penambahan proprioceptive exercise pada intervensi

advertisement
TESIS
PENAMBAHAN PROPRIOCEPTIVE EXERCISE PADA INTERVENSI
STRENGTHENING EXERCISE LEBIH MENINGKATKAN
KELINCAHAN PADA PEMAIN
SEPAKBOLA
ISMANINGSIH
NIM : 1390361023
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
TESIS
PENAMBAHAN PROPRIOCEPTIVE EXERCISE PADA INTERVENSI
STRENGTHENING EXERCISE LEBIH MENINGKATKAN
KELINCAHAN PADA PEMAIN
SEPAKBOLA
ISMANINGSIH
NIM : 1390361023
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA
KONSENTRASI FISIOTERAPI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
i
PENAMBAHAN PROPRIOCEPTIVE EXERCISE PADA INTERVENSI
STRENGTHENING EXERCISE MENINGKATKAN
KELINCAHAN PADA PEMAIN
SEPAKBOLA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga
Konsentrasi Fisioterapi, Program Pascasarjana
Universitas Udayana
ISMANINGSIH
NIM 1390361023
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA
KONSENTRASI FISIOTERAPI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 2 JULI 2015
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. dr. I Wayan Weta, MS
NIP: 195811051987021001
Muh. Ali Imron, SMPh, S Sos. M.Fis
NIDN: 0526056801
Mengetahui
Ketua Program Studi Fisiologi Olahraga
Program Pascasarjana,
Universitas Udayana
Direktur
Program Pascasarjana,
Universitas Udayana
Dr.dr. Susy Purnawati, M.K.K, AIFO
NIP. 19680929 199903 2 001
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K)
NIP. 195902151985102001
iii
Tesis ini telah diuji pada
Tanggal 2 Juli 2015
Panitia Penguji Tesis Ini Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No.: 1911 / UN.14.4 / HK / 2015 Tanggal 1 Juli 2015
Ketua
: Dr.dr.I. Wayan Weta, MS
Sekretaris : Muh. Ali Imron, SMPh, S. Sos. M. Fis
Anggota
:
1. Prof. Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M.Kes, AIFO
2. Dr. dr. I Made Muliarta, M. Kes
3. Sugijanto, Dipl. PT, M. Fis
iv
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Kampus Bukit Jimbaran
Telepon (0361) 701812, 701954, 703139, Fax, (0361)-701907, 702442
Laman: www.unud.ac.id
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama
: Ismaningsih
NIM
: 1390361023
Program Studi
: Magister Fisiologi Olahraga
Judul Tesis
: PENAMBAHAN PROPRIOCEPTIVE EXERCISE PADA
INTERVENSI STRENGTHENING EXERCISE LEBIH
MENINGKATKAN KELINCAHAN PADA PEMAIN
SEPAKBOLA
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis* ini bebas plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka
saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010
dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, Juni 2015
Pembuat Pernyataan
( ISMANINGSIH )
NIM : 1390361023
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat allah SWT, karena hanya atas
ridho-Nya dan atas izin-Nya sehingga penulis di beri kesehatan serta kemampuan
untuk menyelesaikan Tesis dengan judul “Penambahan Proprioceptive Exercise
pada Intervensi Strengthening Exercise Lebih Meningkatkan Kelincahan Pada
Pemain Sepakbola”.
Atas
segala
bimbingan,
arahan,
dorongan,
dan
fasilitas
selama
menyelesaikan Tesis ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada yang
terhormat:
1. Prof.Dr.dr. Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD selaku Rektor Universitas
Udayana.
2. Prof.Dr.dr.A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana.
3. Dr. dr. Susy Purnawati, M. K. K. AIFO selaku Ketua Program Studi Fisiologi
Olahraga – Fisioterapi Universitas Udayana.
4. Dr.dr. I Wayan Weta MS selaku Pembimbing I yang telah banyak
memberikan arahan dan bimbingan serta saran selama proses penyelesaian
Tesis ini.
5. Muh. Ali Imron, SMPh, S. Sos. M. Fis, selaku Pembimbing II yang dengan
penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada
penulis.
6. Prof. Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M. Kes, AIFO yang telah menjadi
penguji dan memberi banyak masukan membangun dalam penyelesaian Tesis
ini.
7. Dr. dr. I Made Muliarta, M. Kes yang telah menjadi penguji dan memberi
banyak masukan membangun dalam penyelesaian Tesis ini.
8. Sugijanto, Dipl. PT, M. Fis yang telah menjadi penguji dan memberi banyak
masukan membangun dalam penyelesaian Tesis ini.
vi
9.
Para Dosen dan seluruh staff Program Magister Fisiologi Olahraga yang
secara tulus telah memberikan materi perkuliahan, bimbingan, motivasi serta
kelancaran penulis dalam menyelesaikan studi.
10. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Fisiologi Olahraga jurusan Fisioterapi
Angkatan 2013 yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam
penyusunan tesis ini.
11. Kedua Orang Tua tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, doa serta
dorongan moril maupun materil yang tak terhingga.
12. Adikku Tersayang terima kasih atas doa dan dukungannya.
13. Anakku tersayang Ghaly Hanif Fakhri dan si bungsu yang selalu menjadi
motivasi, karena kalian lah mama semangat menyelesaikan tesis secepatnya.
14. Suamiku tercinta yang dengan penuh pengertian, kesabaran, memberikan
dorongan semangat, menjadikan penulis berhasil menyelesaikan tesis ini.
15. Dan semua teman-teman atau pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu. Terima kasih atas semuanya.
Penulis menyadari bahwa dalam Tesis ini masih terdapat kelemahan dan
kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Semoga Tesis ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi banyak orang.
Denpasar, Juni 2015
Hormat Saya,
Ismaningsih
vii
ABSTRAK
PENAMBAHAN PROPRIOCEPTIVE EXERCISE PADA INTERVENSI
STRENGTHENING EXERCISE LEBIH MENINGKATKAN
KELINCAHAN PADA PEMAIN SEPAKBOLA
Cedera dalam berolahraga akan mengakibatkan penurunan dari kesadaran
proprioceptive dan kelemahan otot. Sehingga akan ditemukan ketidakstabilan
postural, yang mengarah pada rasa yang tidak terkoordinasi atau hilangnya kontrol
gerakan, Hal tersebut juga berpengaruh terhadap nilai kelincahan. sehingga
diperlukan latihan berupa proprioceptive exercise dan strengthening exercise
untuk menghindari cedera saat berolahraga. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efek Penambahan Proprioceptive Exercise Pada Intervensi
Strengthening Exercise Lebih Meningkatkan Kelincahan Pada Pemain Sepakbola
.
Metode penelitian ini bersifat uji klinis eksperimental dengan ramdomized
pre and post test two group design. Penelitian dilaksanakan selama 6 minggu.
Sampel siswa SMA N 5 Pekanbaru, yang terdiri dari 44 anak laki-laki berusia
antara 15-18 tahun, dibagi menjadi 2 kelompok yang terdiri dari kelompok I
perlakuan pada intervensi strengthening exercise berjumlah 22 orang dan
kelompok II perlakuan pada penambahan proprioceptive exercise pada intervensi
strengthenng exercise berjumlah 22 orang juga. Pengukuran nilai kelincahan
dengan menggunakan Illinois Agility Run Test.
Hasil analisis menunjukkan peningkatan nilai waktu tempuh kelincahan
secara bermakna (p = 0.000) pada kedua kelompok. Pada kelompok I terjadi
penurunan waktu tempuh nilai rerata (16.,58±0.80) menjadi (15,43±0,62).
demikian pula kelompok II terjadi penurunan waktu tempuh yang lebih besar dari
(16,61±0,85) menjadi (14,92±0,42) dengan nilai (p = 0.000). nilai rerata sebelum
perlakuan pada kedua kelompok tidak ada perbedaan (p = 0.914) kemudian
setelah diberikannya perlakuan pada kedua kelompok terdapat perbedaan
signifikan dan juga didapatkan nilai (p= 0,003) yang berarti terdapat perbedaan
secara signifikan pada panurunan waktu tempuh pada kelompok I lebih menurun
dibandingkan dengan kelompok II sehingga kelincahannya meningkat.
Simpulan : Penambahan Proprioceptive
Exercise Pada Intervensi
Strengthening Exercise Terbukti Lebih Baik Daripada Strengthening Exercise
Tunggal Dalam Meningkatkan Kelincahan Pada Pemain Sepakbola.
Kata kunci: proprioceptive exercise/strengthening exercise/kelincahan/closed
kinetic chain.
viii
ABSTRACT
INTERVENTION IN ADDITION PROPRIOCEPTIVE EXERCISE TO
STRENGTHENING EXERCISE FOR INCREASE AGILITY SOCCER
PLAYERS
Injuries in sport would lead to a reduction of proprioceptive awareness and
muscle weakness. So it will be found postural instability, which leads to a sense of
uncoordinated or loss of control of movements, It also affects the value of agility.
so that the necessary training in the form of proprioceptive exercises and
strengthening exercises to avoid injury while exercising. This study aims to
determine the effect of addition of Proprioceptive Exercise Exercise More On
Strengthening Interventions Improve Agility On Football Players.
This research method is experimental clinical trials with pre and post test
ramdomized two group design. Research carried out for 6 weeks. Samples of high
school students N 5 Pekanbaru, consisting of 44 boys aged between 15-18 years,
divided into two groups consisting of Group I treatment at strengthening exercise
intervention was 22 people and group II proprioceptive exercise treatment in
addition to the intervention strengthenng exercise amounted to 22 people as well.
Measurement of the value of agility by using the Illinois Agility Run Test.
The analysis showed an increase in the value of travel time agility
significantly (p = 0.000) in both groups. In the first group decreased travel time
mean values (16, 58 ± 0.80) to (15.43 ± 0.62). group II as well as a decline in
travel time greater than (16.61 ± 0.85) to (14.92 ± 0.42) with values (p = 0.000).
average value before treatment in both groups there was no difference (p = 0914)
and then after treatment in both groups exerts a significant difference, and also
obtained the value (p = 0.003), which means that there are significant differences
in A decrease in travel time on more decreased compared to group I with group II
this increasing agility.
Conclusions: The addition of Proprioceptive Exercise On Strengthening
Exercise Intervention Proven Better Than Single Strengthening Exercise In
Improving Agility On Football Players.
Keywords: proprioceptive exercise / strengthening exercise / agility / closed
kinetic chain.
ix
RINGKASAN
PENAMBAHAN PROPRIOCEPTIVE EXERCISE PADA INTERVENSI
STRENGTHENING EXERCISE LEBIH MENINGKATKAN
KELINCAHAN
PADA PEMAIN SEPAKBOLA
Kelincahan merupakan salah satu komponen fisik yang banyak
dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan sebagai
kemampuan mengubah arah secara efektif dan cepat, sambil berlari hampir dalam
keadaan penuh. Kelincahan terjadi karena gerakan tenaga yang eksplosif.
Besarnya tenaga ditentukan oleh kekuatan dari kontraksi serabut otot. Kecepatan
kontraksi otot tergantung dari daya serabut - serabut otot dan kecepatan transmisi
impuls saraf. Seseorang yang mampu mengubah arah dari posisi ke posisi yang
berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi gerak yang baik berarti
memiliki kelincahan cukup tinggi.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Responden penelitian
adalah anak laki-laki pemain sepakbola SMA N 5 Pekanbaru. Secara keseluruhan
sampel berjumlah 44 orang yang berusia antara 15-18 tahun. Responden dibagi
menjadi dua kelompok yaitu 22 orang siswa merupakan kelompok perlakuan I dan
22 orang siswa menjadi kelompok perlakuan II. Sebelum dilakukan intervensi,
terlebih dahulu dilakukan illinois agility run test yang dalam hal ini dilakukan
untuk mengetahui nilai kelincahan awal sampel. Ini dilakukan baik pada
kelompok perlakuan I maupun kelompok perlakuan II, sehingga diperoleh hasil
nilai kelincahan yang objektif. Kemudian responden dijadwalkan untuk
melakukan intervensi strengthening exercise dan penambahan proprioceptive
exercise pada intervensi strengthening exercise dengan frekuensi tiga kali dalam
seminggu selama 6 minggu dan dilakukan evaluasi pengukuran dengan
mengunakan agility illinois run test kembali setiap minggunya.
Adanya perbedaan pada penelitian ini dikarenakan pada sistem
proprioceptive pada tingkat sadar otomatis mempengaruhi reflek kinerja otak
memungkinkan fungsi locomotor agar bekerja dengan baik yang memberikan
informasi kinestetik yang lebih besar terhadap sensorik halus dan kesadaran setiap
saat. Hal tersebut mempengaruhi tonus otot serta otomatis mempengaruhi
stabilisasi sendi dan terjadi pemeliharaan posisi tubuh yang seimbang dan akan
menimbulkan kelincahan yang sangat baik. Dalam penelitian ini juga disebutkan
bahwa latihan dengan berdiri satu kaki dengan mata tertutup memiliki nilai
konsentrasi yang tinggi menyebabkan proprioceptive bekerja lebih dominan
sehingga terjadi peningkatan proprioceptive yang signifikan karena adanya
adaptasi yang lebih baik terhadap saraf pusat dan perifer.
Berdasarkan distribusi penyebaran nilai kelincahan sesuai illinois agility
run ratings (seconds) sebelum perlakuan pada kelompok I berada pada penilaian
dengan kategori bagus sekali (22,7%) dan setelah perlakuan pada kelompok I
x
meningkat ke kategori sangat baik (27,3%) sedangkan penilaian kelincahan
sebelum perlakuan pada kelompok II berada pada kategori bagus sekali (20,5%)
setelah perlakuan pada kelompok II berada pada kategori sangat baik (47,7%). Hal
ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan peningkatan nilai kelincahan yang
diukur dengan menggunakan Illinois Agility Run Test sebelum dan sesudah
diberikan perlakuan pada kelompok I dan kelompok II.
Hasil analisis dengan uji statistik menunjukkan bahwa pada nilai rerata pre
dan post kelompok 1 didapatkan nilai p = 0,000 hal ini menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan, sedangkan pada nilai rerata pre dan post kelompok II
didapatkan nilai p = 0,000 hal tersebut juga menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan. Kemudian pada perlakuan kelompok I dan kelompok II nilai pre
didapatkan p = 0,914 dan pada perlakuan kelompok I dan kelompok II nilai post
didapatkan p = 0,003 yang berarti adanya penurunan rerata pada variabel nilai
kelincahan. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada
nilai p < 0,05 yang berarti bahwa penambahan proprioceptive exercise lebih baik
daripada
intervensi strengthening exercise tunggal dalam meningkatkan
kelincahan pada pemain sepakbola.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ............................................................................................ i
PRASYARAT GELAR ..................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................ v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ vi
ABSTRAK DAN RINGKASAN ...................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 9
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 9
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 9
1.4.1 Manfaat Ilmiah ................................................................... 9
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................. 9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kelincahan .................................................................
2.1.1 Jenis Kelincahan ................................................................
2.1.2 Faktor – Faktor yang mempengaruhi Kelincahan ..............
2.1.3 Fisiologi Otot .....................................................................
2.2 Anatomi dan Biomekanik ............................................................
2.3 Proprioceptive Exercise ..............................................................
2.3.1 Mekanisme Fisiologis Pemberian Proprioceptive
Exercise untuk Meningkatkan Kelincahan ........................
2.4 Strengthening Exercise ................................................................
2.4.1 Faktor-faktor yang Penting Terhadap Peningkatan
Strengthening Exercise ......................................................
2.4.2 Perubahan sistem Neuromuskular dalam Peningkatan
Kekuatan Otot ....................................................................
2.4.3 Mekanisme fisiologis pemberian Strengthening exercise
untuk meningkatkan kelincahan.........................................
11
12
13
30
38
40
46
47
52
55
58
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Berpikir ...................................................................... 60
3.2 Kerangka Konsep Penelitian ....................................................... 62
3.3 Hipotesis ...................................................................................... 63
xii
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................
4.2.1 Tempat Penelitian ..............................................................
4.2.2 Waktu Penelitian ................................................................
4.3 Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................
4.4 Penentuan Sumber Data ..............................................................
4.4.1 Variabilitas Populasi ..........................................................
4.4.2 Sampel ................................................................................
4.4.3 Kriteria Eligibilitas .............................................................
4.4.4 Besar Sampel......................................................................
4.4.5 Teknik Sampling ...............................................................
4.5 Variabel Penelitian ......................................................................
4.5.1 Identifikasi Variabel ..........................................................
4.6 Definisi Operasional ....................................................................
4.7 Instrumen Penelitian ....................................................................
4.8 Alur Penelitian .............................................................................
4.9 Analisis Data Penelitian ..............................................................
4.9.1 Uji Statistik ........................................................................
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian ............................................................................
5.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian ..........................................
5.1.2 Uji Normalitas dan Homogenitas .......................................
5.1.3 Uji Komparabilitas Data Nilai Kelincahan Sebelum Pada
Perlakuan Kelompok I dan Kelompok II ...........................
5.1.4 Uji Beda Rerata Peningkatan Nilai Kelincahan Terhadap
Kelompok Intervensi Strengthening Exercise dan
Kelompok Penambahan Proprioceptive Exercise Pada
Pemain Sepakbola. .............................................................
BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan .................................................................................
6.2 Kondisi Subjek ............................................................................
6.3 Efek Penambahan Proprioceptive Exercise pada Intervensi
Strengthening Exercise lebih meningkatkan Kelincahan pada
Pemain Sepakbola .......................................................................
6.3 Keterbatasan Penelitian ...............................................................
64
65
65
65
65
66
66
66
66
67
68
69
69
69
75
76
77
77
79
79
81
82
83
84
84
85
87
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan ...................................................................................... 89
7.2 Saran ............................................................................................ 89
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 90
LAMPIRAN ....................................................................................................... 94
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik Serat Otot Rangka ...................................................... 34
Tabel 5.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia pada Kelompok Perlakuan 1
dan Kelompok Perlakuan 2 .............................................................. 79
Tabel 5.2 Diskripsi Sampel Menurut Tinggi Badan (TB) Pada Kelompok
Perlakuan I Dan Kelompok Perlakuan II ........................................ 79
Tabel 5.3 Diskripsi Sampel Menurut Berat Badan (BB) Pada Kelompok
Perlakuan I Dan Kelompok Perlakuan II ......................................... 80
Tabel 5.4 Diskripsi sampel menurut nilai Illinois Agility Run Ratings (detik) 80
Tabel 5.5 Uji Normalitas dan Uji Homegentitas .............................................. 81
Tabel 5.6 Uji Komparabilitas Sebelum Pada Kelompok Perlakuan I dan II
dengan Independent t-Test ............................................................... 82
Tabel 5.7 Uji Beda Rerata Peningkatan Nilai Kelincahan Terhadap
Kelompok Intervensi Strengthening Exercise dan Kelompok
Penambahan Proprioceptive Exercise Pada Pemain Sepakbola. ..... 83
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Proses Fisiologi Terjadinya Keseimbangan ................................ 21
Gambar 2.2
Garis Gravitasi ............................................................................. 27
Gambar 2.3
Perbedaan Posisi Aktin dan Miosin Saat Relaksasi an Kontraksi 32
Gambar 2.4
Hubungan Antara Dengan Muscle Fiber ..................................... 35
Gambar 2.5
Neuromuscular Junction ............................................................. 36
Gambar 2.6
Motor Neuron dan Serabut Otot ................................................. 37
Gambar 2.7
Lintasan Proprioceptive .............................................................. 42
Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian ....................................................... 62
Gambar 4.1
Bagan Rancangan Penelitian ....................................................... 64
Gambar 4.2
Illinois Agility Run Test ............................................................... 70
Gambar 4.3
Strengthening exercise closed kinetic chain ................................ 72
Gambar 4.4
Strengthening exercise closed kinetic chain ................................ 72
Gambar 4.5
Strengthening exercise closed kinetic chain ................................ 72
Gambar 4.6
Strengthening exercise closed kinetic chain ................................ 73
Gambar 4.7
Proprioceptive exercise closed kinetic chain dilakukan dengan
mata tertutup/ terpejam (side to side, one foot, squat) ................ 75
Gambar 4.8
Alur Penelitian ............................................................................. 76
xv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1 Besaran Elastic Resistance ............................................................... 51
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelincahan merupakan salah satu komponen fisik yang banyak
dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan
sebagai kemampuan mengubah arah secara efektif dan cepat, sambil berlari
hampir dalam keadaan penuh. Kelincahan terjadi karena gerakan tenaga yang
eksplosif. Besarnya tenaga ditentukan oleh kekuatan dari kontraksi serabut
otot. Kecepatan kontraksi otot tergantung dari daya serabut - serabut otot dan
kecepatan transmisi impuls saraf. Seseorang yang mampu mengubah arah
dari posisi ke posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi
gerak yang baik berarti memiliki kelincahan cukup tinggi (Wahjoedi, 2001).
Menurut Maksum (2007) kelincahan adalah kemampuan tubuh atau
bagian tubuh untuk mengubah arah gerakan secara mendadak dalam
kecepatan yang tinggi. Misalnya mampu berlari berbelok-belok, lari bolakbalik dalam jarak dan waktu tertentu, atau kemampuan berkelit dengan cepat
dalam posisi tetap berdiri stabil.
Kelincahan merupakan kombinasi antara kekuatan otot, fleksibilitas,
kecepatan, keseimbangan, kecepatan reaksi, dan koordinasi neuromuskular.
Pada masa sekarang ini banyak terjadi penurunan kelincahan yang terjadi
akibat sedentary lifestyle yang di alami oleh remaja akan menggangu remaja
tersebut dalam aktivitas fisiknya dan kemampuan dalam berolahraga ketika
1
2
berada dalam usia produktif. Sedentary lifestyle menyebabkan banyak remaja
yang malas melakukan aktivitas olahraga hingga aktivitas fisik dikarenakan
orang dengan sedentary lifestyle sering mengabaikan aktivitas fisik atau
melakukan kegiatan yang tidak membutuhkan energi, hal ini dapat terlihat
bahwa saat orang lebih suka duduk di depan televisi ataupun komputer.
Keadaan lingkungan sekitar yang tidak mendukung dirinya dalam beraktifitas
mengakibatkan penurunan komponen kebugaran yang ada di dalam tubuh
remaja sehingga terjadi pula penurunan kualitas hidup. Hal ini juga
menjadikan penurunan kemampuan fisiologis dari jaringan lunak dalam
bekerja. Penurunan kemampuan fisiologis dari jaringan lunak tersebut
mengakibatkan penurunan keterampilan dalam berolahraga salah satunya
adalah penurunan kelincahan yang dapat menimbulkan cedera dalam olahraga
(Charlotte, 2015).
Cedera dalam berolahraga akan dapat mengakibatkan penurunan dari
kesadaran proprioceptive dan kelemahan otot. Sehingga akan ditemukan
ketidakstabilan postural, yang mengarah pada rasa yang tidak terkoordinasi
atau hilangnya kontrol gerakan (Edson, 2010).
Kelincahan sering dapat kita amati dalam situasi permainan
sepakbola, misalnya seorang pemain yang tergelincir dan jatuh di lapangan,
namun masih dapat menguasai bola dan mengoperkan bola tersebut dengan
tepat kepada temannya. Dan sebaliknya, seorang pemain yang kurang lincah
mengalami situasi yang sama kemungkinan besar tidak akan mampu
3
menguasai bola, namun kemungkinan justru akan mengalami cedera karena
jatuh.
Pada permainan sepakbola, kelincahan memiliki peran yang cukup
penting dalam memperoleh kemenangan di dalam suatu pertandingan. Hal ini
dikarenakan dengan karakteristik permainan sepakbola cepat dan terus
bergerak, dimana tim memiliki kecepatan yang lebih baik, melakukan
pergerakan yang lebih banyak, akan memiliki peluang yang lebih untuk dapat
mencetak gol lebih banyak, yang pada akhirnya akan memenangkan
pertandingan. Pemain sepakbola dalam hal ini yaitu pemain sepakbola amatir
yang didefinisikan seseorang yang melakukan kegiatan olahraga karena
didorong oleh kegemaran saja bukan untuk mencari nafkah.
Menurut Herwin (2006), permainan sepakbola saat ini merupakan
permainan yang atraktif dan menarik untuk ditonton. dengan durasi waktu
permainan 2 kali 45 menit, banyak kemampuan teknik dan gaya permainan di
tampilkan oleh seseorang pemain. Permainan sepakbola modern dewasa ini
banyak diperagakan oleh pemain yang memiliki kemampuan teknik yang
baik. Disamping itu kemampuan fisik merupakan kemampuan dasar yang
perlu dimiliki oleh pemain untuk menunjang kemampuan lainnya. kondisi
fisik tidak dapat ditingkatkan dan dikembangkan hanya dalam waktu sesaat
atau dalam beberapa pertemuan saja, melainkan perlu dilakukan dalam jangka
waktu relatif lama. Untuk mencapai kondisi fisik yang baik diperlukan latihan
yang kontinyu dan progresif.
4
Salah satu teknik dasar yang cukup penting untuk dikuasai dalam
permainan sepakbola adalah teknik dribbling (menggiring bola). Menurut
Sucipto, (2008) menyatakan dribbling adalah : “menendang putus – putus
atau pelan – pelan”. Dribbling dapat diartikan sebagai gerakan menggiring
bola dengan menggunakan kaki, mendorong bola agar bergulir terus –
menerus di atas tanah. Selain itu juga menyatakan bahwa. “menggiring bola
adalah salah satu keterampilan individu yang sangat penting”. Pernyataan ini
menunjukkan sangat pentingnya dribbling. Dribbling erat kaitannya dengan
penguasaan bola di lapangan. Tim yang menguasai bola menunjukkan tim
tersebut memiliki kualitas bermain yang lebih baik dipandang dari sudut
kelincahan.
Menurut Scheunemann, (2005) bahwa : memiliki skill menggiring
bola memang penting, tapi pemain hendaknya tidak lupa bahwa menggiring
bola sangat menguras tenaga dan sering kali memperlambat tempo
permainan. Sedangkan menurut Koger (2007), menggiring bola atau
(dribbling) adalah metode menggerakkan bola dari satu titik ke titik lain di
lapangan dengan menggunakan kaki. Tujuan menggiring bola antara lain
untuk mendekati jarak ke sasaran (gawang lawan), melewati hadangan lawan,
mencari kesempatan untuk memberikan umpan dan menghambat permainan.
Memiliki kemampuan dribbling yang baik sangat penting dalam permainan
sepakbola. Kelincahan kaki merupakan hal yang sangat penting, dengan
memiliki kelincahan kaki maka seorang pemain sepakbola akan bergerak ke
segala arah dalam menggiring bola sehingga akan mampu menerobos
5
pertahanan lawan, untuk itu diperlukan latihan berupa proprioceptive exercise
dan strengthening exercise.
Proprioceptive exercise merangsang sistem saraf yang mendorong
terjadinya
respon
otot
dalam
mengontrol
sistem
neuromuskuler.
Proprioceptive dihasilkan melalui respon secara simultan, visual, vestibular,
dan sistem sensorimotor, yang masing-masing memainkan peran penting
dalam menjaga stabilitas postural. Paling diperhatikan dalam meningkatkan
proprioception adalah fungsi dari sistem sensorimotor, meliputi integrasi
sensorik. Motorik, dan komponen pengolahan yang terlibat dalam
mempertahankan homeostasis bersama selama tubuh bergerak, sistem
sensorimotor mencakup informasi yang diterima melalui reseptor saraf yang
terletak di ligamen, kapsul sendi, tulang rawan dan geometri tulang yang
terlibat dalam struktur setiap sendi. Mechanoreceptor sensorik khusus
bertanggung jawab secara kuantitatif terhadap peristiwa hantaran mekanis
yang terjadi dalam jaringan menjadi impuls saraf (Rienmann, 2002).
Proprioceptor sensorik bertanggung jawab dalam sensasi yang
ditemukan di otot, tendon, ligamen, persendian dan fascia. Proprioceptive
dapat
diartikan
sebagai
keseluruhan
kesadaran
dari
posisi
tubuh.
Proprioceptive diatur oleh mekanisme saraf pusat dan saraf tepi yang datang
terutama dari reseptor otot, tendon, ligamen, persendiaan dan fascia.
Kesadaran posisi akan berpengaruh terhadap gerak yang akan dilakukan,
gerak yang timbul tersebut akibat impuls yang diberikan stimulus yang
diterima dari receptor yang selanjutnya informasi tersebut akan diolah di otak
6
yang kemudian informasi tersebut akan diteruskan oleh reseptor kembali ke
bagian tubuh yang bersangkutan (Lephart, 2013).
Proprioceptive exercise memfasilitasi otak, saraf, dan otot dalam
berkomunikasi lebih baik agar benar mengidentifikasi posisi tubuh dan
bagaimana tubuh bergerak. Dalam hal ini penulis memilih latihan
proprioceptive exercise berupa closed kinetic chain exercise dimana bahwa
latihan closed kinetic chain exercise memberikan umpan balik proprioceptive
dan kinestetik lebih besar daripada open kinetic chain exercise. Menurut teori
saat bergerak beberapa kelompok otot yang dilintasi untuk menerima impuls,
sendi akan diaktifkan selama latihan closed kinetic chain exercise
berlangsung sedangkan selama latihan open kinetic chain exercise reseptor
sensorik, otot, jaringan intra artikular dan ekstra artikular diaktifkan dalam
mengendalikan gerak (Kisner and Colby, 2007).
Strengthening
exercise
(latihan
penguatan)
adalah
perubahan
peningkatan kekuatan otot pada latihan dengan beban yang terus meningkat
dikarenakan adanya perubahan morfologikal otot, yaitu semakin besar
diameter serabut otot maka otot akan semakin kuat, semakin besar otot
terbentuk maka mitokondria akan semakin banyak (Ganong, 2010).
Strengthening exercise dikenal dengan Progressive Resistance
Exercise (PRE), yaitu dengan meningkatkan intensitasnya pada interval
waktu yang pendek, kecepatan cepat dan kekuatan berubah-ubah sehingga
bersifat anaerobik dan merangsang serabut saraf tipe IIA yang menghasilkan
7
tegangan yang besar dalam waktu singkat, mengarah pada aktifitas metabolik
anaerob dan cepat lelah.
Strengthening exercise mengarah kepada output tenaga dari suatu
kontraksi otot dan secara langsung berhubungan dengan jumlah tension yang
dihasilkan oleh kontraksi otot, dimana otot adalah sebagai salah satu
komponen yang dapat menghasilkan suatu gerakan dan merupakan suatu
jaringan yang terbesar dalam tubuh dan otot mempunyai kemampuan
ekstensibilitas, elastisitas dan kontraktilitas (Kisner and Colby, 2007).
Strengthening exercise memiliki kelebihan yaitu dapat meningkatkan
kinerja otot, terjadinya peningkatan kekuatan pada jaringan ikat (tendon,
ligamen dan jaringan ikat intramuskular), kepadatan mineral tulang menjadi
lebih besar atau demineralisasi tulang kurang, penurunan stres selama
aktivitas fisik, mengurangi risiko cedera jaringan lunak selama aktivitas fisik,
memungkinkan terjadinya peningkatan kapasitas untuk memperbaiki dan
menyembuhkan jaringan lunak dari kerusakan karena dampak positif pada
proses perbaikan jaringan, dapat memungkinkan terjadi peningkatan
keseimbangan tubuh, meningkatkan kinerja fisik dalam kehidupan seharihari, pekerjaan dan aktivitas rekreasi, terjadi perubahan positif dalam
komposisi tubuh (peningkatan massa otot atau penurunan lemak tubuh),
perasaan fisik menjadi lebih tenang, kemungkinan peningkatan persepsi
kecacatan dan kualitas hidup menjadi lebih baik (Kisner and Colby, 2012).
Menurut
penelitian
Minoonejad
(2012),
menyatakan
bahwa
strengthening exercise berupa closed kinetic chain exercise dan open kinetic
8
chain exercise, keduanya sama-sama efektive untuk strengthening exercise
pada otot. Closed kinetic chain exercise adalah gerakan yang terjadi pada
rangkaian gerak tertutup dimana gerakan tubuh lebih pada segmen distal
tertentu. Sebagai contoh, gerakan closed kinetic chain terjadi pada posisi
menumpu berat badan dimana kaki ditumpukkan dilantai dan otot
mengangkat atau bagian bawah tubuh seperti memanjat gunung atau
berjongkok. Closed kinetic chain exercise ditampilkan pada postur fungsional
dengan beberapa derajat menumpu berat badan dan bisa meliputi gerakan
konsentrik, eksentrik, atau isometrik.
Berdasarkan pengalaman klinis, sebagian besar fisioterapi diklinik dan
pelatih olahraga mengabungkan keduanya proprioceptive exercise dan
strengthening exercise untuk dapat neningkatkan ataupun mengembalikan
kondisi seorang atlit, klien atau pasien agar dapat melakukan aktivitas seharihari kembali. Sejumlah penelitian telah melihat efek dari proprioceptive
exercise, strengthening exercise, atau mengkombinasikan keduanya untuk
mengembalikan aktivitas fungsional serta meningkatkan kelincahan (Ross,
2006).
Fisioterapi sebagai tenaga kesehatan yang berkompeten dibidangnya
mempunyai peran yang sangat besar dalam menangani kondisi penurunan
kelincahan yang disebabkan oleh faktor kecepatan, kekuatan otot, kecepatan
reaksi, keseimbangan, fleksibilitas, dan kondisi neuromuskular. Pada
penelitian ini penulis memberikan penambahan proprioceptive exercise pada
9
intervensi strengthening exercise lebih baik
dalam upaya peningkatan
kelincahan pada pemain sepakbola.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah
penambahan
proprioceptive
exercise
pada
intervensi
strengthening exercise lebih meningkatkan kelincahan daripada intervensi
strengthening exercise tunggal pada pemain sepakbola?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk membuktikan penambahan proprioceptive exercise pada
intervensi strengthening exercise lebih meningkatkan kelincahan pada pemain
sepakbola.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
Dari hasil penelitian diharapkan akan diperoleh informasi ilmiah
tentang efek pemberian proprioceptive exercise dan intervensi
strengthening exercise lebih meningkatkan kelincahan pada pemain
sepakbola, serta mendapatkan penjelasan ilmiah bahwa efek aplikasi
Penambahan proprioceptive exercise
pada intervensi strengthening
exercise lebih meningkatkan kelincahan pada pemain sepakbola.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kelincahan
pemain sepakbola dengan diberikannya penambahan proprioceptive
exercise pada intervensi strengthening exercise yang menyatakan lebih
10
meningkatkan kelincahan daripada intervensi strengthening exercise
tunggal, sehingga selanjutnya dapat di manfaatkan dalam menjaga serta
meningkatkan kelincahan.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kelincahan
Kelincahan merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang berperan
penting dalam merespon suatu gerakan yang didapatkan dikarenakan harus
mampu bergerak dengan cepat merubah arah atau melepaskan diri.
Kelincahan
didefinisikan sebagai kemapuan untuk mengubah
kecepatan dan arah posisi tubuh atau bagian-bagiannya dengan cepat dan
tepat,
sementara
perpindahannya
dengan
cepat
tanpa
kehilangan
keseimbangannya (Ismaryati, 2008).
Menurut Maksum (2007), Kelincahan adalah kemampuan tubuh atau
bagian tubuh untuk mengubah arah gerakan secara mendadak dalam
kecepatan yang sangat tinggi. Misalnya mampu berlari berbelok-belok, lari
bolak-balik dalam jarak dan waktu tertentu, atau kemampuan berkelit dengan
cepat dalam posisi tetap berdiri stabil. Maksum (2007), mengatakan bahwa
komponen kelincahan erat kaitannya dengan komponen kecepatan dan
koordinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa kelincahan bagi seseorang
sangat erat kaitannya dengan kamampuan melakukan gerakan mengubahubah arah dengan kecepatan yang tinggi (Purwanto, 2004).
Menurut Sumiyarsono (2006) “kelincahan adalah kemampuan
seseorang untuk berlari cepat dengan mengubah-ubah arahnya”. Kelincahan
merupakan hal dasar yang dimiliki tubuh baik untuk beraktivitas fungsional,
11
12
kemampuan dalam berolahraga seperti kemampuan untuk gerakan cepat, dan
berhenti mendadak, perubahan arah dengan cepat, efisien dan penyesuaian
gerak kaki pada tubuh atau bagian tubuh pada saat melakukan gerakan saat
aktivitas. Setiap individu dengan kelincahan yang baik memiliki kesempatan
lebih baik untuk sukses dalam aktivitas fisik dibandingkan dengan individu
yang memiliki kelincahan buruk. Dinyatakan demikian karena kelincahan
sendiri merupakan aspek dari beberapa kondisi fisik yang harus dimiliki
untuk meningkatkan performance dan menghindari cedera.
2.1.1 Jenis Kelincahan
Menurut Ismaryati (2008) ditinjau dari keterlibatan atau
perannya dalam beraktivitas, kelincahan dikelompokkan menjadi dua
macam yaitu, kelincahan umum dan kelincahan khusus. Berdasarkan
jenis kelincahan tersebut menunjukkan bahwa, kelincahan umum
digunakan untuk aktivitas sehari-hari atau kegiatan olahraga secara
umum. Sedangkan kelincahan khusus merupakan kelincahan yang
bersifat khusus yang dibutuhkan dalam cabang olahraga tertentu.
Kelincahan yang dibutuhkan memiliki karakteristik tertentu sesuai
tuntutan cabang olahraga yang dipelajari.
Menurut Purwanto (2004) bahwa seorang pemain yang
mempunyai kelincahan yang baik akan memiliki keuntungan antara lain
: mudah melakukan gerakan yang sulit, tidak mudah jatuh atau cedera,
dan mendukung teknik-teknik yang digunakannya terutama teknik
menggiring bola, ciri-ciri kelincahan dapat dilihat dari kemampuan
13
bergerak dengan cepat, mengubah arah dan posisi tergantung pada
situasi dan kondisi yang dihadapi dalam waktu yang relative singkat
dan cepat.
2.1.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kelincahan
Kelincahan
merupakan
kombinasi
dari
kekuatan
otot,
fleksibilitas, kecepatan, keseimbangan, kecepatan reaksi dan koordinasi
neuromuskular. Dengan kata lain kelincahan juga dipengaruhi oleh
faktor kekuatan otot, fleksibilitas, kecepatan, keseimbangan, kecepatan
reaksi dan koordinasi neuromuskular. Faktor-faktor tersebut merupakan
faktor yang sangat menentukan dalam tinggi atau rendahnya
kemampuan kelincahan.
a. Kekuatan Otot
Kekuatan
adalah
kemampuan
otot
atau
grup
otot
menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik
secara dinamis maupun statis (Kisner dan Colby, 2007). Kekuatan
otot juga dapat diartikan sebagai kekuatan maksimal otot yang di
tunjang oleh cross sectional otot yang merupakan otot untuk
menahan beban maksimal pada aksis sendi.
Otot dalam berkontraksi dan menghasilkan tegangan
memerlukan suatu tenaga atau kekuatan. Kekuatan mengarah
kepada output tenaga dari kontraksi otot dan secara langsung
berhubungan dengan sejumlah tension yang dihasilkan oleh
14
kontraksi otot, sehingga meningkatkan kekuatan otot berupa level
tension, hipertropi, dan recruitment serabut otot.
Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang sangat kuat antara fisiologi cross-sectional area dan
tegangan maksimal otot ketika dilakukan stimulasi elektrik.
Kekuatan otot-otot skeletal manusia dapat menghasilkan kekuatan
kurang lebih 3-8 kg/cm2 pada cross–sectional area tanpa
memperhatikan jenis kelamin (Lea, 2010). Namun variabilitas
cross-sectional area pada suatu otot akan berbeda setiap saat karena
pengaruh latihan inaktifitas.
Kekuatan selain dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin,
dapat di pengaruhi juga oleh beberapa faktor, seperti: faktor
biomekanik, neuromuskular (ukuran cross-sectional otot, motor
unit recruitment, tipe kontraksi, jenis serabut otot, dan kecepatan
kontraksi), faktor metabolisme (ketersediaan energi) dan faktor
psikologis.
Karena kekuatan merupakan salah satu komponen dari
kecepatan, maka semakin besar kekuatan dalam suatu gerakan,
semakin besar pula tenaga eksplosif yang terjadi sehingga akan
mampu meningkatkan kelincahan.
b. Fleksibilitas
Fleksibilitas merupakan kemampuan untuk menggerakkan
sendi-sendi dalam jangkauan gerakan penuh dan bebas. Keluwesan
15
otot dan kebebasan gerak persendian sering dikaitkan dengan hasil
pergerakan yang terkoordinasi dan efisien. Kelenturan di arahkan
kepada kebebasan luas gerak sendi atau ROM. Fleksibilitas
menjadi faktor yang juga penting dalam mempengaruhi kelincahan.
Semakin lentur jaringan otot atau jaringan yang secara
bersama–sama bekerja seperti sendi, ligamen, dan tendon maka
juga akan di dapat peningkatan kelincahan. Dalam hal latihan
penguatan dan fleksibilitas keduanya memiliki saling keterkaitan.
Secara otomatis, jika seseorang melakukan latihan penguatan juga
berpengaruh terhadap fleksibilitas, begitu juga sebaliknya, jika
seseorang melakukan latihan fleksibilitas juga akan berpengaruh
terhadap kekuatannya. Kekuatan dan fleksibilitas merupakan
komponen
dari
kecepatan,
sehingga
dapat
mempengaruhi
kelincahan.
Mobilitas sendi sangat penting untuk memaksimalkan ruang
gerak sendi, meningkatkan kinerja otot, mengurangi risiko cedera,
dan memperbaiki nutrisi kartilago.
latihan fleksibilitas, yang
dilakukan pada latihan fisik tahap pertama, dapat meningkatkan
panjang dan elastisitas otot dan jaringan sekitar sendi.
c. Kecepatan
Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakangerakan yang sejenis secara beturut-turut dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu
16
jarak dalam waktu sesingkat-singkatnya. Kecepatan bukan hanya
berarti menggerakkan anggota-anggota tubuh dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya. Kecepatan tergantung dari faktor yang
mempengaruhinya, yaitu kekuatan, waktu reaksi (reaction time),
dan fleksibilitas (Willmore, 2004).
d. Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan
kesetimbangan tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi.
Definisi menurut
O’Sullivan (2004), keseimbangan adalah
kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang
tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Selain itu menurut Ann
Thomson (2003), keseimbangan adalah kemampuan untuk
mempertahankan tubuh dalam posisi kesetimbangan maupun dalam
keadaan statik atau dinamik, serta menggunakan aktivitas otot yang
minimal. Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan
relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau
pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of
support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap
segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskleletal dan
bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh
dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk
beraktivitas secara efektif dan efisien. Keseimbangan merupakan
integrasi yang kompleks dari sistem somatosensorik (visual,
17
vestibular, proprioceptive) dan motorik (musculoskeletal, otot,
sendi jaringan lunak) yang keseluruhan kerjanya diatur oleh otak
terhadap respon atau pengaruh internal dan eksternal tubuh. Bagian
otak yang mengatur meliputi, basal ganglia, cerebellum, area
asosiasi (Batson, 2009).
1. Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu
a) Keseimbangan statis:
Kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan pada
posisi tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas
papan keseimbangan).
b) Keseimbangan dinamis :
Adalah
kemampuan
untuk
mempertahankan
kesetimbangan ketika bergerak. Keseimbangan dinamik
adalah pemeliharaan pada tubuh melakukan gerakan atau saat
berdiri pada landasan yang bergerak (dynamic standing) yang
akan menempatkan ke dalam kondisi yang tidak stabil.
Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari
integrasi
sistem
sensorik
(vestibular,
visual,
dan
somatosensorik termasuk proprioceptive dan muskuloskeletal
(otot, sendi, dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi /
diatur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia,
cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan
kondisi internal dan eksternal. Dipengaruhi juga oleh faktor
18
lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan,
pengaruh obat dan pengalaman terdahulu.
2. Fisiologi Keseimbangan
Kemampuan
tubuh
untuk
mempertahankan
keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak
dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi
yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari
tubuh mempertahankan keseimbangan adalah
menyanggah
tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk
mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan
bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian
tubuh lain bergerak.
Banyak komponen fisiologis dari tubuh manusia
memungkinkan kita untuk melakukan reaksi keseimbangan.
Bagian paling penting adalah proprioceptive yang menjaga
keseimbangan. Kemampuan untuk merasakan posisi bagian
sendi atau tubuh dalam gerak (Brown et al, 2006). Beberapa
jenis reseptor sensorik di seluruh kulit, otot, kapsul sendi, dan
ligamen memberikan tubuh kemampuan untuk mengenali
perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal pada
setiap sendi dan akhirnya berpengaruh pada peningkatan
keseimbangan. Konsep ini penting dalam pengaturan ortopedi
klinis
karena
fakta
bahwa
meningkatkan
kemampuan
19
keseimbangan pada atlet membantu mereka untuk mencapai
kinerja atletik yang unggul (Riemann, 2002). Proprioception
dihasilkan melalui respon secara simultan, visual, vestibular,
dan sistem sensorimotor, yang masing-masing memainkan peran
penting dalam menjaga stabilitas postural. Paling diperhatikan
dalam meningkatkan proprioception adalah fungsi dari sitem
sensorimotor,
meliputi
integrasi
sensorik.
Motorik,
dan
komponen pengolahan yang terlibat dalam mempertahankan
homeostasis bersama selama tubuh bergerak, sistem sensori
sensorimotor mencakup informasi yang diterima melalui
reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul sendi, tulang
rawan dan geometri tulang yang terlibat dalam struktur setiap
sendi. Mechanoreceptor sensorik khusus bertanggung jawab
secara kuantitatif terhadap peristiwa hantaran mekanis yang
terjadi dalam jaringan menjadi impuls saraf (Rienmann, 2002).
Empat
jenis
utama
dari
mechanoreceptor
yang
membantu dalam proprioception yaitu, termasuk reseptor
ruffini, reseptor pacinian, golgi tendon organ (GTO) dan muscle
spindle ruffini dan pacinian reseptor berhubungan dengan
sensasi sentuhan dan tekanan pada umumnya terletak di kulit
(Shier et al, 2004). Reseptor ruffini dianggap sebagai reseptor
statis dan dinamis berdasarkan ambang rendahnya, reseptor ini
lambat mengadaptasi karakteristik. Melalui perubahan impuls
20
tekanan terjadi perubahan tarik statis dan dinamis pada kulit dan
sangat sensitif terhadap peregangan, reseptor pacinian, agak
cepat beradaptasi, namun reseptor dengan ambang batas rendah
yang dianggap reseptor lebih dinamis (Rienmann, 2002).
Sementara juga sensor tekanan, reseptor pacinian mendeteksi
tekanan berat dan mengenali perubahan percepatan dan
perlambatan gerak (Shier et al, 2004). Golgi tendon organ dan
muscle spindle mempunyai peran yang lebih besar untuk
mengetahui posisi sendi selama bergerak. Pertama GTOs berada
dipersimpangan musculotendinous dan bertanggung jawab untuk
memantau kekuatan kontraksi otot untuk mencegah otot dari
kelebihan beban (Brown et al, 2006). Terhubung ke satu set
serat otot dan diinervasi oleh neuron sensorik, GTOs memiliki
ambang batas yang tinggi dan dirangsang oleh ketegangan otot
yang meningkat.
Keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh system indera
yang terdapat di tubuh manusia bekerja secara bersamaan jika
salah satu system mengalami gangguan maka akan terjadi
gangguan keseimbangan pada tubuh (imbalance), system indera
yang
mengatur/mengontrol
keseimbangan
seperti
vestibular, dan somatosensorik (tactile & proprioceptive).
visual,
21
Gambar 2.1 Proses Fisiologi Terjadinya Keseimbangan
sumber : Anonim, 2015
3. Komponen-komponen pengontrol keseimbangan adalah:
a. Sistem Informasi Sensoris
Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular,
dan somatosensoris (Chandler, 2000).
b. Sistem vestibular
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang
berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan
gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam
telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis
semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem
sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem
labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan
percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-
22
occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika
melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan
melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang
berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju
nukleus vestibular tetapi ke cerebellum, formatio retikularis,
thalamus dan korteks serebri.
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari
reseptor labyrinthine, retikular formasi, dan serebelum.
Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor
neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron
yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada
leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem
vestibular
bereaksi
sangat
cepat
sehingga
membantu
mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol
otot-otot postural.
c. Somatosensoris
Sistem
somatosensoris
terdiri
dari
taktil
atau
proprioceptive serta persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi
disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis.
Sebagian besar masukan (input) proprioceptive menuju
cerebellum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri
melalui lemniskus medialis dan thalamus.
23
Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam
ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat
indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah
ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovial dan
ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di
kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi
kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang.
d. Visual
Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris.
Cratty & Martin (1969) menyatakan bahwa keseimbangan
akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu
agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan
keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan
gerak statis atau dinamis. Penglihatan juga merupakan
sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita
berada,
penglihatan
memegang
peran
penting
untuk
mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan
tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata
menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang.
Dengan
informasi
visual,
maka
tubuh
dapat
menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada
lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang
sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.
24
e. Kekuatan otot (Muscle Strength)
Kekuatan
otot
didefinisikan
sebagai
jumlah
maksimum kekuatan yang dapat mengerahkan otot terhadap
beberapa bentuk resistensi dalam sebuah gerakan.
Hal ini berbeda untuk daya tahan otot, yang
merupakan kontraksi otot ganda atau kontraksi otot terus –
menerus selama periode waktu, misalnya selama berjalan,
mendaki
atau
melakukan
repetisi
berganda
misalkan
dumbbell di gym (matt, 2009).
Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan
aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil
dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon
motorik.
Kekuatan
otot
dapat
digambarkan
sebagai
kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal
(eksternal force) maupun beban internal (internal force).
Kekuatan
otot
sangat
berhubungan
dengan
sistem
neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf
mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi. Sehingga
semakin banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin
besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut.
Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus
adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat
25
adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan
langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya
garvitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus
menerus mempengaruhi posisi tubuh.
f. Respon otot-otot postural yang sinergis (Postural muscles
response synergies)
Sebuah sinergi otot fungsional didefinisikan sebagai
pola co-aktivasi otot direkrut oleh sinyal perintah saraf
(Oveido, 2006). Beberapa kelompok otot baik pada
ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan
postur serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai
gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi
hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot – otot
postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan
posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh.
Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah
pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang
diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol
postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas
maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri
tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai
gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi
hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural
26
bekerja secara sinergis sebagai reaksi dari perubahan posisi,
titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh.
Kerja otot yang sinergi berarti bahwa adanya respon
yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot
yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu.
g. Adaptive systems
Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input
sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi
perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan.
h. Lingkup gerak sendi (Joint range of motion)
Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan
mengarahkan
gerakan
terutama
saat
gerakan
yang
memerlukan keseimbangan yang tinggi.
Faktor - faktor yang mempengaruhi keseimbangan menurut Suhartono,
2005 adalah :
a. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)
Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat
gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik
utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata.
Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan
seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah
atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah
tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang vertebra sakrum ke
dua.
27
Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:
ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang
tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta berat badan.
b. Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)
Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal
melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis
gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat
stabilitas tubuh.
Gambar 2.2 Garis Gravitasi (Dhaenkpedro, 2009)
c. Bidang tumpu (Base of Support-BOS)
Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan
dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang
tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari
28
luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi
stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding
berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat
gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi.
d. Kecepatan Reaksi
Kecepatan reaksi adalah waktu yang diperlukan untuk memberikan
respon kinetik setelah menerima suatu stimulus atau rangsangan. Karena
melalui rangsangan (stimulus) reaksi tersebut mendapat sumber dari:
pendengaran, pandangan (visual), rabaan maupun gabungan antara
pendengaran dan rabaan (Wahjoedi, 2000). Berdasarkan penjelasan diatas
jelas bahwa kecepatan reaksi sangatlah penting dalam kecepatan bergerak.
Neurofisiologis melibatkan potensiasi (perubahan karakteristik kekuatan
kecepatan komponen kontraktil otot yang disebabkan oleh bentangan aksi
otot konsentris dengan menggunakan refleks regangan. Refleks regangan
adalah respon paksa tubuh untuk stimulus eksternal yang membentang
pada otot.
Apabila waktu yang diperlukan untuk memberikan respon kinetik
atas suatu stimulus atau rangsangan cepat, maka hal ini akan
mengakibatkan terjadinya kecepatan dalam melakukan suatu pergerakan,
yang akan meningkatkan kemampuan kelincahan.
e. Koordinasi Neuromuscular
Merupakan kemampuan untuk mengintegrasi indera (visual,
auditori, dan proprioceptive untuk mengetahui jarak pada posisi tubuh)
29
dengan fungsi motorik untuk menghasilkan akurasi dan kemampuan
bergerak. Selain itu masih terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kelincahan, yaitu:
1. Usia
Tes Shuttle Run 30 feet, menunjukkan bahwa anak laki-laki rata-rata
makin bertambah baik mulai usia 12 tahun, sedang anak wanita tidak
lagi bertambah baik setelah usia 13 tahun (M. Sajoto, 2005).
2. Jenis Kelamin
Anak pria memperlihatkan kelincahan yang lebih baik daripada wanita
sebelum mereka mencapai usia pubertas. Setelah pubertas perbedaan
tersebut lebih mencolok.
3. Berat Badan
Berat badan yang berlebihan secara langsung akan mengurangi
kelincahan.
Dimana
berat
badan
yang
berlebihan
cenderung
mengakibatkan muscle imbalance di bagian trunk.
4. Kelelahan
Kelelahan dapat mempengaruhi kelincahan, karena orang yang lelah
akan menurun kecepatan lari dan koordinasinya.
Selain faktor – faktor diatas ada juga faktor –faktor lain yang dapat
mempengaruhi kelincahan. Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi
kelincahan menurut Depdiknas (2002), yaitu :
1. Tipe Tubuh
2. Orang yang tergolong mesomorf lebih tangkas dari pada eksomorf dan
endomorf.
30
3. Umur
4. Kelincahan meningkat sampai kira-kira umur 12 tahun pada waktu mulai
memasuki pertumbuhan cepat (rapid grow). Selama periode tersebut
kelincahan
tidak meningkat, bahkan menurun. Setelah melewati
pertumbuhan cepat (rapid grow) kelincahan meningkat lagi sampai anak
mencapai umur dewasa, kemudian menurun lagi menjelang umur lanjut.
5. Jenis Kelamin
6. Anak laki-laki memperlihatkan kelincahan sedikit lebih dari pada
perempuan sebelum umur pubertas. Setelah umur pubertas perbedaan
kelincahan lebih mencolok.
7. Berat Badan
Berat badan mengurangi kelincahan.
2.1.3
Fisiologi Otot
Jaringan otot terdiri dari sel – sel yang megkhususkan diri untuk
berkontraksi dan menghasilkan gaya. Terdapat tiga jenis jaringan otot: otot
rangka, yang menggerakkan tulang, otot jantung, yang memompa darah
keluar jantung, dan otot polos, yang membungkus dan mengontrol gerakan
isi organ berongga atau berbentuk tabung, misalnya gerakan makanan
melalui saluran cerna. Dengan menggerakkan komponen – komponen intra
sel tertentu, sel menghasilkan tegangan dan memendek, yaitu berkontraksi.
Melalui kemampuan berkontraksinya yang berkembang sempurna,
kelompok – kelompok sel otot yang bekerja sama dalam suatu otot dapat
menghasilkan gerakan dan melakukan kerja (Sherwood, 2011).
31
Otot
membentuk
kelompok
jaringan
terbesar
di
tubuh,
menghasilkan sekitar separuh dari berat tubuh. Otot rangka saja
membentuk sekitar 40% berat tubuh pada pria dan 32% pada wanita,
dengan otot polos dan otot jantung membentuk 10% lainnya dari berat
total. Meskipun ketiga jenis otot secara struktural dan fungsional berbeda
namun mereka dapat diklasifikasikan dalam dua cara berlainan
berdasarkan karakteristik umumnya. Pertama, otot dikategorikan sebagai
lurik atau serat lintang (otot rangka dan otot jantung) atau otot polos,
bergantung pada ada dan tidaknya pita terang gelap bergantian, atau garis
– garis, jika otot dilihat di bawah mikroskop cahaya. Kedua, otot dapat
dikelompokkan sebagai volunter (otot rangka) atau involunter (otot
jantung dan otot polos), masing – masing bergantung pada apakah otot
tersebut disarafi oleh sistem saraf somatik dan berada dibawah kontrol
kesadaran, atau disarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak berada di
bawah kontrol kesadaran meskipun otot rangka digolongkan sebagai
volunter, karena dapat dikontrol oleh kesadaran, namun banyak aktivitas
otot rangka juga berada dibawah kontrol involunter bawah - sadar,
misalnya aktivitas yang berkaitan dengan postur, keseimbangan, dan
gerakan stereotipikal seperti berjalan (Sherwood, 2011).
Dilihat
dengan
mikroskop
elektron,
sebuah
miofibril
memperlihatkan pita gelap (pita A) dan pita terang (pita I) bergantian. Pita
pada semua miofibril tersusun sejajar satu sama lain yang secara kolektif
menghasilkan gambaran serat lintang atau lurik serat otot rangka seperti
32
terlihat dibawah ini. Tumpukan filamen tebal dan tipis bergantian yang
sedikit tumpang tindih satu sama lain berperan menghasilkan gambaran
pita A dan I (Sherwood, 2011).
Gambar 2.3 Perbedaan Posisi Aktin dan Miosin Saat Relaksasi an Kontraksi
Sumber: Raven and Johnson, 2005
Pita A dibentuk oleh tumpukan filamen tebal bersama dengan
sebagian filamen tipis yang tumpang tindih dikedua ujung filamen tebal.
Filamen tebal hanya terletak di dalam pita A dan terbentang di seluruh
lebarnya; yaitu, kedua ujung filamen tebal di dalam suatu tumpukan
mendefinisikan batas luar suatu pita A. Daerah yang lebih terang ditengah
pita A, tempat yang tidak dicapai oleh filamen tipis, adalah zona H, hanya
bagian tengah filamen tebal yang ditemukan di bagian. Suatu sistem
protein penunjang manahan filamen – filamen tebal vertikal di dalam
setiap tumpukan. Protein – protein ini dapat dilihat sebagai garis M, yang
berjalan vertikal di bagian tengah pita A di dalam bagian tengah zona H
(Sherwood, 2011).
33
Pita I terdiri dari bagian filamen tipis sisanya yang tidak menjulur
ke dalam pita A. Di bagian tengah setiap pita I terlihat suatu garis vertikal
pada garis Z. Daerah antara dua garis Z disebut sarkomer, yaitu unit
fungsional otot rangka. Unit fungsional setiap organ adalah komponen
terkecil yang dapat melakukan semua fungsi organ tersebut. Karena itu,
sarkomer adalah komponen terkecil serat otot yang dapat berkontraksi.
Garis Z adalah lempeng sitoskeleton gepeng yang menghubungkan
filamen tipis dua sarkomer yang berdekatan. Setiap sarkomer dalam
keadaan lemas memiliki lebar sekitar 2,5 µm dan terdiri dari satu pita A
utuh dan separuh dari masing – masing dua pita I yang terletak di kedua
sisi. Pita I mengandung hanya filamen tipis dari dua sarkomer yang
berdekatan tetapi bukan panjang keseluruhan filamen – filamen ini.
Selama pertumbuhan, otot bertambah panjang dengan menambahkan
sarkomer baru di ujung miofibril, bukan dengan meningkatkan ukuran
masing – masing sarkomer (Sherwood, 2011).
Didalam gambar tidak diperlihatkan adanya untaian tunggal protein
raksasa yang sangat elastik dan dikenal sebagai titin yang berjalan di
kedua arah dari garis M di sepanjang filamen tebal ke garis Z di ujung
sarkomer yang berlawanan. Titin adalah protein terbesar di tubuh,
terbentuk dari hampir 30.000 asam amino. Protein ini memiliki dua fungsi:
(1) bersama denga protein – protein garis M. Titin membantu
menstabilkan posisi filamen tebal dalam kaitannya dengan filamen tipis;
(2) berfungsi sebagai pegas, protein ini sangat meningkatkan kelenturan
34
otot yaitu, titin membantu otot yang teregang oleh gaya eksternal kembali
secara pasif ke panjang istirahatnya ketika gaya tersebut dihilangkan,
seperti pegas yang diregangkan (Sherwood, 2011).
a. Karakteristik Tipe Serabut Otot
Karakteristik tipe serabut otot memiliki peranan pada sifat
kontraktil otot seperti kekuatan atau strenght, ketahanan atau endurance,
tenaga atau power, kecepatan dan ketahanan terhadap kelelahan / fatique.
Komposisi serabut otot terdiri serat merah dan putih. Seseorang yang
memiliki lebih banyak serat otot berwarna merah lebih tepat untuk
melakukan kegiatan bersifat aerobic, sedangkan yang lebih banyak
memiliki serat otot rangka putih, lebih mampu melakukan kegiatan bersifat
anaerobic (Brian Sharkey, 2003).
Tabel 2.1 Karakteristik Serat Otot Rangka
Karakteristik
Aktivasi ATPase Miosin
Kecepatan Kontraksi
Resistansi Terhadap Kelelahan
Kapasitas Fosforilasi
Oksidatif
Enzim Untuk Glikolisis
Anaerob
Mitokondria
Kapiler
Kandungan Mioglobin
Warna Serat
Kandungan Glikogen
Jenis Serat
Oksidatif
Lambat (Tipe I)
Rendah
Lambat
Tinggi
Tinggi
Oksidatif Cepat
(Tipe IIa)
Tinggi
Cepat
Sedang
Tinggi
Glikolitik Cepat
(Tipe IIb)
Tinggi
Cepat
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Banyak
Banyak
Tinggi
Merah
Rendah
Banyak
Banyak
Tinggi
Merah
Sedang
Sedikit
Sedikit
Rendah
Putih
Tinggi
Sumber : Sherwood, 2010. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem
Serabut otot tipe I (slow twitch fiber) dan serabut otot tipe IIa-b
(fast twich fiber) memiliki motor unit yang berbeda walaupun sama – sama
terletak pada area anterior horn cell dari medulla spinalis. Setiap motor
35
unit hanya mengaktivasi jenis serabut otot yang sama sehingga tidak
tumpang tindih antara serabut otot tipe I, IIa, Iib. Setiap otot pada manusia
memiliki perbandingan 50:50 antara slow twitch fiber dan fast twitch fiber.
Slow twitch fiber memiliki 100 serat per – unit serabut ototnya sedangkan
fast twitch fiber memiliki 10.000 serat per – unit serabut ototnya
(Campbell, 2013).
Gambar 2.4 Hubungan Antara Dengan Muscle Fiber
Sumber: Lopez 2014
Urutan perekrutan dimulai pada motor unit tipe I lalu maju ke
motor unit tipe IIa dan berakhir pada motor unit tipe IIb. Baik jenis latihan
yang bersifat mengaktivasi slow twitch fiber maupun fast twitch fiber,
sama – sama akan melalui urutan perekrutan motor unit tersebut. Tetapi
tetap ada perbedaan titik fokus pencapaian yang terjadi yaitu : ketika
sedang mengaktivasi slow twitch fiber, memang akan melalui urutan
tersebut tetapi fokus aktivasi serat otot lebih pada motor unit tipe I
sedangkan saat mengaktivasi fast twitch fiber, urutan aktivasi tetap seperti
36
itu tetapi akan fokus pada motor unit tipe IIa-b dengan melewati tipe I
secara singkat (Culcea, 2012).
b. Sistem Neuromuskular
Sistem neuromuskular berhubungan dengan tiga komponen yaitu
saraf, neuromuscular junction, dan otot. Dalam hal ini mencakup sistem
muskuloskeletal yang sangat erat kaitannya dengan sistem neuromuskular
(proprioceptive) karena ada serabut saraf yang terhubung dengan otot yang
disebut neuromuscular juntion yang akan menyampaikan impuls kepada
otot untuk bereaksi (kontraksi maupun relaksasi) sehingga terbentuk
aktivasi secara menyeluruh pada otot tersebut karena impuls yang kuat
yang ditangkap oleh motor unit dan motor neuron yang mempersarafi otot
tersebut (Budnik, 2006)
Gambar 2.5 Neuromuskular Junction
Sumber: Amato, 2008
Setiap otot memiliki motor unit yang terdiri dari anterior motor
neuron (terdiri dari: slow twitch fiber dan fast twitch fiber). Tidak semua
37
motor unit pada serabut otot akan teraktivasi secara bersamaan. Hal ini
berarti neuron mempersarafi slow twitch fiber dan fast twitch fiber akan
secara selektif teraktivasi sesuai dengan impuls yang mengaktivasinya
(Brown, 2007)
Gambar 2.6 Motor Neuron dan Serabut Otot
Sumber : Marieb, 2010. Human anatomy & physiology,9th edition.
Setiap otot disarafi oleh sejumlah neuron motorik berbeda. Ketika
masuk ke otot, sebuah neuron motorik membentuk cabang – cabang,
dengan setiap terminal akson mensarafi satu serat otot. Satu neuron
motorik mensarafi sejumlah serat otot, tetapi setiap serat otot hanya
disarafi satu neuron motorik. Ketika suatu neuron motorik diaktifkan,
semua serat otot yang disarafi akan terangsang untuk berkontraksi
serentak. Kelompok komponen yang diaktifkan bersama ini (satu neuron
motorik plus semua serat otot yang disarafi) disebut motor unit. Untuk
kontraksi lemah suatu otot, hanya satu atau beberapa motor unit yang
diaktifkan. Untuk kontraksi yang lebih kuat, lebih banyak motor unit yang
direkrut, fenomena ini disebut recruitment motor unit.
38
Sistem saraf pusat dapat meningkatkan kekuatan kontraksi otot
dengan mekanisme: meningkatkan jumlah motor unit yang diaktifkan
(spatial recruitment motor unit) dan meningkatkan laju aktivasi / firing
rate
yang
dimana
pada
setiap
motor
unit
dirangsang
untuk
mengoptimalkan jumlah tegangan / tension yang dapat dicapai (temporal
recruitment motor unit). Kedua mekanisme ini berjalan bersamaan.
Mekanisme utamanya, aktivasi kontraksi otot yang belum mencapai
kekuatan kontraksi maksimal menyebabkan penambahan recruitment
motor unit, tetapi firing rate pada motor unit awal akan terekrut,
peningkatan firing rate menjadi mekanisme yang mendominasi untuk
meningkatkan kekuatan motorik. Pada tingkat ini dan seterusnya, motor
unit dapat didorong untuk firing rate tahap kedua yang lebih besar dari 50
Hz (Sanbrink, 2012).
2.2 Anatomi dan Biomekanik
Manusia sepanjang daur hidupnya tidak terlepas dari proses gerak.
Mulai dari tingkatan mikroskopik atau gerakan yang terjadi pada tingkatan
intra sel sampai gerak aktual yang setiap hari dilakukan oleh manusia saat
beraktivitas.
Kemampuan
gerak
dan
keterampilan
yang
dimiliki
merupakan hasil dari proses pembelajaran atau adaptasi terhadap
lingkungan.
Proprioceptive exercise dan strengthening exercise berfungsi untuk
meningkatkan fleksibilitas, kekuatan otot, kecepatan reaksi, keseimbangan
dan kooordinasi neuromuskular pada anggota gerak bawah. Proprioceptive
39
exercise dengan gerakan seperti menutup mata diatas wobble board
memberikan penekanan yang lebih agar proprioceptive meningkat,
sedangkan pelatihan dengan isotonik menggunakan elastic resistence
untuk menghasilkan adaptasi otot terhadap stimulus training. Adaptasi
yang terjadi adalah Hipertropi otot yaitu berkembangnya ketebalan otot
dan meningkatnya diameter (massa) otot hal ini terjadi karena adanya
ketegangan
selama
kontraksi
yang
memberikan
stimulus
untuk
meningkatkan diameter serabut otot sehingga otot akan semakin kuat.
Kelincahan sangat dibutuhkan ketika seseorang dalam berolahraga
karena akan melakukan pergerakan dalam keadaan berdiri atau dalam
keadaan berlari merubah arah secara cepat dan tepat. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan illinois agility run test merupakan
pengukuran untuk menilai kelincahan dan bisa juga dijadikan
latihan
setelah dilakukan intervensi proprioceptive exercise dan strengthening
exercise. Secara umum berlari akan menimbulkan kontraksi otot dan hal
ini terjadi karena adanya proprioceptive yang bekerja pada saat proses
berlari. Namun berlari dilapangan yang luas sangat berbeda dengan berlari
dilintasan illinois agility run test. Berlari dilintasan illinois agility run test
membutuhkan fleksibilitas, keseimbangan, kecepatan reaksi, kekuatan otot
dan koordinasi neuromuscular hal tersebut membutuhkan juga konsentrasi
yang tinggi dengan kata lain dibutuhkan adaptasi neuromuscular karena
saat berlari bolak-balik diantara cone terjadi gerakan yang kompleks
dengan cepat tanpa kehilangan keseimbangan. Adaptasi ini disebabkan
40
oleh adaptasi sistem persarafan (nervosum) yaitu terjadinya peningkatan
persentase aktivasi motor unit, perubahan fungsi kontraktil yaitu
peningkatan persentase gaya kontraksi (twitch torque), dan terjadi
hipertropi otot serta terjadinya peningkatan pada koordinasi sistem
neuromuskuler pada keterampilan fisik yang menghasilkan ketepatan
gerak.
Dalam hal ini keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks
dari integrasi atau interaksi sistem sensorik (vestibular, visual,
somatosensorik serta proprioceptive) dan muskuloskeletal (otot, sendi, dan
jaringan lunak) yang dimodifikasi atau diatur dalam otak (kontrol motorik,
sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap
perubahan kondisi internal dan eksternal.
2.3 Proprioceptive Exercise
Proprioceptive exercise merangsang sistem saraf yang mendorong
terjadinya
respon
Proprioceptive
otot
dalam
mengontrol
sistem
neuromuskuler.
umumnya didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menilai dimana masing-masing posisi ekstremitas berada tanpa bantuan
indera penglihatan. Proprioceptive diatur oleh mekanisme saraf pusat dan
saraf tepi yang datang terutama dari reseptor otot, tendon, ligamen,
persendiaan dan fascia (Liu, 2013).
Proprioceptive dapat juga diartikan sebagai keseluruhan kesadaran
dari posisi tubuh. Kesadaran posisi akan berpengaruh terhadap gerak yang
akan dilakukan, gerak yang timbul tersebut akibat impuls yang diberikan
41
stimulus yang diterima dari receptor yang selanjutnya informasi tersebut
akan diolah di otak yang kemudian informasi tersebut akan diteruskan oleh
reseptor kembali ke bagian tubuh yang bersangkutan.
Proprioceptive merupakan rasa sentuhan atau tekanan pada sendi
yang disusun oleh komponen pembentuk sendi dari tulang, ligamen dan
otot serta jaringan spesifik lainnya. proprioceptive merupakan bagian dari
somatosensoris dimana proprioceptive bekerjasama dengan persepsi dan
taktil untuk memberikan informasi tentang daerah sekitar, kondisi
permukaan sehingga dapat mengirimkan sinyal ke otak untuk mengatur
perintah kepada otot dan sendi seberapa menggunakan kekuatan dan
bagaimana menyikapi lingkungan. Proprioception memberikan gambaran
sama seperti sistem kerja visual, dimana memberikan informasi tentang
daerah sekitar, namun hal yang membedakannya adalah proprioceptive
bekerja saat sebuah sendi terjadi kontak langsung dengan permukaan
sebuah benda. Pada kondisi tanpa cahaya (visual gelap) tidak dapat
memberikan banyak informasi untuk tubuh, maka proprioceptive bekerja
lebih dominan saat sendi menyentuh atau terjadi tekanan langsung dengan
permukaannya. Saat mata tertutup kaki masih bisa merasakan dimana kita
berdiri sekarang, tempat miring, berbatu kasar atau datar, dll. Dari
informasi yang diterima oleh golgi tendon dan muscle spindle terkumpul
cukup baik selanjutnya neuron akan meneruskan untuk dikirim ke sistem
saraf pusat melalui ganglion basalis hingga sampai ke sistem saraf pusat
42
seperti perjalanan di gambar kemudian otak menentukan bagaimana kita
menyikapi terhadap permukaan tersebut (Kisner, 2007).
Gambar 2.7 Lintasan Proprioceptive
Sumber: Martin Riemer,2015
Reseptor yang diterima neuron saat menerima rangsangan sendi
dikirim ke dua tempat yaitu ke korteks cerebri atau disebut dengan
proprioceptive sadar karena dapat dikontrol penuh oleh otak baik
penerimaan maupun pengembaliaan impuls ke afektor, dan kortek
cerebellum biasa disebut dengan proprioceptive tak sadar atau bekerja
otomatis (Scholary, 2011). Neuron yang dikirim melalui lintasan ke
korteks cerebri memuat informasi lingkungan dikirim ke otak untuk
mengatur kontraksi dan sistem tubuh, sedangkan neuron yang melalui
korteks cerebri memuat informasi yang akan diberikan ke otak kecil untuk
diolah sehingga hasil yang didapat adalah menjaga keseimbangan tubuh.
43
Cara penyampaian reseptor proprioceptive ke cortex cerebri menggunakan
tiga neuron berbeda, neuron I sel berada di ganglion spinal akan
dikirimkan melalui
Proprioception dihasilkan melalui respon secara
simultan, visual, vestibular, dan sistem sensorimotor, yang masing-masing
memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas postural. Paling
diperhatikan dalam meningkatkan proprioception adalah fungsi dari sitem
sensorimotor,
meliputi integrasi sensorik, motorik, dan komponen
pengolahan yang terlibat dalam mempertahankan homeostasis bersama
selama tubuh bergerak, sistem sensorimotor mencakup informasi yang
diterima melalui reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul sendi,
tulang rawan dan geometri tulang yang terlibat dalam struktur setiap sendi.
Mechanoreceptor sensorik khusus bertanggung jawab secara kuantitatif
terhadap peristiwa hantaran mekanis yang terjadi dalam jaringan menjadi
impuls saraf (Rienmann, 2002).
Proprioceptive merupakan bagian dari kontrol postural manusia
yaitu fungsi yang kompleks yang mencakup komponen seperti deteksi
gerakan
serta
respon
otot
bekerja
menurut
kesadaran
untuk
membangkitkan dan mengendalikan saat terjadinya gerakan. Reseptor
proprioceptive berada di kulit, otot, sendi, ligamen dan tendon. Mereka
memberikan informasi kepada CNS berkaitan dengan jaringan deformasi.
Pada ujung ruffini terletak di kapsul sendi dan ligamen. Karena
mechanoreseptor ini maksimal di rangsang pada sudut sendi tertentu serta
menghubungkan sensasi posisi sendi dan perubahan posisi.
44
Proprioceptive
berkaitan
dengan
dimana
rasa
posisi
mekanoreseptor berada. Hal tersebut meliputi dua aspek yaitu posisi statis
dan dinamis. dalam hal ini statis di definisikan yaitu memberikan orientasi
sadar pada satu bagian tubuh yang lain sedangkan arti dinamis yaitu
memberikan fasilitasi pada sebuah sistem neuromuskular berkaitan dengan
tingkat dan arah gerakan kelincahan (Laskowski, 2012). Proprioceptive
exercise sangat dianjurkan untuk meningkatkan proprioception untuk
meningkatkan keseimbangan dan koordinasi
sehingga tercapainya
kelincahan yang baik (Elsevier, 2012).
Dalam hal ini penulis memilih latihan proprioceptive exercise
dengan wobble board berupa closed kinetic chain exercise dimana bahwa
latihan closed kinetic chain exercise memberikan umpan balik
proprioceptive dan kinestetik lebih besar daripada open kinetic chain
exercise. Menurut teori saat bergerak beberapa kelompok otot yang
dilintasi untuk menerima impuls, sendi akan diaktifkan selama latihan
closed kinetic chain exercise berlangsung sedangkan selama latihan open
kinetic chain exercise reseptor sensorik, otot, jaringan intra artikular dan
ekstra artikular diaktifkan dalam mengendalikan gerak (Kisner and Colby,
2007).
Aktifitas closed kinetic chain exercise dilakukan untuk menumpu
berat badan, khusus untuk menstimulasi mechanoreseptor dan sekitar sendi
maka latihan ini lebih efektif daripada open kinetic chain exercise. Dengan
demikian akan menstimulasi kontraksi otot, menambah stabilitas sendi,
45
keseimbangan, koordinasi, dan meningkatkan kelincahan pada fungsional
tubuh dengan menumpu berat badan. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan wobble board (papan keseimbangan).
Papan keseimbangan atau lebih dikenal di dunia fisioterapi dan
olahraga yang disebut wobble board yaitu sebuah alat yang digunakan
untuk melatih proprioceptive ekstremitas atas atau bawah (Kisner and
Colby, 2007). Wobble board dapat digunakan sebagai alat ukur atau
treatment keseimbangan, stabilisasi, dan koordinasi (Mattacola dan Dwyer,
2002). Latihan ini meningkatkan fungsi saraf proprioceptive dari sistem
saraf pusat dan mengurangi waktu dalam merespon sehingga dapat
memiliki kelincahan yang baik serta dapat melindungi diri dari cedera
(McKeon dan Harte, 2008). Pengertian yang lain tentang wobble board
adalah titik tumpu dari semua wobble board berbentuk setengah lingkaran
atau semi bola, hal ini dapat memungkinkan papan bergerak ke segala
arah, maju – mundur, kiri dan kanan berputar 360 derajat. Wobble board
banyak digunakan untuk perkembangan anak, gymnasium, latihan olah
raga, mencegah terjadinya cidera pada knee dan ankle, proses rehabilitasi
setelah cidera hip, knee dan ankle serta biasa digunakan sebagai salah satu
alat fisioterapi (Waddington et al, 2004). Latihan dengan menggunakan
wobble board ini merupakan latihan stabiliasasi dinamic pada posisi tubuh
statis yaitu kemampuan tubuh untuk menjaga stabilitas pada posisi tetap.
Prinsip latihan ini adalah meningkatkan fungsi dari pengontrol
keseimbangan tubuh yaitu sistem informasi sensoris, central processing,
46
dan affector untuk bisa beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Fungsi
dari latihan ini meningkatkan proprioceptive, meningkatkan stabilitas
tubuh, dan mengontrol postur alligment.
2.3.1
Mekanisme Fisiologis Pemberian Proprioceptive exercise untuk
Meningkatkan Kelincahan
Pada kelincahan salah satu komponen jaringan non-kontraktil yang
diperlukan adalah ligamen, pada saat pemberian proprioceptive exercise,
ligamen akan menstimulasi aktifitas biologi dengan cairan synovial yang
membawa nutrisi pada bagian avaskuler dikartilago sendi. Hal ini akan
meningkatkan tingkat keseimbangan dan kestabilan karena karena berefek
langsung pada sistem neuromuskular dan muskuloskeletal (mengaktifkan
kontraksi otot). Gerakan yang berulang (repetisi yang dilakukan) pada saat
latihan akan meningkatkan mikrosirkulasi dan cairan yang keluar akan
lebih banyak sehingga kadar air dan matriks pada jaringan dan jaringan
menjadi lebih elastic dan kekuatan ligamen dalam mengikat sendi
meningkat maka akan menimbulkan stabilitas yang lebih baik, yang
selanjutnya juga akan meningkatkan performance seseorang dalam
meningkatkan kemampuan kelincahan.
Disamping ligamen, salah satu stabilisator tubuh yang juga
berperan penting terhadap peningkatan kelincahan adalah sendi. Sendi
merupakan salah satu stabilisator pasif yang diikat oleh ligamen. Pada
kemampuan kelincahan diperlukan suatu kondisi sendi yang stabil dan
tanpa ada keluhan seperti nyeri, karena jika terdapat keluhan tersebut akan
mengurangi kemampuan sendi dalam melakukan suatu gerakan. Gerakan
47
yang dilakukan oleh sendi diperoleh melalui proprioceptive pada sendi
tersebut maka ketika melakukan exercise, sendi lebih akan stabil karena
ditunjang juga oleh kekuatan otot (penggerak sendi) dan stabilitas dari
ligamen sehingga adanya peningkatan kelincahan.
2.4 Strengthening Exercise
Strength (kekuatan) mengarah kepada output tenaga dari suatu
kontraksi otot dan secara langsung berhubungan dengan jumlah tension
yang dihasilkan oleh kontraksi otot. Dimana otot adalah sebagai salah satu
komponen yang dapat menghasilkan suatu gerakan dan merupakan suatu
jaringan yang terbesar dalam tubuh. Otot mempunyai kemampuan untuk
ekstensibilitas, elastisitas dan kontraktilitas.
Strength (kekuatan) otot sangat bergantung pada diameter otot
tersebut. Latihan yang sistematik dapat menghasilkan adaptasi otot
terhadap stimulus training. Adaptasi yang terjadi adalah hipertropi otot,
Hipertropi otot yaitu berkembangnya ketebalan otot dan meningkatnya
diameter otot. Dampak dari latihan tersebut menjadikan setiap serabut otot
akan meningkat massa dan jumlahnya. Hal tersebut terjadi karena adanya
ketegangan
selama
kontraksi
dapat
memberikan
stimulus
untuk
meningkatkan diameter serabut otot sehingga otot akan semakin kuat.
Strengthening exercise merupakan peningkatan tegangan otot
sebagai respon motorik, dengan berlatih melawan tahanan, yang bertahap
ditambah kekuatannya. Strengthening exercise adalah latihan penguatan
pada otot yang menggunakan tahanan atau beban baik dari luar atau alat
48
maupun dari beban tubuh itu sendiri. Strengthening exercise dilakukan
secara teratur, terencana, berulang – ulang dan semakin bertambah
bebannya serta dimulai dari gerakan yang sederhana ke gerakan yang lebih
kompleks.
Strengthening exercises (latihan penguatan) untuk sistem muskular
memiliki peran yang sangat penting (esensial) dalam fisioterapi dan dalam
retraining (pemulihan). Pemahaman tentang metode training yang
beragam merupakan kebutuhan yang paling penting untuk efektifitas
kinerja otot.
Kontraksi otot membutuhkan energi dan otot sebagai mesin
pengubah energi kimia menjadi energi mekanik. Sumber energi yang
didapat dan segera digunakan adalah derifat pospat organik berenergi
tinggi yang terdapat dalam otot. Selain itu sumber utama energi diperoleh
dari metabolisme intermedier karbohidrat lipid dan hidrolisis ATP yang
menghasilkan energi untuk berkontraksi.
Strengthening exercise dapat mencegah penurunan kekuatan otot
dan mempertahankan massa otot. Strengthening exercise otot juga mampu
mencegah penurunan massa tulang, meningkatkan metabolisme, dan
dalam jangka waktu panjang dapat menurunkan tekanan darah. mengingat
banyaknya manfaat yang diperoleh, disarankan untuk melakukan
strengthening exercise yang ditargetkan pada otot-otot besar tungkai
bawah.
49
Menurut penelitian Minoonejad (2012), menyatakan bahwa
strengthening exercise berupa closed kinetic chain exercise dan open
kinetic chain exercise, keduanya sama-sama efektive untuk strengtening
exercise pada otot. Closed kinetic chain exercise adalah gerakan yang
terjadi pada rangkaian gerak tertutup dimana gerakan tubuh lebih pada
segmen distal tertentu. Sebagai contoh, gerakan closed kinetic chain terjadi
pada posisi menumpu berat badan dimana kaki ditumpukkan dilantai dan
otot mengangkat atau bagian bawah tubuh seperti memanjat gunung atau
berjongkok. Closed kinetic chain exercise ditampilkan pada postur
fungsional dengan beberapa derajat menumpu berat badan dan bisa
meliputi gerakan konsentrik, eksentrik, atau isometrik. Penambahan beban
otot pada closed kinetic chain exercise pada strengthening exercise juga
akan memberikan pembebanan pada tulang, sendi dan jaringan lunak non
kotraktil seperti ligamentum dan tendon serta capsul sendi.
Pada dasarnya meningkatkan kekuatan otot berdasarkan prinsip
overload. Dimana prinsip overload ini dilakukan secara meningkat
(progresif) berarti beban dalam latihan mendekati maksimal dan secara
bertahap terus meningkat, sebagai akibat kapasitas kekuatan otot seseorang
semakin meningkat pula. Kekhususan overload adalah meningkatnya
kekuatan, daya tahan dan hipertropi sebagai akibat meningkatnya
intensitas kerja yang diberikan persatuan waktu, sehingga akan
meningkatkan kekuatan otot. Dalam hal ini strengthening exercise
menggunakan karet elastic resistance. Karet elastic resistance merupakan
50
karet berwarna dengan merk theraband salah satu produk dunia
terkemuka.
Latihan strengthening dengan elastic resistance adalah latihan
isotonic dengan menggunakan theraband atau suatu alat berupa karet
berwarna yang mempunyai fleksibilitas yang cukup tinggi. Sedangkan
latihan isotonic sendiri adalah suatu bentuk latihan melawan tahanan atau
beban yang konstan dan terjadi pemanjangan atau pemendekan otot dalam
range of motion gerakan (Kisner and Colby, 2007).
Theraband merupakan suatu produk bermerek terkemuka didunia.
Secara progresif theraband memiliki ketahanan elastisitas yang cukup
tinggi untuk rehabilitasi secara profesional, pelatihan atlet dan senam
kebugaran dirumah.
Theraband diproduksi dan dikembangkan oleh the hygenic
corporation pada tahun 1978 dan sejak memperoleh reputasi internasional
dengan terapis, ahli tulang, serta pelatih olahraga untuk kualitas dan
efektivitas latihan yang didukung oleh American Physical Therapy
Association (APTA). Theraband tersedia melalui jaringan internasional,
rehabilitasi, latihan dan distributor produk olahraga, dokter, dan melalui
outlet ritel online.
Latihan
dengan
theraband
digunakan
sebagai
alat
untuk
merehabilitasi, memulihkan otot dan fungsi tubuh, meningkatkan
keseimbangan dan kekuatan. Elastic resisistance (theraband) exercise
bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dinamik, endurance, dan power
51
otot dengan menggunakan tahanan yang berasal dari external force (Fleck,
2004).
Grafik 2.1 Besaran Elastic Resistance
Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat tolak ukur yang dapat
digunakan sebagai pemilihan theraband yang tepat untuk latihan sesuai
dengan warna yang terbagi berdasarkan berat dalam kilogram dan
kekuatan panjang otot dalam satuan persen.
Menurut Foran (2001) efek meningkatkan kekuatan dinamik pada
otot sehingga power otot bertambah. Apabila power bertambah maka
endurance dan keseimbangan akan bertambah pula. Pada peredaran darah
akan meningkat karena vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu juga akan
memperbaiki kekuatan, ukuran serta mencegah peradangan dan terjadinya
peningkatan kelenturan jaringan.
Dalam hal ini penelitian menggunakan kontraksi isotonik yang
dalam aplikasinya mempunyai tahanan yang sama dari awal hingga akhir.
52
Kontraksi isotonik memiliki koordinasi neuromuskular yang lebih baik
karena innervasi pada nerve musle lebih kompleks, dengan kata lain pada
kontraksi isotonik lebih menerapkan prinsip motor performance. Latihan
ini juga merupakan latihan yang dinamis maka dapat meningkatkan
tekanan intramuskuler dan menyebabkan meningkatnya aliran darah,
sehingga latihan ini tidak cepat menimbulkan kelelahan.
2.4.1
Faktor-faktor lain yang penting Terhadap Peningkatan Strengthening
Exercise
a. Recruitment motor unit
Setiap otot terdiri dari sejumlah unit motorik yang bercampur baur,
dimana motor unit adalah unit fungsional dari sistem neuromuscular
yang terdiri dari anterior motor neuron yaitu terdiri dari axon, dendrit,
serta badan sell dan serabut otot yang terdiri dari slow twitch fiber dan
fast twitch fiber. Untuk menimbulkan kontraksi lemah pada suatu otot,
hanya satu atau beberapa motor unit yang diaktifkan, sedangkan untuk
kontraksi yang lebih kuat akan lebih banyak motor unit yang direkrut
atau dirangsang untuk berkontraksi. Peningkatan recruitment motor unit
akan meningkatkan kekuatan otot.
Kontraksi otot dengan dengan tenaga kecil akan menghasilkan
sedikit motor unit, tetapi kontraksi dengan tenaga besar akan
menghasilkan banyak motor unit. Tidak semua motor unit pada serabut
otot aktif pada saat yang sama. Pada kontrol neural slow twitch fiber
dan fast twitch fiber akan memodulasi secara selektif jenis serabut yang
53
akan
digunakan
sesuai
karakteristiknya.
Jenis
latihan
akan
mempengaruhi motor unit yang aktif, pada latihan untuk meningkatkan
endurance akan lebih meningkatkan slow twitch fiber sedangkan pada
resistance exercise atau latihan untuk meningkatkan kekuatan otot akan
lebih mengaktifkan fast twitch fiber.
1. Hubungan antara panjang dengan tegangan otot pada saat
berkontraksi.
Otot menghasilkan tegangan yang tinggi pada saat terjadi sedikit
perubahan panjang otot ketika berkontraksi. Tenaga kontraktil otot
yang terbesar adalah ketika otot dalam keadaan ekstensi penuh,
karena pada saat full ekstensi otot dalam keadaan 1/3 kali lebih
panjang daripada saat istirahat. Tenaga pada otot dapat terus
berkurang ketika otot berkontraksi (memendek). Ketika otot dalam
kontraksi penuh maka tenaga kontraktil yang dihasilkan dapat
berkurang sampai nol dan yang harus menjadi catatan adalah selama
pemanjangan otot tenaga kontraktil tidak menghasilkan proporsi
yang sama.ketegangan maksimum otot dapat dicapai pada saat
panjang yang lebih besar saat otot berkontraksi.
2. Tipe kontraksi otot
Otot mengeluarkan tenaga paling besar ketika kontraksi eksentrik
atau memanjang melawan tahanan. Dan otot juga mengeluarkan
tenaga lebih sedikit ketika kontraksi isometrik serta mengeluarkan
54
tenaga yang paling sedikit ketika kontraksi eksentrik yaitu
memendek melawan beban.
3. Tipe serabut otot
Karakteristik tipe serabut otot memiliki peran pada sifat kontraktil
otot seperti kekuatan atau strenght, endurance, power, kecepatan
dan ketahanan terhadap kelelahan / fatigue. Tipe IIA dan B (fast
twitch fiber) memiliki kemampuan untuk menghasilkan sejumlah
tegangan tetapi sangat cepat mengalami kelelahan/fatigue. Tipe I
(slow twitch fiber) menghasilkan sedikit tegangan dan dilakukan
lebih lambat dibandingkan tipe serabut II tetapi lebih tahan terhadap
kelelahan / fatigue.
4. Ketersediaan energi dan aliran darah
Tipe serabut otot yang predominan dan suplai darah yang adequat,
serta transport oksigen dan nutrisi ke otot, akan mempengaruhi hasil
tegangan otot dan kemampuan untuk melawan kelelahan / fatique.
5. Usia dan jenis kelamin
Kekuatan otot pada pria muda hampir sama dengan wanita muda
sampai menjelang usia puber. Setelah itu pria akan mengalami
peningkatan kekuatan otot yang signifikan dibanding dengan
wanita, dan perbedaan terbesar timbul selama usia pertengahan (30
sampai 50 tahun). Peningkatan kekuatan ini berkaitan dengan massa
otot pria 50% lebih besar dibandingkan massa otot wanita.
55
Meskipun kekuatan otot menunjukkan keterkaitan usia dan jenis
kelamin secara keseluruhan, banyak pengecualian yang dapat
ditemukan karena variasi yang besar pada seseorang dalam menjaga
kondisinya melalui latihan.
2.4.2
Perubahan Sistem Neuromuskular dalam Peningkatan Kekuatan Otot
a. Hypertropi Otot
Hypertropy otot atau pembesaran otot, merupakan hasil aktifitas
muskular yang kuat dan berulang, bukan hasil aktifitas ringan. Jumlah
serabut yang bertambah, tetapi ada peningkatan diameter dan panjang
serabut yang juga berkaitan dengan peningkatan unsur –unsur filamen.
Kapasitas kekuatan otot secara langsung berhubungan dengan
fisiologi cross sectional area pada serabut otot. Meningkatnya
kekuatan otot dan ukuran serabut otot skeletal disebut hypertropi.
Faktor yang berperan pada hypertropi meliputi: peningkatan jumlah
protein pada serabut otot, peningkatan kepadatan kapiler, perubahan
biokimia pada serabut otot.
Hypertropi otot yaitu bertambahnya ukuran serabut otot yang
sebabkan :
1. Bertambahnya ukuran pada miofibril
2. Peningkatan elemen kontraktil (aktin-miosin)
3. Peningkatan densitas kapiler otot menjadikan muscular endurance
meningkat
56
4. Peningkatan jumlah jaringan otot, misalnya tendon, ligamen, dan
jaringan penunjang (conective tissue).
Secara Biokimia hypertropi otot akan terlihat :
1. Peningkatan konsentrasi creatin, PC, ATP, dan Glycogen
2. Peningkatan enzim glycolitik (PFK, LDH, Hexokinase)
3. Peningkatan enzim pengaktif ATP (myokinase dan creatin
fossokinase)
4. Peningkatan enzim pengaktif pada siklus krebs (Malat
Dehidrogenase atau MDH dan Suksinat Dehidrogenase)
5. Penurunan sensitas mitokondria oleh karena peningkatan
ukuran miofibril
6. Peningkatan serabut cepat (fast twitch fiber)
b. Recruitment
Faktor lain yang penting untuk meningkatkan kekuatan otot adalah
peningkatan jumlah recruitmen motor unit. Banyaknya jumlah motor
unit yang aktif akan menghasilkan kekuatan otot yang besar. Kekuatan
otot dapat dicapai dengan cepat pada fase awal dari program resistance
exercise yang mungkin lebih menghasilkan recruitment dari pada
hypertropi.
c. Fleksibilitas
Kelenturan merupakan penunjang penting dalam melakukan
gerakan yang nyaman dan merupakan salah satu komponen yang
menentukan dalam aktivitas gerak manusia. Bagi non olahragawan
57
fleksibilitas dapat untuk menunjang aktivitas kegiatan sehari – hari
sedangkan bagi olahragawan fleksibilitas juga sangat diperlukan.
Fleksibilitas
merupakan
prasyarat
yang
diperlukan
untuk
menampilkan suatu keterampilan yang memerlukan gerak sendi yang
luas dan memudahkan dalam melakukan gerakan – gerakan yang cepat
dan lincah.
Fleksibilitas merupakan kemampuan untuk menggerakkan sendi –
sendi dalam jangkauan gerakan penuh dan bebas. Fleksibilitas
menunjukkan luasnya ruang pada persendiaan. Dengan fleksibilitas
yang memadai seseorang dapat melaksanakan suatu gerakan
(performa) yang memadai, Karena itu fleksibilitas merupakan unsur
penting dari kebugaran jasmani yang terkait dengan kesehatan dan
juga performa (Lutan, 2003).
Rusli
Lutan
(2003)
mendefinisikan
fleksibilitas
sebagai
kemampuan dari sebuah sendi dan otot, serta tali sendi disekitanya
untuk bergerak dengan leluasa dan nyaman dalam ruang gerak
maksimal yang diharapkan. Fleksibilitas yang optimal memungkinkan
sekelompok atau sendi untuk bergerak dengan efisien.
Fleksibilitas dinamis adalah prestasi luas gerak sendi yang dapat
dicapai saat tubuh bergerak cepat. Manfaat yang diperoleh dari latihan
fleksibilitas akan membantu otot untuk rileks, meningkatkan
kesehatan, menghilangkan otot kejang dan mengurangi potensi cedera
(Lutan, 2003).
58
Fleksibilitas terkait dengan unit musculotendinosus yang melintasi
bersama, berdasarkan kemampuannya untuk relaks atau berubah
bentuk karena kekuatan peregangan. Arthrokinematik sendi bergerak
(kemampuan permukaan sendi roll dan geser) serta kemampuan
jaringan penghubung pariarticular untuk berubah bentuk juga
mempengaruhi ROM sendi dan fleksibilitas keseluruhan individu
(Kisner and Colby, 2007)
Fleksibilitas juga merupakan faktor yang sangat penting dalam
lompat jauh karena semakin lentur jaringan otot atau jaringan yang
secara bersama – sama bekerja seperti sendi, ligament, dan tendon.
2.4.3
Mekanisme Fisiologis pemberian strengthening exercise untuk
meningkatkan kelincahan.
Pemberian strengthening exercise dengan theraband adalah berupa
latihan isotonic yaitu suatu bentuk latihan melawan tahanan atau beban
yang konstan dan terjadi pemanjangan atau pemendekan otot dalam range
of motion gerakan dengan menggunakan theraband.
Strengthening exercise sangat bergantung pada diameter otot
tersebut serta mempengaruhi kekuatan otot. Latihan yang sistematik dapat
menghasilkan adaptasi otot terhadap stimulus training. Adaptasi yang
terjadi adalah Hipertropi otot – hipertropi otot adalah berkembangnya
ketebalan
otot
dan
meningkatnya
diameter
otot.
Dampak
dari
Strengthening exercise adalah setiap serabut otot akan meningkat
massanya. Peningkatan jumlah serabut otot juga dapat terjadi. Adanya
59
ketegangan
selama
kontraksi
dapat
memberikan
stimulus
untuk
meningkatkan diameter otot sehingga meningkatkan kelincahan.
Pada dasarnya meningkatkan kekuatan otot berdasarkan prinsip
overload. Dimana prinsip overload ini dilakukan secara meningkat
(progresif) berarti beban dalam latihan mendekati maksimal dan secara
bertahap terus meningkat, sebagai akibat kapasitas kekuatan otot seseorang
semakin meningkat pula. Kekhususan overload adalah meningkatnya
kekuatan, daya tahan dan hipertropi sebagai akibat meningkatnya
intensitas kerja yang diberikan persatuan waktu, sehingga akan
meningkatkan kekuatan otot.
60
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Berpikir
Kelincahan pada penampilan saat aktivitas fisik merupakan suatu
kinerja interaksi antar sistem neuromuskular yang dapat menghasilkan
kemampuan tubuh atau bagian tubuh untuk mengubah arah gerakan secara
mendadak dalam kecepatan yang tinggi. Misalnya mampu berlari berbelokbelok, lari bolak-balik dalam jarak dan waktu tertentu, atau kemampuan
berkelit dengan cepat dalam posisi tetap berdiri stabil.
Kelincahan sangat diperlukan sekali pada saat terjadinya pergerakan
tubuh yang cepat dan mendadak seperti pada saat berolahraga yang
membutuhkan kecepatan dalam bergerak dan membutuhkan kecepatan
reaksinya terhadap suatu rangsang yang diperlukan. Dalam hal ini
proprioceptor juga sangat berperan.
Proprioceptive sensorik bertanggung jawab dalam sensasi yang
ditemukan di otot, tendon, ligamen, persendian dan fascia. Proprioception
dapat didefinisikan sebagai kesadaran dimana posisi ekstremitas dan gerakan
juga merupakan variasi khusus dari modalitas sensorik yang mencakup
sensasi gerakan bersama (kinesthesia) dan posisi sendi (joint position sense).
Proprioceptive exercise (dengan menggunakan wobble board)
merupakan latihan pada permukaan yang tidak stabil yang dapat merangsang
mechanoreceptor sehingga mengaktifkan joint sense atau dikenal dengan
istilah rasa pada sendi dimana sangat berpengaruh terhadap jaringan intrafusal
60
61
(myofibril) dan serabut ekstrafusal (golgi tendon organ) sebab rangsangan
yang diterima oleh neuromuscular junction akan mengaktifasi serabut
myofibril memerintahkan otot segera berkontraksi sesuai kebutuhan,
disamping itu joint sense akan membagi tekanan sama rata keseluruh area
sehingga dapat menginhibisi serabut ekstrafusal untuk mengendalikan tonus
otot.
Strengthening exercise (latihan penguatan) untuk sistem muskular
memiliki peran yang sangat penting (esensial) dalam fisioterapi dan dalam
retraining
(pemulihan)
dan
penting untuk
efektifitas
kinerja
otot.
Strengthening exercise akan sangat mempengaruhi diameter otot. Latihan
yang sistematik dapat menghasilkan adaptasi otot terhadap stimulus training.
Adaptasi yang terjadi adalah Hipertropi otot – hipertropi otot adalah
berkembangnya ketebalan otot dan meningkatnya diameter otot. Dampak dari
latihan tersebut adalah setiap serabut otot akan meningkat massanya.
Peningkatan jumlah serabut otot juga dapat terjadi. Adanya ketegangan
selama kontraksi dapat memberikan stimulus untuk meningkatkan diameter
otot.
Berdasarkan pengalaman klinis, sebagian besar fisioterapi diklinik dan
pelatih olahraga mengabungkan keduanya proprioceptive exercise dan
strengthening exercise untuk dapat meningkatkan ataupun mengembalikan
kondisi seorang atlit, klien atau pasien agar dapat melakukan aktivitas seharihari kembali. Sejumlah penelitian telah melihat efek dari proprioceptive
exercise, strengthening exercise, atau mengkombinasikan keduanya untuk
kelincahan pada pemain sepakbola.
59
3.2 Kerangka Konsep Penelitian
Strengthening Exercise





Proprioceptive exercise
Meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot
Meningkatkan koordinasi neuromucular
Meningkatkan stabilisasi
Meningkatkan fleksibilitas
Meningkatkan kecepatan reaksi






peningkatan aktifitas neuromuscular junctoin
peningkatan kecepatan konduktifitas saraf
peningkatan koordinasi neuromuscular
peningkatan kecepatan reaksi
peningkatan kekuatan otot
peningkatan keseimbangan
Peningkatan adaptasi sistem
neuromuskuler
Meningkatkat diameter/massa
otot
Meningkatkan kelincahan pada pemain sepakbola
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
62
63
3.3 Hipotesis
Penambahan proprioceptive exercise pada intervensi strengthening
exercise lebih baik daripada intervensi strengthening exercise tunggal dalam
meningkatkan kelincahan pada pemain sepakbola.
64
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dipilih untuk penelitian ini adalah penelitian
eksperimen
untuk
menggambarkan
karakteristik
responden,
dengan
rancangan penelitian yang digunakan adalah Ramdomized pre and post test
two with two group design yaitu membandingkan antara perlakuaan terhadap
dua kelompok. Kelompok pertama yaitu
penambahan proprioceptive
exercise pada intervensi strengthening execise. Kelompok kedua yaitu hanya
pemberian strengthening exercise saja untuk meningkatkan kelincahan pada
pemain sepakbola.
P1
O1
P
o
o
o
S
O2
R
P2
O3
O4
Gambar 4.1.
Bagan Rancangan Penelitian
Keterangan:
P = Populasi.
S = Sampel.
R = Randomisasi.
O1 = Pre test illinois agility run test
P1 = Strengthening exercise
O2 = Post test illinois agility run test
O3 = Pre test illinois agility run test
P2 = Penambahan
proprioceptive exercise pada intervensi strengthening
exercise
O4 = Post test illinois agility run test
64
65
Penelitian ini bersifat true experimental karena sampel diambil secara
random dari populasi dan sampel dialokasikan secara random menjadi
kelompok kontrol (kelompok perlakuan I) dan kelompok perlakuan
(kelompok perlakuan II). Subjek penelitian dibagi dua kelompok, Kelompok
perlakuan I adalah subjek yang mendapatkan latihan strengthening exercise
sedangkan kelompok perlakuan II adalah subjek yang mendapatkan
proprioceptive dan intervensi strengthening exercise.
Sebelum perlakuan dan pada akhir penelitian kelompok perlakuan I
dan kelompok perlakuan II dilakukan pengukuran nilai kelincahan dengan
Illinois Agility Run Test Hasil pengukuran akan dianalisa dengan uji statistik
yang tepat pada kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II sebelum
dan sesudah 6 minggu perlakuan.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA N 5 Pekanbaru Jalan. Bawal no
43 Kelurahan Wonorejo Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru.
4.2.2 Waktu Penelitian
24 Maret sampai 05 Mei 2015.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian yang akan diteliti adalah dengan batas-batas
penelitian dilakukan terhadap semua pemain sepakbola SMA Negeri 5
Pekanbaru.
66
4.4 Penentuan Sumber Data
4.4.1 Variabilitas Populasi
a. Populasi target : adalah pemain sepakbola pekanbaru
b. Populasi terjangkau : adalah pemain sepakbola SMA N 5 Pekanbaru.
Bersedia menjadi sampel untuk melakukan program latihan dalam
waktu 6 Minggu, mulai dari 24 Maret sampai 05 Mei 2015.
4.4.2 Sampel
Adalah jumlah subjek yang diambil dari populasi terjangkau,
disesuaikan dengan kriteria inklusi yang dibahas dalam kriteria
eligibilitas.
4.4.3 Kriteria Eligibilitas
Adalah kriteria pemilihan yang membatasi karakteristik populasi
terjangkau.
a. Kriteria inklusi:
Yang dimasukkan sebagai sampel penelitian dalam penelitian
ini harus memenuhi krtiteria inklusi sebagai berikut:
1.
Pemain sepakbola
2.
Usia 15-20 tahun
3.
Bisa bekerja sama.
4.
Memiliki keinginan meningkatkan kelincahan saat bertanding
5.
Tidak memiliki keluhan nyeri karena suatu penyakit/ tidak
didapati kelainan
67
6.
Bersedia menjadi sampel dan mengisi, menanda tangani dan
mengumpulkan kembali inform consent kepada peneliti.
b. Kriteria eksklusi:
1. Tidak sedang mengalami cedera pada tungkai menyebabkan
keterbatasan ROM.
2. Tidak sedang mengalami pasca operasi pada tungkai
c. Kriteria drop out:
Adalah sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi tetapi
tidak memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Pasien tidak kooperatif dan tidak memenuhi program terapi yang
sudah dijadwalkan.
2. Tidak mengikuti pelatihan sesuai prosedur pelatihan.
4.4.4 Besar Sampel
Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berdasarkan
rumus Pocock (2008):
2 2
n
 ,  
2  1 2
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
 = Simpang baku (standard deviation)
 = Tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05)
 = Tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,20)
 ( ,  ) = Interval kepercayaan 7,9
 1 = Rerata nilai pada kelompok kontrol sebelum perlakuan
 2 = Rerata nilai pada kelompok perlakuan sesudah perlakuan
68
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu mengenai agility pada
tahun 2014 didapatkan hasil rerata μ1 = 18,4 dan standar deviasi σ = 1,8
dengan nilai harapansetelah intervensi terdapat peningkatan sebesar
10% didapatkan rerata μ2 = 20,24. Setelah disubstitusikan ke dalam
rumus Pocock dapat dihitung sebagai berikut :
2(1,8)2
n
x 10,5
(20,24  18,4)2
n
6,48 x 10,5
3,3856
n = 20,09
Maka jumlah sampel minimal dalam penelitian ini dibulatkan
menjadi 20 orang.
4.4.5 Teknik Sampling.
Sampel dalam penelitian ini adalah pemain sepakbola. Sampel
yang dipilih dibagi menjadi dua kelompok, secara acak masing-masing
terdiri dari 22 sampel sesuai dengan penghitungan rumus Pocock.
Kelompok I sebagai kelompok kontrol (kelompok perlakuan I) yang
mendapatkan intervensi strengthening exercise, dan kelompok II
sebagai
kelompok
perlakuan
(kelompok
perlakuan
II)
yang
mendapatkan penambahan proprioceptive exercise pada intervensi
strengthening exercise.
69
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Identifikasi Variabel
Yang termasuk dalam klasifikasi variabel dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Variabel bebas (independent variable): Dalam penelitian ini adalah
intervensi strengthening exercise, proprioceptive exercise.
2. Variabel
tergantung
(dependent
variable):
adalah
penilaian
kelincahan siswa SMA N 5 Pekanbaru yang diukur dengan
menggunakan Agility Illinois Run Test.
4.6 Definisi Operasional
Yang termasuk di dalam definisi operasional variabel dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Kelincahan merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang berperan
penting dalam merespon suatu gerakan yang didapatkan dikarenakan harus
mampu bergerak dengan cepat merubah arah atau melepaskan diri. Pada
permainan sepakbola, kelincahan memiliki peran yang cukup penting
dalam memperoleh kemenangan di dalam suatu pertandingan. Hal ini
dikarenakan dengan karakteristik permainan sepakbola cepat dan terus
bergerak, dimana tim memiliki kecepatan yang lebih baik, melakukan
pergerakan yang lebih banyak, akan memiliki peluang yang lebih untuk
dapat mencetak gol lebih banyak, yang pada akhirnya akan memenangkan
pertandingan. Dalam hal ini kelincahan diukur dengan illinois agility run
test, adapun prosedur pelaksaan pengukurannya sebagai berikut:
70
1. Tandai lapangan atau lahan yang permukaannya datar dengan ukuran 5
X 10 meter lalu letakkan cone pada setiap ujungnya, dan diberi tanda
start dan finish.
2. Letakkan 4 cone lainnya pada pertengahan lapangan dari dan diberi
jarak 3,3 meter
3. Sample
melakukan test dimulai dari start dalam posisi telungkup
dibawah tanah, kepala sejajar dengan garis start.
4. Sample pada saat melakukan diberi aba-aba pluit atau go
5. Ketika aba-aba “Ya” sample berlari secara maksimal dengan arah
seperti dalam gambar “illinois agility run test” dibawah mulai dari start
sampai dengan garis finish.
6. Seiring itu dicatat waktu dengan menggunakan stopwatch
Gambar 4.2 Illinois Agility Run Test
Michele A Raya, 2012
b. Strengthening exercise merupakan latihan penguatan untuk sistem
muskular memiliki peran yang sangat penting (esensial) dalam fisioterapi
dan dalam retraining (pemulihan) dan penting untuk efektifitas kinerja
otot. Strengthening exercise mempengaruhi diameter otot. Latihan yang
71
sistematik dapat menghasilkan adaptasi otot terhadap stimulus training.
Adaptasi yang terjadi adalah hipertropi otot, yaitu berkembangnya
ketebalan otot dan meningkatnya diameter otot.
Strengthening exercise berupa closed kinetic chain exercise sangat
efektif untuk penguatan otot. Closed kinetic chain exercise adalah gerakan
yang terjadi pada rangkaian gerak tertutup dimana gerakan tubuh lebih
pada segmen distal tertentu. Closed kinetic chain exercise ditampilkan
pada postur fungsional dengan beberapa derajat menumpu berat badan dan
bisa meliputi gerakan konsentrik, eksentrik, atau isometrik. Penambahan
beban otot pada closed kinetic chain exercise pada strengthening exercise
juga akan memberikan pembebanan pada tulang, sendi dan jaringan lunak
non kotraktil seperti ligamentum dan tendon serta capsul sendi. Adapun
prosedure pelaksaannya sebagai berikut:
Latihan penguatan dengan menggunakan elastic resistance, posisi
subjek berdiri dengan kedua kakinya dan posisi badan tegak lurus
kemudian pasien tersebut diberikan penjelasan oleh fisioterapis untuk
menggerakkan kakinya ke depan dan belakang, ke samping kanan dan kiri.
Fisioterapis melihat kekuatan pasien tersebut dalam pertahanan posisinya
pada waktu otot bergerak kontraksi Latihan ini dilakukan 1 menit.
72
Gambar 4.3 Strengthening exercise closed kinetic chain
Sumber : Kisner and Colby, 2012
Gambar 4.4 Strengthening exercise closed kinetic chain
Sumber : KyungMo Han and Mark D Ricard, 2011
Gambar 4.5 Strengthening exercise closed kinetic chain
Sumber : Kyungmo Han and Mark D Ricard, 2011
73
Gambar 4.6 Strengthening exercise closed kinetic chain
Sumber : Kyungmo Han and Mark D Ricard, 2011
1. Dosis Latihan
a. Frekuensi : 3x seminggu
b. Intensitas : 3 set latihan (meningkat)
c. Time 1
: 1 menit
d. Repetisi
: 15 X pengulangan
Sample memiliki waktu istirahat 30 detik antara latihan dan waktu
istirahat 2 menit antara set.
c. Penambahan proprioceptive exercise pada intervensi strengthening
exercise merupakan latihan yang dapat meningkatkan fungsi saraf
proprioceptive dari sistem saraf pusat dan mengurangi waktu dalam
merespon sehingga dapat memiliki kelincahan yang baik serta dapat
melindungi diri dari cedera, meningkatkan stabilitas tubuh, dan
mengontrol postur alligment tubuh. dikombinasikan dengan strengthening
exercise yang bertujuan untuk penguatan otot dengan latihan berupa
resisted exercise.
74
Proprioceptive exercise memfasilitasi otak, saraf, dan otot dalam
berkomunikasi lebih baik agar benar mengidentifikasi posisi tubuh dan
bagaimana tubuh bergerak. Dalam hal ini penulis memilih latihan
proprioceptive exercise berupa closed kinetic chain exercise dimana
bahwa latihan closed kinetic chain exercise memberikan umpan balik
proprioceptive dan kinestetik lebih besar daripada open kinetic chain
exercise. Menurut teori saat bergerak beberapa kelompok otot yang
dilintasi untuk menerima impuls, sendi akan diaktifkan selama latihan
closed kinetic chain exercise berlangsung sedangkan selama latihan open
kinetic chain exercise reseptor sensorik, otot, jaringan intra artikular dan
ekstra artikular diaktifkan dalam mengendalikan gerak (Kisner and Colby,
2007). Adapun teknik latihan proprioceptive exercise closed chain dengan
menggunakan wobble board sebagai berikut:
Latihan balance board (side to side, one foot, squat) : Latihan
stabilisasi dinamis dengan menggunakan wobble board, posisi pasien
berdiri kemudian pada semua gerakan dilakukan dalam keadaan mata
tertutup dengan kedua kakinya berdiri dan posisi badan tegak lurus diatas
wobble kemudian pasien tersebut diberikan penjelasan oleh fisioterapis
untuk menggerakkan kakinya ke samping kanan-kiri, berdiri di atas satu
kaki, dan berjongkok.
Fisioterapis melihat tingkat stabilitas pasien
tersebut dalam pertahanan posisinya.
75
Gambar 4.7 Proprioceptive exercise closed kinetic chain dilakukan dengan
mata tertutup/ terpejam (side to side, one foot, squat)
Sumber : Carolin Pelletier, 2012
1. Dosis Latihan
a. Frekuensi : 3x seminggu
b. Intensitas : 2 set latihan (meningkat)
c. Time 1
: 30 detik
4.7 Instrumen Penelitian
Peneliti mempersiapkan alat dan bahan untuk penelitian antara lain 1)
formulir penelitian dan alat tulis, 2) alat pemeriksa antara lain: Stetoskop,
tensimeter, timbangan pengukur berat badan, meteran pengukur tinggi badan,
stopwatch, wobble board, theraband, cone, pluit, alat dokumentasi.
Sedangkan urutun-urutan kerja sebagai berikut (1) subyek yang datang
mengambil formulir penelitian (2) sebelum dilakukan penelitian subyek
diberi penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian (3) subyek yang
memenuhi kriteria inklusi, kemudian peneliti atau yang membantu
mengumpulkan data peneliti dengan malakukan pemeriksaan subyektif
76
(anamnesis) data yang dikumpulkan antara lain adalah Karakteristik subyek
(yang terdiri dari : nama, umur, tinggi badan, berat badan).
Kamera digital / kamera handphone yang digunakan untuk
mendokumentasikan setiap kegiatan yang berkaitan dengan penelitian ini
4.8 Alur Penelitian
Pemain Sepakbola
S
R
Penambahan
Proprioceptive Exercise
pada intervensi
Strengthening Exercise
Strengthening
Exercise
Pre test illinois
agility run test
Pre test illinois
agility run test
Post test illinois
agility run test
Post test illinois
agility run test
Gambar 4.8
Alur Penelitian
77
4.9 Analisis Data Penelitian
4.9.1 Uji Statistik
Dalam menganalisa data yang telah diperoleh, maka peneliti
menggunakan beberapa uji statistik, yaitu:
a. Deskriptif
statistik
untuk
memberikan
gambaran
tentang
karakterisitik sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan
nilai-nilai rerata dan standar deviasi. Hal ini dapat menjelaskan
variasi sampel secara
b. Uji normalitas data kelincahan menggunakan uji saphiro wilk test.
Dimana sampel dikatakan berdistribusi normal jika nilai p > 0,05.
c. uji homogenitas data usia, berat badan, kelincahan kelompok I dan
II menggunakan
Levene’s Test
untuk mengetahui varians data
subjek penelitian. Data dikatakan homogen jika nilai p > 0,05.
d. Uji komparasi data pada kedua kelompok perlakuan sebelum
perlakuan dengan menggunakan uji independent t-test, dikatakan
komparabel jika nilai p > 0,05.
e. Uji beda
1. Uji beda data yang digunakan untuk mengetahui adanya
perbedaan nilai kelincahan antara sample yang diberikan
perlakuan pada kelompok 1 sebelum dan sesudah perlakuan pada
kelompok I dengan menggunakan dengan uji paired sample t test
karena data berdistribusi normal, nilai p < 0,05
78
2. Uji beda data yang digunakan untuk mengetahui adanya
perbedaan antara sample yang diberikan perlakuan pada
kelompok II sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok II
dengan
menggunakan
dengan
uji
wilcoxon
karena
data
berdistribusi tidak normal, nilai p> 0,05
3. Uji beda data yang digunakan untuk mengetahui adanya
perbedaan antara sample sebelum diberikan perlakuan pada
kelompok 1 dan kelompok 2, dengan menggunakan dengan uji
independent t test karena data berdistribusi normal, nilai p < 0,05
4. Uji beda data yang digunakan untuk mengetahui adanya
perbedaan antara sample sesudah perlakuan pada kelompok 1 dan
kelompok 2, dengan menggunakan uji mann whitney karena data
berdistribusi tidak normal, nilai p > 0,05
79
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian pada bab ini menyajikan analisis efektifitas
penambahan proprioceptive exercise pada intervensi strengthening exercise
lebih meningkatkan daripada hanya strengthening exercise terhadap
peningkatan kelincahan pada pemain sepakbola. Hasil perhitungan dari
penelitian ini disajikan berikut ini.
5.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Hasil deskripsi karakteristik subjek penelitian disajikan pada
tabel-tabel berikut ini.
Tabel 5.1
Distribusi Sampel Berdasarkan Usia pada Kelompok
Perlakuan 1 dan Kelompok Perlakuan 2
Usia (Tahun)
15
16
17
18
Jumlah
Perlakuan I
n
(%)
0
0
9
41
12
54,5
1
4,5
22
100
Perlakuan II
n
(%)
1
4,5
10
45,5
10
45,5
1
4,5
22
100
n
1
19
22
2
44
Total
(%)
2,3
43,2
50
4,5
100
Berdasarkan Tabel 5.1 usia sampel dominan 17 tahun (50%)
Tabel 5.2
Diskripsi Sampel Menurut Tinggi Badan (cm) Pada Kelompok
Perlakuan I Dan Kelompok Perlakuan II
Tinggi badan
(Kg)
155-159
160-164
165-169
170-174
175-179
180-184
Jumlah
Perlakuan I
n
(%)
1
4,55
2
9,09
4
18,18
7
31,82
8
36,36
0
0
22
100
Perlakuan II
n
(%)
0
0
2
9,09
6
27,27
6
27,27
4
18,18
4
18,18
22
100
79
n
1
4
10
13
12
4
44
Total
(%)
2,273
9,091
22,727
29,545
27,273
9,091
100
80
Berdasarkan Tabel 5.2 pada kelompok perlakuan I tidak ada
sampel dengan tinggi badan 180-184 cm. Pada kelompok perlakuan II
tidak ada sampel dengan tinggi badan 155-159 cm. Dalam penelitian
ini sebagian besar sampel memiliki tinggi badan 170-174cm sebesar
29,545 %.
Tabel 5.3
Diskripsi Sampel Menurut Berat Badan (Kg) Pada Kelompok
Perlakuan I Dan Kelompok Perlakuan II
Berat Badan
(Kg)
50-59
60-69
70-79
80-89
Jumlah
Perlakuan I
n
(%)
15 68,18
3 13,64
4 18,18
0
0
22
100
Perlakuan II
n
(%)
15
68,18
6
27,27
1
4,55
0
0
22
100
n
30
9
5
0
44
Total
(%)
68,182
20,455
11,364
0
100
Berdasarkan Tabel 5.3 dalam penelitian ini 68,182 % sampel
memiliki berat badan pada rentang 50-59 kg.
Tabel 5.4
Diskripsi Sampel Menurut Nilai Illinois Agility Run Ratings (detik)
Rating
(Male)
Sangat Baik
(<15,2)
Bagus Sekali
(16,1-15,2)
Baik (18,1-16,2)
Sedang
(18,3-18,2)
Perlu perbaikan
(>18,3)
Jumlah
Pre
Perlakuan I
n
(%)
1
2,3
Pre
Perlakuan II
n
(%)
2
4,5
Total
n
3
(%)
6,8
Post
Perlakuan I
n
(%)
12
27,3
Post Perlakuan
II
n
(%)
21
47,7
10
22,7
9
20,5
19
43,2
9
20,5
1
9
2
20,5
4,5
11
0
25
0
20
2
45,5
4,5
1
0
2,3
0
0
0
0
0
0
0
0
22
50
22
50
44
100
22
Total
n
33
(%)
75
2,3
10
22,8
0
0
0
0
1
0
2,3
0
0
0
0
0
0
50
22
50
44
100
Berdasarkan Tabel 5.4 nilai kelincahan sebelum perlakuan
pada kelompok I berada pada penilaian dengan kategori bagus sekali
81
(22,7%) dan setelah perlakuan pada kelompok I meningkat ke kategori
sangat baik (27,3%) sedangkan penilaian kelincahan sebelum
perlakuan pada kelompok II berada pada kategori bagus sekali
(20,5%) setelah perlakuan pada kelompok II berada pada kategori
sangat baik (47,7%). Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan
peningkatan nilai
kelincahan yang diukur dengan menggunakan
Illinois Agility Run Test sebelum dan sesudah diberikan perlakuan
pada kelompok I dan kelompok II.
5.1.2 Uji Normalitas dan Homogenitas
Untuk menentukan jenis uji statistik komparasi yang akan
digunakan untuk membandingkan hasil pre test dan post test antara
perlakuan kelompok 1 dan kelompok 2 maka terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Saphiro Wilk
Test, sedangkan uji homogenitas varian data dengan menggunakan uji
Levene’s Test yang akan disajikan pada tabel 5.5 sebagai berikut:
Tabel 5.5
Uji Normalitas dan Uji Homogenitas
Variable
Pre test
Post test
Selisih
p. Uji Normalitas (Shapiro-Wilk
Test)
Perlakuan 1
Perlakuan 2
(n=22)
(n=22)
0,649
0,523
0,881
0,035
0,000
0,006
p. Uji
Homogenitas
(Levene’s Test)
0,864
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa hasil penelitian didapatkan
hasil uji normalitas dengan menggunakan Uji Shapiro Wilk Test pada
semua variabel pre test dan post test pada kedua kelompok data adalah
82
p > 0,05 maka data disimpulkan berdistribusi normal, uji pengaruh
yang digunakan adalah Uji Beda Dua Sampel berpasangan (Paired
sample t-test) untuk mengetahui uji hipotesis I dan uji hipotesis II, dan
uji homogenitas dengan menggunakan uji levene’s tes of varian pada
semua variabel pre test pada ke dua kelompok data adalah p > 0,05
maka data disimpulkan homogen.
5.1.3 Pengaruh Perlakuan Nilai Kelincahan Sebelum Pada Perlakuan
Kelompok I dan Kelompok II
Uji ini untuk mengetahui pengaruh perbedaan nilai rerata
kelincahan
sebelum
perlakuan
pada
kelompok
I
(intervensi
strengthening exercise) dan kelompok II (penambahan proprioceptive
exercise pada intervensi strengthening exercise). Maka pada masingmasing kelompok ini dilakukan uji Independent t-Test. yang disajikan
pada Tabel 5.6 sebagai berikut:
Tabel 5.6
Pengaruh Perlakuan Nilai Kelincahan Sebelum Pada Kelompok I dan II
dengan Independent t-Test
Variabel
Sebelum
Perlakuan
Kelompok Perlakuan I
Rerata
SB
(detik)
(detik)
16,58
0,80
Kelompok Perlakuan II
Rerata
SB
(detik)
(detik)
16,61
0,85
P-value
0,864
Tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa nilai p= 0,864 sehingga
data tersebut dinyatakan komparabel (p>0,05).
83
5.1.4 Pengaruh Perlakuan Nilai Kelincahan Terhadap Kelompok I
(Intervensi Strengthening Exercise) dan Kelompok II
(Penambahan Proprioceptive Exercise) Pada Pemain Sepakbola.
Uji ini untuk mengetahui pengaruh perlakuan nilai kelincahan
sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok I dan kelompok II
dengan menggunakan paired sample t-test yang disajikan pada tabel
5.7 sebagai berikut:
Tabel 5.7
Pengaruh Perlakuan Nilai Kelincahan Terhadap Kelompok I dan
Kelompok II Pada Pemain Sepakbola.
Kelincahan
(detik)
Kelompok I
Kelompok II
P
Pre test
(Rerata ± SB)
16,58±0,80
16,61±0,85
0,914***
Post test
(Rerata ± SB)
15,43±0.62
14,92±0.42
0,003****
P
0,000 *
0,000 **
Keterangan :
P* : dilakukan dengan uji Paired t test
P** : dilakukan dengan uji Wilcoxon
P*** : dilakukan dengan uji Indepandent t test
P**** : dilakukan dengan uji Mann whitney
Tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa pada nilai rerata pre dan
post kelompok 1 didapatkan nilai p = 0,000 hal ini menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan, sedangkan pada nilai rerata pre
dan post kelompok II didapatkan nilai p = 0,000 hal tersebut juga
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Kemudian
pada
perlakuan kelompok I dan kelompok II nilai pre didapatkan p = 0,914
dan pada perlakuan
kelompok I dan kelompok II nilai post
didapatkan p = 0,003 yang berarti adanya penurunan rerata pada
variable nilai kelincahan.
Hal tersebut menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan pada nilai p < 0,05.
84
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan Penelitian
Hasil penelitian pada bab ini menyajikan
analisis efektifitas
penambahan proprioceptive exercise pada intervensi strengthening exercise
lebih meningkatkan daripada strengthening exercise tunggal terhadap
peningkatan kelincahan pada pemain sepakbola. Hasil perhitungan dari
penelitian ini disajikan berikut ini.
6.2 Kondisi Subjek
Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 44 orang berasal dari
Siswa SMA N 5 Pekanbaru, Sampel seluruhnya laki – laki. Umur siswa yang
menjadi responden pada penelitian ini adalah 15-18 tahun. Pada kelompok
kontrol yang diberikan intervensi strengthening exercise berjumlah 22 orang
dan pada kelompok perlakuan yang diberikan penambahan proprioceptive
exercise pada intervensi strengthening exercise berjumlah 22 orang juga.
Kelincahan diakui sebagai kemampuan untuk mempertahankan posisi
dan kontrol saat bergerak cepat dan mengubah arah sebagai respon terhadap
stimulus. Hal ini sangat terkait dengan faktor kecepatan, kekuatan otot,
kecepatan reaksi, keseimbangan, fleksibilitas, dan kondisi neuromuskular
yang menjadi kamampuan seorang atlit yang menjadi penentu kinerja saat
olahraga di lapangan seperti sepakbola (Eugenia Gortsila, 2013). Aktivitas
fisik mempengaruhi karakter fisik dan pertumbuhan yang cepat dalam
84
85
pengembangan otot pada tingkat yang lebih cepat dan segera. Perubahan ini
dimulai sekitar usia 10 tahun terjadi pada anak laki-laki (Olukunmi, 2013).
Komponen
keterampilan meliputi kelincahan, keseimbangan,
koordinasi kecepatan, kekuatan dan waktu reaksi (Tajudeen, 2013). Umur,
berat badan, tinggi badan, diukur guna mengetahui kategori kebugaran fisik
dalam memenuhi kriteria populasi sampel penelitian (Daniel, 2014). Latihan
dan olahraga merupakan bagian penting dari masa kanak – kanak dan remaja,
pembelajaran dalam olahraga ini berlaku sepanjang hidup baik ketika
berolahraga secara individu maupun tim. Anak-anak atau
remaja yang
membangun kebiasaan olahraga teratur idealnya akan terus mereka lakukan
hingga dewasa sehingga mereka akan memiliki tekananan darah maupun
denyut nadi normal. Hal ini sesuai dengan rekomendasi pusat pengendalian
dan
pencegahan
penyakit
American
academy
of
pediatrics
yang
merekomendasikan bahwa semua anak usia sekolah agar berpartisipasi
setidaknya dalam waktu 60 menit dari aktivitas sedang hingga aktivitas fisik
sesuai dengan tahapan perkembangannya yang kuat setiap harinya (Katherine,
2009).
6.3 Efek Penambahan Proprioceptive Exercise pada Intervensi Strengthening
Exercise lebih meningkatkan Kelincahan pada Pemain Sepakbola
Dari hasil uji hipotesis dengan menggunakan Mann-Whitney Test
seperti pada tabel 5.7 diperoleh hasil nilai p=0,003 (p<0,05), ini berarti
adanya perbedaan peningkatan kelincahan yang bermakna. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa penambahan proprioceptive exercise pada
86
intervensi strengthening exercise terbukti dalam meningkatkan kelincahan
pada pemain sepakbola.
Adanya perbedaan pada penelitian ini dikarenakan pada sistem
proprioceptive pada tingkat sadar otomatis mempengaruhi reflek kinerja otak
memungkinkan fungsi locomotor agar bekerja dengan baik yang memberikan
informasi kinestetik terhadap sensorik halus dan kesadaran setiap saat. Hal
tersebut mempengaruhi tonus otot serta otomatis mempengaruhi stabilisasi
sendi dan terjadi pemeliharaan posisi tubuh yang seimbang dan akan
menimbulkan kelincahan yang sangat baik. Dalam penelitian ini juga
disebutkan bahwa latihan dengan berdiri satu kaki dengan mata tertutup
memiliki nilai konsentrasi yang tinggi menyebabkan proprioceptive bekerja
lebih dominan sehingga terjadi peningkatan proprioceptive yang signifikan
karena adanya adaptasi yang lebih baik terhadap saraf pusat dan perifer
(adriana L, 2012).
Menurut penelitian Witvrouw (2004) penambahan
proprioceptive
exercise pada intervensi strengthening exercise dengan closed kinetic chain
exercise sangat efektif karena setiap segmen tubuh bergerak menerima
kekuatan yang sama sehingga akan menyebabkan recruitment otot yang
dirangsang oleh otak bekerja dengan reflek yang sangat baik.
Menurut
penelitian
Minoonejad
(2012),
menyatakan
bahwa
strengthening exercise berupa closed kinetic chain exercise dan open kinetic
chain exercise, keduanya sama-sama efektif untuk strengthening exercise
pada otot. Dampak dari Strengthening exercise adalah setiap serabut otot akan
87
meningkat massa dan jumlahnya karena adanya ketegangan selama kontraksi
yang memberikan stimulus untuk meningkatkan diameter otot sehingga dapat
meningkatkan kelincahan.
Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa latihan penambahan
proprioceptive exercise pada intervensi strengthening exercise dapat
meningkatkan kelincahan pada pemain sepakbola. Hal tersebut terbukti sama
dengan penelitian yang dilakukan Gaurav, Pooja, Shishir dan Tanvi (2013),
dalam penelitiannya mengenai efek pemberian intervensi strengthening
exercise dengan menggunakan theraband dan
proprioceptive exercise
dengan menggunakan wobble board mampu signifikan meningkatkan
keseimbangan sehingga terjadi peningkatan kelincahan pada atlet.
6.4 Keterbatasan Penelitian
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan agar mendapat data yang
akurat, namun demikian adanya berbagai keterbatasan yang bersifat teknis
maupun non teknis, Perlu dikemukakan berberapa keterbatasan yang muncul
dalam penelitian ini, diantaranya adalah sebagai beriku:
6.4.1 Peneliti hanya menghubungkan dua variabel bebas
strengthening
exercise
dan
proprioceptive
yaitu intervensi
exercise
terhadap
kelincahan.
6.4.2 Peneliti tidak dapat mengontrol sampel apakah sebelum dilakukan tes
sampel melakukan aktivitas berat atau tidak.
88
6.4.3 Terbatasnya jumlah siswa yang menjadi sampel.
6.4.4 Tidak diperhitungkan masalah kondisi fisik dan mental pada waktu
melaksanakan tes.
89
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
penambahan
proprioceptive exercise pada intervensi strengthening exercise terbukti lebih
baik daripada strengthening exercise tunggal dalam meningkatkan kelincahan
pada pemain sepakbola.
7.2 Saran
Berdasarkan simpulan penelitian, Disarankan beberapa hal yang
berkaitan dengan peningkatan kelincahan pada pemain sepakbola.
a. Penambahan
proprioceptive exercise pada intervensi strengthening
exercise dapat menjadi salah
satu
pilihan untuk meningkatkan
kelincahan.
b. Perlu dilakukan meta analisis atas hasil-hasil penelitian yang telah ada di
Indonesia.
c. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan mengaplikasikan metode latihan
yang sama terhadap sampel yang lebih banyak dan menggunakan Illinois
Agility Run Test.
89
90
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Proses Fisiologi Terjadinya Keseimbangan. Available at:
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-786-1413682297bab%20ii.pdf (diakses 25 Januari 2015).
Adriana, L. 2012. Snezana, B., Meta, Z., Lepa, R., Kristina P. 2012. Effect of
Training
Balance
Skill
among
Sport.
Available
at:
acta.junis.ni.ac.rs/pe/pe201203/pe201203-09.pdf (diakses 02 juli 2015).
Caroline Pelletier. 2012. Strengthening, Stretching and Proprioceptive Program
for Injure Prevention.
Charlotte,
S.
2015.
Balance
and
Aging.
Available
at:
http://vestibular.org/sites/default/files/page_files/Documents/Balance%20a
nd%20Aging.pdf ( diakses pada 2 januari 2015).
Depdiknas. 2002. Seleksi dan Penelusuran Minat dan Bakat Olahraga. Jakarta:
Direktorat Olahraga Pelajar dan Mahasiswa. Direktorat Jenderal Olahraga
Departemen Pendidikan Nasional.
Edson, C. 2010. Proprioceptive and Strength Endurance Training Prevent Soccer
Injuries. Available at: http://www.unip.br/comunicacao/publicacoes/ics/edicoes
/2010/02_abr-jun/V28_n2_2010_p187-190.pdf. (diakses pada 5 januari 2015).
Foran, B. 2001. The Scientific and Clinical Application of Elastic Resistance.
Gaurav, S., Pooja, A., Shishir, N dan Tanvi, A . 2013. Comparative Analysis Of
Effectiveness Of Conventional Proprioceptive Training and Multistation
Proprioceptive Training On Vertical Jump Performance In Indian
Basketball
Players.
Available
at:
http://medind.nic.in/jau/t13/i2/jaut13i2p97.pdf (diakses 01 Juni 2015).
Ganong.W.F 2010, Review of medical physiology, Ganong’s.23rd edition. New
York: The McGraw-Hill Companies.Inc.
Herwin. 2006. Jurnal Latihan Fisik Untuk Usia Muda. FIK UNY.
Ismaryati. 2008. Tes dan Pengukuran Olahraga. Surakarta: Sebelas Maret
Universitas Press.
Kisner, C and Allen,L. 2007. Therapeutic Exercise. Davis Company.
Philadelphia.
90
91
Kisner, C. and Colby, L. A., 1996. Therapeutic Exercise Foundation and
Technique; Third Edition, F. A. Davis Company, Philadelphia.
Koger, R. 2007. Latihan Dasar Andal SepakBola Remaja. Klaten: Saka Mitra
Kompetensi.
Kyungmo Han and Mark, D. Ricard. 2011. Effets Of 4 Weeks Of
Resistance Training on Ankle- Evertor Strength and Latency.
Elastic-
Lephart, S.M., Pincivero, D.M., Giraldo, J.L., Fu, FH. 2013. The role of
Propriception in the Management and Rehabilitation Of Athletic Injuries.
Am J Sports Med.
Lopez, R.2014. Orderly Recruitmen of Muscle Fiber: Muscle Fibers Activation,
available at: http://www.nutridesk.com.au/orderly-recuitment-of-musclefibers.phtml. (diakses 06 Januari 2015).
Maksum. A. dan Toho C. M. 2007. Sport Development Index. Jakarta: PT. Index.
Marieb, E.N., Hoen, K. 2010. Human Anatomy & physiology, 9th edition. San
fransisco: Pearson Benjamin Cummings.
Martin, R. 2015.defensive activation during the rubber owership versus
proprioceptive
Available
at:
www.sciencedirect.com/science.article/pii/s03010511150001040. (diakses
24 januari 2015).
Michele A. R. Robert. S. Gailey. Ignacio A.Gaunaurd.,Daniel M.Jayne., 2014
Comparison of three agility tests with male servicemembers: Edgren Side
Step Test, T-Test, and Illinois Agility Test. Available at:
http://www.rehab.research.va.gov/jour/2013/507/jrrd-2012-05-0096.html.
Mielke, D. 2007. Dasar – Dasar Sepakbola. Bandung: Pakar Raya.
Mills, Jonathan, D, Jack, E and Taunton,William A.Mills. The effect of a 10-week
training regimen on lumbo-pelvic stability and athletic performance in
female athletes: A randomized-controlled trial *.2005.
Mogler Cristian. 2008. Adolescence: The Physical, Cognitive, Social, Personality,
Moral and Faith Development of Adolescence, Scholar Research Paper
Edition.Germany: Grin Verlag.
Minoonejad, H, Ebrahimi, E. R., Rajabi, M. H., Alizadeh, A.A., Jamshidi, A.,
Azhari and E.Fatehi. 2012. Combined open and closed kinetic chain
exercise.
92
Purwanto, N. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.
Olukunmi, Sarajudeen, Lanre Olaitan, Olusesi and Tajudeen Olarewaju Ibrahim,
2013 Physical Characteristic and Fitness Level of Secondary School
Student in Kwara, Nigeria.
O’Sullivan, D. 2004. Complexity Science and Human Geography, Transactions of
Institute of British Geography.
Pauole, K, Madole K, Garhammer J, Lacourse M and Rozenek R., Reliability and
validity of the T-Test as a measure of agility, leg power, and leg speed in
college aged men and women. J Strength Cond Res. 2000;14(4):443–50..
Raven and Johnson. 2005. Biolgy.2nd ed.Mosby College Publishing,Toronto.
Resistance Band and Tubing Instruction Manual, 2012. Available at:
http://idscribd.com/doc/22745627/Theraband-exercise-manual.
Riemann, BL and Lephart, SM. 2002. The Sensory Motor System Part II: The
Role of Proprioception in Motor Control and Functional Joint Stability.
Available
at
:
http://www.pitt.edu/~neurolab/publications/2002/Articles/RiemannBL_20
02_JAthlTrain_The%20sensorimotor%20system,%20part%20IIthe%20role%20of%20proprioception%20in%20motor%20control%20and
%20functional%20joint%20stability.pdf (diakses pada 25 januari 2015.).
Ross, F. 2006. Functional Instability in Non Contact ankle ligamen Injuries.
Lutan, R. 2003. Menuju Sehat dan Bugar. Jakarta: Direktorat Jenderal Olahraga.
Depdiknas.
Sajoto. 1998. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik Dalam
Olahraga. Semarang: Dahara Prize.
Scheunemann, T. 2005 Dasar Sepakbola Modern. Malang: Dioma.
Sharkey, Brian J. 2003. Kebugaran dan Kesehatan (Terjemahan dari buku Fitnesh
and Health). Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Sharma. 2011. A Study of Body Mass Index in Relation to Motor Fittnes
Components of School Going Children Involved in Physical Activities.
Sherwood Lauralee. 2010. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
93
Sherwood Lauralee. 2011. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Penerbit buku
kedokteran EGC: jakarta.
Sucipto. 2008. Sepakbola latihan dan strategi. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Sucipto. 2000. Sepakbola. Bandung: FPOK UPI.
Sumiyarsono. 2006. Teori dan Metodologi Melatih Fisik Bolabasket. Yogyakarta:
FIK UNY.
Wahjoedi. 2000. Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Wiley.
2010
Agility.
New
Jersey.
Available
http://www.rci.rutgers.edu/~uzwiak/AnatPhys/APFallLect13.html.
at:
William E Prentice. 2014. Open Versus Closed Kinetic Chain Exercise In
Rehabilitation.
Winter, EM. 2007,Sport and Exercise Physiology Testing, Volume Irouttledge
Tatlor & Francis Grap, London.
Witvrouw, E. 2004. Open Versus Closed Kinetic Chain Exercise.
ucsf.edu/sites/ptrehab.ucsf.edu/files/documents/Open
versus
Closed
Kinetic Chain Exercises for Patellofemoral Pain Syndrome_Tsai.pdf.
Wahjoedi. 2001. Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
94
LAMPIRAN
95
RAHASIA
Hanya untuk Keperluan
Penelitian
PERSETUJUAN TINDAKAN FISIOTERAPI
(INFORMED CONSENT)
MENGIKUTI PROGRAM PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin : (L/P)
Alamat
:
Setelah mendapat penjelasan dari peneliti atau membantunya, tentang
maksud / tujuan penelitian, cara pelaksanaan dan konsekuensinya, demi manfaat
yang sebesar-besarnya bagi pemeliharaan kesehatan saya dan bagi kemajuan
upaya pelayanan, dengan ini saya menyatakan :
1. Memahami sepenuhnya maksud dan tujuan penelitian, prosedur penelitian dan
segala konsekuensinya.
2. Bersedia menyampaikan informasi dengan sejujur- jujurnya tentang segala hal
yang berkaitan dengan keluhan yang saya derita.
3. Bersedia mengikuti dan melaksanakan petunjuk serta program penelitian yang
diberikan secara sungguh-sungguh dan bertanggung jawab secara rutin.
4. Bersedia menghubungi peneliti bila ada hal-hal yang kurang dipahami maupun
melaporkan hal-hal yang berkembang saat penelitian.
5. Bersedia sewaktu-waktu dihubungi atau dikunjungi oleh peneliti guna
penyempurnaan penelitian ini.
6. Tidak membebani peneliti berkaitan dengan biaya pengobatan, tindakan atas
keluhan yang saya derita dalam penyelenggaraan penelitian ini.
7. Bersedia mengikuti penelitian ini secara tidak terpaksa dan sampai selesai.
Peneliti
Pekanbaru,.....2015
Subjek Peneliti
(ISMANINGSIH)
(........................................)
96
RAHASIA
Hanya untuk Keperluan
Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
PENAMBAHAN PROPRIOCEPTIVE EXERCISE PADA INTERVENSI
STRENGTHENING EXERCISE LEBIH MENINGKATKAN
KELINCAHAN PADA PEMAIN SEPAKBOLA
I.
DATA PASIEN
No Responden
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
No Telp
Tekanan Darah
Nadi
Tinggi Badan
Berat Badan
IMT
:
:
:
: (L/P)
:
:
:
:
:
:
:
Mm Hg
/menit
cm
kg
Isilah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan anda dengan benar.
1. Saya tidak memiliki masalah baik rasa sakit dan gerak pada anggota badan
bagian bawah saya ( ya/ tidak )
2. Saya tidak sedang atau pernah mengalami gejala stroke ( ya/ tidak )
3. Saya sedang sehat, tanpa ada gangguan lain baik badan maupun pikiran
saya ( ya/ tidak )
4. Saya mampu dan mengerti apa yang menjadi instruksi bagi saya
( ya/
tidak )
Demikian saya telah menjawab dan memberikan keterangan mengenai diri
saya dengan sebenar-benarnya. Tanpa sesuatu apapun yang saya sembunyikan.
Pekanbaru, …….2015
(………..…………………………)
97
M.F
98
M.F
99
M.R
100
M.R
101
Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian
Tim Sepakbola SMA N 5 Pekanbaru
Tim SMA N 5 Pekanbaru saat beristirahat disela-sela waktu latihan
102
Tim saat akan Memulai latihan
Lapangan yang didesain untuk Lintasan Illinois Agility Run Test
103
Sampel saat berlari dilintasan Illinois Agility Run Test
p
Pemberian Proprioceptive Exercise
104
Pemberian Intervensi Stengthening Exercise
105
Ketua Tim PS
SMAN 5 Pekanbaru
di
106
107
Data-data Responden
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
Nama
IRA
M. R D
NA
MF
NE
KG
RN
M ZM
BWJ
AN
FR
MA
RM
HF
MPY
IA
MR
RT
NRP
GP
BC
RNF
HA
M F
RA
AN
DR
AP
IR
AQG
R
IS
WH
MFD
Umur Berat Tinggi Tekanan Denyut
badan
Darah
Nadi
17
17
16
17
17
16
16
17
16
16
16
17
16
16
17
16
17
17
17
16
15
18
17
16
16
17
16
17
17
16
17
17
17
16
73
46
48
56
53
56
70
55
65
54
55
60
53
50
55
50
55
50
63
55
52
55
50
55
57
54
52
56
50
52
60
69
70
51
1,75
1,57
1,6
1,77
1,68
1,78
1,75
1,7
1,78
1,68
1,7
1,7
1,71
1,71
1,75
1,6
1,75
1,68
1,78
1,7
1,65
1,71
1,7
1,62
1,67
1,68
1,69
1,78
1,75
1,65
1,75
1,8
1,8
1,68
120/80
120/90
110/80
110/90
110/70
120/80
110/80
120/80
110/90
120/80
110/80
120/80
120/80
120/80
120/90
120/80
120/80
110/80
120/80
120/80
120/80
120/80
110/80
110/80
110/80
110/80
120/90
120/80
120/80
110/80
110/80
120/70
120/80
120/70
60
60
60
40
60
60
55
60
60
40
56
40
60
50
40
60
60
60
55
40
60
60
40
40
60
60
60
60
60
60
60
40
40
50
Indeks
Massa
Tubuh
24
19
19
18
19
18
23
19
21
19
19
21
18
17
18
20
18
18
20
19
19
19
17
21
20
19
18
18
16
19
20
21
22
18
108
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
47
DIY
YIN
A
AH
AH
AR
MZR
MIR
AA
MFR
RW
RI
17
17
18
17
16
17
16
16
17
16
16
17
52
57
68
53
50
50
65
65
68
55
65
50
1,73
1,63
1,8
1,76
1,72
1,7
1,7
1,8
1,75
1,73
1,72
1,71
110/90
110/80
120/90
120/80
110/80
120/90
110/80
120/90
120/80
120/80
120/80
120/80
40
60
60
60
40
50
40
60
40
40
55
60
17
21
21
17
17
17
22
20
22
18
22
17
109
Hasil Tes Agility Run Illinois Tes pada responden dengan Pemberian
Strengthening Exercise dilakukan 3 kali seminggu, selama 6 minggu pengawasan.
(kelompok I).
No
Nama
Pre I
Post 1
Post 2
Post 3
Post 4
Post 5
Post 6
1
IRA
16.75
16.73
16.70
16.65
16.50
16.48
16.10
2
MRD
17.43
17.41
17.09
16.80
15.00
14.90
14.36
3
MA
17.13
17.12
17.05
17.10
16.06
16.00
15.70
4
M F
16.16
16.10
16.06
15.85
15.41
15.48
15.10
5
N E
16.52
16.49
16.30
16.00
15.90
15.80
15.24
6
KG
15.74
15.72
15.59
15.60
16.03
16.02
15.57
7
R N
17.67
17.65
17.55
17.50
17.00
16.80
16.22
8
M ZM
16.22
16.20
16.10
15.93
15.50
15.45
15.18
9
B W J
16.71
16.69
16.65
16.50
16.20
16.15
15.86
10
AN
15.27
15.25
15.22
15.18
15.10
15.05
14.76
11
FR
15.80
15.78
15.70
15.45
16.18
16.15
15.59
12
MA
17.37
17.35
17.33
17.27
17.10
17.00
16.75
13
14
RM
H F
17.20
16.33
17.18
16.30
17.15
16.25
16.83
16.20
16.22
16.00
16.20
15.89
15.47
15.22
15
M PY
15.71
15.71
15.69
15.50
15.45
15.40
15.10
16
IA
17.23
17.21
17.19
17.10
16.75
16.60
16.05
17
MR
18.24
18.22
18.20
18.15
16.90
15.09
14.55
18
RT
15.44
15.40
15.37
15.35
15.18
15.16
14.58
19
NR
16.45
16.43
16.40
16.30
16.12
16.06
15.57
20
GP
17.50
17.48
17.45
17.40
17.38
17.25
16.40
21
BC
16.20
16.17
16.13
16.00
15.80
15.74
15.15
22
R
15.75
15.73
15.50
15.88
15.70
15.44
15.05
110
Hasil Tes Agility Illinois Run Tes pada responden dengan Penambahan
Proprioceptive Exercise pada Strengthening Exercise dilakukan 3 kali seminggu,
selama 6 minggu pengawasan. (kelompok II).
No
Nama
Pre I
Post 1
Post 2
Post 3
Post 4
Post 5
Post 6
1
H A
16.10
16.05
16.00
15.90
15.87
15.68
15.05
2
MF
16.20
16.11
15.59
15.50
15.45
15.34
15.10
3
R A
15.30
15.20
15.017
15.05
15.00
14.90
14.48
4
A IN
15.83
15.79
15.60
15.55
15.47
15.27
15.05
5
D R
18.48
15.60
15.47
15.40
15.38
15.15
14.80
6
A P
16.30
16.05
15.80
15.75
15.60
15.26
15.00
7
IR
17.25
16.50
15.50
15.45
15.38
15.18
14.76
8
AQS
18.25
16.65
16.40
16.35
16.27
16.02
15.55
9
R
15.44
15.30
15.15
15.10
15.00
14.80
14.35
10
IS
17.36
17.15
17.10
17.00
16..86
16.58
15.22
11
WH
16.05
16.00
15.80
15.65
15.57
15.25
14.99
12
M. F D
17.15
16.50
16.22
16.20
16.09
15.87
15.38
13
14
DI
Y
17.40
17.20
16.50
16.47
14.78
16.20
14.60
16.10
14.48
15.80
14.40
14.38
14.35
14.26
15
A
16.31
16.12
16.07
16.04
15.78
15.65
15.27
16
A
16.70
16.65
15.74
15.65
15.55
15.46
15.15
17
AH
15.55
15.20
15.00
14.90
14.65
14.48
14.27
18
AR
16.80
16.65
16.50
16.25
16.18
15.90
15.40
19
MZR
16.40
16.10
15.94
15.87
15.63
15.26
15.05
20
MIR
16.78
16.60
16.43
16.31
16.10
15.80
15.45
21
AA
17.00
16.90
16.75
16.48
16.34
16.20
15.15
22
MFR
15.57
15.32
15.22
15.02
14.89
14.64
14.28
111
110
Distribusi Sampel Berdasarkan Usia, Berat Badan, Tinggi Badan, Tekanan Darah Sistole, Tekanan Darah Diastole, Denyut Nadi
dan Indeks Masa Tubuh Kelompok Perlakuan 1 dan Kelompok Perlakuan 2
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances
F
umur kelompok 1 dan
kelompok 2
Equal variances assumed
berat badan kelompok 1
dan kelompok 2
Equal variances assumed
tinggi badan kelompok 1
dan kelompok 2
Equal variances assumed
Sig.
.774
t
.384
Equal variances not assumed
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower
Upper
.720
42
.476
.136
.190
-.246
.720
41.133
.476
.136
.190
-.246
.519
.519
1.364
2.069
-2.813
5.540
.659
42
.514
.659
41.922
.514
1.364
2.069
-2.813
5.540
1.815
.185
1.360
42
.181
.04955
.03643
-.02397
.12306
1.360
25.862
.186
.04955
.03643
-.02535
.12444
-.333
42
.740
-.182
.545
-1.282
.919
-.333
41.144
.740
-.182
.545
-1.283
.919
-.917
42
.365
-1.364
1.488
-4.366
1.639
-.917
41.814
.365
-1.364
1.488
-4.367
1.639
.000
42
1.000
.000
1.556
-3.140
3.140
.000
40.698
1.000
.000
1.556
-3.143
3.143
-1.264
42
.213
-3.455
2.732
-8.968
2.059
-1.264
41.085
.213
-3.455
2.732
-8.972
2.063
Equal variances not assumed
2.727
tekanan darah sistole
Equal variances assumed
kelompok 1 dan kelompok
Equal variances not assumed
2
2.625
.113
tekanan darah diastole
Equal variances assumed
kelompok 1 dan kelompok Equal variances not assumed
2
.507
.481
Equal variances not assumed
Sig. (2-tailed)
.374
Equal variances not assumed
Equal variances assumed
df
.808
indeks masa tubuh
Equal variances assumed
kelompok 1 dan kelompok Equal variances not assumed
2
denyut nadi kelompok 1
dan kelompok 2
t-test for Equality of Means
3.764
.106
.059
112
3
113
Frequencies
FREQUENCIES VARIABLES=pre1 pre2 post1 post2
/ORDER=ANALYSIS.
[DataSet1] D:\MY Thesis\dat freq.sav
Statistics
pre kelompok 1
N
pre kelompok 2 post kelompok 1 post kelompok 2
Valid
22
22
22
22
Missing
22
22
22
22
Valid Percent
Cumulative
Percent
Frequency Table
pre kelompok 1
Frequency
Valid
Missing
Percent
excellent
1
2.3
4.5
4.5
very good
10
22.7
45.5
50.0
good
9
20.5
40.9
90.9
fair
2
4.5
9.1
100.0
Total
22
50.0
100.0
System
22
50.0
44
100.0
Total
pre kelompok 2
Frequency
Valid
Missing
Total
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
excellent
2
4.5
9.1
9.1
very good
9
20.5
40.9
50.0
good
11
25.0
50.0
100.0
Total
22
50.0
100.0
System
22
50.0
44
100.0
114
post kelompok 1
Frequency
Valid
Missing
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
excellent
12
27.3
54.5
54.5
very good
9
20.5
40.9
95.5
good
1
2.3
4.5
100.0
Total
22
50.0
100.0
System
22
50.0
44
100.0
Total
post kelompok 2
Frequency
Valid
Missing
Total
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
excellent
21
47.7
95.5
95.5
very good
1
2.3
4.5
100.0
Total
22
50.0
100.0
System
22
50.0
44
100.0
115
Uji Normalitas
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
pre kelompok 1
.115
22
.200
*
.967
22
.649
pre kelompok 2
.096
22
.200
*
.962
22
.523
post kelompok 1
.123
22
.200
*
.978
22
.881
post kelompok 2
.198
22
.025
.903
22
.035
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
112
Uji Homogenitas Data Kelincahan dengan Levene’s Test
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
F
pre kelompok 1 dan 2
Equal variances assumed
Equal variances not assumed
Sig.
.030
t
.864 -.109
df
Sig. (2-
Mean
Std. Error
tailed)
Difference
Difference
Difference
Lower
Upper
42
.914
-.02727
.25105
-.53392
.47937
-.109 41.819
.914
-.02727
.25105
-.53398
.47944
110
111
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence Interval
Mean
Std.
Std. Error
Deviation
Mean
of the Difference
Lower
Upper
Sig. (2t
df
tailed)
Pair 1 Data sebelum
intervensi
strengthening
exercise - Data
sesudah intervensi
strengthening
exercise
1.14773
.82290
.17544
.78287
1.51258
6.542
21
.000
112
Uji Wilcoxon
b
Test Statistics
post kelompok 2 - pre
kelompok 2
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
a
-4.107
.000
114
Uji Independent t test
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
t-test for Equality of Means
of Variances
95% Confidence Interval of the
Sig.
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean
Std. Error
F
pre kelompok 1 dan 2 Equal variances assumed
Equal variances not assumed
.030
.864
Difference
Difference Difference
Lower
Upper
-.109
42
.914
-.02727
.25105
-.53392
.47937
-.109
41.819
.914
-.02727
.25105
-.53398
.47944
112
113
a
Test Statistics
Data sesudah
kelompok
perlakan 1 dan 2
Mann-Whitney U
116.500
Wilcoxon W
369.500
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
-2.948
.003
a. Grouping Variable: kelompok 1 dan 2
Download