EFEK LATIHAN JALAN TERHADAP FRAKSI EJEKSI VENTRIKEL KIRI DAN KAPASITAS AEROBIK: Studi Intervensi Pre dan Post Pada Pasien Pasca Sindroma Koroner Akut setelah Intervensi Koroner Perkutan Vanda Mustika1, Deddy Tedjasukmana1, Idrus Alwi2, Retno Asti Werdhani3 1 Departemen Rehabilitasi Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia 2 Departemen Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia 3 Departemen Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Latar Belakang: Pasien dengan sindroma koroner akut (SKA) setelah dilakukan intervensi koroner perkutan (IKP) memerlukan suatu program latihan fisik sebagai bagian dari program rehabilitasi jantung. Berbagai jenis latihan fisik seperti jalan kaki, latihan dengan sepeda atau latihan di treadmill dapat memberikan berbagai risiko maupun manfaat baik yang terukur maupun tidak. Penelitian ini ingin mengetahui gambaran peningkatan fraksi ejeksi ventrikel kiri dan peningkatan kapasitas aerobik pasien pasca SKA setelah IKP sebelum dan sesudah terapi latihan jalan. Metode: Penelitian ini adalah studi intervensi dengan desain pre dan post satu kelompok pada 22 subjek pasca SKA setelah IKP yang mengikuti program rehabilitasi jantung fase II. Subjek diberikan latihan jalan dengan intensitas submaksimal 3 kali seminggu, selama 8 minggu dengan jarak yang ditingkatkan setiap latihan. Sebelum memulai dan setelah selesai program latihan jalan dilakukan pemeriksaan kapasitas aerobik dengan uji jalan 6 menit dan pemeriksaan echokardiografi untuk menentukan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Hasil: Didapatkan peningkatan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang signifikan (p<0,001), dengan rerata sebelum diberikan latihan jalan 61,49 + 11,94 % dan setelah diberikan latihan jalan mengalami kenaikan menjadi sebesar 65,85 + 8,68 %. Kapasitas aerobik yang dinilai dengan uji jalan 6 menit juga memberikan hasil yang bermakna secara statistik, sebelum diberikan latihan jalan memiliki rerata 16,05 + 3,01 mL/kgBB/menit dan setelah diberikan latihan rerata kapasitas aerobik mengalami kenaikan menjadi sebesar 19,71 + 2,83 mL/kgBB/menit. Kesimpulan: Pemberian latihan jalan dalam program rehabilitasi jantung fase II pada pasien pasca SKA setelah IKP dapat meningkatkan fraksi ejeksi ventrikel kiri dan kapasitas aerobik. Kata kunci: sindroma koroner akut, intervensi koroner perkutan, latihan jalan, fraksi ejeksi ventrikel kiri, kapasitas aerobik ABSTRACT Background: Patients post Acute Coronary Syndrome (ACS) after Percutaneus Coronary Intervention (PCI) need physical exercise as a part of cardiac rehabilitation program. Several types of physical exercises such as walking, cycling or walking on treadmill would give measurable and unmeasurable risk and benefit. This research want to examine the effect of walking exercise on left ventricular ejection fraction (LVEF) and aerobic capacity in post acute coronary syndrome patient after percutaneus coronary intervention. Methods: This study is an interventional study with one group pre and post design on 22 subjects post ACS patient after PCI in phase II cardiac rehabilitation program. Subjects were given walking exercise programme with submaximal intensity 3 times a week, for 8 weeks with increased distance every attendance. Aerobic capacity were measured with 6 Minute 1 Efek latihan..., Vanda Mustika, FK UI, 2013. Universitas Indonesia 2 Walking Test, Ejection Fraction were measured with Echocardiography, both were done before and after the walking exercise program. Results: There were significant improvement in left ventricular ejection fraction (p<0,001), mean LVEF before exercise was 61,49 + 11,94 % and after exercise was 65,85 + 8,68 %. Aerobic capacity also show a significant improvement (p<0,001), with mean aerobic capacity before exercise was 16,05 + 3,01 mL/kgbodyweight/minutes and mean after exercise was 19,71 + 2,83 mL/kgbodyweight/minutes. Conclusion: Walking exercise in phase II cardiac rehabilitation program in in post ACS patient after PCI can improve the left ventricular ejection fraction and aerobic capacity. Keywords: Acute Coronary Syndrome, Percutaneus Coronary Intervention, Walking Exercise, Left Ventricular Ejection Fraction, Aerobic Capacity PENDAHULUAN Penyakit jantung dan pembuluh darah yang meliputi penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak dan penyakit arteri perifer, saat ini menjadi penyebab kematian pertama di dunia, terutama pada perempuan. World Health Organization (WHO) menyatakan penyakit tersebut menjadi penyebab 32% kematian pada perempuan dan 27% kematian lakilaki (WHO, 2008). Di antara kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah maka Penyakit Jantung Koroner merupakan penyebab tersering yaitu sebesar 45% dan 12% dari seluruh kematian di dunia.1 Infark miokardium paling sering disebabkan oleh plak aterosklerosis yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke miokardium yang dapat merusak miokardium dalam waktu singkat. Penatalaksanaannya adalah dengan membuka kembali pembuluh koroner yang mengalami sumbatan sehingga miokardium dapat diselamatkan sebelum terjadinya kematian jaringan, salah satunya dengan tindakan intervensi koroner perkutan.2 Dalam menilai keberhasilan terapi pasca sindrom koroner akut maka dilakukan suatu uji latih yang akan memberikan gambaran kapasitas fungsional dan juga dapat menjadi dasar untuk memberian rehabilitasi pada pasien tersebut.2,3 Rehabilitasi jantung merupakan terapi yang telah ditetapkan untuk pasien dengan penyakit jantung koroner.4 Menurut World Health Organization, rehabilitasi pasien jantung didefinisikan dengan sejumlah aktivitas yang dibutuhkan untuk memperbaiki penyebab yang mendasari penyakit, disertai kondisi fisik, mental dan sosial sebaik mungkin, sehingga dengan usahanya sendiri mereka mampu mempertahankan atau mengembalikan posisinya di masyarakat. Rehabilitasi tidak dapat berdiri sendiri namun harus terintegrasi dengan seluruh terapi. Rehabilitasi fisik merupakan komponen utama dari rehabilitasi jantung yang komprehensif. Berbagai penelitian sebelumnya telah menunjukkan hasil yang signifikan terhadap beberapa parameter setelah pemberian berbagai program latihan.5 Universitas Efek latihan..., Vanda Mustika, FK UI, 2013. 3 Latihan jalan dalam program rehabilitasi jantung berdasarkan berbagai penelitian yang ada dapat memperbaiki kapasitas aerobik pasien pasca sindrom koroner akut setelah intervensi koroner perkutan serta meningkatkan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek latihan jalan yang diberikan pada program rehabilitasi jantung di Divisi Kardiovaskular Departemen Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada pasien pasca sindroma koroner akut setelah intervensi koroner perkutan terhadap peningkatan fraksi ejeksi ventrikel kiri dan kapasitas aerobik. METODE Disain dan Sampel Penelitian ini merupakan studi intervensi dengan desain pre dan post satu kelompok. Subjek penelitian merupakan pasien pasca sindroma koroner akut setelah intervensi koroner perkutan yang berobat ke RSCM pada bulan Juni 2012 sampai dengan Februari 2013 yang telah memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling pasien yang berobat ke poliklinik Rehabilitasi Kardiovaskular Departemen Rehabilitasi Medik dan poliklinik rawat jalan Pelayanan Jantung Terpadu RSCM, hingga jumlah minimal terpenuhi. Perhitungan besar sampel dengan menggunakan rumus dua kelompok berpasangan6, untuk parameter kapasitas fungsional dan fraksi ejeksi ventrikel kiri berdasarkan jurnal sebelumnya, kemudian dipilih jumlah sampel yang lebih besar, sehingga didapatkan jumlah sampel minimal sebanyak 24 subjek.Penelitian ini juga telah lolos kaji komisi etik penelitian FKUI/RSCM, dan pernyataan tertulis persetujuan mengikuti penelitian dari masing-masing subjek. Subjek yang dapat mengikuti penelitian ini yaitu penderita pasca sindroma koroner akut yang stabil dan sudah menjalani intervensi koroner perkutan dalam kurun waktu 1-8 minggu setelah intervensi tersebut, tidak pernah menjalani operasi CABG, berusia antara 40-65 tahun, memiliki fungsi kognitif yang baik, dapat berjalan tanpa alat bantu dan bersedia mengikuti penelitian secara sukarela dengan mengisi formulir persetujuan. Sedangkan kriteria penolakannya adalah adanya gangguan katup jantung yang membutuhkan operasi, hipertensi dan diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan obat-obatan, aritmia ventrikel yang menetap, penyakit paru obstruktif kronis, gangguan neuromuskuler seperti stroke, neuropati perifer, serta gangguan muskuloskeletal, seperti fraktur, amputasi, artritis berat pada sendi penyangga badan. Subjek akan dikeluarkan dari penelitian jika tidak mengikuti latihan 3 kali Universitas Efek latihan..., Vanda Mustika, FK UI, 2013. 4 berturut-turut, mengalami angina tidak stabil dan subjek tidak sanggup lagi melanjutkan latihan serta ingin berhenti. Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini adalah terapi latihan jalan. Sedangkan yang menjadi variabel tergantung adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri jantung dan kapasitas aerobik . Variabel perancu yang dapat mengganggu hasil penelitian adalah kepatuhan subjek, aktivitas seharihari, kondisi psikis, penggunaan obat-obatan. Latihan Jalan Dosis latihan jalan diberikan sesuai dengan kemampuan setiap individu, berdasarkan hasil uji jalan 6 menitnya. Frekuensi latihan diberikan 3 kali dalam seminggu, dengan jarak tempuh yang dinaikkan setiap kali latihan. Intensitas latihan dipertahankan dalam intensitas submaksimal dengan frekuensi denyut nadi antara 60-70 % dari target nadi. Setelah jarak tempuh mencapai 3000 meter, maka dosis latihan dinaikkan dengan meningkatkan kecepatan jalan. Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri Echokardiografi merupakan pemeriksaan standar dalam tatalaksana pasien dengan infark miokardium akut. Echocardiografi 2 dimensi mampu memvisualisasikan jantung secara langsung dengan menggunakan ultrasound, memberikan penilaian miokardium, ruang-ruang jantung, katup, perikardium dan pembuluh darah besar. Echokardiografi doppler mengukur kecepatan gerakan sel darah merah dan menjadi alternatif yang tidak invasif dari kateterisasi jantung sebagai evaluasi hemodinamik. Echokardiografi ini merupakan pemeriksaan yang dipilih untuk memeriksa fraksi ejeksi ventrikel kiri, selain itu dapat pula memeriksa kelainan lain pada jantung yang berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk, seperti disfungsi diastolik, keterlibatan ventrikel kanan, peningkatan volume atrium kiri, regurgitasi mitral. Dapat membantu menilai fungsi ventrikel kiri, abnormalitas gerakan dinding pada sindrom koroner akut dan juga menilai komplikasi mekanik pada infark miokardium. Untuk menilai fraksi ejeksi ventrikel kiri, dilakukan penilaian diameter interna ventrikel kiri pada saat sistolik dan diastolik dengan menggunakan metoda Simpson dan fraksi ejeksi dihitung pada 2 ruang apeks dan 4 ruang lain yang dilihat secara terpisah. Kemudian dilakukan perhitungan fraksi ejeksi rata-rata. 7,8,9 Universitas Efek latihan..., Vanda Mustika, FK UI, 2013. 5 Kapasitas Aerobik Konsumsi oksigen maksimal (VO2max) adalah pengukuran kapasitas tubuh untuk menggunakan oksigen. Dalam hal ini konsumsi oksigen maksimal dapat juga dikatakan sebagai jumlah maksimum konsumsi oksigen permenit ketika seseorang telah mencapai usaha maksimum. Nilai VO2 max dinyatakan dalam satuan mililiter/kgBB/menit. Dengan demikian ambilan oksigen berbanding lurus dengan besar tubuh seseorang. Untuk ambilan oksigen seorang laki-laki pada saat istirahat ialah sebesar 3,5 ml/kgBB/menit sedangkan sebesar 2,7 ml/kgBB/menit pada perempuan. Peningkatan umur dan/atau aktivitas akibat dari penurunan fungsi kardiorespirasi dan performance otot dapat mengurangi fungsional individu secara bermakna.10,11 Analisis statistik Analisis univariat variabel numerik disajikan dalam bentuk nilai tengah, berupa rerata dan standar deviasi bagi variabel yang memiliki distribusi normal, sedangkan data yang distribusinya tidak normal disajikan dalam bentuk median dan nilai minimum-maksimum. Distribusi data dinilai dengan Shapiro Wilk. Data analisis perbedaan kapasitas aerobik dan fraksi ejeksi sebelum dan sesudah intervensi karena memiliki distribusi normal maka dilakukan dengan T-test berpasangan. HASIL PENELITIAN Jumlah subjek penelitian yang bersedia mengikuti penelitian ini adalah 25 orang. Namun selama penelitian, tiga subjek menolak melanjutkan latihan. Total subjek penelitian yang menyelesaikan latihan jalan adalah 22 orang. Selama penelitian, dalam melaksanakan uji jalan enam menit maupun latihan jalan, tidak didapatkan efek samping uji latih ataupun latihan jalan pada subjek, seperti keluhan nyeri dada, sesak yang tak tertahankan, sempoyongan, diaporesis, atau pucat. Demikian juga dalam pemeriksaan fisik, tidak didapatkan penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan darah yang berlebihan, atau aritmia setelah uji jalan dan latihan jalan. Berdasarkan karakteristik usia subjek penelitian, didapatkan nilai usia rerata 55,5 + 7,63 tahun dengan kisaran 41 - 65 tahun. Jenis kelamin laki-laki merupakan subjek terbanyak pada penelitian ini yaitu sebanyak 77,3%. Universitas Efek latihan..., Vanda Mustika, FK UI, 2013. 6 Tabel 1 Karakteristik Dasar Subjek Penelitian Variabel n=22 Usia (tahun) 55,5 ± 7,63 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 17 (77,3%) 5 (22,7%) Jenis Pekerjaan Pegawai Negeri/TNI Pegawai Swasta Wiraswasta Pensiunan Tidak bekerja 5 (22,7%) 4 (18,2%) 7 (31,8%) 4 (18,2%) 2 (9,1%) Pendidikan Tamat SMP Tamat SMU/sederajat Tamat Akademi/Perguruan Tinggi 1 (4,5%) 6 (27,3%) 15 (68,2%) Berat Badan (kg) 64,64 ± 10,06 Tinggi Badan (cm) 163,14 ± 6,87 IMT: Normal Berat badan lebih Obesitas 1 Obesitas 2 10 (45,5%) 4 (18,2%) 7 (31,8%) 1 (4,5%) Frekuensi olahraga per minggu Tidak olahraga 1-3 jam 4-6 jam >6 jam 13 (59,1%) 4 (18,2%) 4 (18,2%) 1 (4,5%) Jumlah stent yang terpasang: 1 stent 2 stent 3 stent > 3 stent 4 (18,2%) 8 (36,4%) 7 (31,8%) 3 (13,6%) Universitas Efek latihan..., Vanda Mustika, FK UI, 2013. 7 Berdasarkan jenis pekerjaan, pekerjaan yang paling banyak adalah wiraswasta sebanyak 7 subjek (31,8%), diikuti dengan pegawai negeri sipil (22,7%), pegawai swasta dan pensiunan (18,2%). Berat badan subjek penelitian mempunyai nilai rerata 64,64 + 10,06 kg, sedangkan rerata tinggi badan subjek penelitian adalah 163,14 + 6,87 cm. Distribusi indeks massa tubuh (IMT) subjek penelitian yang terbanyak adalah normal 45,5%. Berdasarkan frekuensi olahraga, sebagian besar subjek tidak berolahraga sebelum diberikan program latihan (59,1%). Berdasarkan jumlah stent yang telah dipasang, baik itu dalam pembuluh darah koroner yang sama ataupun yang berbeda, maka yang terbanyak adalah subjek yang telah dipasang 2 buah stent (36,4%), diikuti dengan 3 stent (31,8%). Subjek yang hanya dipasang 1 buah stent (18,2%) hampir sama dengan yang dipasang lebih dari 3 stent (13,6%). Tabel 2 menunjukkan ada atau tidaknya faktor risiko penyakit jantung koroner pada subjek penelitian ini. Tabel 2. Karakteristik faktor risiko penyakit jantung koroner pada subjek penelitian Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tidak Ya Riwayat Merokok Tidak Ya Hipertensi Tidak Ya Dislipidemia Tidak Ya Riwayat Keluarga Tidak Ya Olahraga Tidak Ya n (%) 17 (77,3) 5 (22,7) 9 (40,9) 13 (59,1) 9 (40,9) 13 (59,1) 3 (13,6) 19 (86,4) 7 (31,8) 15 (68,2) 13 (59,1) 9 (40,9) Universitas Efek latihan..., Vanda Mustika, FK UI, 2013. 8 Fraksi ejeksi ventrikel kiri sebelum diberikan latihan jalan memiliki rerata 61,49 + 11,94 % dengan nilai terkecil 33% dan terbesar 83%. Setelah diberikan latihan jalan selama 8 minggu maka rerata fraksi ejeksi ventrikel kiri mengalami kenaikan menjadi sebesar 65,85 + 8,68 % dengan nilai terkecil 48% dan terbesar 82,6%. Gambaran fraksi ejeksi subjek penelitian sebelum dan setelah latihan dapat dilihat dalam grafik 1 Grafik 1 Gambaran fraksi ejeksi ventrikel kiri sebelum dan setelah latihan jalan Kapasitas aerobik yang diperiksa dengan uji jalan 6 menit sebelum diberikan latihan jalan memiliki rerata 16,05 + 3,01 mL/kgBB/menit dengan nilai terkecil 10,28 mL/kgBB/menit dan terbesar 22,43 mL/kgBB/menit. Setelah diberikan latihan jalan selama 8 minggu maka rerata kapasitas aerobik mengalami kenaikan menjadi sebesar 19,71 + 2,83 mL/kgBB /menit dengan nilai terkecil 14,77 mL/kgBB/menit dan terbesar 25,27 mL/kgBB/menit. Gambaran kapasitas aerobik subjek penelitian sebelum dan setelah latihan dapat dilihat dalam grafik 2 Universitas Efek latihan..., Vanda Mustika, FK UI, 2013. 9 Grafik 2 Gambaran kapasitas aerobik sebelum dan setelah latihan jalan Fraksi ejeksi ventrikel kiri sebelum diberikan latihan jalan memiliki rerata 61,49 + 11,94 % dengan nilai terkecil 33% dan terbesar 83%. Setelah diberikan latihan jalan selama 8 minggu maka rerata fraksi ejeksi ventrikel kiri mengalami kenaikan menjadi sebesar 65,85 + 8,68 % dengan nilai terkecil 48% dan terbesar 82,6%. Dengan menggunakan uji t berpasangan, secara statistik terdapat perbedaan bermakna pada fraksi ejeksi ventrikel kiri jantung antara sebelum dan sesudah latihan jalan dengan p<0,001. Kapasitas aerobik yang diperiksa dengan uji jalan 6 menit sebelum diberikan latihan jalan memiliki rerata 16,05 + 3,01 mL/kgBB/menit dengan nilai terkecil 10,28 mL/kgBB/menit dan terbesar 22,43 mL/kgBB/menit. Setelah diberikan latihan jalan selama 8 minggu maka rerata kapasitas aerobik mengalami kenaikan menjadi sebesar 19,71 + 2,83 mL/kgBB /menit dengan nilai terkecil 14,77 mL/kgBB/menit dan terbesar 25,27 mL/kgBB/menit. Dengan menggunakan uji t berpasangan, secara statistik terdapat perbedaan bermakna pada kapasitas aerobik antara sebelum dan sesudah latihan jalan dimana p < 0,001 dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Perbandingan nilai Kapasitas Aerobik dan Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri sebelum dan sesudah latihan jalan Variabel Sebelum (π + SD ) Sesudah (π + SD ) P Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri 61,49 + 11,94 65,85 + 8,68 <0,001 Kapasitas Aerobik 16,05 + 3,01 19,71 + 2,83 <0,001 Universitas Efek latihan..., Vanda Mustika, FK UI, 2013. 10 PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan rerata usia subjek penelitian sebesar 55,5 + 7,63 tahun dengan kisaran 41-65 tahun. Delima pada tahun 2009, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menyatakan bahwa risiko menderita penyakit jantung cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Risiko meningkat sebesar 2,2 kali setelah usia 55 - 64 tahun, dan meningkat sebesar 2,48 kali antara usia 65 - 74 tahun.13 Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini didominasi oleh jenis kelamin laki-laki, yaitu sebesar 77,3%. Hal ini sesuai dengan subjek penelitian Nirwan13 dengan persentase jenis kelamin sebesar 77,78% dan Yu14 dengan persentase 76%. Laki-laki usia 35-65 memiliki risiko penyakit jantung koroner lebih tinggi daripada perempuan, karena mereka memiliki prevalensi faktor risiko yang lebih tinggi serta cenderung untuk terjadinya obesitas sentral dan sindrom metabolik. Pada perempuan usia 45 sampai 75, timbulnya penyakit jantung koroner tertunda 10 hingga 15 tahun dibandingkan dengan laki-laki, sehingga sebagian penyakit jantung koroner terjadi pada perempuan dengan usia di atas 65 tahun. Pada penelitian ini dari 5 orang subjek perempuan, semuanya memiliki faktor risiko penyakit jantung koroner lain seperti diabetes mellitus, hipertensi dan dislipidemia. Berat badan subjek penelitian mempunyai nilai rerata 64,64 + 10,06 kg, sedangkan rerata tinggi badan subjek penelitian adalah 163,14 + 6,87 cm. Berdasarkan berat badan, maka sebanyak 45,5 % memiliki berat badan normal, sisanya sebanyak 54,5 % memiliki berat tidak normal, baik berat badan berlebih, obesitas tingkat I maupun obesitas tingkat II. Hal ini sesuai dengan teori bahwa obesitas memiliki risiko lebih besar terkena penyakit jantung koroner apalagi bila disertai adanya faktor risiko lain maka akan makin meningkatkan risiko. Obesitas dan penyakit jantung koroner saling berhubungan dengan adanya resistensi relatif dari insulin, di mana setiap kenaikan 10% berat badan terjadi peningkatan terjadi peningkatan risiko penyakit jantung koroner sebesar 30%. 15 Pada penelitian ini, subjek yang disertai dengan diabetes mellitus sebanyak 22,7%. Berdasarkan data dari Third National Health and Nutrition Examination Survey sekitar 25% orang dewasa di Amerika menderita sindrom metabolik dan dari studi Framingham, sindrom metabolik sendiri diprediksi menjadi 25% dari kasus baru PJK. 15 Sebagian besar (59,1%) subjek penelitian ini memiliki riwayat merokok, tidak dibedakan apakah subjek masih merokok, baru saja berhenti merokok ataupun sudah berhenti merokok Universitas Efek latihan..., Vanda Mustika, FK UI, 2013. 11 dalam waktu lama. Menurut data dari World Health Organization pada tahun 2002, frekuensi merokok pada laki-laki maupun perempuan sangat bervariasi secara internasional. Beberapa studi kohort mendapatkan risiko relatif antara merokok dengan PJK sebesar 1,6 – 2 kali. Risiko relatif ini semakin meningkat dengan usia yang lebih muda dan konsumsi rokok yang lebih besar. Bila merokok disertai dengan hiperkolesterolemi maka risiko relatif untuk terjadinya PJK menjadi 8,3. 16 Subjek penelitian ini yang disertai dengan hipertensi sebanyak 59,1%. Sedangkan angka yang didapat oleh Vasiliauskas yaitu sebesar 58% dan penelitian oleh Soleimani sebesar 53%. Risiko kejadian kardiovaskular meningkat dua sampai tiga kali pada laki-laki dan perempuan dengan hipertensi. Diperkirakan terjadi kematian akibat PJK sebesar 14% pada laki-laki dan 12% pada perempuan akibat hipertensi.4,5,17 Sebanyak 86,4% subjek penelitian ini mengalami dislipidemia. Hal ini sesuai dengan analisis dari studi Framingham yang menunjukkan bahwa pasien dengan trigliserid serum ≥150mg/dl dan HDL serum <40mg/dL memiliki peningkatan risiko kardiovaskular yang signifikan. Berdasarkan data yang ada bahwa setiap peningkatan kadar LDL sebesar 30mg/dL maka risiko relatif untuk terjadinya penyakit jantung koroner meningkat sekitar 30%. 15 Sebanyak 62,8% subjek pada penelitian ini memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung koroner, keluarga yang dimaksud adalah orang tua ataupun saudara kandung. Riwayat keluarga tingkat pertama menjadi risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner atau penyakit aterosklerotik lainnya pada laki-laki sebelum usia 55 tahun atau pada perempuan sebelum usia 65 tahun. Risiko ini mungkin terjadi akibat faktor genetik ataupun efek lingkungan yang sama (diet, asap rokok). Riwayat keluarga yang positif akan meningkatkan risiko sekitar 1,5 kali dan harus dipertimbangkan dalam menilai risiko seorang individu. Risiko meningkat lebih lanjut jika terdapat lebih dari satu anggota keluarga yang terkena. Riwayat serangan jantung pada dua atau lebih kerabat tingkat pertama memiliki risiko tiga kali lipat terkena PJK. 15 Pada penelitian ini dengan pemberian dosis latihan di atas didapatkan peningkatan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang signifikan (p<0,001), dengan rerata sebelum diberikan latihan jalan 61,49 + 11,94% dan setelah diberikan latihan jalan mengalami kenaikan menjadi sebesar 65,85 + 8,68%, yaitu meningkat sebesar 7%. Penelitian lain yang menunjukkan hasil yang signifikan juga adalah penelitian oleh Haddadzadeh18 dengan peningkatan yang signifikan Universitas Efek latihan..., Vanda Mustika, FK UI, 2013. 12 setelah diberikan latihan selama 12 minggu, dan Vasiliauskas17 dengan peningkatan yang juga signifikan setelah pemberian latihan aerobik selama 6 bulan. Kedua penelitian ini membuat kelompok kontrol pada penelitiannya, dengan hanya memberikan intervensi berupa obat-obatan. Ternyata tidak terdapat peningkatan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang signifikan setelah latihan pada kelompok kontrol di kedua penelitian tersebut. Menurut Vasiliauskas, penelitiannya menunjukkan bahwa latihan aerobik jangka panjang pada penyakit jantung koroner setelah intervensi koroner perkutan mempunyai efek antiremodelling, ditunjukkan dengan perbaikan fraksi ejeksi. Perbaikan penyakit jantung koronernya akibat dari menurunnya indeks gerakan dinding ventrikel kiri.17 Belardinelly menunjukkan bahwa latihan fisik dapat mengurangi pertumbuhan neointimal setelah intervensi koroner perkutan. Namun efek ini tidak cukup untuk bisa mengurangi terjadinya restenosis.19 Penelitian ini menunjukkan bahwa program latihan selama 8 minggu segera setelah tindakan intervensi koroner perkutan dapat meningkatkan kontraktilitas miokardium dalam bentuk fraksi ejeksi ventrikel kiri. Namun demikian, data yang menunjukkan efek pemberian latihan terhadap fraksi ejeksi ventrikel kiri masih terbatas.18 Perbaikan fungsi ventrikel kiri ini menurut Ndrepepa dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu seberapa besar defek perfusi koroner awal, kondisi fraksi ejeksi ventrikel kiri saat kejadian dan seberapa besar kondisi miokardium yang masih baik setelah kejadian sindrom koroner akut. Faktor lain yang juga mendukung adalah adanya penyembuhan fungsional dari miokardium yang hibernasi atau iskemik setelah aliran koroner kembali mencukupi dengan adanya intervensi koroner perkutan.20 Smart menyatakan adanya respon pada fungsi sistolik dan diastolik jantung terhadap program latihan yang diberikan dapat disebabkan karena faktor-faktor di luar faktor jantung. Faktor-faktor ini meliputi peningkatan kapasitas oksidatif maupun glikolisis anaerobik dari otot skeletal, peningkatan perbedaan tekanan arteri vena, peningkatan fungsi pembuluh darah dan menurunnya tahanan arteri perifer. 21 Kapasitas aerobik yang dinilai dengan uji jalan 6 menit juga memberikan hasil yang bermakna secara statistik, sebelum diberikan latihan jalan memiliki rerata 16,05 + 3,01 mL/kgBB/menit dan setelah diberikan latihan rerata kapasitas aerobik mengalami kenaikan menjadi sebesar 19,71 + 2,83 mL/kgBB/menit, dengan kenaikan sebesar 22%. Beberapa penelitian memberikan hasil yang juga bermakna, walaupun jenis latihan dan uji latih yang dilakukan untuk menentukan kapasitas aerobik ini berbeda. Seperti misalnya Giallauria Universitas Efek latihan..., Vanda Mustika, FK UI, 2013. 13 memberikan latihan ergocycle selama 3 bulan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, didapatkan hasil kenaikan VO2peak yang signifikan dari rerata 16,3 ± 1,4 mL/kgBB/menit menjadi rerata 20,8 ± 2,4 mL/kgBB/menit setelah latihan, sementara pada kelompok kontrol tidak didapatkan kenaikan VO2peak.22 Penelitian lain yang juga memberikan hasil kenaikan kapasitas aerobik yang bermakna (p<0,05) adalah penelitian oleh Vasiliauskas17, didapatkan peningkatan kapasitas aerobik dari 22,1 + 5,2 mL/kgBB/menit dan meningkat menjadi 26,4 + 4,8 mL/kgBB/menit dalam evaluasi ulang setelah 12 bulan. Secara teori terdapat respon fisiologis pada jantung yang terkait dengan latihan, seperti adanya peningkatan denyut jantung, perubahan isi sekuncup, perubahan distribusi aliran darah selama latihan dan adanya adaptasi jangka panjang dari pemberian latihan. 23,24 Perubahan isi sekuncup selama latihan dipengaruhi oleh dua mekanisme fisiologis, yang pertama isi sekuncup meningkat akibat adanya peningkatan aliran balik vena (preload), diikuti dengan kontraksi yang lebih kuat (mekanisme Frank-Starling). Peningkatan aliran balik vena pada latihan disebabkan oleh meningkatnya tonus vena dan juga akibat kompresi otot skeletal. Mekanisme kedua melibatkan pengisian ventrikel normal, tetapi dengan kontraksi yang lebih kuat akibat pengaruh neurohormonal yang menyebabkan pengosongan yang lebih komplit (peningkatan inotropik). 23,25 Aktivitas fisik akan mempengaruhi sistem kardiovaskular dan otot skeletal dengan berbagai cara untuk meningkatkan performa. Respon dari sistem kardiovaskular terhadap latihan rutin adalah meningkatnya kemampuan untuk mengantarkan oksigen ke otot yang aktif. Latihan fisik juga meningkatkan kemampuan otot untuk menggunakan oksigen. Latihan fisik teratur akan dapat meningkatkan konsumsi oksigen maksimum hingga dua sampai tiga kali lipat. Sekitar setengah dari peningkatan ini disebabkan peningkatan cardiac output dan sisanya disebabkan oleh adaptasi perifer yang meningkatkan ekstraksi oksigen. 23,24 SIMPULAN Rerata fraksi ejeksi ventrikel kiri jantung pasien pasca sindrom koroner akut setelah intervensi koroner perkutan sebelum terapi latihan jalan adalah 61,49 + 11,94 % dan sesudah terapi latihan jalan adalah 65,85 + 8,68 %, perbedaan ini secara statistik bermakna dengan p<0,001, dengan peningkatan sebesar 7%. Rerata kapasitas aerobik pasien pasca sindrom koroner akut setelah intervensi koroner perkutan sebelum terapi latihan jalan adalah 16,05 + Universitas Efek latihan..., Vanda Mustika, FK UI, 2013. 14 3,01 mL/kgBB/menit dan sesudah terapi latihan jalan adalah 19,71 + 2,83 mL/kgBB /menit, perbedaan ini secara statistik bermakna dengan p<0,001 dengan peningkatan sebesar 22%. Universitas Efek latihan..., Vanda Mustika, FK UI, 2013. 15 KEPUSTAKAAN 1. Beltrame JF, Dreyer R, Tavella R. Epidemiology of Coronary Artery Disease. In: Gaze D ed. Coronary Artery Disease - current concepts in epidemiology, pathophysiology, diagnostics and treatment. InTech. 2012 2. ACC/AHA Guidelines for Percutaneous Coronary Intervention. Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Committee to revise the 1993 guidelines for Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty). Journal of the American Heart Association. 2001 3. American Association of Cardiovascular and Pulmonary Rehabilitation. Guidelines for cardiac rehabilitation and secondary prevention programs. Human Kinetics. 1999 4. Soleimani A, Salarifar M, Kasaian SE, Sadeghian S, Nejatian M, Abbasi A. Effect of completion of cardiac rehabilitation on heart rate recovery. In: Asian Cardiovascular & Thoracic Annals. Vol. 60. 2008:202-7 5. Perk J, Mathes P, Gohlke H, Monpére C, Hellemans I, McGee H, et al editors. In: Cardiovascular prevention and rehabilitation. Springer Verlag. London. 2007 6. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. In: Sastroasmoro S, Ismael S editor. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. 3rd ed. Sagung Seto. 2010:302-3 7. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL et al. Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed. New York. Mc Graw Hill. 2008 8. Ather HM. Left ventricular ejection fraction after acute myocardial infarction. Professional Med J. June 2008:234-9 9. Armstrong WF, Feigenbaum A. Echocardiografi In: Braunwald E, Zipes DP, Libby P. Heart Disease, a texbook of cardiovascular medicine. 6th ed. WB Saunders Company. 2001 10. Tamin TZ. Prinsip uji latih dan penerapan latihan rekondisi. Dalam: Pelatihan Tin Rehabilitasi Medik Sport, Perjan RS Cipto Mangunkusumo, 2003 11. Tamin TZ. Model dan efektivitas latihan endurans untuk peningkatan kebugaran penyandang disabilitas intelektual dengan obesitas. Disertasi. Universitas Indonesia. 2009. 12. Delima, Mihardja L, Siswoyo H. Prevalensi dan faktor determinan penyakit jantung di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol. 37:3. 2009:142-59 13. Nirwan I. Jarak tempuh uji jalan 6 menit pasca sindrom koroner akut pasca intervensi koroner perkutan pada 1 pembuluh darah. Jakarta. Tesis. Universitas Indonesia. 2010 14. Yu CM, Li LSW, Lam MF, Siu DCW, Miu RKW, Lau CP. Effect of cardiac rehabilitation program on left ventricular diastolic function and its relationship to exercise capacity in patients with coronary heart disease: experience from a randomized controlled study. In: American Heart Journal. May 2004 15. Mittal. Coronary Heart Disease in Clinical Practice. Springer. 2007 16. Best Practice Evidence-Based Guideline: Cardiac Rehabilitation, New Zealand Guidelines Group. 2002 17. Vasiliauskas D, Benetis R, Jasiukeviciene L, Grizas V, Marcinkeviciene J, Navickas R, et al. Exercise training after coronary angioplasty improves cardiorespiratory function. In: Scandinavian Cardiovascular Journal. 2007; 41:142-48 18. Haddadzadeh MH, Maiya AG, Padmakumar R, Shad B, Mirbolouk F. Effect of exercise-based rehabilitation on ejection fraction in coronary artery disease patients: a randomized controlled trial. In: Heart Views. Vol 12.April-June 2011:51-7. 19. Belardinelli R, Georgiou D, Cianci G. Exercise training improves left ventricular diastolic filling in patients with dilated cardiomyopathy. Clinical and prognostic implication. In:Circulation. Vol 91.1995:2775-84. 20. Ndrepepa G, Mehilli J, Martinoff S, Schwaiger M, Schomig A, Kastrati A. Evolution of left ventricular ejection fraction and its relationship to infarct size after acute myocardial infarction. In: Journal of the American College of Cardiology. 2007; 50: 149-56. 21. Smart N, Haluska B, Jeffriess L and Marwick T. Exercise training in systolic and diastolic dysfunction: effect on cardiac function, functional capacity and quality of life. In: American Heart Journal. Vol.153; 4.2007:530-6. Universitas Efek latihan..., Vanda Mustika, FK UI, 2013. 16 22. Giallauria F, Lucci R, De Lorenzo A, D’Agostino M, Del Forno D, Vigorito C. Favourable effects of exercise training on N-terminal pro brain natriuretic peptide plasma levels in elderly patients after acute myocardial infarction.In:Age and Aging. 2006:601-7 23. Antman EM, Braunwald E. Acute myocardial infarction. In: Braunwald E, Zipes DP, Libby P. Heart Disease, a texbook of cardiovascular medicine. 6th ed. WB Saunders Company. 2001 24. Levine BD. Exercise physiology for the clinician. In: Thompson PD. Exercise & sports cardiology. McGraw-Hill International Edition. 2001:3-29 25. Ross RM, Murthy JN, Wollak ID, Jackson AS. The six minute walk test accurately estimates mean oxygen uptake. In:BMC Pulmonary Medicine. 10:31. 2010. Universitas Efek latihan..., Vanda Mustika, FK UI, 2013.