BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah merupakan produk dari suatu proses produksi yang sebenarnya keberadaannya tidak diinginkan karena menimbulkan masalah di lingkungan. Salah satunya yaitu limbah peternakan seperti bulu ayam yang sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan. Ketersediaan bulu ayam terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan terhadap daging ayam. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS, 1999), produksi daging unggas sekitar 807,9 ribu ton dengan produksi bulu sekitar 80,79 ribu ton (sekitar 10% dari bobot ternak bulu) (Supriyati et al., 2001). Tingginya persentase limbah bulu ayam di lingkungan akan menyebabkan pencemaran, karena sebagian besar limbah bulu ayam dibuang begitu saja ke lingkungan. Penanganan limbah bulu ayam di Indonesia sebagian kecil dimanfaatkan sebagai bahan komposit, dan sebagian besar lagi dimanfaatkan sebagai pakan ternak, atau terbuang karena tidak lolos seleksi. Adiati et al., (2004) melaporkan bahwa bulu ayam merupakan limbah yang memiliki kandungan protein yang sangat tinggi. Bulu ayam mempunyai kandungan protein kasar sebesar 80-91% dari bahan kering, melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai (42,5%), dan tepung ikan (66,2%). Bulu ayam sangat sulit didegradasi di lingkungan karena kandungan bulu ayam 70-80% adalah protein keratin, yaitu protein yang tidak larut dan sangat stabil. Meskipun material keratin tidak larut dan sulit didegradasi, keratin dapat didegradasi oleh enzim keratinase dari mikroorganisme yang hidup di alam, misalnya bakteri dari genus Bacillus, Streptomyces, Actinomycetes, saprofit, dan fungi dermatofilik. Degradasi keratin secara mekanik, kimia, dan enzimatik menggunakan protease keratinolitik menghasilkan berbagai produk yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut, yaitu sebagai sumber protein dalam pakan ternak 2 pupuk, plastik, lem, biodegradable films atau untuk produksi asam amino serin, sistin, dan prolin (Rahayu, 2010). Keratinase termasuk enzim protease yang merupakan enzim ekstraseluler. Enzim ini dihasilkan di dalam sel tetapi dikeluarkan ke dalam media untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah larut. Enzim keratinase banyak digunakan pada kosmetik dan teknologi kulit. Secara komersial enzim tersebut dapat diekstraksi dari Streptomyces frandiae dan Streptomyces mikrolavus. Enzim ini baik sekali untuk memecah ikatan disulfida keratin pada bulu (Winarno, 1983). Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan untuk meminimalisasi dampak limbah bulu ayam di lingkungan yaitu dengan mencari sumber mikroba baru yang dapat mendegradasi keratin yaitu dari feses buaya (Crocodylus sp.). Pada dasarnya, buaya merupakan hewan karnivor. Buaya memangsa korbannya hidup-hidup termasuk dengan bulunya kemudian hasil pencernaannya dikeluarkan dalam bentuk feses tanpa ada sisa bulu ayam ataupun burung (Megiandari, 2009). 1.2 Permasalahan Buaya (Crocodylus sp.) merupakan hewan karnivor. Buaya memangsa korbannya hidup-hidup termasuk dengan bulunya kemudian hasil pencernaannya dikeluarkan dalam bentuk feses tanpa ada sisa bulu. Bulu ayam sangat sulit didegradasi dilingkungan karena kandungan bulu ayam 70-80% adalah protein keratin, yaitu protein yang tidak larut dan sangat stabil. Oleh sebab itu diduga pada feses buaya terdapat bakteri keratinolitik yang dapat mendegradasi keratin pada bulu ayam dan rambut kambing. 1.3 Tujuan a. Untuk mendapatkan dan mengetahui karakter isolat bakteri keratinolitik dari feses buaya b. Untuk mengetahui potensi bakteri keratinolitik dalam mendegradasi limbah keratin 3 1.4 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi pemanfaatan bakteri keratinolitik dari feses buaya yang dapat mendegradasi limbah keratin, sehingga dapat mengurangi dampak dari limbah keratin di lingkungan. Serta bakteri dapat dimanfaatkan dalam industri teknologi kulit.