tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
4
TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan Iklim
Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi rata-rata iklim dan keragaman
iklim dari satu kurun waktu ke kurun waktu yang lain sebagai akibat dari aktivitas
manusia. Perubahan iklim merupakan fenomena global yang terjadi akibat
terjadinya pemanasan global karena meningkatnya kosentrasi gas rumah kaca di
atmosfir sehingga suhu rata-rata di permukaan bumi meningkat. Perubahan iklim
tersebut ditandai dengan mencairnya es di daerah kutub, naiknya permukaan laut
serta berubahnya pola curah hujan sehingga memberikan dampak yang sangat
besar bagi seluruh makhluk hidup di berbagai belahan dunia (Susandi, 2004).
Pemanasan global disebabkan pelbagai pencemaran yang kompleks.
Diantara kontributor global warming terbesar adalah karbondioksida, nitrogen
oksida, metana, dan chlorofluorocarbon (CFCs). Meningkatnya konsentrasi
karbondioksida, nitrogen oksida dan metana sebenarnya merupakan konsekuensi
pertambahn penduduk. Sedangkan meningkatnya konsentrasi CFCs karena makin
meningkatnya kebutuhan tersier manusia seperti alat pendingin, AC, plastik dan
lain-lain. Dalam jangka panjang, CFCs inilah yang sangat membahayakan.
Disamping mengakibatkan efek rumah kaca (green house effect), juga bersifat
menghancurkan lapisan ozon di stratosfir yang berfungsi menahan sinar
ultraviolet yang dipancarkan matahari (Alikodra, 2008).
Peristiwa perubahan iklim akan berakibat fatal bagi kehidupan di
permukaan bumi, seperti pada bidang pertanian, perubahan ekosistem alam,
meluasnya padang rumput dan gurun, areal hutan menyusut dan bergeraknya suhu
panas ke arah kutub. Sedangkan daerah kutub sendiri karena naiknya suhu air laut
Universitas Sumatera Utara
5
mengakibatkan mencairnya sebagian besar bongkahan es dan lambat laun
mengakibatkan banyak daerah pantai yang terendam (Arief, 2001). Pemanasan
global dapat menimbulkan berbagai kerusakan melalui dampak terhadap atmosfer,
hidrosfer, geosfer dan terakhir terhadap manusia. Semua dampak akan
menimbulkan bencana bagi umat manusia, baik yang melakukan pencemaran
maupun yang tidak melakukannya (Wardhana, 2010).
Dampak dari pemanasan global saat ini sudah sangat nyata dan telah
mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem
(Hairiah dan Rahayu, 2007). Dengan demikian diperlukan upaya penanganan
yang segera untuk menyelamatkan ekosistem bumi. Sebagaimana diketahui bahwa
terjadinya pemanasan global disebabkan terganggunya keseimbangan energi
antara bumi dan atmosfer karena peningkatan konsentrasi GRK. Dengan demikian
untuk meminimumkan dampak dari pemanasan global dan perubahan iklim ini,
diperlukan upaya menstabilkan konsentrasi CO2 di atmosfer. Upaya tersebut
merupakan upaya mitigasi, dimana sebagaimana penyebabnya, maka upaya
penanganannyapun dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok besar, yaitu :
pertama, mengurangi emisi CO2 ke atmosfer, dan kedua, memindahkan CO2 dari
atmosfer dan menyimpannya di daratan atau dalam lautan. Kedua upaya tersebut
harus dilakukan secara bersamaan agar upaya menstabilkan konsentrasi GRK
dapat tercapai (Sukmana, 2010).
Hutan
Menurut UU NO.41 Tahun 1999 tentang kehutanan
dikatakan hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
Universitas Sumatera Utara
6
satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Pengertian hutan tersebut
dibedakan pengertiannya dengan kawasan hutan, yakni wilayah tertentu yang
ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap.
Hutan berperan dalam upaya penyerapan CO2 di mana dengan bantuan
cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklofil mampu menyerap CO2
dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara lain
disimpan dalam bentuk biomasa yang menjadikan vegetasi tumbuhan menjadi
besar dan tinggi (Adinugroho dkk., 2009). Cara mudah untuk mereduksi CO2 di
atmosfer adalah dengan menanam dan membangun pohon hutan. Dedaunan pohon
hutan mampu menyerap gas CO2 yang ada di udara melalui proses fotosintesis
(Pratisto, 2007).
Berkaitan dengan perubahan iklim, kehutanan juga mempunyai peranan
penting karena hutan dapat menjadi sumber emisi karbon ( Spurce) dan juga dapat
menjadi penyerap karbon dan menyimpannya (Sink). Hutan melalui proses
fotosintesis mengabsorbsi CO2 dan menyimpannya sebagai materi organik dalam
biomassa tanaman. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa
yang terdapat dalam bentuk kayu, dahan, daun, akar, dan sampah hutan atau
serasah dan jasad renik. Tetapi terjadi kebakaran hutan, penebangan liar dan
konversi hutan telah menyebabkan kerusakan hutan berkurang yang berakibat
karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke atmosfer dan
kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan
berkurang. Hal ini yang telah memicu tuduhan bahwa kerusakan hutan tropika
telah menyebabkan pemanasan global (Soemarwoto, 2001).
Universitas Sumatera Utara
7
Taksonomi Suren, Kopi dan Pinus
- Suren (Toona sinensis)
Klasifikasi Suren (Toona sinensis) berdasarkan (Jayusman, 2006) sebagai
berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Sapindales
Famili
: Meliaceae
Genus
: Toona
Spesies
: Toona sinensis
Suren (Toona sinensis) adalah salah satu jenis pohon kehutanan dari
kelompok Dicotyledone yang termasuk ke dalam divisi Angiospermae, ordo
Archichlamydae dan family Meliaceae yang mempunyai ciri khas: daun besar dan
bersirip, tersusun spiral, sering mengelompok di ujung ranting. Bunga kecil dan
biasanya bunga bagian ujung berkelamin betina sedangkan yang lainnya jantan.
Suren merupakan tanaman yang cepat tumbuh dan kayunya dapat digunakan
untuk papan dan bahan bangunan perumahan, peti, veener, alat musik, kayu lapis
dan mebel. Bagian tanaman suren khususnya kulit kayu dan daunnya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional. Tanaman ini tumbuh pada daerah
bertebing dengan ketinggian 600 - 2.700 mdpl dengan temperatur 22ºC (Balai
penelitian dan pengembangan kehutanan, 2010). Menurut Djam‟an (1998)
beberapa bagian pohon terutama kulit dan akar sering dipergunakan untuk ramuan
Universitas Sumatera Utara
8
obat tradisional yaitu diare. Kulit dan buahnya dapat digunakan untuk minyak
atsiri.
- Kopi (Coffea arabica)
Klasifikasi tanaman kopi (Coffea arabica ) berdasarkan (USDA, 2002).
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super divisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Class
: Magnoliopsida/Dicotyledons
Subclass
: Asteridae
Ordo
: Rubiales
Famili
: Rubiaceae
Genus
: Coffea
Spesies
: Coffea arabica
Di dunia perdagangan dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling
seringdibudidayakan hanya kopi arabika, robusta, dan liberika. Pada umumnya,
penggolongan kopi berdasarkan spesies, kecuali kopi robusta. Kopi robusta bukan
nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari beberapa spesies kopi,
terutama Coffea canephora. Secara alami, tanaman kopi memiliki akar tunggang
sehingga tidak mudah rebah. Namun, akar tunggang tersebut hanya dimiliki oleh
tanaman kopi yang berasal dari bibit semai atau bibit sambung (okulasi) yang
batang bawahnya berasal dari bibit semai. Sementara tanaman kopi yang berasal
dari bibit stek, cangkok, atau okulasi yang batang bawahnya berasal dari bibit stek
tidak memiliki akar tunggang sehingga relatife mudah rebah (AAK, 1988).
Universitas Sumatera Utara
9
- Pinus (Pinus merkusii)
Menurut USDA (United States Departement of Agriculture) 2006, Pinus
tersusun dalam sistematika sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Subdivisi
: Spermatophyta
Divisi
: Coniferophyta
Kelas
: Pinopsida
Ordo
: Pinales
Famili
: Pinaceae
Genus
: Pinus
Spesies
: Pinus merkusii
Pinus merkusii dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tanah
berpasir dan tanah berbatu. Daunnya dalam berkas dua dan berkas jarum
(sebetulnya adalah tunas yang sangat pendek yang tidak pernah tumbuh) pada
pangkalnya dikelilingi oleh suatu sarung dari sisik yang berupa selaput tipis
panjangnya sekitar 0,5 cm. Sisik kerucut buah dengan perisai ujung berbentuk
jajaran genjang, akhirnya merenggang, kerucut buah panjangnya 7-10 cm. Biji
pipih berbentuk bulat telur, panjang 6-7 mm, pada tepi luar dengan sayap besar,
mudah lepas (Steenis, 2003). Kayunya untuk berbagai keperluan, konstruksi
ringan, mebel, pulp, korek api dan sumpit. Sering disadap getahnya. Pohon tua
dapat menghasilkan 30-60 kg getah, 20-40 kg resin murni dan 7-14 kg terpentin
per tahun. Cocok untuk rehabilitasi lahan kritis, tahan kebakaran dan tanah tidak
subur (Hidayat dan Hansen, 2001).
Universitas Sumatera Utara
10
Agroforestri
Agroforestri merupakan salah satu teknik yang bisa ditawarkan untuk
mengurangi konsentrasi CO2 di udara, karena potensinya yang cukup tinggi dalam
menyimpan C, baik dalam biomasa dari berbagai komponen penyusunnya, dan
sebagai fraksi stabil dalam bahan organik tanah, serta dalam produksi kayu yang
dihasilkan. Sistem ini sangat sesuai untuk diimplementasikan pada daerah-daerah
pertanian dan daerah-daerah terdegradasi yang harus dihutankan kembali (Hairiah
dkk, 2006). Jumlah rata-rata C yang disimpan dalam sistem agroforestri umumnya
adalah sekitar 9, 21, 50, dan 63 Mg C ha-1 untuk daerah semiarid, subhumid,
humid, dan daerah temperate (Montagnini dan Nair, 2004 dalam Hairiah dkk,
2006). Untuk agroforestri pada tingkat petani kecil didaerah tropika, penyerapan
potensial C adalah sekitar 1.5 hingga 3.5 Mg C ha-1 th-1. Dengan demikian,
dalam waktu 20 tahun cadangan C menjadi 70 Mg ha-1 (Hairiah dkk, 2006).
Cadangan Karbon
Karbon merupakan salah satu unsur yang mengalami daur dalam
ekosistem. Mulai dari karbon yang ada di atmosfir berpindah melalui tumbuhan
hijau (produsen), konsumen dan organisme pengurai kemudian kembali ke
atmosfir dan di atmosfir karbon terikat dalam bentuk senyawa karbon dioksida
(Indriyanto, 2006).
Sumber karbon (Carbon Pool) dikelompokkan menjadi 3 kategori utama,
yaitu biomasa hidup, bahan organik mati dan karbon tanah IPCC (2006). Biomasa
hidup dipilah menjadi 2 bagian yaitu Biomasa Atas Permukaan (BAP) dan
Biomasa
Bawah
Permukaan
(BBP).
Sedangkan
bahan
organik
mati
dikelompokkan menjadi 2 yaitu: kayu mati dan serasah. Sehingga, secara
Universitas Sumatera Utara
11
keseluruhan IPCC menetapkan 5 sumber karbon hutan yang perlu dihitung dalam
upaya penurunan emisi akibat perubahan tutupan lahan.
Tabel 1. Definisi sumber karbon berdasarkan IPCC guidelines (2006)
Penjelasan
Semua biomasa dari vegetasi hidup di atas tanah,
termasuk batang, tunggul, cabang, kulit, daun serta
buah. Baik dalam bentuk pohon, semak maupun
tumbuhan herbal. Ket: tumbuhan bawah di lantai
hutan yang relatif sedikit, dapat dikeluarkan dari
metode penghitungan
Bawah
Semua biomasa dari akar yang masih hidup. Akar
Permukaan
yang halus dengan diameter kurang dari 2 mm
seringkali dikeluarkan dari penghitungan, karena
sulit dibedakan dengan bahan organik mati tanah dan
serasah.
Bahan
Kayu mati
Semua biomasa kayu mati, baik yang masih tegak,
Organik
rebah maupun di dalam tanah. Diameter lebih besar
Mati
atau
dari 10 cm
Nekromassa Serasah
Semua biomasa mati dengan ukuran > 2 mm dan
diameter kurang dari sama dengan 10 cm, rebah
dalam berbagai tingkat dekomposisi.
Tanah
Bahan
Organik Semua bahan organik tanah dalam kedalaman
Tanah
tertentu ( 30 cm untuk tanah mineral). Termasuk akar
dan serasah halus dengan diameter kurang dari 2mm,
karena sulit dibedakan.
Biomassa
Sumber
Atas Permukaan
Cadangan karbon adalah kandungan karbon tersimpan baik itu pada
permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati
(nekromasa), maupun dalam tanah sebagai bahan organik tanah. Perubahan wujud
karbon ini kemudian menjadi dasar untuk menghitung emisi, dimana sebagian
besar unsur karbon (C) yang terurai ke udara biasanya terikat dengan O 2 (oksigen)
dan menjadi CO2 (karbon dioksida). Itulah sebabnya ketika satu hektar hutan
menghilang (pohon-pohonnya mati), maka biomasa pohon-pohon tersebut cepat
atau lambat akan terurai dan unsur karbonnya terikat ke udara menjadi emisi. Dan
ketika satu lahan kosong ditanami tumbuhan, maka akan terjadi proses pengikatan
unsur C dari udara kembali menjadi biomasa tanaman secara bertahap ketika
tanaman tersebut tumbuh besar (sekuestrasi). Ukuran volume tanaman penyusun
Universitas Sumatera Utara
12
lahan tersebut kemudian menjadi ukuran jumlah karbon yang tersimpan sebagai
biomasa (cadangan karbon). Sehingga efek rumah kaca karena pengaruh unsur
CO2 dapat dikurangi, karena kandungan CO2 di udara otomatis menjadi
berkurang. Namun sebaliknya, efek rumah kaca akan bertambah jika tanamantanaman tersebut mati (Kauffman dan Donato, 2012).
Biomassa
Biomassa merupakan istilah untuk bobot hidup, biasanya dinyatakan
sebagai bobot kering, untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, populasi, atau
komunitas. Biomassa tumbuhan merupakan jumlah total bobot kering semua
bagian tumbuhan
menyerap
hidup. Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan
karbondioksida
(CO2)
dari
udara
dan
mengubah
zat
ini
menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Dalam mekanisme kehidupan
bersama tersebut, terdapat interaksi yang erat baik diantara sesama individu
penyusun vegetasi itu sendiri maupun organisme lainnya sehingga merupakan
suatu sistem yang hidup dan tumbuh secara dinamis vegatasi, tanah dan iklim
berhubungan eratdan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang
spesifik (Hamilton dan King, 1988).
Pengukuran biomassa total tanaman akan merupakan parameter yang
paling baik digunakan sebagai indikator pertumbuhan tanaman, alasan pokok lain
dalam penggunaan biomassa total tanaman adalah bahwa bahan kering tanaman
dipandang sebagai manifestasi dari semua proses dan peristiwa yang terjadi dalam
pertumbuhan tanaman. Karena itu parameter ini dapat digunakan sebagai ukuran
global pertumbuhan tanaman dengan segala peristiwa yang dialaminya (Sitompul
dan Guritno, 1995).
Universitas Sumatera Utara
13
Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu (i) sampling
dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ (dilaksanakan langsung
di tempatnya);(ii) sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling) dengan
data pendataan hutan secara in situ (dilaksanakan langsung di tempatnya); (iii)
Pendugaan melalui penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk masing
masing metode di atas, persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi
cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standard
yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan
allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan
standard ini dapat mengakibatkan galat yang signifikan dalam mengestimasikan
biomassa suatu vegetasi (Australian greenhouse office, 1999).
Serasah dan Nekromassa
Serasah didefinisikan sebagai bahan organik mati yang berada di atas
tanah mineral. Hanya kayu mati yang ukuran diameternya kurang dari 10 cm
diaktegorikan sebagi serasah. Serasah umumnya diestimasi biomassanya dengan
metode pemanenan/pengumpulan. Serasah bias saja dipilahkan lagi menjadi
lapisan atas dan bawah. Lapisan atas disebut serasah yang merupakan lapisan di
lantai hutan yang terdiri dari guguran daun segar, ranting, serpihan kulit kayu,
lumut dan lumut kerak mati, dan bagian-bagian buah dan bunga. Lapisan dibawah
serasah disebut dengan humus yang terdiri dari serasah yang sudah
terdekomposisi dangan baik (Sutaryo, 2009).
Produksi serasah daun untuk kawasan hutan adalah berbeda. Perbedaan
jumlah serasah ini dapat disebabkan oleh adanya beberapa faktor lingkungan yang
mempengaruhi produktivitas, kesuburan tanah, kelembaban tanah, kerapatan,
Universitas Sumatera Utara
14
musim dan tegakan. Selain faktor-faktor tersebut ketipisan tajuk dan morfologi
daun juga ikut mempengaruhi besar kecilnya serasah. Semakin tipis penutupan
tajuk semakin berkurang produksi serasah (Lugo dan Snedaker, 1974 dalam
Lestarina 2011).
Nekromassa merupakan massa kering dari bagian pohon yang telah mati
baik yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), kayu
tumbang/tergeletak di permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun
gugur (seresah) yang belum terlapuk. Nekromasa dibagi menjadi nekromasa
berkayu dan nekromasa tidak berkayu. Nekromasa bekayu: pohon mati yang
masih berdiri maupun yang roboh, tunggul-tunggul tanaman, cabang dan ranting
yang masih utuh yang berdiameter > 5 cm. Nekromasa tidak berkayu: serasah
daun yang masih utuh (serasah kasar), dan bahan organic lainna yang telah
terdekomposisi sebagian dan berukuran > 2 mm (serasah halus) (Hairiah dan
Rahayu 2007).
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Aek Nauli berada di Kecamatan Girsang Simpang Bolon, Kabupaten Simalungun,
Propinsi Sumatera Utara. Aksesibilitas ke lokasi ini sangat tinggi karena terletak
di antara kota Parapat dan Pematang Siantar melalui jalur lintas Sumatera. Balai
Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LK)
merupakan suatu instansi yang berperan dalam meningkatkan ketersediaan hasilhasil penelitian bidang konservasi dan rehabilitasi sumberdaya alam di Sumatera
Bagian Utara. Hutan Aek Nauli terbagi dua berdasarkan komposisinya, yaitu
hutan homogen dengan dominasi tegakan Pinus (Pinus merkusii), dan hutan
Universitas Sumatera Utara
15
heterogen yang disebut juga hutan alam dengan beberapa jenis tegakan seperti
Suren (Toona sinensis) dan tanaman Kopi (Coffea Arabica). Hutan alam Aek
Nauli berada pada ketinggian 1200 mdpl seluas 1900 Ha. Secara geografis terletak
pada 430 25‟ BT dan 40 89‟ LU. Hutan ini memiliki kelerengan 2 sampai 15%
dan sebagian merupakan areal datar berbukit dan sebagian merupakan lembah
dangkal. Curah hujan kawasan Aek Nauli termasuk ke dalam tipe A menurut
klasifikasi Smith dan Ferguson dengan curah hujan rata-rata berkisar antara
2199,4 mm dan suhu rata-rata bulanan berkisar antara 23 sampai 24oC (Balithut
Aek Nauli, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Download