3 BAB ΙΙ TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Domba merupakan salah satu hewan ternak yang banyak dikembangkan oleh masyarakat. Pemeliharaannya relatif mudah dan tidak membutuhkan banyak tenaga, sehingga ternak domba diusahakan sebagai sambilan. Domba juga memiliki daya adaptasi yang baik terhadap bermacam-macam hijauan pakan dan berbagai kondisi lingkungan (Mulyono 2003). Daging domba tidak berbau dan sebaran lemaknya (Marbling) merata membuat daging ini disukai oleh masyarakat (Munier 2008). Perkembangan bangsa domba di dunia, awalnya berasal dari empat spesies domba liar. Spesies-spesies tersebut, ialah: domba moufflon (Ovis musimon) di Eropa dan Asia Barat, domba Urial (Ovis orientalis; Ovis vignei) di Afganistan hingga Asia Barat, domba Argali (Ovis ammon) di Asia Tengah, dan domba bighorn (Ovis canadensis) di Asia Utara dan Amerika Utara. Domba yang ada di Indonesia diperkirakan berasal dari Asia Barat dan India (Williamson dan Payne 1993). Jenis domba yang diternakan di Indonesia, kemudian dikenal dengan istilah domba lokal. Pada awalnya, jenis domba di Indonesia adalah domba Javanese-Thin-Tailed yang terdapat di Jawa Barat dan East-Java-Fat-Tailed yang terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Selanjutnya, kedua tipe domba lokal tersebut menyebar hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Proses persilangan dan adaptasi terhadap lingkungan kemudian memunculkan jenis domba baru, yaitu domba priangan atau domba garut dan domba kisar. Domba garut merupakan hasil persilangan domba lokal dengan domba Merino dan Kaapstad (Duldjaman et al. 2006). Sedangkan domba kisar diduga merupakan hasil proses adaptasi domba ekor gemuk terhadap lingkungan di Maluku (Salamena 2006). Domba ekor tipis atau Javanese-Thin-Tailed merupakan domba asli Indonesia dengan populasi terbesar berada di pulau Jawa. Populasi yang terpusat di Jawa membuat domba ini dikenal juga dengan nama domba jawa atau domba kacang. Nama domba ekor tipis mengacu pada ciri fisik ekor domba, yaitu kecil dan tipis. Ciri 4 lain dari domba ekor tipis adalah rambut domba yang umunya berwarna putih, kadang-kadang diselingi warna lain, seperti belang hitam atau cokelat. Domba betina umumnya tidak bertanduk, sedangkan domba jantan bertanduk kecil dan bentuknya melingkar. Bobot badan domba jantan dewasa berkisar 30 sampai dengan 40 kg, sedangkan bobot domba betina berkisar 15 sampai dengan 20 kg. Selain domba ekor tipis, domba lainnya yang banyak diternakan di Indonesia adalah domba ekor gemuk atau East-Java-Fat-Tailed. Sama seperti domba ekor tipis, ciri fisik utama dari domba ekor gemuk terletak pada ekornya. Ekor domba ini berbentuk panjang, lebar, tebal, besar, dan makin mengecil pada bagian ujung. Bentuk tersebut dikarenakan adanya timbunan lemak, yang berfungsi sebagai cadangan energi domba. Ciri lainnya adalah warna rambut domba yang umumnya putih dan tidak mempunyai tanduk, baik itu domba jantan maupun domba betina. Bobot badan domba jantan berkisar antara 50-70 kg, sedangkan domba betina berkisar antara 25-40 kg. Persilangan domba lokal dengan domba luar menghasilkan jenis domba lain, yaitu domba priangan. Domba ini berasal dari Kabupaten Garut, Jawa Barat sehingga dikenal juga dengan nama domba garut. Ciri fisik domba garut lebih besar dibandingkan domba ekor tipis dan domba ekor gemuk. Bobot badan domba jantan dewasa dapat mencapai 60-80 kg, sedangkan domba betina berkisar 30-40 kg. Ciri lainnya adalah daun telinga yang relatif kecil dan tanduk berukuran besar, yang hanya tumbuh pada domba jantan. Jenis domba luar yang dikembangkan di Indonesia, antara lain: domba merino, domba suffolk, dan domba dorset. Domba merino merupakan penghasil wol, dengan obot badan jantan dewasa berkisar antara 64-79 kg dan domba betina antara 45-75 kg. Domba suffolk merupakan domba pedaging, dengan bobot badan jantan mencapai 135-200 kg dan betina 100-150 kg. Sayangnya, bobot badan domba ini jika dikembangkan di Indonesia hanya dapat mencapai 60-80 kg. Berbeda dengan domba merino dan domba suffolk, domba dorset dapat dimanfaatkan sebagai penghasil wol maupun penghasil daging. Bobot badan domba jantan mencapai 100-125 kg dan domba betina 70-90 kg (Mulyono 2003). 5 2.2. Jamu Veteriner Indonesia merupakan negara yang kaya akan bermacam-macam tanaman obat tradisional. Penggunaan obat-obatan tradisional untuk menyembuhkan penyakit ataupun sebagai suplemen telah dilakukan sejak lama. Pengalaman empiris masyarakat tentang khasiat obat-obatan tradisional kemudian diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini membuat penggunaan obat-obatan ini tetap bertahan hingga sekarang. Beberapa tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat sebagai sumber obat-obatan tradisional antara lain: lempuyang (zingiber), sambiloto (Andrographis paniculata), kayu manis (Cinnamomum burmannii), jahe (Zingiber officinale), dan merica (Piper nigrum). Kombinasi dari tumbuhan-tumbuhan ini akan menghasilkan ramuan jamu veteriner yang dapat digunakan sebagai suplemen pada ternak. 2.2.1. Lempuyang Klasifikasi tanaman lempuyang ialah lempuyang berasal dari super divisi Spermatophyta, divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, sub kelas Commelinidae, ordo Zingiberales, famili Zingiberaceae, genus Zingiber, dan terdiri dari 3 spesies, yaitu: Zingiber aromaticum Val., Zingiber americans, dan Zingiber zerumbet Smith. Tanaman ini merupakan tumbuhan tahunan yang tumbuh liar pada tempat dengan ketinggian 0-1.200 m dpl. Tanaman yang dapat mencapai ketinggian 1,75 m ini, terdiri atas rimpang, batang, daun, dan bunga. Rimpang lempuyang berukuran besar dan berwarna kuning pucat. Batangnya merupakan batang semu yang terdiri atas helaian daun yang berbentuk bulat memanjang dengan ujung meruncing. Sementara itu, bunga lempuyang muncul dari umbi batang dan berbonggol di bagian atas (Muhlisah 1999). Lempuyang terdiri dari tiga spesies yang sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Pertama, Lempuyang emprit (Zingiber amaricans). Ciri spesies ini adalah berasa pahit, pedas, dan baunnya tidak tajam. Lempunyang emprit mengandung minyak atsiri, diantaranya limonen dan zerumbon. Khasiat utamanya adalah sebagai penambah nafsu makan, mengatasi alergi, cacingan, disentri, darah kotor, influenza, 6 kolera, nyeri lambung, rematik, dan migren. Kedua, lempuyang gajah (Zingiber zerumbet). Cirinya adalah rasa pedas, tajam, dan bersifat hangat. Kandungan zat dan khasiat lempuyang gajah sama dengan lempuyang emprit (Zingiber amaricans). Perbedaan keduanya adalah lempuyang gajah (Zingiber zerumbet) memiliki bentuk yang relatif lebih besar. Ketiga, lempuyang wangi (Zingiber aromaticum). Sifat dari Lempuyang wangi adalah berasa pahit, pedas, dan aromatik. Kandungan zat kimiawinya sama dengan dua spesies lainnya. Perbedaan dengan spesies lempuyang lainnya adalah lempuyang wangi berwarna putih dan berbau wangi. Khasiat lempuyang wangi, antara lain sebagai analgesik, penambah nafsu makan, mengobati asma, cacingan, anemia, sembelit, TBC, maupun malaria (Hariana 2007; Sari 2006). 2.2.2. Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) Klasifikasi tanaman sambiloto ialah sambiloto berasal dari super divisi Spermatophyta, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, sub kelas Asteridae, ordo Scrophulariales, famili Acanthaceae, genus Andrographis, dan spesies Andrographis paniculata Nees. Tanaman ini Sering ditemukan tumbuh pada dataran rendah dengan ketinggian 100 m dpl. Tingginya berkisar antara 40-90 cm, berdaun tunggal dengan panjang antara 2-8 cm dan lebar 1-3 cm. Buah sambiloto berbentuk lonjong, panjangnya sekitar 1,5 cm dan lebarnya sekitar 0,5 cm. Ciri lain dari sambiloto adalah rasanya yang pahit (Muhlisah 1999). Tanaman sambiloto disajikan pada gambar 1. Gambar 1. Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) (Sumber: http://www.plantamor.com/index.php?plant=96) 7 Sambiloto terbukti memiliki banyak khasiat, antara lain sebagai anti inflamasi, analgesik, antipiretik, antidiabetes, dan antispermatogenik. Selain itu, sambiloto juga dapat berguna untuk menurunkan tekanan darah, menurunkan kontraksi usus, meningkatkan nafsu makan, mencegah kerusakan hati dan jantung, serta sebagai imunomodulator. Penggunaan sambiloto sering diterapkan pada penderita demam, disentri, radang paru-paru, dan penyakit-penyakit lainnya (Setyawati 2009). Khasiat yang beragam disebabkan oleh kandungan senyawa-senyawa kimia dalam sambiloto. Zat aktif utama yang berkhasiat obat adalah andrografolid yang kadarnya berkisar antara 2,5-4,6% dari berat kering. Kehadiran andrografolid merupakan faktor utama yang menyebabkan rasa sambiloto menjadi pahit. Senyawa lain yang terkandung dalam sambiloto adalah neo-andrografolid, panikulin, damar, asam kersik dan mineral. Mineral utama yang terkandung adalah kalium dengan kadar yang cukup tinggi, kalsium, dan natrium (Setyawati 2009). Senyawa kimia yang terkandung dalam sambiloto disajikan pada gambar 2. Gambar 2. Senyawa kimia Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) (Sumber: Tipakorn 2002) 8 2.2.3. Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) Kayu manis diklasifikasi berasal dari super divisi Spermatophyta, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, sub kelas Magnoliidae, ordo Laurales, famili Lauraceae, genus Cinnamomum, dan spesies Cinnamomum burmannii. Tanaman kayu manis dapat tumbuh hingga ketinggian 2000 m dpl dan tingginya mencapai 15 m. Secara morfologi, batang kayu manis berwarna hijau kecoklatan. Sementara itu, daun kayu manis yang muda berwarna merah dan daun yang tua berwarna hijau. Mahkota bunga berwarna kuning dan buahnya berwarna hijau saat muda, lalu menjadi hitam saat tua (Syukur dan Hernani 2002). Tanaman kayu manis disajikan pada gambar 3. Gambar 3. Tanaman Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) (Sumber: http://www.plantamor.com/index.php?plant=329) Bagian kayu manis yang sering digunakan sebagai bahan obat-obatan adalah bagian kulit batang. Bahan obat ini berbau aromatik, berasa pedas dan manis, berbau wangi, dan bersifat hangat. Sifat-sifat tersebut ditimbulkan oleh zat-zat kimia yang terkandung dalamnya. Kayu manis mengandung minyak atsiri hingga mencapai 4% dengan muatan sinamilaldehida, eganol, tarpen, seskuiterpen, dan furfural. Selain itu, terdapat juga kandungan zat penyamak 2%, pati 4%, kalsium oksalat 4%, dan lender 4%. Kandungan tersebut membuat kulit batang kayu manis dapat digunakan untuk karminatifa, penghangat lambung, dan jika dikombinasikan dengan astringensia efektif untuk mengobati diare (Kartasapoetra 2004). Meskipun demikian, ternyata tidak hanya kulit pada bagian batang yang dapat digunakan sebagai bahan obat- 9 obatan. Menurut Hariana (2007) daun dan akar kayu manis juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan. Beberapa penyakit lainnya yang dapat diobati dengan bagian-bagian tersebut, antara lain asam urat (gout arthiritis), keropos tulang, hernia, dan muntah-muntah. 2.2.4. Jahe (Zingiber officinale R.) Jahe diklasifikasi berasal dari super divisi Spermatophyta, divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, sub kelas Commelinidae, ordo Zingiberales, famili Zingiberaceae, genus Zingiber, spesies Zingiber officinale. Tanaman ini merupakan tanaman herba tegak yang dapat berumur tahunan. Tanaman yang dapat mencapai tinggi 0,4-1 m ini terdiri dari akar, batang, daun, dan bunga. Akar jahe berbentuk rimpang dengan bau yang harum dan berasa pedas. Batang jahe berupa batang semu yang tersusun dari helaian daun yang berbentuk langsing membulat dengan ujung melancip. Sementara itu, bagian Bunga berbentuk kerucut kecil dengan bagian ujung yang melancip (Muhlisah 1999). Tanaman jahe disajikan pada gambar 4. Gambar 4. Jahe (Zingiber officinale) (Sumber: http://www.plantamor.com/index.php?plant=1306) Jahe berbau aromatik dan berasa pedas. Hal tersebut ditimbulkan oleh zat-zat yang terkandung di dalam jahe. Kandungan zat kimia jahe terdiri atas minyak atsiri 0,5-5,6%, pati 20-60%, damar, asam-asam organik, oleoresin, dan gingerin. Kandungan penyusun minyak atsiri adalah gingerol, zingibetol, zingiberin, borneol, kamfen, sineol dan falandren (Kartasapoetra 2004). Kandungan zat-zat yang tersebut membuat jahe dapat digunakan untuk mengobati rematik, luka, eksim, dan saraf 10 muka yang sakit (Muhlisah 1999). Selain itu, jahe juga dapat digunakan untuk mengobati batuk pilek, encok, dan pegal linu (Widiarti 2010). 2.2.5. Merica (Piper nigrum L.) Merica diklasifikasi berasal dari super divisi Spermatophyta, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, sub kelas Magnoliidae, ordo Piperales, famili Piperaceae, genus Piper, dan spesies Piper nigrum. Tanaman yang dikenal juga dengan nama lada ini merupakan komoditas perkebunan yang telah lama dibudidayakan di Indonesia. Daerah pertumbuhannya terutama di wilayah Sumatera, Jawa, dan Ujung pandang. Merica telah lama digunakan oleh masyarakat sebagai bahan obat-obatan. Bagian dari merica yang utamanya digunakan adalah buah yang telah masak dan kering. Bentuknya bulat telur dengan ujung meruncing, permukaannya keriput, dan berwarna cokelat sampai cokelat kehitaman (Kartasapoetra 2004). Tanaman merica disajikan pada gambar 5. Gambar 5. Merica (Piper nigrum L.) (Sumber: http://www.plantamor.com/index.php?plant=1011) Merica mengandung zat berkhasiat yang menimbulkan rasa pedas, aromatik, dan berbau khas. Zat-zat tersebut antara lain: alkaloid, protein, mineral, saponin, flavonoid, minyak atsiri, kavisin, resin, amilum, dihidrokarveol, kanyo-filene oksida, kriptone, tran pinocarrol, minyak lada, kamfena, boron, calamine, carvacrol chavicine, bisabolene, camphene, β-caryophyllene, terpenes, dan sesquiterpenes. Hal 11 ini membuat merica digunakan sebagai obat demam, masuk angin, rematik, impotensi, sakit lambung, hernia, frigiditas, muntah, panas dalam, perut kembung, asam urat, sakit perut, dan sakit kepala (Hariana 2007).