Kesimpulan Kooptasi terhadap pebisnis merupakan upaya PKC untuk beradaptasi secara institusional. PKC dituntut untuk menyesuaikan diri dengan situasi Cina kontemporer demi menjaga dominasinya sebagai partai penguasa. Untuk menghindari tuntutan reformasi dari luar partai, PKC bertekad untuk menginisiasi perubahan dari dalam. Transformasi dilakukan secara sistematis dan struktur untuk menjaga kondusivitas partai yang beranggotakan lebih dari 85 juta orang ini. Upaya adaptasi yang dilakukan oleh PKC menunjukkan responsivitas rezim penguasa Cina dalam menghadapi tantangan jaman. Untuk menjelaskan bagaimana PKC mempertahankan dominasinya secara politik, penulis menggunakan teori institusionalisme Hungtington. Sesuai dengan teori tersebut, terdapat empat indikator upaya adaptasi PKC yang ditemukan oleh penulis. Pertama, adaptabilitas. Relasi dengan pebisnis memungkinkan PKC untuk menperoleh aliran informasi dan mengelola kepentingan kolektif secara damai. Keterlibatan pebisnis dalam proses politik menunjukkan upaya PKC untuk mengakomodasi aneka kepentingan masyarakat yang semakin heterogen dan kompleks. Kedua, kompleksitas institusional. Kooptasi pebisnis adalah cara PKC untuk memastikan loyalitas pebisnis terhadap partai penguasa. Pebisnis dilibatkan dalam hierarki kelembagaan di berbagai tingkatan. Ketiga, mempertahankan kohesivitas partai. Masuknya pebisnis dalam struktur partai tidak disambut dengan tangan terbuka oleh semua anggota partai. Beberapa pejabat partai yang cenderung ortodoks khawatir bahwa adanya nilai dan norma baru dari kalangan pebisnis akan merusak sinergi antarelit. Keempat, otonomi organisasi. Otonomi membatasi dan memperlunak dampak dari masuknya kelompok-kelompok baru. Kooptasi terhadap pebisnis mencegah mereka untuk bergabung dalam gerakan yang mengancam eksistensi rezim. Terkait berbagai isu, pebisnis cenderung untuk menyelaraskan pandangan mereka dengan pemerintah Cina. Kooptasi terhadap pebisnis dilakukan oleh PKC dengan tujuan untuk memperkuat sistem. PKC terdiri atas sejumlah komponen yang terkoordinasi untuk menjalankan fungsi pemerintahan. Penulis menemukan sejumlah motivasi PKC dalam mengkooptasi pebisnis. Pertama, pebisnis merupakan strata sosial yang penting. Dengan demikian, pebisnis memiliki modal ekonomi maupun sosial untuk memobilisasi massa. Mengingat PKC membutuhkan kader-kader dengan kecakapan teknis dan manajerial yang mencukupi untuk beradaptasi menjawab tantangan jaman, akan sulit apabila ia hanya mengandalkan dukungan dari kaum buruh dan petani. Kedua, kooptasi dilakukan untuk mempertahankan legitimasi PKC. Keterlibatan pebisnis dalam proses politik meningkatkan kredibilitas partai di mata 30 publik. Semakin beragam golongan masyarakat yang mengerahkan dukungan untuk PKC; basis legitimasi partai penguasa tersebut menjadi semakin kuat. Ketiga, PKC menginginkan perubahan dari dalam sistem, bukan terhadap sistem. PKC ingin mengontrol dinamika sosioekonomi Cina dengan melibatkan sebanyak mungkin aktor yang relevan, termasuk pebisnis. Pebisnis adalah salah satu golongan masyarakat yang paling dekat dengan perubahan. Melalui kooptasi terhadap pebisnis, PKC dapat menyerap ide dan gagasan baru. Keempat, PKC mewaspadai potensi ancaman dari pebisnis. Kepentingan ekonomi pebisnis memberi kepada mereka orientasi terhadap liberalisasi dan ekonomi pasar bebas yang berhubungan dengan demokrasi. Ini menjadi kekhawatiran PKC. Kooptasi memungkinkan PKC mencegah pebisnis untuk mendirikan asosiasi di luar partai yang bertentangan dengan agendanya. Relasi antara PKC dan pebisnis lebih bersifat simbiosis alih-alih interdependensi. Dalam hal ini, keuntungan tidak hanya diperoleh oleh PKC, melainkan juga oleh pebisnis. Tujuan PKC mengkooptasi pebisnis adalah untuk menjaga dominasi rezim. Sementara itu, partisipasi politik pebisnis tidak lepas dari motif-motif ekonomi mereka, khususnya untuk mendapatkan iklim investasi yang kondusif. Yang terakhir ini diperkirakan akan semakin mudah untuk dicapai apabila lebih banyak pebisnis yang terlibat dalam proses pembuatan keputusan di Cina. 31