E-GOVERNMENT SEBAGAI INOVASI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN *) Oleh: Choirul Saleh**) Abstract One of duty and responsibility of a public sector organization is delivering its service in satisfied manner. For those purpose, a public sector institution need a modern and sophisticated Information Communication Technology (ICT)-based infrastructure to realize its duties and responsibilities. As a developing country, even though very late in its introduction of ICT, Indonesia also implemented that technology as an innovation in its delivering services activities. The objective of this paper is to describe and analyze the steps that were taken by Indonesia to make its service delivery more innovative by implementation of ICT-based public service. The paper used a case study on E-passport service. Though incomprehensive, the case study was a evidence of low result of the e-government implementation in Indonesia. Key words: public service, innovation, e-government Pendahuluan. Penggunaan sarana internet di dunia bisnis yang diistilahkan sebagai ecommerse yang telah diterapkan secara meluas yang diliris jejak sekitar 2 dasawarsa yang lalu, secara ekonomis telah membawa keberuntungan secara memuaskan bagi mereka. Bertolak daricerita keberhasilan sektor bisnis itulah yang dijadikan sebagai inspirasi baru dan mendorong para policymaker pada organisasi sektor publik di beberapa negara maju untuk melakukan reformasi organisasinya dalam menggunakan ICTsebagai sarana kerjanya, terutama dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja organisasi atau institusi mereka. Beberapa negara yang pertama kali memanfaatkan internet sebagai sarana kerja mereka, di antaranya adalah AS dan Singapora serta Inggris (Rhonda, 2009). Bahkan ketiga negara tersebut tidak saja menggunakan sarana ICT dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja yang bersifat teknis, lebih dari itu mereka juga memanfaatkanICTtersebut secara intensif dalam rangkameningkatan kualitas pelayanan publik, serta meningkatkan akuntabilitas hampir di seluruh bidang kegiatan mereka, sehingga ketiga negara tersebut dianggap sebagai negara-negara pioner di dalam mengaplikasikan E-Government (EGov). Menanggapi tentang besarnya manfaat yang telah diraih oleh negaranegara maju melalui penerapan E-Gov tersebut, Farazmand (2004) mengatakan bahwa E-Gov yang sangat sarat dengan ICT itu, di samping mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas transaksi, lebih dari itu hal tersebut juga merupakan cara jitu yang mampu mengefisienkan waktu, biaya serta dapat menyederhanakan birokrasi berbelit yang sering terjadi di dalam organisasi _____________________ *) Telah disampaikan pada Seminar Nasional Jurusan Ilmu Administrasi Publik Dalam Rangka Dies Natalis FIA UB ke 51 pada tanggal; 08 Oktober 762011 **) Dosen Tetap Jurusan Ilmu Administrasi Publik FIA UB Malang. Choirul Saleh, E-Government Sebagai Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia 77 pemerintahan. Sehubungan dengan berbagai kelebihan atas penerapan EGov tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung ternyata dapat menumbuhkan tingginya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap negara atau pemerintah. Walaupun berbagai bukti nyatatersebut telah memberikan petunjukbahwa banyak negara maju yang bisa memperoleh manfaat besar atas pengaplikasian E-Gov, tetapi secara umum banyak negara yang terlambat mengadopsi ICT tersebut ke dalam tubuh organisasi pemerintahannya, terutama bagi negara-negara sedang berkembang, sebagaimana halnya yang terjadi di Indonesia hingga di pertengahan tahun 2011 saat ini. Jangankan untuk menyelenggarakan program E-Gov, bahkan untuk mengaplikasikan EService pun pada umumnya mereka sangat terlambat, dengan berbagai alasan yang seolah-olah kelihatan logis, mengapa mereka tidak tidak segera mengadopsi ICT secara konsekwen dalam rangka meningkatkan kinerja mereka, terutama dalam melakukan public services delivery bagi warga negaranya. Tidak berbeda dengan negaranegara sedang berkambang pada umumnya, Indonesia hingga saat ini juga masih termasuk sebagai salah satu negara yang sangat terlambat dalam mengodopsi ICT sebagai sarana utama dalam pelaksanaan kerjanya. Bahkan berdasarkan UN Goverment Survey (2008) Indonesia belum termasuk sebagai salah satu dari 70 negara di dunia yang memiliki tingkat kesiapan dan kemampuan yang cukup dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip EGovke dalam kehidupan organisasi pemerintahannya. E-Govovernance Sebagai Tindakan Inovatif Pelayanan Publik. Sejak penggunaan ICT telah merambah secara luas ke dalam kehidupan organisasi sektor publik, ternyata pemanfaatan teknologi tersebut tidak hanya mampu menggiring atas terjadinya pergeseran yang positif dibidang proses dan prosedur penyusunan kebijakan publik, tetapi juga mampu menciptakan terjadinya peningkatan tranparansi dan akuntabilitas hampir diseluruh fungsi pemerintahan, dan dapat pula meningkatkan jumlah cost saving pada kegiatan administrasi pemerintahan. Bahkan lebih dari pada itu penerapan EGov secara kuantitatif mampu memperluas cakupan pelayanan, sedangkan secara kualitatif juga sangat efektif dalam menumbuhkan tingkat kepuasan masyarakat penerima jasa layanan yang disedikan oleh pihak pemerintah sebagai provider-nya. Dengan kata lain dapat pula dikatakan bahwa penerapan E-Gov secara esensial merupakan tindakan inovatif bagi terselenggarakannya pelayanan publik yang dapat menciptakan kepercayaan dan kepuasan masyarakat kepada pemerintah.Dalam hal ini Pathak et al (2008: 68) pernah mengtakan sebagai berikut; E governance, reformers aspire to reincorce the connection between public officials and communities thereby leading to a stronger, more accuntable and inclusive democracy. The success of EGovernance requires fondamental chnges in how goverment works and how people view the provisions throgh which government is helping them. Memperhatikan pendapat yang telah diutarakan oleh Pathak et al tersebut di atas, dapatlah diambil sebuah pemahaman bahwasannya penerapan EGov. pada saat ini tidak boleh dipandang hanya sebagai bentuk-bentuk penyelenggaraan pemerintahan berbasis ICT dengan memanfaatkan jaringan internet semata. Bahkan penerapan EGov. harus dipandang sebagai sebuah model aktivitas kepemerintahaan integratif yang dicirikan oleh adanya sebuah jaringan proses aktivitas kerja 78 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012 seluruh organisasi sektor publik yang mampu menciptakan terjadinya demokratisasi pemerintahan yang lebih terpercaya, maupun berbagai aspek tindakan pemerintah lainnya yang lebih transparan, akuntabel, cepat, tepat, akurat, mudah dan murah melalui aplikasi ICT,karena kehadliran E-Gov. ternyata mampu menciptakan serta memperbaiki kualitas interaksi antara pemerintah dengan berbagai pihak. Menurut Rush & Kannan (2002) berbagai interaksi yang lajim dapat ditingkatkan kualitas interaksinya itu, diantaranya adalah interaksi antara pemerintah dengan warga negaraatau Government to Citizen (G to C), interaksi pemerintah dengan swastaGovernment to Business (G to B), serta interaksi yang terjadi antara pemerintah dengan pemerintah Government to Government (G to G)maupun bentuk-bentuk interaksi lainnya, baik yang berjalan secara upward interaction,downward interaction maupun yang berjalan secara lateral interaction sehingga dapat mengefektifkan dan mengefisienkan kinerja internal organisasi pemerintahan yang lajim disebut sebagai internal government operation (Backus; 20010). Pendek kata,bahwa dengan kehadliran E-Gov. yang diaplikasikan secara konsekwen oleh negara-negara maju ternyata mampu membuka peluang yang seluas-luasnya bagi negara itu untuk melakukan perbaikan kinerja mereka. Mereka dengan sangat meyakinkan telah melakukan pergeseran pola kerja yang semula bersifat negatif dan banyak mendapat kecamanan serta menimbulkan kekecewaan warga negara itu, telah menjelma menjadi pola kerja yang penuh dengan pujian dan kepuasan dari berbagai pihak karena kualitasnya yang menjadi semakin meningkat dengan terciptanya interaksi antara pemerintah dengan masyarakat yang semakin harmonis. Sementara itu kinerja internal organisasi sektor publiknya juga menjadi sangat efektif dan efisien sehingga cost of public service delivery yang ditanggung oleh masyarakat menjadi sangat murah yang berdapak positif pada peningkatan kualitas interaksi yang terjadi antara negara dengan warga masyarakatnya, baik mereka yang berstatus sebagai users,citizenmaupun yang berstatus sebagai customer. Menanggapi tentang berbagai manfaat positif yang dapat dirasakan oleh negara-negara maju yang telah mengaplikasikan E-Gov. secara konsekwen tersebut, Bhatnagar dalam Pathak et al (2008) mengatakan “Online system have not only helped achieve efficiency gains by cutting overal time to process applications but also made transactions more traceable, transparent and eaisier to access”. Mengomentari tentangberbagai hasil dan dampak positif yang telah dirasakan oleh berbagai negara maju melalui penerapan E-Gov. tersebut, Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) dalam UN Government Survey (2008: 3) mengatakan sebagai berikut; Innovation in information and communication technologies have also provided an apportunity for effective working modalities across government agencies. Whereas at an early stage ICT was viewed as an important tool for improving efficiency, as organizations become more mature and more complex, the role of ICT needs to evolve to enable onterorganizational linkages and, with it, the need for e-government coordination as such, ICT is being viewed as a key tool to bring about a change in service delivery. Menyimak tentang apa yang disampaikan oleh OECD tersebut, memberikan pemahaman yang lengkap bagi kita bahwa kehadliran E-Gov bagi organisasi sektor publik atau organisasi pemerintahan itu adalah merupakan sebuah keniscayaan yang tidak mungkin bisa dihindarkan, apabila negara itu benar-benar memiliki keinginan yang Choirul Saleh, E-Government Sebagai Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia 79 kuat dalam rangka memperbaiki kualitas kinerja mereka. Pada umumnya ada 3 (tiga) aspek dari kinerja organisasi sektor publik yang mampu ditingkatkan kualitasnya melalau penyelenggaraan EGov. yang meliputi: - Penyerahan atau pemberian e-service kepada masyarakat secara efisien, efektif, yang dilakukan oleh pemerintah dengan memegang teguh pada prinsip-prinsip equity, impartiality dan equality. - Peningkatan kepuasan bagi warga negara maupun pihak swasta karena adanya pelayanan pemerintah yang dilakukan secara cepat, tepat dan akurat karena proses pelayanan yang diberikan oleh pemerintah selalu didasarkan pada sikap dan perilaku public servants yang penuh semangat, proaktif, progresif dan positif. - Peningkatan kepercayaan masyarakat kepada organisasi sektor publik, karena adanya interaksi yang berjalan secara lancar, transparan dan akuntabel. Sementara itu menurut hasil survey yang pernah dilakukan oleh Pathak et al (2008) bahwa pengaplikasian program E-Gov yang dilakukan secara konsekwen itu ternyata juga terbukti sangat ampuh dan efektif untuk memberantas korupsi, khususnya korupsi di bidang pemberian atau penyerahan jasa pelayanan publik yang dilakukan olehpihak pemerintah kepada mereka yang membutuhkannya. Salah satu bentuk korupsi bidang pelayanan publik yang bisa diminimalisir secara efektif melalui penyelenggaraan E-Gov itu adalah apa yang lajim disebut sebagai petty bureaucratic corruption maupun yang disebut sebagai low-level administrative corruption (Pathak et al; 2008) yang sering dilakukan oleh kelompok birokrat kelas bawah yang oleh Lipsky (1980) diistilahkan sebagai Street Level Bureaucrats. Berkaca dari berbagai fakta keberhasilan oleh negara-negara maju dalam menerapakan E-Gov tersebut, pada saat ini banyak negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia yang berusaha mengikuti langkahlangkah yang telah diambil oleh berbagai negara maju tersebut, yakni mulai berusaha untuk mengaplikasikan E-Gov di Republik tercinta ini. Sudah barang tentu bahwa Indonesia juga memiliki harapan yang besar, bahwa dengan diterapkannyaE-Govini juga akan dapat membawa hembusan angin segar dan kesuksesan yang memuaskan banyak pihak,sebagaimana yang telah diraih oleh berbagai negara maju yang telah lebih dahulu menerapkan E-Gov di negaranya. Dengan kata lain bahwa Indonesia melalui E-Gov. nya juga sangat menaruh harapan untuk dapatmeningkatkan efektivitas kerja, efisiensi biaya, serta bertujuan untuk mempermudah dan memperlancar jalannya proses pelayanan publik bagi warga negaranya, baik bagi mereka yang berstatus sebagai citizens, client, users maupun customers. Bahkan melaluipenerapan E-Gov itu, Indonesia juga memiliki cita-cita mulia untuk menciptakan tewujudnyaclean government atau menekan terjadinyakorupsi pelayan publik di negeri ini. Menakar Kesiapan Dan Kemampuan Indonesia Dalam Mengaplikasikan EGovernment. Sampai dengan selesainya penulisan paper singkat ini, penulis belum berhasil untuk mendapatkan informasi yang akurat, tentang kapan sesungguhnya peletakan fondasi pertama atas penerapan E-Gov maupun E-Service telah dimulai oleh Pemerintah Indonesia. Namun berdasarkan data dari hasil kajian yang telah dilakukan oleh UN Government Survey (2008: 34) menginformasikan bahwa penerapan EGov. yang telah dilakukan oleh Indonesia menempati rangking ke 96 ditingkat Asia Tenggara pada tahun 2005. Bertolak dari informasi tersebut menunjukkan bahwa penerapan E-Gov. di Indonesia telah dimulai beberapa 80 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012 tahun sebelum tahun itu, walaupun tidak dapat menunjukkan secara pasti tahun berapa program tersebut telah dimulai kegiatannya. Ironisnya setelah penilaian atau kajian yang dilakukan oleh UN Government Survey tersebut berjalan selama 3 (tiga) tahun, ternyata prestasi Indonesia dalam mengaplikasikan EGovtidak semakin membaik,sebaliknyajustru mengalami penurunan yang sangat tajam, karena kedudukan Indonesia pada tahun 2008 hanya berada pada rangking ke 106, yang berarti dalam kurun waktu sekitar 3 tahun, penerapan E-Gov di Indonesia telah mengalami penurunan sebesar 10 poin. Mengapa prestasi Indonesia dalam mengaplikasikan E-Gov mengalami kemerosotan yang drastis?, sementara itu apabila dilihat secara faktual, bahwa program penggunaan ICT pada berbagai organisasi sektor publik di Indonesia semakin tahun jumlahnya menjadi semakin meningkat. Boleh jadi bahwa secara kuantitatif jumlah organisasi sektor publik di Indonesia yang menerapkan E-Service sebagai embrio dari penerapan E-Gov.memang semakin besar jumlahnya, tetapi apabila dilihat dari segi kualitas penerapannya, sebagian besar dari mereka belum menampakkan kondisidan prestasi kerja yang optimal, apa lagi untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap organisasi sektor publik penyedia jasa layanan pada khususnya maupun kepercayaan publik terhadap negara pada umumnya, ternyata masih jauh dari harapan yang dinginkan. Secara garis besar untuk menakar tingkat kesiapan dan kemampuan Indonesia dalam mengaplikasikan EGov. dapat dilihat melalui 3 (tiga) aspek dasar yang terdiri dari: 1. Berdasarkan proses internal atas penyelenggaraan E-Gov. terkait dengan pelaksanaan pekerjaan organisasi sektor publik “tertentu” yang bertujuan to improving of internal government operation yang bermuara pada terciptannya proses kerja yang tebih transparan, efisien dan efektif sehingga dapat menekan biaya operasional sampai pada batas minimal yang paling rendah dengan waktu pelaksanaan yang tercepat. 2. Berdasarkan output yang mampu dihasilkan melalui penyelenggaraan E-Gov.yang dapat menyederhanakan dan mempermudah bagi pihak masyarakat untuk mengakses jasa layanan publik yang disediakan oleh organisasi sektor publik sebagai provider-nya, sehingga dapat mempercepat dan meningkatkan adanya pemerintahan yang demokratis melalui penerapan ICT sebagai basis dari penyelenggaraan EGov. 3. Berdasarkan outcome yang dapat dilihat dari munculnya kepuasan masyarakat penerima jasa layanan yang berdampak pada meningkatnya public trustpihak masyarakatterhadap proses penyerahan jasa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah, karena proses penyerahan jasa pelayanan tersebut benar-benar diselenggarakan melalui prinsip a better relationship between citizens and government, yang bermuara padasemakin melemahnya petty bureaucratic corruption sampai pada batas yang paling rendah yang biasa dilakukan oleh low-level bureacratic yang berhadapan langsung dengan masyarakat penerima jasa layanan publik. Oleh karena penerapan E-Gov. di negeri ini belum mampu menciptakan atas ke 3 (tiga) aspek dasar tersebut secara optimal apalagi ideal, maka tidaklah berlebihan apabila pihak UN EGovernment Surveymenilai bahwa penerapan E-Gov di Indonesia semakin hari kualitasnya tidak menjadi semaikan baik, dan justru berada pada posisi yang sebaliknya. Hal ini mengandung pengertian bahwa Indonesia belum memiliki kesiapan dan tingkat kemampuan yang optimal dalam menerapkan E-Govsecara konsekwen. Choirul Saleh, E-Government Sebagai Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia 81 Berdasarkan hasil studiyang pernah dilakukan oleh penulis, tentang kualitas penyelenggaraan E-Passport Servicesyang diasumsikan sebagai langkah awal atas terbentuknya E-Gov di negeri ini, baik dilihat berdasarkan prosesnya, hasilnya maupun dari segi dampaknya juga menunjukkan adanya hasil yang kurang optimal. Ketidak optimalan penyelenggaraan E-Passport Services yang didesakkan oleh International Civil Assosiation Organization(ICAO)kepada Indonesia pada tahun 2006 itu, sampai dengan kondisi awal tahun 2011 ternyata belum bisa dilaksanakan secara tuntas, karena Indonesia belum mampu menyelesaikan aplikasi program E-Passport Services secara menyeluruh sebagaimana tahaptahap yang telah ditetapkan, sehingga sampai saat ini penerbitan E-Passport Books yang berbasis micro chips belum bisa diproduksi secara massal. Oleh sebab itu dapatlah dikatakan bahwa penerbitan E-Passport Book yang dilakukan oleh Indoneia hingga saat ini, secara teknis belum sesuai dengan standard yang telah ditetapkan oleh ICAO. Kendatipun hasil studi ini bukan merupakan representasi dari keseluruhan dari penyelenggaraan E-Service maupun E-Gov. yang telah dilakukan oleh Indonesia selama ini, setidaknya data tersebut adalah merupakan salah satu potret wajah dari sebuah proses penyelenggaraan E-Gov yang oleh Indonesia belum bisa diimplementasikan tuntas dan konsekwen, apabila kurang tepat untuk disebut sebagai penyelenggaraan E-Gov. yang masih dilakukan setengah hati. Adapun indikator yang dijadikan sebagai tolok ukur oleh UN Government Survey dalam menilai tingkat kesiapan dan kemampuan sebuah negara dalam mengimplementasikan E-Govyang disebut sebagai phases of web measure index, UN Government Survey (2008: 17)itu adalah berupa tahapan penerapan E-Gov yang dilakukan oleh sebuah negara yang terdiri dari;a) emerging stage, b) enhance stage, c) interactive stage, d) transactional stage, dan e) connected stage. Sementara itu agak berbeda dengan apa yang disusun oleh pihak UN Goverment Survey, Sakowitcz mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan sebuah negara dalam mengimplementasikan EGovberdasarkan 4 (empat) tahapan yang meliputi;a)information available on-line, b) one-way interaction, c) two way interaction and d) full on-line transactioin, including delivery and payment. Meskipun antaraUN Government Survey dan Sakowitcz menggunakan indikator tahapan penyelenggaraan EGov saling berbeda antara satu dengan lainnya, tetapi keduanya memiliki indikator yang hampir sama ketika mereka melihat proses penerapan EGovyang dilakukan oleh sebuah lembaga atau institusi sektor publik yang bertindak sebagai providers dalam memberikan jasa pelayanan publik kepada pihak-pihak yang membutuhkannya. Beberapa kesamaan process indicatorsyang dimaksud oleh kedua pihak tersebut di antaranya adalah; there are available on-line 24h/7 days, ease of use and one-stop shop (Sakowitcz; 2003) dan (UN Government Survey; 2008).Tanpa harus memaparkan secara rinci dan detil tentang tahapan pelaksanaan E-Gov yang telah dicapai oleh Indonesia, maupun kemampuan Indonesia dalam melakukan proses pemberian jasa layanan berbasis ICT sebagaimana yang disusun dan diutarakan oleh UN Government Survey maupun Sakowitcz, yang jelas Indonesia hanya menempati urutan yang ke 106 di tingkat Asia Tenggara pada tahun 2008 yang lalu. Kondisi yang semacam ini baik secara langsung maupun tidak langsung mengadung pengertian bahwa Indonesia belum bisa mencapai tahapan yang tertinggi dengan proses pemberian jasa pelayanankepada masyarakat yang masih relatif sulit, lamban, kurang menyenangkan dan tidak berjalan secara terpadu dalam kurun waktu 24 jam/hari 82 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Vol. XIII, No. 1, Juni 2012 selama 1 (satu) minggu penuh tanpa berhenti. Terlebih lagi apabila penerepan E-Gov. tersebut dihubungkan dengan menurunnya angka korupsi sebagaimana yang terjadi di Fiji dan Etiopia ( Pathak; 2008) maka Indonesia masih berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan, sebab E-Gov. yang telah diaplikasikan selama ini tidak berdampak sedikitpun terhadap terjadinya penurunan angka korupsi di negeri ini. Oleh sebab itu dilihat dari sisi penerapan E-Gov, masih banyak Pekerjaan Rumah (PR)yang harus segera diselesaikan oleh Indonesia agar pelaksanaan E-Gov benar-benar dapat menghasilkan sesuatu yang positif di segala bidang sebagaimana yang telah terjadi diberbagai negara lainnya. Masih relatif rendahnya kemampuan Indonesia dalam mengaplikasikan E-Gov ini salah satu diantaranya adalah diakibatkan oleh rendahnya kualitas Sumber Daya Aparatur (SDA) yang yang secara teknis diberi kepercayaan atau kewenangan dalam mengoperasional E-Gov dalam menjalankan tugas mereka sehari-hari. Banyak para pemerhati tentang pelaksanaan E-Gov di Indonesia yang mengambil sebuah kesimpulan bahwa rendahnya kemampuan Indonesia dalam menerapkan E-Govselama ini adalah merupakan akibat dari masih rendahnyaICT literacy yang masih melekat pada SDA, karena mereka belum memiliki profesionalitas ataupun kompetensi yang cukup memadai dibidang penerapanICT, karena hanya dengan berbekal profesionalitas kompetensi itulah yang dapat mengakibatkan seseorang dapat melakukan pekerjaan secara efisien, efektif dan ekonomis. Mungkin saja sinyalemen yang semacam ini tidak terlalu salah, apabila kita melihat kondisi SDA yang bekerja pada organisasi sektor publik di Indonesia sekitar 5 tahun atau 10 tahun yang lalu, tetapi sinyalemen yang semacam ini barang kali sudah kurang tepat lagi apabila digunakan untuk menganalisis keadaan SDA yang bekerja pada organisasi sektor publik di indonesia ada pada saat ini. Dalam hal ini Witthon (2007) tidak menafikkan bahwa pelaksanaan kerja secara efisien, efektif dan ekonomis memang bisa diraih oleh para SDA yang memiliki profesionalitas dan kompetensi teknis yang tinggi. Namun demikian, selanjutnya Ia mengatakakan bahwa prinsip 3E yang terdiri dari efisiensi, efektifitas dan ekonomis dalam penyelenggaraan administrasi publik tidaklah cukup, oleh sebab itu harus ditambah dengan 1 prinsi E lagi yang Ia sebut sebagai professional ethic atau ethical competence. Apabila profesionalitas dan kompetensi teknis adalah merupakan prasyarat yang harus dimiliki oleh para SDA dalam mengaplikasikan E-Gov demi terwujudnya kualitas kerja yang dapat menciptakan terjadinya penurunan biaya operasional, percepatan waktu pelayanan dan lain sebagainya, sedangkan professional ethic atau ethical competence sangat mujarab dalam menciptakan attitude dan aptitudeketika mereka menjalin interaksi dengan pihak users, client, customer maupun citizen, sehingga interaksi pemerintah dengan warga negara maupun pihak swasta menjadi lebih baik, yang secara tidak langsung juga dapat menekan terjadinya tindak kejahatan korupsi yang biasa dilakukan oleh para bureacrats yang tidak bertanggungjawab dalam memberikan jasa pelayanan publik bagi mereka yang membutuhkannya. Sehubungan dengan hal tersebut dapatlah diambil sebuah pemahaman bahwa dalam rangka meningkatkan kemampuan Indonesia dalam mengaplikasikan E-Gov tidak saja harus ditempuh melalui peningkatan kompetensi dan profesionalitas teknis bagi SDA-nya saja, melainkan lebih dari itu juga harus ditempuh dengan cara melakukan perbaikanterhadap etika profesionalitas atau perbaikan padakompetensi etik yang telah mereka miliki selama ini. Choirul Saleh, E-Government Sebagai Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia 83 Kesimpulan. Dewasa ini intensitas penggunaan ICT di dalam organisasi sektor publik yang diistilahkan sebagai E-Gov. semakin hari menjadi semakin tak terhidarkan. Bahkan penggunaan E-Gov. sudah dianggap sebagai representasi dari kemampuan organisasi pemerintah di dalam meningkatkan proses penyerahan pelayanan publik di segala bidang. Oleh sebab itu, sangatlah beralasan apabila penerapan E-Gov. lebih dianggap sebagai proses otomatisasi yang harus dilakukan oleh organisasi pemerintah dalam memberikan jasa pelayanan kepada publik secara lebih efisien, efektif, dan transparan serta tepat sasaran. Sudah barang tentu bahwa berbagai anggapan tersebut bermuara dari berbagai fakta keberhasilan gemilang yang pernah dicapai oleh negara-negara maju dalam menerapkan E-Gov. diseluruh sektor organisasi pemerintahan yang dimilikinya. Namun demikian, ketika E-Gov. tersebut diimplementasikan di negaranegara sedang berkembang, sebagaimana halnya yang dilakukan oleh Indonesia, ternyata hasilnya tidak seefektif sebagaimana yang terjadi pada negara-negara maju, apabila kurang tepat untuk dikatakan gagal. Efisiensi, efektivitas dan perbaikan kinerja internal organisasi akibat penerapan E-Gov. sebagaimana yang dirasakan oleh negara-negara maju tersebut, ternyata belum bisa diwujudkan akibat diterapkannya E-Gov. Demikian pula hanya dengan perbaikan interaksi antara pemerintah dengan warga negaranya ternyata juga belum tumbuh secara sempurna, dan penurunan tindakan yang bersifat koruptif juga masih belum kentara. Berdasarkan beberapa studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa belum optimalnya hasil atas penerapan E-Gov tersebut, salah satu diantaranya adalah disebabkan oleh masih rendahnya profesionalitas dan kompetensi SDA yang ada. Namun yang perlu digaris bawahi di sini adalah profesionalitas dan kompetensi yang dimaksud bukan semata-mata terletak pada kompetensi teknis, melainkan lebih disebabkan oleh rendahnya kompetensi etis yang sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku mereka dalam menjalankan sebuah pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya. Daftar Pustaka Ancarani, Alessandro, 2005, Towards Quality E-Service In The Public sector, The Evolution of Web Sites In The local Public Sercice Sector, Managing Service Quality, Vol 15 No 1, Pp. 6-23, Emerald Group Publishing Ltd. Backus, M, 2001, E-Governance and Developing Countries – Introduction and Examples, IICD Research Report No 3. Farazman, A, 2004, Innovation In Strategic Human Resource Management, Building Capacity In The Age of Globalization, Public Organization Review, 4, 3-24. Joseph, Rhonda, C, 2009, E-Government And E-HRM In The Public Sector, dalam Enciclopedia of Human Resource Management System,: Challenges in HRM, Hersly New York, Information Science Refference, Publisher. Lipsky, M., 1980, Street Level Bureaucracy, Dilemmas Of Individual In Public Services, Russell Sage Foundation, New York. Pathak, R., D, et al (2008), EGovernance, Corruption and Public Service Delivery: A Comparative Study of Fiji and Ethiopia, JOAAC, Vol 3 No. 1. Sakowitcz, Marcin, 2003, How to Evaluate E-Government?, Different Methodologies and Methods, Warsaw School of Economics, Departement of Public Administration, Email: [email protected], downloaded 19 January 2010. United Nation, 2008, UN E-Goverment Survey From E-Government to Connected Governance, UN, Publication