Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen
2.1.1 Definisi Manajemen
Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan dan masyarakat. Dengan manajemen, daya guna dan hasil guna unsurunsur manajemen akan dapat ditingkatkan. Adapun unsur-unsur manajemen itu
terdiri dari: man, money, methode, machines, materials, dan market.
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Bambang Wahyudi
(2002:4) :
“Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni atau proses
memperoleh, memajukan atau mengembangkan dan memelihara
tenaga kerja yang kompeten sedemikian rupa, sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai dengan efisien dan ada kepuasan pada diri
pribadi”.
Menurut James A.F. Stoner (2006)
“Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta
penggunaan sumua sumber daya yang ada pada organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya”.
Berdasarkan paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen
adalah suatu kegiatan dalam rangka mencapai tujuan dengan memanfaatkan
sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
Untuk mempelajari literatur manajemen maka akan ditemukan bahwa istilah
manajemen mengandung tiga pengertian yaitu manajemen sebagai suatu proses,
kedua manajemen sebagai suatu kolektifitas orang-orang yang melakukan
aktivitas manajemen dan yang ketiga yaitu manajemen sebagai suatu seni (art)
dan sebagai suatu ilmu.
Pengertian manajemen menurut Harold Koontz , Cyril O„Donnel dalam
Malayu S.P. Hasibuan (2005:10) mengemukakan bahwa :
“Manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui
kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan
koordinasi atas sejumlah aktifitas orang lain yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, penempatan, penggerakan dan
pengendalian”.
Sedangkan menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dalam H.B
Siswanto (2006:2) mengatakan bahwa:
“Manajemen
adalah
proses
perencanaan,
pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian terhadap organisasi dan penggunaan
seluruh sumber daya organisasi lainnya demi tercapainya tujuan
organisasi”.
Dari definisi-definisi di atas dapat terlihat bahwa walaupun ada perbedaan
dalam mengemukakanya namun memiliki inti yang sama. Maka dapat
disimpulkan dari semua definisi di atas yakni :
 Manajemen adalah perpaduan antara ilmu dan seni
 Manajemen adalah proses yang terkoordinasi, sistematis dan kerja sama untuk
memanfaatkan sumber-sumber daya, potensi dan peluang yang ada.
 Manajemen dilakukan secara berkesinambungan selama organisasi masih
berdiri.
 Proses manajemen adalah kegiatan untuk mencapai tujuan, Berhasil tidaknya
tercapai tujuan itu tergantung pada kemampuan menggunakan segala sumber
daya yang ada.
2.1.2 Fungsi Manajemen
Adapun fungsi-fungsi manajemen menurut Sondang P Siagian dalam
Malayu Hasibuan (2005:11) yang diterapkan dalam bidang sumber daya
manusia adalah sebagai berikut:
1.
Planning (perencanaan)
Perencanaan berarti penentuan program personalia, diantaranya meliputi
perencanaan kebutuhan, pengadaan, pengembangan dan pemeliharaan
sumber daya manusia yang akan membantu terciptanya sasaran yang telah
disusun oleh perusahaan. Program kepegawaian yang baik akan membantu
tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
2.
Organizing (mengorganisasikan)
Pengorganisasian ini adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua
karyawan dengan menetapkan pembagian kerja,
wewenang, integrasi
dan
koordinasi
hubungan kerja, delegasi
dalam
bagan
organisasi
(organization chart). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai
tujuan. Dengan organisasi yang baik, akan membantu terwujudnya tujuan
secara efektif.
3.
Motivating (memotivasi)
Motivating atau pemotivasian kegiatan merupakan salah satu fungsi
manajemen berupa pemberian inspirasi, semangat dan dorongan kepada
bawahan, agar bawahan melakukan kegiatan secara suka rela sesuai apa
yang diinginkan oleh atasan.
4.
Controlling (mengendalikan)
Controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian adalah salah
satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu
mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan
ke jalan yang benar dengan maksud dengan tujuan yang telah digariskan
semula.
5.
Evaluating (mengevaluasi)
Evaluating adalah proses pengawasan dan pengendalian performa
perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk menemukan
masalah yang ada dalam operasional perusahaan kemudian memecahkannya
sebelum masalah itu menjadi semakin besar.
Berdasarkan paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi
manajemen adalah perencanaan, mengorganisasikan, memotivasi, mengendalikan,
dan mengevaluasi.
2.2
Manajemen Sumberdaya Manusia
2.2.1 Pengertian Manajemen Sumberdaya Manusia
Dengan semakin berkembangnya perusahaan, maka dibutuhkan pula tenaga
kerja manusia yang semakin banyak dan peranan manajemen dalam perusahaan
semakin besar, keberhasilan perusahaan sangat tergantung pada faktor tenaga
kerja manusia yang ada dalam perusahaan. Tetapi bukan berarti faktor produksi
lain yang ada dalam perusahaan dianggap tidak tidak penting, karena semua faktor
produksi yang ada dalam perusahaan saling menunjang dan berkaitan dalam usaha
tercapainya tujuan perusahaan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dalam suatu perusahaan dibutuhkan
suatu manajemen sumber daya manusia atau manajemen personalia sebagai
bagian dari manajemen umum yang memfokuskan diri pada unsur manusia dalam
segala permasalahannya.
Untuk lebih jelas penulis mengemukakan beberapa definisi mengenai
manajemen sumber daya manusia dari beberapa ahli, antara lain :
1.
Malayu S.P Hasibuan (2005:10) mengemukakan sebagai berikut :
”Manajemen Sumberdaya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur
hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat”.
2.
Marwansyah (2010:3) mengemukakan :
“Manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai
pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi, yang
dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia,
rekrutmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia,
perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan
kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan hubungan
industrial”.
3.
Edwin B Flippo dalam Bambang Wahyudi (2002:5) mengemukakan
sebagai berikut :
”Manajemen Sumberdaya Manusia merupakan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dari pada pengadaan,
pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan
dan pemisahan sumberdaya manusia ke suatu titik akhir dimana
tujuan perorangan, organisasi dan masyarakat terpenuhi”.
Dari definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Manajemen Sumberdaya Manusia adalah ilmu dan seni atau proses memperoleh,
memajukan dan memelihara tenaga kerja sehingga tujuan organisasi dapat
tercapai dengan efisien adanya kegairahan bekerja dari para pekerja.
2.2.2 Fungsi-Fungsi Manajemen Sumberdaya Manusia
Sesuai dengan pengertian Manajemen Sumberdaya Manusia yang telah
dirumuskan diatas, maka kegiatan-kegiatan pengelolaan Sumberdaya Manusia di
dalam organisasi di kalsifikasikan ke dalam beberapa fungsi :
Menurut Edwin B. Flippo dalam Bambang Wahyudi (2002:7)
mengemukakan sebagai berikut :
1.
Fungsi Perencanaan
Melaksanakan
tugas
dalam
perencanaan
kebutuhan,
pengembangan dan pemeliharaan sumberdaya manusia.
pengadaan,
2.
Fungsi Pengorganisasian
Menyusun suatu organisasi dengan mendesain struktur dan hubungan antara
tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang dipersiapkan.
3.
Fungsi Pengarahan
Memberikan
dorongan
untuk
menciptakan
kemauan
kerja
yang
dilaksanakan secara efektif dan efisien.
4.
Fungsi Pengendalian
Melakukan pengukuran-pengukuran antara kegiatan yang dilakukan dengan
standar-standar yang telah ditetapkan, khususnya di bidang tenaga kerja.
Di samping fungsi-fungsi pokok manajemen sumberdaya manusia memiliki
beberapa fungsi-fungsi operasional menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara
( 2005:2) yaitu :
1.
Pengadaan Tenaga Kerja
Yaitu Fungsi Pengadaan yang utama menyangkut tentang penentuan
kebutuhan tenaga kerja menyangkut baik secara kuantitas maupun kualitatif.
2.
Pengembangan Tenaga Kerja
Pengembangan merupakan peningkatan keterampilan melalui pelatihan
yang diperlukan untuk dapat menjalankan tugas dengan baik.
3.
Pemberian Balas Jasa
Fungsi ini meliputi usaha pemberian balas jasa atau kompensasi atas
prestasi yang telah diberikan oleh seorang tenaga kerja.
4.
Integrasi
Yaitu kegiatan yang menciptakan kondisi integrasi atau persamaan
kepentingan antara tenaga kerja dengan organisasi, yang menyangkut
masalah motivasi, kepemimpinan, komunikasi, konplik, konseling.
5.
Pemeliharaan Tenaga Kerja
Yaitu kegiatan untuk memelihara keutuhan sumber daya manusia ini adalah
tumbuhnya rasa betah dan mempunyai kemauan untuk bekerja dengan
sebaik-baiknya pada organisasi.
6.
Pemisahan Tenaga Kerja
Yaitu untuk memutuskan hubungan kerja karyawan dengan organisasi
dengan mengembalikannya kepada masyarakat.
2.3
Kompetensi Sosial
2.3.1 Pengertian Kompetensi Sosial
Hughes (Topping dkk, 2000) menyatakan bahwa :
“Social competence includes a set of basic skills, attitudes, knowledge and
feelings functionally given meaning by the context of culture,
environment and situation”
“Kompetensi sosial meliputi seperangkat kemampuan pokok, sikap,
kepandaian dan perasaan yang diberi arti secara fungsional oleh
konteks budaya, lingkungan dan situasi”.
Kompetensi sosial tidak lepas dari pengaruh situasi sosial, kondisi
kelompok sosial, tugas sosial serta keadaan individu untuk beradaptasi dalam
berbagai keadaan dan lingkungan.
Ross-Krasnor (Denham dkk, 2003) mendefinisikan :
“Social competence as effectiveness in interacting, the results of the
regular behaviors that meet the needs of the future developments in the
short and long term”
“Kompetensi sosial sebagai keefektifandalam berinteraksi, hasil dari
perilaku-perilaku teratur yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada
masa perkembangan dalam jangka pendek maupun dalam jangka
panjang”.
Ford (Latifah, 2000) memberi definisi lain namun tidak jauh berbeda :
“Kompetensi sosial yaitu tindakan yang sesuai dengan tujuan dalam
konteks sosial tertentu, dengan menggunakan cara-cara yang tepat dan
memberikan efek yang positif bagi perkembangan”.
Selanjutnya, dapat dinyatakan bahwa orang yang memiliki kompetensi
sosial yang tinggi mampu mengekspresikan perhatian sosial lebih banyak, lebih
simpatik, lebih suka menolong dan lebih dapat mencintai. Individu dengan
kompetensi sosial melalui pikiran dan perasaannya akan mampu menyeleksi dan
mengontrol perilaku mana yang sebaiknya dinampakkan dan yang sebaiknya
ditekan pada situasi tertentu yang dihadapi guna menerima tujuan yang diinginkan
dirinya sendiri atau orang lain.
2.3.2 Dimensi Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial dapat diukur melalui empat dimensi dalam meningkatkan
kinerja karyawan, keempat dimensi tersebut adalah:
5.
Memiliki empati pada orang lain.
6.
Memiliki toleransi pada orang lain.
7.
Memiliki sikap dan kepribadian yang positif serta melekat pada setiap
kompetensi yang lain.
8.
Mampu bekerja sama dengan orang lain.
2.3.3 Indikator Kompetensi Sosial
Terdapat indikator kompetensi sosial, yaitu :
1.
Respect pada sesama
2.
Menerima perbedaan
3.
Relawan sosial
4.
Kedewasaan dalam bekreasi
5.
Berbagi
6.
Solusi konflik
7.
Kerja tim
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis mengambil komponenkomponen utama dan prinsip-prinsip dasar dari kompetensi sosial sebagai faktor
untuk mengembangkan instrumen kompetensi sosial.
2.4
Kecerdasan Emosional
2.4.1 Pengertian Kecerdasan Emosional
Teori mengenai kecerdasan emosional pertama kali dicetuskan oleh Salovey
dan Mayer tahun 1990. Mereka (Solovey dan Mayer) mendefinisikan EQ
(emotional quotient) sebagai :
“The ability to understand the feelings of self, to empathize with others
feelings and to regulate emotions, which collectively play a role in
improving the quality of life”
“Kemampuan untuk memahami perasaan diri sendiri, untuk
berempati terhadap perasaan orang lain dan untuk mengatur emosi,
yang secara bersama berperan dalam peningkatan taraf hidup
seseorang”.
Istilah kecerdasan emosi pertama kali berasal dari konsep kecerdasan sosial
yang dikemukakan oleh Thordike pada tahun 1920 dengan membagi 3 bidang
kecerdasan yaitu kecerdasan abstrak (seperti kemampuan memahami dan
memanipulasi simbol verbal dan matematika), kecerdasan konkrit seperti
kemampuan memahami dan memanipulasi objek, dan kecerdasan sosial seperti
kemampuan berhubungan dengan orang lain.
Kecerdasan sosial menurut Thordike yang dikutip Goleman (2002)
adalah:
“The ability to understand and manage others to act wisely in
relationships, including interpersonal and intrapersonal intelligence”
“Kemampuan untuk memahami dan mengatur orang lain untuk
bertindak bijaksana dalam menjalin hubungan, meliputi kecerdasan
interpersonal dan kecerdasan intrapersonal”.
Adapun menurut Mangkunegara (2005) :
“Kecerdasan interprersonal adalah kecerdasan untuk kemampuan
untuk memahami orang lain, sedangkan kecerdasan intrapersonal
adalah kemampuan mengelola diri sendiri“.
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering
disebut EQ sebagai :
“Himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan
kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada
orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk
membimbing pikiran dan tindakan.”
Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat
menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama
orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan
kecerdasan emosional. Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau
keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada
tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu
dipengaruhi oleh faktor keturunan.
Menurut Goleman (2002) :
“Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur
kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage ouremotional life
with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya
(the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan
kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan
keterampilan sosial”
2.4.2 Dimensi Kecerdasan Emosional
Dimensi-dimensi kecerdasan emosional terdiri atas beberapa bagian pokok.
Oleh para ahli, dimensi kecerdasan emosional dibedakan atas dimensi penyusun
kecerdasan emosional.
Menurut Cooper dan Sawaf (2002), kecerdasan emosi memiliki empat
dimensi batu penjuru utama, yaitu:
1.
Kesadaran emosi (emotional literacy), yang bertujuan membangun rasa
percaya diri pribadi melalui pengenalan emosi yang dialami dan kejujuran
terjadap emosi yang dirasakan. Kesadaran emosi yang baik terhadap diri
sendiri dan orang lain, sekaligus kemampuan untuk mengelola emosi yang
dikenalnya, membuat seseorang dapat menyalurkan energi emosinya ke
reaksi yang tepat dan konstruktif.
2.
Kebugaran emosi (emotional fitness), yang bertujuan mempertegas
antusiasme dan ketangguhan untuk menghadapi tantangan dan perubahan.
Hal ini mencakup kemampuan untuk mempercayai orang lain serta
mengelola konflik dan mengatasi kekecewaan dengan cara yang paling
konstruktif.
3.
Kedalaman emosi (emotional depth), yang mencakup komitmen untuk
menyelaraskan hidup dan kerja dengan potensi serta bakat unik yang
dimiliki. Komitmen yang berupa rasa tanggung jawab ini, pada gilirannya
memiliki potensi untuk memperbesar pengaruh tanpa perlu menggunakan
kewenangan untuk memaksakan otoritas.
4.
Alkimia emosi (emotional elchemist), yaitu kemampuan kreatif untuk
mengalir bersama masalah-masalah dan tekanan-tekanan tanpa larut di
dalamnya. Hal ini mencakup keterampilan bersaing dengan lebih peka
terhadap kemungkinan solusi yang masih bersembunyi dan peluang yang
masih terbuka untuk mengevaluasi masa lalu, menghadapi masa kini, dan
mempertahankan masa depan.
Disisi
lain,
Salovey dan
Mayer
(2005)
memasukan kecerdasan
interpersonal dan intrapersonal Gardner dalam lima domain kemampuan
emosional mereka, antara lain:
1.
Kesadaran diri
Mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi.
2.
Mengelola emosi
Menangani perasaan agar perasaan tersebut dapat terungkap dengan pas;
menyadari apa yang ada dibalik perasaan; menemukan cara untuk
menangani ketakutan, kecemasan, amarah dan kesedihan.
3.
Memotivasi diri sendiri
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan; kontrol diri emosional;
menunda kepuasan dan mengendalikan impuls.
4.
Empati
Sensitif terhadap perasaan dan keprihatinan orang lain dan menerima
perspektif mereka; menghargai perbedaan tentang bagaimana orang
memandang sesuatu.
5.
Membina hubungan
Mengelola emosi dengan orang lain; kompetensi sosial dan keterampilan
sosial.
Sementara Salovey dan Mayer terus mempertajam teori mereka tentang
kecerdasan emosi, Goleman mengadaptasi model teori Salovey dan Mayer
kedalam sebuah versi yang menurutnya paling bermanfaat untuk memahami cara
kerja kecerdasan emosional dalam kehidupan kita.
Adaptasi Goleman (2005) meliputi lima dasar kecakapan emosional dan
sosial sebagai berikut:
1.
Kesadaran diri
Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat, dan menggunakannya
untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri; memiliki tolok ukur
yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
2.
Pengaturan diri
Menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif kepada
pelaksanaan tugas; peka terhadap kata hati dan sanggup menunda
kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran; mampu pulih kembali dari
tekanan emosi.
3.
Motivasi
Menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakan dan
menuntun kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan
bertindak sangat efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan
frustrasi.
4.
Empati
Merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif
mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri
dengan bermaca-macam orang.
5.
Keterampilan sosial
Menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan
dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial; berinteraksi dengan
lancar; menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi,
memimpin, bermusyawarah, dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk
bekerjasama dan bekerja dalam tim.
Goleman mengemukakan pengertian :
“Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur
kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life
with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya
(the appropriateness of emotion and its expression) melalui
keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati
dan keterampilan sosial”.
Selanjutnya Goleman mengatakan bahwa :
“Koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik.
Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati
individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki
tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan
diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya”.
2.4.3 Faktor Kecerdasan Emosional
Goleman mengutip Salovey (2002:58-59) ada lima kemampuan utama
berdasarkan kecerdasan emosional, yaitu :
1.
Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemapuan untuk menegenali
perasaan sewaktu perasaan ini terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari
kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri
sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri.
Menurut Mayer (Goleman, 2002:64) :
“Kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun
pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu
menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi”.
Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun
merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi
sehingga individu mudah menguasai emosi.
2.
Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai
keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan
tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi
berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan
mengoyak kestabilan kita (Goleman, 2002:77-78). Kemampuan ini
mencakup kemampuan
untuk
menghibur diri
sendiri,
melepaskan
kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang
ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan
yang menekan.
3.
Memotivasi Diri Sendiri
Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang
berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan
mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang
positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.
4.
Mengenali Emosi Orang Lain
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati.
Menurut Goleman (2002:57) :
“Kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli,
menunjukan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki
kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang
tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain
sehingga ia lebih mampu untuk mendengarkan orang lain”.
Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang
mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu
menyesuaikan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul,
dan lebih peka (Goleman, 2002:136). Nowicki ahli psikologi menjelaskan
bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi
dengan baik akan terus-menerus merasa frustasi (Goleman, 2002:172).
Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran
diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosi sendiri, mampu
mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai
kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.
5.
Membina Hubungan
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang
menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi
(Goleman, 2002:59). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan
kemampuan besar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit
untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami
keinginan serta kemauan orang lain.
Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan
sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena
mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini
populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan
karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2002:59). Ramah tamah,
baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif
bagaimana orang tersebut mampu membina hubungan dengan orang lain.
Sejauhmana kepribadian orang tersebut berkembang dari banyaknya
hubungan interpersonal yang dilakukannya.
2.4.4 Indikator Kecerdasan Emosional
Terdapat indikator kecerdasan emosional, yaitu :
1.
Kesadaran emosional
2.
Penilaian Diri
3.
Kontrol Diri
4.
Berhati-hati
5.
Dorongan berprestasi
6.
Optimisme
7.
Mampu berkomunikasi dengan baik
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis mengambil komponen-
komponen utama dan prinsip-prinsip dasar dari kecerdasan emosional sebagai
faktor untuk mengembangkan instrumen kecerdasan emosional.
2.5. Kinerja Karyawan
2.5.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Pengertian kinerja menurut Sulistiyani (2003:223) :
“Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha,
dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”.
Sedangkan menurut Bernardin dan Russel dalam Sulistiyani (2003:223224) menyatakan bahwa :
“Performance is a record of outcomes resulting from certain civil
functions or activities performed during a specific time period”
“Kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi
pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu
tertentu”.
Kinerja mengacu pada prestasi karyawan yang diukur berdasarkan standar
atau kriteria yang ditetapkan perusahan. Pengertian kinerja atau prestasi kerja
diberi batasan oleh Maier (dalam Moh As‟ad, 2003) sebagai kesuksesan
seseorang di dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
Lebih tegas lagi (Lawler and Poter,2003) menyatakan bahwa :
“Performance is succesfull role achievement earned one of his actions”
“Kinerja adalah succesfull role achievement yang diperoleh seseorang
dari perbuatan-perbuatannya”.
Kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau
kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk
mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu (Tika, 2006).
Menurut Rivai dan Basri (2005) pengertian kinerja adalah :
“Kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu
kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab
dengan hasil seperti yang diharapkan”.
Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya
tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak
memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah.
Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot
sehingga perusahaan atau instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan – kesan
buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda – tanda
peringatan adanya kinerja yang merosot.
Adapun kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) :
“Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223) :
“Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan
kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”.
Selanjutnya, Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan :
“Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu”.
Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah :
“Merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang
sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan
perannya dalam perusahaan”.
Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan
kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi
dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta
mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional.
Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat
dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.
Definisi kinerja menurut Bambang Kusriyanto dalam A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara (2005: 9) adalah :
“Perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per
satuan waktu (lazimnya per jam)”.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi
kerja, atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM
per satuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Mangkunegara, Anwar Prabu, kinerja diartikan sebagai :
”Hasil dari pelaksanaan suatu pekerjaan, baik yang bersifat
fisik/mental maupun non fisik/non mental.”
Kinerja seorang karyawan merupakan hal yang bersifat individual, karena
setiap karyawan mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda - beda dalam
mengerjakan tugasnya. Pihak manajemen dapat mengukur karyawan atas unjuk
kerjanya berdasarkan kinerja dari masing - masing karyawan. Kinerja adalah
sebuah aksi, bukan kejadian. Aksi kinerja itu sendiri terdiri dari banyak komponen
dan bukan merupakan hasil yang dapat dilihat pada saat itu juga. Pada dasarnya
kinerja merupakan sesuatu hal yang bersifat individual, karena setiap karyawan
memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dalam mengerjakan tugasnya. Kinerja
tergantung pada kombinasi antara kemampuan, usaha, dan kesempatan yang
diperoleh. Hal ini berarti bahwa kinerja merupakan hasil kerja karyawan dalam
bekerja untuk periode waktu tertentu dan penekanannya pada hasil kerja yang
diselesaikan karyawan dalam periode waktu tertentu. Kinerja keseluruhan pada
pekerjaan adalah sama dengan jumlah atau rata - rata kinerja pada fungsi
pekerjaan yang penting. Fungsi yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut akan
dilakukan dan tidak dilakukan dengan karakteristik kinerja individu.
Pendapat di atas didukung oleh pernyataan dari Sunarto (2003), yaitu :
“Kinerja yang tinggi dapat tercapai oleh karena kepercayaan (trust)
timbal balik yang tinggi di antara anggota - anggotanya artinya para
anggota mempercayai integritas, karakteristik, dan kemampuan setiap
anggota lain. Untuk mencapai kinerja yang tinggi memerlukan waktu
lama untuk membangunnya, memerlukan kepercayaan, dan menuntut
perhatian yang seksama dari pihak manajemen”.
2.5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output)
individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh
kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta
keinginan untuk berprestasi.
Menurut
Mangkunegara
(2000)
menyatakan
bahwa
faktor
yang
memengaruhi kinerja antara lain :
1.
Faktor kemampuan
Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai
perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya.
2.
Faktor motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi
situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan
diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan
kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi
kerja secara maksimal.
David C. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001 : 68),
berpendapat bahwa :
“Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan
pencapaian kerja”.
Motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu
dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan
sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat
terpuji.
Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang
yang memiliki motif yang tinggi yaitu :
1.
Memiliki tanggung jawab yang tinggi
2.
Berani mengambil risiko
3.
Memiliki tujuan yang realistis
4.
Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi
tujuan.
5.
Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja
yang dilakukan
6.
Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan
2.5.3 Dimensi Kinerja Karyawan
1.
Kualitas kerja
Menurut Wungu dan Brotoharsojo (2003:57) bahwa :
“Quality (kualitas) adalah segala bentuk satuan ukuran yang terkait
dengan mutu atau kualitas hasil kerja dan dinyatakan dalam ukuran
angka atau yang dapat dipadankan dengan angka”.
2.
Kuantitas kerja
Menurut Wungu dan Brotoharsojo (2003:56) bahwa :
“Quantity (kuantitas) adalah segala bentuk satuan ukuran yang terkait
dengan jumlah hasil kerja dan dinyatakan dalam ukuran angka atau
yang dapat dipadankan dengan angka”.
3.
Kedisiplinan
Disiplin kerja adalah suatu usaha dari manajemen organisasi perusahaan
untuk menerapkan atau menjalankan peraturan ataupun ketentuan yang
harus dipatuhi oleh setiap karyawan tanpa terkecuali.
4.
Ketepatan waktu
Seorang yang tepat waktu adalah seorang yang memiliki keperibadaian yang
tanggung jawab, disiplin, percaya diri, berfikir positif, mandiri, fleksibel
menyikapi situasi, sikap tampil dan berbusana proporsional, berwawasan
luas, berkomitmen menjaga nama baik tempat kerja, dan mampu
berkomunikasi secara luas.
5.
Dampak interpersonal
Dampak interpersonal merupakan hubungan 2
berinteraksi.
orang yang saling
2.5.4 Indikator Kinerja Karyawan
Indikator kinerja karyawan terdiri dari beberapa macam. Mangkunegara
(2000) mengemukakan bahwa :
“Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
Terdapat beberapa indikator kinerja karyawan yaitu :
1.
Ketelitian hasil kerja
2.
Jumlah hasil kerja
3.
Kehadiran
4.
Peraturan perusahaan
5.
Kecepatan waktu kerja
6.
Peran serta dalam kegiatan kelompok
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis mengambil komponen-
komponen utama dan prinsip-prinsip dasar dari kinerja karyawan sebagai faktor
unyuk mengembangkan instrumen kinerja karyawan.
Download