Chapter II

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Manggis (Garcinia mangostana)
Manggis dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama mangosteen dan
memiliki nama latin Garcinia mangostana Linn. Manggis termasuk tanaman dari
kelas Dicotyledonae, keluarga Guttiferae dan genus Garcinia. Nama latin
Garcinia mangostana adalah nama yang diberikan oleh Laurent Garcin seorang
penjelajah hutan berkebangsaan Prancis pada abad keenam belas (Hasanah, 2012).
Manggis merupakan tanaman tahunan dari hutan tropis teduh di kawasan
Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Indonesia. Tanaman itu menyebar ke
Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya, seperti Srilanka, Malagasi, Karibia,
Hawai, Brazil, Honduras, Panama dan Australia Utara. Manggis dijuluki sebagai
Queen of Fruits. Sebutan ini konon berkaitan dengan kesukaaan ratu (queen)
Kerajaan Inggris terhadap buah manggis (Paramawati, 2010).
Secara morfologi, manggis (Gambar 2) merupakan tanaman berkayu yang
keras dan baru mulai berbuah setelah tanaman ini berusia 8-10 tahun. Umurnya
relatif panjang karena bisa mencapai 150 tahun. Karena sifat kayunya yang keras,
di beberapa daerah di Indonesia, khususnya sentra manggis yang tumbuh liar,
pohon manggis banyak ditebang dan kayunya digunakan untuk bahan bangunan
karena memang sangat kuat (Hasanah, 2012).
Pohon manggis akan tumbuh dengan baik jika hidup di dataran rendah
hingga ketinggian kurang dari 1.000 m dpl. Adapun ketinggian yang paling cocok
untuk bertanam manggis adalah 500-600 m dpl dengan curah hujan tahunan
sebesar 1.500-2.500 mm per tahun atau merata sepanjang tahun. Perubahan
Universitas Sumatera Utara
musim akan sangat berpengaruh pada kualitas buah manggis. Jika pohon
kekeringan akibat musim kemarau panjang, buah manggis yang dihasilkan
berukuran kecil dan mengandung getah kuning sehingga menjadikan buah
manggisnya tidak layak ekspor. Ciri buah manggis yang sudah masak adalah kulit
buahnya berwarna ungu kemerahan, bentuknya bulat agak pipih, tangkainya sudah
lunak dan diameter buahnya sekitar 4-7 cm. Tingkat kematangan buah sangat
berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan buah. Semakin matang semakin
singkat daya simpannya (Hasanah, 2012). Adapun sistematika dan klasifikasinya
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Malpighiales
Famili
: Clusiaceae
Genus
: Garcinia
Spesies
: Garcinia mangostana
Gambar 2. Manggis (Garcinia mangostana)
Universitas Sumatera Utara
Bakteri Aeromonas hydrophila
Bakteri adalah organisme satu sel yang mempunyai daerah penyebaran
relatif luas, sehingga hampir dapat dijumpai di mana saja. Bakteri mempunyai
ukuran relatif lebih besar daripada virus, yaitu antara 0.3-0.5 mikron. Fungsi
utama bakteri di lingkungannya adalah mengerjakan berbagai fungsi dalam proses
fermentasi dan industri lainnya. Bakteri patogen dapat ditumbuhkan dalam media
buatan seperti agar darah atau trypticase soy di mana koloninya dapat dilihat
dengan mata telanjang. Bakteri ada yang bergerak dan sebagian lagi tidak
bergerak (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Aeromonas adalah bakteri yang motil dengan panjang 1-4 µm. Morfologi
koloninya sama dengan batang enterik gram negatif, dan mereka menghasilkan
hemolisis yang berzona besar pada agar darah. Spesies Aeromonas yang
dikulturkan dari spesimen tinja tumbuh dengan mudah pada media yang berbeda
yang biasa digunakan untuk kultur batang enterik gram negatif dan mirip bakteri
enterik. Spesies Aeromonas berbeda dari batang enterik gram negatif dilihat dari
adanya reaksi oksidase positifnya pada pertumbuhan yang didapat dari cawan agar
darah (Jawetz dkk., 2001).
Bakteri Aeromonas umumnya hidup di air tawar, terutama yang
mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama bakteri Aeromonas adalah
bentuknya seperti batang, ukurannya 1–4,4 x 0,4–1μm, bersifat gram negatif,
fakultatif anaerob (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora,
bersifat motil (bergerak aktif) karena mempunyai satu flagel (Monotrichous
flagella) yang keluar dari salah satu kutubnya, senang hidup di lingkungan
bersuhu 15–300C dan pH 5,5–9 (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Bakteri A. hydrophila (Gambar 3) dimasukkan ke dalam kelompok bakteri
gram negatif dengan ciri-ciri berbentuk batang, motil, terdapat di perairan tawar,
opurtunis pada ikan yang mengalami stress atau pada pemeliharaan padat tebar
tinggi. Bakteri ini dapat menyerang semua jenis ikan air tawar dan bersifat laten.
Penyakit ini dikenal dengan nama motile aeromonas septicemia (MAS) atau
disebut juga hemorrhage septicemia. Serangan bakteri ini baru terlihat apabila
pertahanan tubuh ikan menurun dengan menunjukkan gejala klinis seperti adanya
hemorrhage pada kulit, insang, rongga mulut, borok pada kulit hingga jaringan
otot, exopthalmia, ascites, pembengkakan limpa dan ginjal, dropsy, serta necrosis
pada limpa, hati, ginjal, dan jantung (Kurniawan, 2012).
a
b
Gambar 3. Aeromonas hydrophila (a) Makroskopis (b) Mikroskopis
Aeromonas hydrophila dapat ditemukan dalam makanan dan lingkungan
perairan di seluruh dunia. Bakteri ini adalah anggota dari famili Aeromonadaceae
yang dikenal sebagai patogen pada hewan. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi
usus manusia dan beberapa penyakit yang berakibat fatal. Karena sering
ditemukan di lingkungan perairan A. hydrophila dapat menyebabkan penyakit
serius pada ikan (Belal dkk., 2009).
Universitas Sumatera Utara
Ikan yang terserang bakteri A. hidrophyla menujukkan perubahan warna
tubuh menjadi gelap, berenang tidak beraturan, mata ikan rusak, sisik seperti akan
lepas, sirip rusak, insang berwarna pucat, ikan berenang ke permukaan seperti
kekurangan oksigen, insang rusak sehingga sulit bernapas, kulit ikan menjadi
kasat dan timbul pendarahan dengan luka-luka borok, perut menjadi besar (dropsi)
dan apabila dibedah akan terlihat pendarahan pada hati, ginjal dan limpa (Widya,
2013).
Bakteri Edwardsiella tarda
E. tarda merupakan bakteri Gram-negatif yang berbentuk batang bengkok,
dengan ukuran 1 x 2-3 μm, bersifat gram negatif bergerak dengan bantuan
flagella, tidakmembentuk spora atau kapsul dan bersifat fakultatif anaerob.
Bakteri ini dapatdijumpai di lingkungan air tawar dan air laut, dengan suhu
optimal bagi pertumbuhannya sekitar 35oC, sedangkan pada suhu di bawah 10oC
atau di atas 45oC tidak dapat tumbuh (Park dkk, 2012).
E. tarda merupakan bakteri penyebab penyakit edwardsiellosis. Bakteri ini
menyerang spesies-spesies ikan di daerah tropis dan bisa menjadi patogen
oportunistik pada manusia, menyebabkan meningitis dan diare (Wyatt dkk, 1979).
Penularannya secara horizontal yaitu kontak antara inang satu dengan inang
lainnya atau melalui air (Tan dkk, 2002).
Universitas Sumatera Utara
a
b
Gambar 4. Edwardsiella tarda (a) Makroskopis (b) Mikroskopis
Nadirah (2012) menjelaskan ikan yang terjangkit edwardsiellosis akan
memperlihatkan gejala sebagai berikut:
1. Terjadi luka pada kulit yang kemudian akan meluas ke bagian daging, sehingga
dengan segera akan mengakibatkan perdarahan. Luka semacam ini sering
dijumpai pada hati ikan.
2. Jika tidak segera diobati, luka-luka ini akan berkembang menjadi bisul dan
mengeluarkan nanah (abses).
3. Pada jaringan daging, hati dan ginjal sering terjadi nekrosa.
Jamur Saprolegnia sp.
Saprolegnia sp. adalah jenis jamur yang hidup di perairan tawar. Jamur ini
memperbanyak keturunannya dengan cara seksual (dengan alat kelamin) dan
dengan cara aseksual (tanpa alat kelamin). Memperbanyak keturunan secara
aseksual dilakukan dengan spora yang mempunyai dua buah rambut getar
(biflagellata) (Kordi, 2004).
Jamur Saprolegnia sp. (Gambar 5) dapat menyerang sebagian besar ikan
air tawar, tetapi umumnya menyerang ikan mas, gurame, tawes, gabus dan lele.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, organisme ini juga sering menyerang telur ikan. Jamur ini umumnya
menyebabkan terjadinya infeksi sekunder sebab ia senang menyerang tubuh ikan
yang mengalami luka-luka oleh aktivitas antibakteri atau parasit lain. Selain
adanya luka, intensitas serangan Saprolegnia sp. akan meningkat apabila
temperatur turun dan ikan mengalami stres (Afrianto dan Liviawaty, 1992).
Gambar 5. Saprolegnia sp.
Saprolegnia sp. menyebabkan penyakit saprolegniasis pada ikan air tawar
seperti ikan mas, tawes, gabus, gurami dan nila. Ikan yang terserang
saprolegniasis biasanya diawali serangan dari bakteri dan parasit serta
penanganan yang tidak baik setelah terserang bakteri tersebut. Jamur ini biasanya
menyerang ikan dan telur ikan. Pada ikan dewasa biasanya yang diserang bagian
kulit yang telah terluka. Sedangkan telur ikan yang terserang akan terlihat seperti
dilapisi kapur (Widya, 2013).
Ikan dan telur ikan yang terserang jamur ini dapat diketahui dengan
mudah, sebab terlihat bagian organ ikan (biasanya bagian luar) atau telur yang
terserang, ditumbuhi oleh sekumpulan miselium jamur yang menyerupai
gumpalan benang-benang halus (hypa) yang tampak seperti kapas. Kumpulan
benang ini biasanya terlihat di bagian kepala, tutup insang atau di sekitar sirip.
Universitas Sumatera Utara
Diameter hypa kira-kira 20μm. Di dalam kantong sporangianya dijumpai ribuan
zoospora yang mempunyai rambut getar (flagella) (Kordi, 2004).
Ekstraksi
Extractio berasal dari perkataan “extrahere”, “to draw out”, menarik sari
yaitu suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal. Umumnya zat
berkhasiat tersebut dapat ditarik, namun khasiatnya tidak berubah. Dalam
kefarmasian, istilah ini terutama hanya dipergunakan untuk penarikan zat-zat dari
bahan asal dengan mempergunakan cairan penarik atau pelarut (Syamsuni, 2006).
Ekstraksi merupakan suatu metode untuk memisahkan senyawa penting
dari bahan tertentu agar senyawa tersebut dapat lebih baik dalam pemanfaatannya.
Ekstraksi yang sering digunakan adalah dengan menggunakan pelarut karna lebih
ekonomis walaupun membutuhkan waktu yang lama (Widya, 2013).
Umumnya ekstraksi dikerjakan untuk simplisia yang mengandung zat-zat
yang berkhasiat atau
zat-zat lain untuk keperluan tertentu. Simplisia
(hewan/tumbuhan) mengandung bermacam-macam zat atau senyawa tunggal;
sebagian mengandung khasiat pengobatan, misalnya bermacam-macam alkaloid,
glukosida, damar, oleoresin, minyak atsiri, lemak dan sebagainya (Syamsuni,
2006).
Tujuan utama ekstraksi ialah mendapatkan atau memisahkan sebanyak
mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan (concentrata) dari zat-zat yang
tidak berfaedah, agar lebih mudah dipergunakan (kemudahan diabsorpsi, rasa,
pemakaian dan lain-lain) dan disimpan dibandingkan simplisia asal, dan tujuan
pengobatannya lebih terjamin (Syamsuni, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Ekstraksi adalah metode pemisahan suatu komponen solute (cair) dari
campurannya menggunakan sejumlah massa solven sebagai tenaga pemisah.
Proses ekstraksi terdiri dari tiga langkah besar, yaitu proses pencampuran, proses
pembentukan fasa setimbang, dan proses pemisahan fasa setimbang. Solven
merupakan faktor terpenting dalam proses ekstraksi, sehingga pemilihan solven
merupakan faktor penting. Solven ini harus saling melarutkan terhadap salah satu
komponen murninya, sehingga diperoleh dua fasa rafinat. Proses ekstraksi dapat
berjalan dengan baik bila pelarut ideal harus memenuhi syarat-syarat yaitu
selektivitasnya tinggi, memiliki perbedaan titik didih dengan solute cukup besar,
bersifat inert, perbedaan density cukup besar, tidak beracun, tidak bereaksi secara
kimia dengan solute maupun diluen, viskositasnya kecil, tidak bersifat korosif,
tidak mudah terbakar, murah dan mudah didapat. Beberapa faktor yang
berpengaruh dalam proses ekstraksi adalah
temperatur, waktu
kontak,
perbandingan solute, faktor ukuran partikel, pengadukan dan waktu dekantasi
(Yasita dan Intan, 2010).
Antimikroba
Antibakteri adalah antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri. Pengertian antimikroba secara umum adalah zat yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba dan digunakan untuk kepentingan pengobatan infeksi pada
manusia dan hewan (Gan, dkk., 1980).
Berdasarkan kemampuan mempengaruhi banyaknya jenis mikroba,
dikenal antimikroba berspektrum sempit dan berspektrum luas. Antimikroba yang
berspektrum sempit hanya mempengaruhi beberapa jenis mikroba. Antimikroba
Universitas Sumatera Utara
berspektrum luas mempengaruhi bakteri gram positif dan gram negatif serta
beberapa jenis mikroba lainnya (Dzen, dkk., 2003).
Antimikroba yang sangat toksik yang membahayakan inangnya bukan
merupakan antibiotik yang baik dan dianggap beracun. Antimikroba yang baik
adalah antimikroba yang mampu menyembuhkan penyakit tanpa menimbulkan
efek samping terhadap inangnya dan juga harus memiliki sifat toksisitas selektif
yang tinggi (Widya, 2013).
Senyawa antimikroba yang berasal dari tanaman, sebagian besar diketahui
merupakan metabolit sekunder tanaman, terutama golongan fenolik dan terpenoid
dalam minyak atsiri. Beberapa senyawa yang bersifat antimikroba alami berasal
dari tanaman diantaranya adalah fitoleksin, asam organik, minyak esensial (atsiri),
fenolik dan beberapa kelompok pigmen tanaman atau senyawa sejenis
(Mawaddah, 2008).
Sejumlah agen antimikroba bekerja dengan merusak DNA. Aktivitas
antimikroba diukur in vitro untuk menentukan (1) potensi agen antimikrobia
dalam larutan (2) konsentrasinya dalam cairan tubuh atau jaringan dan (3)
kepekaan mikroorganisme penyebab terhadap obat yang diketahui (Jawetz, dkk.,
2001).
Antimikrobia yang ideal menunjukkan toksisitas selektif. Hal ini secara
tidak langsung menjelaskan bahwa obat berbahaya bagi parasit dan tidak
membahayakan inang. Seringkali toksisitas selektif lebih bersifat relatif dan tidak
mutlak; hal ini menyatakan bahwa konsentrasi obat-obatan yang toleran terhadap
inang, mungkin merusak mikroorganisme penyebab infeksi (Jawetz, dkk., 2001).
Universitas Sumatera Utara
Senyawa Fitokimia
Steroid adalah senyawa antiinflamasi kuat yang digunakan sejak kurang
lebih tahun lima puluhan. Secara alamiah bahan ini merupakan hormon endogen
yang dihasilkan oleh korteks adrenal (Ardhie, 2004). Beberapa senyawa steroid
mempunyai aktivitas seperti sterol (α-sipanasterol) sebagai anti inflamasi,
glikosida jantung sebagai racun, berbagai hormon, vitamin dan lain-lain. Secara
biosintesis pembentukan steroid berasal dari kondensasi isopentenil pirofosfat
dengan isomernya, dimetil alil pirofosfat. Kondesasi ini berlangsung sampai
terbentuknya skualena dan melalui proses sikliasi dan modifikasi akan terbentuk
steroid (Saleh, 2009). Steroid pada tumbuhan dibentuk oleh senyawa sterol dan
banyak terdapat dalam jaringan tumbuhan sehingga sering dikenal dengan
fitosterol. Senyawa steroid dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif
(Ayuningtyas, 2008).
Senyawa flavonoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar
yang ditemukan dialam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu
dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
Flavonoida mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon,
dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantaipropana (C3) sehingga
membentuk suatu susunan C6- C3- C6 (Lenny, 2006). Makanan yang kaya
flavonoid dianggap penting untuk mengobati penyakit-penyakit seperti kanker dan
penyakit jantung (yang dapat memburuk akibat oksidasi lipoprotein densitas
rendah) (Heinrich, dkk., 2010).
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak
ditemukan dialam. Hampir seluruhsenyawa alkaloida berasal dari tumbuh-
Universitas Sumatera Utara
tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Hampir semua
alkaloida yang ditemukan dialam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada
yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan.
Misalnya kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloida yang terkenal dan
mempunyai efek sifiologis dan psikologis. Alkaloida dapat ditemukan dalam
berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit batang. Alkaloida
umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran
senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan (Lenny, 2006).
Saponin adalah senyawa penurun tegangan permukaan yang kuat yang
menimbulkan busa bila dikocok dalam air. Sifat
saponin menyerupai sabun
(bahasa latin sapo berarti sabun) Saponin bekerja sebagai antimikroba dengan
mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakteri
lisis (Ardananurdin, dkk., 2004). Saponin adalah glikosida, yaitu metabolit
sekunder yang banyak terdapat di alam, terdiri dari gugus gula yang berikatan
dengan aglikon atau sapogenin. Senyawa ini bersifat racun bagi binatang berdarah
dingin. Oleh karena itu dapat digunakan untuk pembasmi hama tertentu
(Prihatman, 2001).
Tanin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang
memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk
kompleks dengan protein. Kandungan tanin terkondensasi berpengaruh terhadap
aktivitas antioksidan karena tanin merupakan salah satu antioksidan alami dalam
tumbuhan (Malangngi, 2012). Tanin adalah senyawa organik yang sangat
kompleks dan banyak terdapat pada bermacam-macam tumbuhan. Tanin
merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar
Universitas Sumatera Utara
dipisahkan sehingga sukar mengkristal, tanin dapat diidentifikasikan dengan
kormatografi, senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik
dan pemberian warna (Fachry, dkk., 2012).
Fenol terdiri dari rantai dasar benzene aromatik dengan satu atau lebih
kelompok hidroksil. Tingkat toksisitas fenol beragam tergantung dari jumlah atom
atau molekul yang melekat pada rantai benzene-nya. Untuk fenol terklorinasi,
semakin banyak atom klorin yang diikat rantai benzena maka semakin toksik
rantai tersebut. Klorofenol lebih bersifat toksik pada biota air, seperti akumulasi
dan lebih persisten dibanding dengan fenol sederhana. Fenol sederhana seperti
phenol, cresol dan xylenol mudah larut dalam air dan lebih mudah didegradasi
(Dewilda, dkk., 2012). Aktivitas antimikroba senyawa fenolik adalah dengan
merusak lipid pada membran plasma mikroorganisme, sehingga menyebabkan isi
sel keluar. Dinding sel Mycobacterium penyebab tuberculosis dan lepra kaya
dengan lipid sehingga Mycobacterium sangat peka terhadap senyawa fenolik
(Pratiwi, 2008).
Uji Brine Shrimp Lethality Test
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode untuk
menguji bahan-bahan yang bersifat toksik. Uji toksisitas dengan metode BSLT ini
merupakan uji toksisitas akut dimana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan
dalam waktu singkat, yaitu rentang waktu selama 24 jam setelah pemberian dosis
uji. Suatu ekstrak dikatakan toksik berdasarkan metode BSLT jika harga LC50 <
1000 μg/ ml. BSLT digunakan untuk pengujian sitotoksik sederhana pada dosis
yang rendah dan sebagian besar senyawa antitumor. Aktivitas yang luas dari
Universitas Sumatera Utara
senyawa aktif terhadap udang, akan tetapi prosedur yang sederhana, biaya yang
rendah dan korelasinya terhadap pengujian sitotoksitas dan pengujian antitumor
membuat pengujian ini sebagai uji pendahuluan yang sesuai dan dapat dilakukan
secara rutin di laboratorium dengan fasilitas sederhana (Aras, 2013).
Uji bioaktivitas menggunakan larva udang A. salina dikenal dengan istilah
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). BSLT adalah suatu metode penelusuran
untuk menentukan toksisitas ekstrak ataupun senyawa terhadap larva udang dari
A. salina (Darmawan, 2011). Larva udang tersebut sangat peka terhadap apapun
yang berada di lingkungannya dan berkembang dengan sangat cepat menyerupai
pertumbuhan sel kanker. Keadaan membran kulitnya yang sangat tipis
memungkinkan terjadinya difusi zat dari lingkungan yang mempengaruhi
metabolisme dalam tubuhnya. Oleh karena itu, penambahan zat ekstraktif yang
diduga mengandung senyawa bioaktif yang juga berpotensi sebagai senyawa obat
diharapkan mampu mengganggu metabolisme dan menyebabkan kematian larva
udang (Meilani, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Download