BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 – 2008 Organisasi internasional untuk standarisasi atau lebih dikenal dengan sebutan ISO adalah federasi dunia dari badan standar nasional (badan anggota ISO). Pekerjaan penyiapan Standar Internasional biasanya dilakukan melalui komite teknik ISO. Tiap badan anggota yang berkepentingan dalam suatu bahasan dimana komite tekniknya telah dibentuk berhak untuk diwakili pada komite itu. Organisasi Internasional, pemerintah dan badan non pemerintah, dalam hubungannya dengan ISO juga melakukan kerja sama dalam pekerjaan ini. ISO bekerja sama erat dengan komisi elektronik internasional (IEC) dalam semua masalah standarisasi elektro teknik. Standar ISO 9001–2008 dirumuskan oleh Panitia Teknis PK 03-02 Sistem Manajemen Mutu, dan telah dikonsensuskan pada tanggal 23 Desember 2008 di Jakarta. Judul Standar Internasional ISO 9001 telah dirubah pada edisi ini dan tidak lagi mencakup istilah “Pemastian Mutu”. Hal ini mencerminkan fakta bahwa persyaratan sistem manajemen mutu yang dijelaskan dalam edisi ISO 9001 ini 5 selain mencakup pemastian mutu produk juga untuk mencapai kepuasan pelanggan. Adopsi sistem manajemen mutu hendaknya suatu keputusan strategis dari organisasi. Rancangan dan penerapan sistem manajemen mutu dipengaruhi oleh lingkungan organisasi, kebutuhan yang berbeda, sasaran khusus, produk yang disediakan, proses yang digunakan dan ukuran serta struktur dari organisasi. Bukanlah tujuan dari Standar Internasional ini untuk menetapkan keseragaman terhadap struktur sistem manajemen mutu ataupun pendokumentasiannya. Persyaratan sistem manajemen mutu yang dijelaskan dalam standar internasional ini selaras dengan persyaratan produk. Standar ini juga dapat digunakan oleh pihak internal maupun eksternal, termasuk lembaga sertifikasi untuk meninjau kemampuan organisasi dalam memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan legal terkait. Prinsip – prinsip manajemen mutu seperti yang tertera pada SNI ISO 9000 dan ISO 9004 telah menjadi acuan dalam pengembangan Standar ini. Standar Internasional ini mendorong adaptasi pendekatan proses pada saat penyusunan, penerapan dan peningkatan efektifitas sistem manajemen mutu, untuk mencapai kepuasan pelanggan dengan memenuhi persyaratan pelanggan. Suatu Organisasi untuk dapat berfungsi efektif, haruslah melakukan identifikasi dan pengaturan terhadap beberapa aktifitas proses yang berkaitan. Sebuah aktifitas yang menggunakan sumberdaya dan melakukan pengaturan untuk merubah masukan menjadi keluaran dapat dianggap sebagai suatu proses. Seringkali keluaran dari suatu proses akan secara langsung menjadi masukan proses berikutnya. 6 Penerapan dari suatu sistem didalam organisasi, bersama dengan identifikasi dan interaksi antara proses – proses ini dengan manajemennya dapat dikatakan sebagai “pendekatan proses”. Keuntungan dalam pendekatan proses adalah pengendalian berjalan yang diberikan melalui keterkaitan antara proses – proses individu didalam sistem, termasuk kombinasi dan interaksinya. Ketika digunakan didalam sistem manajemen mutu, beberapa pendekatan menekankan kepentingan dari : 1) Pemahaman dan pemenuhan persyaratan, 2) Keperluan untuk memperhatikan proses – proses dalam hal menambah nilai, 3) Menyediakan hasil dari kinerja proses dan efektifitasnya, dan 4) Peningkatan terus – menerus dari proses berdasarkan pengukuran obyektif. Model proses berdasarkan sistem manajemen mutu yang diperlihatkan gambar 2.1 menggambarkan bahwa pelanggan memainkan peranan penting dalam menentukan persyaratan sebagai masukan. Pemantauan kepuasan pelanggan memerlukan evaluasi dari informasi didapat sehubungan dengan persepsi pelanggan apakah Organisasi sudah memenuhi persyaratan pelanggan. Model ini memenuhi seluruh persyaratan Standar Internasional tetapi tidak dapat menggambarkan proses secara lebih rinci. Metodologi yang dikenal sebagai “Plan – Do – Check – Action” (PDCA) dapat diterapkan pada semua proses. Model PDCA diperlihatkan pada gambar 2.1 dan secara ringkas dijelaskan sebagai berikut : 1. Plan (rencanakan) Menetapkan sasaran dan proses yang dibutuhkan untuk mencapai hasil sesuai persyaratan pelanggan dan kebijakan organisasi. 7 2. Do (lakukan) Menerapkan dan operasi dari proses. 3. Check (periksa) Memantau dan mengukur proses dan produk dengan kebijakan, sasaran dan persyaratan produk dan laporan hasil. 4. Act (tindaki) Mengambil tindakan berkesinambungan untuk meningkatkan kinerja proses. Peningkatan berkesinambungan Sistem Manajemen Mutu Tanggung jawab Manajemen Pelanggan Pengukuran Analisa dan Peningkatan Manajemen Sumberdaya Persyaratan Legend : Realisasi Produk/jasa Pelanggan Kepuasan Produk/jasa Aktifitas menambah Aliran informasi Gambar 2.1. Model PDCA SNI ISO 9001 menjelaskan beberapa persyaratan untuk sistem manajemen mutu yang dapat digunakan untuk penerapan internal organisasi atau untuk keperluan sertifikasi atau tujuan kontrak. Fokus utama dari ISO 9001 ini adalah 8 mengefektifkan sistem manajemen mutu untuk memenuhi persyaratan pelanggan. Standar Internasional ini tidak termasuk persyaratan khusus untuk sistem manajemen lain seperti dalam manajemen lingkungan, kesehatan dan manajemen keselamatan, manajemen keuangan atau manajemen resiko. Akan tetapi Standar Internasional ini memungkinkan suatu organisasi untuk memasukkan atau menggabungkan persyaratan sistem manajemen lain yang terkait kedalam sistem manajemen mutu. Dimungkinkan bagi suatu organisasi untuk mengadaptasi sistem manajemennya dalam menetapkan sistem manajemen mutu yang sesuai dengan persyaratan Standar Internasional ini. 2.1.1. Ruang Lingkup ISO 9001 – 2008 Skematik ruang lingkup ISO 9001 – 2008 dapat digambarkan pada gambar 2.2. berikut ini : Sales CORE BUSSINES Marketing PPIC Production Warehouse SUPPORTING BUSSINES CDL QC QA Engineering FM MGT Purchasing Training HRD Recruitment Marketing Services IT GA Personalia HRD & GA Security Finance Accounting Traffic & Shipping Gambar 2.2. Ruang Lingkup ISO 9001 – 2008 9 2.1.2. Elemen – elemen Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 – 2008 Secara garis besar elemen yang terdapat pada sistem manajemen mutu ISO 9001 – 2008 memuat beberapa hal, antara lain : Persyaratan Sistem Manajemen Mutu : 1. Lingkup 5. Tanggung jawab Manajemen 2. Acuan Normatif 6. Pengelolaan sumber daya 3. Istilah dan Definisi 7. Realisasi Produk 4. Sistem Manajemen Mutu 8. Pengukuran, Analisis dan Perbaikan. Penjelasan elemen Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 – 2008 dapat dilihat pada Persyaratan Sistem Manajemen Mutu. 2.1.3. Elemen Sistem Manajemen Mutu ISO 9001–2008 yang Terkait dengan Kalibrasi Elemen Sistem Manajemen Mutu ISO 9001–2008 yang terkait dengan Kalibrasi adalah elemen pada point 7.6 yang secara rinci dijelaskan sebagai berikut (secara jelas lihat ‘Persyaratan Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008’ pada Persyaratan Sistem Manajemen Mutu) : 7.6. Pengendalian Peralatan Pengukuran dan Pemantauan Organisasi harus menetapkan pemantauan dan pengukuran yang dilakukan dan peralatan pemantau dan pengukur yang diperlukan untuk memberikan bukti kesesuaian produk terhadap persyaratan yang ditetapkan Organisasi harus menetapkan proses untuk memastikan bahwa pengukuran dan pemantauan dapat dilakukan dan dilaksanakan 10 dengan cara konsisten konsisten dengan persyaratan pemantauan dan pengukuran. Apabila diperlukan untuk memastikan keabsahan hasil, peralatan pengukuran harus: a. Dikalibrasi atau diverifikasi atau keduanya pada selang waktu tertentu, atau sebelum digunakan terhadap standar pengukuran yang tertelusur ke standar pengukuran internasional atau nasional; apabila standar tersebut tidak ada, dasar yang digunakan untuk kalilbrasi atau verifikasi harus direkam b. Disetel atau disetel ulang secukupnya. c. Memiliki identifikasi guna menetapkan status kalibrasinya. d. Dijaga keamanannya dari penyetelan yang dapat membuat hasil pengukurannya tidak sah.. e. Dilindungi dari kerusakan dan penurunan mutu selama penanganan, perawatan dan penyimpanan. Selain itu, organisasi harus menilai dan merekam keabsahan hasil pengukuran sebelumnya bila peralatan ditemukan tidak memenuhi persyaratan. Organisasi harus melakukan tindakan yang sesuai pada peralatan dan setiap produk yang terpengaruh. Rekaman hasil kalibrasi dan verifikasi harus dipelihara (point 4.2.4 pada ISO 9001:2008). 11 2.2. ISO GUIDE 25 (SNI 19 – 17025 – 2000) 2.2.1. Apakah ISO GUIDE 25 ? Kegiatan kalibrasi atau yang berkaitan dengan masalah kalibrasi tertuang pada beberapa persyaratan teknis dari ISO GUIDE 25 atau SNI 19– 17025–2000 yang merupakan standar acuan dari laboratorium yang melakukan kegiatan pengujian atau kalibrasi. Sejak ISO/ IEC direvisi pada tahun 1982, penggunaan sistem mutu dalam laboratorium berkembang pesat. Banyak negara memakai ISO/ IEC Guide 25 sebagai dasar untuk membentuk sistem mutu di laboratorium dan untuk pengakuan kemampuannya, misalnya dengan akreditasi. Dalam beberapa tahun terakhir ini telah banyak perkembangan dalam bidang jaminan mutu karena itu perlu disusun pedoman dan standar baru yang telah disempurnakan. Pedoman yang merupakan revisi dari ISO/ IEC Guide 25 tahun 1982 ini, difokuskan pada kegiatan laboratorium kalibrasi dan laboratorium penguji dengan memperhatikan persyaratan kemampuan laboratorium yang tercantum dalam OECD (Organization for Economic Cooperation Development), Code of Good Laboratory Practice (GLP) dan ISO seri 9000 tentang standar jaminan mutu. Pedoman ini bertujuan untuk : a. Menimbulkan kemampuan dan kepercayaan pada laboratorium kalibrasi dan laboratorium penguji dengan menerapkan persyaratan yang tertera pada pedoman ini. 12 b. Memudahkan penghapusan hambatan non – pajak diperdagangkan melalui penerimaan hasil kalibrasi dan hasil uji antar negara. c. Mempermudah kerjasama antar laboratorium dan antar instansi dalam tukar – menukar informasi, pengalaman dan harmonisasi standar serta prosedurnya. Pedoman ini ditujukan khusus untuk laboratorium kalibrasi dan laboratorium penguji. Laboratorium yang memenuhi persyaratan yang sesuai dengan pedoman ini, sudah sesuai dengan persyaratan standar ISO seri 9000, termasuk didalamnya model yang diuraikan dalam ISO 9002 jika laboratorium yang bersangkutan bertindak sebagai pengkalibrasi dari penguji. 2.2.2. Ruang Lingkup dan Elemen – elemen ISO Guide 25 Lingkup ISO/ IEC Guide 25 terdiri dari 3 aspek pokok antara lain Administrasi/ Umum, Manajemen dan Teknis. Secara skematik Lingkup ISO Guide 25 diperlihatkan pada gambar 2.3 berikut ini : ISO Guide 25 1978 ISO/IEC Guide 25 1982 ISO 9000 SERIES 1987 ISO/IEC Guide 25 1990 ISO 9000 SERIES 1994 ISO 9000 SERIES AND ISO/ IEC Guide 25 Gambar 2.3. Skematik Lingkup ISO Guide 25 13 Dalam ISO Guide 25 terdapat beberapa elemen atau penjelasan yang menerangkan beberapa persyaratan standar atau umum laboratorium atau yang biasa disebut General Requirement for the Competence of Testing and Calibration Laboratories (Persyaratan Umum Kemampuan Laboratorium Kalibrasi dan Laboratorium Penguji) sesuai dengan Pedoman 01 – 1991 BSN (Badan Standardisasi Nasional). Ringkasan dari penjelasan ISO Guide 25 dan menjadi beberapa elemen yang terdapat dalam Pedoman DSN 01 – 1991 adalah sebagai berikut : 1) Ruang Lingkup 2) Acuan 3) Definisi 4) Organisasi dan Manajemen (Pengelolaan) 5) Sistem Mutu, Audit dan Kaji Ulang 6) Personalia 7) Sarana dan Lingkungan 8) Peralatan dan Bahan Pembanding 9) Mampu Telusur Pengukuran dan Kalibrasi 10) Metode Kalibrasi dan Pengujian 11) Penanganan Barang yang Dikalibrasi dan Diuji 12) Rekaman 13) Sertifikat dan Laporan 14) Subkontrak Kalibrasi atau Pengujian 15) Jasa Penunjang dan Perbekalan dari luar 16) Pengaduan/ Keluhan 14 2.2.3. Struktur Elemen ISO Guide 25 Gambaran sekilas struktur elemen ISO Guide pada tahun 1999 diperlihatkan pada table 2.1. berikut ini : Table 2.1. Struktur elemen ISO Guide 25 tahun 1999 1. Umum 2. Persyaratan Sistem Mgt 3. Persyaratan Teknis 1.1. Ruang 2.1. Sistem Mgt. Mutu 3.1. Personil 2.2. Organisasi dan Mgt 3.2. Akomodasi da Lingkup 1.2. Acuan 1.3. Definisi 2.3. Kontrol Dokumen dan Informasi 2.4. Kaji Ulang (Review) Kondisi Lingkungan 3.3. Metoda dan Kalibrasi Permintaan Tender dan 3.4. Peralatan Kontrak 3.5. Telusuran 2.5. Subkontrak Pengujian dan Kalibrasi 2.6. Pengadaan Jasa dan Barang 2.7. Jasa kepada Pelanggan dan Umpan Balik 2.8. Kontrol Ketidaksesuaian 2.9. Tindak Perbaikan 2.10. Tindak Pencegahan 2.11. Catatan (Records) 2.12. Audit Internal Pengukuran 3.6. Pengambilan Contoh (Sampling) 3.7. Penanganan Contoh/ Barang untuk Uji dan Kalibrasi 3.8. Jaminan Hasil Uji dan Kalibrasi 3.9. Pelaporan Hasil Uji Kalibrasi 3.10. Catatan Mutu 15 2.13. Kaji Ulang (Review) Mgt. 2.2.4. Dokumentasi Sistem Mutu ISO Guide 25 a. Struktur Dokumentasi Struktur dokumentasi dalam Sistem Mutu ISO Guide 25 berbentuk pyramid yang terdiri dari 4 (empat) bagian terbesar yaitu form (menempati struktur terendah), Instruction (tahap III), Procedures (tahap II) dan urutan tertinggi adalah Quality Manual. Struktur dokumentasi Sistem Mutu ISO Guide 25 diperlihatkan pada gambar 2.4. QUALITY MANUAL PROCEDURES INSTRUCTION FORMS I II III IV Kebijakan Organisasi Tanggungjawab Penerapan Tanggungjawab Hubungan antar unit Instruksi Kerja Catatan Mutu Gambar 2.4. Struktur dokumentasi Sistem Mutu ISO Guide 25 Quality manual adalah suatu dokumen mengenai kebijakan yang merupakan tanggungjawab manajemen senior dan tidak memerlukan cakupan rincian prosedur. Quality manual menjelaskan tentang Elemen sistem mutu ISO Guide 25 yang dilakukan dan diterapkan untuk menjamin konsistensi mutu hasil 16 uji laboratorium, kebijakan organisasi/ perusahaan, Bagaimana kebijakan tersebut dipenuhi dan Siapa yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya. Quality manual harus mencakup tiga materi utama, yaitu : 1) Pernyataan kebijakan mutu Suatu pernyataan dari top manajemen (representative tertinggi pada organisasi tersebut) yang menyatakan keterkaitannya untuk menerapkan dan memelihara standar mutu yang tinggi dalam organisasi/ laboratorium tersebut. 2) Prosedur pengorganisasian dan administrasi Materi yang menguraikan tanggungjawab dan wewenang organisasi administrasi petugas penanggungjawab dan prosedur organisasi yang terkait. 3) Instruksi kerja Materi yang menguraikan metoda pengujian khusus dan petunjuk administrasi maupun teknis secara rinci yang perlu dalam penugasan dan pelaksanaan pengujian. Untuk sistem dokumentasi Quality Manual yang permanen dengan biaya wajar dan mudah di – revisi disarankan untuk memakai sistem jilid lepas. Semua halaman baru dan revisi harus diberi nomor revisi dan tanggal penerbitan untuk memudahkan pengendalian atas setiap halaman. 17 b. Mengapa Perlu Dokumentasi Perusahaan merupakan tim yang sangat besar dan kompleks. Agar fungsi berjalan dengan baik dan menjadi tim pemenang, maka sangat penting bagi semua anggota untuk mengerti dengan benar di bagian mana mereka berperan dan juga aturan serta tanggungjawab terhadap anggota tim lainnya. Dokumentasi akan memberikan gambaran umum kepada karyawan mengenai kebijakan, metode kerja, tanggungjawab, batas wewenang dan sebagainya secara jelas dan tidak bermakna ganda. c. Keuntungan Sistem Dokumentasi Sistem dokumentasi mempunyai beberapa keuntungan, antara lain : 1) Merupakan catatan permanent, 2) Mendefinisikan tanggungjawab dengan jelas, 3) Pengawasan dapat dilakukan secara teratur, 4) Merupakan referensi yang baik untuk staf yang baru, 5) Mengurangi pelatihan verbal dan sebagai alat Bantu pelatihan, 6) Memberi kemudahan dalam menelusuri sebab kesalahan, dan 7) Dapat meyakinkan pihak luar (pelanggan, calon pelanggan, badan akreditasi) bahwa organisasi memiliki rencana sistem manajemen yang baik. d. Pendokumentasian Aspek – aspek Sistem Mutu Pandangan beberapa orang mengenai sistem mutu adalah sesuatu yang pada dasarnya birokratik dan berkaitan dengan pekerjaan tulis menulis. Sebagian pernyataan ini benar, akan tetapi tidak ada cara lain untuk mendefinisikan tanggungjawab, pekerjaan apa yang perlu dilakukan dan lain – lain selain melalui penulisan. Pada prakteknya jika 18 dokumen telah sekali dibuat dengan benar maka akan relatif mudah untuk diperbarui dan dipelihara. 1) Sistem Mutu Kerangka kerja (frame work) termasuk : struktur organisasi, prosedur yang mendukung operasional perusahaan. Sistem mutu digambarkan dengan hirarki : a) Tujuan dan kebijakan organisasi, b) Standar prosedur yang konsisten dengan tujuan dan kebijakan, c) Instruksi kerja, dan d) Rekaman/ catatan. Untuk mengkoordinasikan partisipasi dan keterlibatan dalam implementasi sistem mutu perlu seorang manajer mutu. 2) Dokumentasi Sistem Mutu Dokumentasi ini harus mudah di up – date dan prosedur harus mudah dijelaskan secara sederhana. Dokumen harus terkontrol kepada setiap penerima : a) Personil yang bertanggungjawab melakukan up – date, b) Setiap dokumen baru atau hasil revisi telah diperiksa dan ditandatangani oleh pejabat berwenang, c) Keluarkan dokumen yang tidak berlaku, dan d) Daftar referensi dari edisi yang berlaku merupakan bagian dari sistem mutu. Sistem mutu adalah dasar utama dari operasional suatu laboratorium. Tujuan yang sebetulnya dari sistem mutu adalah untuk mengendalikan mutu operasional laboratorium, bukan untuk 19 memuaskan standar sistem mutu atau badan akreditasi meskipun memerlukan pembuktian melalui assessment (penilaian). 2.3. Perbandingan Elemen ISO 9001 dengan ISO Guide 25 Elemen yang terdapat dalam ISO 9001 agak berbeda dengan elemen yang terdapat dalam ISO/ IEC Guide 25. Perbandingan Elemen ISO 9001 dengan ISO/ IEC Guide 25 diperlihatkan pada tabel 2.2. Tabel 2.2. Perbandingan Elemen ISO 9001 dengan ISO/ IEC Guide 25 ISO 9001 ISO/ IEC GUIDE 25 1. Management Responsibility 1. Organization and Management 2. Quality Sistem 2. Quality Sistem Audit and Review 3. Contract Review 3. Personel 4. Design Control 4. Accomodation and Environment 5. Document and Data Control 5. Equipment and Reference Materials 6. Purchasing 6. Measurement, Traceability and Calibration 7. Control of Customer Supplied 7. Calibration and Test Methods Product 8. Product Identification and 8. Handling of Calibration and Test Traceability Items 9. Process Control 9. Records 10. Inspection and Testing 10. Certificates and Reports 20 11. Control of Inspection Measuring 11. Subcontracting of Calibration and Test Equipment Or Testing 12. Inspection and Test Status 12. Outside Support Services and Supplies 13. Control of Non Conforming 13. Complains Product 14. Corrective and Preventive Action 15. Handling Storage Packing Preservation and Delivery 16. Control of Quality Records 17. Internal Quality Audits 18. Training 19. Servicing 20. Statistical Technique 2.4. Filosofi Kalibrasi Bahwa setiap instrumen ukur harus dianggap ‘tidak’ cukup baik sampai terbukti melalui kalibrasi dan atau pengujian bahwa instrumen ukur tersebut memang baik. Mutu suatu produk dan pelayanan sangat tergantung pada hasil pengukuran yang dapat dipercaya. Hasil pengukuran tersebut harus tertelusur ke standar nasional/ internasional. Untuk menghasilkan mutu produk dan pelayanan 21 yang dapat dipercaya, dibutuhkan instrumen ukur yang handal yaitu instrumen yang dikalibrasi secara teratur. 2.4.1. Pengertian Kalibrasi Berdasarkan pedoman DSN 01 – 1991, kalibrasi ialah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar yang mampu telusur (traceable) ke standar nasional dan atau internasional (Ped. DSN 01 – 1991). 2.4.2. Tujuan & Manfaat Kalibrasi Dari definisi tersebut diatas maka tujuan kalibrasi adalah : a. Menentukan deviasi kebenaran konvensional nilai penunjukkan suatu instrumen ukur; atau deviasi dimensi nominal yang seharusnya untuk suatu bahan ukur. b. Menjamin hasil – hasil pengukuran sesuai dengan standar nasional maupun internasional. c. Untuk meyakinkan dalam pengukuran. Dengan kata lain, kalibrasi adalah prosedur yang menjadi jaminan anda bahwa alat bekerja dan bahwa nilai yang dihasilkan sama dengan acuan pada beberapa struktur pengukuran. d. Menjaga kondisi instrumen ukur dan bahan ukur agar tetap sesuai dengan spesifikasinya. 2.4.3. Tingkat Kalibrasi Sebagai laboratorium boleh membuat pengukuran dengan beberapa tingkat ketidakpastian, maka kalibrasi dapat berlaku pada jumlah tingkatan. Secara umum tingkatan kalibrasi terbagi 3 (tiga), yaitu : 22 a. Pengecekan Merupakan kalibrasi tingkat paling rendah, intinya mengecek alat dengan perbandingan. b. Validasi Tingkat berikutnya, mengecek alat dengan pengamatan. c. Kalibrasi Tingkat tertinggi dari kalibrasi, biasanya membandingkan alat dengan standar yang lebih tinggi. 2.4.4. Ketertelusuran Ialah proses dimana penunjukkan dari suatu instrumen ukur atau bahan ukur dapat dibandingkan dengan standar nasional untuk besaran tertentu melalui satu atau lebih tahapan/ tingkatan. 2.4.5. Hirarki Kalibrasi Ialah suatu hirarki yang menggambarkan bagaimana sistem kalibrasi “inhouse” berinteraksi dengan infrastruktur metrologi yang ada. Dengan semakin terbuka dan meningkatnya kegiatan perdagangan dalam era globalisasi ini, kegiatan kalibrasi peralatan ukur sangat diperlukan agar produsen yang membuat produk dan pelanggan/ pengguna produk tersebut dapat mengukur dengan ukuran yang sama, dengan demikian kepastian mutu akan semakin terjamin. 2.4.6. Kalibrasi In – House Sistem kalibrasi in – house menjamin bahwa semua peralatan ukur/ uji yang digunakan di perusahaan, dikalibrasi secara tetap dan teratur terhadap standar acuannya. 23 Standar acuan sebuah perusahaan harus mempunyai ketertelusuran pengukuran yaitu dengan mengkalibrasi standar acuan tersebut ke laboratorium kalibrasi terakreditasi atau ke laboratorium standar nasional. Kalibrasi in – house dapat dibuktikan dengan sertifikat kalibrasi, label kalibrasi atau cara lainnya yang sesuai. Data kalibrasi harus disimpan dalam jangka waktu tertentu. 2.4.7. Periode (selang) Kalibrasi Selang kalibrasi suatu alat ukur tergantung pada karakteristik dan tujuan pemakaiannya. Ditinjau dari segi karakteristiknya, makin tinggi kualitas metrologis makin panjang selang kalibrasinya. Dan bila ditinjau dari tujuan pemakaiannya, semakin kritis dampak hasil ukurnya semakin pendek selang kalibrasinya. Jadi secara umum selang kalibrasi dipengaruhi oleh : jenis alat ukur, frekuensi pemakaian dan pemeliharaan. Selang kalibrasi biasanya dinyatakan dalam beberapa cara, yaitu : a. Dinyatakan dalam waktu kalender, misalnya 6 (enam) bulan sekali, setahun sekali dst. b. Dinyatakan dalam waktu pemakaian, misalnya : 1000 jam pakai, 5000 jam pakai dst. c. Kombinasi cara pertama dan kedua diatas, misalnya 6 bulan sekali atau 1000 jam pakai, tergantung mana yang dahulu. 2.4.8. Dokumen Standar dan Laboratorium Pada prinsipnya semua kegiatan dalam rangka pengelolaan standar dan laboratorium harus terdokumentasi dengan baik, sehingga mempunyai kesan 24 bahwa di laboratorium tersebut sudah menerapkan sistem manajemen mutu sesuai dalam pedoman DSN 01 – 1991 dan dokumen OIML. Laboratorium juga harus memenuhi kondisi dan persyaratan – persyaratan tertentu, kondisi dan persyaratan yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut: a. Persyaratan Ruangan Ruangan laboratorium harus dikondisikan sedemikian rupa sehingga proses kalibrasi dapat berjalan dengan baik. Berikut adalah beberapa persyaratan ruangan laboratorium : 1) Lokasi sebaiknya dibawah tanah (basement)/ lantai dasar. 2) Ukuran ruangan 70 s/d 100 m2. 3) Tinggi ruangan minimum 3 meter. 4) Sebaiknya tidak menggunakan jendela tetapi apabila dengan sangat terpaksa menggunakan jendela, hindari sinar matahari secara langsung dan dapat menahan masuknya debu semaksimal mungkin. 5) Pintu masuk harus dibuat dua (rangkap) untuk meredam aliran udara yang disebabkan oleh dibuka tututp pintunya. 6) Lantai tidak boleh menimbulkan efek elektrostatik, mudah dibersihkan, tidak licin, tahan api dan goresan sebaiknya digunakan vinyl. 7) Dinding sebaiknya dicat dengan warna terang yang lunak. 8) Dilengkapi dengan meja tahan getar sebaiknya mempunyai pondasi yang terpisah dengan pondasi ruangan. 9) Ruangan untuk persiapan kalibrasi (membersihkan peralatan) dibuat terpisah ukuran 30 m2. 25 b. Persyaratan Pengkondisian Ruangan Hasil kalibrasi akan dipengaruhi dengan kondisi ruangan laboratorium yang ada, karena hal tersebut maka perlu diperhatikan kondisi ruangan seperti suhu ruangan harus dikondisikan pada 20 atau 23 ºC ± 0.5 ºC, kelembaban relative maksimum diatur agar tidak lebih dari 70 %, Ventilasi 10 %, Penerangan 300 lx dan sebaiknya menggunakan lampu TL, Medan magnet maksimum 40 A/m, Vibrasi 8 Hz – 63 Hz, dan lain – lain. c. Perlengkapan Laboratorium Perlengkapan laboratorium yang harus ada antara lain alat pengukur suhu (thermometer), Alat pengukur tekanan udara (barometer), Alat pemantau suhu dan kelembaban udara (thermohygrometer), Air Condition (AC) dan Standar Kalibrator. 2.4.9. Sumber – sumber yang mempengaruhi Hasil Kalibrasi Sumber – sumber yang mempengaruhi hasil kalibrasi antara lain prosedur, kalibrator, lingkungan, alat yang dikalibrasi, tenaga pengkalibrasi dan periode kalibrasi. 2.4.10. Verifikasi Standar Setiap pelaksanaan kalibrasi terhadap UTTP (Ukuran, Takaran, Timbangan dan Perlengkapannya) milik umum, standar tingkat IV, III, II masing – masing harus dibandingkan dengan standar yang setingkat lebih tinggi dengan menggunakan komparator atau alat bantu yang lain sesuai dengan klasifikasinya. Sedangkan Standar Nasional Satuan Panjang harus dikalibrasi dengan cara absolute terhadap panjang gelombang cahaya minimal dengan bantuan sistem Laser Interferometer.. 26 2.5. Kalibrasi Temperatur 2.5.1. Konsep Suhu Konsep suhu, seperti halnya konsep gaya, memasuki dunia ilmu fisika melalui pintu pancaindera. Dengan ototnya manusia dapat merasakan berat ringannya suatu benda. Melalui indera perasa pada kulit setiap orang pasti pernah merasakan suatu sensasi yang khas ketika ia berada dibawah sengatan terik matahari, atau ketika meraba sebongkah es. Sensasi yang biasa dilukiskan dengan memakai ungkapan – ungkapan seperti : panas, hangat, sejuk, dingin, dsb. Sehubungan dengan sensasi panas/ dingin ini ada satu kenyataan yang bersifat fundamental, yaitu sebagai berikut : Bila dua benda, yang satu panas dan yang lainnya dingin, disinggungkan satu sama lain maka setelah beberapa saat pada akhirnya kedua benda itu terasa sama panasnya atau sama dinginnya tergantung pada perbandingan ukuran kedua benda itu. Bila benda yang panas jauh lebih kecil ukurannya daripada benda yang dingin, maka pada akhirnya benda panas itu menjadi sama dinginnya dengan benda dingin yang besar itu sedang benda dingin terasa seperti tidak mengalami perubahan. Jadi harus ada faktor atau sifat benda yang akan menjadi ukuran seberapa panasnya atau dinginnya benda tersebut. Faktor ini tidak lain adalah apa yang sehari – hari dikenal dengan sebutan suhu. Ketika meraba suatu benda kita menggunakan indera perasa suhu untuk menentukan apakah benda itu panas atau dingin. Makin panas benda itu makin tinggi suhunya. 27 Jelaslah bahwa penentuan suhu dengan pancaindera bersifat kualitatif (panas, dingin, dsb), dan seringkali tidak dapat diandalkan. Oleh karena itu untuk dapat mengukur suhu secara kuantitatif haruslah ide mengenai suhu itu dibebaskan kaitannya dengan pancaindera dan menerangkannya dalam bahasa teknis ilmiah. Artinya harus dicari operasi fisis dan instrumentasi yang bagaimana yang dapat menuntun kita ke pengertian suhu sehingga kita dapat mengukurnya dengan akurat. 2.5.2. Pengertian Suhu Bayangkanlah sistem A dan sistem B bersinggungan melalui dinding adiabatic dan kedua sistem ini bersama – sama bersinggungan dengan sistem C via dinding diatermis. Gambar 2.5. memperlihatkan Sistem Kesetimbangan Thermal. Sistem C Sistem A Sistem C Sistem B Gambar a Sistem A Sistem B Gambar b Gambar 2.5. Sistem Kesetimbangan Thermal. Seluruh sistem ini berada didalam ruangan yang seluruhnya berdinding adiabatic. Percobaan menunjukkan bahwa setelah sistem A setimbang thermal dengan sistem C demikian pula B telah setimbang thermal dengan C ternyata 28 bahwa bila dinding adiabatic pemisah A dengan B diganti oleh dinding diatermis, kedua sistem itu (A dan B) ternyata telah berada dalam keadaam setimbang. Jadi : dua buah sistem yang setimbang thermal dengan sistem yang ketiga akan setimbang thermal satu sama lain. Hukum ini terkenal dengan nama hukum termodinamika yang ke 0 (nol). Ringkasnya bila sistem A dan sistem B disinggungkan satu sama lain dengan langsung atau via dinding diatermis, maka kedua sistem itu mungkin ternyata sedang tidak setimbang thermal atau telah setimbang thermal satu sama lain. Timbul pertanyaan : “Faktor apakah gerangan yang menentukan bahwa dua sistem setimbang thermal atau tidak setimbang thermal ?”. Percobaan – percobaan menunjukkan bahwa tidak ada satupun besaran – besaran yang telah dikenal dalam mekanika, kelistrikan atau kemagnitan, seperti misalnya : masa, masa jenis, modulus elastisitas, muatan listrik atau magnit, yang dapat menjadi faktor penentu kesetimbangan thermal. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa mestilah ada suatu property baru atau kuantitas baru yang menjadi faktor penentu tersebut. Besaran baru ini adalah ‘Suhu’. Suhu suatu sistem adalah besaran yang akan menentukan apakah sistem itu akan berada dalam keadaan setimbang thermal dengan sistem lainnya ataukah tidak. Bila beberapa sistem berada dalam keadaan setimbang thermal maka dikatakan semua sistem itu mempunyai suhu yang sama. Operasi fisis tersebut diatas yang melahirkan konsep suhu, menekankan ide dasar bahwa suhu dari suatu sistem pada akhirnya akan sama dengan suhu sistem lainnya bila semuanya bersinggungan satu sama lain didalam ruangan yang seluruhnya berdinding adiabatic. 29 2.5.3. Termometer Prosedur yang paling sederhana untuk menentukan suhu dari beberapa sistem adalah memilih salah satu sistem dari sistem tersebut sebagai indikator adanya kesetimbangan thermal antara sistem yang dipilih tadi dengan sistem lainnya. Sistem yang dipilih sebagai indikator ini dinamakan termometer dan koordinat keadaannya disebut besaran termometrik. Hukum termodinamika yang ke – 0 menjamin bahwa penunjukkan termometer adalah suhu dari semua sistem yang setimbang thermal dengan termometer. Karakteristik yang penting dari suatu termometer adalah sensitifitasnya tinggi, akurasinya tinggi, reproduksibilitasnya baik dan responnya cepat. Jenis termometer yang memenuhi persyaratan tersebut antara lain adalah : a. Termokopel Termokopel terdiri dari dua utas kawat yang berbeda. Di salah satu ujungnya kedua kawat ini disatukan dengan di solder atau di las sedang ujung lainnya dari setiap logam itu dijaga agar bersuhu sama dan tetap. t1 Panas A Cu t2 Cu B Dingin Voltmeter Gambar 2.6. Termokopel 30 Ujung – ujung yang bersatu itu disebut sambungan pengukur (measuring junction) sedang ujung lainnya disebut sambungan referensi (reference junction). b. Termometer Tahanan Tahanan listrik dari logam akan berubah bila suhunya berubah. Dengan demikian tahanan listrik suatu logam (biasanya platina) dapat dipakai untuk menentukan suhu. Dengan perkataan lain tahanan listrik R dapat menjadi besaran termometrik. 2.6. Kalibrasi Massa 2.6.1. Konsep Massa a. Massa Massa didefinisikan sebagai sifat materi suatu benda/ objek yang menyatakan banyaknya zat yang terkandung dalam benda tersebut. Massa suatu benda tidak tergantung pada temperatur, volume ataupun lokasi benda tersebut. Massa sebenarnya (True Mass) adalah masa yang diturunkan dari rumus Newton yaitu : F=mxa dimana : F = Gaya, yang merupakan besaran vector (Newton) m = Massa, yang merupakan besaran scalar (kg) a = Percepatan, merupakan besaran vector (kgm/s2) Suhu tidak mempengaruhi perubahan nilai massa suatu benda selama tidak ada bagian benda yang menguap atau aus. Namun suhu berpengaruh 31 terhadap densitas benda maupun udara disekitar. Ini menyebabkan berubahnya gaya angkat udara terhadap benda. b. Berat Didalam bidang metrologi istilah berat dan massa adalah berbeda., berat sama dengan gaya gravitasi yang bekerja pada suatu benda. W dimana : W =F=m.g = Berat benda (N) F = Gaya gravitasi (N) M = Massa benda (kg) G = Percepatan gravitasi (m/s2) Berat benda nilainya tergantung pada nilai gravitasi (g) yang nilainya bervariasi pada tiap lokasi, dengan kata lain berat tergantung pada lokasi pengukuran dilakukan. (g) = 9.78 m/s2 di kutub utara (g) = 9.83 m/s2 Contoh : di equator Benda yang memiliki massa 1 kg memiliki berat yang lebih besar di kutub utara dibanding di equator. c. Massa Konvensional Massa konvensional adalah nilai massa yang distandarkan pada kondisi standar, yaitu : Temperatur = 20 ºC Densitas udara = 1.2 kg/m3 Densitas anak timbangan standar = 8000 kg/ m3 (terbuat dari stainless steel pada temperatur 20 ºC) 32 Mc = M ( 1 – 1.2 / 8000 ) d. Satuan Massa Menurut sistem Satuan Internasional (SI), satuan massa adalah kilogram dengan simbol kg. Satuan – satuan massa diluar SI yaitu Grain (64,79891 mg), Pound (453,59237 g) dan Troy Pound (373,2417216 g). 2.6.2. Standard massa Hingga kini perwujudan standar massa belum dapat direalisasikan dalam bentuk konstanta alam. Pada tahun 1790, standar massa absolut didefinisikan sebagai massa 1 liter air murni pada temperatur 4 ºC. Sedangkan untuk keperluan praktis maka pada tahun 1799 digunakan silinder yang terbuat dari platinum yang massanya sama dengan 1 liter air murni pada temperatur 4 ºC. Sejak tahun 1889 standar massa didefinisikan sebagai : Massa kilogram prototip internasional yang berupa silinder terbuat dari 90 % Pt dan 10 % Ir dengan ukuran tinggi dan diameternya masing – masing 39 mm serta densitasnya 21.5 g/cm3. Sampai saat ini standar tersebut disimpan di BPIM (Bureau International des poids et Measures) Sevres dekat kota Paris. Sedangkan untuk massa 1 kg dan dibawah 1 kg adalah berupa anak timbangan (weights) yang klasifikasinya dibuat oleh OIML (Organization International de Metrologie Legale) terdiri dari kelas E, F dan M. 2.6.3. Timbangan Penimbangan adalah salah satu bentuk tertua dari pengukuran dan juga salah satu alat penimbangan yang paling tepat. 33 Penimbangan banyak digunakan pada industri dan perdagangan, oleh karena itu penting bahwa kecermatan timbangan yang digunakan perlu diketahui. Lebih dari tiga puluh tahun yang lalu bentuk timbangan tidak berubah yang berarti dari timbangan konvensional sampai ke timbangan elektronik, tetapi prinsipnya masih sama. a. Teori Kesetimbangan Bila sebuah benda yang bergantung dan dapat berayun – ayun pada satu titik akan terjadi kemungkinan setimbang yaitu setimbang tetap (stabil), setimbang goyah (labil) dan setimbang indifferent. 1) Setimbang Tetap (Stabil) Setimbang tetap (stabil) mempunyai karakteristik antara lain salah satu daun ditaruh imbuh, daun yang ditaruh imbuh turun, daun lainnya imbuh naik, daun yang ditaruh imbuh tidak boleh turun terus akan turun naik sampai pada satu titik kesetimbangan. Bila imbuh diambil lagi neraca dapat kembali ke keadaan semula dan titik berat berada dibawah titik tumpuan. 2) Setimbang Goyah (Labil) Setimbang goyah (labil) mempunyai karakteristik bila salah satu daun neraca ditekan sedikit kebawah dan dilepaskan lagi maka neraca akan bergerak terus keatas dan kebawah dan titik berat berimpit dengan titik tumpuan. 34 3) Setimbang Indifferent (Senantiasa Setimbang) Karakteristik setimbang indifferent (senantiasa setimbang), bila salah satu daun neraca ditekan sedikit kebawah atau ke atas dan neraca tidak kembali lagi dalam keadaan semula, akan tetapi diam seperti saat daun neraca dilepaskan dan titik berat berada diatas titik tumpuan. Yang diinginkan dalam timbangan adalah keadaan setimbang tetap (stabil) b. Tipe atau Jenis Timbangan Timbangan dapat diklasifikasikan kedalam tiga kategori, yaitu : 1) Timbangan Dua Pan, Tiga Pisau Timbangan dua pan, tiga pisau dikenal dengan istilah two pan balances, three knife edge balances. Timbangan ini dikenal sebagai timbangan sama lengan, karena ujung pisau mendukung pan, tiga pisau tersebut menyeimbangkanny. Contohnya timbangan emas. 2) Timbangan Pan Tunggal, Dua Pisau Timbangan pan tunggal, dua pisau disebut juga dengan single pan balances, two knife edge balances. Timbangan ini biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu timbangan pembebanan diatas (Top Loading) dan timbangan analitik. 3) Timbangan Kompensasi Gaya Elektromagnetik Konstruksi timbangan kompensasi gaya elektromagnetik atau disebut juga electromagnetik force compensation balances kebanyakan top loading, sebuah koil kaku terpasang disela – sela magnit. 35 Ketika massa ditambahkan diatas pan, sensor mendeteksi dan menyebabkan arus melalui koil bertambah. Contoh timbangan ini adalah timbangan elektronik. 2.7. Teori Ketidakpastian 2.7.1. Definisi Definisi tentang teori ketidakpastian dijabarkan dengan beberapa pernyataan sebagai berikut : Setiap pengukuran berulang selalu ada kesalahan, karena nilai yang dihasilkan hanyalah merupakan nilai dugaan terhadap nilai benar. Tanpa pernyataan kuantitatif kesalahan, suatu hasil pengukuran terasa kurang mempunyai arti. Setiap pengukuran mempunyai tujuan tertentu, untuk itu perlu suatu indikator pengukur kualitas pengukuran. Indikator tersebut harus memenuhi persyaratan Universal, konsisten, dapat diukur/ dikuantitatifkan dan mempunyai arti yang jelas dan tidak membingungkan. Indikator tersebut adalah ketidakpastian (Uncertainty). Dari pernyataan – pernyataan tersebut diatas maka kita dapat mendefinisikan bahwa : “Ketidakpastian (uncertainty) adalah suatu parameter yang menetapkan rentang ukur/ kisaran yang didalamnya diperkirakan ada nilai benar/ kuantitas yang diukur”. Ketidakpastian ditunjukkan dengan tanda ±. 36 2.7.2. Prinsip Dasar Prinsip – prinsip dasar atau umum mencakup beberapa hal yaitu : Masing – masing komponen ketidakpastian di-estimasi sehingga ketidakpastian ekivalen dengan simpangan bakunya (standar deviasi). Komponen tersebut disebut ketidakpastian baku : banyak satuan (misalnya ºC, gram, milliliter) dari komponen ketidakpastian berbeda dengan satuan hasil pengukuran maka diperlukan faktor konversi yang biasa disebut koefisien sensitivitas yaitu koefisien yang berhubungan dengan sensitivitas suatu contoh/ peralatan yang diukur terhadap pengaruh tertentu. Kemudian komponen ketidakpastian baku tersebut digabungkan menghasilkan ketidakpastian secara keseluruhan. 2.7.3. Latar Belakang Pengukuran Ketidakpastian Sejarah pemakaian ketidakpastian : a) Pengukuran standar satuan massa dan panjang telah dimulai pada 5000 tahun yang lalu, b) Pengukuran telah menjadi bagian dari kehidupan modern sejak revolusi industri di Inggris dan Perancis pada 2 abad yang lalu, c) Tidak ada satupun bagian dari benda yang dibuat tepat ukurannya, tidak ada satupun instrumen atau alat yang dibuat tepat spesifikasinya, yang ada adalah toleransi dari pembuatannya (manufacturing tolerance) yang diukur sebagai ketidakpastian. a) Pendekatan Umum di Masa Lampau Pendekatan umum dimasa lampau : 1) Keinginan mengurangi error secara konsisten, 2) Pengukuran dilakukan berulang, 3) Sebaran data dari ulangan dijadikan indikator tunggal untuk mengukur error, 37 4) Adanya instrumentasi yang semakin canggih, dengan resolusi yang baik sekali, timbul residual error disebabkan oleh kalibrasi yang tidak sempurna, koreksi yang tidak tepat yang lebih besar dari resolusi instrumen, 5) Model dikembangkan yang mengkombinasikan kesalah acak dan sistematis, 6) National Physical Laboratory (Inggris) melalui British Calibration Services (BCS) pertama kali menggunakan model yang dikembangkan tersebut, tetapi tidak dapat diterima secara utuh meskipun sederhana dan tidak memerlukan skill yang tinggi, 7) Batasi sumber ketidakpastian dengan menambahkan setiap komponen ketidakpastian yang paling mungkin kedalam Ketidakpastian Total. b) The ISO Guide, The Guide to Expression of Uncertainty in Measurement (1993) Dalam ISO Guide dijelaskan bahwa : 1) Ketidakpastian penting untuk setiap nilai pengukuran, 2) Bagaimana seharusnya ketidakpastian dievaluasi, 3) Memberikan pendekatan gabungan dengan basis matematis, 4) Universal dan dapat diaplikasikan untuk setiap pengukuran, 5) Hasilnya dapat digunakan oleh pihak lain, 6) Ada dua tipe : Tipe A dan Tipe B. 2.7.4. Keuntungan Adopsi ISO Guide Keuntungan mengadopsi ISO Guide untuk pengukuran ketidakpastian antara lain : a) Metode Universal dan diakui secara Internasional, b) Applicable untuk semua jenis pengukuran dan semua input data, c) Penjelasan sederhana, d) Komponen ketidakpastian yang konsisten dan 38 independen sehingga hasilnya dapat ditransfer ke pengukuran lain, e) Lebih memiliki Confident Level dan Accepted oleh Laboratory lain. 2.7.5. Beda Ketidakpastian (Uncertainty) dan Kesalahan (Error) Ketidakpastian atau yang biasa kita sebut ‘Uncertainty’ dan Kesalahan atau ‘Error’ ditampilkan pada tabel 2.5. berikut ini : Table 2.3. Beda Ketidakpastian (Uncertainty) dan Kesalahan (Error) Ketidakpastian (Uncertainty) Kesalahan (Error) Berupa rentang/ kisaran Pengamatan tunggal Perlu nilai benar (menggunakan Tidak perlu nilai benar standar acuan/ bahan acuan standar yang mampu telusur) 2.7.6. Sumber – sumber Ketidakpastian dan Kesalahan a. Sumber – sumber Ketidakpastian Faktor penyebab dari ketidakpastian dapat dipengaruhi oleh beberapa sumber penyebab, antara lain : 1) Standar (Standard) dan Referensi (Reference) Reference atau standard yang digunakan untuk pembandingan dengan alat/ bahan ukur memiliki nilai dan ketidakpastian standar. Setiap referensi/ standar dibandingkan dengan standar yang lebih tinggi secara telusur (traceable). Nilai ketidakpastian dihubungkan dengan laporan/ sertifikat kalibrasi. 2) Workpiece 39 Adalah obyek yang menjadi subyek pengukuran yang memiliki nilai karakteristik (measurand) yang akan diukur dan tergantung pada kualitas dari workpiece. Kualitas benda menentukan kontribusi ketidakpastian. 3) Instrumen Proses yang menggunakan suatu instrumen dapat merubah nilai measurand. Instrumen tidak sempurna, non-linieritas, zerodrifts, histerisis, scale factor drifts, dan sebagainya dapat mempengaruhi nilai dan memberikan kontribusi ketidakpastian. Contoh banyak instrumen listrik dapat menimbulkan finite energy yang menghasilkan ‘circuit loading’ dan menjadi kesalahan sistematis. 4) Metoda Seringkali banyak metoda digunakan untuk memperoleh nilai measurand. Null method atau non – contact method digunakan jika mempengaruhi saat pengukuran, measurand. Metoda instrumen yang mungkin menggunakan perbedaan nilai yang besar harus dihindari, nilai yang sama besarnya dapat menjadi besar dalam perbedaannya. 5) Lingkungan (Environment) Lingkungan pengukuran adalah sumber utama pengaruh pada ketidakpastian. Contoh suhu, kelembaban ruangan, medan electromagnet dari transmitter radio yang diperbesar dengan semikonduktor dalam instrumen. 40 6) Personil Personil yang mengerjakan pengukuran (operator) juga mempengaruhi. 7) Sumber lain Contoh ketidakcukupan mendefinisikan measurand, ketidaktelitian menetapkan nilai konstanta dalam perhitungan, variasi observasi berulang dan Bukan Ketidakpastian adalah kesalahan transfer data, pemakaian instrumen ukur yang salah (Blunder). b. Sumber – sumber Kesalahan Secara garis besar sumber kesalahan terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu Kesalahan Acak dan Kesalahan Sistematis. Kesalahan acak disebabkan karena adanya pengukuran berulang, banyak berhubungan dengan instrumen ukur, peralatan/ contoh yang diukur, prosedur, lingkungan. Untuk mengantisipasi hal ini sebaiknya pengulangan dilakukan tidak kurang dari 5 kali (sebaiknya 7 kali), serta pendugaan komponen acak dilakukan dengan pendekatan tipe A pada pengukuran yang berulang. Sedangkan kesalahan sistematis merupakan kesalahan yang bersifat tetap dan banyak disebabkan oleh pengaruh ambient temperatur, kelembaban, ketidakpastian yang diberikan oleh sertifikat dan lainnya yang dapat memperbesar kesalahan dalam perhitungan ketidakpastian. 41 2.7.7. Analisa Sumber – sumber Ketidakpastian a. Prinsip Sumber ketidakpastian dapat dianalisa berdasarkan prinsip mengidentifikasi pengaruh – pengaruh menggunakan ‘A cause and effect diagram’ atau diagram ‘Ishikawa’ atau ‘Fishbond’ dan penyederhanaan dan pemecahan kembali duplikasi untuk menjamin bahwa tidak ada perhitungan duplikasi. b. Analisa ‘Cause and Effect’ Cause and effect dapat dianalisa melalui beberapa tahapan, yaitu : 1) Tulis persamaan/ model secara lengkap. Parameter dalam persamaan tersebut ditulis sebagai cabang utama dalam diagram, 2) Pikirkan setiap tahap metode dan tambahkan faktor selanjutnya dalam diagram, pekerjaan diatur dari efek utama. Misalnya pengaruh lingkungan dan matriks, 3) untuk setiap cabang, tambahkan faktor yang berkontribusi sampai pada faktor sekecil – kecilnya (yang pengaruhnya dapat diabaikan), dan 4) Pecahkan duplikasi dan susun kembali untuk mengklarifikasi kontribusi dan susun group yang berhubungan dengannya. 2.7.8. Penentuan, Perhitungan dan Penyajian Ketidakpastian Penentuan ketidakpastian ini dipengaruhi beberapa komponen, antara lain : a) Komponen Ketidakpastian, b) Ketidakpastian komponen (Standard Uncertainty) dan Derajat Bebas Komponen, c) Ketidakpastian Gabungan (Combined Uncertainty), d) Derajat Bebas Efektif (Effective Degree of Freedom) dan Faktor Cakupan (Coverage Factor), e) Tingkat 42 Kepercayaan (Confident Level), f) Ketidakpastian pengukuran (Expanded Uncertainty). Dalam komponen ketidakpastian ini terdapat 2 (dua) tipe, yaitu Tipe A dan Tipe B. Tipe A dievaluasi dengan menggunakan metode standar statistik untuk menganalisa set data atau beberapa set data pengukuran yang mengandung kesalahan acak (sebutan sebelumnya). Dicirikan dengan “Estimated Variance” atau Standard Deviation dan Derajat Bebas. Sedangkan tipe B dievaluasi dengan cara yang berbeda dengan cara statistik, termasuk yang sebelumnya disebut kesalahan sistematik. Nilai yang dianggap sebagai variance (diasumsikan) termasuk estimated variance atau standar deviasi, nilai rataan (bias saja 0) dan derajat bebas. Perhitungan ketidakpastian baku tipe B ini berdasarkan sebaran kejadiannya sebagai berikut : a. Sebaran Normal/ Sebaran Gauss (Gaussian Distribution) Merupakan sebaran nilai ukur yang berada di sekitar suatu harga dan sebaran nilai ukurnya dibatasi oleh : µ ± kδ k = faktor cakupan yang tergantung kepada tingkat kepercayaan yang dipilih. Bila tingkat kepercayaan : 68 % maka faktor k = 1 90 % maka faktor k = 1.6 95 % maka faktor k = 2 43 99 % maka faktor k = 2.6 99.73 % maka faktor k = 3 b. Sebaran Segi – Empat (Rectangular) Sebaran ini digunakan didasarkan pada asumsi bahwa kemungkinan sebaran nilai pada suatu daerah yang tak terhingga tetapi tidak cukup pengetahuan tentang proses yang menunjukkan nilai mana yang lebih mungkin terjadi. Setiap kejadian dianggap mempunyai peluang yang sama. Hal ini muncul dari kasus yang paling jelek dan range tersebut ditetapkan simetrik disekitar nilai rata – rata. c. Sebaran Segi – Tiga (Triangular) Sebaran ini digunakan berdasarkan asumsi seperti sebaran segi – empat tetapi lebih pasti bahwa peluang kejadiannya sering terjadi pada nilai rata – ratanya. Key parameter komponen tipe B antara lain : Estimasi sebaran pengukuran jika hanya satu nilai yang ada (tidak ada ulangan), Nilai Resolusi yang terbaca, Nilai Histerisis, Nilai Pembulatan dan presisi yang terhingga. Residu koreksi (contoh koreksi kondisi lingkungan, suhu, dll), Nilai koreksi, efek metoda pengukuran dan Nilai Ketidakpastian Instrumen dari kalibrasinya. Sedangkan langkah perhitungan untuk penentuan ketidakpastian dapat dilakukan berdasarkan tahapan langkah sebagai berikut : a) Kumpulkan semua faktor yang memberikan kontribusi ketidakpastian, b) Buat Model Pengukuran, c) Tetapkan Ketidakpastian Komponen, d) Hitung Ketidakpastian Gabungan, kemudian jika perlu, e) Hitung Derajat Bebas 44 Efektif, f) Pilih Tingkat Kepercayaan, g) Tetapkan Faktor Cakupan, dan h) Hitung Ketidakpastian Expanded. Sumber – sumber informasi mengenai cara atau metode penentuan dan perhitungan ketidakpastian didapatkan dari pengukuran berulang (repeatabilitas), data percobaan, data literature, spesifikasi pabrik dan sertifikat, pengalaman serta data interkomparasi. Nilai yang dilaporkan direkomendasikan agar terdiri hanya angka – angka yang memang signifikan dan ditulis sesuai dengan aturan. Cara penyajian ketidakpastian hasil pengujian/ pengukuran dilaporkan sebagai berikut : 0.025 ± 0.006 mg/kg (pada tingkat kepercayaan 95 % dengan faktor cakupan 2) 2.7.9. Keuntungan Evaluasi Ketidakpastian Pengukuran ketidakpastian memberikan dampak yang positif bagi pengukuran dalam proses kalibrasi. Dari pelaksanaan evaluasi ketidakpastian ini dapat memberikan beberapa keuntungan, yaitu : a. Meningkatkan pengertian ketidakpastian b. Dapat membandingkan hasil yang berbeda c. Membantu pengambilan keputusan d. Meningkatkan kepercayaan terhadap hasil pengukuran 45