfaatnya yang telah dianggarkan oleh entitas. c. Pengukuran setelah Pengakuan Sama halnya dengan aset vehicle, entitas menentukan nilai wajar aset furniture and fixture berdasarkan pada bukti pasar yang ditentukan oleh para penilai. Seperti telah dibahas pada bagian pengakuan bahwa untuk kelompok aset fixture dengan pola pemanfaatan yang bersifat tentatif akan mempengaruhi perubahan masa manfaat serta metode penyusutan. Maka entitas perlu melakukan pengkajian ulang untuk menentukan pengaruh pemanfaatan aset setelah peningkatan ataupun penurunan penggunaan terhadap masa manfaat yang dapat diperoleh oleh entitas, dan menentukan 77 metode penyusutan yang dapat menggambarkan perubahan pola konsumsi ekonomis manfaat aset tetap selama masa manfaatnya. d. Penyusutan Metode penyusutan harus dapat mengambarkan pola konsumsi manfaat ekonomis yang diperoleh entitas atas aset tetap selama masa manfaatnya. Oleh karena itu, entitas dapat melakukan pengkajian ulang atas metode penyusutan terhadap aset fixture dengan pola pemanfaatan yang bersifat tentatif. Sehingga metode penyusutan garis lurus (Straight line method) kurang tepat untuk mengambarkan pola konsumsi manfaat aset fixture. Ilustrasi : Tanggal 1 januari 2009, BINUS membeli mesin fotocopy seharga Rp. 3.000.000 untuk masa manfaat selama 4 tahun. Metode penyusutan garis lurus (Straight line method). 31 Jun 2009 Depreciation expence – Fixture 375,000 Accumulated depreciation – Fixture 375,000* * ( Rp. 3,000,000 ÷ 4 tahun ÷ 2 ) = Rp. 375,000 Setiap dikaji ulang ternyata selama bulan oktober 2009, penggunaan mesin fotocopy meningkat menjadi 35 %, dan berubah pada periode selanjutnya. Sehingga entitas memutuskan menerapkan metode jumlah unit (sum of the unit method) yang lebih tepat dalam mengambarkan pemanfaatan mesin fotocopy tersebut. 31 Dec 2009 Depreciation expence – Fixture 918,750 Accumulated depreciation – Fixture 918,750* * ( (Rp. 3,000,000 – Rp. 375,000) * 35% ) = Rp. 918,750 78 e. Penghentian Pengakuan Karena hasil penjualan aset furniture and fixture berdasarkan dari penawaran lelang dengan harga tertinggi, maka entitas memperoleh laba / rugi atas hasil pelepasan aset tetap tersebut. Laba / rugi yang timbul dari pelepasan aset tetap dapat diakui dalam laporan laba / rugi entitas pada saat aset dihentikan pengakuannya. Selain itu, karena nilai jual aset tetap melalui pelelangan tidak dapat mencerminkan nilai wajar yang dapat diperoleh entitas dari pelepasan aset tetap. Sehingga entitas harus menentukan nilai residu atas aset tetap pada awal pengakuan sebagai nilai taksiran yang dapat diperoleh kembali pada akhir masa manfaatnya. 5. Computer Komputer merupakan kelompok aset yang terpisah dari aset peralatan entitas lainnya, karena memiliki jumlah yang cukup besar dalam entitas. Pengelolaan aset komputer berbeda dengan furniture and fixture yang dikelola oleh Building Management, aset komputer dikelola oleh Direktorat Information Technology (IT pusat) Bina Nusantara University yang berwenang dalam menentukan pembelian, perbaikan dan pemeliharaan selama masa manfaat aset komputer. Kelompok aset komputer juga termasuk notebook, netbook dan harddisc yang dimiliki oleh entitas. Masa manfaat aset komputer selama 2 tahun. Sama halnya dengan kelompok aset leasehold dan furniture and fixture, Biaya perolehan aset komputer merupakan hasil penawaran beberapa Vendor ataupun Supplier yang akan ditentukan oleh Procurement. Entitas tidak menganggarkan biaya pemeliharaan / pemeriksaan aset komputer selama 79 masa manfaatnya, karena untuk melakukan pemeriksaan / pemeliharaan aset komputer dilakukan oleh pihak internal entitas (Direktorat IT sebagai pengelola). Pelepasan aset komputer memiliki perlakuan khusus, dimana setelah masa manfaat dari aset komputer habis, aset ditutup pengakuannya, tetapi fisik aset diserahkan dan digunakan kepada divisi lainnya pada entitas. Umumnya aset komputer yang masih layak digunakan akan dipindahkan ke masing-masing divisi lainnya sebagai aset peralatan sesuai kebutuhan. Selain itu, fisik komputer dapat dibagi menjadi beberapa komponen akan dirakit kembali oleh Direktorat IT menjadi suatu aset komputer baru dengan rakitan komponen lama. Komputer hasil rakitan tersebut dapat digunakan kembali ataupun dijual oleh entitas melalui pelelangan. Hasil dari penjualan komputer rakitan diakui sebagai pendapatan atas penjualan komputer (Gain On sale – Computer). Sedangkan komputer rakitan yang dapat dipergunakan kembali oleh entitas dicatat dengan nomor aset baru yang berbeda dari aset komputer sebelumnya, tetapi biaya perolehan tidak dapat ditentukan atas kumpulan komponen aset komputer rakitan tersebut. Sementara, untuk komponen sisa yang tidak digunakan untuk komputer rakitan dapat dijual secara terpisah oleh entitas. Pengakuan atas penjualan komponen sisa ini sama dengan pengakuan atas penjualan komputer rakitan. Selain melalui lelang, aset komputer khususnya notebook dan harddisc dapat dijual kepada karyawan entitas, seperti penjualan notebook kepada karyawan yang akan atau telah mengundurkan diri (resign) dari entitas. Entitas dapat menjual aset tersebut karena penggunaan aset yang bersifat 80 personal selama masa penggunaan (notebook yang dicatat sebagai aset personal kepada karyawan selama masa bekerja di entitas) dengan nilai penjualan berdasarkan nilai tercatat pada saat pelepasan aset tersebut. a. Pengakuan Pangsa pasar komputer cenderung berubah secara signifikan, sehingga memungkinkan perubahan nilai wajar atas aset komputer berubah secara signifikan selama masa manfaat. Penggantian komponen saat pemeriksaan dan pemeliharaan aset komputer akan mempengaruhi penambahan masa manfaat aset tetap. Oleh karena itu, entitas lebih baik memperlakukan aset komputer berdasarkan pada masing-masing komponen sesuai dengan biaya perolehan dan masa manfaatnya, hanya jika dapat diukur secara andal, material dan signifikan sesuai dengan perlakuan akuntansi pada komponen aset tetap (Component Accounting). Apabila ada komponen aset yang bersifat khusus, dimana komponen tersebut hanya bisa digunakan pada aset tertentu, maka komponen tersebut dapat dikelompokkan sebagai aset tetap. Misalnya motherboard A hanya bisa digunakan untuk komputer A. b. Pengukuran saat Pengakuan Seperti pada kasus aset tetap sebelumnya, biaya perolehan aset komputer merupakan biaya perolehan setelah dikurangi oleh potongan harga dan biaya tambahan yang dikeluarkan oleh entitas untuk membawa aset pada kondisi yang diinginkan dan maksud oleh entitas, seperti biaya pengiriman aset komputer ke lokasi penggunaannya. 81 c. Pengukuran setelah Pengakuan Nilai wajar atas aset komputer dapat diperoleh melalui website, media masa, atau vendor resmi komputer yang memberikan informasi mengenai nilai pasar komputer. Perubahan nilai wajar pada aset komputer umumnya bersifat signifikan karena dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar asing atas mata uang rupiah pada periode tertentu. Perubahan nilai wajar dan masa manfaat pada komponen aset komputer yang diperoleh dari revaluasi dapat diakui apabila nilai wajar tersebut dapat diukur dengan andal, meterial, dan signifikan dari nilai tercatat sebelumnya. Apabila perubahan masa manfaat dari penggantian komponen aset tetap dapat diukur dengan andal, maka proses penyusutan atas aset komputer dapat diukur secara terpisah pada masing-masing komponen dengan metode penyusutan yang dapat mengambarkan pola pemanfaatan komponen aset tersebut. d. Penyusutan Bila entitas melakukan penggantian komponen pada aset komputer dengan nilai yang cukup signifikan untuk mempengaruhi perubahan nilai tercatat aset dan perubahan masa manfaat, maka entitas harus melakukan penyusutan pada komponen tersebut secara terpisah dengan komponen lainnya pada aset tetap. Ilustrasi : Tanggal 1 januari 2010, BINUS membeli komputer A seharga Rp. 5.000.000 dengan masa manfaat selama 4 tahun. Pada akhir tahun 2010, entitas melakukan penggantian harddisc pada 82 komputer A seharga Rp. 700.000 dengan masa manfaat selama 2 tahun. 1 Jan 2010 Computer – A 5,000,000 5,000,000 Cash 31 Jun 2010 Depreciation Expense – Computer A 625,000 Accumulated Depreciaton – Computer A 625,000* *( Rp. 5,000,000 ÷ 4 tahun ÷ 2 ) = Rp. 625,000 31 Dec 2010 Computer A – Harddisc 700,000 Cash 700,000 31 Dec 2011 Depreciation Expense – Computer A-Harddisc 350,000 Accumulated Depreciaton – Computer A-Harddisc 350,000* *( Rp. 700,000 ÷ 2 tahun ) = Rp. 350,000 e. Penghentian Pengakuan Komputer rakitan yang digunakan kembali oleh entitas membuktikan bahwa komponen pada komputer memiliki masa manfaat yang lebih lama dari komponen lainnya. Maka entitas harus melakukan revaluasi pada komponen aset tetap berdasarkan nilai wajar dan masa manfaatnya, sedangkan pengakuan komponen yang tidak digunakan atau masa manfaatnya habis dihentikan pengakuannya. Biaya perolehan yang diakui atas komputer rakitan merupakan nilai tercatat ataupun nilai wajar dari kumpulan komponen dari aset komputer yang berbeda. Sedangkan untuk penjualan aset komputer rakitan, nilai aset yang dapat diperoleh kembali ditentukan dari nilai tercatat (nilai wajar) masing-masing komponen saat aset dilepaskan. Nilai penjualan melalui lelang cenderung 83 menghasilkan nilai yang berbeda dengan nilai wajarnya, karena adanya laba / rugi yang diperoleh dari penawaran harga tertinggi pelelangan. Maka entitas harus mengakui laba / rugi dari hasil penjualan pada laporan laba rugi saat penghentian pengakuan aset tetap dengan menetapkan nilai residu atas komputer rakitan yang akan dijual tersebut. 6. Book Bina Nusantara University merupakan entitas swasta penyedia jasa edukasi, dimana buku-buku tidak hanya dianggap sebagai pendukung operasional pada entitas umumnya, tetapi juga sebagai salah satu kelompok aset yang memberikan manfaat besar bagi entitas dalam proses pemberian jasa edukasi kepada para mahasiswa sebagai customer-nya. Aset buku dikelola oleh Library (perpustakaan) Bina Nusantara University yang berwenang dalam melakukan pembelian, pemeliharaan, pengawasan fisik aset, hingga penghentian pengakuannya. Kelompok aset Book merupakan buku-buku dengan biaya perolehan diatas Rp. 100.000 (≥ Rp. 100.000), sedangkan buku-buku dibawah batas tersebut diakui sebagai aset Low Value Asset. Masa manfaat aset buku selama 2 tahun. Entitas menganggarkan biaya perbaikan aset buku sebagai biaya preservation (potong buku). Untuk perolehan aset Book, Library membuat daftar kebutuhan buku yang akan dibeli ke dalam data excel yang akan dikirim kepada beberapa Vendor atau Supplier untuk memperoleh penawaran dari masing-masing Vendor. Biaya perolehan aset buku merupakan harga penawaran yang diputuskan oleh Library dalam pembelian buku tersebut. Setelah library melakukan pemesanan, data tersebut diserahkan kepada Procurement (dalam 84 bentuk laporan total pembelian untuk masing-masing judul buku) yang selanjutnya di proses dalam laporan keuangan oleh divisi Accounting. Selain melalui Library, pembelian aset buku juga dilakukan oleh dosen pengajar di Bina Nusantara University. Para dosen dapat menggunakan dana pribadi (sementara) untuk melakukan pembelian, dimana bukti pembayaran diserahkan kepada bagian Library yang selanjutnya di proses lebih lanjut kepada Procurement. Beberapa buku yang diperoleh Library berasal dari sumbangan para mahasiswa Bina Nusantara University. Pembelian aset buku oleh Karyawan / Dosen Pengajar: XXX Book Account Payables – Employees XXX a. Pengakuan Berdasarkan pada standar IAS 16, pengakuan buku sebagai aset tetap oleh entitas hanya jika aset buku tersebut memberikan manfaat ekonomis yang mengalir ke entitas (sebagai sarana pendukung edukasi para mahasiswa) selama masa manfaat, dan biaya perolehan dapat diukur secara andal. Sedangkan aset buku yang diperoleh melalui sumbangan para mahasiswa dapat diakui sebagai sumbangan tidak terikat oleh entitas berdasarkan PSAK No. 45 (revisi 2010) mengenai Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba. b. Pengukuran saat Pengakuan Potongan harga yang diperoleh entitas atas pembelian buku dalam jumlah besar harus dikurangi atau diakui pada komponen biaya perolehan aset buku tersebut. Sedangkan biaya perolehan atas aset buku yang diperoleh dari 85 sumbangan dapat ditentukan berdasarkan nilai wajarnya di pasaran. Berdasarkan PSAK No. 45 (revisi 2010) mengenai Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba, maka penjurnalan atas transaksi perolehan aset buku melalui sumbangan tidak terikat adalah sebagai berikut; XXX Book XXX Revenue from donations c. Pengukuran setelah Pengakuan Ilmu pengetahuan selalu mengalami perkembangan, ilmu baru memperbaharui ilmu lama, dan ilmu lama menginspirasi penelitian dalam mengembangkan ilmu baru. Oleh karena itu, buku dapat memberikan manfaat hingga buku tersebut sudah dianggap usang (terbitan lama) atau sampai penerbitan edisi terbaru dari buku dengan judul atau pengarang yang sama. Buku dengan tahun terbitan selama 10 tahun bisa dijadikan estimasi umur manfaat yang diharapkan dapat diperoleh entitas atas aset buku, karena umumnya buku dengan tahun terbit selama lebih dari 10 tahun dapat dikatakan usang atau telah dilakukan revisi atas buku terbitan sebelumnya. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar entitas menetapkan masa manfaat selama 10 tahun atau entitas memiliki kebijakan yang lebih tepat untuk mengambarkan masa manfaat atas aset bukunya. Umur manfaat berdasarkan standar IAS 16 merupakan periode dari aset tetap yang diharapkan dapat memberikan manfaat kepada entitas. Sedangkan untuk nilai wajar pada buku cenderung berubah secara tidak material dan tidak signifikan dalam jangka waktu panjang, sehingga revaluasi atas aset buku tidak fluktuatif. 86 d. Penyusutan Seperti perhitungan nilai penyusutan pada aset tetap entitas lainnya, penyusutan aset buku dihitung dengan metode garis lurus (Straight line method) selama masa manfaat aset buku yang telah ditetapkan. Bila terjadi perubahan nilai wajar atau masa manfaat atas aset buku pada saat revaluasi, maka nilai penyusutan atas aset tetap juga mengalami perubahan atas revaluasi aset buku tersebut. e. Penghentian Pengakuan Penghentian pengakuan pada aset buku umumnya bukan melalui pelepasan (dijual atau disewakan), tetapi ketika aset buku tersebut tidak lagi memberikan manfaat ekonomis yang mengalir kepada entitas. Maka aset buku tidak memiliki nilai residu ataupun laba / rugi atas pelepasan aset tetap. 7. Low Value Asset Untuk aset buku dengan biaya perolehan dibawah Rp. 100.000 (< Rp. 100.000) diakui sebagai aset Low Value Asset (LVA) dengan masa manfaat selama 1 bulan (penghentian pengakuan atas aset Low Value Asset pada akhir bulan tanggal perolehan aset). Aset Low Value Asset juga dikelola oleh pihak Library, sama halnya dengan aset Book. a. Pengakuan Menurut pendapat penulis, meskipun aset LVA dimiliki sebagai penyedia jasa edukasi dan memberikan manfaat bagi entitas, tetapi masa manfaat dari aset LVA tidak lebih dari satu periode. Sehingga aset LVA kurang tepat bila diakui sebagai aset tetap, karena tidak memenuhi kriteria pengakuan aset berwujud sebagai aset tetap berdasarkan IAS 16 (PSAK No. 16). Entitas 87 dapat mengakui aset LVA sebagai beban, seperti kebijakan manajemen entitas yang menetapkan aset tetap lainnya (leasehold dan furniture and fixture) dengan biaya perolehan dibawah batas tertentu diakui sebagai beban keuangan. Permasalahan lainnya adalah ketika aset LVA diakui sebagai aset tetap, maka aset tidak dapat melakukan perhitungan penyusutan ataupun melakukan revaluasi nilai wajar atas aset tetap karena masa manfaatnya hanya satu bulan (tidak lebih dari satu periode). IV.3 Analisis Pengendalian Internal Entitas Terhadap Penerapan COSO Setelah melakukan perbandingan antara perlakuan akuntansi aset tetap pada entitas dengan perubahan perlakuan akuntansi aset tetap pada SAK berbasis IFRS, maka penulis akan melakukan analisis pengendalian internal pada entitas terhadap sistem pengendalian internal berdasarkan COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission) untuk menemukan kelemahan dan kelebihan dari pengendalian internal entitas. Sehingga penulis dapat menemukan pengendalian internal yang perlu diperhatikan entitas agar penerapan perubahan standar akuntansi aset tetap berdasarkan IAS 16 dapat diterapkan dengan baik oleh entitas dengan didukung pengendalian internal yang baik. 88 Gambar 4.1 COSO Internal Control Framework KEGIATAN PENGENDALIAN PENILAIAN KEGIATAN 1 INFORMASI DAN KOMUNIKASI UNIT A UNIT B PEMANTAUAN PENGENDALIAN INTERN KEGIATAN 2 KE TA AT AN PE LA P KE OR UA AN NG AN PE NG A AS M ET AN AN O PE RA S O PE I‐ RA SI RISIKO LINGKUNGAN PENGENDALIAN 1. Pemantauan Pengendalian Internal Untuk pemantauan atas pengendalian internal entitas masing-masing divisi melakukan evaluasi secara terpisah. Penerapan dari evaluasi tersebut bergantung pada masing-masing pimpinan divisi untuk melakukan perbandingan dan menilai bagaimana aktivitas internal berjalan dengan semestinya dan sesuai dengan maksud entitas. Setelah entitas melakukan evaluasi, maka selanjutnya melakukan tindak lanjut dengan memberikan masukan sebagai dasar dalam melakukan perencanaan ataupun penganggaran bagi entitas pada periode selanjutnya. 2. Informasi dan komunikasi Untuk ketersediaan sarana komunikasi dan sistem informasi pada entitas sudah baik dengan adanya sistem informasi internal yang saling terhubung sehingga komunikasi dan transfer informasi antar bagian atau divisi pada entitas dapat tersampaikan secara baik. Setiap pihak dapat terlibat dan 89 mengawasi setiap informasi yang disampaikan melalui internal, mulai dari pengguna operation, perantara (helpdesk) hingga tehnikal programer sebagai pengelola sistem informasi internal entitas. Sistem informasi pada entitas juga dilengkapi dengan password untuk membatasi akses pengguna yang memiliki kepentingan. Sarana komunikasi pada entitas tidak hanya melalui sistem informasi internal tapi juga dapat melalui email, telepon, messenger, dan form hardcopy. 3. Kegiatan Pengendalian Untuk pembinaan sumber daya manusia pada entitas sudah baik dimana sering dilakukannya pelaksanaan pelatihan atau seminar bagi staff operasional ataupun staff pengajar pada entitas untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman mereka mengenai perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi secara praktiknya. Pembatasan akses pada entitas sudah cukup baik dengan adanya penerapan sistem pengenal pengguna (kartu identitas) untuk dapat melakukan akses pada tempat kerja ataupun pada saat menggunakan sistem informasi internal entitas. Selain itu, pemisahan tugas yang jelas pada masing-masing pihak pada entitas menjadikan pengendalian internal yang baik dalam pemberian fungsi dan peran pada masing-masing pihak internal entitas. Akan tetapi, dari segi pengawasan entitas terhadap fisik aset tidak terlaksana secara baik, dimana tidak ada dokumentasi atas penggunaan aset oleh entitas dan pengawasan fisik aset secara terpisah (masing-masing divisi mengawasi fisik aset yang digunakan), sehingga entitas tidak dapat melaporkan pola penggunaan aset 90 dan entitas tidak dapat mengawasi terjadinya kecurangan yang mungkin terjadi atas penggunaan aset tersebut. 4. Penilaian risiko Entitas tidak pernah melakukan identifikasi risiko ataupun analisis risiko atas aktivitas entitas dalam proses pengendalian internal. Entitas belum melakukan penilaian atau membuat indikasi atas risiko yang mungkin terjadi pada entitas sebagai proses pengendalian internal pada entitas. 5. Lingkungan pengendalian Entitas menerapkan pembagian peran dan tanggung jawab pada masingmasing sumber daya manusia secara baik dan jelas serta menggambarkan hubungan antara masing-masing divisi sesuai dengan kebutuhan kinerja entitas. Seperti terlihat pada struktur organisasi pada divisi finance dan accounting entitas dimana masing-masing bagian memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda dari bagian lainnya, namun tetap memiliki hubungan yang saling mendukung dan kerja sama untuk memenuhi penyaluran informasi yang saling terkait untuk menghasilkan laporan keuangan entitas. Selain itu, manajemen entitas juga melakukan pengawasan dan perubahan kebijakan agar dapat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada entitas secara praktiknya, sehingga para karyawan dapat memahami serta menerapkan kebijakan tersebut sebagai suatu kepedulian terhadap perubahan kinerja entitas yang lebih baik. Ini bisa dilihat dengan adanya kebijakan dari manajemen untuk ikut menerapkan perubahan standar IFRS dalam pelaporan akuntansinya, sehingga pihak finance dan accounting mulai melakukan atau 91 mengikuti seminar atau pelatihan untuk memperdalam pengetahuan meraka atas perubahan standar IFRS tersebut. maka ketika penerapan SAK berbasis IFRS ini telah diterapkan pihak intenal sudah memiliki pemahaman atas perubahan tersebut. Berdasarkan hasil analisis penerapan pengendalian internal pada entitas terhadap sistem pengendalian internal berdasarkan COSO, maka dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal entitas pada pengawasan fisik aset masih kurang karena tidak adanya dokumentasi atas pelaporan penggunaan ataupun laporan kondisi fisik aset pada masing-masing divisi. Hal ini akan menyulitkan entitas pada saat penerapan standar IAS 16, dimana perlu adanya pelaporan pola konsumsi manfaat ekonomis dari aset tetap yang dimiliki entitas selama masa manfaatnya. Selain itu, entitas belum melakukan identifikasi dan analisis atas risiko yang mungkin terjadi dalam sistem entitas sehingga entitas dapat melakukan pencegahan dan pengendalian serta dapat melakukan minimalisasi akibat atas risiko tersebut. IV.4 Analisis Kesiapan Sistem Informasi Akuntansi Terhadap Standar Perlakuan Aset Tetap Berdasarkan IFRS Setelah melakukan wawancara dan observasi terhadap perlakuan akuntansi aset tetap pada Bina Nusantara University, menjabarkannya, dan melakukan analisis terhadap perlakuan standar IAS 16 (IFRS) mengenai aset tetap berdasarkan teori dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Maka penulis dapat memberikan pendapat atau usulan mengenai gambaran persiapan yang 92 dapat dilakukan oleh entitas dalam penerapan standar IFRS khususnya mengenai aset tetap. Sistem Informasi Akuntansi (SIA) yang digunakan entitas adalah aplikasi SAP (System, Application, and Products in Data Processing) yang memproses pencatatan dan penjurnalan aset tetap, penyusutan, penghentian pengakuan hingga penyajian laporan keuangan secara otomatisasi dan tersistem. Sistem SAP mengolah data transaksi akuntansi dan keuangan entitas dalam proses perhitungan yang tersistem, penjurnalan dan penyusutan secara otomatisasi selama masa manfaat hingga menghasilkan laporan keuangan akhir tahun yang terstruktur. Akan tetapi, peran pengguna sistem SAP (Asset Officer, Warehouse dan Direktorat IT) juga penting dalam pengolahan data dan mengontrol proses otomatisasi yang sesuai dengan bukti / dokumen pendukung, sehingga menghasilkan laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum. Oleh karena itu, pemahaman para pengguna terhadap perlakuan akuntansi pada aset tetap yang berdasarkan standar yang berlaku umum merupakan suatu hal penting untuk mendukung pengolahan data aset tetap pada SIA entitas. Setelah melakukan analisis persiapan penerapan standar konvergensi IFRS pada perlakuan akuntansi aset tetap entitas, maka selanjutnya penulis melakukan analisis pada SIA entitas dalam kesiapan menerapkan standar IAS 16 agar dapat mendukung persiapan penerapan standar IAS 16 pada perlakuan dan kebijakan aset tetap oleh entitas. Penulis akan menjabarkan analisis pada SIA entitas berdasarkan isu-isu utama dalam perlakuan akuntansi aset tetap secara 93 umum terhadap kasus-kasus pada entitas yang dapat dikembangkan dari standar konvergensi IFRS. Siklus Sistem Informasi Akuntansi pada Bina Nusantara University Dalam proses perolehan aset tetap, sistem SAP sebagai SIA utama entitas didukung oleh sistem informasi internal entitas yang berperan sekitar 70% dalam siklus perolehan aset tetap. Akan tetapi, SAP berperan penuh (100%) dalam proses pengakuan aset tetap hingga penghentian pengakuannya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Sebelum melakukan proses perolehan aset tetap, pihak manajemen entitas telah melakukan penganggaran (Budgeting) atas pengeluaran terhadap perolehan aset tetap selama periode tertentu. Selanjutnya penulis membahas siklus perolehan aset tetap pada sistem internal entitas hingga proses perlakuan aset tetap dalam aplikasi sistem SAP yang diterapkan oleh entitas. Untuk aset gedung yang dimiliki atas nama Yayasan, maka entitas tidak melakukan pencatatan aset gedung pada SIA entitas. 1. Leasehold Siklus SIA yang diterapkan entitas untuk transaksi perolehan aset Leasehold yaitu dengan permintaan (request) dari pihak end user / pengelola aset tetap dengan keputusan Building Management dan rektor / pengurus yayasan untuk melakukan renovasi pada gedung. Permintaan tersebut akan dikirim ke Procurement untuk selanjutnya dilakukan negosiasi dengan pihak kontraktor dalam penentuan biaya perolehan, waktu pelaksanaan serta ketentuan-ketentuan lainnya yang disepakati bersama. Setelah kedua belah pihak telah sepakat dan membuat kontrak, maka nomor kontrak tersebut menjadi nomor aset leasehold di dalam SAP sebagai asset master oleh Asset 94 Officer. Selain membuat asset master pada SAP, Asset Officer juga mengklasifikasikan transaksi-transaksi renovasi pada gedung ke dalam kelompok aset Leasehold atau diakui sebagai beban keuangan berdasarkan kebijakan internal manajemen entitas. Asset master yang telah diklasifikasikan kemudian dikirim ke Warehouse sebagai petunjuk entry jurnal dan pengakuan aset ke dalam sistem SAP setelah penerimaan barang. Jurnal-jurnal pada SAP sudah tersistem (ditentukan oleh Asset Officer) sehingga Warehouse memasukkan data transaksi secara otomatisasi dan terstruktur. Setelah proses penjurnalan, SAP akan melakukan perhitungan penyusutan hingga penghentian pengakuan atas aset tetap selama masa manfaat secara sistematis berdasarkan asset master yang sudah tersimpan dalam SAP. 95 Sumber : Hasil interview dengan Direktorat IT Bina Nusantara University 2. Vehicle dan Furniture & Fixture Siklus perolehan aset Vehicle dan Furniture & fixture pada SIA entitas dimulai ketika pihak end user (pengguna aset / Building Management) mengajukan permintaan dengan mengisi form permintaan aset Vehicle dan Furniture & fixture pada sistem internal yang akan dikirim ke Procurement. 96 Procurement menghubungi beberapa dealer atau vendor untuk melakukan penawaran harga hingga mencapai persetujuan pembelian diantara kedua belah pihak dengan membuat Purchase Order (PO) sebagai konfirmasi kepada end user dan Asset Officer mengenai pemesanan yang telah dilakukan melalui sistem internal. Asset Officer membuat asset master pada SAP berdasarkan bukti PO dari Procurement, mengklasifikasikannya ke dalam kelompok aset tetap untuk kemudian diserahkan kepada Warehouse. Setelah barang diterima, Warehouse melakukan entry jurnal atas transaksi barang yang diterima ke SAP, kemudian memberikan laporan atas penerimaan barang kepada end user agar dapat mengambil aset yang telah dipesan sebelumnya. Setelah entry jurnal, SAP akan melakukan proses penyusutan selama masa manfaat dan penghentian pengakuan aset tetap (closing asset) secara sistematis hingga menghasilkan laporan keuangan sebagai laporan penggunaan aset tetap bagi end user. 97 Sumber : Hasil interview dengan Direktorat IT Bina Nusantara University 3. Computer Siklus perolehan aset Computer pada SIA entitas sama dengan aset Vehicle dan Furniture & fixture. Akan tetapi, pihak end user untuk aset Computer adalah Direktorat IT (Information Technology) sebagai pengelola aset Computer selama masa manfaatnya. 98 Sumber : Hasil interview dengan Direktorat IT Bina Nusantara University 4. Book dan Low Value Asset (LVA) Siklus perolehan aset Book dan Low Value Asset (LVA) pada SIA entitas sebagian besar dilakukan oleh sistem internal yang dimiliki Library sebagai pihak pengelola aset Book dan LVA. Sistem internal tersebut digunakan untuk melakukan permintaan buku, penawaran dengan supplier / vendor 99 hingga pemesanan buku yang kemudian dilaporkan kepada Procurement dan Asset Officer untuk selanjutnya diproses sebagai data aset tetap pada sistem SAP. Selain melalui Library, pembelian aset Book dan LVA juga melalui dosen / karyawan dengan menyerahkan bukti pembayaran kepada Library untuk selanjutnya diserahkan kepada Procurement. Procurement akan mengirim data pembelian buku tersebut kepada Asset Officer untuk memasukan data tersebut (sesuai dengan data yang diberikan oleh Library) sebagai asset master, kemudian melakukan klasifikasi kelompok aset buku pada Book dan LVA untuk selanjutnya dikirim kepada Warehouse. Warehouse melakukan entry jurnal ke SAP atas pembelian buku, dan SAP akan mengolah data asset master dan jurnal dalam proses penyusutan dan penghentian pengakuan aset Book dan LVA, sehingga menghasilkan laporan keuangan bagi entitas. 100 Sumber : Hasil interview dengan Direktorat IT Bina Nusantara University Peran dan Tanggung jawab pada Siklus Sistem Informasi Akuntansi 1. Direktorat IT dan Library a. Merupakan end user untuk masing-masing aset tetap yang dikelola; b. Memiliki sistem informasi internal yang dikelola masing-masing untuk mendukung proses pengelolaan aset tetap; dan 101 c. Sebagai pihak yang melakukan permintaan aset tetap melalui sistem internal yang dikembangkan masing-masing, selain Building Management yang melakukan permintaan aset secara manual. 2. Request a. Mengisi form permintaan aset yang telah tersedia pada sistem internal entitas; b. Menerima konfirmasi dari Procurement mengenai laporan pemesanan aset yang diminta dengan bukti nomor Purchase Order (PO); dan c. Mendapat laporan penerimaan barang dari Warehouse atas aset yang dipesan untuk selanjutnya diambil oleh pihak end user yang melakukan permintaan aset tersebut. 3. Procurement a. Menerima form permintaan aset dari end user untuk melakukan negosiasi kepada pihak vendor / penjual yang akan memberikan penawaran harga atas permintaan aset; b. Membuat keputusan atas penawaran harga dari penjual dan membuat pemesanan aset; c. Membuat Purchase Order (PO) dan mengkonfirmasikan pemesanan aset kepada end user; dan d. Melaporkan transaksi pemesanan aset kepada Asset Officer. 4. Asset Officer a. Menerima laporan pemesanan aset dari Procurement dan membuat asset master pada SAP; 102 b. Melakukan klasifikasi atas transaksi aset yang diterima ke dalam kelompok aset tetap atau diakui sebagai beban keuangan; dan c. Mengirim data klasifikasi kelompok aset tetap kepada Warehouse. 5. Warehouse a. Menerima aset dari vendor / penjual dan melakukan entry jurnal ke dalam SAP atas transaksi aset yang diterima berdasarkan klasifikasi aset tetap dari Asset Officer; b. Melakukan konfirmasi kepada end user atas penerimaan aset yang telah diminta; dan c. Melakukan jurnal balik ataupun melakukan pembenaran atas kesalahan entry jurnal yang telah dibuat di dalam SAP. 6. Sistem Aplikasi SAP a. Menerima data asset master oleh Asset Officer dan jurnal transaksi aset tetap oleh Warehouse yang selanjutnya melakukan perhitungan penyusutan selama masa manfaat hingga penghentian pengakuan aset tetap, dan melaporkannya setiap periode akhir buku entitas; b. Saat masa manfaat aset tetap berakhir, sistem SAP menghentikan proses penyusutan dan menutup pengakuan atas aset tetap, dan membuat laporan keuangan pada akhir tahun buku entitas; dan c. Asset master atas aset tetap yang telah dihentikan pengakuannya tersimpan dalam sistem SAP sebagai data historis. 103 IV.3.1 Pengakuan Sistem Informasi Akuntansi (SIA) entitas mengakui suatu transaksi keuangan sebagai aset tetap, ketika Asset Officer menerima konfirmasi data pemesanan dari Procurement dan mengklasifikasikan transaksi pemesanan aset tersebut ke dalam kelompok aset tetap berdasarkan kebijakan internal yang ditetapkan manajemen entitas. Setelah melakukan klasifikasi aset tetap, Asset Officer akan membuat (create) asset master ke dalam SAP. Dalam pembuatan asset master, Asset Officer memasukkan data detail transaksi pemesanan, seperti nomor kelompok aset tetap, kode entitas, nomor aset, nomor Purchase Order (PO), kuantitas, cost center, nomor vendor, tanggal perolehan, tanggal kapitalisasi aset dan lainnya ke dalam sistem SAP. Untuk aset Computer memiliki serial number yang digunakan sebagai identitas pengguna personal (karyawan entitas) dan Insurance sebagai nomor garansi atas aset Computer. Sedangkan untuk aset buku perlakuannya berbeda dengan aset lainnya, dimana Library yang melakukan entry data dengan Nomor Induk Buku (NIB) sebagai nomor aset, sementara divisi Finance hanya melakukan pemeriksaan pada setiap akhir bulan. Untuk aset Leasehold, nomor kontrak merupakan nomor aset pada SAP. Asset Officer memasukkan data detail atau keterangan lainnya mengenai aset yang perlu disimpan ke dalam document header text. Ketika aset telah dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetapnya, maka secara otomatisasi SAP akan mengolah data jurnal transaksi aset tetap dengan asset master sebagai informasi dalam proses sistem perlakuan akuntansi aset tetap selanjutnya. 104 1. Saat create asset master, sistem SAP entitas belum menyediakan sistem atau fungsi untuk mengakui komponen aset tetap akibat dari penggantian komponen aset tetap selama masa manfaatnya. Seperti telah dibahas pada perlakuan aset tetap berdasarkan standar IFRS, bahwa penggantian komponen pada aset tetap dengan biaya perolehan yang signifikan terhadap biaya perolehan keseluruhan aset tetap dapat mempengaruhi perubahan masa manfaat entitas, sehingga pengakuan pada komponen aset tetap sebaiknya diakui secara terpisah dari komponen lainnya. Sistem SAP entitas juga belum dapat mengakui biaya perolehan atas komponen penggantian aset tetap secara terpisah dengan komponen lainnya pada aset tetap yang sama. Pada saat entitas melakukan penggantian komponen pada aset tetap, maka komponen baru tersebut dikapitalisasikan sebagai komponen aset tetap dan diakui ke dalam jurnal pengakuan komponen aset tetap secara terpisah dari komponen aset lainnya sebesar biaya perolehannya. Maka ketika dilakukan penyusutan, komponen aset tetap tersebut disusutkan secara terpisah berdasarkan masa manfaatnya. 2. Saat create asset master, sebaiknya sistem SAP entitas menyediakan fungsi sebagai master data mengenai komponen biaya perolehan aset tetap. Pada kasus Bina Nusantara University, komponen biaya perolehan aset tetap yang perlu ditambahkan ke dalam sistem SAP, seperti potongan harga (discount), pajak pembelian, biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap sesuai dengan kondisi yang diinginkan dan maksud oleh entitas, serta estimasi biaya pembongkaran / perbaikan yang telah dianggarkan oleh entitas. Komponen biaya perolehan aset tetap 105 dalam sistem SAP mempermudah user atau pengguna SAP dalam melakukan perhitungan biaya perolehan aset tetap berdasarkan standar konvergensi IFRS dan mempermudah dalam melakukan pemeriksaan atas kesalahan perhitungan pada sistem SAP. Sehingga biaya perolehan aset tetap yang ditetapkan merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan entitas untuk memperoleh aset tetap sesuai dengan kondisi dan maksud entitas. 3. Perlakuan akuntansi aset tetap entitas belum pernah menetapkan nilai residu atas aset tetap pada saat pelepasannya, maka sistem SAP entitas sebaiknya menyediakan fungsi sebagai penyedia informasi mengenai nilai residu yang telah ditetapkan oleh entitas saat pengakuan awal aset tetap. Nilai residu tersebut akan mempengaruhi perhitungan penyusutan aset selama masa manfaat, dan pengakuan nilai yang dapat diperoleh atas pelepasan aset tetap pada akhir masa manfaatnya. IV.3.2 Pengukuran Saat Pengakuan Sistem Informasi Akuntansi SAP pada entitas dalam proses entry jurnal atas pengakuan aset tetap dilakukan oleh Warehouse setelah penerimaan aset tetap dari vendor / penjual dan memperoleh data klasifikasi aset tetap dari Asset Officer. Warehouse melakukan pengakuan aset tetap dengan entry jurnal yang telah tersedia secara sistematis di dalam sistem SAP, sehingga Warehouse hanya perlu memilih jurnal yang akan digunakan dan mencatat biaya perolehan aset tetap atas penjurnalan tersebut. Untuk aset tetap yang diterima, Warehouse menjurnal dan mengakui aset tetap berdasarkan informasi klasifikasi aset tetap dari Asset Officer. Sedangkan untuk aset yang tidak diklasfikasikan sebagai aset tetap, maka Warehouse menjurnalnya 106 sebagai beban keuangan. Biaya perolehan yang diakui oleh Warehouse dalam penjurnalan aset tetap merupakan hasil neto harga perolehan aset tetap setelah dikurangi dengan biaya-biaya pembelian aset tetap. Sedangkan untuk biaya perbaikan / pembongkaran aset tetap dianggarkan terpisah dari biaya perolehan aset tetap oleh entitas. 1. Seperti pada pembahasan pengakuan aset tetap, bahwa biaya perolehan yang diakui atas aset tetap pada penjurnalan merupakan hasil perhitungan komponen biaya perolehan aset tetap. Oleh karena itu, sistem SAP entitas harus dapat menunjukkan informasi mengenai komponen biaya yang mempengaruhi besarnya (perhitungan nilai bersih) biaya perolehan aset tetap. Selain penambahan fungsi untuk memberikan informasi komponen biaya perolehan aset tetap, sistem SAP entitas juga perlu membuat sistem perhitungan biaya perolehan aset tetap berdasarkan komponen biaya perolehan aset tetap. Perhitungan komponen biaya perolehan aset tetap secara sistematis akan mempermudah dan mencegah terjadi kesalahan perhitungan atas pengakuan biaya perolehan aset tetap. Seperti pada kasus perolehan aset leasehold dimana terjadi perubahan komponen biaya perolehan selama masa konstruksi (seperti pemborosan biaya). Namun, sistem SAP dengan perhitungan biaya perolehan berdasarkan komponen biaya perolehan aset tetap akan lebih mudah dalam menemukan dan memperbaiki kesalahan perhitungan pada sistem SAP. 2. Pada pembahasan pengakuan aset tetap, bahwa perlakuan pengukuran komponen aset tetap sebagai bagian yang terpisah dari komponen lainnya karena penggantian komponen dengan biaya perolehan dan masa manfaat 107 berbeda secara signifikan dengan komponen lainnya. Maka entitas harus menambahkan account baru pada penjurnalan sistem SAP untuk mengakui komponen aset tetap secara terpisah berdasarkan biaya perolehan dan masa manfaatnya. Apabila biaya perolehan penggantian komponen aset tetap berdasarkan pada komponen biaya perolehannya, maka perhitungan biaya perolehan komponen aset tetap sama dengan perhitungan biaya perolehan aset tetap tanpa pengakuan komponennya secara terpisah. 3. Untuk aset tetap yang berasal dari sumbangan dan diakui sebagai sumbangan tidak terikat oleh entitas, maka sistem SAP dapat menambah account baru untuk transaksi perolehan aset tetap dari sumbangan, seperti Revenue from donations. Penambahan account atas pengakuan aset tetap sebagai sumbangan tidak terikat ini juga akan mempengaruhi format penyusunan laporan keuangan entitas pada sistem SAP, khususnya pada laporan aktivitas entitas. 4. Untuk nilai residu atas aset tetap yang ditetapkan oleh entitas saat pengakuan awal, maka sistem SAP entitas harus memiliki fungsi sebagai arsip nilai residu dari aset tetap yang diakui, dan memasukkan unsur nilai residu tersebut ke dalam formula perhitungan nilai penyusutan aset tetap selama masa manfaat hingga penghentian pengakuannya. Maka saat pelepasan aset tetap, sistem SAP entitas juga dapat menghasilkan perhitungan laba / rugi pelepasan aset tetap yang dihitung dari hasil selisih antara nilai residu aset tetap sebagai estimasi nilai yang 108 diharapkan dapat diperoleh kembali atas pelepasan aset tetap dengan nilai pelepasan aset tetap. IV.3.3 Pengukuran Setelah Pengakuan Masa manfaat aset tetap pada sistem SAP entitas telah tersistematisasi sesuai dengan kebijakan internal entitas untuk masing-masing kelompok aset tetap, sehingga sistem dapat melakukan proses penyusutan secara otomatisasi. Penjurnalan atas transaksi aset tetap yang telah dimasukkan ke dalam sistem SAP untuk selanjutnya dihitung nilai penyusutan atas aset tetap setiap periode berdasarkan metode garis lurus (Straight line method), dan secara langsung akan mengurangi nilai aset tetap secara sistematis sebagai akumulasi penyusutan atau penggunaan masa manfaat aset tetap. Untuk metode pengukuran aset tetap setelah pengakuan, entitas menggunakan model biaya. Entitas tidak pernah menggunakan model revaluasi atas aset tetap yang dimiliki atau menentukan nilai wajar aset tetap berdasarkan bukti pasar atau melalui penilaian tenaga ahli. 1. Dalam pengukuran aset tetap setelah pengakuan dengan model revaluasi, sistem SAP entitas harus dapat menyediakan fungsi untuk menerapkan perubahan nilai wajar atas aset tetap selama masa manfaatnya. Nilai wajar yang diperoleh entitas atas revaluasi aset tetap akan mempengaruhi proses penyusutan hingga penghentian pengakuan aset tetap. Perubahan nilai wajar untuk beberapa aset tetap memiliki frekuensi revaluasi yang signifikan, maka sistem harus dapat mengolah perubahan nilai wajar ke dalam proses penyusutan aset tetap pada periode revaluasi secara otomatisasi, sehingga nilai penyusutan yang dihasilkan sesuai dengan 109 perubahan nilai wajar dari hasil revaluasi aset tetap dan mengubah perhitungan nilai penyusutan untuk periode selanjutnya selama masa manfaatnya. 2. Pengaruh dari model revaluasi adalah perubahan nilai wajar aset tetap baik berupa peningkatan ataupun penurunan nilai wajar dari nilai tercatat aset tetap sebelumnya. Oleh karena itu, sistem SAP entitas perlu menambahkan account revaluation surplus atas peningkatan nilai wajar aset tetap dan account impairment loss untuk penurunan nilai wajar aset tetap pada proses penjurnalan SAP. Pengakuan perubahan nilai wajar aset tetap tersebut akan mempengaruhi laporan keuangan entitas pada Laporan Posisi Keuangan (A Statement Of Financial Position) atau neraca dan Laporan Pendapatan Komprehensif (A Statement Of Comprehensive Income) atau laporan laba / rugi, sehingga format penyusunan laporan keuangan yang dihasilkan secara sistematis oleh SAP juga perlu disesuaikan dengan penambahan account penjurnalan atas perubahan nilai wajar aset tetap. 3. Seperti telah dibahas pada proses pengakuan aset tetap pada sistem SAP entitas, bahwa pengakuan komponen aset tetap akan mempengaruhi pengukuran setelah pergakuan yang dihitung secara terpisah dari komponen lainnya. Oleh karena itu, sistem SAP entitas harus dapat menghitung pengukuran atas aset tetap berdasarkan nilai wajar komponen aset secara terpisah selama masa manfaatnya. Jika ada, entitas juga dapat melakukan revaluasi atas masa manfaat yang dapat diperoleh dari komponen aset tetap secara terpisah dengan komponen lainnya. 110 IV.3.4 Penyusutan Selama proses pengukuran setelah pengakuan, sistem SAP entitas akan menyusutkan nilai tercatat aset tetap selama masa manfaatnya. Proses penyusutan aset tetap pada SIA entitas menggunakan metode garis lurus (Straight line method) dengan estimasi masa manfaat sesuai kebijakan yang ditetapkan manajemen pada masing-masing kelompok aset tetap entitas. Proses perhitungan penyusutan aset tetap secara sistematis hingga masa manfaatnya berakhir, dan sistem akan mengakui nilai tercatat aset tetap setelah disusutkan, serta melaporkan penambahan akumulasi penyusutan atas aset tetap pada setiap periode pelaporan keuangan entitas hingga proses penghentian pengakuan aset tetap. 1. Sebagai pengaruh dari penerapan model revaluasi dalam pengakuan nilai wajar aset tetap pada periode revaluasi, maka proses penyusutan pada sistem SAP entitas akan terpengaruh dengan perubahan nilai wajar aset tetap yang akan disusutkan pada periode revalusi. Sehingga perhitungan pada sistem yang berjalan secara otomatisasi perlu disesuaikan agar perhitungan nilai penyusutan dapat disesuaikan dengan nilai wajar aset tetap yang berubah pada periode revaluasi. 2. Penerapan model revaluasi tidak hanya mempengaruhi perhitungan nilai yang disusutkan dari aset tetap pada periode revalusi, tetapi juga mempengaruhi perubahan masa manfaat dari aset tetap. Entitas dalam melakukan revaluasi nilai wajar aset tetap memperoleh informasi bahwa terjadi perubahan masa manfaat atas aset tetap, baik berupa peningkatan ataupun penurunan masa manfaat yang dapat diperoleh entitas atas aset 111 tetap tersebut. Oleh karena itu, sistem SAP entitas yang menerapkan perlakuan masa manfaat secara otomatisasi berdasarkan kebijakan internal manajemen perlu menyesuaikan fungsi masa manfaat yang sudah tersistematis pada SAP agar dapat melakukan perubahan masa manfaat atas aset tetap akibat revaluasi yang dilakukan oleh entitas. Perubahan masa manfaat ini secara langsung akan mempengaruhi proses perhitungan nilai yang dapat disusutkan dari aset tetap pada periode revalusi. 3. Seperti pada pembahasan proses pengakuan aset tetap pada sistem SAP entitas, bahwa pengakuan komponen aset tetap secara terpisah selama masa manfaatnya juga akan mempengaruhi proses penyusutan atas komponen aset tetap yang terpisah pula. Sistem SAP entitas harus dapat menghitung nilai penyusutan atas komponen aset tetap yang telah diakui secara terpisah dari komponen lainnya selama masa manfaatnya. Apabila entitas dapat mengukur nilai wajarnya, maka proses penyusutan atas komponen aset tetap tersebut juga harus dapat disesuaikan dengan nilai wajar yang diperoleh akibat revaluasi pada komponen aset tetap. 4. Sistem SAP entitas dapat menampilkan hasil penyusutan dari masingmasing komponen sebagai bagian dari pengakuan keseluruhan aset tetap, atau bisa digambarkan sebagai berikut: 31 Dec 2010 Vehicle – Toyota A 12,500,000 (100,000,000 ÷ 4 tahun ÷ 2) Toyota A – Spare part 2,000,000 (4,000,000 ÷ 1 tahun ÷ 2) Toyota A – Ovehaul 1,000,000 (masa manfaat 6 bulan habis) 112 Atau entitas dapat memilih mengakui masing-masing komponen aset tetap secara terpisah dan dilaporkan sebagai bagian dari pengakuan keseluruhan aset tetap. Ketika sistem sudah melakukan perhitungan penyusutan atas komponen aset tetap, maka hasil perhitungan tersebut diakui sebagai pengurang pada masing-masing komponen aset tetap. 31Jul 2010 31 Dec 2010 Vehicle – Toyota A 100,000,000 (masa manfaat 4 tahun) Toyota A – Spare part 4,000,000 (masa manfaat 1 tahun) Toyota A – Ovehaul (masa manfaat 6 bulan) Vehicle – Toyota A 1,000,000 87,500,000 Toyota A – Spare part 2,000,000 Toyota A – Ovehaul 0 (100,000,000 – 12,500,000) (4,000,000 – 2,000,000) (Penyusutan habis aset tetap) 5. Untuk beberapa kasus pada perlakuan akuntansi aset tetap entitas, dimana pemanfaatan entitas atas aset tetap tidak selalu bersifat statis, seperti beberapa aset tetap yang memberikan manfaat lebih besar pada periode waktu tertentu selama masa manfaatnya. Maka sistem SAP entitas harus dapat menambah fungsi untuk metode penyusutan yang sesuai dengan pola konsumsi ekonomis manfaat atas aset tetap. Misalnya untuk aset furniture & fixture, mesin fotocopy dengan metode jumlah unit (sum of the unit method). Sehingga metode perhitungan nilai penyusutan aset tetap yang digunakan pada sistem SAP entitas dapat sesuai dengan kebutuhan perlakuan akuntansi aset tetap yang diterapkan oleh entitas. 113 IV.3.5 Penurunan Nilai Seperti dalam pembahasan sebelumnya, bahwa entitas belum pernah menggunakan model revaluasi atas nilai wajar aset tetap berdasarkan bukti pasar selama masa manfaatnya. Maka entitas belum pernah menerapkan perlakuan penurunan nilai atas aset tetap (Impairment of Assets) berdasarkan standar konvergensi IFRS. 1. Dalam proses penerapan model revaluasi, sistem SAP entitas harus menambah account impairment loss sebagai pengakuan atas penurunan nilai wajar aset tetap. Account impairment loss digunakan untuk mengakui rugi yang diperoleh entitas atas penurunan nilai wajar dari nilai tercatat aset tetap sebelumnya berdasarkan model revaluasi. Pengakuan penurunan nilai atas aset tetap ini juga akan mempengaruhi format penyusunan laporan keuangan entitas yang dihasilkan oleh sistem pada akhir periode. IV.3.6 Penghentian Pengakuan Entitas menghentikan pengakuan aset tetap ketika masa manfaat atas aset tetap telah berakhir dan biaya perolehan aset tetap telah disusutkan habis, atau ketika entitas melakukan pelepasan aset tetap melalui penjualan, seperti pada aset Computer, Furniture & fixture dan Vehicle. Untuk aset tetap yang dihentikan pengakuannya akibat masa manfaat yang sudah berakhir, sistem SAP entitas mengakui nilai tercatat aset tetap menjadi nol (0) tanpa nilai residu. Sedangkan untuk pelepasan aset tetap melalui penjualan, sistem SAP entitas melakukan jurnal penutupan atas aset tetap, dan menyusutkan seluruh nilai tercatat aset tetap yang belum disusutkan sampai periode pelepasan aset 114 tetap. Namun, pada proses penghentian pengakuan aset tetap, data asset master atas aset tetap tersebut masih tersimpan pada sistem SAP entitas sebagai data historis. 1. Setelah entitas sudah menentukan nilai residu atas aset tetap pada awal pengakuannya, maka sistem harus dapat mengakui perolehan laba / rugi atas pelepasan aset tetap dengan menghitung selisih antara nilai pelepasan aset tetap dengan nilai residu atas aset tetap yang telah ditetapkan sebelumnya. 2. Apabila entitas telah mengakui komponen aset tetap secara terpisah dari komponen lainnya pada aset tetap yang sama, maka penghentian pengakuannya juga terpisah dengan komponen lainnya karena biaya perolehan dan masa manfaat yang berbeda secara signifikan diantara komponen aset tetap tersebut. Sedangkan untuk komponen aset tetap yang digantikan, biaya perolehannya dihentikan pengakuannya secara terpisah dari komponen lainnya yang belum digantikan tanpa memperhatikan apakah komponen yang digantikan telah disusutkan secara terpisah. 3. Pada saat penghentian pengakuan atau pelepasan aset tetap, maka data asset master pada sistem SAP entitas seharusnya sudah tidak tersimpan lagi (derecognition). Berdasarkan siklus perolehan aset tetap pada sistem SAP entitas yang telah dibahas sebelumnya, bahwa asset master digunakan untuk menyimpan data-data aset tetap yang diperoleh dan dimiliki oleh entitas. Saat aset tetap sudah dihentikan pengakuannya atau dilepaskan (penjualan / penyewaan), maka aset tetap tersebut sudah tidak 115 dapat diakui lagi sebagai aset tetap oleh entitas dan data aset tetap pada asset master harus dihapuskan atau dihentikan pengakuannya oleh sistem SAP entitas, karena kepemilikan entitas atas aset tetap tidak berlaku lagi. Entitas dapat menghapus data asset master atas aset yang telah dilepas dengan menginput data pelepasan aset berdasarkan dokumen pelepasan yang telah dibuat, sehingga sistem akan menghapus nilai aset tersebut dan mengakui penghentian pengakuan asset master atas data pelepasan tersebut. IV.4 Hasil Analisis yang Dicapai 1. Kondisi Dalam analisis kesiapan Sistem Informasi Akuntansi entitas mengenai penerapan standar IFRS khususnya IAS 16 mengenai Property, Plant and Equipment (aset tetap), penulis memperoleh temuan-temuan mengenai 116 kondisi Sistem Informasi Akuntansi (SAP) pada entitas yang dapat dinyatakan belum siap sepenuhnya dalam menerapkan standar IFRS dan perlu adanya penyesuaian dan persiapan terhadap perlakuan standar dan penerapan pelaporan pada Sistem Informasi Akuntansi entitas, antara lain: a. Untuk aset tetap yang diperoleh melalui sumbangan, entitas mengakuinya sebagai aset tetap pada sistem SAP entitas dengan nomor aset baru, tetapi entitas tidak mencatat biaya perolehan dan masa manfaat atas aset tetap yang berasal dari sumbangan tersebut karena tidak adanya informasi atas aset tetap tersebut. b. Saat pengakuan biaya perolehan atas aset tetap, entitas mengakui biaya perolehan aset tetap berdasarkan harga perolehannya, tanpa menentukan komponen-komponen biaya perolehan atas aset tetap tersebut. Sehingga biaya perolehan atas aset tetap oleh entitas berasal dari nilai neto biaya perolehan aset tetap tanpa perhitungan komponen biaya lainnya yang dikeluarkan entitas untuk memperoleh aset tetap sesuai dengan kondisi dan maksud entitas. c. Sistem SAP entitas mengukur nilai tercatat aset tetap setelah pengakuan menggunakan model biaya (cost model), dimana nilai tercatat aset tetap diperoleh dari perhitungan biaya perolehan aset tetap berdasarkan biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan aset tetap selama masa manfaatnya. Selain itu, sistem SAP entitas belum siap sepenuhnya dalam menerapkan model revaluasi berdasarkan perubahan standar IFRS. Sistem SAP entitas belum dapat mengolah nilai wajar aset tetap berdasarkan revaluasi aset tetap atas bukti pasar. Sistem SAP entitas juga belum dapat 117 melakukan perhitungan nilai penyusutan dengan perubahan masa manfaat berdasarkan model revaluasi terhadap aset tetap. d. Sistem SAP entitas melakukan penyusutan aset tetap hanya menggunakan metode garis lurus (Straight line method). Sedangkan metode penyusutan lainnya seperti metode saldo menurun (disminshing balance method) dan metode jumlah unit (sum of the unit method) belum pernah diterapkan sebagai metode penyusutan yang mencerminkan pola konsumsi manfaat ekonomis aset tetap oleh entitas. e. Entitas mengakui penggantian komponen pada aset tetap sebagai biaya perbaikan, tanpa mengakui penambahan masa manfaat aset tetap atas penggantian komponen tersebut. Oleh karena itu, sistem SAP entitas juga belum dapat melakukan pengakuan atas komponen aset tetap dari transaksi penggantian komponen pada aset tetap. f. Saat pelepasan aset tetap, entitas menetapkan nilai penjualan aset tetap berdasarkan harga penawaran tertinggi atas penjualan melalui pelelangan dan dealer atau perantara. Sedangkan untuk aset tetap yang penghentian pengakuan karena masa manfaat berakhir, nilai residu yang diakui entitas adalah nol (0) atau nilai tercatat aset tetap disusutkan habis pada akhir masa manfaatnya. g. Sistem SAP entitas mengakui penghentian pengakuan / pelepasan aset tetap dengan menyusutkan seluruh nilai tercatat aset hingga nol (0) dan menghentikan pengakuan kepemilikan entitas atas aset tetap, tetapi asset master atas aset tetap tersebut dalam sistem SAP entitas masih disimpan sebagai data historis entitas. 118 2. Kriteria Berdasarkan kondisi yang ditemukan dalam melakukan analisis perlakuan akuntansi pada aset tetap entitas terhadap perubahan standar IFRS, maka penulis dapat memberikan standar atau kebijakan yang dapat dijadikan acuan dan panduan dalam proses penyesuaian dan persiapan entitas dalam menerapkan standar IAS 16 berdasarkan pada kondisi yang telah dijabarkan sebelumnya, yaitu: a. Berdasarkan PSAK No 45 (revisi 2010) mengenai Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba, bahwa aset tetap yang diperoleh melalui sumbangan diakui sebagai sumbangan tidak terikat. Sumbangan tidak terikat merupakan sumber daya yang penggunaannya tidak dibatasi untuk tujuan tertentu oleh penyumbang. Maka aset tetap yang diperoleh dari sumbangan pihak luar entitas harus diakui sebagai sumbangan tidak terikat dan dicatat sebagai pendapatan dari sumbangan tidak terikat pada laporan aktivitas entitas. Meskipun aset tetap dari sumbangan tidak memberikan biaya perolehan atas aset tetap tersebut, tetapi entitas dapat menggunakan bukti pasar dalam menetapkan biaya perolehan atas aset tetap sumbangan tersebut beserta estimasi masa manfaatnya. b. Berdasarkan standar IAS 16 (PSAK No. 16 revisi 2007) bahwa biaya perolehan aset tetap merupakan perhitungan selisih antara harga perolehan dengan komponen biaya perolehan yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap yang sesuai dengan kondisi dan maksud entitas, seperti bea impor, potongan harga dan pajak pembelian, biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan 119 kondisi yang diinginkan entitas, serta estimasi awal biaya pembongkaran atau perbaikan aset tetap selama masa manfaatnya. Oleh karena itu, komponen biaya perolehan atas aset tetap wajib ditentukan oleh entitas, agar biaya perolehan yang ditetapkan setara dengan nilai tunai yang dikeluarkan entitas untuk memperoleh aset tetap sesuai dengan kondisi dan maksud entitas, dan pengguna dapat mengetahui perhitungan biaya perolehan dengan lebih mudah dan terstruktur. c. Perubahan yang paling besar dalam proses konvergensi standar akuntansi berdasarkan IFRS adalah penerapan pengakuan nilai wajar atas aset tetap selama masa manfaatnya. Pengukuran nilai wajar atas aset tetap disebut juga model revaluasi, dimana aset tetap dilakukan revaluasi atas nilai wajar yang diperoleh bersifat material dan signifikan atas nilai tercatat aset tetap periode sebelumnya. Apabila perubahan nilai wajar atas aset tetap mengalami peningkatan atas nilai tercatat aset tetap periode sebelumnya, maka entitas harus mencatat sebagai revaluation surplus. Sedangkan untuk penurunan nilai wajar atas aset tetap dicatat sebagai impairment loss. Standar perlakuan untuk penurunan nilai pada aset berdasarkan pada standar IAS 36 (PSAK No. 48) mengenai penurunan nilai aset (Impairment of Assets). d. Berdasarkan hasil analisis terhadap perlakuan akuntansi aset tetap entitas, bahwa beberapa aset tetap mengalami perubahan pola konsumsi manfaat ekonomis dari aset tetap oleh entitas. Oleh karena itu, entitas harus dapat melakukan penyusutan aset tetap tidak hanya berdasarkan pada metode garis lurus (Straight line method) saja, tetapi juga dapat melakukan 120 penyusutan aset tetap dengan metode penyusutan lainnya, seperti metode saldo menurun (Disminshing balance method) dan metode jumlah unit (Sum of the unit method). Sehingga entitas siap melakukan perhitungan nilai penyusutan aset tetap berdasarkan kebutuhan dan sesuai dengan pola konsumsi manfaat ekonomis dari aset tetap yang diperoleh entitas selama masa manfaatnya. e. Berdasarkan standar IAS 16 (PSAK No. 16 revisi 2007), bahwa entitas harus mengakui biaya penggantian komponen aset tetap dalam jumlah tercatat aset tetap secara terpisah pada saat terjadinya, hanya jika pengeluaran tersebut memenuhi kriteria untuk diakui sebagai bagian dari aset. Oleh karena itu, penggantian komponen pada aset tetap harus diakui secara terpisah dari komponen lainnya dengan biaya perolehan dan masa manfaatnya yang bersifat signifikan (Component Accounting). Entitas harus dapat menambahkan proses penjurnalan untuk mengakui komponen-komponen pada aset tetap yang digantikan sehingga menambah masa manfaat atas aset tetap. Penggantian komponen aset tetap ini diakui berdasarkan biaya perolehannya secara terpisah dari komponen aset tetap tersisa lainnya dengan masa manfaat yang berbeda, sedangkan nilai tercatat dari komponen aset tetap yang digantikan harus disusut habis (0) pada saat penggantian komponen tersebut. Penyusutan dan penghentian pengakuan atas komponen aset pengganti dan komponen tersisa pada aset tetap tersebut juga harus diakui secara terpisah. Bila entitas tidak dapat mengukur secara andal biaya perolehan atas komponen tersisa dari aset tetap tersebut, maka entitas dapat memperbandingkan 121 nilai komponen tersisa dengan total biaya perolehan aset tetap tersebut. Penggantian komponen aset tetap juga dapat mempengaruhi penambahan masa manfaat aset tetap tersebut, sehingga entitas harus dapat mengolah perhitungan penyusutan atas aset tetap dengan perubahan masa manfaat atas penggantian komponen aset tetap tersebut. f. Berdasarkan standar IAS 16 (PSAK No. 16 revisi 2007), bahwa entitas harus menetapkan nilai residu yang dapat diperoleh kembali atas pelepasan aset tetap. Entitas dapat menentukan nilai residu aset tetap berdasarkan pengalaman manajemen entitas dalam memperlakukan aset tetap yang serupa sebelumnya. Nilai residu yang telah ditentukan pada awal pengakuan aset tetap digunakan entitas dalam menentukan laba / rugi yang diperoleh entitas pada saat pelepasan aset tetap. Oleh karena itu, entitas harus melakukan perhitungan laba / rugi atas pelepasan aset tetap dengan menghitung selisih antara nilai pelepasan aset tetap dengan nilai residu yang telah ditetapkan entitas pada awal pengakuan. Laba dari hasil pelepasan tidak boleh diakui sebagai pendapatan oleh entitas. g. Berdasarkan standar IAS 16 (PSAK No. 16 revisi 2007), bahwa saat entitas melakukan penghentian pengakuan ataupun pelepasan atas aset tetap, maka entitas tidak memiliki hak kepemilikan atas aset tetap tersebut. Oleh karena itu, entitas harus menghapus / mengeliminasi data aset tetap tersebut sebagai konsekuensi penghentian pengakuannya. Apabila data aset tetap masih ada pada asset master entitas, maka hal tersebut mencerminkan bahwa entitas masih memperoleh risiko dan manfaat atas kepemilikan aset tetap yang telah dihentikan pengakuannya tersebut. 122 3. Sebab Berdasarkan analisis kesiapan perlakuan akuntansi aset tetap pada entitas terhadap standar IFRS, maka beberapa hal yang menurut penulis menjadi penyebab ketidaksiapan sepenuhnya pada entitas dalam menerapkan standar IAS 16 ini, yaitu: a. Kebijakan dari manajemen entitas yang belum dapat menerapkan perubahan-perubahan standar konvergensi IFRS dalam perlakuan akuntansi aset tetapnya. b. Kurangnya pemahaman pihak entitas (khususnya divisi finance dan accounting) mengenai perubahan-perubahan pada standar akuntansi konvergensi IFRS, khususnya mengenai perlakuan akuntansi aset tetap, yaitu IAS 16 (PSAK No, 16 revisi 2007) mengenai aset tetap (Property, plant and equipment), IAS 36 (PSAK No. 48 tahun 1998) mengenai penurunan nilai aset (Impairment of Assets) dan PSAK No. 45 (revisi 2010) mengenai Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba. c. Pengendalian internal (internal control) yang kurang baik dalam pengawasan fisik aset tetap selama masa manfaatnya yang sering berpindah-pindah tangan di antara divisi-divisi pada entitas. 4. Akibat Konsekuensi yang terjadi pada entitas atas temuan-temuan yang diperoleh penulis atas pembahasan diatas adalah : a. Entitas belum siap sepenuhnya dalam menerapkan standar konvergensi IFRS, khususnya IAS 16, karena entitas belum pernah menerapkan perubahan standar akuntansi konvergensi IFRS, baik dalam pencatatan 123 dan pelaporan akuntansi aset tetap, serta SIA entitas dalam mengolah data aset tetapnya. b. Berdasarkan standar akuntansi aset tetap yang telah di konvergensi dengan standar IFRS, maka beberapa isu-isu pada perlakuan akuntansi aset tetap oleh entitas masih terjadi kekeliruan dalam pengakuan dan pencatatannya. c. Pengendalian internal yang kurang baik dalam proses pengawasan fisik aset tetap selama masa manfaatnya, sehingga entitas belum siap sepenuhnya dalam penerapan model revaluasi atas pengukuran aset tetap setelah pengakuan berdasarkan standar IFRS. Entitas akan sulit melakukan revaluasi nilai wajar, karena fisik aset yang berpindah-pindah dan tidak adanya pelaporan secara berkala yang mengambarkan pola konsumsi manfaat ekonomis yang diperoleh dari aset tetap oleh entitas. 5. Rekomendasi Berdasarkan hasil analisis kesiapan SIA entitas dalam penerapan standar IAS 16, maka beberapa rekomendasi yang dapat diusulkan mengenai langkah-langkah yang dapat entitas lakukan dalam penyesuaian dan persiapan terhadap penerapan standar IFRS, yaitu: a. Berdasarkan hasil analisis dan observasi atas perlakuan akuntansi aset tetap, bahwa entitas belum pernah melakukan penerapan perubahan standar akuntansi konvergensi IFRS pada perlakuan aset tetap entitas. Maka untuk mendukung pemahaman entitas atas perubahan standar IFRS tersebut, entitas dapat mengikuti pelatihan atau seminar mengenai perubahan dan pengaruh konvergensi standar IFRS terhadap standar 124 akuntansi keuangan di Indonesia. Selain itu, sebaiknya pemahaman atas perubahan standar IFRS ini tidak hanya diwajibkan kepada divisi finance, accounting, serta asset officer yang bertanggung jawab langsung dalam pengolahan data aset tetap, tetapi juga semua pihak yang berkaitan langsung ataupun pihak yang memperoleh manfaat langsung dari aset tetap. Sehingga pengawasan fisik aset tetap dapat dilakukan dengan lebih baik dan mudah untuk menentukan pola pemanfaatan yang diperoleh dari aset tetap oleh entitas. b. Menindak-lanjuti usulan pada point sebelumnya, bahwa entitas lebih baik menyediakan bagian pengawasan internal aset tetap, seperti asset management, yang bertanggung jawab dalam pengawasan fisik aset tetap dan melaporkan konsumsi manfaat ekonomis yang diperoleh aset tetap selama masa manfaatnya. Sehingga entitas dapat lebih mudah melakukan revaluasi nilai wajar atas aset tetap dan mempermudah pengawasan dari kesalahan ataupun kecurangan yang mungkin terjadi atas konsumsi manfaat ekonomis aset tetap oleh entitas. c. Entitas perlu melakukan peninjauan ulang mengenai kriteria pengakuan aset berwujud sebagai aset tetap berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. Penulis mengusulkan agar entitas dapat meninjau kembali pengakuan Low Value asset (LVA) sebagai aset tetap entitas, karena LVA tidak memenuhi kriteria aset tetap dimana aset tetap merupakan aset berwujud yang diharapkan dapat digunakan selama lebih dari satu periode. Sedangkan entitas mengakui masa manfaat dari aset LVA tidak lebih dari satu periode (hanya 1 bulan). 125 d. Untuk mendukung penerapan model revaluasi pada perlakuan akuntansi aset tetap oleh entitas, maka penulis mengusulkan agar entitas dapat menentukan tenaga / jasa ahli penilai yang dapat diyakini secara profesional atau media informasi / bukti pasar yang dapat diperoleh dan digunakan entitas untuk mengukur nilai wajar atas aset tetapnya. Seperti aset gedung dan leasehold melalui arsitektur atau ahli interior untuk melakukan revaluasi nilai wajarnya, aset Vehicle melalui media informasi dealer-dealer resmi kendaraan, aset computer melalui media informasi umum atau bursa harga di pusat penjualan alat elektronik, serta aset buku melalui harga pasaran di toko-toko buku atau supplier buku lainnya. e. Entitas dapat mengakui masa manfaat atas aset tetap berdasarkan estimasi yang ditetapkan kebijakan manajemen entitas. Namun, apabila selama masa manfaat aset tetap ditemukan bukti penilaian yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan masa manfaat yang dapat diperoleh atas aset tetap tersebut, maka entitas harus dapat mengakui perubahan masa manfaat tersebut sebagai masa manfaat yang dapat diperoleh dari aset tetap atas revaluasi yang dilakukan oleh entitas. f. Apabila Warehouse sebagai pihak yang melakukan entry jurnal atas transaksi aset tetap tidak memiliki pemahaman mengenai komponenkomponen pada aset tetap, maka penulis menyarankan agar penentuan pengakuan atas komponen pada aset tetap ditetapkan oleh pihak pengelola atau end user atas aset tetap tersebut yang memiliki pemahaman mengenai komponen-komponen pada aset tetap. Sehingga pengakuan akuntansi atas komponen aset tetap dapat lebih mudah dan tidak 126 menimbulkan kebinggungan saat pengakuan penggantian komponen aset tetap secara terpisah dari komponen lainnya. g. Penentuan nilai residu atas aset tetap dapat ditentukan oleh entitas berdasarkan pengalaman entitas dalam memperlakukan aset tetap yang sama sebelumnya atau estimasi atas penilaian ahli penilai / bukti pasar atas aset tetap tersebut. h. Dalam penentuan komponen biaya perolehan aset tetap, Procurement harus dapat memberikan informasi kepada Asset Officer mengenai detail komponen biaya perolehan aset tetap dari persetujuan pemesanan aset tetap, biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mencapai kondisi dan maksud yang diinginkan oleh entitas, serta estimasi biaya yang telah dianggarkan oleh entitas untuk pembongkaran dan perbaikan aset tetap selama masa manfaatnya. Sehingga Asset Officer dapat membuat asset master atas aset tetap dengan biaya perolehan yang lebih detail berdasarkan komponen biaya perolehan aset tetap. i. Perubahan nilai wajar yang diperoleh entitas melalui model revaluasi dapat diakui oleh entitas, hanya jika nilai wajar yang diperoleh bersifat material dan signifikan (lebih dari 10%) dengan nilai tercatat aset tetap sebelum periode revalusi. Perubahan nilai wajar aset tetap yang bersifat material dan signifikan juga mempengaruhi frekuensi revaluasi atas aset tetap yang dilakukan entitas selama masa manfaatnya. j. Entitas dapat memilih pengakuan akumulasi penyusutan atas aset tetap dengan model revaluasi dengan menyajikan kembali secara proposional 127 dengan perubahan dalam jumlah tercatat bruto aset sehingga jumlah tercatat aset setelah revaluasi sama dengan jumlah revalusian. Contoh : Pada akhir tahun, entitas membeli komputer dengan harga Rp. 10.000.000 dan akumulasi penyusutan yang telah di revaluasi sebesar Rp. 4.000.000. Sebagai konsekuensi, nilai revaluasi atas komputer tersebut sebesar Rp. 9.000.000 Biaya disajikan kembali (10,000,000 * 9,000,000 ÷ 6,000,000*) = 15,000,000 Akumulasi penyusutan disajikan kembali ( 4,000,000 * 9,000,000 ÷ 6,000,000*) = (6,000,000) * ( 10,000,000 – 4,000,000 ) = 6,000,000 Atau mengeliminasinya terhadap jumlah tercatat bruto dari aset dan jumlah tercatat neto setelah eliminasi disajikan kembali sebesar jumlah revalusian dari aset tersebut. Biaya perolehan = 10,000,000 Akumulasi penyusutan yang di eliminasi ( 4,000,000 – 3,000,000) = (1,000,000) * ( 9.000.000 – 6.000.000 ) = 3.000.000 k. Jika jumlah tercatat aset mengalami peningkatan, maka kenaikan tersebut langsung di kredit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi (revaluation surplus). Namun, kenaikan tersebut tidak harus diakui dalam laporan laba rugi sebesar jumlah penurunan akibat revaluasi yang pernah diakui sebelumnya atas nilai aset tetap tersebut. Sedangkan jika jumlah tercatat aset mengalami penurunan, maka penurunan tersebut diakui dalam 128 laporan laba rugi. Namun, penurunan akibat revaluasi tersebut langsung di debit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi (revaluation surplus) selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi atas aset tersebut. Contoh penjurnalan untuk kasus ini sudah dibahas penulis pada pembahasan sebelumnya, dan contoh format penyusunan laporan keuangan pada entitas akibat proses revaluasi ini akan dibahas pada bagian lampiran 1. l. Penulis mengusulkan agar entitas melakukan revaluasi atas perubahan pola konsumsi manfaat ekonomis yang diperoleh dari aset tetap oleh entitas, karena pola pemanfaatan aset tetap berdasarkan pada kondisi dan kebutuhan entitas yang berubah pada periode tertentu. Maka entitas dapat melakukan perubahan metode penyusutan berdasarkan pola konsumsi manfaat ekonomis yang diperoleh dari aset tetap tersebut. m. Penulis mengusulkan agar data historis atas aset tetap yang disimpan pada sistem SAP entitas dihapuskan / dieliminasi sebagai bentuk pelepasan kepemilikan entitas atas aset tetap. Maka data asset master atas aset tetap pada sistem SAP entitas sebaiknya dihapuskan pada saat penghentian pengakuan maupun pelepasan aset tetap tersebut. 129