BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

advertisement
BAB III
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Teori Pasar Modal Efisien
Pasar modal yang efisien didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana hargaharga saham telah sepenuhnya mencerminkan informasi yang ada.
Ross,
Westerfield, & Jaffe (2010:431) menggambarkan reaksi harga saham terhadap
informasi baru pada pasar efisien dan pasar tidak efisien seperti terlihat pada
Gambar 3.1 berikut.
Harga Saham
Reaksi berlebih
dan berbalik
Pasar efisiens
merespon
informasi baru
Respon
lambat
-30
-20
-10
0
+10
+20
+30
Hari
Hari pengungumuman publik
Gambar 3.1. Reaksi Harga Saham Terhadap Informasi Baru
Pada Pasar Efisien dan Pasar Tidak Efisien
Sumber: Ross, Westerfield, & Jaffe (2010:431)
Pada pasar yang efisien, dalam kurun waktu satu hari harga saham akan
berubah dengan cepat untuk merespon informasi baru yang diterima, selanjutnya
harga tersebut tidak mempunyai tendensi untuk berubah lagi. Sementara pada pasar
25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
yang tidak efisien, kemungkinan yang pertama adalah akan terjadi reaksi yang
lambat, paling tidak butuh waktu 30 hari untuk sepenuhnya menyerap informasi
baru tersebut. Kemungkinan yang kedua pada pasar yang tidak efisien adalah
adanya reaksi berlebih lalu diikuti dengan koreksi berbalik yang lambat untuk
menuju ke harga yang sebenarnya.
Selanjutnya Ross, Westerfield, & Jaffe (2010:432) mengutip Andrei shleifer
(2000) yang menyatakan bahw ada tiga kondisi yang menyebabkan pasar efisien
yaitu rasionalitas, deviasi rasionalitas yang independen, dan arbitrase.
1) Rasionalitas
Ketika informasi baru di publikasikan di pasar modal, semua investor akan
menyesuaikan estimasi mereka terhadap harga saham secara rasional. Bila hasil
perhitungan investor mengisaratkan adanya peluang tambahan imbal hasil
sejumlah tetentu berkaitan dengan informasi baru tersebut, maka para investor
akan hanya bersedia menjual sahamnya dengan harga baru setelah ditambah
dengan peluang tambahan imbal hasil. Dilain pihak, investor yang lain akan
bersedia membayar harga baru tersebut karena telah memperhitungkan imbal
hasil yang kan diterima. Dengan demikian, pada kondisi ini harga saham telah
berubah menjadi harga yang baru, dan para investor yang rasional akan melihat
bahwa tidak ada alasan untuk menunda transaksi perdagangan pada harga baru
tersebut.
2) Deviasi Rasionalitas yang Independen
Bila informasi baru yang diterima para investor tidak sepenuhnya dapat
menjelaskan peluang tambahan imbal hasil secara pasti, maka akan timbul
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
perbedaan sikap diantara mereka. Sebagian investor mungkin merasa optimis
yang berlebihan terhadap imbal hasil yang akan diperoleh dikemudian hari,
sehingga mereka bersedia membayar dengan harga yang sangat tinggi terhadap
share yang baru, dan jika mereka ingin menjualnya kembali, tentu saja dengan
harga yang tinggi pula. Jika investor tipe ini mendominasi pasar, maka harga
saham akan meningkat melebihi prediksi pasar efisien. Dilain pihak, sebagian
investor akan menanggapinya dengan cara yang pesimis lantaran ditahap awal
mereka ragu-ragu terhadap keunggulan bisnis dari produk yang diinformasikan.
Jika investor tipe ini mendominasi pasar, maka harga saham akan sedikit
mengalami peningkatan, dibawah prediksi pasar efisien. Pada pasar efisien,
terdapat kedua tipe investor optimis berlebih dan pesimis berlebih yang
berimbang, sehingga ofset dari keduanya akan menghasilkan kenaikan harga
saham yang konsisten dengan prediksi pasar efisien.
3) Arbitrase
Arbitarase dalam konteks ini adalah suatu kondisi pasar dimana terjadi
perbedaan harga saham aktual di pasar dengan harga saham hasil perhitungan
terhadap informasi baru yang diterima, dengan kata lain telah terjadi kondisi
overpriced atau underpriced. Pada saat harga saham mengalami overpriced,
maka investor yang profesional, secara rasional akan menjual sahamnya untuk
meraup keuntungan. Pada saat harga saham mengalami underpriced, maka
investor yang profesional, secara rasional akan membeli saham tersebut untuk
melakukan penyusunan ulang terhadap komposisi portofolio mereka. Bila pasar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
modal didominasi oleh para investor profesional yang rasional menyikapi
arbitase ini, maka pasar akan tetap effisien.
Adalah Fama (1970) yang pertama kali memperkenalkan “Hipotesis Pasar
Efisien.” Dalam teori ini, pasar dikatakan efisien jika tidak ada satupun investor
yang memperoleh abnormal return setelah disesuaikan dengan risiko, karena
kenaikan harga sudah dapat dipridikisi oleh para investor berdasarkan informasi
yang terpublikasi.
Pasar efisien dapat dikategorikan menjadi tiga bentuk berdasarkan jenis
informasi yang direspon pasar, yaitu:
1) Efisinsi Bentuk Lemah (Weak Form)
Harga saham saat ini dan yang akan datang dapat dipridiksi hanya dengan
melihat data historis harga saham yang bersangkutan saja, tanpa harus melihat
informasi yang lain seperti laporan keuangan perusahaan, kebijakan terhadap
pertumbuhan perusahaan dan isu lain yang menyangkut perusahaan.
2) Efisiensi Bentuk Semi-kuat (Semi Strong Form)
Harga saham telah mencerminkan semua informasi publik, baik informasi
tentang data historis harga saham yang bersangkutan, maupun informasi tentang
laporan keuangan perusahaan, serta laporan perusahaan lainnya yang wajib
dipublikasikan.
3) Efisiensi Bentuk Kuat (Strong Form)
Harga saham mencerminkan informasi yang wajib dipublikasi, juga
mencerminkan informasi internal perusahaan (private information) yang bocor.
Walaupun sangat susah untuk memahaminya, bentuk market yang sangat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
efisien ini digambarkan bahwa seorang yang memiliki informasi rahasia yang
sangat berharga tentang suatu perusahaan pun tidak dapat mengambil
keuntungan yang besar dari informasi yang dimilikinya tersebut.
Pada kenyataan di dunia pasar modal, terdapat beberapa anomali pasar,
yaitu suatu peristiwa yang dapat dieksploitasi untuk menghasilkan abnormal return.
Anomali pasar dapat terjadi di semua bentuk pasar efisien, baik pada pasar efisien
lemah, semi kuat, maupun kuat. Dengan demikian, keberadaan anomali pasar ini
setidaknya memberikan bukti yang kurang mendukung teori pasar efisien.
Dalam teoari keuangan, paling tidak ada empat jenis anomali pasar, anomili
peristiwa, anomali musiman, anomali perusahaan, dan anomali akuntansi (Gumanti,
2011:342). Berikut adalah uraian masing-masing anomali tersebut.
1) Anomali Peristiwa (Even Anomalies)
Harga sekuritas akan naik apabila terjadi suatu bentuk peristiwa tertentu seperti
adanya rekomendasi analis, insider trading, pencatatan saham emiten,
perubahan rating sekuritas, dan lain sebagainya.
2) Anomali Musiman (Seasonal Anomalies)
Cendrung terjadi kenaikan harga sekuritas pada suatu periode tertentu atau
musim tertentu, seperti January effect, week-end effect, dan lain sebagainya.
3) Anomali Perusahaan (Firm Anomalies)
Terjadi karena faktor yang melekat pada perusahaan tersebut, diantaranya
adalah ukuran perusahaan, dimana perusahaan kecil cendrung lebih
memberikan imbal hasil yang besar dibandingkan dengan perusahaan besar, dan
lain sebagainya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
4) Anomali Akutansi (Accounting Anomalies)
Investor dapat memperkirakan dapat abnormal return berdasarkan rasio-rasio
akutansi atau suatu pelaporan akutansi, diantaranya yaitu Price Earning Ratio
dimana rasio P/E rendah memiliki retun yang tinggi, dan lain sebagainya.
3.2. Teori Portofolio Modern
Dalam dunia keuangan, istilah “Portofolio” dipakai untuk menyebutkan
kumpulan aset investasi yang dimiliki oleh investor. Pembentukan portofolio
merupakan salah satu strategi manajemen keuangan untuk mengurangi risiko dalam
berinvestasi dengan cara melakukan diversifikasi aset. Setelah dibentuk, sebuah
potofolio dapat diperbaharui atau diseimbangkan kembali dengan menjual aset
(sekuritas) yang ada dan menggunakan dana hasil penjualan tersebut untuk
membeli sekuritas yang baru (Bodie, Kane & Marcus, 2014:8).
Dasar Teori Portofolio Modern pertama kali diperkenalkan oleh Markowitz
pada tahun 1952 yang mengemukakan satu set kombinasi mean-varian (MV),
dimana Means, variance, dan covariance diestimasi dengan menggunkan gabungan
analisa statistika dan keputusan analis skuritas untuk membedakan antara portofolio
yang efisien dan tidak efisien (Markowitz, 1999). Aspek yang paling penting dari
model Markowitz adalah diskripsi tentang pengaruh diversifikasi atas sejumlah
sekuritas dalam sebuah portofolio dan hubungan covariance diantara sekuritas
tersebut (Megginson 1996).
Pada tahun 1958, Tobin mengembangkan konsep “Efficient Frontier” dan
“Capital Market Line” yang didasari oleh teori Markowitz. Model Tobin
memberikan kesan bahwa para investor tidak peduli dengan batas toleransi risiko
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
mereka, akan mempertahankan portofolio saham dalam porsi yang sama, selama
mereka mempertahankan harapan ke depan yang serupa (Megginson 1996).
Dengan demikian, sebagai konsekuensi dari Model Tobin adalah investasi
portofolio para investor akan berbeda hanya pada porsi relative antara saham dan
obligasi mereka saja (Myles 2013).
Dua belas tahun kemudian, Secara terpisah, Sharpe (1964), Lintner (1965),
dan Mossin (1966) menyempurnakan hasil kerja yang telah dihasilkan Markowitz
dan Tobin sebelumnya ke dalam “Capital Asset pricing Model (CAPM).” CAPM
menyajikan langkah evolusi yang penting dalam teori equilibrium pasar modal serta
membuka jalan yang lebih baik bagi para investor untuk menilai sekuritas sebagai
fungsi dari risiko sistemik. Sharpe (1964) secara signifikan menyempurnakan
konsep “Efficient Frontier” dan “Capital Market Line” ke dalam derivatif CAPM.
Lintner (1965) memperoleh CAPM dari persefektif penerbitan saham perusahaan.
Mossin (1966) secara terpisah memperoleh CAPM dari pengspesifikasian fugsifungsi kuadratik utilitas (Megginson, 1996).
3.2.1. Imbal Hasil Portofolio
Imbal hasil portofolio adalah rata-rata tertimbang dari imbal hasil realisasi
masing-masing aset (sekuritas) tunggal di dalam portofolio tersebut. Demikian juga
halnya dengan “ekspektasi” imbal hasil portofolio, merupakan rata-rata tertimbang
dari imbal hasil “ekspektasi” masing-masing aset (sekuritas) tunggal di dalam
portofolio tersebut (Jogiyanto, 2014:312). Secara matematis keduanya dapat ditulis
sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
Rp =
(3.1)
E(Rp) =
(3.2)
dan
Dimana:
Rp
= imbal hasil realisasi portofolio
E(Rp) = ekspektasi imbal hasil portofolio
Ri
= imbal hasil realisasi sekuritas ke-i
E(Ri ) = ekspektasi imbal hasil sekuritas ke-i
wi
= proporsi dari sekuritas ke-i terhadap seluruh sekuritas di portofolio
n
= jumlah sekuritas tunggal dalam portofolio
Hal yang perlu dicermati dari persamaan (3.2) di atas bahwa ketepatan
meramalkan (ekspektasi) imbal hasil portofolio, sangat tergantung dari ketepatan
pemilihan sekuritas tunggal ke-i kedalam portofolio, ketepatan memproporsikan
sekuritas tunggal ke-i tersebut (wi), serta tergantung dari ketepatan meramalkan
(ekspektasi) imbal hasil dari masing-masing sekuritas tunggal i (Ri).
3.2.2. Risiko Portofolio
Risiko keuangan pada suatu investasi dapat didefinisikan sebagai
penyimpangan (deviation) ekspektasi historis imbal hasil selama periode waktu
tertentu (McClure, 2010). Dengan kata lain, pengukuran risiko keuangan dapat
dilakukan dengan menghitung standar deviasi () atau varian () dari data historis
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
imbal hasil yang tersedia, yaitu seberapa besar nilai tiap-tiap item menyimpang dari
rata-ratanya untuk periode waktu yang telah ditentukan.
Terdapat dua type sumber risiko pada investasi surat berharga (skuritas),
yaitu risiko sistemik dan non-sistemik. Risiko sistemik adalah segala risiko yang
mempengaruhi sejumlah besar asset yang muncul akibat ketidakpastian kondisi
ekonomi secara umum, seperti tingkat GNP, suku bunga, dan tingkat inflasi.
Sedangkan yang dimaksud dengan risiko non-sistemik adalah risiko yang secara
khusus mempengaruhi aset tunggal atau sekelompok kecil aset yang muncul akibat
kebijakan perusahaan, atau akibat kebijakan dari sektor industri tertentu.
Risiko sistemik atau disebut risiko pasar tidak dapat diatasi dengan
diversifikasi (nondiversifeable risk), sedangkan risiko non-sistemik atau disebut
risiko unik sekuritas dapat berkurang dengan melakukan diversifikasi (diversifeable
risk) (Bodie, Kane & Markus, 2014:265; Jogiyanto, 2014:336; Ross, Westerfield,
& Jaffe, 2010:347).
Risiko total portofolio merupakan gabungan dari kedua risiko sistemik dan
nonsistemik seperti terlihat pada Gambar 3.2 berikut. Semakin besar jumlah
sekuritas (diversifikasi) maka risiko total portofolio akan semakin berkurang, akan
tetapi pengurangan risiko hanya terjadi pada bagian risiko non-sistemik atau risiko
unik sekuritas saja. Artinya, walaupun kita dapat melakukan diversifikasi secara
sempurna, dimana risiko unik sekuritas mendekati nilai nol, namun risiko total
portofolio masih menyisakan bagian lain berupa risiko sistemik atau risiko pasar.
Dengan demikian, risiko pasar merupakan bagian dari risiko portofolio yang tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
dapat diatasi dengan hanya melakukan diversifikasi atau memperbanyak sekuritas
tunggal dalam portofolio.
Risiko Portofolio
Risiko Total
Risiko non-sistemik
atau risiko unik sekuritas
atau risiko dapat di diversifikasi
Risiko sistemik
atau risiko pasar
atau risiko tidak dapat didiversifikasi
Jumlah Sekuritas
Gambar 3.2. Risiko Total Portofolio
Sumber: Jogiyanto (2014:337)
3.2.2.1. Risiko Non-sistemik dan Diversifikasi
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa diversifikasi dapat
mengurangi risiko portofolio pada bagian risiko unik sekuritas (risiko nonsistemik). Megurangi risiko dimaksud disini adalah minimumkan risiko tanpa harus
mengurangi imbal hasil yang diterima. Ada beberapa cara untuk melakukan
diversifikasi, diantaranya adalah memperbanyak jumlah (macam) aset tunggal
dalam sebuah portofolio, membentuk portofolio secara random, atau melakukan
diversifikasi berdasarkan metode mean-variance Markowitz (Jogiyanto, 2014:337342).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Lebih jauh Jogiyanto menjelaskan bahwa memperbanyak aset tunggal
dalam portofolio, secara statistik akan mengikuti Hukum Jumlah Besar (Law of
Large Number), dimana semakin besar jumlah sample maka semakin dekat nilai
rata-rata sample dengan nilai ekspektasi dari populasi. Akan tetapi, asumsi yang
digunakan disini adalah tingkat hasil (return rate) dari masing-masing sekuritas
secara statistik independen atau tidak saling mempengaruhi satu dengan yang lain.
Cara ini tidak dianggap praktis untuk dilaksanakan, karena disamping harus
mengalokasikan dana investasi pada banyak sekuritas, pada kenyataannya imbal
hasil masing-masing sekuritas umumnya berkorelasi satu dengan yang lainnya atau
tidak independen.
Deversifikasi secara random merupakan pembentukan portofolio dengan
memilih sekuritas-sekuritas secara acak tanpa memperhatikan karakteristik dari
investasi yang relevan seperti imbal hasil dari sekuritas itu sendiri. Efek dari
pemilihan sekuritas secara acak terhadap risiko portofolio diteliti oleh Fama (1976)
yang menggunakan data imbal hasil bulanan dari 50 sekuritas dari bulan Juli 1963
sampai bulan Juni 1968, lalu deviasi masing-masing sekuritas dan deviasi
portofolio yang dihasilkan dihitung untuk melihat pengaruh deversifikasi. Hasilnya
menunjukkan bahwa keuntungan diversifikasi dapat dicapai hanya dengan sekuritas
yang tidak terlalu banyak, yaitu hanya kurang dari 15 sekuritas sudah dapat
mencapai diversifikasi optimal.
Markowitz (1952) secara formal menunjukkan bahwa risiko investasi dapat
dikurangi dengan menggabungkan beberapa sekuritas tunggal ke dalam bentuk
portofolio dengan syarat imbal hasil masing-masing sekuritas tidak berkorelasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
secara positif dan sempurna. Markowitz menggunakan varian untuk menilai tingkat
risiko dari portofolio, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut.
p2= ∑
∑
ij
(3.3)
dan
ij=  ijij
(3.4)
maka persamaan (3.3) dapat ditulis sebagai sebagai berikut:
p2= ∑
∑
ijij
(3.5)
Dimana:
p2
= varian portofolio
ij
= kovarian antara sekuritas ke-i dan ke-j
 ij
= korelasi antara sekuritas ke-i dan ke-j
i , j = standar deviasi sekuritas ke-i dan sekuritas ke-j
wi ,wj = proporsi dari sekuritas ke-i dan sekuritas ke-j terhadap seluruh sekuritas
pada portofolio
n
= jumlah sekuritas tunggal dalam portofolio
Gambar 3.3 berikut memperlihatkan pengaruh korelasi () terhadap risiko
yang diukur dalam standar deviasi dan imbal hasil yang didapatkan. Semakin kecil
nilai korelasi maka semakin rendah nilai standar devisasi (risiko) untuk
mendapatkan tingkat imbal hasil yang sama.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
Gambar 3.3. Ekspektasi Imbal Hasil Portofolio
Sebagai Fungsi Standar Deviasi
Sumber: Bodie, Kane & Markus (2014:214)
Pada titik ekstrim berupa korelasi negatif sempurna (= -1), risiko
portofolio yang terbentuk dapat bernilai nol. Prinsip ini dikenal dengan istilah
diversifikasi, dimana potensi manfaat diversifikasi akan muncul (risiko berkurang)
pada portofolio ketika korelasi antara masing-masing aset tunggal (sekuritas)
kurang dari positif sempurna.
3.2.2.2. Risiko Sistemik dan Beta
Faktor makro-ekonomi secara umum, seperti tingkat GNP, suku bunga, dan
tingkat inflasi akan berdampak pada hampir semua sekuritas untuk beberapa derajat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
nilai. Faktor ini disebut faktor risiko sistemik (Bodie, Kane & Markus, 2014:259;
Jogiyanto, 2014:336; Ross, Westerfield, & Jaffe, 2010:348). Bila pasar modal yang
terdiri dari berbagai macam sekuritas yang tercatat diasumsikan sebagai sebuah
portofolio pasar (market portfolio) dan proksi portofolio pasar dapat diidentifikasi
dengan nilai Indeks Pasar, maka perubahan nilai Indeks Pasar (market return) dapat
dijadikan sebagai acuan untuk menangkap faktor risiko sistemik yang sedang
terjadi. Selanjutnya, pengaruh faktor risiko sitemik pada masing-masing sekuritas
juga dapat diukur dengan melihat seberapa besar respon (return) masing-masing
sekuritas terhadap perubahan nilai indek pasar (market return) dan dilambangkan
dengan sebuah koefisien (beta)
Beta suatu sekuritas dapat dihitung dengan teknik estimasi yang
menggunakan data historis, kemudian beta yang dihasilkan dapat dijadikan acuan
untuk mengestimasi beta dimasa yang akan datang (Jogiyanto, 2014:445). Beberapa
metode perhitungan beta yang digunakan diantaranya adalah dengan teknik regresi,
atau bisa juga dilakukan dengan menghitung perbandingan antara kovarian imbal
hasil sekuritas dan imbal hasil pasar terhadap risiko pasar.
Bila menggunakan teknik regresi, maka imbal hasil sekuritas akan
digunakan sebagai variabel tidak bebas (dependen) dan imbal hasil pasar sebagai
variabel bebas (independen). Persamaan regresi dapat didasarkan pada model
indeks tunggal sebagai berikut:
Ri=  i + iRM + ei
Dimana:
Ri
= imbal hasil sekuritas ke-i
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(3.6)
39
i
= intersept
RM
= imbal hasil dari indeks harga pasar
i
= koefisien beta sekuritas ke-i yang diperoleh dari hasil regresi
ei
= nilai kesalahan residu (error)
Cara lain menghitung beta adalah dengan membandingkan antara kovarian
imbal hasil sekuritas dan imbal hasil pasar terhadap varian imbal hasil pasar seperti
terlihat pada persamaan matematis berikut:
 i = iM / M2
i
= koefisien beta sekuritas ke-i
iM
= kovarian antara imbal hasil sekuritas ke-i dan imbal hasil pasar
M2
= varian imbal hasil pasar
(3.7)
3.2.3. Pemilihan Portofolio
Terdapat banyak kemungkinan portopolio yang dapat dibentuk dari
kombinasi sekuritas berisiko yang tersedia dipasar, hal ini akan bertambah lagi bila
kombinasi portopolio memasukkan sekuritas bebas risiko. Jika investor adalah
rasional, maka mereka akan memilih portopolio yang optimal. Semua portofolio
yang optimal adalah portofolio yang efisien, sehingga langkah awal memilih
portofolio optimal adalah terlebih dahulu harus menentukan kumpulan (set) dari
portofolio yang efisien yang disebut dengan efficient set atau efficient frontier
(Jogiyanto, 2014:343).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
3.2.3.1. Portofolio Efisien
Portofolio efisien dapat didefinisikan sebagai portofolio yang memberikan
ekspektasi imbal hasil terbesar dengan tingkat risiko tertentu atau memberikan
risiko terkecil dengan ekspektasi imbal hasil tertentu (Jogiyanto, 2014:367).
Karena banyak kemungkinan portopolio yang dapat dibentuk dari
kombinasi sekuritas berisiko yang tersedia di pasar yang menghasilkan beragam
ekspektasi imbal hasil dan tingkat risiko yang disebut opportunity set atau
attainable set, maka secara rasional para investor akan memilih portofolio dengan
imbal hasil terbesar pada tingkat risiko yang sama atau memilih portofolio dengan
risiko terkecil pada tingkat ekspektasi imbal hasil yang sama dari opportunity set
yang tersedia tersebut. Kumpulan (set) portofolio-portofolio yang memberikan
ekspektasi imbal hasil terbesar dengan tingkat risiko tertentu atau memberikan
risiko terkecil dengan ekspektasi imbal hasil tertentu disebut dengan efficient set
atau efficient frontier.
Gambar 3.4 berikut menunjukkan posisi efficient set dari opportunity set
yang dapat dibentuk dari kombinasi sekuritas tunggal yang tersedia di pasar.
Dengan asumsi bahwa investor adalah orang yang rasioanal, maka investor akan
memilih portofolio D dibandingkan dengan portofolio E dan F, karena portofolio D
memberikan ekspektasi imbal hasil yang lebih besar dengan risiko yang sama
dibanding dengan portofolio E atau F. Demikian pula halnya dengan protofolio C,
akan lebih baik dibandingkan dengan portofolio E dan portofolio G, karena
memberikan risiko portofolio yang lebih kecil dengan ekspektasi imbal hasil yang
sama. Dengan demikian portofolio D dan C adalah bagian dari portofolio-portofolio
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
yang efisien. Dengan cara perbandingan yang sama, dapat dijelaskan bahwa
portofolio-portofolio yang terletak di sepanjang garis A sampai B adalah portofolioportofolio yang efisien (efficient set).
E (Rp)
Portofolio efisien
(Effisient set)
A
D
C
B
E
G
F
Opportunity set
atau attainablet set
p
Gambar 3.4. Portofolio-portofolio Efisien
Sumber: Jogiyanto (2014:366)
3.2.3.2. Portofolio Optimal
Portofolio optimal merupakan portofolio dengan kombinasi ekspektasi
imbal hasil dan risiko terbaik. Portofolio optimal merupakan bagian dari portofolio
efisien.
Investor yang lebih menyukai risiko akan memilih portofolio dengan imbal
hasil yang tinggi dengan membayar risiko yang juga lebih tinggi dibandingkan
dengan investor yang kurang menyukai risiko. Dengan demikian tiap-tiap investor
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
akan mempunyai pilihan portofolio optimal yang berbeda tergantung dari tingkat
keengganan (averse) investor untuk mengambil risiko.
Ada beberapa cara untuk menentukan portofolio optimal, diantaranya
adalah dengan menggunkan model Markowitz, Sekuritas bebas risiko, dan dengan
model indeks tunggal.
Model portofolio optimal Markowitz berasumsi bahwa portofolio optimal
yang akan dipilih oleh investor berada pada kurva efficient set. Bila dikaitkan
dengan preferensi investor terhadap risiko, maka setiap investor mempunyai fungsi
utlitinya masing-masing yang mencerminkan tanggapan investor terhadap risiko.
Portofolio optimal berdasarkan preferensi investor terletak pada titik persinggungan
antara fungsi utiliti investor dengan efficient set. Bila investor diasumsikan sebagai
risk-averse individu, maka portofolio optimal merupakan portofolio dengan risiko
terkecil dari efficient set atau disebut minimal variance portfolio (MVP).
Gambar 3.5 berikut mengilustrasikan titik-titik portofolio optimal
berdasarkan preferensi masing-masing investor terhadap risiko. Portopolio optimal
bagi investor ke-1 berada pada titik C1 yang memberikan kepuasan kepada investor
ini sebesar U2. Jika investor ini rasional, D1 bukanlah pilihan yang tepat karena D1
bukanlah portopolio yang efisien, sehingga memberikan kepusan sebesar U1 yang
lebih rendah dibandingkan dengan U2. Portofolio E1 akan memberikan kepuasan
U3 yang lebih besar dari portofolio C1 dengan tingkat kepuasan U2, akan tetapi
portofolio E1 tidak tersedia di pasar (tidak berada pada daerah attainable set).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
E (Rp)
U3 U2 U1
A
C2
E1
C1
D1
Portofolio efisien
(Effisient set)
B
p
Gambar 3.5. Portofolio Optimal Berdasarkan Preferensi
Setiap Investor
Sumber: Jogiyanto (2014:369)
Dengan argumentasi yang sama, investor ke-2 akan memilih portofolio C2
sebagai portofolio optimal, karena portofolio efisien menyentuh fungsi utiliti
investor ke-2 pada titik C2. Sedangkan investor ke-3 yang diasumsikan sebagai
risk-averse individu, maka portofolio optimal adalah pada titik B, karena
merupakan portofolio dengan risiko terkecil dari efficient set atau disebut minimal
variance portfolio (MVP).
Dari ketiga investor di atas, investor ke-1 mempunyai preferensi risiko lebih
kecil dibandingkan dengan investor ke-2, sehingga ekspektasi imbal hasil yang
diperoleh investor ke-1 sebesar E(RC1) juga lebih kecil dibandingkan dengan
ekspektasi imbal hasil yang diperoleh investor ke-2 sebesar E(RC2). Namun bila
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
dindingkan dengan investor ke-3 yang lebih enggan menerima risiko (risk-averse),
maka investor ke-1 akan memperoleh ekspektasi imbal hasil lebih baik (E(RC1)>
E(RB)). Ketiga portofolio yang dipilih oleh ketiga investor merupakan portofolio
optimal berdasarkan preferensi masing-masing investor.
Cara lain menentukan portofolio yang benar-benar optimal secara umum
(tidak tergantung dari preferensi investor tertentu) dapat diperoleh dengan
menggunakan sekuritas bebas risiko. Suatu sekuritas bebas risiko dapat
didefinisikan sebagai sekuritas yang mempunyai ekspekstasi imbal hasil tertentu
dengan risiko yang sama dengan nol (Jogiyanto, 2014:378).
Portofolio optimal ini merupakan hasil persinggungan garis lurus dari titik
RBR (imbal hasil bebas risiko) dengan kurva efficient set, yaitu pada titik M dan
mempunyai sudut (slope)  terbesar seperti terlihat pada gambar 3.6 berikut ini.
E (Rp)
M
E(Rp)
Portofolio efisien
(Effisient set)
RBR

p
p
Gambar 3.6. Portofolio Optimal Dengan Sekuritas Bebas Risiko
Sumber: Jogiyanto (2014:378)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
Dengan demikian, portofolio optimal dapat dijabarkan dengan mencari
komposisi
portofolio
yang
memaksimumkan
sudut
garis
lurus
yang
menghubungkan titik tingkat imbal hasil bebas risiko disumbu tegak dengan
portofolio itu sendiri.
Sudut (slope) ini nilainya adalah sebesar selisih ekspektasi imbal hasil
portofolio dengan imbal hasil sekuritas bebas risiko dibagi dengan standar deviasi
(risiko) portofolio. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
 = [ E(Rp) - RBR ]/p

(3.8)
= slope dari portofolio optimal
E(Rp) = imbal hasil ekspektasi portofolio optimal.
RBR
= imbal hasil sekuritas bebas risiko
p
= standar deviasi portofolio optimal
3.3. Model Indeks Tunggal
Sharpe (1963) mengembangkan model yang dapat digunakan untuk
menentukan portofolio optimal yang disebut dengan model indeks tunggal (single
index model). Dengan menggunkan model ini, dapat menyederhanakan parameterparameter input yang dibutuhkan dalam perhitungan model Markowitz (Bodie,
Kane & Markus, 2014; Jogiyanto, 2014).
3.3.1. Komponen Imbal Hasil Model Indeks Tunggal
Model Indeks tunggal didasarkan pada pengamatan bahwa harga dari suatu
sekuritas berfluktuasi seiring dengan perubahan nilai indeks harga pasar.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
Kebanyakan saham cendrung mengalami kenaikan harga jika indeks harga saham
naik dan sebaliknya. Hal ini menyarankan bahwa imbal hasil dari suatu sekuritas
mungkin berkorelasi karena adanya reaksi umum (common response) terhadap
perubahan nilai pasar (Jogiyanto, 2014:407).
Secara matematis persamaan model indeks tunggal dapat dirumuskan
sebagaimana telah disampaikan pada persamaan (3.6) saat mencari beta dengan
cara melakukan teknik regresi pada sub bab 3.2.2.2 di atas. Berikut dituliskan
kembali persamaan model indeks tunggal sebagai:
Ri=  i + iRM + ei
(3.9)
dan
E(Ri)=  i + iE(RM)
(3.10)
Dimana:
Ri
= imbal hasil sekuritas ke-i
E(Ri) = ekspektasi imbal hasil sekuritas ke-i
RM
= tingkat imbal hasil dari indeks harga pasar
E(RM) = ekspectasi tingkat imbal hasil dari indeks harga pasar
i
= nilai dari imbal hasil sekuritas yang independen terhadap imbal hasil
pasar.
i
= koefisien beta sekuritas ke-i yang mengukur perubahan Ri akibat
perubahan RM.
ei
= kesalahan residu yang merupakan variabel acak dengan nilai ekspektasi
sama dengan nol atau E(ei) = 0.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
Dengan demikian, persamaan (3.9) di atas mengisyaratkan bahwa model
indeks tunggal membagi imbal hasil dari suatu sekuritas ke dalam dua komponen,
yaitu sebagai berikut:
1) Komponen imbal hasil yang unik diwakili oleh i yang independen terhadap
imbal hasil pasar. Artinya, bagian imbal hasil ini hanya berhubungan dengan
peristiwa mikro (micro event) yang mempengaruhi perusahaan tertentu saja.
2) Komponen imbal hasil yang yang berhubungan dengan imbal hasil pasar yang
diwakili oleh iRM .
3.3.2. Asumsi-asumsi Model Indeks Tunggal
Model indeks tunggal menggunakan asumsi yang menjadi karakteristik
model ini. Asumsi utama dari model indeks tunggal adalah sebgai berikut:
1) Kesalahan residu dari suatu sekuritas ke-i (ei) tidak berkorelasi dengan
kesalahan residu dari sekuritas ke-j (ej). Secara matematis dapat dinyatakan
sebagai:
Cov (ei,ej) = 0
(3.11)
E (ei . ej) = 0
(3.12)
dan
2) Imbal hasil indeks pasar dan kesalahan residu dari suatu sekuritas ke-i (ei)
merupakan variabel-variabel acak. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa (ei)
tidak berkorelasi dengan imbal hasil indeks pasar RM. Secara matematis dapat
dinyatakan sebagai:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
Cov (ei,RM) = 0
(3.13)
E (ei . [RM - E(RM)]) = 0
(3.14)
dan
3.3.3. Varian dan Kovarian Imbal Hasil Model Indeks Tunggal
Varian dan covarian sekuritas model indeks tunggal diturunkan dari
persamaan (3.9), (3.10) serta asumsi-asumsi pada persamaan (3.12) dan (3.14).
Hasilnya didapat persamaan varian dan covarian sebagai berikut:
i2= i2M2 + ei 2
(3.15)
ij2= i2j2M2
(3.16)
dan
Risiko (varian imbal hasil) sekuritas model indeks tunggal terdiri dari dua
bagian yaitu risiko yang berhubungan dengan risiko pasar (i2.M2) dan risiko unik
masing-masing perusahaan (ei2). Sedangkan kovarian antar sekuritas tidak
terpengaruh dengan efek unik masing-masing perusahaan, karena ei dan ej
diasumsikan bernilai nol.
Hasil perhitungan ekspektasi imbal hasil sekuritas pada persamaan (3.10),
nilai varian sekuritas pada persamaan (3.15), serta covarian antar sekuritas pada
persamaan (3.16) dapat digunakan sebagai masukkan (input) untuk menghitung
ekspektasi imbal hasil dan risiko portofolio pada model Markowitz (Jogiyanto,
2014:419).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
3.3.4. Analisis Portofolio Menggunakan Model Indeks Tunggal
Selain hasil dari model indeks tunggal dapat dijadikan masukkan pada
analisis portofolio model Markowitz, model ini juga dapat digunakan secara
langsung untuk menganalisis portofolio menyangkut perhitungan ekspektasi imbal
hasil dan risiko portofolio (Jogiyanto, 2014:423-429).
3.3.4.1. Ekspektasi Imbal Hasil Portofolio Model Indeks Tunggal
Ekspektasi imbal hasil dari suatu portofolio selalu merupakan rata-rata
tertimbang dari ekspektasi imbal hasil sekuritas tunggal. Dengan memasukkan
persamaan (3.10) kedalam persamaan (3.2) maka didapat persamaan ekspektasi
imbal hasil portofolio sebagai berikut:
E(Rp) =∑
wi i + ∑
wi i E(RM)
(3.17)
Dari persamaan (3.17) di atas, didapat karakteristik baru dari model indeks
tunggal, yaitu:
1) Beta dari portofolio (p) merupakan rata-rata tertimbang dari beta masingmasing sekuritas (i). Secara matematis dapat dituliskan:
p = ∑
wi i
(3.18)
2) Alpa dari portofolio (p) juga merupakan rata-rata tertimbang dari beta masingmasing sekuritas (i). Secara matematis dapat dituliskan:
p = ∑
wi i
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(3.19)
50
Dengan demikian kita dapat menyederhanakan persamaan (3.17) menjadi
persamaan berikut:
E(Rp)=  p + pE(RM)
(3.20)
3.3.4.2. Risiko (Varian) Portofolio Model Indeks Tunggal
Risiko (varian) dari suatu portofolio dapat diturunkan dari persamaan varian
sekuritas tunggal pada persamaan (3.15). Dengan cara memasukkan asumsi bahwa
masing-masing kedua komponen risiko yang berhubungan dengan risiko pasar (i2)
dan risiko unik masing-masing perusahaan (ei2) pada persamaan (3.15) merupakan
rata-rata tertimbang dari masing-masing komponen risiko sekuritas tersebut pada
persamaan varian portofolio, maka didapat persamaan varian portofolio berikut ini:
p2 = (∑
wi i )2 M2 + ( ∑
wi ei )2
(3.21)
atau
p2 = p2 M2 + ( ∑
wi ei )2
(3.22)
Bila dibandingkan dengan model Markowitz, yang membutuhkan
masukkan (input) untuk menghitung risiko portofolio sebanyak n buah varian dan
[n(n-1)]/2 covarian terhadap n buah sekuritas tunggal, maka model indeks tunggal
untuk menghitung risiko portopolio hanya membutuhkan n buah masukkan i, n
buah ei2 sekuritas tunggal, serta sebuah varian imbal hasil pasar M2. Sebagai
perbandingan untuk menghitung risiko portofolio yang terdiri dari 200 sekuritas
tunggal, model Markowitz membutuhkan 200+19.900=20.100 perhitungan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
Sedangkan model indeks tunggal hanya membutuhkan 200+200+1=401
perhitungan saja.
3.3.5. Portofolio Optimal Berdasarkan Model Indeks Tunggal
Pemilihan portofolio optimal model indeks tunggal diawali dengan
pemilihan sekuritas tunggal yang dapat dimasukkan ke dalam kandidat portopolio
optimal. Pemilihan ini berdasarkan pemikiran bahwa portofolio optimal berisi
dengan sekuritas-sekuritas yang mempunyai nilai rasio excess return relatif
terhadap satu unit risiko yang tidak dapat didiversifikasikan (beta) yang tinggi.
Rasio ini selanjutnya kita sebut dengan Excess Return to Beta (ERB).
Secara matematis nilai rasio ERB dapat dinyatakan dengan persamaan
berikut:
ERBi = [ E(Ri) - RBR ]/i
(3.23)
Dimana:
ERBi = excess return to beta sekuritas ke-i
E(Ri) = ekspektasi imbal hasil sekuritas ke-i berdasarkan model indeks tunggal.
RBR
= imbal hasil sekuritas bebas risiko
i
= beta sekuritas ke-i.
Sekuritas-sekuritas dengan rasio ERB yang rendah tidak akan dimasukkan
ke dalam portofolio optimal. Dengan demikian diperlukan sebuah titik pembatas
(cut-off point) yang menentukan batas nilai ERB yang dapat dikategorikan tinggi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
52
Besarnya cut-off point dapat ditentukan dengan langkah-langkah berikut:
1) Mengurutkan sekuritas-sekuritas berdasarkan nilai ERB terbesar ke nilai ERB
yang terkecil. Sekuritas dengan nilai ERB terbesar merupakan kandidat untuk
dimasukkan ke dalam portofolio optimal.
2) Menghitung nilai Ai dan Bi untuk masing-masing sekuritas ke-i dengan
persamaan berikut:
Ai = (3.24)
dan
Bi = (3.25)
Dimana :
ei 2 = varian dari kesalahan residu sekuritas-i yang merupakan risiko unik
perusahaan atau risiko nonsistemik.
3) Menghitung nilai Ci
Ci = ∑
∑
(3.26)
Dimana:
M 2 = varian dari imbal hasil indeks pasar.
4) Besarnya cut-off point (C*) adalah nilai Ci dimana nilai ERB terahir kali dalam
urutan list masih lebih besar dari nilai Ci.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
Dengan demikian, sekuritas-sekuritas yang mempunyai nilai ERB lebih
besar atau sama dengan nilai ERB di titik C* merupakan sekuritas-sekuritas yang
membentuk potofolio optimal.
Besarnya proporsi untuk sekuritas ke-i dalam portofolio optimal adalah
sebesar:
wi = ∑
(3.27)
dan
Zi = (ERBi - C*)
(3.28)
Dimana:
wi
= proporsi sekuritas ke-i
k
= jumlah sekuritas di portofolio optimal
i
= beta sekuritas ke-i
ei 2
= varian dari kesalahan residu sekuritas-i
ERBi = excess return to beta sekuritas ke-i
C*
= nilai cut-off point yang merupakan nilai Ci terbesar.
3.4. Kinerja Portofolio
Kinerja portofolio akan dihitung berdasarkan faktor imbal hasil yang
diperoleh dan berdasarkan risiko. Imbal hasil yang tinggi saja belum tentu
merupakan hasil investasi yang baik. Imbal hasil yang rendah juga dapat dikatakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
hasil investasi yang baik jika imbal hasil yang rendah ini disebabkan oleh faktor
risiko yang rendah pula (Jogiyanto 2014; 708).
3.4.1. Kinerja Portofolio Berdasarkan Imbal Hasil
Perhitungan imbal hasil untuk satu periode dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut:
Rp = (3.29)
Dimana:
Rp
= imbal hasil potofolio
NPt
= nilai portofolio periode saat ini
NPt-1 = nilai portofolio periode yang lalu.
3.4.2. Kinerja Portofolio Berdasarkan Imbal Hasil Sesuaian Risiko
Imbal hasil yang diperoleh harus disesuaikan dengan risiko yang harus
ditanggung. Pengukuran yang melibatkan kedua faktor imbal hasil dan risiko ini
disebut dengan imbal hasil sesuaian risiko (risk-adjusted return). Beberapa model
perhitungan imbal hasil sesuaian risiko adalah reward to variability dan reward to
volatility.
3.4.2.1. Reward to Variability (Sharpe Index)
Kinerja portofolio yang dihitung dengan pengukuran ini dilakukan dengan
membagi imbal hasil lebih (excess return) dengan variabilitas (variability) imbal
hasil portofolio. Pengukuran kinerja portofolio ini disebut dengan Indeks Sharpe
http://digilib.mercubuana.ac.id/
55
atau disebut juga Reward to Variability (RVAR) yang dikenalkan oleh Sharpe pada
tahun 1966 sebagai berikut:
RVAR = (3.30)
Dimana:
RVAR = reward to variability atau Indeks Sharpe, semakin besar nilai RVAR
maka semakin tinggi kinerja suatu portofolio
= rata-rata imbal hasil total portofolio dalam periode tertentu
= rata-rata imbal hasil sekuritas bebas risiko dalam periode tertentu.
p
= variabilitas yang diukur dengan standar deviasi imbal hasil portofolio
pada periode tertentu
-
= imbal hasil lebih (excess return)
3.4.2.2. Reward to Volatility (Treynor Index)
Kinerja portofolio yang dihitung dengan pengukuran ini dilakukan dengan
membagi imbal hasil lebih (excess return) dengan volatilitas (volatility) imbal hasil
portofolio. Pengukuran kinerja portofolio ini disebut dengan Indeks Treynor atau
disebut juga Reward to Volatility (RVOL) yang dikenalkan oleh Treynor pada tahun
1966 sebagai berikut:
RVOL = (3.31)
Dimana:
RVOL = reward to variability atau Indeks Treynor, semakin besar nilai RVOL
http://digilib.mercubuana.ac.id/
56
maka semakin tinggi kinerja suatu portofolio
= rata-rata imbal hasil total portofolio dalam periode tertentu
= rata-rata imbal hasil sekuritas bebas risiko dalam periode tertentu.
p
= volatilitas yang diukur dengan beta portofolio pada periode tertentu,
atau rata-rata tertimbang nilai-nilai beta sekutritas yang membentuk
portofolio.
-
= imbal hasil lebih (excess return)
3.5. Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti terdahulu yang telah melakukakn pengamatan terhadap
pembentukan portofolio optimal berdasarkan model indeks tunggal pada sekuritassekuritas yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) diantaranya:
Wardani (2012) yang mengamati 15 saham teraktif di JII pada periode
pengamatan Oktober 2008 sampai Maret 2009, menggunakan horison waktu
pembentukan portofolio per 3 bulan, menyatakan bahwa tidak ada portofolio
optimal yang terbentuk pada periode tersebut berdasarkan perhitungan model
indeks tunggal.
Taufik (2010) yang melakukan periode pengamatan Januari-Desember
2009, dengan horison waktu pembentukan portofolio per 2 bulan, menyatakan
bahwa kinerja portofolio optimal berdasarkan model indeks tunggal tumbuh 91%
untuk LQ45, 126% untuk JII, dan 110% untuk B27, yang ketiganya lebih tinggi
diatas imbal hasil pasar sebesar 78%.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
57
Suprapto (2009) menggunakan model indeks tunggal untuk mengamati
kinerja pembentukkan portofolio optimal pada sekuritas kelompok indeks LQ45
dan JII periode 2005-2009. Horizon waktu yang digunakan adalah per 3 bulan.
Menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan secara uji statistik untuk
kedua jenis kelompok indeks tersebut.
Indrawati (2005) meneliti instrumen investasi berupa saham yang terdapat
di 20 saham top frekuensi di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan periode pengamatan
per 3 bulan yaitu Oktober – Desember 2004 dan bulan Januari – Maret 2005.
Penelitian yang menggunakan Model Indeks Tunggal dengan program excel,
menyatakan bahwa pada periode pertama portofoio efisien adalah saham PGAS dan
BBCA. Saham PGAS mendominasi saham BBCA, dimana saham PGAS
mempunyai posisi return tinggi adalah 1,29% dengan tingkat risiko 12,12% dan
proposi dana 86,41%. Sedangkan untuk periode kedua portofolio efisien adalah
saham ENRG, UNSP, dan BLTA, dengan didominasi oleh saham ENRG, dimana
return tinggi sebesar 1,20% dengan tingkat risiko 12,12% dan posisi dana 77,07%.
Astuti dan Sugiharto (2005) melakukan penelitian tentang pembentukan
portofolio optimal pada Perusahaan Industri Plastics dan Packaging di BEJ, dengan
periode pengamatan selama 5 tahun (1999 - 2003), hasil penelitiannya diperoleh
kombinasi portofolio dari 5 saham ada 4, dari keempat kombinasi tersebut yang
paling optimal adalah dari kombinasi portofolio 2 saham, yaitu saham PT. Argha
Karya Prima Industri Tbk dan saham PT. Berlina Tbk dengan proporsi dana
masing-masing 28% dan 72%, kombinasi kedua saham tersebut menghasilkan
ekspektasi imbal hasil sebesar 0,27% dengan standar deviasi sebesar 0,23%.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
58
Dari kelima penelitian terdahulu yang menggunakan model indeks tunggal
dalam pembentukan portofolio optimal, secara umum dapat disimpulkan bahwa
pada periode waktu pengamatan yang berbeda akan menghasilkan komposisi dan
ekspektasi imbal hasil portofolio optimal yang berbeda satu dengan yang lain. Hal
ini menunjukkan bahwa dinamika pasar yang terkait dengan faktor sistemik serta
faktor unik masing-masing sekuritas akan mengalami perubahan dari periode ke
periode.
Demikian pula halnya dengan lamanya horison waktu yang digunakan, bila
horison waktu yang berbeda sebagaimana pegamatan yang dilakukan oleh Taufik
(2010) yang menggunakan horison waktu pengamatan per 2 bulan dan Wardani
(2009) yang menggunakan horison waktu pengamatan per 3 bulan, akan
menghasilkan
kesimpulan
portofolio
optimal
yang
berbeda
walaupun
menggunakan periode pengamatan yang sama yaitu Januari-Maret 2009 terhadap
object pengamatan yang sama yaitu pengamatan pada kelompok JII BEI.
Penelitian terdahulu yang lain yang tidak berhubungan langsung dengan
objek penelitin ini, namun dapat dijadikan referensi pendukung adalah Kramer dan
Lensink (2009) dalam penelitiannya mencoba mengestimasikan pengaruh advisor
pada imbal hasil portofolio investor individual. Data yang digunakan yaitu imbal
hasil bulanan adalah 233,693 pada 6,758 investor Belanda. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa advisor mempunyai pengaruh positif pada tingkat
diversifikasi portofolio investor individual.
Costa dan Nabholz (2007) menyelidiki beragam masalah optimization
mean-variance pada pemilihan portofolio, dengan mempertimbangkan pada nilai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
59
intermedit yang diharapkan atau bermacam-macam portofolio. Keuntungan dari
penggunaan teknik optimization mean-variance ini dimungkinkan untuk
mengendalikan prilaku intermedit dari suatu imbal hasil atau beragam portofolio.
Bilbao et al. (2006) yang memperkenalkan “expert beta” untuk
memperbaiki keakuratan estimasi beta portofolio dengan memasukkan tiga konsep
dasar value, ambiguity dan fuzziness yang didasari oleh Teori Fuzzy, sehingga
pemilihan portofolio akan lebih mengahasilkan imbal hasil yang sesuai dengan
harapan.
Berdasarkan
penelaahan
terhadap
penelitian
terdahulu
mengenai
pembentukan portofolio optimal seperti yang telah dijabarkan di atas, maka
penelitian ini dikembangkan lagi dengan menggunakan periode waktu pengamatan
yang relatif lebih panjang dari penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu
menggunakan periode pengamatan selama 5 tahun (Feb 2010 ~ Jan 2015). Hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan hasil uji yang memadai terhadap konsistensi
kinerja portofolio optimal berdasarkan model indek tunggal yang terbentuk.
Disamping itu, penelitian ini akan menguji tiga variasi horison waktu pembentukan
portofolio optimal yang berbeda secara simultan yaitu 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan.
Sedangkan objek pengamatan pembentukan portofolio optimal tetap difokuskan
pada sekuritas-sekuritas yang tergabung dalam indeks LQ45 Bursa Efek Indonesia
(BEI).
Tabel 3.1 berikut ini menjelaskan ringkasan penelitian terdahulu yang
berhubungan langsung dengan penelitian ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
60
Tabel 3.1. Ringkasan Penelitian Terdahulu yang Berhubungan Langsung
No.
1
Peneliti
Wardani
(2012)
2
Taufik
(2010)
3
Suprapto
(2009)
4
5
Indrawati
(2005)
Astuti
dan
Sugiharto
(2005)
Kelompok
Saham
JII
LQ45, JII, dan
B27
LQ45 dan JII
20 Saham Top
Frekuensi BEJ
Perusahaan
Industri
Plastics dan
Packaging di
BEJ
Periode
Pengamatan
Okt 2008Mar 2009
Jan-Des 2009
2005-2009
Okt 2004Mar 2005
1999 - 2003
Horison
Waktu
Hasil Penelitian
3 Bulan
Tidak ada portofolio optimal
JII yang terbentuk pada
periode tersebut dengan
perhitungan model indeks
tunggal.
2 Bulan
Kinerja portofolio optimal
berdasarkan model indeks
tunggal tumbuh 91% untuk
LQ45, 126% untuk JII, dan
110% untuk B27, yang
ketiganya lebih tinggi diatas
imbal hasil pasar sebesar
78%.
3 Bulan
Tidak ada perbedaan yang
signifikan secara uji statistik
untuk kedua jenis kelompok
indeks LQ45 dan JII.
3 Bulan
Periode pertama, didominasi
saham PGAS dengan return
tertinggi sebesar 1,29%,
tingkat risiko 12,12% dan
proposi dana 86,41%.
Periode kedua, didominasi
saham ENRG dengan return
tertinggi sebesar 1,20%,
tingkat risiko 12,12% dan
posisi dana 77,07%.
N/A
Portofolio kombinasi 2
saham, yaitu saham PT.
Argha Karya Prima Industri
Tbk dan saham PT. Berlina
Tbk dengan proporsi dana
masing-masing 28% dan
72%, menghasilkan
ekspektasi imbal hasil
sebesar 0,27% dengan
standar deviasi sebesar
0,23%.
Sumber: Kajian Pustaka Penelitian (2016)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
61
3.6. Kerangka Pemikiran
Saat ingin menginvestasikan modalnya pada jenis investasi sekuritas, para
investor disamping harus menghitung imbal hasil yang diharapkan (expected
return) juga harus memperhatikan risiko (risk) yang harus ditanggungnya. Untuk
dapat meminimalkan risiko investasi, investor dapat melakukan diversifikasi yaitu
dengan mengkombinasikan berbagai sekuritas dalam investasi mereka, dengan kata
lain investor dapat melakukan invesatsi dalam bentuk portofolio.
Secara rasional, investor selalu ingin memaksimalkan imbal hasil yang
diharapkan dengan tingkat risiko tertentu atau mencari portofolio yang menawarkan
risiko terendah dengan tingkat imbal hasil tertentu yang disebut sebagai portofolio
yang efisien. Dalam membentuk portofolio, investor perlu mencari portofolio
optimal yaitu merupakan portofolio yang dipilih seorang investor dari sekian
banyak alternatif pada kumpulan portofolio yang efisien yang tersedia di pasar
modal.
Untuk mendapatkan imbal hasil yang optimal dengan tingkat risiko tertentu,
seorang investor dapat menerapkan perhitungan ekspektasi imbal hasil dan risiko
portofolio berdasarkan mean-variance dari data historis imbal hasil masing-masing
sekuritas yang telah terjadi selama horison waktu tertentu. Model indeks tunggal
Sharpe (1963) yang merupakan pengembangan dari model mean-variance
Markowitz (1954) adalah salah satu model analisis potofolio yang dapat digunakan
untuk mendapatkan ekspektasi portofolio optimal dengan parameter-parameter
input perhitungan yang relatif lebih sederhana. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini
akan menggunakan model indeks tunggal sebagai dasar pembentukan portofolio
http://digilib.mercubuana.ac.id/
62
optimal dengan variasi horison waktu pembentukan portofolio 1 bulan, 2 bulan, dan
3 bulan.
Berdasarkan model indeks tunggal, portofolio optimal berisi sekuritas yang
mempunyai nilai rasio excess return to beta (ERB) yang tinggi, sekuritas dengan
rasio ERB yang rendah tidak dimasukkan kedalam portofolio yang optimal, oleh
karena itu diperlukan sebuah titik pembatas (Cut Off Point) yang menentukan nilai
ERB itu dikatakan tinggi, sehingga sekuritas yang membentuk portofolio optimal
adalah sekuritas yang mempunyai nilai ERB lebih besar atau sama dengan nilai C*
atau Cut off point, sedangkan sekuritas yang mempunyai lebih kecil dari Ci tidak
diikut sertakan dalam pembentukan portofolio optimal. Setelah dilakukan
perhitungan pembentukan portofolio optimal selanjutnya dilakukan perhitungan
alokasi jumlah modal yang akan ditanamkan dalam komposisi portofolio optimal.
Imbal hasil realisasi portofolio optimal yang terbentuk akan diamati setelah
1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan berikutnya sesuai dengan horison waktu pembentukan
portofolio sebelumnya. Selanjutnya, imbal hasil aktual yang diperoleh akan
dibandingkan dengan imbal hasil aktual pasar (IHSG), serta diukur kinerjanya
dengan menggunakan metode imbal hasil sesuaian risiko menurut Sharpe measure
(RVAR) dan Treynor measure (RVOL).
Signifikansi perbandingan kinerja portofolio optimal kelompok 1-bulan, 2bulan dan 3-bulan akan diuji dengan menggunakan metode perbandingan nilai ratarata (mean comparison) dengan mode One-Way ANOVA pada program aplikasi
SPSS-21.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
63
Secara garis besar kerangka pemikiran penelitian ini dapat dinyatakan pada
digram yang tersaji pada Gambar 3.7 berikut ini.
Saham Individual (LQ45)
Indeks Pasar (IHSG)
- Imbal hasil realisasi harian (Rit)
- Imbal hasil ekspektasi (E(Ri))
- Imbal hasil realisasi harian (Rmt)
- Imbal hasil ekspektasi (E(Rm ))
Imbal Hasil Bebas Risiko (SBI)
- Imbal hasil harian suku bunga
berjangka Bank Indonesia (RBS)
Parameter Risiko Sistemik dan Non-sistemik
-
Varian imbal hasil saham individual (i2)
Varian imbal hasil indeks pasar (m 2)
Covarian saham individual vs indeks pasar (im)
Koefisien beta saham individual ( i)
Faktor alfa saham individual ( i)
Varian residual error saham individual (ei2 )
Pembentukan Portofolio Optimal
(Model Indeks Tunggal)
- Excess Return to Beta (ERB) saham individual
‐ ERBi  C* untuk setiap saham individual
‐ Proporsi dana untuk setiap saham individual (wi ) Pengamatan Hasil Investasi dan Analisa Kinerja
Portofolio Optimal
Hipotesis
H0 : Tidak ada perbedaan
kinerja portofolio optimal
kelompok 1-bulan, 2-bulan,
dan 3-bulan.
Ha : Terdapat perbedaan
kinerja portofolio optimal
kelompok 1-bulan, 2-bulan,
dan 3-bulan.
1. Hasil Investasi portofolio optimal
- Imbal hasil realisasi portofolio optimal (Rp)
- Imbal hasil realisasi pasar (Rm ) sbg pembanding
2. Kinerja portofolio optimal
- RVAR (Indeks Sharpe)
- RVOL (Indeks Treynor)
3. Membandingkan hasil investasi dan kinerja
portofolio optimal antara kelompok portofolio
optimal 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Gambar 3.7. Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian
Sumber: Pemikiran Penulis (2016)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
64
3.7. Hipotesis
Dengan mengacu pada rumusan masalah, tinjauan pustaka serta kerangka
pemikiran yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
H0: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kinerja portofolio optimal
kelompok 1-bulan, 2-bulan, dan 3-bulan.
Ha: Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja portofolio optimal
kelompok 1-bulan, 2-bulan, dan 3-bulan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download