BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali merupakan salah satu jenis sapi asli Indonesia yang cukup penting dan terdapat dalam jumlah yang cukup besar. Populasi sapi bali di Indonesia pernah dicatat dua kali pada tahun 1984 dan 1988. Setelah kurun waktu tersebut, pencatatan jumlah sapi bali tidak pernah dilakukan lagi, sehingga jumlah pastinya saat ini tidak diketahui. Pada tahun 1988 jumlah sapi bali tercatat sebanyak 2.632.125 ekor atau sekitar 26,9% dari total sapi potong yang ada di Indonesia (Anonimous, 1999). Dibandingkan dengan sapi lokal lainnya yang ada di Indonesia (sapi Ongole, PO dan Madura), persentase sapi bali menduduki posisi tertinggi (Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2002). Sapi bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng). Hardjosubroto dan Astuti (1993) melaporkan bahwa di Indonesia saat ini, banteng liar hanya terdapat di hutan lindung Baluran, Jawa Timur, Ujung Kulon, Jawa Barat, serta di beberapa kebun binatang. Adanya banteng liar ini memberikan peluang untuk perbaikan mutu sapi bali atau sapi jenis lain melalui persilangan. Payne dan Rolinson (1973) menyatakan bahwa gen asli sapi bali berasal dari Pulau Bali yang kemudian menyebar luas ke daerah Asia Tenggara. Dengan kata lain, pusat gen sapi bali adalah di Pulau Bali. Sapi bali sangat mudah dikenali dari fenotif yang dimilikinya, antara lain berwarna merah bata, berukuran sedang, tidak berpunuk, kaki-kakinya ramping, memiliki cermin hidung, kuku, dan bulu ujung ekornya (switch) berwarna hitam, kaki di bawah persendian karpal dan tarsal 5 berwarna putih (white stocking), dan kulit berwarna putih ditemukan pada bagian pantatnya. Selain itu, pada paha bagian dalam, kulitnya berwarna putih berbentuk oval (white mirror). Pada punggungnya selalu ditemukan rambut berwarna hitam yang membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor (Batan, 2006). Keunggulan-keunggulan sapi bali ini adalah memiliki ketahanan terhadap cuaca panas (heat tolerance yang tinggi), dapat hidup hanya dengan memanfaatkan hijauan yang kurang bergizi, dan memiliki daya cerna yang tinggi terhadap makanan (Bandini, 2003). Tujuan utama masyarakat memelihara sapi bali adalah untuk tabungan dan untuk membantu mengerjakan tanah sawah atau tegalannya. Sebagai ternak potong, sapi bali merupakan jenis sapi lokal Indonesia yang memegang peranan penting sebagai penghasil daging yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani. Selain dagingnya, kotoran hewan ini juga banyak dipakai sebagai pupuk organik untuk menyuburkan tanaman perkebunan seperti tanaman jeruk, kopi, atau tanaman lainnya. Kulit sapi yang sudah disamak dan dikeringkan juga dapat digunakan untuk bahan sepatu, tas, ikat pinggang, dan tali gamelan (Oka et al., 2012). 2.2 Bakteri Asam Laktat (BAL) Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang memfermentasi laktosa dan menghasilkan asam laktat sebagai produk utamanya. Bakteri ini sudah lama dikonsumsi dan diketahui memberi efek menguntungkan bagi tubuh manusia. Peranan penting dari bakteri ini adalah kemampuannya memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa (memberi manfaat pada penderita lactose intolerance), memecah protein menjadi monopeptida dan asam amino yang bermanfaat bagi tubuh, serta menghasilkan bakteriosin yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Butt, 1999; Shah, 1999). Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri Gram positif, katalase negatif, berbentuk bulat atau batang, tidak membentuk spora, tidak mempunyai sitokrom, aerotoleran, anaerobik hingga mikroaerofilik dan membutuhkan nutrisi yang kompleks seperti asam-asam amino, vitamin (B2, B6, B12 dan biotin), purin, dan pirimidin (Surono, 2004). Bakteri yang termasuk kelompok BAL antara lain; Aerococcus, Allococcus, Bifidobacterium, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, dan Vagococcus (Ali dan Radu, 1998). Menurut Stamer (1979) secara morfologi bakteri asam laktat termasuk bakteri Gram positif berbentuk batang atau bulat, tidak berspora, tidak motil atau sedikit sekali yang motil, katalase negatif, mikroaerofilik sampai anaerob, serta menyukai temperatur mesofilik antara suhu optimum pertumbuhan 25°C dan suhu maksimum pertumbuhan 37-40°C. BAL yang tumbuh pada bahan pangan umumnya bersifat kemoorganotrofik, dimana sebagai sumber energi dan sumber karbon yang diperlukan untuk tumbuh adalah senyawa organik (Fardiaz, 1989). BAL sangat erat kaitannya dengan bahan pangan karena bakteri ini berperan penting sebagai pengawet dan penghasil produk yang bercitarasa khas (Hammes et al., 2003). Bakteri ini juga mampu menurunkan pH sehingga menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk. Menurut Tjokroadikoesoemo (1986) BAL dapat melakukan fermentasi gula menjadi asam laktat. Beberapa diantaranya hanya menghasilkan asam laktat saja sebagai produk utamanya (disebut homofermentatif) dan beberapa kelompok lainnya juga dapat menghasilkan asam-asam volatil, etanol, dan CO2 di samping asam laktat (disebut heterofermentatif). Bakteri asam laktat homofermentatif menggunakan jalur Embden Meyerhof, yaitu glikolisis untuk menghasilkan 2 mol asam laktat dan 2 mol ATP dari 1 molekul glukosa/heksosa dalam kondisi normal. Dalam jalur ini tidak dihasilkan CO2. Biomassa sel yang dihasilkan oleh kelompok BAL homofermentatif dua kali lebih banyak daripada bakteri asam laktat heterofermentatif (Caplice dan Fitzgerald, 1999). Sementara itu, kelompok BAL heterofermentatif, menggunakan jalur 6fosfoglukonat/fosfoketolase. Selain menghasilkan asam laktat, kelompok BAL ini juga menghasilkan senyawa citarasa, mannitol, serta 1 mol ATP dari heksosa. Kelompok bakteri ini tidak mempunyai enzim aldolase (Surono, 2004). Pada golongan BAL homofermentatif, hasil fermentasi terbesarnya adalah asam laktat (lebih dari 85%), sedangkan pada golongan BAL heterofermentatif hasil fermentasinya berupa asam laktat (hanya 50%) dan produk lain seperi asam asetat, etanol, dan karbondioksida (Jay, 1986). Jalur metabolisme bakteri homofermentatif dan heterofermentatif dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Jalur Embden–Meyerhof–Parnas pada bakteri asam laktat homofermentatif dan heterofermentatif (Caplice dan Fitzgerald, 1999). 2.2.1 Karakteristik bakteri asam laktat Bakteri asam laktat ditemukan pertama kali oleh Pasteur, seorang professor Kimia di University of Lille, pada tahun 1878. BAL yang diisolasi dari susu yang mengalami pembusukan juga dapat ditemukan pada saluran pencernaan hewan dan manusia (Widodo, 2003). Bakteri asam laktat termasuk dalam kelompok “bakteri baik” dan aman untuk dikonsumsi, bakteri dengan sifat demikian disebut food grade microorganism atau dikenal sebagai mikroorganisme dengan Generally Recognized As Safe (GRAS), yaitu mikroorganisme yang tidak beresiko terhadap kesehatan (Donohue, 2004). Kelompok bakteri ini tidak membusukkan protein, tetapi dapat memetabolisme berbagai jenis karbohidrat secara fermentatif menjadi asam laktat, sehingga disebut kelompok bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat memerlukan nutrisi yang sangat kompleks untuk menunjang pertumbuhannya, sehingga kelompok BAL membutuhkan habitat yang kaya akan nutrisi, seperti berbagai jenis makanan (susu, daging, minuman dan sayuran). Beberapa BAL sering berasosiasi dengan hewan dan manusia, sehingga BAL sering dapat diisolasi dari mulut, saluran usus, dan vagina hewan mamalia (Axelsson, 1998). Suhu optimum pertumbuhan bakteri asam laktat sangat beragam tergantung pada strainnya (Mustaqim et al., 2014). Ada yang bersifat psikotropik (mampu tumbuh pada suhu 5°C atau dibawahnya), seperti genus Leuconosto, Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophillus, dan kebanyakan spesies Lactobacillus bersifat obligat homofermentatif dan tumbuh dengan baik pada suhu 45°C, tetapi tidak tumbuh pada suhu 15°C (Surono, 2004). 2.2.2 Bakteri asam laktat dalam saluran pencernaan Sistem pencernaan hewan diawali dari mulut hingga anus. Lebih dari 99% bakteri ada di dalam saluran usus besar merupakan bakteri anaerob obligat. Beberapa diantaranya adalah Clostridium, Bacterioides, Bifidobacerium. Sisanya yang hanya kurang dari 1% berupa bakteri fakultatif anaerobic, seperti E. coli, Proteus, Enterobacter dan bakteri patogen lainnya. Populasi bakteri dalam lambung sangat rendah, yaitu sekitar 103 sel/gram. Hal ini disebabkan oleh kondisinya sangat ekstrim. Sementara itu, di dalam usus besar atau colon bisa ditemukan sebanyak 400 – 500 jenis bakteri yang jumlahnya dapat mencapai triliunan sel bakteri (1012-14 sel per gram isi usus besar). BAL umumnya ditemukan sekitar 104-109 sel per gram isi kolon (Lambert dan Hull, 1996). Jenis mikroba yang terdapat dalam saluran pencernaan, dimulai dari mulut sampai usus besar secara ringkas ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Mikroflora dalam Saluran Pencernaan Jumlah mikroba (koloni/ml atau g) Jenis Mikroba Jumlah total viable Mikroba aerobic Streptococcus Enterococcus Staphylococcus Enterobaceria Khamir Mikroba anaerobic Peptostreptococcus Bifidobacerium Lactobacillus Clostridium Eubacerium Veillonella Fusobacterium Bacteroides fragilis Provetella Orofaring Lambung Jejenum Ileum 108-1010 0-104 0-103 104-108 Usus Besar 1010-1012 106-108 Jarang 0-102 Jarang 0-103 1-103 Jarang 0-102 0-102 0-102 0-104 0-102 0-103 0-103 0-102 102-104 102-104 102-105 102-107 102-104 103-105 105-1010 104-106 104-1010 102-105 104-106 0-102 0-103 Jarang 102-103 103-108 104-108 Jarang 106-108 1-103 0-102 0-102 Jarang Jarang 0-102 0-102 Jarang 0-102 0-103 0-104 0-104 Jarang Jarang 0-103 0-103 0-103 102-104 102-106 103-109 102-105 102-104 Jarang 102-104 103-104 103-107 103-104 1010-1012 108-1011 106-108 106-109 109-1012 103-106 106-108 1010-1012 104-105 Sumber : Surono (2004) Mikrobiota dalam saluran pencernaan bisa membantu pencernaan makanan. Beberapa jenis bakteri bahkan dapat menghasilkan berbagai jenis vitamin yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Selain produk-produk bermanfaat tersebut, beberapa bakteri dapat menghasilkan produk, seperti senyawa-senyawa hasil pembusukan protein, produksi toksin, serta berbagai senyawa penyebab kanker yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Pada saat terjadi diare, bakteri enteropatogen E. Coli, Vibrio cholera atau Salmonella thypii dapat tumbuh dengan pesat dan jumlahnya bisa sangat tinggi (Salminen et al., 1998). 2.2.3 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam laktat Kelangsungan hidup bakteri asam laktat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti asam amino, karbohidrat, tingkat keasaman (pH), senyawa antimikroba, suhu penyimpanan, dan perlakuan panas. Bakteri asam laktat memerlukan beberapa asam amino dan vitamin untuk menunjang pertumbuhannya. Jenis karbohidrat yang tersedia biasanya sangat menentukan jenis BAL yang tumbuh. Pada pH sekitar 4-5, bakteri asam laktat pada umumnya sangat kompetitif bila dibandingkan dengan mikroba lain. Di dalam bahan pangan kadang-kadang terkandung senyawa antimikrobia, baik yang terbawa secara alami atau senyawa buatan yang mampu menghambat pertumbuhan BAL. Suhu penyimpanan berpengaruh sangat besar terhadap komposisi flora BAL. Perlakuan panas baik melalui pemasakan dan pasteurisasi sangat efektif untuk menginaktivasi beberapa strain BAL (Widodo, 2003). 2.2.4 Ketahanan hidup (viabilitas) BAL pada media dengan pH rendah Bakteri asam laktat merupakan mikroorganisme yang dapat hidup pada kisaran pH yang luas (Oh et al., 2000). Setiap strain BAL mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap asam atau pH rendah. Toleransi terhadap pH rendah merupakan salah satu syarat penting suatu isolat BAL untuk dapat dikembangkan menjadi kandidat probiotik. Kriteria ini diperlukan karena isolat BAL yang akan dikembangkan menjadi probiotik harus melewati kondisi lambung yang sangat asam sebelum mencapai usus besar (Salminen et al., 1998). Pada umumnya bakteri tumbuh dengan baik pada pH sekitar 7, meskipun dapat tumbuh pada kisaran pH 5 – 8 (Lay, 1994). Menurut Wilson dan Miles (1966), media dengan pH yang sangat rendah akan bersifat toksik dan menyebabkan kematian bakteri bila terdedah dalam waktu yang cukup lama. Sebagian besar bakteri tidak dapat bertahan hidup pada pH lambung yang dapat mencapai pH 2 dalam keadaan kosong (Kong dan Singh, 2008; Jacobsen et al., 1999). 2.2.5 Kemampuan tumbuh BAL pada media yang mengandung garam empedu Menurut Poedjiadi (1994), empedu dibuat di dalam hati dan disimpan sementara di dalam kandung empedu, sebelum digunakan. Empedu merupakan cairan jernih, berwarna kuning, agak kental, rasanya pahit dan mempunyai pH antara 6,9 – 7,7. Empedu mengandung zat-zat anorganik seperti HCO3-, CL-, NA+, dan K+ serta zat-zat organik seperi asam-asam empedu, bilirubin dan kolesterol (Vogel, 1985). Asam kolat dan asam deoksikolat merupakan komponen penting dalam empedu. Garam empedu merupakan turunan asam kolat (asam empedu), dibiosintesis dari kolesterol dan berfungsi sebagai pengemulsi lipid supaya dapat diabsorbsi oleh mukosa usus (Hawab, 2003). Mikroflora normal BAL yang terdapat di dalam saluran pencernaan mempunyai ketahanan yang bervariasi terhadap garam empedu. Ketahanan BAL terhadap garam empedu merupakan salah satu syarat penting untuk dapat diterima sebagai probiotik. Bakteri yang berhasil hidup setelah ditumbuhkan dalam media MRSA yang mengandung 0,5% garam empedu, dinyatakan bersifat tahan terhadap garam empedu (Bridson, 1998). 2.3 Efek fungsional BAL Berbagai efek fungsional yang dapat diberikan oleh bakteri asam laktat, antara lain : berperan sebagai starter dalam fermentasi berbagai bahan pangan, mampu menstimulir sistem imun, mampu menstimulir sekresi asam lambung, mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen, menghasilkan vitamin, memproduksi senyawa yang penting bagi kesehatan dan meningkatkan pergerakan isi lambung (Herawati, 2008). 2.3.1 Probiotik Probiotik merupakan mikroorganisme yang memberikan efek menyehatkan saluran pencernaan dengan cara mengontrol pertumbuhan mikroorganisme penyebab penyakit. Pemberian probiotik pada ternak ditujukan untuk membantu hewan ternak menjaga keseimbangan mikrobiota saluran pencernaannya (Fuller, 1999). Dengan adanya probiotik dalam saluran pencernaan hewan, maka status kesehatan hewan ternak tersebut dapat ditingkatkan dengan cara menjaga keseimbangan mikrobiota saluran pencernaan atau mengurangi potensi bakteri patogen yang menyebabkan penyakit saluran pencernaan (Gaggia et al., 2010). Agar dapat berperan sebagai probiotik, suatu species BAL harus memenuhi beberapa persyaratan, seperti mempunyai viabilitas yang tinggi sehingga tetap hidup di sepanjang saluran pencernaan, tumbuh dan aktif dalam saluran pencernaan, berasal dari genus bakteri yang aman untuk dikonsumsi, tahan terhadap asam, garam empedu dan kondisi anaerob, mampu tumbuh dengan cepat dan menempel (melakukan kolonisasi) pada dinding saluran pencernaan, mampu menghambat atau membunuh bakteri patogen, mampu mendegradasi laktosa dan menurunkan kadar serum kolesterol serta memacu sistem kekebalan tubuh (Widodo, 2003). Kelompok bakteri yang banyak digunakan sebagai probiotik adalah bakteri asam laktat. Beberapa species, seperti Lactobacillus casei dan Lactobacillus acidophylus telah banyak dilaporkan berperan sebagai probiotik (Usmiati et al., 2011). Selain kelompok Lactobacillus, species lain seperti Bacillus circulans dan Bacillus sp yang diisolasi dari saluran pencernaan ternak juga dapat digunakan sebagai probiotik yang efektif untuk pengganti antibiotik (Manin, 2010). Selain pada manusia, probiotik telah banyak dilaporkan memberi efek menyehatkan pada hewan (Haryati, 2011). Pemberian probiotik sering dimanfaatkan untuk pengendalian Salmonellosis pada ternak unggas (Winarsih et al., 2004). Probiotik yang ditambahkan ternyata diketahui mampu menghasilkan senyawa antimikrobia yang dapat menekan Salmonella dan akhirnya memberikan keseimbangan mikrobia dalam sistem pencernaan hewan ternak tersebut. Probiotik mempunyai peranan positif terhadap kesehatan, seperti mengobati alergi (Isolauri et al., 2002; Kalliomaki et al., 2003), mengurangi frekuensi terjadinya penyakit diare (Van Neil et al., 2002), menstimulasi sistem imunitas tubuh, mengendalikan infeksi patogen, mampu berperan sebagai pengganti antibiotik serta mampu menekan terjadinya tumor dan kanker sistem pencernaan dengan cara memelihara keseimbangan mikrobia dalam sistem pencernaan (Scheinbach, 1998) 2.4 Kerangka Konsep Secara garis besar, kerangka konsep penelitian ini ditampilkan pada Gambar 2. Feses kolon sapi bali definisi probiotik berkembang Isolat BAL 18A menjadi makanan suplemen berupa mikroba hidup yang memiliki keuntungan definisi probiotik Kultivasi BAL kepada manusia khususnya berkembang menjadi makanan dalam keseimbangan suplemen berupa definisi probiotik mikroflora usus (Shortt, mikroba hidup berkembang Uji1999). Katalase Uji pewarnaan Gram Penanaman MRS broth yang memiliki menjadi makanan probiorkembang keuntungan suplemen berupa menjadi makanan kepadaprobiotik manusia mikroba hidup definisi definisi probiotik suplemen berupa yang memiliki khususnya dalam berkembang berkembang mikroba hidup yang keuntungan menjadi makanan menjadi makanan keseimbangan memiliki keuntungan kepada manusia suplemen berupa suplemen berupa mikroflora usus kepada manusia Uji potensihidup probiotik mikroba khususnya dalam mikroba hidup yang (Shortt, 1999). khususnya dalam yang memiliki memiliki keuntungan keseimbangan keseimbangan keuntungan kepada manusia mikroflora definisi probiotikusus mikroflora usus (Shortt, Uji ketahanan BAL terhadapberkembang pH kepada rendah Uji ketahanan BAL terhadap NaDC khususnya dalam (Shortt,manusia 1999). 1999). khususnya dalam keseimbangan menjadi makanan keseimbangan suplemen berupa mikroflora usus (Shortt, mikroba hidup yang mikroflora usus 1999). Konfirmasi isolat sebagai probiotik memiliki keuntungan (Shortt, 1999). unggul Konfirmasi isolat sebagai kepada manusia probitik unggul khususnya dalam Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian keseimbangan mikroflora usus (Shortt, 1999).