BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Dengan manajemen, daya guna dan hasil guna unsurunsur manajemen akan dapat ditingkatkan. Adapun unsur-unsur manajemen itu terdiri dari: man, money, methode, machines, materials, dan market. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Bambang Wahyudi (2002:4) : “Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni atau proses memperoleh, memajukan atau mengembangkan dan memelihara tenaga kerja yang kompeten sedemikian rupa, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien dan ada kepuasan pada diri pribadi”. Menurut James A.F. Stoner (2006) “Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan sumua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya”. Berdasarkan paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu kegiatan dalam rangka mencapai tujuan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien. Untuk mempelajari literatur manajemen maka akan ditemukan bahwa istilah manajemen mengandung tiga pengertian yaitu manajemen sebagai suatu proses, kedua manajemen sebagai suatu kolektifitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen dan yang ketiga yaitu manajemen sebagai suatu seni (art) dan sebagai suatu ilmu. Pengertian manajemen menurut Harold Koontz , Cyril O„Donnel dalam Malayu S.P. Hasibuan (2005:10) mengemukakan bahwa : “Manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktifitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, penggerakan dan pengendalian”. Sedangkan menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dalam H.B Siswanto (2006:2) mengatakan bahwa: “Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian terhadap organisasi dan penggunaan seluruh sumber daya organisasi lainnya demi tercapainya tujuan organisasi”. Dari definisi-definisi di atas dapat terlihat bahwa walaupun ada perbedaan dalam mengemukakanya namun memiliki inti yang sama. Maka dapat disimpulkan dari semua definisi di atas yakni : Manajemen adalah perpaduan antara ilmu dan seni Manajemen adalah proses yang terkoordinasi, sistematis dan kerja sama untuk memanfaatkan sumber-sumber daya, potensi dan peluang yang ada. Manajemen dilakukan secara berkesinambungan selama organisasi masih berdiri. Proses manajemen adalah kegiatan untuk mencapai tujuan, Berhasil tidaknya tercapai tujuan itu tergantung pada kemampuan menggunakan segala sumber daya yang ada. 2.1.2 Fungsi Manajemen Adapun fungsi-fungsi manajemen menurut Sondang P Siagian dalam Malayu Hasibuan (2005:11) yang diterapkan dalam bidang sumber daya manusia adalah sebagai berikut: 1. Planning (perencanaan) Perencanaan berarti penentuan program personalia, diantaranya meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, pengembangan dan pemeliharaan sumber daya manusia yang akan membantu terciptanya sasaran yang telah disusun oleh perusahaan. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. 2. Organizing (mengorganisasikan) Pengorganisasian ini adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, wewenang, integrasi dan koordinasi hubungan kerja, delegasi dalam bagan organisasi (organization chart). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik, akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif. 3. Motivating (memotivasi) Motivating atau pemotivasian kegiatan merupakan salah satu fungsi manajemen berupa pemberian inspirasi, semangat dan dorongan kepada bawahan, agar bawahan melakukan kegiatan secara suka rela sesuai apa yang diinginkan oleh atasan. 4. Controlling (mengendalikan) Controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud dengan tujuan yang telah digariskan semula. 5. Evaluating (mengevaluasi) Evaluating adalah proses pengawasan dan pengendalian performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk menemukan masalah yang ada dalam operasional perusahaan kemudian memecahkannya sebelum masalah itu menjadi semakin besar. Berdasarkan paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi manajemen adalah perencanaan, mengorganisasikan, memotivasi, mengendalikan, dan mengevaluasi. 2.2 Manajemen Sumberdaya Manusia 2.2.1 Pengertian Manajemen Sumberdaya Manusia Dengan semakin berkembangnya perusahaan, maka dibutuhkan pula tenaga kerja manusia yang semakin banyak dan peranan manajemen dalam perusahaan semakin besar, keberhasilan perusahaan sangat tergantung pada faktor tenaga kerja manusia yang ada dalam perusahaan. Tetapi bukan berarti faktor produksi lain yang ada dalam perusahaan dianggap tidak tidak penting, karena semua faktor produksi yang ada dalam perusahaan saling menunjang dan berkaitan dalam usaha tercapainya tujuan perusahaan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dalam suatu perusahaan dibutuhkan suatu manajemen sumber daya manusia atau manajemen personalia sebagai bagian dari manajemen umum yang memfokuskan diri pada unsur manusia dalam segala permasalahannya. Untuk lebih jelas penulis mengemukakan beberapa definisi mengenai manajemen sumber daya manusia dari beberapa ahli, antara lain : 1. Malayu S.P Hasibuan (2005:10) mengemukakan sebagai berikut : ”Manajemen Sumberdaya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat”. 2. Marwansyah (2010:3) mengemukakan : “Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi, yang dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial”. 3. Edwin B Flippo dalam Bambang Wahyudi (2002:5) mengemukakan sebagai berikut : ”Manajemen Sumberdaya Manusia merupakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dari pada pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemisahan sumberdaya manusia ke suatu titik akhir dimana tujuan perorangan, organisasi dan masyarakat terpenuhi”. Dari definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Manajemen Sumberdaya Manusia adalah ilmu dan seni atau proses memperoleh, memajukan dan memelihara tenaga kerja sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien adanya kegairahan bekerja dari para pekerja. 2.2.2 Fungsi-Fungsi Manajemen Sumberdaya Manusia Sesuai dengan pengertian Manajemen Sumberdaya Manusia yang telah dirumuskan diatas, maka kegiatan-kegiatan pengelolaan Sumberdaya Manusia di dalam organisasi di kalsifikasikan ke dalam beberapa fungsi : Menurut Edwin B. Flippo dalam Bambang Wahyudi (2002:7) mengemukakan sebagai berikut : 1. Fungsi Perencanaan Melaksanakan tugas dalam perencanaan kebutuhan, pengembangan dan pemeliharaan sumberdaya manusia. pengadaan, 2. Fungsi Pengorganisasian Menyusun suatu organisasi dengan mendesain struktur dan hubungan antara tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang dipersiapkan. 3. Fungsi Pengarahan Memberikan dorongan untuk menciptakan kemauan kerja yang dilaksanakan secara efektif dan efisien. 4. Fungsi Pengendalian Melakukan pengukuran-pengukuran antara kegiatan yang dilakukan dengan standar-standar yang telah ditetapkan, khususnya di bidang tenaga kerja. Di samping fungsi-fungsi pokok manajemen sumberdaya manusia memiliki beberapa fungsi-fungsi operasional menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara ( 2005:2) yaitu : 1. Pengadaan Tenaga Kerja Yaitu Fungsi Pengadaan yang utama menyangkut tentang penentuan kebutuhan tenaga kerja menyangkut baik secara kuantitas maupun kualitatif. 2. Pengembangan Tenaga Kerja Pengembangan merupakan peningkatan keterampilan melalui pelatihan yang diperlukan untuk dapat menjalankan tugas dengan baik. 3. Pemberian Balas Jasa Fungsi ini meliputi usaha pemberian balas jasa atau kompensasi atas prestasi yang telah diberikan oleh seorang tenaga kerja. 4. Integrasi Yaitu kegiatan yang menciptakan kondisi integrasi atau persamaan kepentingan antara tenaga kerja dengan organisasi, yang menyangkut masalah motivasi, kepemimpinan, komunikasi, konplik, konseling. 5. Pemeliharaan Tenaga Kerja Yaitu kegiatan untuk memelihara keutuhan sumber daya manusia ini adalah tumbuhnya rasa betah dan mempunyai kemauan untuk bekerja dengan sebaik-baiknya pada organisasi. 6. Pemisahan Tenaga Kerja Yaitu untuk memutuskan hubungan kerja karyawan dengan organisasi dengan mengembalikannya kepada masyarakat. 2.3 Kompetensi Sosial 2.3.1 Pengertian Kompetensi Sosial Hughes (Topping dkk, 2000) menyatakan bahwa : “Social competence includes a set of basic skills, attitudes, knowledge and feelings functionally given meaning by the context of culture, environment and situation” “Kompetensi sosial meliputi seperangkat kemampuan pokok, sikap, kepandaian dan perasaan yang diberi arti secara fungsional oleh konteks budaya, lingkungan dan situasi”. Kompetensi sosial tidak lepas dari pengaruh situasi sosial, kondisi kelompok sosial, tugas sosial serta keadaan individu untuk beradaptasi dalam berbagai keadaan dan lingkungan. Ross-Krasnor (Denham dkk, 2003) mendefinisikan : “Social competence as effectiveness in interacting, the results of the regular behaviors that meet the needs of the future developments in the short and long term” “Kompetensi sosial sebagai keefektifandalam berinteraksi, hasil dari perilaku-perilaku teratur yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada masa perkembangan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang”. Ford (Latifah, 2000) memberi definisi lain namun tidak jauh berbeda : “Kompetensi sosial yaitu tindakan yang sesuai dengan tujuan dalam konteks sosial tertentu, dengan menggunakan cara-cara yang tepat dan memberikan efek yang positif bagi perkembangan”. Selanjutnya, dapat dinyatakan bahwa orang yang memiliki kompetensi sosial yang tinggi mampu mengekspresikan perhatian sosial lebih banyak, lebih simpatik, lebih suka menolong dan lebih dapat mencintai. Individu dengan kompetensi sosial melalui pikiran dan perasaannya akan mampu menyeleksi dan mengontrol perilaku mana yang sebaiknya dinampakkan dan yang sebaiknya ditekan pada situasi tertentu yang dihadapi guna menerima tujuan yang diinginkan dirinya sendiri atau orang lain. 2.3.2 Dimensi Kompetensi Sosial Kompetensi sosial dapat diukur melalui empat dimensi dalam meningkatkan kinerja karyawan, keempat dimensi tersebut adalah: 5. Memiliki empati pada orang lain. 6. Memiliki toleransi pada orang lain. 7. Memiliki sikap dan kepribadian yang positif serta melekat pada setiap kompetensi yang lain. 8. Mampu bekerja sama dengan orang lain. 2.3.3 Indikator Kompetensi Sosial Terdapat indikator kompetensi sosial, yaitu : 1. Respect pada sesama 2. Menerima perbedaan 3. Relawan sosial 4. Kedewasaan dalam bekreasi 5. Berbagi 6. Solusi konflik 7. Kerja tim Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis mengambil komponenkomponen utama dan prinsip-prinsip dasar dari kompetensi sosial sebagai faktor untuk mengembangkan instrumen kompetensi sosial. 2.4 Kecerdasan Emosional 2.4.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Teori mengenai kecerdasan emosional pertama kali dicetuskan oleh Salovey dan Mayer tahun 1990. Mereka (Solovey dan Mayer) mendefinisikan EQ (emotional quotient) sebagai : “The ability to understand the feelings of self, to empathize with others feelings and to regulate emotions, which collectively play a role in improving the quality of life” “Kemampuan untuk memahami perasaan diri sendiri, untuk berempati terhadap perasaan orang lain dan untuk mengatur emosi, yang secara bersama berperan dalam peningkatan taraf hidup seseorang”. Istilah kecerdasan emosi pertama kali berasal dari konsep kecerdasan sosial yang dikemukakan oleh Thordike pada tahun 1920 dengan membagi 3 bidang kecerdasan yaitu kecerdasan abstrak (seperti kemampuan memahami dan memanipulasi simbol verbal dan matematika), kecerdasan konkrit seperti kemampuan memahami dan memanipulasi objek, dan kecerdasan sosial seperti kemampuan berhubungan dengan orang lain. Kecerdasan sosial menurut Thordike yang dikutip Goleman (2002) adalah: “The ability to understand and manage others to act wisely in relationships, including interpersonal and intrapersonal intelligence” “Kemampuan untuk memahami dan mengatur orang lain untuk bertindak bijaksana dalam menjalin hubungan, meliputi kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal”. Adapun menurut Mangkunegara (2005) : “Kecerdasan interprersonal adalah kecerdasan untuk kemampuan untuk memahami orang lain, sedangkan kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan mengelola diri sendiri“. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai : “Himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.” Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional. Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan. Menurut Goleman (2002) : “Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage ouremotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial” 2.4.2 Dimensi Kecerdasan Emosional Dimensi-dimensi kecerdasan emosional terdiri atas beberapa bagian pokok. Oleh para ahli, dimensi kecerdasan emosional dibedakan atas dimensi penyusun kecerdasan emosional. Menurut Cooper dan Sawaf (2002), kecerdasan emosi memiliki empat dimensi batu penjuru utama, yaitu: 1. Kesadaran emosi (emotional literacy), yang bertujuan membangun rasa percaya diri pribadi melalui pengenalan emosi yang dialami dan kejujuran terjadap emosi yang dirasakan. Kesadaran emosi yang baik terhadap diri sendiri dan orang lain, sekaligus kemampuan untuk mengelola emosi yang dikenalnya, membuat seseorang dapat menyalurkan energi emosinya ke reaksi yang tepat dan konstruktif. 2. Kebugaran emosi (emotional fitness), yang bertujuan mempertegas antusiasme dan ketangguhan untuk menghadapi tantangan dan perubahan. Hal ini mencakup kemampuan untuk mempercayai orang lain serta mengelola konflik dan mengatasi kekecewaan dengan cara yang paling konstruktif. 3. Kedalaman emosi (emotional depth), yang mencakup komitmen untuk menyelaraskan hidup dan kerja dengan potensi serta bakat unik yang dimiliki. Komitmen yang berupa rasa tanggung jawab ini, pada gilirannya memiliki potensi untuk memperbesar pengaruh tanpa perlu menggunakan kewenangan untuk memaksakan otoritas. 4. Alkimia emosi (emotional elchemist), yaitu kemampuan kreatif untuk mengalir bersama masalah-masalah dan tekanan-tekanan tanpa larut di dalamnya. Hal ini mencakup keterampilan bersaing dengan lebih peka terhadap kemungkinan solusi yang masih bersembunyi dan peluang yang masih terbuka untuk mengevaluasi masa lalu, menghadapi masa kini, dan mempertahankan masa depan. Disisi lain, Salovey dan Mayer (2005) memasukan kecerdasan interpersonal dan intrapersonal Gardner dalam lima domain kemampuan emosional mereka, antara lain: 1. Kesadaran diri Mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. 2. Mengelola emosi Menangani perasaan agar perasaan tersebut dapat terungkap dengan pas; menyadari apa yang ada dibalik perasaan; menemukan cara untuk menangani ketakutan, kecemasan, amarah dan kesedihan. 3. Memotivasi diri sendiri Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan; kontrol diri emosional; menunda kepuasan dan mengendalikan impuls. 4. Empati Sensitif terhadap perasaan dan keprihatinan orang lain dan menerima perspektif mereka; menghargai perbedaan tentang bagaimana orang memandang sesuatu. 5. Membina hubungan Mengelola emosi dengan orang lain; kompetensi sosial dan keterampilan sosial. Sementara Salovey dan Mayer terus mempertajam teori mereka tentang kecerdasan emosi, Goleman mengadaptasi model teori Salovey dan Mayer kedalam sebuah versi yang menurutnya paling bermanfaat untuk memahami cara kerja kecerdasan emosional dalam kehidupan kita. Adaptasi Goleman (2005) meliputi lima dasar kecakapan emosional dan sosial sebagai berikut: 1. Kesadaran diri Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat, dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri; memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. 2. Pengaturan diri Menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas; peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran; mampu pulih kembali dari tekanan emosi. 3. Motivasi Menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustrasi. 4. Empati Merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermaca-macam orang. 5. Keterampilan sosial Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial; berinteraksi dengan lancar; menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerjasama dan bekerja dalam tim. Goleman mengemukakan pengertian : “Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial”. Selanjutnya Goleman mengatakan bahwa : “Koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya”. 2.4.3 Faktor Kecerdasan Emosional Goleman mengutip Salovey (2002:58-59) ada lima kemampuan utama berdasarkan kecerdasan emosional, yaitu : 1. Mengenali Emosi Diri Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemapuan untuk menegenali perasaan sewaktu perasaan ini terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer (Goleman, 2002:64) : “Kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi”. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi. 2. Mengelola Emosi Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita (Goleman, 2002:77-78). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan. 3. Memotivasi Diri Sendiri Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri. 4. Mengenali Emosi Orang Lain Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman (2002:57) : “Kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu untuk mendengarkan orang lain”. Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuaikan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul, dan lebih peka (Goleman, 2002:136). Nowicki ahli psikologi menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus-menerus merasa frustasi (Goleman, 2002:172). Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosi sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain. 5. Membina Hubungan Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2002:59). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan besar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2002:59). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana orang tersebut mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian orang tersebut berkembang dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya. 2.4.4 Indikator Kecerdasan Emosional Terdapat indikator kecerdasan emosional, yaitu : 1. Kesadaran emosional 2. Penilaian Diri 3. Kontrol Diri 4. Berhati-hati 5. Dorongan berprestasi 6. Optimisme 7. Mampu berkomunikasi dengan baik Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis mengambil komponen- komponen utama dan prinsip-prinsip dasar dari kecerdasan emosional sebagai faktor untuk mengembangkan instrumen kecerdasan emosional. 2.5. Kinerja Karyawan 2.5.1 Pengertian Kinerja Karyawan Pengertian kinerja menurut Sulistiyani (2003:223) : “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”. Sedangkan menurut Bernardin dan Russel dalam Sulistiyani (2003:223224) menyatakan bahwa : “Performance is a record of outcomes resulting from certain civil functions or activities performed during a specific time period” “Kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu”. Kinerja mengacu pada prestasi karyawan yang diukur berdasarkan standar atau kriteria yang ditetapkan perusahan. Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Maier (dalam Moh As‟ad, 2003) sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi (Lawler and Poter,2003) menyatakan bahwa : “Performance is succesfull role achievement earned one of his actions” “Kinerja adalah succesfull role achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya”. Kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu (Tika, 2006). Menurut Rivai dan Basri (2005) pengertian kinerja adalah : “Kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan”. Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan atau instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan – kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda – tanda peringatan adanya kinerja yang merosot. Adapun kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) : “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223) : “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”. Selanjutnya, Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan : “Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah : “Merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Definisi kinerja menurut Bambang Kusriyanto dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005: 9) adalah : “Perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu (lazimnya per jam)”. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja, atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM per satuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Mangkunegara, Anwar Prabu, kinerja diartikan sebagai : ”Hasil dari pelaksanaan suatu pekerjaan, baik yang bersifat fisik/mental maupun non fisik/non mental.” Kinerja seorang karyawan merupakan hal yang bersifat individual, karena setiap karyawan mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda - beda dalam mengerjakan tugasnya. Pihak manajemen dapat mengukur karyawan atas unjuk kerjanya berdasarkan kinerja dari masing - masing karyawan. Kinerja adalah sebuah aksi, bukan kejadian. Aksi kinerja itu sendiri terdiri dari banyak komponen dan bukan merupakan hasil yang dapat dilihat pada saat itu juga. Pada dasarnya kinerja merupakan sesuatu hal yang bersifat individual, karena setiap karyawan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dalam mengerjakan tugasnya. Kinerja tergantung pada kombinasi antara kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh. Hal ini berarti bahwa kinerja merupakan hasil kerja karyawan dalam bekerja untuk periode waktu tertentu dan penekanannya pada hasil kerja yang diselesaikan karyawan dalam periode waktu tertentu. Kinerja keseluruhan pada pekerjaan adalah sama dengan jumlah atau rata - rata kinerja pada fungsi pekerjaan yang penting. Fungsi yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut akan dilakukan dan tidak dilakukan dengan karakteristik kinerja individu. Pendapat di atas didukung oleh pernyataan dari Sunarto (2003), yaitu : “Kinerja yang tinggi dapat tercapai oleh karena kepercayaan (trust) timbal balik yang tinggi di antara anggota - anggotanya artinya para anggota mempercayai integritas, karakteristik, dan kemampuan setiap anggota lain. Untuk mencapai kinerja yang tinggi memerlukan waktu lama untuk membangunnya, memerlukan kepercayaan, dan menuntut perhatian yang seksama dari pihak manajemen”. 2.5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. Menurut Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja antara lain : 1. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. 2. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. David C. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001 : 68), berpendapat bahwa : “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu : 1. Memiliki tanggung jawab yang tinggi 2. Berani mengambil risiko 3. Memiliki tujuan yang realistis 4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan. 5. Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan 6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan 2.5.3 Dimensi Kinerja Karyawan 1. Kualitas kerja Menurut Wungu dan Brotoharsojo (2003:57) bahwa : “Quality (kualitas) adalah segala bentuk satuan ukuran yang terkait dengan mutu atau kualitas hasil kerja dan dinyatakan dalam ukuran angka atau yang dapat dipadankan dengan angka”. 2. Kuantitas kerja Menurut Wungu dan Brotoharsojo (2003:56) bahwa : “Quantity (kuantitas) adalah segala bentuk satuan ukuran yang terkait dengan jumlah hasil kerja dan dinyatakan dalam ukuran angka atau yang dapat dipadankan dengan angka”. 3. Kedisiplinan Disiplin kerja adalah suatu usaha dari manajemen organisasi perusahaan untuk menerapkan atau menjalankan peraturan ataupun ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan tanpa terkecuali. 4. Ketepatan waktu Seorang yang tepat waktu adalah seorang yang memiliki keperibadaian yang tanggung jawab, disiplin, percaya diri, berfikir positif, mandiri, fleksibel menyikapi situasi, sikap tampil dan berbusana proporsional, berwawasan luas, berkomitmen menjaga nama baik tempat kerja, dan mampu berkomunikasi secara luas. 5. Dampak interpersonal Dampak interpersonal merupakan hubungan 2 berinteraksi. orang yang saling 2.5.4 Indikator Kinerja Karyawan Indikator kinerja karyawan terdiri dari beberapa macam. Mangkunegara (2000) mengemukakan bahwa : “Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Terdapat beberapa indikator kinerja karyawan yaitu : 1. Ketelitian hasil kerja 2. Jumlah hasil kerja 3. Kehadiran 4. Peraturan perusahaan 5. Kecepatan waktu kerja 6. Peran serta dalam kegiatan kelompok Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis mengambil komponen- komponen utama dan prinsip-prinsip dasar dari kinerja karyawan sebagai faktor unyuk mengembangkan instrumen kinerja karyawan.