bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan yang ekstensif pada bahan bakar fosil menyebabkan terjadinya
emisi polutan-polutan berbahaya seperti SOx, NOx, CO, dan beberapa partikulat
yang bisa mengancam kondisi kesehatan manusia. Ditambah lagi, persediaan
bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui dan memiliki tingkat efisiensi
yang rendah. Fuel sel adalah salah satu diantara piranti yang paling efisien dan
ramah lingkungan dalam teknologi konversi energi karena sedikitnya emisi pada
sumber energinya.
Fuel sel tersusun atas sebuah membran eletrolit yang diapit oleh dua
elektroda. Dalam rangka meningkatkan kinerja fuel sel, membran polimer yang
dipakai haruslah memiliki sifat-sifat seperti konduktivitas ionik yang tinggi,
konduktivitas elektronik rendah, tidak permeabel terhadap bahan bakar gas atau
cair, sifat mekanik yang bagus ketika kondisi basah ataupun kering (Vaghari et
al., 2013). Secara kimiawi, membran fuel sel harus stabil karena akan
dioperasikan pada media asam ataupun basa dan tidak mudah berubah terhadap
temperatur (Couture et al., 2011). Ditambah lagi, ketebalan membran setipis
mungkin (50-80 μm) untuk mempertahankan sifat mekanik yang bagus di dalam
air dan agar dapat menurunkan biaya pembuatan sistem (Merle et al., 2011).
Beberapa jenis fuel sel dikategorikan berdasarkan bahan elektrolit yang
dipakai. Fuel sel tersebut adalah Alkaline Fuel Cell (AFC), Molten Carbonate
Fuel Cell (MCFC), Phosphoric Acid Fuel Cell (PAFC), Proton Exchange
Membrane Fuel Cell (PEMFC), Solid Oxide Fuel Cell (SOFC), dan biofuel cell.
Fuel sel tersebut biasanya menggunakan bahan bakar hidrogen. Sementara itu,
fuel sel yang menggunakan bahan bakar nonhidrogen misalnya Direct-ethanol
fuel cells (DEFCs), Direct-methanol fuel cells (DMFCs), Reformed Methanol
Fuel Cell (RMFC), Direct-formic acid fuel cells (DFAFCs). Pada fuel sel
nonhidrogen bahan-bahan kimia seperti etanol, metanol dan asam format akan
bertindak sebagai donor elektron di anoda (Vaghari et al., 2013). Baru-baru ini,
1
2
perhatian yang besar ditujukan pada fuel sel yang memanfaatkan membran
penukar anion basa (alkaline anion-exchange). Sebuah anggapan menyatakan
bahwa jika membran basa ini digunakan pada DMFC , beberapa keuntungan akan
diperoleh, yakni: (1) proses kinetik molekul yang lancar di katoda dan anoda; (2)
proses oksidasi metanol akan lebih efektif dalam media; (3) mengurangi
terjadinya metanol crossover dari anoda ke katoda; (4) memungkinkan pemakaian
logam selain logam mulia sebagai katalis (seperti nikel dan perak) dan (5)
mengurangi korosi pada komponen elektroda (Wan et al., 2006). Yang dan Chiu
(2012) telah melakukan studi mengenai potensi PVA/kitosan yang ditambahkan
dengan bahan glutaraldehide sebagai agen sambung silang pada pembuatan
membran untuk alkaline DMFC. Membran PVA/kitosan dibuat dengan metode
solution casting dan teknik penguapan pelarut. Dari hasil studinya didapatkan
bahwa membran PVA/kitosan yang ditambahkan glutaraldehide sebagai agen
sambung silang memiliki permeabilitas metanol yang lebih rendah daripada
membran yang terbuat dari Nafion. Namun, konduktivitas membran PVA/kitosan
tersebut ternyata masih rendah bahkan lebih rendah dari PVA murni.
Saat ini, polimer pada umumnya bisa hadir dalam berbagai bentuk struktur
nano. Struktur nano dari polimer yang saat ini masih menarik diteliti adalah
nanofiber. Nanofiber adalah struktur material satu dimensi berbentuk serat yang
diameternya berukuran ratusan nanometer. Nanofiber dapat dihasilkan dengan
menggunakan berbagai macam metode, dan salah satu metode yang paling efisien,
fleksibel, dan mudah dioperasikan adalah metode elektrospining. Metode
elektrospining memanfaatkan medan listrik yang tinggi antara tip-kolektor untuk
menarik jet polimer di ujung Taylor cone. Jet polimer selanjutnya mengalami
bending instability dan bergerak membentuk lintasan spiral hingga akhirnya
terkumpul di kolektor. Pergerakan mulai dari terbentuknya jet hingga menuju
kolektor diikuti juga dengan menguapnya pelarut pada jet, sehingga terbentuk
nanofiber berwujud padat di kolektor.
Nanofiber yang berasal dari metode elektrospining memiliki sifat-sifat yang
khas dibandingkan dengan struktur nano lainnya seperti, nanopartikel, nanorod,
nanotube, dan nanowire. Sifat-sifat yang terdapat pada nanofiber misalnya, aspek
3
rasio yang tinggi, diameter dalam skala nanometer, rasio luas permukaan terhadap
volume yang tinggi, morfologi permukaan yang bagus, stabilitas termal dan
kimia, resistansi ohmik yang rendah, porositas tinggi, dan orientasi arah yang
tinggi (Khan et al., 2013). Sifat-sifat tersebut menjadikan bahan dengan struktur
nanofiber dapat dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi, khususnya sebagai
membran fuel sel. Orientasi arah yang tinggi menjadikan membran fuel sel yang
berstruktur nanofiber memiliki konduktivitas ionik yang lebih tinggi dibandingkan
dengan membran dengan bentuk morfologi yang lain (Shabani et al., 2011).
Ukuran diameter yang kecil akan mengarah pada ukuran pori yang kecil sehingga
bisa menjadi membran yang selektif terhadap suatu zat tertentu. Nanofiber yang
diproses melalui elektrospinning memiliki kristalinitas yang rendah akibat
pemaparan medan listrik yang tinggi yang diiringi oleh penguapan pelarut yang
cepat (Garg dan Bowlin, 2011). Kondisi ini akan berpotensi meningkatkan
konduktivitas ionik membran.
Larutan yang dipakai dalam proses elektrospining berasal dari bahan
polimer baik yang sintetik ataupun alami. Kitosan (chitosan) adalah salah satu
polimer alam yang keberadaanya sangat melimpah. Kitosan dihasilkan melalui
proses deasetilasi zat kitin yang banyak terdapat pada hewan laut Crustacea (jenis
udang dan kepiting). Kitosan bersifat inert, hidrofilik, stabilitas termal yang
tinggi, dan tidak larut dalam air, pelarut basa, serta pelarut inorganik.
Solubilitasnya di dalam asam organik cair memungkinkan kitosan membentuk
formasi gel
dalam berbagai bentuk konfigurasi. Larutan kitosan memiliki
viskositas yang tinggi walaupun untuk konsentrasi yang sangat rendah, sehingga
menyebabkan polimer ini sangat sulit di-elektrospinning. Beberapa penelitian
melaporkan sulitnya membuat nanofiber yang berasal dari bahan kitosan murni
tanpa ada tambahan polimer lain (Li dan Hsieh, 2006a) (Desai et al., 2008)
(Klossner et al., 2008) (Kriegel et al., 2009). Kemudian, langkah yang ditempuh
adalah dengan melakukan pencampuran polimer kitosan dengan polimer lain
untuk menghasilkan larutan dengan kemampuan proses elektrospining yang baik.
Polivinil alkohol (PVA) merupakan salah satu bahan polimer yang telah
sukses dan banyak dibuat nanofibernya melalui elektrospinning. PVA juga
4
merupakan polimer sintetik yang bersifat isolator, nontoksik, dan larut dalam air.
PVA telah banyak dipakai sebagai media untuk bahan-bahan yang tidak bisa dielektrospining. Bahkan paduan PVA dengan polimer lain akan memungkinkan
diperoleh suatu bahan baru yang memiliki sifat yang lebih bagus dari bahan-bahan
penyusunnya.
Beberapa
peneliti
telah
melaporkan
tentang
nanofiber
campuran
PVA/kitosan menggunakan elektrospinning (Li dan Hsieh, 2006) (Jia et al.,
2007a) (Sajeev et al., 2008). Akan tetapi, pembahasan parameter larutan tidak
disajikan secara detail. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada
pengaruh parameter larutan (konduktivitas larutan, pH, viskositas, tegangan
permukaan, rasio campuran PVA dan kitosan (PVA/kitosan), dan konsentrasi
asam asetat) dalam proses elektrospinning larutan PVA/kitosan, struktur
morfologi, dan diameter nanofiber yang dihasilkan. Nanofiber yang sudah berhasil
dibuat selanjutnya dikarakterisasi untuk melihat potensinya sebagai membran
elektrolit fuel sel.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa permasalahan yang akan dibahas,
yakni:
a. Bagaimana pengaruh konsentrasi asam asetat pada larutan
PVA/kitosan terhadap struktur morfologi nanofiber
b. Bagaimana
pengaruh
sifat-sifat
larutan
(pH,
konduktivitas,
viskositas, tegangan permukaan) terhadap struktur morfologi
nanofiber
c. Bagaimana pengaruh rasio PVA/kitosan terhadap struktur morfologi
nanofiber
d. Bagaimana interaksi antara PVA dan kitosan pada campuran
PVA/kitosan
e. Bagaimana potensi nanofiber PVA/kitosan sebagai membran fuel
sel.
5
1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian yang dilakukan menjadi lebih fokus, maka diberikan
beberapa batasan masalah yang meliputi :
a. Jenis polimer kitosan yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan kitosan yang dihasilkan dari cangkang kepiting
b. Parameter tegangan permukaan, solubilitas larutan, dan pengaruh
berat molekul tidak dibahas
c. Tegangan dan jarak
tip-kolektor maksimum elektrospinning
berturut-turut adalah 15 kV dan 14 cm.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan proses elektrospinning yang stabil
melalui pengaturan parameter larutan agar diperoleh struktur nanofiber yang
diameternya rendah dan seragam, untuk mengetahui pengaruh parameter larutan
dalam proses elektrospinning, serta mengetahui sifat-sifat nanofiber yang berasal
dari campuran PVA dan kitosan.
1.5 Manfaat Penelitian
Campuran PVA/kitosan dengan struktur nanofiber memiliki potensi untuk
diaplikasikan pada berbagai bidang, terutama dalam bidang konversi energi yakni
fuel sel. Kualitas bahan PVA/kitosan tersebut erat kaitannya dengan struktur
internalnya. Oleh karena itu, struktur morfologi yang seragam dan ukuran
diameter nanofiber yang rendah sangat bermanfaat bagi perbaikan sifat-sifat
PVA/kitosan.
Download