BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pesawat Linear Accelerator (Linac) adalah salah satu alat radioterapi modern yang digunakan dalam pengobatan kanker. Alat radioterapi ini dapat menghasilkan elektron dan sinar-X, hal ini merupakan salah satu keunggulan Linac dibandingkan dengan alat radioterapi lainnya seperti cobalt-60. Adapun keunggulan lainnya adalah Linac memiliki variasi energi yang lebih luas, dan besarnya dosis dapat dikontrol. Linac juga dapat dimatikan dan dihidupkan sesuai keperluan dan tentunya Linac tidak menggunakan sumber radioaktif, sehingga tidak menghasilkan limbah radioaktif [1,2]. Pada PERKA BAPETEN Nomor 3 Tahun 2013 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Radioterapi pada pasal 48 ayat 2 menyatakan bahwa “pada pengoperasian Linac yang mempunyai energi foton sinarX di atas 10 MV (sepuluh mega volt), dinding perisai harus dilapisi dengan bahan penyerap neutron [3]. Pernyataan tersebut dapat mengartikan bahwa neutron baru bisa terproduksi dengan penggunaan energi foton di atas 10 MV, padahal foton dengan energi lebih dari 8 MV sudah mampu menghasilkan emisi radiasi neutron [4]. Keberadaan neutron sebagai produk sampingan tidak dapat diabaikan. Neutron dihasilkan melalui reaksi fotonuklir (γ,n), yaitu reaksi yang terjadi antara foton yang berenergi tinggi dan bahan yang bernomor atom (Z) tinggi. Sebagian besar berinteraksi dengan bahan dari target tungsen (W ; Eth= 7,3 MeV), pada kolimator dari bahan timbal (Pb; Eth= 7,4 MeV), pada filter dari bahan besi (Fe; Eth= 11,2 MeV), dan bagian lainnya dari kepala Linac. Saat energi foton (Eγ) bernilai lebih besar dari energi threshold (Eth) maka akan terjadi reaksi fotonuklir. Selain dari reaksi dengan bahan-bahan bernomor atom tinggi yang berada di kepala Linac, reaksi fotonuklir juga dapat disebabkan melalui reaksi yang terjadi antara foton dengan dinding ruangan, meja pasien, dan tubuh pasien itu sendiri. Neutron yang dihasilkan memiliki jangkauan energi yang lebar, sebagian besar neutron yang terproduksi adalah neutron cepat, kemudian neutron cepat 1 2 berinteraksi dengan dengan materi di sekitarnya sehingga mengalami penyusutan energi dan kemudian berada pada kondisi rentang energi neutron termal. Neutron termal memiliki peluang yang lebih besar untuk mengalami interaksi tangkapan, interaksi ini akan menjadikan atom stabil menjadi radioaktif sehingga untuk kembali menjadi stabil atom ini akan memancarkan radiasi pengion lain seperti α, β dan atau γ. Kehadiran neutron ini mengakibatkan adanya dosis tambahan dosis pada pasien selama proses terapi dan pada organ tubuh yang sehat akan berpeluang untuk menimbulkan kanker sekunder maupun non kanker lainnya karena neutron termasuk ke dalam jenis radiasi pengion dan memiliki faktor bobot radiasi yang yang besar, sekitar 5 sampai 20 tergantung dari energi neutron itu sendiri. Selain pada pasien tambahan dosis radiasi juga diterima oleh pekerja radiasi untuk Linac tersebut. Salah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur neutron adalah dengan menggunakan detektor jejak nuklir atau nuclear track detectors (NDTs). Detektor jejak nuklir merupakan detektor yang sensitif dengan radiasi partikel bermuatan seperti alfa dan proton dan juga ion dengan berbagai energi [5]. Besar dosis radiasi yang terukur diwakili oleh banyaknya jejak laten yang terbentuk pada detektor namun bukan dari hasil interaksi neutron langsung melainkan akibat dari proses ionisasi oleh partikel bermuatan. Neutron tidak dapat mengionisasi secara langsung, untuk itu dalam penggunaan detektor ini dibutuhkan suatu bahan yang berguna sebagai radiator, yang menjadikan neutron menghasilkan dapat radiasi partikel melalui reaksi (n,α) atau (n,p) dan contoh bahan radiator yang sering digunakan untuk dijadikan sebagai converter adalah bahan pelapis yang mengandung boron-10 (10B), boron memiliki nilai tampang lintang tangkapan untuk neutron termal sebesar 3837 barn [6]. Radiasi sekunder yang berasal dari interaksi neutron termal terhadap bahan radiator tersebut akan mengionisasi detektor jejak nuklir CR-39 sehingga terbentuk jejak laten. Jejak laten yang dihasilkan detektor berukuran sangat kecil sehingga detektor harus melalui proses etsa (etching) agar jejak laten yang terbentuk dapat terbaca. 3 Berdasarkan penjelasan di atas perlu dilakukannya pengukuran distribusi dosis neutron, karena salah satu aspek keselamatan radiasi adalah memastikan keselamatan dan proteksi radiasi terhadap para pasien maupun pekerja. I.2. Rumusan Masalah Rumusan Masalah dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kurva kalibrasi dari detektor jejak nuklir CR-39 untuk neutron termal ? 2. Bagaimana distribusi fluks dan dosis neutron termal di dalam dan daerah sekitar ruangan Linac Medis? I.3. Batasan masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Neutron yang diukur adalah neutron termal. 2. Detektor yang digunakan adalah detektor jejak nuklir CR-39 (Columbia Resin-39) dengan merek Baryotrak buatan Fukuvi, Jepang. Detektor jejak nuklir CR-39 dikalibrasi dengan sumber neutron standar californium-252 (252Cf) di laboratorium neutron PTKMR-BATAN, Jakarta Selatan. 3. Menggunakan radiator boron-10 dengan merek BN-1 Dosirat, Perancis sebagai converter untuk detektor jejak nuklir CR-39. 4. Pengukuran distribusi fluks dan dosis neutron dilakukan pada ruang Linac Medis Instalasi Radioterapi Rumah Sakit di Jakarta. 5. Pengukuran dilakukan di ruang terapi, ruang operator dan ruang tunggu pasien pada Linac I.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui kurva tanggapan dari jumlah jejak/cm2 dan dosis ekuivalen terhadap detektor jejak nuklir CR-39. 4 2. Mengetahui distribusi dosis dan fluks neutron termal di ruang Linac medis. I.5 Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan : 1. Informasi sensitivitas detektor jejak nuklir CR-39 yang diperoleh dari kurva kalibrasi digunakan sebagai nilai konversi untuk mendapatkan perkiraan dosis ekuivalen neutron termal di ruang Linac Medis 10 MV. 2. Informasi distribusi fluks dan dosis yang telah diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk perencanaan proteksi radiasi, baik itu untuk pasien maupun pekerja di ruang Linac itu sendiri.