ii. tinjauan pustaka

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi dan morfologi ikan Kerapu Tikus
Menurut Randall (1987), sistematika kerapu tikus adalah:
Filum
: Chordata
Sub Filum
: Vertebrata
Kelas
: Osteichtyes
Subkelas
: Actinopterigi
Ordo
: Percomorphi
Subordo
: Percoidea
Famili
: Serranidae
Genus
: Cromileptes
Spesies
: Cromileptes altivelis
Deskripsi yang dilakukan oleh Randall (1987), kerapu tikus mempunyai
sirip dorsal X, 17-19; sirip anal III, 10; Pectoral 17-18; sirip garis lateral 53-55;
sisik berbentuk sikloid; bagian dorsal meninggi membentuk concave (cembung);
tebal tubuh 2,6-3,0 inchi SL; tidak mempunyai gigi canine; lobang hidung besar
berbentuk bulan sabit dan sirip caudal membulat. Panjang maksimum kerapu tikus
mencapai 70 cm. Lubang hidungnya besar berbentuk bulan sabit vertikal.
Kulitnya berwarna terang abu-abu kehijauan dengan bintik-bintik hitam di seluruh
kepala, badan, dan sirip.
2.2 Penyebaran dan habitat
Daerah penyebaran kerapu tikus dimulai dari Afrika Timur sampai Pasifik
Barat Daya. Di Indonesia, kerapu tikus banyak ditemukan di perairan pulau
Sumatera, Jawa, Sulawesi, Buru, dan Ambon. Salah satu indikatornya adalah
perairan karang yang cukup luas di Indonesia (Akbar, 2001).
Dalam siklus hidupnya kerapu tikus muda hidup di perairan karang pantai
dengan kedalaman 0.5-3.0 m, selanjutnya menginjak masa dewasa berupaya ke
perairan yang lebih dalam antara 7-40 m, biasanya perpindahan ini berlangsung
pada siang dan senja hari. Telur dan larva kerapu bersifat pelagis sedangkan
kerapu muda hingga dewasa bersifat demersal (Tampubolon dan Mulyadi, 1989).
Kondisi lingkungan yang optimal untuk media hidup ikan kerapu, yaitu
pada Suhu 24-310C, salinitas 30-33 ppt, DO 3,5 ppm dan pH antara 7-8. Menurut
Nybakken (1988), perairan dengan kondisi tersebut pada umumnya merupakan
daerah perairan terumbu karang.
2.3 Siklus Reproduksi
Ikan kerapu tikus bersifat hermaprodit protogini, yaitu pada perkembangan
mencapai dewasa (matang gonad) berkelamin betina dan akan berubah menjadi
jantan apabila ikan tersebut tumbuh menjadi lebih besar atau bertambah tua
umurnya. Perubahan jenis kelamin pada ikan kerapu sangat erat hubungannya
dengan aktifitas pemijahan, umur, indeks kelamin dan ukuran (Akbar, 2001).
Berdasarkan pengamatan mikroskopis dapat diketahui bahwa telur kerapu
tikus berbentuk bulat tanpa kerutan, cenderung bergerombol pada kondisi tanpa
aerasi. Kuning telurnya tersebar merata, transparan dengan diameter sekitar 850
mikron dan tidak mempunyai rongga di dalam telur (Akbar, 2001).
Panjang larva yang baru menetas 2,068 mm. Larva ini membawa kantong
telur dengan panjang 0,766 mm yang di dalamnya terdapat gelembung minyak
dengan diameter 0,181 mm. Mata belum berpigmen, sedangkan mulut dan anus
belum terbuka (Akbar, 2001).
Periode
perkembangan
larva
kerapu
bebek
sampai
pada
tahap
metamorfosis penuh membutuhkan waktu 35-40 hari. Sampai pada hari ketiga
setelah menetas, larva akan memperoleh nutrisi secara endogenous feeding, yaitu
mengabsorpsi kuning telur yang dibawanya. Selanjutnya akan mendapatkan
makanan yang diperoleh dari luar atau dari lingkungannya. Larva kerapu bebek
mampu memangsa rotifer sebagai pakan pertama (Sudjiharno, 2004).
2.4 Kebiasaan Makan
Ikan kerapu merupakan ikan yang dapat bertahan hidup pada rentang
salinitas dari 15-45 ppt. Ikan kerapu juga dapat bertahan hidup pada pencucian
dengan air tawar selama 19 menit. Suhu optimal media pemeliharaannya adalah
22-28oC. Jika suhu turun sampai 15oC, maka ikan tidak mau makan (Sudjiharno,
2004). Ikan kerapu adalah ikan euryphagus, terlihat lebih menyukai golongan
Crustacea dan makan makanan hidup seperti ikan dan organisme hidup.
Ikan kerapu tikus mempunyai kebiasaan makan yang khusus. Ikan ini
dapat dilatih untuk mengetahui kapan akan makan. Jika merasakan atau
mendengar suara ketukan di bak pemeliharaannya pada saat mau memberikan
ikan rucah, ikan kerapu tikus akan berkumpul di tepi bak. Seperti di habitat
alaminya, kebiasaan ikan kerapu tikus yaitu menunggu mangsanya. Bila mangsa
telah terlihat dari jauh, ikan kerapu akan menangkap dan menelannya kemudian
segera kembali ketempat persembunyiannya semula. Ikan kerapu memakan 1
sampai 3 potong ikan rucah kemudian menjauh. Akan tetapi ikan kerapu kurang
menyukai pakan yang sudah jatuh di dasar bak atau jaring meskipun ikan tersebut
lapar. Biasanya ikan kerapu akan diam di dasar dan tidak akan menyergap pakan
yang diberikan apabila ikan sudah kenyang.
2.5 Pelet
Pelet merupakan jenis pakan buatan (artificial feed) yang dibentuk dari
beberapa bahan baku dan mempunyai kadar air 6-10%. Pelet yang cocok untuk
pakan ikan kerapu adalah yang mempunyai karakteristik tenggelam secara
perlahan (slow sinking). Hal ini dikarenakan ikan kerapu tidak akan memakan
pakan yang telah jatuh kedasar jaring (Royes dan Chapman, 2002).
Menurut Royes dan Chapman (2002), pelet yang baik memiliki beberapa
karakteristik yaitu mempunyai kandungan nutrisi yang seimbang, mempunyai
water stability yang tinggi serta mempunyai ukuran dan tekstur yang sesuai
dengan kebutuhan ikan yang dipelihara.
Protein merupakan unsur nutrien yang penting bagi ikan. Fungsi protein
adalah untuk memperbaiki jaringan, untuk pertumbuhan dari jaringan baru,
metabolisme untuk energi, untuk pertumbuhan dan juga reproduksi. Protein
terbentuk dari unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Unsur utama penyusun
protein adalah nitrogen yang persentasenya mencapai 15-18%. Pada umumnya
protein juga mengandung sulfur, fosfor, dan besi (Khairuman, 2002).
Kebutuhan protein untuk ikan sangat bervariasi, yang dipengaruhi oleh
spesies, ukuran, umur ikan dan juga temperatur. Kebutuhan protein ikan karnivor
lebih besar dibandingkan dengan ikan herbivor dan ikan omnivor (Craig, 2002).
Ikan kerapu tikus merupakan salah satu ikan karnivor yang memiliki kebutuhan
protein yang sangat tinggi, yaitu sekitar 54,2% (Giri, 1999).
Lemak adalah senyawa organik kompleks yang tidak larut dalam air tetapi
larut dalam eter, chlorofom, dan benzena. Lemak merupakan nama umum yang
meliputi unsur sterol, waxes, ester dan lain-lain. Lemak dapat memberikan 2,25
kali lebih banyak energi daripada karbohidrat jika mengalami metabolisme karena
lemak mengandung hidrogen lebih tinggi daripada oksigen (Bambang, 2001).
Lemak mengandung asam lemak yang diklasifikasikan sebagai asam
lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh ditandai dengan
adanya ikatan rangkap (PUFA). Asam lemak tak jenuh mempunyai titik lebur
yang lebih rendah karena semakin banyak jumlah ikatan rangkapnya, semakin
rendah titik leburnya. Sedangkan asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan rangkap
atau mempunyai rantai karbon pendek (Poedjiadi. A, 1994).
Lemak memiliki kandungan energi yang paling besar bila dibandingkan
dengan protein dan karbohidrat. Lemak dalam pakan ikan berfungsi sebagai
sumber energi, sumber asam lemak esensial, fosfolifid, dan pengantar pada proses
penyerapan vitamin A, D, E, dan K yang terlarut di dalamnya. Lemak
mengandung asam-asam lemak esensial yang sangat diperlukan oleh tubuh, yaitu
asam lemak linoleat, asam lemak linolenat dan asam lemak arachidonat (Dwi,
2000).
Karbohidrat adalah zat organik yang mengandung zat karbon, hidrogen
dan oksigen dalam perbandingan yang berbeda-beda. Karbohidrat merupakan zat
organik yang mewakili 50% - 75% dari jumlah bahan kering dalam makanan ikan,
yang secara umum terdapat pada bahan makanan biji-bijian (Bambang, 2001).
Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi dalam pakan ikan yang
dapat ditemukan dalam bentuk serat kasar, gelatin, pati, maupun bahan-bahan
ekstrak tanpa nitrogen. Zat pati ini dapat diperoleh dari jagung, dedak halus,
gandum, maupun tepung terigu.
Karbohidrat dalam bentuk serat kasar berfungsi untuk membantu proses
pencernaan. Namun kandungan serat kasar dalam pakan dianjurkan tidak lebih
dari 21%, karena apabila terlalu tinggi atau banyak dapat mengganggu daya cerna
dan daya serap dalam sistem pencernaan ikan. Giri (1999) menyatakan bahwa
kebutuhan karbohidrat pada ikan kerapu 10-14%.
Unsur lainnya yang juga dibutuhkan dalam pakan ikan kerapu adalah
vitamin dan mineral. Mineral berfungsi dalam pembentukan tulang, gigi, sisik,
pembentukan hemoglobin dan juga dalam osmoregulasi (Khairuman dan Amri,
2002). Sedangkan vitamin dikenal sebagai senyawa organik yang dibutuhkan
dalam jumlah yang sedikit, akan tetapi sangat penting untuk perbaikan,
pertumbuhan, reproduksi dan kesehatan ikan. Vitamin dibedakan menjadi vitamin
yang larut dalam lemak yaitu: vitamin A, D, E, dan K. Sedangkan vitamin yang
larut dalam air yaitu vitamin B dan vitamin C.
Salah satu vitamin yang paling penting adalah vitamin C. Vitamin C
sangat penting untuk ketahanan tubuh karena vitamin C digunakan untuk
memproduksi katekholamin yang digunakan untuk mengatasi stres, sehingga ikan
dapat mempertahankan tubuh dari goncangan fisiologis (Mazeaud dan Mazeaud,
1981). Menurut Subyakto (2000), kebutuhan vitamin C pada ikan kerapu tikus
adalah 25 mg vitamin C dalam bentuk L- Ascorbyl-2-Phospate-Mg (APM)/Kg
pakan.
2.6 Asam Lemak
Sifat lemak ditentukan oleh susunan asam lemaknya. Asam lemak adalah
asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida, baik yang berasal dari
hewan atau tumbuhan. Asam lemak hanya terdapat pada lemak, tapi merupakan
zat antara dari metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Poedjiadi. A, 1994).
Asam lemak digolongkan dalam asam lemak jenuh (tidak memiliki ikatan
rangkap) dan asam lemak tidak jenuh (memiliki satu atau lebih ikatan rangkap).
Asam lemak tidak jenuh antara lain linolenik, linoleik dan arakhidonik yang
diperlukan untuk makanan ikan yang sempurna. Asam lemak jenuh antara lain
laurat, miristat dan palmitat. Sebagian asam lemak berasal dari metabolisme
lemak akan bergabung dengan empedu yang dikeluarkan oleh hati dan disimpan
dalam kantong empedu (Poedjiadi, 1994).
2.7 Kualitas Air
Kualitas air yang baik merupakan salah satu faktor penunjang di dalam
keberhasilan suatu usaha budidaya ikan kerapu tikus. Dilihat dari segi kualitas,
sumber air laut harus jernih dan bersih secara visual. Akan tetapi kejernihan suatu
perairan belum tentu memberikan jaminan kualitas air yang cocok untuk media
pemeliharaan induk. Untuk mengetahui kualitas suatu perairan, maka perlu
dilakukan pemeriksaan parameter kimia (DO, pH, Salinitas), parameter biologi,
dan juga parameter fisika (Warna, Bau, Kecerahan, Suhu, dll).
a. Oksigen Terlarut (DO)
Konsentrasi dan ketersediaan oksigen terlarut di dalam suatu perairan sangat
dibutuhkan oleh ikan dan organisme lainnya untuk hidup. Konsentrasi oksigen
dalam air dapat mempengaruhi pertumbuhan dan konversi pakan serta dapat
mengurangi daya dukung perairan. Nilai DO suatu perairan yang baik untuk
budidaya kerapu tikus adalah lebih besar dari 6 ppm (Akbar, 2001).
b. pH
Derajat keasaman (pH) dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam menentukan
kondisi suatu perairan. Kondisi pH netral sampai sedikit basa sangat ideal bagi
kehidupan ikan air laut. Suatu perairan yang ber-pH rendah dapat
mengakibatkan aktivitas pertumbuhan menurun atau pergerakan ikan menjadi
lemah, ikan lebih mudah terinfeksi penyakit serta diikuti dengan tingginya
tingkat kematian (Akbar, 2001).
c. Salinitas
Salinitas merupakan faktor penting bagi kehidupan metabolisme ikan. Apabila
ikan kerapu hidup pada salinitas yang tidak sesuai dengan kebutuhannya,
secara fisiologis fungsi organ osmoregulasi ikan akan terganggu. Ikan dewasa
yang sudah matang gonad dan memijah membutuhkan salinitas 30-35 ppt
(Sudjiharno, 2004).
d. Amoniak
Amoniak berasal dari perombakan bahan organik yang berupa kotoran ikan dan
sisa-sisa pakan. Kandungan amoniak yang lebih dari 1 ppm dapat
mengakibatkan ikan kerapu tidak selera makan, mudah terserang penyakit dan
mati mendadak. Tingginya kadar amoniak biasanya diikuti naiknya kadar nitrit,
dimana nitrit adalah hasil dari reaksi oksidasi amoniak oleh nitrosomonas.
Tingginya kadar nitrit terjadi akibat lambatnya perubahan dari nitrit ke nitrat
oleh bakteri nitrobakter (Sudjiharno, 2004).
Download