kimia air: kimia reduksi-oksidasi di air alami

advertisement
KIMIA LINGKUNGAN
BAGIAN 4: HIDROSFER
1. KIMIA REDUKSI-OKSIDASI DI
AIR ALAMI
PERSAMAAN REDOKS



Reaksi redoks sangat penting dalam kimia
lingkungan air alami dan air buangan
Reduksi oksigen oleh bahan organik di danau
mengakibatkan turunnya konsentrasi oksigen
yang berakibat fatal terhadap ikan.
Laju oksidasi buangan sangat penting pada
pengoperasian instalasi pengolahan buangan.
Reduksi besi (III) menjadi besi(II) terlarut di
dalam reservoar menyebabkan masalah
penyisihan besi di dalam instalasi pengolahan
air.
PERSAMAAN REDOKS
 Oksidasi pupuk amonia menjadi ion nitrat di dalam
tanah merupakan proses yang penting agar
nitrogen ada dalam bentuk yang dapat diasimilasi
oleh tanah.
 Kebanyakan reaksi redoks yang penting dikatalisa
oleh mikroorganisma. Bakteri adalah katalis untuk
reaksi antara molekul oksigen dan bahan organik,
reduksi besi (III) menjadi besi(II) atau oksidasi
amonia menjadi nitrat.
PERSAMAAN REDOKS
Analogi terhadap reaksi asam basa. Aktivitas ion
hidrogen
digunakan untuk mengekspresikan keasaman
atau kebasaan air:
Air dengan konsentrasi ion hidrogen tinggi 
asam
Air dengan konsentrasi ion hidrogen rendah
basa
analogi terhadap
Air dengan aktivitas elektron tinggi  pereduksi
Air dengan aktivitas elektron rendah 
pengoksidasi
PERSAMAAN REDOKS
 Suatu atom, molekul atau ion melakukan:
 oksidasi
: jika kehilangan elektron
 reduksi: jika menerima elektro
 Definisi lain:
 unsur pengoksidasi: substansi yang dapat
menerima elektron
 unsur pereduksi : substansi yang dapat
memberikan elektron
REDOKS SEDERHANA
H20
Cl20 + 2e
H20 + Cl20
 2 H+
- 2e
 2 Cl 2 H+ + 2 Cl-
Contoh lain:
4 Fe0 + 3 O20
 2 Fe23+ O32Mg0 + H2 + SO42 Mg2+SO42- + H20
2 Fe2+ + Cl20
 2 Fe3+ + 2 Cl2 I- + Cl20
 I20 + 2 Cl-
REDOKS KOMPLEKS
 Memerlukan adanya senyawa ketiga,
misalnya asam atau air.
Jika unsur pengoksidasi merupakan
senyawa yang mengandung oksigen,
seperti KMnO4, K2Cr2O7 dll., salah satu
produk adalah air.
OKSIGEN TERLARUT
 Unsur pengoksidasi yang paling penting di air
alami  oksigen molekular terlarut, O2. Dalam
reaksi, setiap atom oksigen direduksi dari bentuk
oksidasi 0 menjadi bentuk -2 dalam H2O atau OH. Reaksi paruh yang terjadi dalam larutan asam:
O2 + 4 H+ + 4 e-  2 H2O
sedangkan yang terjadi dalam larutan basa adalah:
O2 + 2 H2O + 4 e-  4 OH-
OKSIGEN TERLARUT
 Konsentrasi DO di dalam air kecil  tidak stabil dari
segi ekologi. Untuk reaksi :
O2 (g)  O2 (aq)
 Kelarutan gas meningkat, jika temperatur turun  jumlah
O2 yang terlarut pada 0oC (1,7 ppm) lebih besar daripada
yang terlarut pada 35oC (7,0 ppm).
 Pencemaran termal  keadaan dimana sungai atau air
danau yang dipanaskan secara buatan  akan
mengandung oksigen lebih rendah daripada air yang
dingin
KEBUTUHAN OKSIGEN
 Senyawa yang umumnya dioksidasi oleh DO di dalam air
adalah materi organik yang memiliki sifat biologi, seperti
materi tumbuhan mati dan buangan hewan.
 Untuk penyederhanaan, biasanya materi organik
diasumsikan sepenuhnya sebagai karbohidrat
terpolimerisasi, dengan formula CH2O:
CH2O (aq) + O2(aq)  CO2(g) + H2O(aq)
karbohidrat
 DO di dalam air juga dikonsumsi oleh oksidasi ammonia
terlarut (NH3) dan ion ammonium (NH4+) menjadi ion nitrat
(NO3-).
BIOCHEMICAL OXYGEN
DEMAND (BOD)
 Biochemical Oxygen Demand (BOD)  jumlah oksigen
yang dikonsumsi untuk mengoksidasi materi organik
terlarut didalam sample secara biokimia  reaksi oksidasi
dikatalisa oleh kerja mikroorganisma yang ada di dalam air
alami.
 Tes BOD secara luas digunakan untuk menentukan
kekuatan polusi dari buangan domestik dan industri 
oksigen yang diperlukan oleh buangan tersebut jika
dibuang ke perairan alami pada kondisi aerob.
BIOCHEMICAL OXYGEN
DEMAND (BOD)
 Tes BOD merupakan prosedur bioassay 
mengikutsertakan pengukuran oksigen yang dikonsumsi
oleh organisma hidup (terutama bakteri) saat
menggunakan bahan organik yang terkandung didalam
buangan pada kondisi yang dibuat sama mendekati kondisi
alam
 Tes BOD dapat dikatakan sebagai prosedur oksidasi
basah dimana organisma hidup berperan sebagai media
oksidasi bahan organik menjadi karbon dioksida dan air.
 Jika sample diperkirakan memiliki nilai BOD tinggi 
sample harus diencerkan terlebih dahulu dengan air murni.
BIOCHEMICAL OXYGEN
DEMAND (BOD)
 Hubungan kuantitatif antara jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk konversi sejumlah tertentu bahan organik
menjadi karbon dioksida, air dan amonia:
CnHaObNc + (n + a/4 – b/2 - ¾c)O2  nCO2 + (a/2 – 3/2 c)H2O + cNH3
 Reaksi oksidasi dalam tes BOD merupakan hasil aktivitas
biologi dan laju reaksi ditentukan oleh jumlah populasi
bakteri dan temperatur.
 Nilai BOD dapat dihitung secara teoritis. Sebagai contoh,
oksidasi glukosa menjadi karbon dioksida dan air
memerlukan 192 gram oksigen per mol atau 1,065 mg
oksigen per miligram glukosa: C6H12O6 + 6O2  6CO2 + 6H2O
BIOCHEMICAL OXYGEN
DEMAND (BOD)
 Studi kinetika reaksi BOD memperlihatkan bahwa reaksi ini
mengikuti orde pertama atau laju reaksi sebanding dengan
jumlah organik teroksidasi yang tersisa pada suatu waktu
tertentu yang dilakukan oleh populasi organisma aktif.
Pada saat organisma mencapai tingkat dimana variasi
yang terjadi relatif kecil, laju reaksi dikontrol oleh jumlah
makanan yang tersedia untuk organisma dan
diekspresikan sebagai:
BIOCHEMICAL OXYGEN
DEMAND (BOD)
-dC/dt  C
atau
-dC/dt = k’ C
dengan:
C: konsentrasi bahan organik teroksidasi (polutan) pada
waktu awal reaksi
t
: lamanya reaksi berjalan
k’ : konstanta laju reaksi
Persamaan diatas menunjukkan bahwa laju reaksi
secara perlahan berkurang jika konsentrasi makanan atau
bahan organik, C, berkurang.
BIOCHEMICAL OXYGEN
DEMAND (BOD)
 Dalam hal BOD, biasanya digunakan L sebagai ganti C,
dimana L adalah kebutuhan ultimat dan ekspresinya:
-dL/dt = k’L
yang menggambarkan laju perusakan bahan organik.
Karena oksigen yang digunakan dalam stabilisasi bahan
organik ada dalam rasio langsung dengan jumlah bahan
organik teroksidasi  memungkinkan untuk
menginterpretasikan L dalam bahan organik polutan, atau
oksigen yang digunakan.
BIOCHEMICAL OXYGEN
DEMAND (BOD)
 Berdasarkan integrasi persamaan diatas:
Lt/L = e-k’t = 10-kt
dan dihasilkan k = k’/2,303. Formula ini menyatakan jumlah polutan
tersisa setelah waktu oksidasi t adalah fraksi L yang dinyatakan dalam
10-kt.
 Dalam kebanyakan kasus, lebih diutamakan nilai BOD yang biasanya
ditentukan oleh tes aktual dengan pengukuran oksigen terlarut.
Seringkali dinyatakan sebagai BOD 5 hari atau BOD pada waktu
tertentu lainnya. Hal ini dinyatakan sebagai: y = L (1 – 1o-kt)
dengan y = BOD pada waktu t, L = BOD total atau ultimat. Nilai k harus
ditentukan berdasarkan percobaan.
BIOCHEMICAL OXYGEN
DEMAND (BOD)
 Karena reaksi BOD sangat mendekati tipe reaksi orde
pertama, plot jumlah bahan organik tersisa terhadap waktu
akan menghasilkan kurva parabola. Bentuk kurva ini juga
terjadi bila dibuat plot antara oksigen yang terpakai
terhjadap waktu, karena oksigen terpakai berbanding
langsung dengan jumlah bahan organik teroksidasi pada
oksidasi biokimia.
BIOCHEMICAL OXYGEN
DEMAND (BOD)
 Perubahan dalam bahan organik selama oksidasi biologi
air-air terpolusi pada kondisi aerob
BIOCHEMICAL OXYGEN
DEMAND (BOD)
 Kurva BOD
(a) kurva normal untuk oksidasi bahan organik
(b) pengaruh nitrifikasi
CHEMICAL OXYGEN DEMAND
(COD)
 Penetapan kebutuhan oksigen yang lebih cepat dapat dilakukan
dengan mengevaluasi Chemical Oxygen Demand (COD) darri suatu
sampel air.
 Ion dikromat, Cr2O72-, dapat dilarutkan dalam bentuk salah satu
garamnya seperti Na2Cr2O7 dalam asam sulfat  unsur pengoksidasi
kuat
 Tes COD sangat luas digunakan sebagai alat pengukuran kekuatan
organik bahan domestik dan industri. Tes ini mengukur kandungan
organik sebagai jumlah total oksigen yang diperlukan untuk oksidasi
bahan organik menjadi karbon dioksida dan air.
CHEMICAL OXYGEN DEMAND
(COD)
 Selama penentuan COD, bahan organik dikonversi menjadi karbon
dioksida dan air dengan mengabaikan kemampuan asimilasi biologi.
Sebagai contoh, glukosa dan lignin dapat dioksidasi secara sempurna.
Hasilnya, nilai COD lebih besar daripada nilai BOD dan dapat jauh
lebih besar jika bahan organik yang resistan terhadap degradasi
biologi ada dalam jumlah yang berarti.
 Salah satu keterbatasan tes COD adalah ketidakmampuannya untuk
membedakan antara bahan organik yang mudah dan sukar
terdegradasi secara biologi. Sebagai tambahan, tes COD tidak
memberikan bukti laju degradasi secara biologi dari bahan-bahan yang
dapat terstabilisasi pada kondisi alamiah.
 Keuntungan utama tes COD adalah diperlukan waktu yang pendek
untuk evaluasi. Penetapan nilai COD dapat dibuat dalam 3 jam
(bandingkan terhadap tes BOD yang memerlukan waktu 5 hari).
TOC DAN DOC
 TOC (Total Organic Carbon)  digunakan
untuk mengetahui materi organic
tersuspensi dan terlarut di dalam air.
 DOC (Dissolved Organic Carbon) 
digunakan hanya untuk mengetahui materi
organic yang benar-benar terlarut.
DEKOMPOSISI SENYAWA
ORGANIK SECARA ANAEROB
 Materi organik terlarut akan terdekomposisi di dalam air dan kondisi
anaerobik (bebas oksigen) jika bakteri yang tepat ada di dalam air
tersebut.
 Bakteri bekerja pada karbon  beberapa karbon dioksidasi (menjadi
CO2) dan sisanya direduksi (menjadi CH4):
bakteri
2 CH2O
 CH4 + CO2
materi organik
metana karbondioksida
 reaksi fermentasi
 Reaksi fermentasi  unsur pengosidasi dan pereduksi kedua-duanya
adalah materi organik.
DEKOMPOSISI SENYAWA
ORGANIK SECARA ANAEROB
 Umum ditemui adanya kondisi aerob dan anaerob di berbagai bagian
pada danau yang sama pada suatu waktu tertentu, terutama pada
musim panas, jika stratifikasi stabil pada lapisan-lapisan terpisah
terjadi (Gambar 2.3)
 Gambar 2.3. Stratifikasi danau di musim panas memperlihatkan bentuk
tipikal dari unsur utama yang terkandung
DEKOMPOSISI SENYAWA
ORGANIK SECARA ANAEROB
DEKOMPOSISI SENYAWA
ORGANIK SECARA ANAEROB
 Pada musim panas  air pada bagian atas danau dihangatkan oleh
absorbsi sinar matahari yang digunakan oleh materi biologi  pada
bagian bawah yang tidak tercapai penetrasi sinar matahari akan tetap
dingin.
  bagian atas biasanya mengandung level DO yang mendekati jenuh
 adanya kontak antara bagian atas dengan udara dan kehadiran O2
yang dihasilkan dari fotosintesa oleh algae.
  kondisi di lapisan atas adalah aerob  adanya unsur-unsur dalam
bentuk teroksidasi:
karbon sebagai CO2 atau H2CO3 atau HCO3sulfur sebagai SO42nitrogen sebagai NO3besi sebagai Fe(OH)3 yang tidak larut
DEKOMPOSISI SENYAWA
ORGANIK SECARA ANAEROB
  pada bagian bawah, air kekurangan oksigen, karena tidak ada
kontak dengan udara dan karena O2 dikonsumsi untuk dekomposisi
materi biologi  kondisi anaerob  unsur dalam bentuk tereduksi:
karbon sebagai CH4
sulfur sebagai H2S
nitrogen sebagai NH3 dan NH4+
besi sebagai Fe2+ yang larut
 Pada musim dingin  lapisan bagian atas didinginkan oleh udara
dingin yang melewatinya  lama kelamaan air yang kaya oksigen
pada bagian atas memiliki densitas yang lebih tinggi daripada bagian
bawah  gravity mengakibatkan adanya pencampuran antara kedua
lapisan  lingkungan bagian bawah danau biasanya dalam kondisi
aerob.
SKALA pE:
AKTIVITAS ELEKTRON, pE
 pH = - log [H+], [H+]: aktivitas ion H+ didalam larutan
 pE = - log (ae), (ae) : aktivitas elektron dalam larutan
 Definisi termodinamika konsep pE diberikan oleh Stumm dan Morgan
berdasarkan persamaan :
2H+(aq) + 2 e-  H2(g)
contoh : pada 250C didalam air murni :
Konsentrasi ion hydrogen = 1 X 10-7 M
Aktivitas hydrogen = 1 X 10-7 → pH =7
SKALA pE:
AKTIVITAS ELEKTRON, pE
 Aktivitas elektron didefinisikan seperti persamaan diatas:
 Jika H+ (ag) dalam keadaan setimbang dengan gas H2 pada tekanan
1 atm, aktivitas elektron di dalam medium adalah 1,00 dan pE adalah
0.
 Jika aktivitas electron ditingkatkan 10 kali (pada kasus dimana H+(ag)
pada aktivitas 0,1 ada dalam kesetimbangan dengan H2 pada aktivitas
1,00), aktivitas elektron = 10, pE = -1,0
SKALA pE: POTENSIAL ELEKTRODA,
pE dan PERSAMAAN NERNST
 Kecenderungan permukaan logam untuk melakukan oksidari
merupakan hal penting dalam korosi dan kontaminasi air oleh logam
berat.
 Sebagai contoh : tembaga biasanya ditemukan pada kondisi rendah
(tidak berbahaya) di dalam tap water sebagai hasil reaksi redoks bolak
balik
Cu2+ + 2e-  Cu
menggambarkan kesetimbangan antara ion Cu (pengoksidasi) dan
bentuk tereduksi, logam tembaga.
 Jika larutan ion Cu2+ setimbang dengan logam Cu, aktivitas elektron
ditentukan oleh (kecenderungan relative) Cu2+ untuk menangkap
elektron dan logam Cu untuk melepaskannya.
SKALA pE: POTENSIAL ELEKTRODA,
pE dan PERSAMAAN NERNST
 Pengukuran fisik terhadap kecenderungan ini dapat dibuat dengan sel
yang terdiri dari elektroda hidrogen standar yang dihubungkan dengan
elektroda setengah sel Cu. Tegangan potensial yang terukur adalah
potensial elektroda, E.
 Persamaan Nernst digunakan untuk menghitung pengaruh perbedaan
aktivitas-aktivitas potensial elektroda. Jika konsentrasi ion Cu2+
meningkat di dalam setengah sel Cu → potensial elektroda Cu
menjadi lebih (+).
SKALA pE: POTENSIAL ELEKTRODA,
pE dan PERSAMAAN NERNST
 Persamaan Nernst :
Cu2+ + 2e- → Cu
E = E0 + (2,303RT/nF) log[Cu2+]
dengan :
E
R
T
n
F
[Cu2+]
: Potensial elektroda Cu vs elektroda hydrogen standar
: Konstanta gas molar
:Temperatur absolute
:Jumlah elektron di dalam reaksi
:Konstanta Faraday
:Konsentrasi ion Cu2+(untuk larutan encer)
Aktivitas logam Cu tidak ada, karena secara definisi = 1
SKALA pE: POTENSIAL ELEKTRODA,
pE dan PERSAMAAN NERNST
 Pada 25oC :
E = 0,337 + (0,0591/2) log [Cu2+]
untuk reaksi redoks :
E = E0 + (2,303RT/nF) log {[reaktan]/[produk]}
Pada 25oC :
E = E0 + (0,0591/n) log {[reaktan]/[produk]}
 Secara termodinamika :
Pada 25oC :
pE = E/(2,303RT/F) = E/0,0591
pE0 = E0/(2,303RT/F) = E0/0,0591
pE = pE0 + (1/n) log {[reaktan]/[produk]}
 Ingat : pE = - log (aktivitas electron)
≠ - log E
SKALA pE: PERSAMAAN NERNST
DAN KESETIMBANGAN KIMIA
 Selain pengukuran langsung potensial elektroda, reaksi:
Cu2+ + Pb  Cu + Pb2+
akan terjadi sampai konsentrasi ion Pb2+ menjadi sangat tinggi, dan
konsentrasi Cu2+ menjadi sangat rendah, kemudian reaksi berhenti.
 Sistem dalam keadaan setimbang, karena tidak ada aliran arus, E = 0.
Konstanta kesetimbangan untuk reaksi:
K = [Pb2+]/[Cu2+]
dan konsentrasi-konsentrasi relatif ion-ion Pb2+ dan Cu2+ harus cocok
dengan nilai K.
SKALA pE: PERSAMAAN NERNST
DAN KESETIMBANGAN KIMIA
 Jika E = 0, pE = 0
E = E0 - (0,0591/2) log {[Pb2+]/[Cu2+]}
0,00 = 0,463 – (0,0591/2) log K
pE = pE0 - (1/2) log {[Pb2+]/[Cu2+]}
0,00 = 7,84 – (1/2) log K
log K = 15,7
 Secara umum:
log K = (nFE0)/(2,303RT) = (nE0)/0,0591
PERSAMAAN NERNST DAN
KESETIMBANGAN KIMIA: BATASAN pE DI
DALAM AIR
 Air dapat dioksidasi sebagai:
2H2O  O2 + 4H+ + 4eatau dapat direduksi:
2H2O + 2e-  H2 + 2OH-
 Kedua reaksi diatas menentukan batasan pE didalam air. Pada sisi
oksidatif (nilai pE relatif lebih positif), nilai pE dibatasi oleh oksidasi air.
 Evolusi H2 membatasi nilai pE pada sisi reduktif
 Reaksi-reaksi diatas melibatkan ion hidrogen atau ion hidroksida
sehingga reaksi-reaksi tersebut tergantung pada pH.
PERSAMAAN NERNST DAN
KESETIMBANGAN KIMIA: BATASAN pE DI
DALAM AIR
 Kondisi batas yang umumnya dipilih:
 untuk batas oksidatif adalah tekanan O2= 1 atm
 untuk batas reduktif adalah tekanan H2 = 1 atm
Kondisi-kondisi batas ini menuju untuk memperoleh persamaanpersamaan yang berhubungan dengan batas-batas kestabilan air
terhadap pH.
 Untuk reaksi:
2H2O  O2 + 4H+ + 4e- dan pada po = 1 atm
¼ O2 + H + + e -  ½ H 2 O
pE0 = 20,75
pE = pE0 + log (p01/4 [H+])
pE = 20,75 – pH
PERSAMAAN NERNST DAN
KESETIMBANGAN KIMIA: BATASAN pE DI
DALAM AIR
Persamaan ini mendefinisikan batas oksidasi kestabilan air. Pada pH
tertentu, nilai pE yang menjadi lebih positif daripada yang diperoleh
pada persamaan ini, tidak dapat diperoleh pada kesetimbangan di
dalam air yang kontak dengan atmosfer.
 Hubungan pE-pH untuk batas reduksi air:
H+ + e-  ½ H2
pE = pE0 + log [H+]
pE = -pH
pE0 = 0,00
 Untuk air alami (pH = 7)  kisaran pE dalam air adalah -7,00 sampai
13,75
PERSAMAAN NERNST DAN
KESETIMBANGAN KIMIA: NILAI-NILAI pE DI
DALAM SISTEM AKUATIK ALAMI
 Pada kondisi anaerob  terbentuk CH4 dan CO2. Asumsi pCH4 = pCO2
dan pH = 7:
⅛CO2 + H+ + e-  ⅛CH4 + ¼ H2O
pE0 = +2,87
Persamaan Nernst:
pE = pE0 + log {(pCO21/8[H+])/pCH41/8}
= 2,87 + log [H+]
= - 4,13  lebih kecil dari batas reduksi
(pH =7), yaitu -7
Untuk menghitung tekanan oksigen:
-4,13 = 20,75 + log (p01/4 x 1 x 10-7)
 p0 = 3 x 10-72 atm  sangat rendah
DIAGRAM-DIAGRAM pE-pH
 Hubungan antara pE dan pH dapat dinyatakan dalam bentuk diagram
 batas-batas stabilitas dan garis-garis batas untuk berbagai unsur di
dalam air. Karena banyaknya unsur yang dapat terbentuk  diagram
akan kompleks.
 Sebagai contoh: jika kita lihat logam  akan ada beberapa tingkat
oksidasi logam, kompleks-kompleks hidroksi dan bentuk-bentuk oksida
atau hidroksida logam padat yang berbeda dalam daerah-daerah yang
berbeda didalam suatu diagram pE-pH.
 Kebanyakan air mengandung karbonat dan banyak yang mengandung
sulfat dan sulfida, sehingga berbagai logam karbonat, sulfat dan sulfida
mendominasi daerah-daerah berbeda di diagram.
DIAGRAM-DIAGRAM pE-pH
 Diagram pE-pH untuk besi dapat dibuat dengan mengasumsikan
konsentrasi maksimum besi di dalam larutan, yaitu 1,0 x 10-5M.
Kesetimbangan yang harus diperhatikan adalah:
Fe3+ + e  Fe2+
pE0= +13,2
Fe(OH)2 + 2H+  Fe2+ + 2H2O
Ks = [Fe2+]/[H+]2 = 8,0 x 1012
Fe(OH)3 + 3H+  Fe3+ + 3H2O
Ks’ = [Fe3+]/[H+]3 = 9,1 x 103
Ks dan Ks’ merupakan konstanta-konstanta yang diperoleh dari produk
kelarutan Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 dan diekspresikan dalam bentuk [H+].
Catatan: pembentukan Fe(OH)2+, Fe(OH)2+ dan FeCO3 tidak
diperhitungkan.
DIAGRAM-DIAGRAM pE-pH
 Dalam membuat diagram pE-pH, beberapa batasan harus
dipertimbangkan. Dua batasan tersebut antara lain batas pengoksidasi
dan pereduksi air. Pada akhir pE tinggi, batas stabilitas air didefinisikan
oleh:pE = 20,75 – pH
Batas pE rendah:
pE = -pH
Diagram pE-pH yang dibuat untuk sistem besi harus ada diantara
batasan-batasan diatas.
 Pada pE tinggi, daerah pH rendah, Fe3+ ada dalam setimbang dengan
Fe2+. Garis batas diantara kedua unsur diberikan oleh:
pE = 13,2 + log {[Fe3+]/[Fe2+]}
[Fe3+] = [Fe2+] (definisi kondisi batas)
pE = 13,2
(tidak tergantung pada pH)
DIAGRAM-DIAGRAM pE-pH
 Pada nilai pE melebihi 13,2; dengan peningkatan pH dari nilai yang
sangat rendah, presipitat Fe(OH)3 terbentuk dari larutan Fe3+. pH
dimana presipitasi terjadi tergantung pada konsentrasi Fe3+. Dalam
contoh ini, dipilih secara sembarang, konsentrasi besi terlarut
maksimum 1,00 x 10-5M. Dengan demikian, pada batas [Fe3+] = 1,00 x
10-5M:
[H+]3 = [Fe3+]/Ks’ = (1,00 x 10-5)/(9,1 x 103)
pH = 2,99
Dengan cara yang sama, batas antara Fe2+ dan Fe(OH)2, dengan
asumsi [Fe2+] = 1,00 x 10-5M:
[H+]2 = [Fe2+]/Ks =(1,00 x 10-5)/(8,0 x 1012)
pH = 8,95
DIAGRAM-DIAGRAM pE-pH
 Dari seluruh kisaran pE-pH, Fe2+ merupakan unsur besi terlarut yang
dominan yang setimbang dengan Fe(OH)3. Batas antara kedua unsur
ini tergantung pada pE dan pH.
Substitusi persamaan: Ks’ = [Fe3+]/[H+]3 = 9,1 x 103
ke persamaan: pE = 13,2 + log {[Fe3+]/[Fe2+]}
menghasilkan:
pE = 13,2 + log{Ks’[H+]3/[Fe2+]}
pE = 13,2 + log (9,1 x 103) – log (1 x 10-5) + 3 log [H+]
pE = 22,2 – 3 pH
DIAGRAM-DIAGRAM pE-pH
 Batas antara fasa padat Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 tergantung pada pE dan
pH, tetapi tidak tergantung pada nilai besi terlarut total. Substitusi
persamaan:
Ks = [Fe2+]/[H+]2 = 8,0 x 1012
dan
Ks’ = [Fe3+]/[H+]3 = 9,1 x 103
ke persamaan:
pE = 13,2 + log {[Fe3+]/[Fe2+]}
menghasilkan:
pE = 13,2 + log{Ks’[H+]3/Ks[H+]2}
pE = 13,2 + log (9,1 x 103/8,0 x 1012) + log[H+]
pE = 4,3 - pH
DIAGRAM-DIAGRAM pE-pH
Download