6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ritel Penjualan

advertisement
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ritel
Penjualan eceran atau ritel adalah semua kegiatan yang melibatkan
penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk
penggunaan pribadi, bukan untuk diperdagangkan lagi (Kotler, 2003).
Alma (2004) mengklasifikasikan pedagang eceran menjadi dua bagian
besar, yaitu:
1. Eceran Besar
a. Specialty Store
b. Department Store
c. Supermarket
d. Discount House (Hypermarket)
e. General Store
f. Chain Store
2. Eceran Kecil
a. Berpangkalan tetap: kios, depot, dan warung.
b. Berpangkalan Tidak Tetap: kaki lima, pasar sore, dan pasar mambo.
c. Tidak berpangkalan: pakai alat (roda dorong, pedati, dan alat pikul),
dan tanpa alat (tukang catut).
Berman dan Evans dalam Foster (2008), mengemukakan bahwa
terdapat
beberapa
karakteristik
khusus
penjualan
eceran
yang
membedakannya dengan tipe-tipe usaha lain adalah sebagai berikut:
1. Small average sale
Ukuran rata-rata dari transaksi penjualan para pedagang eceran masih
kecil jika dibandingkan dengan yang dihasilkan para pengusaha
manufaktur.
2. Impulse Purchase
Kecenderungan konsumen yang melakukan pembelian impulsif
(pembelian yang tidak direncanakan) semakin meningkat, maka para
retailer (pedagang eceran) harus mengelola display, tata letak toko,
etalase, dan sebagainya lebih baik lagi.
7
3. Popularity of Store
Toko eceran tetap populer dan diminati konsumen walaupun sudah
banyak diperkenalkan cara berbelanja baru via pos, telepon, internet,
atau televisi.
Berdasarkan ketiga karakteristik khusus ritel tersebut, maka ritel
dapat merancang strategi promosi yang tepat untuk menarik perhatian
konsumen. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Impulse purchase
Small average sale
Retailers
Strategy
Popularity of Stores
Gambar 1. Special Characteristic Affecting Retailers (Berman dan Evans
dalam Foster 2008)
Faktor lain yang membuat ritel diminati oleh konsumen adalah
keinginan konsumen membanding-bandingkan merek dan model yang
berbeda antara para pedagang eceran, adanya iklim penjualan impulsif yang
menarik, serta keinginan konsumen untuk keluar dari rumah. Penjualan
eceran dapat lebih maju dalam usahanya apabila mau bekerja lebih baik
dibandingkan dengan pesaingnya dalam melayani konsumen. Pada
dasarnya fungsi penjualan eceran (ritel) adalah memberikan pelayanan
semudah mungkin kepada konsumen (Foster, 2008).
Menurut Berman & Evans dalam Foster (2008), fungsi ritel dalam
distribusi adalah sebagai berikut:
1. Ritel merupakan tahap akhir dalam saluran distribusi yang terdiri dari
usaha-usaha dan orang-orang yang terlibat dalam perpindahan fisik dan
penyerahan kepemilikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen.
8
2. Ritel sebagai perantara antara pengusaha menufaktur, pedagang besar,
serta pemasok lain ke konsumen akhir. Selengkapnya dapat dilihat pada
Gambar 2.
3. Fungsi distribusi dari ritel adalah terjalinnya komunikasi dengan
pelanggan, pengusaha manufatur, dan pedagang besar.
4. Ritel harus dapat menyediakan bantuan yang berguna seperti
transportasi, penyimpanan, periklanan, dan pembayaran lebih dahulu
untuk barang dagangan bagi para pengusaha manufaktur dan pemasok
yang masih kecil.
5. Melalui ritel, transaksi para pelanggan dilengkapi dengan pelayanan
pelanggan yang lebih baik seperti: pembungkus, pengiriman, dan
pemesanan.
Manufactur
Wholesaler
Retailer
Final
Consumer
Gambar 2. A Typical Channel of Distribution (Berman dan Evans
dalam Foster 2008)
2.2. Hypermarket
Menurut Berman & Evans dalam Foster (2008), hypermarket adalah
sebuah tempat yang berukuran sangat luas dan nyaman, dimana terdapat
berbagai macam kebutuhan konsumen mulai dari bahan makanan, pakaian,
obat-obatan, dan kebutuhan umum lainnya dengan harga yang murah, serta
memberikan sebuah pengalaman berbelanja yang tidak didapatkan
konsumen di tempat belanja lain. Gerai-gerai ritel modern mengalami
perkembangan yang cukup besar di Indonesia. Hypermarket memiliki
jumlah gerai yang lebih sedikit dibandingkan dengan ritel lokal lainnya,
namun kehadiran ritel berskala besar inilah yang membuat konsumen
merasa semakin memiliki banyak pilihan tempat berbelanja. Para peritel
9
asing ini menawarkan sesuatu yang lebih dibandingkan dengan ritel-ritel
lokal lainnya, misalnya perusahaan ritel asing melakukan penjualan dengan
pilihan barang-barang yang lebih lengkap dan beragam dibandingkan
dengan yang ditawarkan oleh perusahaan ritel lokal (Foster, 2008).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Warta Ekonomi No. 23/Thn.
XIV/9 Oktober dalam Foster (2008), perusahaan retail besar (hypermarket)
yang masuk ke Indonesia sampai tahun 2002 sudah berjumlah 54 gerai.
Pertumbuhan gerai hypermarket ini akan terus berkembang sesuai dengan
perkembangan potensi pasar maupun karena dipicu oleh persaingan di
antara pegusaha ritel itu sendiri.
2.3. Promosi
Pada dasarnya kegiatan pemasaran bertujuan untuk melakukan
pertukaran, yang lebih detilnya menurut Kotler (2003) adalah suatu proses
sosial, dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka
butuhkan dan inginkan dengan menciptakan dan mempertahankan produk
dan
nilai
dengan
individu
beserta
kelompok
lainnya.
Pada
pengaplikasiannya, pemasaran meliputi empat hal yang tercakup ke dalam
bauran pemasaran (marketing mix), yaitu produk (product), harga (price),
tempat (place), dan promosi (promotion) (Kotler, 2003).
Salah satu dari bauran pemasaran adalah promosi (promotion).
Promosi tentunya akan sangat mendukung setiap kegiatan produsen untuk
menarik perhatian konsumen. Berdasarkan hal tersebut, tentunya akan
membuat produsen senantiasa melakukan strategi-strategi yang termasuk
dalam bauran promosi (promotional mix). Menurut Kotler (2003) bahwa
promosi mempunyai lima perangkat utama yaitu:
1. Iklan (advertising), bertujuan untuk memberi ajakan kepada konsumen
untuk mengenal, mengingatkan, dan membeli produk.
2. Penjualan
secara
langsung
(direct
selling),
bertujuan
untuk
menempatkan penekanan besar pada pelanggan daripada pada
produk/jasa. Direct selling dapat langsung memfokuskan pada target
dan mengirimkan pesan hanya untuk target sasaran.
10
3. Promosi penjualan (sales promotion), bertujuan untuk mengajak
konsumen untuk membeli sekarang.
4. Hubungan masyarakat (public relations), bertujuan untuk menciptakan
good relation dengan public, agar masyarakat memiliki image yang
baik terhadap perusahaan.
5. Penjualan tatap muka (personal selling), bertujuan membujuk
konsumen untuk membeli barang atau jasa atau bertindak sesuai dengan
ide tertentu dengan menggunakan komunikasi tatap muka.
2.4. Promosi Penjualan
Selain dengan periklanan yang bertujuan untuk menciptakan
kesadaran dan citra dalam jangka panjang, peritel juga butuh suatu alat
untuk merangsang pembeli mempercepat pembelian/transaksi. Alat tersebut
adalah promosi penjualan. Promosi penjualan (sales promotion) mengajak
konsumen agar membeli sekarang (sales promotion offers reasons to buy
now) (Foster, 2008).
Menurut Foster (2008), promosi penjualan memberikan nilai lebih
dan insentif kepada konsumen untuk mengunjungi toko atau melakukan
pembelian dalam periode waktu tertentu. Maksud dari nilai lebih adalah
setiap konsumen yang merespon pada promosi tersebut akan mendapatkan
hal yang lebih dari sekedar produk dan citranya. Menurut Sumarwan
(2002), promosi penjualan untuk konsumen misalnya melalui pemberian
diskon/potongan harga atau melalui bentuk promosi penjualan lainnya.
Menurut Kotler dan Amstrong (2004), tujuan digunakan promosi penjualan
ialah:
1. Menarik para pembeli baru.
2. Memberi hadiah atau penghargaan kepada konsumen-konsumen atau
pelanggan lama.
3. Meningkatkan daya pembelian ulang dari konsumen lama.
4. Menghindarkan konsumen lari ke merek lain.
5. Mempopulerkan merek/meningkatkan loyalitas.
6. Meningkatkan volume penjualan jangka pendek dan memperluas
market share jangka panjang.
11
Kotler
(2003)
menyebutkan
bahwa
ada
tiga
keuntungan
menggunakan promosi penjualan, yaitu:
1. Komunikasi,
promosi
penjualan
memunculkan
perhatian
dan
mengarahkan konsumen pada produk.
2. Insentif, promosi penjulan dapat memberikan kontribusi tertentu yang
menambah nilai bagi konsumen.
3. Undangan, promosi penjualan dapat mengajak konsumen untuk
melakukan transaksi sekarang juga secara spontan atau melakukan
pembelian secara impulsif (impulse buying).
Menurut Ma’ruf (2006), terdapat jenis-jenis promosi penjualan yang
dapat dilakukan, yaitu free sample, bonus pack, in-store display, purchase
with purchase yang merupakan bentuk dari premiums, price-off promotions
atau price discount, contest, frequent shopper program, demonstration,
referral gifts, direct gifts, souvenir, dan special events.
1. Free sample, adalah contoh produk yang diberikan secara cuma-cuma
yang tujuannya adalah memberikan gambaran baik dalam manfaat,
rupa, ataupun bau dari produk yang dipromosikan (Ma’ruf, 2006).
2. Bonus pack, menawarkan konsumen sebuah muatan ekstra dari sebuah
produk dengan harga normal (Belch & Belch, 2001).
3. In-store display, penempatan materi promosi di counter, lantai atau di
jendela display yang memungkinan para peritel mengingatkan para
pelanggan dan menstimulasi belanja impulsif (Ma’ruf, 2006).
4. Premium, salah satu bentuk dari premium adalah pembelian dengan
pembelian (purchase with purchase). Premium adalah barang yang
ditawarkan dengan biaya relatif rendah/gratis sebagai insentif bila
membeli produk tertentu (Foster, 2008).
5. Price-off promotions atau price discount, menawarkan kepada
konsumen penghematan dari harga biasa dengan mendapatkan suatu
produk yang tertera pada label atau kemasan (Foster, 2008).
6. Contest, para konsumen berkompetisi untuk memperebutkan hadiah
yang disediakan dengan cara memenangkan permainan (game) (Ma’ruf,
2006).
12
7. Frequent shopper program, para pelanggan diberi poin atau diskon
berdasarkan banyaknya belanja mereka. Jika dalam bentuk poin, poin
itu dikumpulkan hingga mencapai jumlah tertentu yang kemudian dapat
ditukarkan dengan barang (Ma’ruf, 2006).
8. Referral gifts, hadiah yang diberikan kepada pelanggan jika ia
membawa calon pelanggan baru. Teknik referral gifts ini biasa
digunakan
oleh
perusahaan
yang
pelanggannya
berdasarkan
keanggotaan (Ma’ruf, 2006).
9. Direct gifts, mirip dengan frequent shopper program yang berupa poin,
yaitu jumlah belanja menjadi faktor memperoleh hadiah. Bedanya
adalah hadiah diberikan langsung tanpa menunggu jumlah poin tertentu
(Ma’ruf, 2006).
10. Demonstration, tujuan dari demonstrasi (demonstration) sama dengan
tujuan sample, yaitu memberikan gambaran atau contoh dari produk
atau jasa yang dijual. Jika produk berupa alat masak, demonstrasinya
adalah peragaan cara menggunakan alat itu di depan audience (Ma’ruf,
2006).
11. Souvenir, barang-barang souvenir dapat menjadi alat sales promotion
yang menunjukkan nama dan logo peritel. Barang-barang itu berupa tas
belanja, pulpen, kalender, mug, gelas, atau lainnya (Ma’ruf, 2006).
12. Special events, untuk bisnis ritel acara khusus atau event khusus adalah
alat sales promotion yang berupa fashion show, penandatanganan buku
oleh pengarangnya, pameran seni, dan kegiatan dalam liburan (Ma’ruf,
2006).
Pada penelitian kali ini, konsep promosi penjualan yang diteliti
difokuskan pada sebagian jenisnya yaitu free sample, bonus pack, in-store
display, purchase with purchase, dan price discount.
2.4.1. Free Sample
Menurut Foster (2008), free sample adalah variasi teknik
promosi penjualan yang digunakan sebagai cara dalam mengundang
konsumen untuk mencoba produk tertentu secara cuma-cuma
dengan harapan mereka akan membeli produk itu. Berdasarkan free
13
sample ini, manajer pemasaran dapat mengenali hal penting dari
pembelian impulsif (impulse buying) dan kebiasaan langsung
konsumen dari pengalaman terhadap produk, sehingga konsumen
dapat langsung mencoba produk tersebut dibandingkan dengan
hanya mendengar tentang produknya (Kardes, 1999).
Jika berupa makanan, free sample dapat diberikan dalam
potongan-potongan kecil untuk sekali suap yang diberikan langsung
di dalam toko. Jika berupa barang keperluan pribadi seperti
shampo, maka free sample dibuatkan dalam sachet kecil sekali
pakai dan dibagikan kepada konsumen baik langsung di dalam toko
atau di tempat yang menjadi pusat keramaian orang (Ma’ruf, 2006).
2.4.2. Bonus Pack
Bonus pack menawarkan konsumen sebuah muatan ekstra
dari sebuah produk dengan harga normal (Belch & Belch, 2001).
Promosi ini biasa digunakan untuk meningkatkan pembelian
impulsif (impulse buying) oleh konsumen.
Belch
&
Belch
(2001)
menyebutkan
manfaat
dari
penggunaan strategi bonus pack ini, yaitu:
1. Memberikan pemasar cara langsung untuk menyediakan nilai
ekstra.
2. Merupakan strategi bertahan yang efektif terhadap kemunculan
promosi produk baru dari pesaing.
3. Menghasilkan pesanan penjualan yang lebih besar.
4. Bisa mendapatkan ruang atau tempat display yang pas pada ritel
untuk penempatan produknya.
2.4.3. In-Store Display
Menurut Alma (2004), display merupakan usaha mendorong
perhatian dan minat konsumen pada toko atau barang dan
mendorong keinginan membeli melalui daya tarik penglihatan
langsung (direct visual appeal). Memajangkan barang di dalam toko
dan di etalase, mempunyai pengaruh besar terhadap penjualan, dan
14
jika materialnya terintegrasi, hal ini dapat terlihat dan dirasakan
sebagai suatu iklan produk dan dapat memperkuat positioning
merek tersebut. Biasanya kita lihat salah satu cara untuk menjual
barang ialah dengan membiarkan calon pembeli itu melihat,
meraba, mencicipi mengendarai, dan lain sebagainya (Foster,
2008).
Razzouk, et. al. (2002) mengatakan bahwa kualitas dari
display adalah faktor kunci untuk sukses dalam penjualan
konsumen secara tahan lama melalui outlet-outlet ritel. Ada tiga
penempatan area untuk in-store display, yaitu:
1. Regular shelf displays, area lorong atau yang memang untuk
penemptan barang.
2. Island displays, area di tengah-tengah jalur utama pergerakan
konsumen dalam toko.
3. End-cap displays, area di ujung lorong dari rak atau display
produk.
2.4.4. Purchase with Purchase
Purchase with purchase atau pembelian dengan pembelian
merupakan bentuk dari premiums. Purchase with purchase
merupakan
barang
yang
ditawarkan
dengan
biaya
relatif
rendah/gratis sebagai insentif bila membeli produk tertentu (Belch
& Belch, 2001).
2.4.5. Price Discount
Price discount, merupakan penghematan yang ditawarkan
pada konsumen dari harga normal akan suatu produk, yang tertera
di label atau kemasan produk tersebut (Kotler 2003). Promosi
potongan harga memberikan beberapa keuntungan diantaranya:
dapat memicu konsumen untuk membeli dalam jumlah yang
banyak, mengantisipasi promosi pesaing, dan
mendukung
perdagangan dalam jumlah yang lebih besar (Belch & Belch, 2001).
15
2.5. Perilaku Konsumen
Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2002) mendefinisikan
perilaku konsumen sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam
mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk
dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.
Engel, et. al. (1994) mengartikan perilaku konsumen sebagai tindakan
yang
langsung
terlibat
dalam
mendapatkan,
mengkonsumsi,
dan
menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan mengikuti tindakan ini.
Perilaku konsumen di dalam mengutarakan niat pembelian terbagi
dalam dua kategori, yaitu (Engel, et.al. 1995):
1. Niat membeli produk ataupun merek.
2. Niat membeli hanya kelas produk (misalnya: niat membeli es krim,
tetapi keputusan tambahan harus dibuat mengenai merek apa).
Berdasarkan kategori di atas, maka pembelian produk atau jasa yang
dilakukan konsumen dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu (Engel,
et.al. 1995):
1. Pembelian terencana sepenuhnya
Pada pembelian ini, konsumen telah menentukan pilihan produk dan
merek sebelum melakukan pembelian. Pada pembelian jenis ini,
konsumen akan lebih bersedia menginvestasikan waktu dan energi
dalam berbelanja dan membeli.
2. Pembelian separuh terencana
Seringkali konsumen sudah mengetahui dan merencanakan produk apa
yang ingin dibelinya sebelum memasuki toko, tetapi konsumen tersebut
belum mengetahui merek apa yang akan dipilih dan dibeli sampai ia
memasuki toko dan melihat display di dalam toko atau memperoleh
keterangan yang lengkap dari pramuniaga sebagai sumber informasi.
3. Pembelian tidak terencana (impulse buying)
Pembelian impulsif (impulse buying) adalah perilaku pembelian yang
terbentuk di dalam toko yang membedakannya dengan konsumen yang
sudah merencanakan prioritas sebelum memasuki toko.
16
Sumarwan
(2002)
mengatakan
bahwa
para
pemasar
harus
memahami konsumen, dan berusaha mempelajari bagaimana mereka
berperilaku, bertindak, dan berpikir. Walaupun para konsumen memiliki
berbagai macam perbedaan, namun mereka juga memiliki banyak
persamaan. Misalnya dimanapun konsumen berada, mereka sama-sama
membutuhan pangan, yang berbeda adalah jenis pangan dan makanan.
Para pemasar wajib memahami keragaman dan kesamaan konsumen
atau perilaku konsumen agar mereka mampu memasarkan produknya
dengan baik. Para pemasar harus memahami mengapa dan bagaimana
konsumen mengambil keputusan konsumsi, sehingga pemasar akan mampu
memperkirakan bagaimana kecenderungan konsumen untuk bereaksi
terhadap informasi yang diterimanya dan dapat merancang strategi
pemasaran dengan lebih baik (Sumarwan, 2002).
Para pemasar yang memahami perilaku konsumen juga akan mampu
mempengaruhi perilaku tersebut sehingga sesuai dengan apa yang
diinginkan
pemasar.
Mempengaruhi
perilaku
konsumen
adalah
mempengaruhi pilihan konsumen agar mereka mau memilih produk dan
merek tertentu yang ditawarkan pemasar tersebut. Proses mempengaruhi
konsumen biasanya dilakukan melalui strategi pemasaran yang tepat
(Sumarwan, 2002).
2.6. Proses Pengambilan Keputusan Konsumen
Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2002) mendefinisikan suatu
keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan
alternatif. Menurut Sumarwan (2002), proses pengambilan keputusan
konsumen akan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Pengenalan kebutuhan
Tahap ini merupakan tahap pertama dalam proses pengambilan
keputusan.
Pengenalan
kebutuhan
muncul
ketika
konsumen
menghadapi suatu masalah, yaitu suatu keadaan dimana terdapat
perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang
sebenarnya terjadi.
17
2. Pencarian informasi
Pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang
bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan
mengkonsumsi suatu produk. Konsumen akan mencari informasi yang
tersimpan di dalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari
informasi dari luar (pencarian eksternal).
3. Evaluasi alternatif
Tahap berikutnya setelah konsumen mendapatkan informasi yang
dibutuhkan, maka konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada.
Konsumen mengevaluasi pilihan produk dan merek serta memilihnya
sesuai
dengan
yang
diinginkan.
Pada
tahap
ini,
konsumen
membandingkan berbagai pilihan yang dapat memecahkan masalah
yang dihadapinya.
4. Keputusan pembelian
Setelah konsumen menentukan alternatif yang akan dipilih, maka
konsumen akan menentukan produk atau merek yang akan dipilihnya
atau konsumen tersebut dapat membentuk niat untuk membeli produk
yang paling disukai.
5. Perilaku pasca pembelian
Setelah membeli dan mengkonsumsi suatu poduk atau jasa, konsumen
akan memiliki perasaan puas atau tidak puas terhadap produk atau jasa
yang dikonsumsinya. Kepuasan akan mendorong konsumen membeli
dan mengkonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya perasaan yang
tidak puas akan menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan
pembelian kembali dan konsumsi produk tersebut atau bahkan akan
beralih kepada produk pesaing.
Pada pelaksanaannya, proses pengambilan keputusan pembelian
suatu produk atau jasa oleh konsumen akan melibatkan berbagai pihak
sesuai dengan peran masing-masing (Sumarwan, 2002). Peran yang
dilakukan tersebut adalah:
1. Initiator, seseorang yang memiliki dan memberikan informasi, ide, atau
gagasan untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk.
18
2. Influencer, seseorang yang selalu dimintai pendapatnya berpengaruh
terhadap keputusan pembelian.
3. Decider, seseorang yang memiliki wewenang untuk memutuskan
apakah membeli, apa yang akan dibeli, dan bagaimana membelinya
suatu produk atau suatu merek.
4. Buyer, seseorang yang melakukan transaksi pembelian sesungguhnya.
5. User, seseorang yang menggunakan atau mengkonsumsi produk atau
jasa yang dibeli.
2.7. Impulse Buying
Suatu pembelian seringkali diiringi niat yang pasti walaupun tidak
dinyatakan secara verbal atau secara tertulis pada daftar belanja. Ini adalah
karena pembelanja menggunakan produk yang dipajang di atas rak di
tempat jual barang masal sebagai “daftar belanja pengganti”. Dengan kata
lain, peragaan memberikan pengingatan akan suatu kebutuhan, dan
pembelian pun dicetuskan. Hal ini kerap dirujuk sebagai pembelian
berdasar impuls (impulse buying) (Engel, et. al. 1995).
Menurut Rook dalam Engel, et. al. (1995), pembelian berdasar
impuls (impulse buying) paling baik dipandang berdasarkan pengalaman.
Impulse untuk membeli ini kompleks secara hedonik dan mungkin
merangsang konflik emosional. Konsumen seringkali membeli suatu
produk tanpa direncanakan terlebih dahulu. Keinginan untuk membeli
seringkali muncul pada saat berada di toko. Banyak faktor yang
menyebabkan hal tersebut. Salah satu diantaranya adalah display
pemotongan harga 50 persen, yang terlihat mencolok akan menarik
perhatian konsumen. Konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli
produk. Display tersebut telah membangkitkan kebutuhan konsumen yang
tertidur, sehingga konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak untuk
membeli produk yang dipromosikan tersebut. Keputusan pembelian seperti
ini sering disebut sebagai pembelian impulsif (impulse buying) (Sumarwan,
2002).
19
Menurut Rook dalam Engel et. al. (1995), pembelian impulsif dapat
terdiri dari satu atau lebih karakteristik sebagai berikut:
1. Spontanity (spontanitas), dimana pembelian impulsif terjadi secara
tidak terduga dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang juga.
2. Power,
compulsion,
and
intensity,
adanya
motivasi
untuk
mengesampingkan hal-hal lain dan bertindak secepatnya.
3. Excitement and simulation, yaitu keinginan membeli secara tiba-tiba
yang seringkali diikuti oleh emosi seperti exciting, thrilling, atau wild.
4. Disregard for consequences, keinginan untuk membeli dapat menjadi
tidak dapat ditolak sampai konsekuensi negatif yang mungkin terjadi
diabaikan.
Loudon & Bitta (1993) menyebutkan empat tipe pembelian impulsif
(impulse buying) sebagai berikut:
1. Pure impulse, sebuah pembelian yang berlawanan dengan tipe
pembelian normal.
2. Suggestion impulse, seorang pembeli tidak mempunyai pengetahuan
sebelumnya tentang sebuah produk, melihatnya untuk pertama kali, dan
merasakan kebutuhan akan produk tersebut.
3. Reminder impulse, seorang pembeli melihat sebuah produk dan teringat
bahwa persediaan produk tersebut di rumah sudah berkurang, atau
mengingat sebuah iklan atau informasi lain tentang sebuah produk dan
keputusan pembelian terdahulu.
4. Planned impulse, seorang pembeli memasuki toko dengan ekspektasi
dan tujuan untuk melakukan pembelian berdasarkan adanya harga
spesial, kupon, dan sejenisnya.
Menurut Loudon & Bitta (1993), karakteristik produk yang dapat
mempengaruhi pembelian impulsif adalah produk yang harganya murah
dan ada kebutuhan marjinal akan produk tersebut, mempunyai umur yang
pendek, berukuran kecil atau ringan, dan mudah dalam penyimpanannya.
Kotler (2003) mendefinisikan benda-benda impulsif (impulse goods)
sebagai benda yang dibeli tanpa perencanaan atau upaya pencarian.
Beberapa macam dari barang-barang konsumen yang termasuk dalam
20
kelompok produk impulsif adalah produk-produk low involvement, yaitu
produk-produk yang tidak membutuhkan pertimbangan mendalam untuk
membelinya, seperti kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods),
pakaian, dan ornamen-ornamen atau pernak-pernik kecil lainnya.
2.8. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Asmoro (2009) tentang analisis pengaruh
situasi konsumen terhadap perilaku impulse menyatakan bahwa tingkat
perilaku impulse buying konsumen Giant Taman Yasmin, Bogor, tergolong
sedang. Karakteristik situasi konsumen yang digunakan adalah lingkungan
fisik, lingkungan sosial, waktu, dan suasana hati. Penelitian ini
menggunakan analisis SEM dan diperoleh hasil bahwa karakteristik
lingkungan fisik memiliki pengaruh paling besar terhadap perilaku impulse
buying dengan loading factor sebesar 0,38 dan t-value sebesar 2,00,
sedangkan keempat karakteristik situasi konsumen lainnya memiliki nilai
loding factor dan t-value masing-masing lingkungan sosial sebesar 0,087,
karakteristik waktu sebesar -0,071, tujuan sebesar -0,012, dan suasana hati
sebesar -0,019 dimana keempat karakteristik tersebut memiliki nilai t-value
dibawah 1,96. Berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa
model yang digunakan dalam penelitian ini dinyatakan baik dan dapat
diterima.
Penelitian kali ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan Asmoro (2009) yaitu pada penelitian kali ini, peneliti
menggunakan promosi penjualan di dalam toko sebagai variabel yang akan
dilihat pengaruhnya terhadap impulse buying, sedangkan pada penelitian
Asmoro (2009) menggunakan variabel situasi konsumen. Selain itu,
analisis yang digunakan juga berbeda. Asmoro (2009) menggunakan
analisis SEM, sedangkan penelitian kali ini menggunakan analisis regresi
linier berganda. Tempat yang dijadikan penelitian juga berbeda. Penelitian
Asmoro (2009) di Giant hypermarket Taman Yasmin, Bogor, sedangkan
penelitian kali ini di Carrefour hypermarket Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Anggana (2009) melakukan penelitian yang berjudul ”Analisis
Pengaruh Promosi Penjualan di Dalam Toko Terhadap Product Trial pada
21
Konsumen Hypermarket.” Hubungan antara variabel-variabel yang diteliti
dianalisis dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Selain itu
digunakan analisis faktor untuk membuktikan bahwa variabel penelitian
yang digunakan adalah layak atau dapat diterapkan. Variabel-variabel
promosi penjualan di dalam toko yang berpengaruh terhadap product trial
pada konsumen hypermarket adalah free sample, bonus pack, dan in-store
display, sedangkan purchase with purchase dan discount tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap product trial. Selain itu digunakan juga
dummy variables yaitu jenis kelamin dan tingkat pengeluaran. Variabel
jenis kelamin tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel product
trial, sedangkan variabel tingkat pengeluaran memiliki pengaruh negatif
dan signifikan terhadap variabel product trial.
Penelitian kali ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan Anggana (2009). Penelitian kali ini meneliti mengenai pengaruh
promosi penjualan di dalam toko terhadap keputusan impulse buying atau
pembelian impulsif pada konsumen, sedangkan penelitian Anggana (2009)
meneliti mengenai pengaruh promosi penjualan di dalam toko terhadap
product trial atau pembelian produk coba-coba pada konsumen. Selain itu
responden yang dituju dan tempat yang dijadikan penelitian juga berbeda.
Anggana (2009) mengambil lokasi lingkungan kampus Universitas
Indonesia, Depok untuk dijadikan tempat penelitian dan mengambil
responden yang salah satunya mahasiswa Universitas Indonesia yang
menjadi konsumen hypermarket manapun. Penelitian kali ini memilih
Carrefour hypermarket Lebak Bulus untuk dijadikan tempat penelitian dan
responden yang diambil adalah konsumen yang sedang berkunjung dan
berbelanja di Carrefour hypermarket Lebak Bulus agar tepat sasaran dan
hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat langsung bagi pihak Carrefour
hypermarket Lebak Bulus itu sendiri. Selain itu terdapat pula perbedaan
lainnya yaitu Anggana (2009) menggunakan analisis faktor dan regresi
linier berganda, sedangkan penelitian kali ini menggunakan analisis
crosstab, chi-square, korelasi kanonikal, dan regresi linier berganda.
22
Penelitian Anggana (2009) menggunakan dummy variables, sedangkan
penelitian kali ini tidak menggunakan dummy variables.
Penelitian yang dilakukan Yusriyanti (2008) menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara in-store promotion terhadap keputusan impulse
buying yang dilakukan oleh konsumen. Hubungan antara variabel-variabel
yang diteliti dianalisis dengan menggunakan metode regresi linier
berganda. Variabel-variabel in-store promotion yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah promosi penjualan, display toko dan personal
selling. Variabel in-store promotion yang berpengaruh terhadap keputusan
impulse buying pada konsumen Giant hypermarket Taman Yasmin, Bogor
adalah promosi penjualan dan personal selling, sedangkan display toko
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan impulse buying.
Penelitian kali ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan Yusriyanti (2008) yaitu bentuk atau variabel promosi di dalam
toko yang digunakan pada penelitian. Yusriyanti (2008) menggunakan
promosi penjualan, display toko dan personal selling sebagai variabelvariabel dari promosi di dalam toko (in-store promotion), sedangkan pada
penelitian kali ini peneliti hanya memfokuskan pada promosi penjualan di
dalam toko yaitu free sample, bonus pack, in-store display, purchase with
purchase, dan price discount. Selain itu, tempat yang dijadikan penelitian
juga berbeda. Penelitian Yusriyanti (2008) di Giant hypermarket Taman
Yasmin, Bogor, sedangkan penelitian kali ini di Carrefour hypermarket
Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Download