PROPOSAL KERJA PRAKTEK

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 – 2008
Organisasi internasional untuk standarisasi atau lebih dikenal dengan
sebutan ISO adalah federasi dunia dari badan standar nasional (badan anggota
ISO). Pekerjaan penyiapan Standar Internasional biasanya dilakukan melalui
komite teknik ISO. Tiap badan anggota yang berkepentingan dalam suatu
bahasan dimana komite tekniknya telah dibentuk berhak untuk diwakili pada
komite itu. Organisasi Internasional, pemerintah dan badan non pemerintah,
dalam hubungannya dengan ISO juga melakukan kerja sama dalam pekerjaan
ini. ISO bekerja sama erat dengan komisi elektronik internasional (IEC) dalam
semua masalah standarisasi elektro teknik.
Standar ISO 9001–2008 dirumuskan oleh Panitia Teknis PK 03-02 Sistem
Manajemen Mutu, dan telah dikonsensuskan pada tanggal 23 Desember 2008 di
Jakarta.
Judul Standar Internasional ISO 9001 telah dirubah pada edisi ini dan tidak
lagi mencakup istilah “Pemastian Mutu”. Hal ini mencerminkan fakta bahwa
persyaratan sistem manajemen mutu yang dijelaskan dalam edisi ISO 9001 ini
5
selain mencakup pemastian mutu produk juga untuk mencapai kepuasan
pelanggan.
Adopsi sistem manajemen mutu hendaknya suatu keputusan strategis dari
organisasi. Rancangan dan penerapan sistem manajemen mutu dipengaruhi oleh
lingkungan organisasi, kebutuhan yang berbeda, sasaran khusus, produk yang
disediakan, proses yang digunakan dan ukuran serta struktur dari organisasi.
Bukanlah tujuan dari Standar Internasional ini untuk menetapkan keseragaman
terhadap struktur sistem manajemen mutu ataupun pendokumentasiannya.
Persyaratan sistem manajemen mutu yang dijelaskan dalam standar
internasional ini selaras dengan persyaratan produk.
Standar ini juga dapat digunakan oleh pihak internal maupun eksternal,
termasuk lembaga sertifikasi untuk meninjau kemampuan organisasi dalam
memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan legal terkait.
Prinsip – prinsip manajemen mutu seperti yang tertera pada SNI ISO 9000
dan ISO 9004 telah menjadi acuan dalam pengembangan Standar ini.
Standar Internasional ini mendorong adaptasi pendekatan proses pada saat
penyusunan, penerapan dan peningkatan efektifitas sistem manajemen mutu,
untuk mencapai kepuasan pelanggan dengan memenuhi persyaratan pelanggan.
Suatu Organisasi untuk dapat berfungsi efektif, haruslah melakukan
identifikasi dan pengaturan terhadap beberapa aktifitas proses yang berkaitan.
Sebuah aktifitas yang menggunakan sumberdaya dan melakukan pengaturan
untuk merubah masukan menjadi keluaran dapat dianggap sebagai suatu proses.
Seringkali keluaran dari suatu proses akan secara langsung menjadi masukan
proses berikutnya.
6
Penerapan dari suatu sistem didalam organisasi, bersama dengan
identifikasi dan interaksi antara proses – proses ini dengan manajemennya dapat
dikatakan sebagai “pendekatan proses”.
Keuntungan dalam pendekatan proses adalah pengendalian berjalan yang
diberikan melalui keterkaitan antara proses – proses individu didalam sistem,
termasuk kombinasi dan interaksinya.
Ketika digunakan didalam sistem manajemen mutu, beberapa pendekatan
menekankan kepentingan dari : 1) Pemahaman dan pemenuhan persyaratan, 2)
Keperluan untuk memperhatikan proses – proses dalam hal menambah nilai, 3)
Menyediakan hasil dari kinerja proses dan efektifitasnya, dan 4) Peningkatan
terus – menerus dari proses berdasarkan pengukuran obyektif.
Model proses berdasarkan sistem manajemen mutu yang diperlihatkan
gambar 2.1 menggambarkan bahwa pelanggan memainkan peranan penting
dalam menentukan persyaratan sebagai masukan. Pemantauan kepuasan
pelanggan memerlukan evaluasi dari informasi didapat sehubungan dengan
persepsi pelanggan apakah Organisasi sudah memenuhi persyaratan pelanggan.
Model ini memenuhi seluruh persyaratan Standar Internasional tetapi tidak dapat
menggambarkan proses secara lebih rinci.
Metodologi yang dikenal sebagai “Plan – Do – Check – Action” (PDCA)
dapat diterapkan pada semua proses. Model PDCA diperlihatkan pada gambar
2.1 dan secara ringkas dijelaskan sebagai berikut :
1.
Plan (rencanakan)
Menetapkan sasaran dan proses yang dibutuhkan untuk mencapai hasil
sesuai persyaratan pelanggan dan kebijakan organisasi.
7
2.
Do (lakukan)
Menerapkan dan operasi dari proses.
3.
Check (periksa)
Memantau dan mengukur proses dan produk dengan kebijakan, sasaran
dan persyaratan produk dan laporan hasil.
4.
Act (tindaki)
Mengambil tindakan berkesinambungan untuk meningkatkan kinerja
proses.
Peningkatan berkesinambungan Sistem Manajemen Mutu
Tanggung
jawab
Manajemen
Pelanggan
Pengukuran
Analisa dan
Peningkatan
Manajemen
Sumberdaya
Persyaratan
Legend :
Realisasi
Produk/jasa
Pelanggan
Kepuasan
Produk/jasa
Aktifitas menambah
Aliran informasi
Gambar 2.1. Model PDCA
SNI ISO 9001 menjelaskan beberapa persyaratan untuk sistem manajemen
mutu yang dapat digunakan untuk penerapan internal organisasi atau untuk
keperluan sertifikasi atau tujuan kontrak. Fokus utama dari ISO 9001 ini adalah
8
mengefektifkan sistem manajemen mutu untuk memenuhi persyaratan
pelanggan.
Standar Internasional ini tidak termasuk persyaratan khusus untuk sistem
manajemen lain seperti dalam manajemen lingkungan, kesehatan dan
manajemen keselamatan, manajemen keuangan atau manajemen resiko. Akan
tetapi Standar Internasional ini memungkinkan suatu organisasi untuk
memasukkan atau menggabungkan persyaratan sistem manajemen lain yang
terkait kedalam sistem manajemen mutu. Dimungkinkan bagi suatu organisasi
untuk
mengadaptasi
sistem
manajemennya
dalam
menetapkan
sistem
manajemen mutu yang sesuai dengan persyaratan Standar Internasional ini.
2.1.1. Ruang Lingkup ISO 9001 – 2008
Skematik ruang lingkup ISO 9001 – 2008 dapat digambarkan pada
gambar 2.2. berikut ini :
Sales
CORE BUSSINES
Marketing
PPIC
Production
Warehouse
SUPPORTING BUSSINES
CDL
QC
QA
Engineering
FM MGT
Purchasing
Training
HRD
Recruitment
Marketing Services
IT
GA
Personalia
HRD & GA
Security
Finance
Accounting
Traffic & Shipping
Gambar 2.2. Ruang Lingkup ISO 9001 – 2008
9
2.1.2. Elemen – elemen Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 – 2008
Secara garis besar elemen yang terdapat pada sistem manajemen mutu
ISO 9001 – 2008 memuat beberapa hal, antara lain :
Persyaratan Sistem Manajemen Mutu :
1.
Lingkup
5.
Tanggung jawab Manajemen
2.
Acuan Normatif
6.
Pengelolaan sumber daya
3.
Istilah dan Definisi
7.
Realisasi Produk
4.
Sistem Manajemen Mutu
8. Pengukuran, Analisis dan Perbaikan.
Penjelasan elemen Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 – 2008 dapat dilihat
pada Persyaratan Sistem Manajemen Mutu.
2.1.3. Elemen Sistem Manajemen Mutu ISO 9001–2008 yang Terkait
dengan Kalibrasi
Elemen Sistem Manajemen Mutu ISO 9001–2008 yang terkait dengan
Kalibrasi adalah elemen pada point 7.6 yang secara rinci dijelaskan sebagai
berikut (secara jelas lihat ‘Persyaratan Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008’
pada Persyaratan Sistem Manajemen Mutu) :
7.6. Pengendalian Peralatan Pengukuran dan Pemantauan
Organisasi harus menetapkan pemantauan dan pengukuran yang
dilakukan dan peralatan pemantau dan pengukur yang diperlukan
untuk memberikan bukti kesesuaian produk terhadap persyaratan yang
ditetapkan
Organisasi harus menetapkan proses untuk memastikan bahwa
pengukuran dan pemantauan dapat dilakukan dan dilaksanakan
10
dengan cara konsisten konsisten dengan persyaratan pemantauan dan
pengukuran.
Apabila diperlukan untuk memastikan keabsahan hasil, peralatan
pengukuran harus:
a.
Dikalibrasi atau diverifikasi atau keduanya pada selang waktu
tertentu, atau sebelum digunakan terhadap standar pengukuran
yang tertelusur ke standar pengukuran internasional atau nasional;
apabila standar tersebut tidak ada, dasar yang digunakan untuk
kalilbrasi atau verifikasi harus direkam
b.
Disetel atau disetel ulang secukupnya.
c.
Memiliki identifikasi guna menetapkan status kalibrasinya.
d.
Dijaga keamanannya dari penyetelan yang dapat membuat hasil
pengukurannya tidak sah..
e.
Dilindungi
dari
kerusakan
dan
penurunan
mutu
selama
penanganan, perawatan dan penyimpanan.
Selain itu, organisasi harus menilai dan merekam keabsahan hasil
pengukuran sebelumnya bila peralatan ditemukan tidak memenuhi
persyaratan. Organisasi harus melakukan tindakan yang sesuai pada
peralatan dan setiap produk yang terpengaruh. Rekaman hasil kalibrasi dan
verifikasi harus dipelihara (point 4.2.4 pada ISO 9001:2008).
11
2.2. ISO GUIDE 25 (SNI 19 – 17025 – 2000)
2.2.1. Apakah ISO GUIDE 25 ?
Kegiatan kalibrasi atau yang berkaitan dengan masalah kalibrasi
tertuang pada beberapa persyaratan teknis dari ISO GUIDE 25 atau SNI 19–
17025–2000 yang merupakan standar acuan dari laboratorium yang
melakukan kegiatan pengujian atau kalibrasi.
Sejak ISO/ IEC direvisi pada tahun 1982, penggunaan sistem mutu
dalam laboratorium berkembang pesat. Banyak negara memakai ISO/ IEC
Guide 25 sebagai dasar untuk membentuk sistem mutu di laboratorium dan
untuk pengakuan kemampuannya, misalnya dengan akreditasi. Dalam
beberapa tahun terakhir ini telah banyak perkembangan dalam bidang
jaminan mutu karena itu perlu disusun pedoman dan standar baru yang telah
disempurnakan.
Pedoman yang merupakan revisi dari ISO/ IEC Guide 25 tahun 1982
ini, difokuskan pada kegiatan laboratorium kalibrasi dan laboratorium penguji
dengan memperhatikan persyaratan kemampuan laboratorium yang tercantum
dalam OECD (Organization for Economic Cooperation Development), Code
of Good Laboratory Practice (GLP) dan ISO seri 9000 tentang standar
jaminan mutu.
Pedoman ini bertujuan untuk :
a.
Menimbulkan kemampuan dan kepercayaan pada laboratorium
kalibrasi dan laboratorium penguji dengan menerapkan persyaratan
yang tertera pada pedoman ini.
12
b.
Memudahkan penghapusan hambatan non – pajak diperdagangkan
melalui penerimaan hasil kalibrasi dan hasil uji antar negara.
c.
Mempermudah kerjasama antar laboratorium dan antar instansi dalam
tukar – menukar informasi, pengalaman dan harmonisasi standar serta
prosedurnya.
Pedoman ini ditujukan khusus untuk laboratorium kalibrasi dan
laboratorium penguji. Laboratorium yang memenuhi persyaratan yang sesuai
dengan pedoman ini, sudah sesuai dengan persyaratan standar ISO seri 9000,
termasuk didalamnya model yang diuraikan dalam ISO 9002 jika
laboratorium yang bersangkutan bertindak sebagai pengkalibrasi dari penguji.
2.2.2. Ruang Lingkup dan Elemen – elemen ISO Guide 25
Lingkup ISO/ IEC Guide 25 terdiri dari 3 aspek pokok antara lain
Administrasi/ Umum, Manajemen dan Teknis.
Secara skematik Lingkup ISO Guide 25 diperlihatkan pada gambar 2.3
berikut ini :
ISO Guide 25
1978
ISO/IEC Guide 25
1982
ISO 9000 SERIES
1987
ISO/IEC Guide 25
1990
ISO 9000 SERIES
1994
ISO 9000 SERIES
AND ISO/ IEC Guide 25
Gambar 2.3. Skematik Lingkup ISO Guide 25
13
Dalam ISO Guide 25 terdapat beberapa elemen atau penjelasan yang
menerangkan beberapa persyaratan standar atau umum laboratorium atau
yang biasa disebut General Requirement for the Competence of Testing and
Calibration Laboratories (Persyaratan Umum Kemampuan Laboratorium
Kalibrasi dan Laboratorium Penguji) sesuai dengan Pedoman 01 – 1991 BSN
(Badan Standardisasi Nasional).
Ringkasan dari penjelasan ISO Guide 25 dan menjadi beberapa elemen
yang terdapat dalam Pedoman DSN 01 – 1991 adalah sebagai berikut :
1) Ruang Lingkup
2) Acuan
3) Definisi
4) Organisasi dan Manajemen (Pengelolaan)
5) Sistem Mutu, Audit dan Kaji Ulang
6) Personalia
7) Sarana dan Lingkungan
8) Peralatan dan Bahan Pembanding
9) Mampu Telusur Pengukuran dan Kalibrasi
10) Metode Kalibrasi dan Pengujian
11) Penanganan Barang yang Dikalibrasi dan Diuji
12) Rekaman
13) Sertifikat dan Laporan
14) Subkontrak Kalibrasi atau Pengujian
15) Jasa Penunjang dan Perbekalan dari luar
16) Pengaduan/ Keluhan
14
2.2.3. Struktur Elemen ISO Guide 25
Gambaran sekilas struktur elemen ISO Guide pada tahun 1999
diperlihatkan pada table 2.1. berikut ini :
Table 2.1. Struktur elemen ISO Guide 25 tahun 1999
1. Umum
2. Persyaratan Sistem Mgt
3. Persyaratan Teknis
1.1. Ruang
2.1. Sistem Mgt. Mutu
3.1. Personil
2.2. Organisasi dan Mgt
3.2. Akomodasi da
Lingkup
1.2. Acuan
1.3. Definisi
2.3. Kontrol Dokumen dan
Informasi
2.4. Kaji Ulang (Review)
Kondisi Lingkungan
3.3. Metoda dan
Kalibrasi
Permintaan Tender dan
3.4. Peralatan
Kontrak
3.5. Telusuran
2.5. Subkontrak Pengujian
dan Kalibrasi
2.6. Pengadaan Jasa dan
Barang
2.7. Jasa kepada Pelanggan
dan Umpan Balik
2.8. Kontrol
Ketidaksesuaian
2.9. Tindak Perbaikan
2.10.
Tindak Pencegahan
2.11.
Catatan (Records)
2.12.
Audit Internal
Pengukuran
3.6. Pengambilan
Contoh (Sampling)
3.7. Penanganan
Contoh/ Barang
untuk Uji dan
Kalibrasi
3.8. Jaminan Hasil Uji
dan Kalibrasi
3.9. Pelaporan Hasil Uji
Kalibrasi
3.10.
Catatan Mutu
15
2.13.
Kaji Ulang (Review)
Mgt.
2.2.4. Dokumentasi Sistem Mutu ISO Guide 25
a. Struktur Dokumentasi
Struktur dokumentasi dalam Sistem Mutu ISO Guide 25 berbentuk
pyramid yang terdiri dari 4 (empat) bagian terbesar yaitu form (menempati
struktur terendah), Instruction (tahap III), Procedures (tahap II) dan urutan
tertinggi adalah Quality Manual. Struktur dokumentasi Sistem Mutu ISO
Guide 25 diperlihatkan pada gambar 2.4.
QUALITY MANUAL
PROCEDURES
INSTRUCTION
FORMS
I
II
III
IV
Kebijakan
Organisasi
Tanggungjawab
Penerapan Tanggungjawab
Hubungan antar unit
Instruksi Kerja
Catatan Mutu
Gambar 2.4. Struktur dokumentasi Sistem Mutu ISO Guide 25
Quality manual adalah suatu dokumen mengenai kebijakan yang
merupakan tanggungjawab manajemen senior dan tidak memerlukan
cakupan rincian prosedur.
Quality manual menjelaskan tentang Elemen sistem mutu ISO Guide
25 yang dilakukan dan diterapkan untuk menjamin konsistensi mutu hasil
16
uji laboratorium, kebijakan organisasi/ perusahaan, Bagaimana kebijakan
tersebut
dipenuhi
dan
Siapa
yang
bertanggung jawab
terhadap
pelaksanaannya.
Quality manual harus mencakup tiga materi utama, yaitu :
1) Pernyataan kebijakan mutu
Suatu pernyataan dari top manajemen (representative tertinggi pada
organisasi tersebut) yang menyatakan keterkaitannya untuk menerapkan
dan memelihara standar mutu yang tinggi dalam organisasi/
laboratorium tersebut.
2) Prosedur pengorganisasian dan administrasi
Materi yang menguraikan tanggungjawab dan wewenang organisasi
administrasi petugas penanggungjawab dan prosedur organisasi yang
terkait.
3) Instruksi kerja
Materi yang menguraikan metoda pengujian khusus dan petunjuk
administrasi maupun teknis secara rinci yang perlu dalam penugasan
dan pelaksanaan pengujian.
Untuk sistem dokumentasi Quality Manual yang permanen
dengan biaya wajar dan mudah di – revisi disarankan untuk memakai
sistem jilid lepas. Semua halaman baru dan revisi harus diberi nomor
revisi dan tanggal penerbitan untuk memudahkan pengendalian atas
setiap halaman.
17
b. Mengapa Perlu Dokumentasi
Perusahaan merupakan tim yang sangat besar dan kompleks. Agar
fungsi berjalan dengan baik dan menjadi tim pemenang, maka sangat
penting bagi semua anggota untuk mengerti dengan benar di bagian
mana mereka berperan dan juga aturan serta tanggungjawab terhadap
anggota tim lainnya.
Dokumentasi
akan
memberikan
gambaran
umum kepada
karyawan mengenai kebijakan, metode kerja, tanggungjawab, batas
wewenang dan sebagainya secara jelas dan tidak bermakna ganda.
c. Keuntungan Sistem Dokumentasi
Sistem dokumentasi mempunyai beberapa keuntungan, antara lain
: 1) Merupakan catatan permanent, 2) Mendefinisikan tanggungjawab
dengan jelas, 3) Pengawasan dapat dilakukan secara teratur, 4)
Merupakan referensi yang baik untuk staf yang baru, 5) Mengurangi
pelatihan verbal dan sebagai alat Bantu pelatihan, 6) Memberi
kemudahan dalam menelusuri sebab kesalahan, dan 7) Dapat
meyakinkan pihak luar (pelanggan, calon pelanggan, badan akreditasi)
bahwa organisasi memiliki rencana sistem manajemen yang baik.
d. Pendokumentasian Aspek – aspek Sistem Mutu
Pandangan beberapa orang mengenai sistem mutu adalah sesuatu
yang pada dasarnya birokratik dan berkaitan dengan pekerjaan tulis
menulis. Sebagian pernyataan ini benar, akan tetapi tidak ada cara lain
untuk mendefinisikan tanggungjawab, pekerjaan apa yang perlu
dilakukan dan lain – lain selain melalui penulisan. Pada prakteknya jika
18
dokumen telah sekali dibuat dengan benar maka akan relatif mudah
untuk diperbarui dan dipelihara.
1) Sistem Mutu
Kerangka kerja (frame work) termasuk : struktur organisasi,
prosedur yang mendukung operasional perusahaan.
Sistem mutu digambarkan dengan hirarki : a) Tujuan dan
kebijakan organisasi, b) Standar prosedur yang konsisten dengan
tujuan dan kebijakan, c) Instruksi kerja, dan d) Rekaman/ catatan.
Untuk mengkoordinasikan partisipasi dan keterlibatan dalam
implementasi sistem mutu perlu seorang manajer mutu.
2) Dokumentasi Sistem Mutu
Dokumentasi ini harus mudah di up – date dan prosedur harus
mudah dijelaskan secara sederhana.
Dokumen harus terkontrol kepada setiap penerima : a)
Personil yang bertanggungjawab melakukan up – date, b) Setiap
dokumen baru atau hasil revisi telah diperiksa dan ditandatangani
oleh pejabat berwenang, c) Keluarkan dokumen yang tidak berlaku,
dan d) Daftar referensi dari edisi yang berlaku merupakan bagian
dari sistem mutu.
Sistem mutu adalah dasar utama dari operasional suatu
laboratorium.
Tujuan yang sebetulnya dari sistem mutu adalah untuk
mengendalikan mutu operasional laboratorium, bukan untuk
19
memuaskan standar sistem mutu atau badan akreditasi meskipun
memerlukan pembuktian melalui assessment (penilaian).
2.3. Perbandingan Elemen ISO 9001 dengan ISO Guide 25
Elemen yang terdapat dalam ISO 9001 agak berbeda dengan elemen yang
terdapat dalam ISO/ IEC Guide 25. Perbandingan Elemen ISO 9001 dengan
ISO/ IEC Guide 25 diperlihatkan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Perbandingan Elemen ISO 9001 dengan ISO/ IEC Guide 25
ISO 9001
ISO/ IEC GUIDE 25
1. Management Responsibility
1. Organization and Management
2. Quality Sistem
2. Quality Sistem Audit and Review
3. Contract Review
3. Personel
4. Design Control
4. Accomodation and Environment
5. Document and Data Control
5.
Equipment
and
Reference
Materials
6. Purchasing
6. Measurement, Traceability and
Calibration
7. Control of Customer Supplied 7. Calibration and Test Methods
Product
8.
Product
Identification
and 8. Handling of Calibration and Test
Traceability
Items
9. Process Control
9. Records
10. Inspection and Testing
10. Certificates and Reports
20
11. Control of Inspection Measuring 11. Subcontracting of Calibration
and Test Equipment
Or Testing
12. Inspection and Test Status
12. Outside Support Services and
Supplies
13. Control of Non Conforming 13. Complains
Product
14. Corrective and Preventive Action
15.
Handling
Storage
Packing
Preservation and Delivery
16. Control of Quality Records
17. Internal Quality Audits
18. Training
19. Servicing
20. Statistical Technique
2.4. Filosofi Kalibrasi
Bahwa setiap instrumen ukur harus dianggap ‘tidak’ cukup baik sampai
terbukti melalui kalibrasi dan atau pengujian bahwa instrumen ukur tersebut
memang baik.
Mutu suatu produk dan pelayanan sangat tergantung pada hasil
pengukuran yang dapat dipercaya. Hasil pengukuran tersebut harus tertelusur ke
standar nasional/ internasional. Untuk menghasilkan mutu produk dan pelayanan
21
yang dapat dipercaya, dibutuhkan instrumen ukur yang handal yaitu instrumen
yang dikalibrasi secara teratur.
2.4.1. Pengertian Kalibrasi
Berdasarkan pedoman DSN 01 – 1991, kalibrasi ialah kegiatan untuk
menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur
dengan cara membandingkan terhadap standar yang mampu telusur (traceable)
ke standar nasional dan atau internasional (Ped. DSN 01 – 1991).
2.4.2. Tujuan & Manfaat Kalibrasi
Dari definisi tersebut diatas maka tujuan kalibrasi adalah :
a. Menentukan deviasi kebenaran konvensional nilai penunjukkan suatu
instrumen ukur; atau deviasi dimensi nominal yang seharusnya untuk suatu
bahan ukur.
b. Menjamin hasil – hasil pengukuran sesuai dengan standar nasional maupun
internasional.
c. Untuk meyakinkan dalam pengukuran. Dengan kata lain, kalibrasi adalah
prosedur yang menjadi jaminan anda bahwa alat bekerja dan bahwa nilai yang
dihasilkan sama dengan acuan pada beberapa struktur pengukuran.
d. Menjaga kondisi instrumen ukur dan bahan ukur agar tetap sesuai dengan
spesifikasinya.
2.4.3. Tingkat Kalibrasi
Sebagai laboratorium boleh membuat pengukuran dengan beberapa
tingkat ketidakpastian, maka kalibrasi dapat berlaku pada jumlah tingkatan.
Secara umum tingkatan kalibrasi terbagi 3 (tiga), yaitu :
22
a.
Pengecekan
Merupakan kalibrasi tingkat paling rendah, intinya mengecek alat dengan
perbandingan.
b.
Validasi
Tingkat berikutnya, mengecek alat dengan pengamatan.
c.
Kalibrasi
Tingkat tertinggi dari kalibrasi, biasanya membandingkan alat dengan
standar yang lebih tinggi.
2.4.4. Ketertelusuran
Ialah proses dimana penunjukkan dari suatu instrumen ukur atau bahan
ukur dapat dibandingkan dengan standar nasional untuk besaran tertentu melalui
satu atau lebih tahapan/ tingkatan.
2.4.5. Hirarki Kalibrasi
Ialah suatu hirarki yang menggambarkan bagaimana sistem kalibrasi
“inhouse” berinteraksi dengan infrastruktur metrologi yang ada.
Dengan semakin terbuka dan meningkatnya kegiatan perdagangan dalam
era globalisasi ini, kegiatan kalibrasi peralatan ukur sangat diperlukan agar
produsen yang membuat produk dan pelanggan/ pengguna produk tersebut dapat
mengukur dengan ukuran yang sama, dengan demikian kepastian mutu akan
semakin terjamin.
2.4.6. Kalibrasi In – House
Sistem kalibrasi in – house menjamin bahwa semua peralatan ukur/ uji
yang digunakan di perusahaan, dikalibrasi secara tetap dan teratur terhadap
standar acuannya.
23
Standar acuan sebuah perusahaan harus mempunyai ketertelusuran
pengukuran yaitu dengan mengkalibrasi standar acuan tersebut ke laboratorium
kalibrasi terakreditasi atau ke laboratorium standar nasional.
Kalibrasi in – house dapat dibuktikan dengan sertifikat kalibrasi, label
kalibrasi atau cara lainnya yang sesuai. Data kalibrasi harus disimpan dalam
jangka waktu tertentu.
2.4.7. Periode (selang) Kalibrasi
Selang kalibrasi suatu alat ukur tergantung pada karakteristik dan tujuan
pemakaiannya. Ditinjau dari segi karakteristiknya, makin tinggi kualitas
metrologis makin panjang selang kalibrasinya. Dan bila ditinjau dari tujuan
pemakaiannya, semakin kritis dampak hasil ukurnya semakin pendek selang
kalibrasinya. Jadi secara umum selang kalibrasi dipengaruhi oleh : jenis alat
ukur, frekuensi pemakaian dan pemeliharaan.
Selang kalibrasi biasanya dinyatakan dalam beberapa cara, yaitu :
a.
Dinyatakan dalam waktu kalender, misalnya 6 (enam) bulan sekali,
setahun sekali dst.
b.
Dinyatakan dalam waktu pemakaian, misalnya : 1000 jam pakai, 5000 jam
pakai dst.
c.
Kombinasi cara pertama dan kedua diatas, misalnya 6 bulan sekali atau
1000 jam pakai, tergantung mana yang dahulu.
2.4.8. Dokumen Standar dan Laboratorium
Pada prinsipnya semua kegiatan dalam rangka pengelolaan standar dan
laboratorium harus terdokumentasi dengan baik, sehingga mempunyai kesan
24
bahwa di laboratorium tersebut sudah menerapkan sistem manajemen mutu
sesuai dalam pedoman DSN 01 – 1991 dan dokumen OIML.
Laboratorium juga harus memenuhi kondisi dan persyaratan – persyaratan
tertentu, kondisi dan persyaratan yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:
a.
Persyaratan Ruangan
Ruangan laboratorium harus dikondisikan sedemikian rupa sehingga
proses kalibrasi dapat berjalan dengan baik. Berikut adalah beberapa persyaratan
ruangan laboratorium :
1) Lokasi sebaiknya dibawah tanah (basement)/ lantai dasar.
2) Ukuran ruangan 70 s/d 100 m2.
3) Tinggi ruangan minimum 3 meter.
4) Sebaiknya tidak menggunakan jendela tetapi apabila dengan sangat
terpaksa menggunakan jendela, hindari sinar matahari secara
langsung dan dapat menahan masuknya debu semaksimal mungkin.
5) Pintu masuk harus dibuat dua (rangkap) untuk meredam aliran
udara yang disebabkan oleh dibuka tututp pintunya.
6) Lantai tidak boleh menimbulkan efek elektrostatik, mudah
dibersihkan, tidak licin, tahan api dan goresan sebaiknya digunakan
vinyl.
7) Dinding sebaiknya dicat dengan warna terang yang lunak.
8) Dilengkapi dengan meja tahan getar sebaiknya mempunyai pondasi
yang terpisah dengan pondasi ruangan.
9) Ruangan untuk persiapan kalibrasi (membersihkan peralatan)
dibuat terpisah ukuran 30 m2.
25
b.
Persyaratan Pengkondisian Ruangan
Hasil kalibrasi akan dipengaruhi dengan kondisi ruangan laboratorium
yang ada, karena hal tersebut maka perlu diperhatikan kondisi ruangan seperti
suhu ruangan harus dikondisikan pada 20 atau 23 ºC ± 0.5 ºC, kelembaban
relative maksimum diatur agar tidak lebih dari 70 %, Ventilasi 10 %,
Penerangan 300 lx dan sebaiknya menggunakan lampu TL, Medan magnet
maksimum 40 A/m, Vibrasi 8 Hz – 63 Hz, dan lain – lain.
c.
Perlengkapan Laboratorium
Perlengkapan laboratorium yang harus ada antara lain alat pengukur suhu
(thermometer), Alat pengukur tekanan udara (barometer), Alat pemantau suhu
dan kelembaban udara (thermohygrometer), Air Condition (AC) dan Standar
Kalibrator.
2.4.9. Sumber – sumber yang mempengaruhi Hasil Kalibrasi
Sumber – sumber yang mempengaruhi hasil kalibrasi antara lain prosedur,
kalibrator, lingkungan, alat yang dikalibrasi, tenaga pengkalibrasi dan periode
kalibrasi.
2.4.10. Verifikasi Standar
Setiap pelaksanaan kalibrasi terhadap UTTP (Ukuran, Takaran, Timbangan
dan Perlengkapannya) milik umum, standar tingkat IV, III, II masing – masing
harus dibandingkan dengan standar yang setingkat lebih tinggi dengan
menggunakan komparator atau alat bantu yang lain sesuai dengan klasifikasinya.
Sedangkan Standar Nasional Satuan Panjang harus dikalibrasi dengan cara
absolute terhadap panjang gelombang cahaya minimal dengan bantuan sistem
Laser Interferometer..
26
2.5. Kalibrasi Temperatur
2.5.1. Konsep Suhu
Konsep suhu, seperti halnya konsep gaya, memasuki dunia ilmu fisika
melalui pintu pancaindera. Dengan ototnya manusia dapat merasakan berat
ringannya suatu benda. Melalui indera perasa pada kulit setiap orang pasti
pernah merasakan suatu sensasi yang khas ketika ia berada dibawah sengatan
terik matahari, atau ketika meraba sebongkah es. Sensasi yang biasa dilukiskan
dengan memakai ungkapan – ungkapan seperti : panas, hangat, sejuk, dingin,
dsb.
Sehubungan dengan sensasi panas/ dingin ini ada satu kenyataan yang
bersifat fundamental, yaitu sebagai berikut :
Bila dua benda, yang satu panas dan yang lainnya dingin, disinggungkan
satu sama lain maka setelah beberapa saat pada akhirnya kedua benda itu
terasa sama panasnya atau sama dinginnya tergantung pada perbandingan
ukuran kedua benda itu. Bila benda yang panas jauh lebih kecil ukurannya
daripada benda yang dingin, maka pada akhirnya benda panas itu menjadi
sama dinginnya dengan benda dingin yang besar itu sedang benda dingin
terasa seperti tidak mengalami perubahan.
Jadi harus ada faktor atau sifat benda yang akan menjadi ukuran seberapa
panasnya atau dinginnya benda tersebut. Faktor ini tidak lain adalah apa yang
sehari – hari dikenal dengan sebutan suhu. Ketika meraba suatu benda kita
menggunakan indera perasa suhu untuk menentukan apakah benda itu panas atau
dingin. Makin panas benda itu makin tinggi suhunya.
27
Jelaslah bahwa penentuan suhu dengan pancaindera bersifat kualitatif
(panas, dingin, dsb), dan seringkali tidak dapat diandalkan. Oleh karena itu
untuk dapat mengukur suhu secara kuantitatif haruslah ide mengenai suhu itu
dibebaskan kaitannya dengan pancaindera dan menerangkannya dalam bahasa
teknis ilmiah. Artinya harus dicari operasi fisis dan instrumentasi yang
bagaimana yang dapat menuntun kita ke pengertian suhu sehingga kita dapat
mengukurnya dengan akurat.
2.5.2. Pengertian Suhu
Bayangkanlah sistem A dan sistem B bersinggungan melalui dinding
adiabatic dan kedua sistem ini bersama – sama bersinggungan dengan sistem C
via dinding diatermis.
Gambar 2.5. memperlihatkan Sistem Kesetimbangan Thermal.
Sistem
C
Sistem
A
Sistem
C
Sistem
B
Gambar a
Sistem
A
Sistem
B
Gambar b
Gambar 2.5. Sistem Kesetimbangan Thermal.
Seluruh sistem ini berada didalam ruangan yang seluruhnya berdinding
adiabatic. Percobaan menunjukkan bahwa setelah sistem A setimbang thermal
dengan sistem C demikian pula B telah setimbang thermal dengan C ternyata
28
bahwa bila dinding adiabatic pemisah A dengan B diganti oleh dinding
diatermis, kedua sistem itu (A dan B) ternyata telah berada dalam keadaam
setimbang. Jadi : dua buah sistem yang setimbang thermal dengan sistem yang
ketiga akan setimbang thermal satu sama lain. Hukum ini terkenal dengan nama
hukum termodinamika yang ke 0 (nol).
Ringkasnya bila sistem A dan sistem B disinggungkan satu sama lain
dengan langsung atau via dinding diatermis, maka kedua sistem itu mungkin
ternyata sedang tidak setimbang thermal atau telah setimbang thermal satu sama
lain. Timbul pertanyaan : “Faktor apakah gerangan yang menentukan bahwa dua
sistem setimbang thermal atau tidak setimbang thermal ?”. Percobaan –
percobaan menunjukkan bahwa tidak ada satupun besaran – besaran yang telah
dikenal dalam mekanika, kelistrikan atau kemagnitan, seperti misalnya : masa,
masa jenis, modulus elastisitas, muatan listrik atau magnit, yang dapat menjadi
faktor penentu kesetimbangan thermal. Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan
bahwa mestilah ada suatu property baru atau kuantitas baru yang menjadi faktor
penentu tersebut. Besaran baru ini adalah ‘Suhu’. Suhu suatu sistem adalah
besaran yang akan menentukan apakah sistem itu akan berada dalam keadaan
setimbang thermal dengan sistem lainnya ataukah tidak. Bila beberapa sistem
berada dalam keadaan setimbang thermal maka dikatakan semua sistem itu
mempunyai suhu yang sama.
Operasi fisis tersebut diatas yang melahirkan konsep suhu, menekankan
ide dasar bahwa suhu dari suatu sistem pada akhirnya akan sama dengan suhu
sistem lainnya bila semuanya bersinggungan satu sama lain didalam ruangan
yang seluruhnya berdinding adiabatic.
29
2.5.3. Termometer
Prosedur yang paling sederhana untuk menentukan suhu dari beberapa
sistem adalah memilih salah satu sistem dari sistem tersebut sebagai indikator
adanya kesetimbangan thermal antara sistem yang dipilih tadi dengan sistem
lainnya. Sistem yang dipilih sebagai indikator ini dinamakan termometer dan
koordinat keadaannya disebut besaran termometrik. Hukum termodinamika yang
ke – 0 menjamin bahwa penunjukkan termometer adalah suhu dari semua sistem
yang setimbang thermal dengan termometer.
Karakteristik yang penting dari suatu termometer adalah sensitifitasnya
tinggi, akurasinya tinggi, reproduksibilitasnya baik dan responnya cepat. Jenis
termometer yang memenuhi persyaratan tersebut antara lain adalah :
a.
Termokopel
Termokopel terdiri dari dua utas kawat yang berbeda. Di salah satu
ujungnya kedua kawat ini disatukan dengan di solder atau di las sedang
ujung lainnya dari setiap logam itu dijaga agar bersuhu sama dan tetap.
t1
Panas
A
Cu
t2
Cu
B
Dingin
Voltmeter
Gambar 2.6. Termokopel
30
Ujung – ujung yang bersatu itu disebut sambungan pengukur
(measuring junction) sedang ujung lainnya disebut sambungan referensi
(reference junction).
b.
Termometer Tahanan
Tahanan listrik dari logam akan berubah bila suhunya berubah.
Dengan demikian tahanan listrik suatu logam (biasanya platina) dapat
dipakai untuk menentukan suhu. Dengan perkataan lain tahanan listrik R
dapat menjadi besaran termometrik.
2.6. Kalibrasi Massa
2.6.1. Konsep Massa
a.
Massa
Massa didefinisikan sebagai sifat materi suatu benda/ objek yang
menyatakan banyaknya zat yang terkandung dalam benda tersebut. Massa
suatu benda tidak tergantung pada temperatur, volume ataupun lokasi
benda tersebut.
Massa sebenarnya (True Mass) adalah masa yang diturunkan dari
rumus Newton yaitu :
F=mxa
dimana :
F
= Gaya, yang merupakan besaran vector (Newton)
m
= Massa, yang merupakan besaran scalar (kg)
a
= Percepatan, merupakan besaran vector (kgm/s2)
Suhu tidak mempengaruhi perubahan nilai massa suatu benda selama
tidak ada bagian benda yang menguap atau aus. Namun suhu berpengaruh
31
terhadap densitas benda maupun udara disekitar. Ini menyebabkan
berubahnya gaya angkat udara terhadap benda.
b.
Berat
Didalam bidang metrologi istilah berat dan massa adalah berbeda.,
berat sama dengan gaya gravitasi yang bekerja pada suatu benda.
W
dimana : W
=F=m.g
= Berat benda (N)
F
= Gaya gravitasi (N)
M
= Massa benda (kg)
G
= Percepatan gravitasi (m/s2)
Berat benda nilainya tergantung pada nilai gravitasi (g) yang nilainya
bervariasi pada tiap lokasi, dengan kata lain berat tergantung pada lokasi
pengukuran dilakukan.
(g)
= 9.78 m/s2
di kutub utara (g)
= 9.83 m/s2
Contoh : di equator
Benda yang memiliki massa 1 kg memiliki berat yang lebih besar di kutub
utara dibanding di equator.
c.
Massa Konvensional
Massa konvensional adalah nilai massa yang distandarkan pada
kondisi standar, yaitu :
Temperatur
= 20 ºC
Densitas udara
= 1.2 kg/m3
Densitas anak timbangan standar
= 8000 kg/ m3 (terbuat dari
stainless steel pada temperatur 20 ºC)
32
Mc = M ( 1 – 1.2 / 8000 )
d.
Satuan Massa
Menurut sistem Satuan Internasional (SI), satuan massa adalah
kilogram dengan simbol kg. Satuan – satuan massa diluar SI yaitu Grain
(64,79891 mg), Pound (453,59237 g) dan Troy Pound (373,2417216 g).
2.6.2. Standard massa
Hingga kini perwujudan standar massa belum dapat direalisasikan dalam
bentuk konstanta alam.
Pada tahun 1790, standar massa absolut didefinisikan sebagai massa 1 liter
air murni pada temperatur 4 ºC. Sedangkan untuk keperluan praktis maka pada
tahun 1799 digunakan silinder yang terbuat dari platinum yang massanya sama
dengan 1 liter air murni pada temperatur 4 ºC.
Sejak tahun 1889 standar massa didefinisikan sebagai :
Massa kilogram prototip internasional yang berupa silinder terbuat dari 90 % Pt
dan 10 % Ir dengan ukuran tinggi dan diameternya masing – masing 39 mm
serta densitasnya 21.5 g/cm3.
Sampai saat ini standar tersebut disimpan di BPIM (Bureau International
des poids et Measures) Sevres dekat kota Paris. Sedangkan untuk massa 1 kg
dan dibawah 1 kg adalah berupa anak timbangan (weights) yang klasifikasinya
dibuat oleh OIML (Organization International de Metrologie Legale) terdiri dari
kelas E, F dan M.
2.6.3. Timbangan
Penimbangan adalah salah satu bentuk tertua dari pengukuran dan juga
salah satu alat penimbangan yang paling tepat.
33
Penimbangan banyak digunakan pada industri dan perdagangan, oleh
karena itu penting bahwa kecermatan timbangan yang digunakan perlu
diketahui.
Lebih dari tiga puluh tahun yang lalu bentuk timbangan tidak berubah
yang berarti dari timbangan konvensional sampai ke timbangan elektronik, tetapi
prinsipnya masih sama.
a.
Teori Kesetimbangan
Bila sebuah benda yang bergantung dan dapat berayun – ayun
pada satu titik akan terjadi kemungkinan setimbang yaitu setimbang
tetap (stabil), setimbang goyah (labil) dan setimbang indifferent.
1) Setimbang Tetap (Stabil)
Setimbang tetap (stabil) mempunyai karakteristik antara lain
salah satu daun ditaruh imbuh, daun yang ditaruh imbuh turun, daun
lainnya imbuh naik, daun yang ditaruh imbuh tidak boleh turun terus
akan turun naik sampai pada satu titik kesetimbangan. Bila imbuh
diambil lagi neraca dapat kembali ke keadaan semula dan titik berat
berada dibawah titik tumpuan.
2) Setimbang Goyah (Labil)
Setimbang goyah (labil) mempunyai karakteristik bila salah satu
daun neraca ditekan sedikit kebawah dan dilepaskan lagi maka neraca
akan bergerak terus keatas dan kebawah dan titik berat berimpit
dengan titik tumpuan.
34
3) Setimbang Indifferent (Senantiasa Setimbang)
Karakteristik setimbang indifferent (senantiasa setimbang), bila
salah satu daun neraca ditekan sedikit kebawah atau ke atas dan
neraca tidak kembali lagi dalam keadaan semula, akan tetapi diam
seperti saat daun neraca dilepaskan dan titik berat berada diatas titik
tumpuan. Yang diinginkan dalam timbangan adalah keadaan
setimbang tetap (stabil)
b. Tipe atau Jenis Timbangan
Timbangan dapat diklasifikasikan kedalam tiga kategori, yaitu :
1) Timbangan Dua Pan, Tiga Pisau
Timbangan dua pan, tiga pisau dikenal dengan istilah two pan
balances, three knife edge balances. Timbangan ini dikenal sebagai
timbangan sama lengan, karena ujung pisau mendukung pan, tiga
pisau tersebut menyeimbangkanny. Contohnya timbangan emas.
2) Timbangan Pan Tunggal, Dua Pisau
Timbangan pan tunggal, dua pisau disebut juga dengan single
pan balances, two knife edge balances. Timbangan ini biasanya
dibagi menjadi dua kategori yaitu timbangan pembebanan diatas
(Top Loading) dan timbangan analitik.
3) Timbangan Kompensasi Gaya Elektromagnetik
Konstruksi timbangan kompensasi gaya elektromagnetik atau
disebut juga electromagnetik force compensation balances
kebanyakan top loading, sebuah koil kaku terpasang disela – sela
magnit.
35
Ketika massa ditambahkan diatas pan, sensor mendeteksi dan
menyebabkan arus melalui koil bertambah. Contoh timbangan ini
adalah timbangan elektronik.
2.7. Teori Ketidakpastian
2.7.1. Definisi
Definisi tentang teori ketidakpastian dijabarkan dengan beberapa
pernyataan sebagai berikut :
 Setiap pengukuran berulang selalu ada kesalahan, karena nilai yang
dihasilkan hanyalah merupakan nilai dugaan terhadap nilai benar.
Tanpa pernyataan kuantitatif kesalahan, suatu hasil pengukuran terasa
kurang mempunyai arti.

Setiap pengukuran mempunyai tujuan tertentu, untuk itu perlu suatu
indikator pengukur kualitas pengukuran.

Indikator tersebut harus memenuhi persyaratan Universal, konsisten,
dapat diukur/ dikuantitatifkan dan mempunyai arti yang jelas dan
tidak membingungkan.

Indikator tersebut adalah ketidakpastian (Uncertainty).
Dari pernyataan – pernyataan tersebut diatas maka kita dapat
mendefinisikan bahwa :
“Ketidakpastian
(uncertainty)
adalah
suatu
parameter
yang
menetapkan rentang ukur/ kisaran yang didalamnya diperkirakan ada nilai
benar/ kuantitas yang diukur”.
Ketidakpastian ditunjukkan dengan tanda ±.
36
2.7.2. Prinsip Dasar
Prinsip – prinsip dasar atau umum mencakup beberapa hal yaitu :
Masing
–
masing
komponen
ketidakpastian
di-estimasi
sehingga
ketidakpastian ekivalen dengan simpangan bakunya (standar deviasi).
Komponen tersebut disebut ketidakpastian baku : banyak satuan (misalnya
ºC, gram, milliliter) dari komponen ketidakpastian berbeda dengan satuan
hasil pengukuran maka diperlukan faktor konversi yang biasa disebut
koefisien sensitivitas yaitu koefisien yang berhubungan dengan sensitivitas
suatu contoh/ peralatan yang diukur terhadap pengaruh tertentu.
Kemudian komponen ketidakpastian baku tersebut digabungkan
menghasilkan ketidakpastian secara keseluruhan.
2.7.3. Latar Belakang Pengukuran Ketidakpastian
Sejarah pemakaian ketidakpastian : a) Pengukuran standar satuan
massa dan panjang telah dimulai pada 5000 tahun yang lalu, b) Pengukuran
telah menjadi bagian dari kehidupan modern sejak revolusi industri di
Inggris dan Perancis pada 2 abad yang lalu, c) Tidak ada satupun bagian
dari benda yang dibuat tepat ukurannya, tidak ada satupun instrumen atau
alat yang dibuat tepat spesifikasinya, yang ada adalah toleransi dari
pembuatannya
(manufacturing
tolerance)
yang
diukur
sebagai
ketidakpastian.
a)
Pendekatan Umum di Masa Lampau
Pendekatan umum dimasa lampau : 1) Keinginan mengurangi
error secara konsisten, 2) Pengukuran dilakukan berulang, 3) Sebaran
data dari ulangan dijadikan indikator tunggal untuk mengukur error,
37
4) Adanya instrumentasi yang semakin canggih, dengan resolusi yang
baik sekali, timbul residual error disebabkan oleh kalibrasi yang
tidak sempurna, koreksi yang tidak tepat yang lebih besar dari resolusi
instrumen, 5) Model dikembangkan yang mengkombinasikan kesalah
acak dan sistematis, 6) National Physical Laboratory (Inggris)
melalui
British
Calibration
Services
(BCS)
pertama
kali
menggunakan model yang dikembangkan tersebut, tetapi tidak dapat
diterima secara utuh meskipun sederhana dan tidak memerlukan skill
yang tinggi, 7) Batasi sumber ketidakpastian dengan menambahkan
setiap komponen ketidakpastian yang paling mungkin kedalam
Ketidakpastian Total.
b)
The ISO Guide, The Guide to Expression of Uncertainty in
Measurement (1993)
Dalam ISO Guide dijelaskan bahwa : 1) Ketidakpastian penting
untuk
setiap
nilai
pengukuran,
2)
Bagaimana
seharusnya
ketidakpastian dievaluasi, 3) Memberikan pendekatan gabungan
dengan basis matematis, 4) Universal dan dapat diaplikasikan untuk
setiap pengukuran, 5) Hasilnya dapat digunakan oleh pihak lain, 6)
Ada dua tipe : Tipe A dan Tipe B.
2.7.4. Keuntungan Adopsi ISO Guide
Keuntungan mengadopsi ISO Guide untuk pengukuran ketidakpastian
antara lain : a) Metode Universal dan diakui secara Internasional, b)
Applicable untuk semua jenis pengukuran dan semua input data, c)
Penjelasan sederhana, d) Komponen ketidakpastian yang konsisten dan
38
independen sehingga hasilnya dapat ditransfer ke pengukuran lain, e) Lebih
memiliki Confident Level dan Accepted oleh Laboratory lain.
2.7.5. Beda Ketidakpastian (Uncertainty) dan Kesalahan (Error)
Ketidakpastian atau yang biasa kita sebut ‘Uncertainty’ dan
Kesalahan atau ‘Error’ ditampilkan pada tabel 2.5. berikut ini :
Table 2.3. Beda Ketidakpastian (Uncertainty) dan Kesalahan (Error)
Ketidakpastian (Uncertainty)
Kesalahan (Error)
Berupa rentang/ kisaran
Pengamatan tunggal
Perlu nilai benar (menggunakan
Tidak perlu nilai benar
standar acuan/ bahan acuan
standar yang mampu telusur)
2.7.6. Sumber – sumber Ketidakpastian dan Kesalahan
a. Sumber – sumber Ketidakpastian
Faktor penyebab dari ketidakpastian dapat dipengaruhi oleh beberapa
sumber penyebab, antara lain :
1) Standar (Standard) dan Referensi (Reference)
Reference
atau
standard
yang
digunakan
untuk
pembandingan dengan alat/ bahan ukur memiliki nilai dan
ketidakpastian standar. Setiap referensi/ standar dibandingkan
dengan standar yang lebih tinggi secara telusur (traceable). Nilai
ketidakpastian dihubungkan dengan laporan/ sertifikat kalibrasi.
2) Workpiece
39
Adalah obyek yang menjadi subyek pengukuran yang
memiliki nilai karakteristik (measurand) yang akan diukur dan
tergantung pada kualitas dari workpiece. Kualitas benda
menentukan kontribusi ketidakpastian.
3) Instrumen
Proses yang menggunakan suatu instrumen dapat merubah
nilai measurand. Instrumen tidak sempurna, non-linieritas,
zerodrifts, histerisis, scale factor drifts, dan sebagainya dapat
mempengaruhi nilai dan memberikan kontribusi ketidakpastian.
Contoh banyak instrumen listrik dapat menimbulkan finite energy
yang menghasilkan ‘circuit loading’ dan menjadi kesalahan
sistematis.
4)
Metoda
Seringkali banyak metoda digunakan untuk memperoleh
nilai measurand. Null method atau non – contact method
digunakan
jika
mempengaruhi
saat
pengukuran,
measurand.
Metoda
instrumen
yang
mungkin
menggunakan
perbedaan nilai yang besar harus dihindari, nilai yang sama
besarnya dapat menjadi besar dalam perbedaannya.
5)
Lingkungan (Environment)
Lingkungan pengukuran adalah sumber utama pengaruh
pada ketidakpastian. Contoh suhu, kelembaban ruangan, medan
electromagnet dari transmitter radio yang diperbesar dengan
semikonduktor dalam instrumen.
40
6)
Personil
Personil yang mengerjakan pengukuran (operator) juga
mempengaruhi.
7)
Sumber lain
Contoh
ketidakcukupan
mendefinisikan
measurand,
ketidaktelitian menetapkan nilai konstanta dalam perhitungan,
variasi observasi berulang dan Bukan Ketidakpastian adalah
kesalahan transfer data, pemakaian instrumen ukur yang salah
(Blunder).
b. Sumber – sumber Kesalahan
Secara garis besar sumber kesalahan terbagi menjadi 2 (dua)
bagian, yaitu Kesalahan Acak dan Kesalahan Sistematis.
Kesalahan acak disebabkan karena adanya pengukuran berulang,
banyak berhubungan dengan instrumen ukur, peralatan/ contoh yang
diukur, prosedur, lingkungan. Untuk mengantisipasi hal ini sebaiknya
pengulangan dilakukan tidak kurang dari 5 kali (sebaiknya 7 kali), serta
pendugaan komponen acak dilakukan dengan pendekatan tipe A pada
pengukuran yang berulang.
Sedangkan kesalahan sistematis merupakan kesalahan yang
bersifat tetap dan banyak disebabkan oleh pengaruh ambient
temperatur, kelembaban, ketidakpastian yang diberikan oleh sertifikat
dan lainnya yang dapat memperbesar kesalahan dalam perhitungan
ketidakpastian.
41
2.7.7. Analisa Sumber – sumber Ketidakpastian
a. Prinsip
Sumber ketidakpastian dapat dianalisa berdasarkan prinsip
mengidentifikasi pengaruh – pengaruh menggunakan ‘A cause and effect
diagram’ atau diagram ‘Ishikawa’ atau ‘Fishbond’ dan penyederhanaan
dan pemecahan kembali duplikasi untuk menjamin bahwa tidak ada
perhitungan duplikasi.
b. Analisa ‘Cause and Effect’
Cause and effect dapat dianalisa melalui beberapa tahapan, yaitu :
1) Tulis persamaan/ model secara lengkap. Parameter dalam persamaan
tersebut ditulis sebagai cabang utama dalam diagram, 2) Pikirkan setiap
tahap metode dan tambahkan faktor selanjutnya dalam diagram,
pekerjaan diatur dari efek utama. Misalnya pengaruh lingkungan dan
matriks, 3) untuk setiap cabang, tambahkan faktor yang berkontribusi
sampai pada faktor sekecil – kecilnya (yang pengaruhnya dapat
diabaikan), dan 4) Pecahkan duplikasi dan susun kembali untuk
mengklarifikasi kontribusi dan
susun group
yang berhubungan
dengannya.
2.7.8. Penentuan, Perhitungan dan Penyajian Ketidakpastian
Penentuan ketidakpastian ini dipengaruhi beberapa komponen,
antara lain : a) Komponen Ketidakpastian, b) Ketidakpastian komponen
(Standard Uncertainty) dan Derajat Bebas Komponen, c) Ketidakpastian
Gabungan (Combined Uncertainty), d) Derajat Bebas Efektif (Effective
Degree of Freedom) dan Faktor Cakupan (Coverage Factor), e) Tingkat
42
Kepercayaan (Confident Level), f) Ketidakpastian pengukuran (Expanded
Uncertainty).
Dalam komponen ketidakpastian ini terdapat 2 (dua) tipe, yaitu
Tipe A dan Tipe B. Tipe A dievaluasi dengan menggunakan metode
standar statistik untuk menganalisa set data atau beberapa set data
pengukuran yang mengandung kesalahan acak (sebutan sebelumnya).
Dicirikan dengan “Estimated Variance” atau Standard Deviation dan
Derajat Bebas.
Sedangkan tipe B dievaluasi dengan cara yang berbeda dengan
cara statistik, termasuk yang sebelumnya disebut kesalahan sistematik.
Nilai yang dianggap sebagai variance (diasumsikan) termasuk estimated
variance atau standar deviasi, nilai rataan (bias saja 0) dan derajat bebas.
Perhitungan ketidakpastian baku tipe B ini berdasarkan sebaran
kejadiannya sebagai berikut :
a. Sebaran Normal/ Sebaran Gauss (Gaussian Distribution)
Merupakan sebaran nilai ukur yang berada di sekitar suatu harga dan
sebaran nilai ukurnya dibatasi oleh :
µ ± kδ
k = faktor cakupan yang tergantung kepada tingkat kepercayaan yang
dipilih.
Bila tingkat kepercayaan :
68 %
maka faktor k = 1
90 %
maka faktor k = 1.6
95 %
maka faktor k = 2
43
99 %
maka faktor k = 2.6
99.73 % maka faktor k = 3
b.
Sebaran Segi – Empat (Rectangular)
Sebaran ini digunakan didasarkan pada asumsi bahwa kemungkinan
sebaran nilai pada suatu daerah yang tak terhingga tetapi tidak cukup
pengetahuan tentang proses yang menunjukkan nilai mana yang lebih
mungkin terjadi. Setiap kejadian dianggap mempunyai peluang yang
sama. Hal ini muncul dari kasus yang paling jelek dan range tersebut
ditetapkan simetrik disekitar nilai rata – rata.
c.
Sebaran Segi – Tiga (Triangular)
Sebaran ini digunakan berdasarkan asumsi seperti sebaran segi – empat
tetapi lebih pasti bahwa peluang kejadiannya sering terjadi pada nilai
rata – ratanya.
Key parameter komponen tipe B antara lain : Estimasi sebaran
pengukuran jika hanya satu nilai yang ada (tidak ada ulangan), Nilai
Resolusi yang terbaca, Nilai Histerisis, Nilai Pembulatan dan presisi yang
terhingga. Residu koreksi (contoh koreksi kondisi lingkungan, suhu, dll),
Nilai koreksi, efek metoda pengukuran dan Nilai Ketidakpastian Instrumen
dari kalibrasinya.
Sedangkan langkah perhitungan untuk penentuan ketidakpastian dapat
dilakukan berdasarkan tahapan langkah sebagai berikut : a) Kumpulkan
semua faktor yang memberikan kontribusi ketidakpastian, b) Buat Model
Pengukuran,
c)
Tetapkan
Ketidakpastian
Komponen,
d)
Hitung
Ketidakpastian Gabungan, kemudian jika perlu, e) Hitung Derajat Bebas
44
Efektif, f) Pilih Tingkat Kepercayaan, g) Tetapkan Faktor Cakupan, dan h)
Hitung Ketidakpastian Expanded.
Sumber – sumber informasi mengenai cara atau metode penentuan
dan perhitungan ketidakpastian didapatkan dari pengukuran berulang
(repeatabilitas), data percobaan, data literature, spesifikasi pabrik dan
sertifikat, pengalaman serta data interkomparasi.
Nilai yang dilaporkan direkomendasikan agar terdiri hanya angka –
angka yang memang signifikan dan ditulis sesuai dengan aturan. Cara
penyajian ketidakpastian hasil pengujian/ pengukuran dilaporkan sebagai
berikut :
0.025 ± 0.006 mg/kg
(pada tingkat kepercayaan 95 % dengan faktor cakupan 2)
2.7.9. Keuntungan Evaluasi Ketidakpastian
Pengukuran ketidakpastian memberikan dampak yang positif bagi
pengukuran
dalam
proses
kalibrasi.
Dari
pelaksanaan
evaluasi
ketidakpastian ini dapat memberikan beberapa keuntungan, yaitu :
a.
Meningkatkan pengertian ketidakpastian
b.
Dapat membandingkan hasil yang berbeda
c.
Membantu pengambilan keputusan
d.
Meningkatkan kepercayaan terhadap hasil pengukuran
45
Download