BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Definisi Sektor Informal
Menurut Hart (1973) setelah melakukan penelitian terhadap penduduk di
kota Accra dan Nima, Ghana, ia mengemukakan bahwa kesempatan memperoleh
penghasilan di perkotaan dapat dibagi ke dalam kegiatan formal dan informal. Pada
masing-masing kelompok itu dapat dibedakan menjadi berbagai kategori
berdasarkan pada kegiatan yang dilakukan individu, jumlah pendapatan dan
pengeluaran yang mengalir dalam perekonomian kota. Perbedaan dari sektor
formal dan informal dapat dilihat dari hubungan dengan perusahaan, curahan
waktu, keteraturan cara kerja serta status hukum. Sektor informal merupakan
kegiatan yang dilakukan kelompok penduduk miskin di perkotaan dalam rangka
mempertahankan hidup mereka.
Sektor informal adalah bagian dari angkatan kerja di suatu daerah yang tidak
masuk dalam pasar tenaga kerja yang telah diorganisir (Manning, 1996). Sektor
informal terdapat di setiap daerah yang tidak terbatas pada daerah tertentu yang
meliputi berbagai macam aktivitas ekonomi yang mudah dijalankan masyarakat.
Sumber daya lokal digunakan sebagai faktor utama dalam kegiatan produksi, skala
kegiatannya kecil, lebih berfokus pada tenaga kerja dalam kegiatan produksinya
dengan menggunanakan teknologi yang cenderung sederhana, ketrampilan atau
ilmu yang diperoleh dari pengalaman atau pendidikan informal, kebijakan
pemerintah tidak berdampak langsung bagi pengusaha di sektor ini, usaha
cenderung milik pribadi dan pasarnya bersifat kompetitif (Manning, 1996).
Ciri – ciri sektor informal menurut (Todaro, 1995) adalah sebagai berikut :
a) Pada umumnya kegiatannya sederhana, tidak bergantung pada kerja sama
atau relasi, sistem pembagian kerja yang ketat, dijalankan oleh perseorangan,
keluarga, beberapa orang tanpa adanya aturan atau perjanjian yang tertulis.
b) Skala usaha, modal usaha, modal tenaga kerja dan omset penjualannya relatif
kecil.
c) Usaha pada sektor informal pada umumnya tidak memiliki izin usaha.
d) Tingkat penghasilan relatif kecil.
e) Keterkaitan dengan usaha lainnya sangat kecil.
f) Kebanyakan usaha sektor informal berfungsi sebagai produsen atau penyalur
kecil yang langsung melayani konsumennya.
g) Pekerja di sektor informal umumnya tidak memiliki jaminan kesehatan,
tunjangan pensiun dll.
h) Usaha sektor informal ada berbagai macam seperti pedagang kaki lima,
pedagang keliling, penjual koran, kedai kelontong, tukang cukur, tukang
becak, warung nasi, warung kopi, dll.
Definisi sektor informal menurut Badan Pusat Statistik (BPS) adalah
kegiatan ekonomi yang umumnya dilakukan secara tradisional oleh organisasi
bertingkat rendah ataupun yang tidak memiliki struktur, tidak ada akun transaksi
(transaction accounts) dan ketika terdapat relasi kerja biasanya bersifat musiman,
pertemanan atau relasi personal, tanpa perjanjian kontrak. BPS melalui data
Sakernas, memberikan kategori status pekerja dalam tujuh kategori, yaitu (1)
berusaha sendiri, (2) berusaha sendiri dengan bantuan keluarga atau anggota
keluarga dengan tidak dibayar, (3) berusaha dengan pekerja tetap atau pekerja
diupah, (4) karyawan/staf/pekerja, (5) pekerja musiman di bidang pertanian, (6)
pekerja musiman di bidan non pertanian dan (7) pekerja tidak dibayar. Kategori
ketiga dan keempat baisanya mengacu pada tenaga kerja di sektor formal,
selebihnya adalah sektor informal.
2.1.2
Definisi Warung Makan
Warung makan merupakan suatu usaha yang meyajikan hidangan kepada
masyarakat dan menyediakan tempat untuk menikmati hidangan tersebut dengan
menetapkan tarif tertentu untuk makanan dan pelayanannya. Warung makan
memiliki spesialisasi dalam menyajikan hidangan atau jenis masakannya. Pada
umumnya warung makan meyediakan ditempat namun ada juga beberapa yang
menyediakan pelayanan take out dining dan delivery service sebagai salah satu
bentuk pelayanan untuk konsumennya (Masengi, 2014)
2.1.3
Definisi Modal
Modal usaha atau yang sering disebut investasi merupakan pengeluaran
untuk memebeli peralatan produksi, barang modal yang bertujuan untuk menambah
ataupun mengganti modal dalam kegiatan perekonomian yang akan digunakan
untuk memproduksi barang dan jasa (Sukirno, 2009 : 76)
Modal adalah semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan langsung
maupun tidak langsung dalam proses produksi untuk menambah output. Dalam
pengertian ekonomi, modal yaitu barang atau uang dengan faktor-faktor produksi
tanah dan tenaga kerja dapat digunakan untuk menghasilkan barang-barang dan
jasa-jasa baru. Modal atau biaya adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi
setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar yang dapat menentukan
tingkat produksi dan juga pendapatan (Tambunan, 2002). Sedangkan Modal Awal
adalah jumlah uang yang digunakan pada saat awal membuka usaha untuk membeli
barang dagangan yang akan dijual kembali dan dinyatakan dalam rupiah.
Modal merupakan input (faktor produksi) yang sangat penting dalam
menentukan tinggi rendahnya pendapatan. Tetapi bukan berarti merupakan faktor
satu-satunya yang dapat meningkatkan pendapatan (Suparmoko, 1990). Sehingga
dalam hal ini modal bagi pedagang juga merupakan salah satu faktor produksi yang
mempengaruhi tingkat pendapatan.
Jenis-jenis modal menurut Bambang Riyanto (1993) terdiri dari :
1) Modal asing / utang :
Modal asing adalah modal yang bersumber dari pihak luar perusahaan yang bersifat
sementara untuk membantu keuangan di dalam perusahaan, dan modal tersebut
merupakan utang yang harus dibayar kembali. Utang atau modal asing terdiri dari
tiga golongan yaitu :
a) Modal asing/utang jangka pendek (short-term debt) yaitu jangka waktunya
pendek, berkisar kurang dari 1 tahun
b) Modal asing/utang jangka menengah (intermediate-term debt) dengan
jangka waktu antara 1 sampai 10 tahun
c) Modal asing/utang jangka panjang (long-term debt) dengan jangka waktu
lebih dari 10 tahun
2) Modal sendiri :
Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang
tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu lamanya. Oleh
karena itu modal sendiri ditinjau dari sudut likuiditas merupakan dana jangka
panjang yang tidak tertentu likuiditasnya. Modal sendiri yang berasal dari sumber
intern (dari dalam perusahaan) yaitu modal yang dihasilkan sendiri di dalam
perusahaan dalam bentuk keuntungan yang dihasilkan perusahaan.
Modal pinjaman merupakan suatu sumber modal yang penting untuk
perkembangan pada sektor informal. Modal pinjaman dapat diartikan sebagai
barang atau jasa yang menjadi kewajiban pihak yang satu untuk dibayarkan kepada
pihak lain sesuai dengan perjanjian tertulis ataupun lisan, yang dinyatakan atau
diimplikasikan serta wajib dibayarkan kembali dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Ardiyos (2004) sumber dari modal pinjaman pada sektor informal tidak
terbatas hanya pada lembaga keuangan saja. Pada sektor informal modal pinjaman
biasa diperoleh dari teman, kerabat, saudara dan pihak lainnya sehingga tidak akan
dipungut bunga dari pinjaman yang dilakukan sehingga ini akan menguntungkan
bagi sektor informal yang cenderung kecil skala usahanya.
2.1.4
Konsep Tenaga Kerja
Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Dikatakan angkatan kerja adalah penduduk yang termasuk usia kerja yang
mempunyai pekerjaan, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara tidak
bekerja dan yang mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari
penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja atau sedang tidak bekerja atau tidak
mempunyai pekerjaan karena sekolah, mengurus rumah tangga serta menerima
pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya misalnya
pensiunan. Bukan angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk
bekerja. Menurut Simanjuntak (2001 : 3) Tenaga kerja adalah penduduk yang sudah
atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan melakukan kegiatan lain
seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.
1)
Angkatan Kerja
Besarnya penyediaan tenaga kerja di dalam masyarakat atau pasar tenaga
kerja tergantung dari banyaknya jumlah orang yang menawarkan jasanya
dalam produksi. Bagian dari mereka ada yang sudah aktif dalam kegiatannya
menghasilkan barang dan jasa disebut golongan yang bekerja. Sebagian lain
dari mereka tergolong yang siap bekerja dan sedang berusaha mencari
pekerjaan disebut pencari kerja atau penganggur. Jumlah orang yang bekerja
dan sedang mencari kerja disebut sebagai angkatan kerja (Simanjuntak, 2001
: 3).
2)
Bukan Angkatan Kerja
Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari 3 golongan :
a) Golongan yang mengurus rumah tangga atau yang mengurus rumah
tangga tanpa memperoleh upah.
b) Golongan yang masih bersekolah
c) Golongan lain-lain, yang termasuk dalam golongan lain-lain dibedakan
menjadi 2 macam. Pertama, penerima pendapatan yaitu mereka yang tidak
melakukan suatu kegiatan ekonomi tetapi memperoleh pendapatan seperti
tunjangan pensiun, bunga atas simpanan atau sewa milik. Kedua, mereka
yang hidupnya tergantung dari orang lain misalnya karena lanjut usia,
cacat, dalam penjara, atau sakit kronis (Simanjuntak,2001:6)
Penyerapan tenaga kerja merupakan kebutuhan akan tenaga kerja dalam suatu
kegiatan produksi. Permintaan terhadap tenaga kerja tergantung dari kenaikan
permintaan terhadap barang produksi (Payaman Simanjuntak, 1998). Ada
perbedaan antara permintaan tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang diminta
atau disebut tenaga kerja yang diserap oleh perusahaan. Permintaan tenaga kerja
adalah keseluruhan hubungan antara berbagai tingkat upah dan jumlah orang yang
diminta untuk dipekerjakan. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang diminta lebih
mengarah pada banyaknya permintaan tenaga pada tingkat upah tertentu (Sukirno,
2004).
Penduduk yang terserap dan bekerja di berbagai sektor umumnya memiliki
perbedaan. Pertama, terdapat perbedaan laju peningkatan produktivitas kerja di
masing-masing sektor. Kedua, secara berangsur-angsur terjadi perubahan sektoral,
baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun kontribusinya dalam pendapatan
nasional (Payaman, 1998). Menurut Sudarsono (1988 : 35) menyatakan bahwa
permintaan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan
oleh perusahaan, permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh perubahan tingkat upah
dan perubahan faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan hasil produksi
seperti naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksimelalui besarnya
volume produksi serta harga barang-barang modal yaitu seperti mesin atau alat yang
digunakan dalam proses produksi.
2.1.5
Definisi Lama Usaha
Lama usaha merupakan lamanya pengusaha berkarya pada usaha yang
sedang di jalani (Asmie, 2008). Lamanya suatu usaha akan menentukan
pengalaman berusaha, dimana pengalaman dapat mempengaruhi kemampuan
seseorang dalam bertingkah laku (Sukirno, 1994). Lama usaha beroprasi dapat
mempengaruhi tingkat pendapatan, lama seorang pelaku usaha menekuni bidang
usahanya akan mempengaruhi produktivitasnya dan keahliannya, sehingga dapat
menambah efisiensi dan mampu menekan biaya produksi lebih kecil daripada hasil
penjualan. Semakin lama menekuni bidang usaha makaakandapat meningkatkan
pengetahuan tentang selera ataupun perilaku konsumen (B Suwartoyo, 2000).
Sehingga lama usaha merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
pendapatan.
2.1.6
Konsep Pendapatan
Menurut Nanga (2011) pendapatan seseorang merupakan pendapatan
agregat atau pendapatan yang berasal dari berbagai sumber yang secara langsung
diterima oleh seseorang. Pendapatan merupakan hasil dari balas jasa yang diterima
dalam berbagai kegiatan produksi dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa tersebut
bisa berupa gaji atau upah, sewa, laba ataupun bunga. Pendpatan perkapita dapat
diartikan sebagai semua jenis pendapatan yang diterima oleh penduduk suatu
Negara (Sukirno, 2004).
Untuk menghitung besar kecilnya pendapatan dapat dilakukan dengan tiga
pendekatan yaitu :
1)
Pendekatan Pendapatan (Income Approach), yaitu pendapatan yang
dihitung dari keseluruhan balas jasa yang diterima dalam kegiatan produksi
dalam suatu periode.
2)
Pendekatan Produksi (Production Approach), yaitu pendapatan yang
dihitung dari nilai produksi atas barang dan jasa yang dapat dihasilkan
dalam suatu periode tertentu.
3)
Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu menghitung
pendapatan dengan pendekatan pengeluaran konsumsi masyarakat.
2.1.7
Hubungan Modal Dengan Pendapatan
Modal merupakan salah satu input atau faktor produksi yang dapat
menentukan tinggi rendahnya pendapatan tetapi bukan berarti satu-satunya faktor
yang dapat meningkatkan pendapatan (Suparmoko, 1986). Sehingga dalam hal ini
modal bagi pedagang juga merupakan salah satu faktor produksi yang
mempengaruhi tingkat pendapatan. Hal ini sesuai dengan teori Cobb-douglas yang
menyatakan bahwa modal mempengaruhi output produksi. Hal ini menunjukkan
semakin tinggi modal akan dapat meningkatkan hasil produksi, hal ini karena dalam
proses produksi membutuhkan biaya yang digunakan untuk tenaga kerja dan
pembelian bahan baku serta peralatan (Sulistiana, 2013). Menurut Riyanto (1995)
modal bersumber dari kekayaan perusahaan itu sendiri atau berasal dari pemilik
yang dimiliki perusahaan yang dapat digunakan dalam jangka waktu tertentu.
Jumlah modal yang tersedia akan menentukan ketersediaan permintaan konsumen
terhadap hasil produksi (Sukirno, 2000). Sehingga dalam menentukan pendapatan
warung makan harus didukung oleh ketersediaan modal guna memenuhi
permintaan dari konsumen. Dengan meningkatkan modal usaha maka pengusaha
warung makan akan dapat meningkatkan kapasitas produksinya, sehingga volume
produksinya akan meningkat maka nilai produksi juga akan ikut mengalami
peningkatan.
Modal kerja merupakan suatu kebutuhan yang tereus-menerus menentukan
perkembangan suatu usaha yang menjadi penghubung alat,bahan dan jasa yang
digunakan untuk proses produksi sehingga akan memperoleh penerimaan atau hasil
penjualan (Ahmad, 2004 : 72). Apabila modal dan tenaga kerja meningkat maka
produktivitas dan pendapatan juga akan meningkat (Sukirno, 1997).
2.1.8
Hubungan Tenaga Kerja Dengan Pendapatan
Tenaga kerja dapat mempengaruhi produktivitas dan pendapatan. Hal ini
sesuai dengan teori Cobb-douglas yang menyatakan bahwa modal mempengaruhi
output produksi. Hal ini menunjukkan semakin tinggi modal akan dapat
meningkatkan hasil produksi, hal ini karena dalam proses produksi membutuhkan
biaya yang digunakan untuk tenaga kerja dan pembelian bahan baku serta peralatan
(Sulistiana, 2013). Apabila banyak produk yang terjual sehingga dengan demikian
pengusahaakan meningkatkan jumlah produksinya. Meningkatnya jumlah produksi
akan mengakibatkan meningkatnya tenaga kerja yang dibutuhkan. Apabila tingkat
upah naik (asumsi harga dari barang-barang modal tetap), maka akan lebih banyak
modal yang dikeluarkan pengusaha sehingga akan dapat menurunkan pendapatan
perusahaan dengan demikian pengusaha cenderung akan menggunakan teknologi
padat modal untuk membantu proses produksinya dan mengganti tenaga kerja
dengan barang-barang modal seperti mesin dan lainnya (Sumarsono, 2003).
Teori neo klasik mengemukakan bahwa untuk dapat memaksimalkan
pendapatan maupun keuntungan, tiap-tiap pengusaha dapat menggunakan berbagai
faktor produksi (Y = f (K,L,P,S,T). Dimana Y = Output, K = modal, L = Labor,
P=SDA, S = Sosial, T = Teknologi )yang dimilikinya dengan sedemikian rupa
sehingga setiap faktor produksi yang digunakan akan menerima upah yang senilai
dengan pertumbuhan hasil marginal dari faktor produksi. Pengusaha dalam
mempekerjakan sejumlah karyawan sedemikian rupa sehingga nilai pertambahan
hasil marginal seorang tenaga kerja akan sama dengan upah yang diterima tenaga
kerja tersebut (Simanjuntak, 1998 : 127). Apabila modal dan tenaga kerja
meningkat maka produktivitas dan pendapatan juga akan meningkat (Sukirno,
1997).
2.1.9
Hubungan Modal dan Lama Usaha Dengan Pendapatan
Modal, tenaga kerja dan lama usaha berpengaruh positif terhadap
pendapatan warung makan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Setyaningsih (2014) bahwa modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pendapatan pedagang di Pasar Klithikan Notoharjo Surakarta. Lama usaha
merupakan suatu penentu dari pendapatan khususnya pada sektor informal. Lama
usaha adalah waktu yang sudah dijalani pedagang dalam menjalankan usahanya.
Lama usaha identik dengan pengalaman, semakin lama usaha maka akan semakin
baik pula kualitas usaha tersebut (Asmie, 2008).
2.1.10 Hubungan Tenaga Kerja dan Lama Usaha Dengan Pendapatan
Tenaga kerja dan lama usaha berpengaruh positif terhadap pendapatan.
Dalam penelitian Hastina (2013) bahwa modal, jumlah tenaga keja, lama usaha dan
jumlah produksi berpangaruh terhadap pendapatan pada industry maning jagung di
daerah Pandanwangi. Menurut Sumarsono (2013) apabila banyak produk yang
terjual sehingga dengan demikian pengusahaakan meningkatkan jumlah
produksinya. Meningkatnya jumlah produksi akan mengakibatkan meningkatnya
tenaga kerja yang dibutuhkan, sehingga dengan demikian pedapatan juga akan
meningkat.
2.1.11 Hubungan Lama Usaha Dengan Pendapatan
Pengaruh pengalaman berusaha terhadap tingkat pendapatan telah
dibuktikan dalam penelitian Tjiptoroso (1993) lamanya seorang pelaku bisnis
menekuni bidang usahanya akan mempengaruhi kemampuan profesionalnya.
Menurut Asmie (2008) semakin lama menekuni bidang usaha perdagangan akan
makin meningkatkan pengetahuan tentang selera ataupun perilaku konsumen.
Ketrampilan berdagang makin bertambah dan semakin banyak pula relasi bisnis
maupun pelanggan yang berhasil dijaring. Menurut Hastina (2013) bahwa semakin
lama suatu usaha berdiri maka akan semakin berpengaruh terhadap pendapatan
pengusahanya. Semakin lama usahanya berdiri maka semakin banyak orang yang
mengetahui tentang merk atau nama usahanya. Hal ini menjadi salah satu
pertimbangan konsumen dalam menentukan pilihan membeli produk pada industry
marning tertentu di daerah Pandanwangi. Menurut Ginting (2008) menemukan
bahwa lama usaha juga berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pengusaha
kecil.
2.2
Rumusan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pokok permasalahan yang
akan diuji kebenarannya. Berdasarkan pada rumusan permasalahan, tujuan
penelitian, dan kajian-kajian teori yang relevan ataupun hasil penelitian yang
sebelumnya (Sugiyono, 2008),maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1) Modal, tenaga kerja dan lama usaha berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan pada usaha warung makan di Kecamatan Abiansemal,
Kabupaten Badung.
2) Lama usaha memperkuat pengaruh modal terhadap pendapatan pada usaha
warung makan di Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung.
3) Lama usaha memperkuat pengaruh tenaga kerja terhadap pendapatan pada
usaha warung makan di Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung.
Download