Evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Evaluasi
2.1.1 Pengertian Evaluasi (Penilaian)
Evaluasi merupakan
salah
satu
rangkaian
kegiatan
dalam
meningkatkan kualitas, kinerja, atau produktifitas suatu lembaga dalam
melaksanakan programnya. Fokus evaluasi adalah individu, yaitu prestasi
belajar yang dicapai kelompok atau kelas. Melalui evaluasi akan diperoleh
informasi tentang apa yang telah dicapai dan apa yang belum dicapai.
Selanjutnya, informasi ini digunakan untuk perbaikan suatu program.
1. Sudiono, Anas (2005), mengemukakan bahwa secara harfiah kata evaluasi berasal
dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar
katanya adalah value yang artinya nilai. Jadi istilah evaluasi menunjuk pada suatu
tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
2. Akmal (2009: 9), evaluasi adalah penilaian tentang bagaimana program
dijalankan, apakah proses dan dampaknya sudah sesuai dengan yang diharapkan,
serta mengecek faktor-faktor penghambat yang dihadapi, dan faktor-faktor
pendukung yang dimiliki untuk mencapai tujuan.
3. Ahmad (2007: 133), mengatakan bahwa evaluasi diartikan sebagai proses
sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (ketentuan, kegiatan, keputusan, untuk
kerja, proses, orang, obyek, dan lain-lain). Berdasarkan kriteria tertentu melalui
penilaian.
2.2
Investasi
Menurut Widjajanta dan Widyaningsih (2007: 130), investasi merupakan
pengeluaran modal untuk pembelian aset (asset) fisik seperti pabrik, mesin, peralatan,
dan persediaan.
Definisi investasi menurut Bodie, Kane, dan Marcus (2009: 1), adalah an
investment is the current commitment of money or other resources in the expectation of
reaping feature benefits.
Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa, “Sebuah investasi adalah komitmen
saat ini mengenai uang atau sumber daya lain dalam harapan untuk mencapai manfaat di
masa yang akan datang.”
Pengertian investasi Menurut Eduardus Tandelilim adalah sesuatu yang
khususnya dapat dihubungkan dengan investasi fisik, dimana investasi fisik menciptakan
asset baru yang akan meningkatkan kapasitas produksi suatu negara, sementara investasi
keuangan hanya memindahkan kepemilikan dari yang ada dari seseorang atau lembaga
kepada orang lain
2.3
Teknologi Informasi
1. Menurut Gupta, Phalguni et al. (2010, p13), Teknologi Informasi (TI) adalah cabang dari
teknologi yang berkaitan dengan penyebaran, pengolahan, dan penyimpanan informasi,
khususnya dengan bantuan komputer. Ini berkaitan dengan, pengembangan desain,
dukungan manajemen, dan Sistem Informasi berbasis komputer, khususnya perangkat
keras komputer dan program komputer. Teknologi Informasi mendukung penggunaan
komputer untuk menyimpan, mengolah, mengubah, mengirimkan, melindungi, dan
menerima informasi jika diperlukan. Sebagian besar organisasi telah menggunakan
teknologi sebagai salah satu perangkat pengolah informasi dan menjadi sesuatu yang
penting.
2.
Menurut
Williams
dan
Sawyer (2003),
mendefinisikan
Teknologi
Informasiadalah teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur
komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara dan video.William dan
Sawyer memberikan pengertian Teknologi Informasiini merupakan gabungan komputer
yang dikaitkan dengan saluran komunikasi dengan kecepatan yang tinggi untuk
pengiriman data, baik berupa text, audio maupun video. data dalam bentuk multimedia
yang diakomodir oleh penggunaan komputer.
Williams dan Sawyer (2005), lebih lengkap lagi memberikan definisi Teknologi
Informasisebagai sebuah bentuk umum yang menggambarkan setiap teknologi yang
membantu menghasilkan, memanipulasi, menyimpan, mengkomunikasikan, dan atau
menyampaikan informasi.
3.
Menurut
Kenneth
C.Loudon
(2004),
mendefinisikan
Teknologi
Informasiadalah salah satu alat yang digunakan para manajer untuk mengatasi perubahan
yang terjadi. Dalam hal ini perubahan yang dimaksud adalah perubahan informasi yang
sudah diproses dan dilakukan penyimpanan sebelumnya di dalam komputer.
4.
Menurut Martin, Brown, DeHayes, Hoffer, dan Perkins (2005), mereka
mendefinisikan Teknologi Informasi ini merupakan kombinasi teknologi komputer yang
terdiri dari perangkat keras dan lunak untuk mengolah dan menyimpan informasi dengan
teknologi komunikasi untuk melakukan penyaluran informasi. Di sini teknologi
komunikasi digunakan sebagai alat penyaluran informasinya, sedangkan informasinya
diolah dan disimpan dalam komputer.
Dari beberapa definisi di atas, Teknologi Informasimencakup gabungan antara
teknologi komputer dan teknologi telekomunikasi itu sendiri. Komputer sebagai
perangkat keras dengan software-software sebagai perangkat lunak yang berfungsi untuk
sarana pengolahan maupun penyimpanan data yang nantinya dikirimkan melalui saluran
komunikasi.
2.3.1
Resiko Teknologi Informasi
Menurut (Schneiderjans, Hamaker, & Schneiderjans, 2004, p.12) secara umum
resiko TI dibagi menjadi dua, meliputi:
a. Physical risk :
Kerentangan hardware komputer, software, dan pencurian data, sabotase;
kerentangan software terhadap pembajakan dan penghapusan putaran keamanan data.
b. Managerial risk :
Kegagalan untuk mencapai manfaat yang diharapkan atau pengurangan biaya,
kegagalan implementasi terhadap jangka waktu yang diinginkan, resistensi pengguna
akhir, ketidak mampuan sistem untuk mendukung organisasi atau pertumbuhannya
dari waktu ke waktu, masalah ketidakcocokan yang kemudian berkembang.
2.3.2
Infrastruktur Teknologi Informasi
Menurut Laudon (2004, p14), Infrastruktur dari Teknologi Informasiterdiri dari :
1. Perangkat Keras (Hardware)
Peratalan fisik yang digunakan untuk menginput, memproses, dan
menghasilakan aktivitas dalam sebuah sistem informasi.
2. Perangkat Lunak (Software)
Instruksi yang detail dan terprogram yang mengontrol dan mengkoordinasikan
kinerja dari komponen Hardware dari suatu komputer dalam sebuah sistem
informasi.
3. Teknologi penyimpanan (Storage Technology)
Media
fisik
dari
software
yang
memerintahkan
penyimpanan
pengorganisasian data untuk penggunaan dalam sebuah sistem informasi.
dan
4. Teknologi Komunikasi (Communication Technology)
Peralatan fisik dan software yang menghubungkan berbagai komponen
Hardware komputer dan mentransfer data dari satu lokasi fisik ke lainnya.
Peralatan komputer dan komunkasi dapat dikoneksikan dalam suatu jaringan
untuk membagikan suara, data, gambar, ataupun video. Jaringan (network)
menghubungkan dua atau lebih komputer untuk berbagi data atau sumber
daya seperti contohnya printer.
2.4
Definisi Sistem Informasi
Sistem Informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang
mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi
organisasi yang bersifat manajerial dalam kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk
dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan.
(Tata Sutabri, S.Kom, MM, 2005:36)
Menurut O’Brien (2005, p29), Sistem adalah sekelompok komponen-komponen
yang saling berhubungan dan saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan
tertentu.
Menurut Bryan dan Stacey (2005, p57), Sistem merupakan suatu kumpulan dari
komponen-komponen yang saling berhubungan yang saling berinteraksi untuk
menjalankan suatu tugas didalam mencapai suatu tujuan yang dikehendaki.
Menurut Bryan dan Stacey (2005, p12), Informasi merupakan suatu data yang
telah disimpulkan atau dengan kata lain yang telah dimanipulasi untuk digunakan
didalam melakukan pengambilan suatu keputusan.
Menurut O’Brien (2005, p5), Sistem Informasi
adalah
suatu
kombinasi
terartur apapun dari people (orang), hardware (perangkat keras), software (piranti lunak),
computer networks and data communications (jaringan komunikasi), dan database (basis
data) yang mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi di dalam suatu bentuk
organisasi.
Leitch Rosses (Jugiyanto, 2005: 11), mengemukakan Sistem Informasi adalah
suatu sistem didalam organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengelolah transaksi
harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi
dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan.
Adapun definisi Sistem Informasi menurut Jack Febrian (2007:238), Kamus
Komputer dan Teknologi Informasi. Bandung: Penerbit Informatika. Sistem Informasi
atau
sering disebut dengan Information System (IS) adalah sistem yang dapat
menghasilkan informasi yang berguna. Suatu sistem dalam sebuah organisasi yang
mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat
manajerial, dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan
menyediakan pihak luar
tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan
2.5
Investasi Teknologi Informasi / Sistem Informasi
Menurut Fitzpatrick (2005, p28) “An IT investment consists of the total life cycle
cost of an entire project or project chunk that involves IT, including the post-project
operating cost of the system that was implemented. The investment ceases to exist when it
is replaced or eliminated for any reason” yang dapat diartikan investasi TI terdiri dari
total biaya siklus hidup keseluruhan proyek atau potongan proyek yang melibatkan
proyek TI, termasuk biaya operasional pasca proyek sistem yang diterapkan. Investasi TI
akan muncul lagi ketika TI akan diganti atau dihilangkan dengan alasan apapun.
Edmund W (2005, p28), Investasi Teknologi Informasi merupakan total biaya dari
daur hidup (life cycle) keseluruhan proyek atau bagian proyek yang melibatkan TI,
termasuk biaya operasional setelah proyek berlangsung (post project operating cost) dari
sistem yang di implementasikan. Adapun menurut Scniderians (2004, p9),
yang
dimaksud Investasi Teknologi Informasi adalah suatu keputusan investasi dalam
mengalokasikan seluruh tipe dari management sistem informasi, termasuk diantaranya
manusia dan uang .
2.6
Tujuan dan Manfaat Investasi Teknologi Informasi
2.6.1
Tujuan investasi Teknologi Informasi
Tujuan dilakukan investasi dalam bidang Teknologi Informasi adalah sebagai
berikut :
(Richardus Eko Indrajit, 2004, p30) Adanya alasan kelangsungan hidup
perusahaan atau bisnis itu sendiri dalam arti kata perusahaan melihat bahwa keberadaan
Teknologi Informasidalam bisnis terkait sifatnya adalah mutlak. Contohnya adalah
perusahaan semacam bank, hotel berbintang, transportasi penerbangan dll, tidak mungkin
dapat bertahan lama dalam ketatnya persaingan bisnis tanpa diperlengkapi TI.
Perusahaan yang hendak melakuikan investasi karena alasan ingin memperbaiki
efisiensi. Diharapkan implementasi TI dalam sejumlah bidang atau aktivitas tertentu,
maka akan dilakukan proses reduksi atau optimalisasi terhadap alokasi beragam sumber
daya perusahaan, seperti manusia, waktu, biaya, material, asset.
Untuk memperbaiki efektivitas usaha. Contohnya penerapan aplikasi TI terkait
dengan hal ini adalah menerapkan DSS, mengembangkan situs e-Commerce.
Keinginan perusahaan untuk mendapatkan suatu loncatan keunggulan kompetitif
agar dapat meninggalkan para pesaing bisnisnya dengan pengembangan teknologi yang
belum dimiliki perusahaan lain.
Suatu bentuk investasi yang dilatar belakangi oleh peranan TI sebagai salah satu
perangkat infrastruktur yang tidak dapat dihindari keberadaannya bagi sebuah perusahaan
di era global ini.
2.6.2
Manfaat Investasi Teknologi Informasi
Menurut Richardus Eko Indrajit (2004, p41), manfaat dilakukan investasi dalam
bidang TI adalah sebagai berikut :
1. mereduksi biaya yang harus dikeluarkan (cost displacement)
2. menghindari biaya yang harus dikeluarkan (cost avoidance)
3. memperbaiki kualitas yang diambil (decision analysis)
4. menghasilkan dampak positif yang diperolh perusahaan (impact analysis)
1.6.3
Kendala yang Dihadapi Dalam Mengevaluasi Manfaat Investasi Teknologi
Informasi
Menurut Yuliani, Susy dan Novika (2011: 8-19), dalam mengevaluasi manfaat
dari investasi TI, terdapat beberapa kendala didalam manfaat investasi TI untuk
menjadikan investasinya lebih efektif dan efisien. Adapun beberapa kendala yang
dihadapi, yaitu :
1. Hal pertama dari evaluasi TI sulit dibuat karena jenis keuntungan yang didapat
perusahaan berasal dari penerapan aplikasinya. Manfaat ini berasal dari
peningkatan efisiensi dan efektifitas.
2. Memegang peranan yang banyak dalam evaluasi investasi TI yang melibatkan
pemahaman fenomena ini.
2.6.4
Alasan Pentingnya Melakukan Evaluasi Investasi Teknologi Informasi
Menurut Remenyi (2001, p23) yang dikutip oleh (Hendarti, 2011, p5) alsan
mengapa perusahaan melakukan evaluasi teknologi informasi, karena ada pertimbangan
keragu-raguan dalam banyak siklus yang menyatakan bahwa investasi teknologi dampak
kesuksesan yang menyeluruh secara ekonomi. Alasan lainnya mengapa investasi
Teknologi Informasiharus dilakukan secara cermat dan teliti dikarenakan :
A. Jumlah dana investasi yang dikeluarkan cukup besar.
B. Investasi TI merubah pola kerja perusahaan.
C. Investasi TI membawa perubahan proses bisnis perusahaan.
D. Adanya pengeluaran biaya langsung dan tidak langsung.
E. Adanya manfaat tangible dan intangible yang diperoleh perusahaan.
2.7
BALANCED SCORECARD (BSC)
2.7.1
Sejarah Balanced Scorecard
Menurut Yuwono dan Sukarno (2008: 3), Balanced Scorecard merupakan sistem
manajemen strategis yang dikembangkan pertama kali pada tahun 1992 oleh Robert S. Kaplan
dan David P. Norton dalam bukunya “Translating Strategy Into Action, The Balanced Scorecard”.
Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran
kinerja yang berfokus pada aspek keuangan. Selanjutnya, Balanced Scorecard mengalami
perkembangan implementasinya, tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja namun meluas
sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategi.
Balanced Scorecard merupakan suatu metode penilaian yang mencakup empat
perspektif untuk mengukur kinerja perusahaan, yaitu perspektif finansial, perspektif pelanggan,
perspektif bisnis internal, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced Scorecard
menekankan bahwa pengukuran keuangan dan non-keuangan harus merupakan bagian dari
informasi bagi seluruh pegawai dari semua tingkatan bagi organisasi. Tujuan dan pengukuran
dalam Balanced Scorecard bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan
dan nonkeuangan yang ada, melainkan hasil dari suatu proses strategi dari suatu unit.
2.7.2
Definisi dan Konsep Balanced Scorecard
Balanced Scorecard terdiri dari dua kata, yaitu kartu skor (scorecard) dan berimbang
(balance). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang.
Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh
personel di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel di masa
depan
dibandingkan
dengan
hasil
kinerja
sesungguhnya.
Sedangkan
kata
berimbang dimaksudkan untuk menunjukan bahwa kinerja personel diukur secara seimbang dari
dua aspek : keuangan dan non-keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, internal dan
eksternal. Oleh karena itu, jika kartu skor digunakan untuk merencanakan skor yang hendak
diwujudkan di masa depan, personel tersebut harus memperhitungkan keseimbangn antara
pencapaian kinerja keuangan dan nonkeuangan, antara kinerja jangka pendek dan kinerja jangka
panjang, serta antara kinerja yang bersifat intern dan kinerja yang bersifat ekstern.
Luis dan Biromo (2010: 16), Balanced Scorecard adalah suatu alat manajemen kinerja
(performance management tool) yang dapat membantu organisasi untuk menerjemahkan visi
dan strategi ke dalam aksi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator finansial dan nonfinansial yang terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat.
Menurut Luis dan Biromo (2010: 19), balanced scorecard adalah alat manajemen untuk
menjaga keseimbangan antara :
1. Indikator finansial dan non-finansial
Umumnya organisasi, terutama perusahaan swasta, berorientasi pada profit.
2. Indikator kinerja masa lampau, masa kini dan masa depan
Pada kenyataannya, laporan keuangan adalah indikator yang menilai kinerja
organisasi di masa lampau.
3. Indikator internal dan eksternal
Keseimbangan dari faktor-faktor internal dan eksternal berkaitan dengan hubungan
sebab akibat. Faktor internal merupakan penyebab (input) dan output-nya
berdampak pada faktor eksternal.
4. Indikator yang bersifat leading (cause / drivers) dan lagging (effect / outcome)
Kembali ke indikator internal dan eksternal diatas, Balanced Scorecard dapat
menggambarkan hubungan sebab akibat yang jelas. Balanced Scorecard memetakan
“penyebab” yang mendorong terciptanya kinerja yang baik atau buruk, serta
“akibat” yang dapat ditimbulkan atau dihasilkan dari sebab-sebab tersebut.
Dalam pendekatan Balanced Scorecard, pengukuran kinerja didasarkan pada keuangan
maupun non keuangan. Aspek non keuangan mendapatkan perhatian yang cukup serius karena
pada dasarnya peningkatan kinerja keuangan bersumber dari aspek non keuangan yaitu
bagaimana unit usaha tersebut menciptakan nilai terhadap pelanggan yang ada sekarang dan
masa yang akan datang dan bagaimana unit usaha tersebut harus meningkatkan kemampuan
internalnya serta investasi pada manusia, sistem, prosedur, yang dibutuhkan untuk memperoleh
kinerja yang baik di masa yang akan datang. Biasanya pengukuran non keuangan lebih digunakan
dalam tingkat operasional yang langsung berhubungan dengan pelanggan, yaitu pada jenjang
bawah dan menengah struktur organisasi.
Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan strategi organisasi kedalam seperangkat
ukuran yang menyeluruh yang memberi kerangka kerja bagi pengukuran dan sistem manajemen
strategis (Kaplan dan Norton, 2009: 9). Jika visi dan strategi dapat dinyatakan dalam bentuk
tujuan strategis, ukuran-ukuran dan target yang jelas, yang kemudian dikomunikasikan kepada
setiap
anggota organisasi,
diharapkan
setiap
anggota
organisasi
dapat
dimengerti
dan mengimplementasikannya agar visi dan strategi organisasi tercapai.
Yang menarik dari konsep Balanced Scorecard adalah bahwa komponen yang ada dalam
Balanced Scorecard dirancang untuk saling mendukung satu sama lain dan merupakan hubungan
sebab akibat untuk mengindikasikan prospek perusahaan, baik yang sedang berjalan maupun di
masa yang akan datang. Melalui Balanced Scorecard memungkinkan mereka mengukur apa
yang telah mereka investasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem, dan
prosedur demi perbaikan kinerja di masa yang akan datang. Balanced Scorecard juga
memungkinkan para manajer menilai apa yang telah mereka bina didalam aktiva tak berwujud,
seperti merk dan loyalitas pelayanan.
Konsep Balanced Scorecard adalah suatu konsep pengukuran kinerja yang memberikan
kerangka komprehensif untuk menjabarkan visi kedalam sasaran-sasaran strategik. Sasaran
strategik yang komprehensif itu dapat dirumuskan kedalam BalancedScorecard. Karena Balanced
Scorecard menggunakan empat perspektif yang satu sama lain saling berhubungan dan tidak
dapat dipisahkan.
Keempat perspektif tersebut juga merupakan indikator pengukuran kinerja yang saling
melengkapi dan saling memiliki hubungan sebab akibat (Mulyadi, 2009, 7). Pada umumnya,
sistem manajemen tradisional berfokus pada anggaran (budgets), sehingga pelaksanaan strategi
perusahaan sangat tergantung pada anggaran yang tersedia. Hal ini berbeda dari sistem
manajemen strategis Balanced Scorecard yang berfokus pada proses-proses manajemen
strategis, sehingga strategi perusahaan melalui Balanced Scorecard diterjemahkan menjadi
tindakan-tindakan yang terarah. Sebagai konsekuensi dari perbedaan praktek sistem
manajemen tradisional dan sistem manajemen strategis Balanced Scorecard, pelaporan pada
sistem manajemen tradisional semata-mata digunakan sebagai alat pengendalian (control
reporting), sedangkan pelaporan pada system manajemen strategis Balanced Scorecard
digunakan sebagai alat strategis (strategis reporting). (Vincent Gasperz, 2005 : 9-11).
2.7.3
Perkembangan Balanced Scorecard
Pada tahap awal perkembangannya, Balanced Scorecard ditujukan untuk memperbaiki
sistem pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an, eksekutif hanya diukur kinerja
mereka dari perspektif keuangan saja, sebagai akibatnya fokus perhatiannya hanya dicurahkan
untuk mewujudkan kinerja keuangan. Sehingga terdapat kecenderungan untuk mengabaikan
kinerja non keuangan, seperti kepuasan pelanggan, produktifitas, dan cost effectivitness process
yang digunakan untuk mengahasilkan produk dan jasa, keberdayaan dan komitmen karyawan
dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan pelanggan.
Karena ukuran kinerja keuangan mengandalkan informasi yang dihasilkan dari Sistem
Informasiberjangka pendek, maka pengukuran kinerja yang berfokus keuangan mengakibatkan
eksekutif lebih memfokuskan perwujudan kinerja jangka pendek. Pada tahun 1990 Nolan Norton
Insitute, bagian riset kantor akuntan publik KMPG di USA yang dipimpin oleh David P. Norton
mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan”. Studi ini
didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan
oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai.
Balanced Scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif ke
kinerja keungan dan non keuangan, serta kinerja jangka pendek dan jangka panjang. Hasil studi
tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul “Balanced Scorecard: measure that drive
performance”. Dalam Havard Business Review (Januari-februari 1992). Hasil studi tersebut
menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan diperlukan ukuran
komperhensif yang mencakup empat perspektif: yaitu finansial, kepuasan pelanggan, bisnis
internal, pertumbuhan
dan
pembelajaran,
agar
keberhasilan
keuangan
yang
diwujudkan perusahaan bersifat jangka panjang.
Mulai pertengahan tahun 1993, Renaissance Solution Inc. (RSI) sebuah perusahaan
konsultasi yang dipimpin oleh David P. Norton menerapkan Balanced Scorecard sebagai
pendekatan alat ukur kinerja, namun berkembang menjadi inti sistem manajemen strategi.
Balanced Scorecard telah mengalami perkembangan pesat selama satu dekade sejak
diujicobakan pertama kali tahun 1990. Pada tahun 2000, Balanced Scorecard telah menjadi inti
manajemen strategic tidak hanya bagi eksekutif, namun bagi seluruh personel perusahaannya,
terutama
pada perusahaan
yang
telah
memanfaatkan
secara
intensif
Teknologi
Informasidalam operasi bisnisnya.
2.7.4
Perspektif Balanced Scorecard
Balanced Scorecard menyediakan satu instrument bagi manajer untuk mengemudikan
perusahaan
kepada
keberhasilan
persaingan
masa
depan. Balanced
Scorecard
juga
memungkinkan perusahaan untuk mencatat hasil kinerja finansial sekaligus membantu
kemajuan perusahaan dalam membangun kemampuan dan mendapatkan aktiva tak berwujud
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Kaplan dan Norton
(2009 : 48) menyajikan keseimbangan tujuan yang ingin dicapai perusahaan dalam bentuk sistem
ukuran kinerja strategi yang mencakup empat perspektif, yaitu:
1.
Perpektif Finansial
Dalam Balanced Screcard kinerja keuangan tetap menjadi perhatian, karena ukuran
keuangan merupakan suatu ikhtisar dan konsekuensi ekonomi yang terjadi yang disebabkan oleh
keputusan dan ekonomi yang diambil. Ukuran kinerja keuangan menunjukkan apakah strategi,
sasaran strategik,
dan
implementasinya
mampu
memberikan
kontribusi
dalam
menghasilkan laba bagi perusahaan, tiga tahapan siklus kehidupan bisnis yaitu :
a.
Pertumbuhan (Growth)
Growth adalah tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada
tahap ini suatu perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki
tingkat pertumbuhan yang baik sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk
berkembang baik. Perusahaan dalam tahap ini mungkin secara aktual beroperasi dalam
arus kas yang negatif dari tingkat pengembalian atas modal investasi yang rendah.
Sasaran keuangan dari bisnis yang berada pada tahap ini seharusnya menekankan
pengukuran pada tingkat pertumbuhan penerimaan atau penjualan dalam pangsa pasar
yang ditergetkan.
b.
Bertahan (Sustain Stage)
Sustain Stage merupakan suatu tahap di mana perusahaan masih melakukan
investasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik. Dalam hal ini
perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembangkannya
apabila mungkin. Secara konsisten pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpuk pada
strategi-strategi jangka panjang. Sasaran keuntungan pada tahap ini diarahkan pada
besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.
c.
Menuai (Harvest)
Tahap ini merupakan tahap kematangan, di mana perusahaan melakukan panen
terhadap investasi yang dibuat pada tahap sebelumnya. Perusahaan tidak lagi
melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk pemeliharaan peralatan dan
perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan
baru. Tujuan utama dalam institusi yang mampu berkreasi diperlukan keunggulan di
bidang keuangan. Melalui keunggulan di bidang ini, organisasi menguasai sumber daya
yang
sangat
diperlukan
untuk mewujudkan tiga perspektif strategi lain yaitu perspektif pelanggan, perspektif
proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
2.
Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan dalam Balanced Scorecard mengidentifikasikan bagaimana kondisi
pelanggan mereka dan segmen pasar yang telah dipilih oleh perusahaan untuk bersaing dengan
kompetitor mereka. Segmen yang telah mereka pilih ini mencerminkan keberadaan pelanggan
tersebut sebagai sumber pendapatan mereka.
Dalam perspektif ini, pengukuran dilakukan dengan lima aspek utama, yaitu :
1.
Pengukuran Pangsa Pasar
Pengukuran terhadap besarnya pangsa pasar perusahaan mencerminkan
proporsi bisnis dalam satu era bisnis tertentu yang diungkapkan dalam bentuk uang,
jumlah pelanggan, atau unit volume yang terjual atas setiap unit produk yang terjual
Customer Retention (Pertumbuhan / Mempertahankan Pelanggan) Pengukuran dapat
dilakukan dengan mengetahui besarnya prosentase pertumbuhan bisnis dengan jumlah
pelanggan yang saat ini dimiliki oleh perusahaan.
2.
Customer Acquisition (Menarik / Perolehan Pelanggan Baru)
Pengukuran dapat dilakukan melalui prosentase jumlah penambah customer
baru dan perbandingan total penjualan dengan jumlah customer baru yang ada.
3.
Customer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan)
Pengukuran terhadap tingkat kepuasan pelanggan ini dapat dilakukan dengan
berbagai macam teknik diantaranya adalah:
1. survei melalui surat (pos),
2. interview melalui telepon,
3. atau personal interview.
4.
Customer Profitability
Pengukuran terhadap keuntungan bersih yang diperoleh dari pelanggan atau
segmen tertentu setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut. Oleh karena aspek tersebut masih bersifat
terbatas, maka perlu dilakukan pengukuran-pengukuran yang lain yaitu pengukuran
terhadap semua aktivitas yang mencerminkan nilai tambah bagi customer yang berada
pada pangsa pasar perusahaan. Pengukuran tersebut dapat berupa atribut produk atau
jasa yang diberikan kepada pelanggan (seperti : kegunaan, kualitas, dan harga),
hubungan atau kedekatan antara pelanggan (seperti : pengalaman membeli dan
hubungan personal), image, dan reputasi produk atau jasa di mata pelanggan.
Contoh tujuan dari perspektif pelanggan dan yang diukur :
-
Menjadi responsif = waktu respon untuk transaksi
-
Menyediakan jasa yang berkualitas = ketersediaan sistem untuk melayani
transaksi, skor kepuasan pelanggan dan jumlah transaksi yang sukses atau
batal.
-
3.
Biaya efektif = biaya pengolahan transaksi bisnis secara online
Perspektif Proses Bisnis Internal
Pada perspektif ini, para manajer melakukan identifikasi berbagai proses yang sangat
penting untuk mencapai tujuan pelanggan dan pemegang saham. Perusahaan biasanya
mengembangka ukuran-ukuran untuk perspektif ini setelah merumuskan tujuan dan ukuran
finansial serta pelanggan.
Ukuran ini memungkinkan perusahaan memfokuskan pengukuran bisnis internal kepada
proses yang akan mendorong tercapainya tujuan yang ditetapkan untuk pemegang saham dan
pelangan.
Menurut Kaplan dan Norton (2009 : 96), sebagian besar sistem pengukuran kinerja
perusahaan yang ada memfokuskan kepada peningkatan proses operasi saat ini. Balanced
Scorecard menyarankan kepada para manajer agar menentukan nilai internal lengkap yang
diawali dengan proses inovasi, mengenali kebutuhan pelanggan saat ini dan yang akan datang,
serta mengembangkan pemecahan kebutuhan tersebut, dilanjutkan dengan proses operasi
menyampaikan produk dan jasa saat ini kepada pelanggan dan diakhiri dengan layanan purna
jual yang menawarkan layanan sesudah penjualan, yang memberikan nilai tambah kepada
produk dan jasa yang diterima pelanggan. Setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu
untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan memberikan hasil finansial yang baik. Balanced
Scorecard menetapkan tiga model dari proses bisnis utamanya, yaitu :
A.
Proses Inovasi
Bagi banyak perusahaan menjadi efektif, efisien dan tepat waktu dalam proses
inovasi lebih penting dari pada menjadi hebat dalam proses operasi sehari-hari yang
telah menjadi fokus tradisional dan menjadi literature rantai nilai internal.
B.
Proses Operasi
Merupakan gelombang pendek penciptaan nilai dalam perusahaan. Dimulai dari
diterimanya proses pesanan pelanggan dan diakhiri dengan penyampaian produk dan
jasa kepada pelanggan yang ada secara efisien, konsisten dan tepat waktu.
C.
Proses Layanan Purna Jual
Proses ini adalah tahap akhir rantai internal. Proses ini mencakup garansi dan
berbagai
aktifitas
perbaikan,
pergantian,
pengembalian, serta
proses-proses
administrasi. Proses ini bertujuan untuk memuaskan pelanggan. Layanan purna jual yang
berhasil memuaskan pelanggan akan memberi satu nilai tambah bagi perusahaan di
mata pelanggan.
Contoh tujuan perspektif proses bisnis internal dan yang di ukur :
-
Pemanfaatan asset = presentase penggunaan perangkat komputer per
hari, bulan, tahun.
-
Biaya efektif = resio kecepatan proses bisnis dan pemanfaatan dalam
investasi “Traveleyes”.
-
4.
Kualitas tinggi = jumlah kesalahan dalam proses bisnis.
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menggambarkan kemampuan organisasi untuk menciptakan pertumbuhan
jangka panjang. Menurut Kaplan dan Norton (2009: 109-111) mengungkapkan betapa
pentingnya suatu organisasi untuk terus memperhatikan karyawannya dan meningkatkan
pengetahuan karyawan agar karyawan dapat berpartisipasi dalam pencapaian hasil ketiga
perspektif dan tujuan perusahaan. Dalam perspektif ini, terdapat tiga kategori utama
dalam membangun Balanced Scorecard, yaitu :
a.
Kemampuan pekerja
Pengukuran
dilakukan atas
tiga
hal
pokok
yaitu
pengukuran
terhadap kepuasan karyawan, perputaran karyawan dalam perusahaan,
dan terhadap produktifitas karyawan.
b.
Kemampuan Sistem Informasi
Peningkatan
kualitas
dan
produktifitas
juga
dipengaruhi
oleh
akses terhadap Sistem Informasiyang dimiliki perusahaan. Pengukuran terhadap
akses informasi yang dimiliki perusahaan dapat dilakukan dengan mengukur
persentase ketersediaan informasi yang diperlukan oleh karyawan mengenai
pelanggannya, dan persentase ketersediaan informasi mengenai biaya produksi.
c.
Motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan
Pengukuran
terhadap
motivasi
karyawan
dapat
dilakukan
melalui beberapa dimensi, yaitu :
1.
Pengukuran terhadap saran yang diberikan kepada perusahaan.
2.
Pengukuran
karyawan.
atas
perbaikan
dan
peningkatan
kinerja
Contoh tujuan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dan yang di ukur
:
-
Mempelajari sistem baru = waktu yang di perlukan untuk mahir dalam
penggunaan “Traveleyes”.
-
Implementasi sistem = waktu yang diperlukan untuk sepenuhnya
mengganti sistem menjadi menggunakan “Traveleyes”.
-
Inovasi baru = pengembangan dalam “Traveleyes” yang dilakukan
selama 1 tahun.
2.7.5
IT Balance Scorecard
Menurut Van Grembergen dan Van Bruggen, yang mengadopsi Balanced
Scorecard ke dalam Organisasi Departemen Teknologi Informasi adalah dalam
pandangan mereka Departemen Teknologi Informasi adalah penyedia layanan internal.
Maka perspektfi yang digunakan harus diubah dan disesuaikan. Ke 4 perspektif tersebut
adalah :
a. Kontribusi Perusahaan
b. Orientasi Pengguna
c. Keunggulan Operasional
d. Orientasi Masa Depan
Menurut Purnomo IT Balance Scorecard memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Memungkinkan perusahaan untuk terus memantau perkembangan dalam
membangun keunggulan kompetitif dan meningkatkan nilai aktivitas tak
berwujud yang dibutuhkan bagi masa depan perusahaan.
2. Menjaga agar tidak timbul pandangan yang sempit atas kinerja perusahaan yang
akan terjadi apabila hanya digunakan tolak ukur tunggal dalam motivasi dan
mengevaluasi kinerja unit bisnis.
3. Menjembatani pengembangan dan formulasi strategi dengan penerapanya.
4. Menumbuhkan konsensus dan kerjasama diantara para senior eksekutif dan
anggota organisasi yang lain, baik secara vertikal maupun horizontal.
Menterjemahkan sebuah visi menjadi tema-tema kunci strategik
yang dapat
dikomunikasikan.
2.7.6 Manfaat Balance Scorecard
1. Menurut Tunggal (2009: 43), keunggulan Balanced Scorecard:
a. Mengklarifikasi dan menghasilkan consensus mengenai strategi.
b. Mengkomunikasikan strategi ke seluruh perusahaan.
c. Menyelaraskan berbagai tujuan departemen dan pribadi dengan strategi
perusahaan.
d. Mengaitkan berbagai tujuan strategik dengan sasaran jangka panjang atau
anggaran tahunan.
e. Mengidentifikasikan dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategik.
Dalam prakteknya penerapan konsep Balanced Scorecard ini tidaklah semudah
yang diperkirakan karena penerapan konsep ini membutuhkan suatu komitmen dari
manajemen pusat maupun karyawan yang terlibat dalam organisasi.
2.7.7
Keunggulan dan Kelemahan Metode Balanced Scorecard
2.7.7.1 Keunggulan Balanced Scorecard
Balanced Scorecard memiliki keunggulan yang menjadikan sistem manajemen strategi
sekarang berbeda secara signifikan dengan sistem manajemen strategi dalam sistem
manajemen tradisional. Keunggulan itu menurut Mulyadi (2009 : 18)
1.
Komprehensif
Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan
strategi dari yang sebelumnya terbatas hanya pada perspektif keuangan, meluas
menjadi tiga perspektif yang lain : costumer, proses bisnis internal, serta pertumbuhan
dan pembelajaran. Dengan perluasan perspektif rencana strategi ke perspektif nonkeuangan akan memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Menjadikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka penjang
b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
Untuk menghasilkan keberhasilan dalam kinerja keuangan, Balanced Scorecard
akan memotivasi personel untuk mengarahkan usahanya kesasaran / strategi yang
menjadi penyebab utama berhasilnya kinerja keuangan. Perusahaan harus mampu
menghasilkan produk dan jasa yang menghasilkan value yang terbaik bagi costumer
yang dihasilkan dari personel yang produktif dan berkomitmen. Kinerja seperti diatas
akan memberikan kinerja keuangan yang sesungguhnya, yang berasal dari usaha nyata
dalam bisnis, serta memberikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka
panjang.
2.
Koheren
Balanced Scorecard akan membangun hubungan sebab akibat diantara
beebagai sasaran strategi yang dihasilkan dalam perencanaan strategi. Setiap sasaran
strategi harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara
langsung maupun tidak secara langsung. Sebagai contoh, sasaran penyebab
diwujudkannya sasaran strategi di perspektif proses bisnis internal atau pelanggan akan
menjadi penyebab secara langsung diwujudkannya sasaran strategi diperspektif
keuangan karena perusahaan adalah institusi pencipta kekayaan, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
3.
Seimbang
Balanced Scorecard akan memberikan gambaran mengenai tujuan dan cara
pencapaian tujuan tersebut secara seimbang, terutama jika dikaitkan antara perspektif
satu dengan yang lainnya. Masing–masing perspektif mempunyai suatu tinjauan pokok
yang hendak dicapai:
c. Financial returns yang berlipat ganda dan berjangka panjang adalah tujuan dari
perspektif keuangan.
d. Produk dan jasa yang mampu menghasilkan value yang terbaik bagi costumer
adalah tujuan dari perspektif pelanggan.
e. Proses yang produktif dari cost effective adalah tujuan dari perspektif bisnis /
intern.
f.
Sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen adalah tujuan dari
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
4.
Terukur
Keterukuran sasaran strategi yang diabaikan oleh sistem perencanaan strategi
menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategi yang dihasilkan oleh sistem
tersebut. Balanced Scorecard mengukur sasaran– sasaran strategi yang sulit untuk
diukur. Sasaran–sasaran strategi di perspektif pelanggan, proses bisnis / intern, serta
pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah diukur, namun
dalam pendekatan Balanced Scorecard, sasaran diketiga perspektif non keuangan
tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola sehingga diwujudkan. Dengan
demikian keterukuran sasaran strategi non keuangan akan menjanjikan perwujudan
kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang.
2.7.7.2 Kelemahan Balanced Scorecard (BSC)
Balanced Scorecard merupakan perkembangan baru dalam dalam suatu manajemen
perusahaan yaitu sebagai sarana pengukuran kinerja yang telah dicapai, dan harus kita sadari
bahwa masih banyak permasalahan yang belum dapat dipecahkan dengan Balanced Scorecard,
misalnya :
1. Balanced Scorecard belum dapat menetapkan secara tepat sistem kompensasi
yang biasanya merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian kinerja.
2. Bentuk organisasi yang cocok untuk perkembangan proses dalam organisasi.
Empat perspektif dalam Balanced Scorecard merupakan indikator yang
saling berpengaruh (hubungan sebab akibat), sehingga diperlukan suatu
wadah struktur yang dapat memberikan umpan balik kepada semua ini.
3. Belum adanya standart ukuran yang baku terhadap hasil penilaian kinerja
perusahaan dengan metode Balanced Scorecard.
2.7.8
Skala Likert
Dalam melakukan penyusunan penelitian ini, penulis membuat kuisioner untuk
mengukur kondisi sosial positif atau negatif subjek yang ditujukan. Dengan menggunakan skala
likert ini, penulis dapat menjabarkan hasil kuisioner.
Menurut Sugiyono (2008: 132), skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.
Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dan dijabarkan menjadi indikator
variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item
instrument yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.
Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala Likert mempunyai gradiasi
dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat merupakan kata-kata antara lain :
2.8
a.
Selalu / sangat setuju / sangat positive diberi skor 5
b.
Setuju / positive diberi skor 4
c.
Kadang-kadang / ragu-ragu / netral diberi skor 3
d.
Hampir tidak pernah / tidak setuju / negative diberi skor 2
e.
Tidak pernah / sangat tidak setuju / sangat negative diberi skor 1
Pengertian Cost Benefit Analysis
Menurut Schniederjans, Hamaker dan Schniederjans (2010: 144), Cost Benefit
Analysis involves the estimation and evaluation of benefits associated with alternative
courses with action. This technique often entails comparing the present value of benefits
associated an investment to the present value of the cost of the same investment.
Dari definisi diatas, dapat diartikan bahwa “Cost Benefit Analysis (CBA)
melibatkan perhitungan dan evaluasi dari keuntungan bersih yang terhubung dengan
program alternatif”. Teknik ini sering memerlukan perbandingan nilai sekarang dari
keuntungan yang terkait dengan investasi nilai sekarang dari biaya dalam investasi yang
sama.
Menurut Olson (2003, P268), Cost Benefit Analysis ( CBA ) adalah evaluasi
manfaat dan biaya dalam moneter, bagi sebagai ratio atau perbedaan.
Menurut Schniederjans (2004, p140), cost benefit analysis adalah keputusan yang
banyak digunakan sebagai alat bantu pengambilan keputusan baik dalam pengaturan
publik dan swasta dan untuk berbagai masalah yang berbeda, termasuk pengambilan
keputusan investasi IT. Dengan menggunakan analisis biaya manfaat maka dapat
diperhatikan beberapa biaya dan manfaat yang akan dikeluarkan atau diterima atas sistem
yang diusulkan, perbandingan dilakukan yaitu membandingkan manfaat dengan biaya
yang dikeluarkan semakin besar manfaat yang akan diterima dibandingkan dengan biaya
yang dikeluarkan maka sistem itu mungkin untuk diimplementasikan dan semakin besar
biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan manfaat yang diterima maka sistem
tersebut tidak cocok untuk diimplementasikan.
Analisis biaya manfaat dapat digunakan dengan tiga cara:
1. Sebagai alat perencanaan yang membantu dalam pengambilan keputusan apakah
suatu sistem layak atau tidak untuk diimplementasikan pada suatu organisasi.
2. Sebagai alat evaluasi apakah proyek Sistem Informasisudah sesuai dengan tujuan
yang diinginkan.
3. Cost Benefit Analysis menjelaskan keputusan tentang pengeluaran dan
penerimaan penyelenggaraan keputusan investasi modal dalam proyek sosial yang
menyangkut kepentingan publik akan dilaksanakan dan diteruskan untuk waktu
yang akan datang. Keputusan CBA meliputi arus keluar dana ( fund outflaws ) dan
arus masuk dana ( fund inflaws ) dan bagaimana itu dimanfaatkan untuk mencapai
tujuan.
Seperti kebanyakan analisis, Cost Benefit Analysis melibatkan serangkaian
langkah atau tahapan. Tahap sekuensial ini meliputi:
A. Menentukan masalah
B. Menganalisis
masalah
dan
mendefinisikan
satu-satunya
cara
untuk
memungkinkan solusi alternatif yang tepat dapat dihasilkan.
C. Mengidentifikasikan biaya dan manfaat
Setelah masalah telah di definisikan dan alternatif yang sesuai telah
diidentifikasikan, tahap selanjutnya dalam analisis ini adalah untuk mengidentifikasi
semua biaya yang relevan dan manfaat.
1. Menghitung biaya dan manfaat
Biaya adalah setiap pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk pengadaan,
menginstal dan memelihara TI. Untuk investasi TI pengambilan keputusan,
biaya secara tradisional dipandang sebagai baik yang nyata dan langsung
dihubungkan ke sistem.
2. Bandingkan alternatif
Setelah manfaat dan biaya telah diidentifikasi dan dihitung kedalam unit
umum mengukur, alternatif dibandingkan satu sama lain berdasarkan kriteria
umum.
3. Menguji kelayakan
Analisis sensitifitas didefinisikan sebagai penentuan kehandalan dari
keputusan yang dihasilkan atas analisis biaya manfaat. Dalam analisis biaya
manfaat terdapat nilai yang sebenarnya setiap biaya dalam manfaat yang
terkait investasi alternatif akan ideal.
2.9
Pengertian Return on Investment (ROI)
Menurut Schniederjans, Hamaker dan Schniederjans (2010: 125), Return on
Investment (ROI) is another technique traditionally use in capital budgeting decision
where the rate of return of an investment is compared to opportunity cost of capital.
Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa ROI adalah teknik yang digunakan
dalam penganggaran modal dimana tingkat pengembalian investasi dibandingkan dengan
biaya modal investasi awal.
ROI = (
Menurut Garrison dan Noreen ( 2003, P602 ) Return On Investment adalah
tingkat pengembalian yang mampu dihasilkan oleh manajer pusat investasi pada aktiva
mereka.
Penggunaan ROI bertujuan untuk:
1. mengetahui tingkat persen kembalinya modal yang digunakan.
2. Merumuskan apakah biaya aktivitas bisnis digunakan untuk modal sendiri atau
modal pinjaman dari luar.
Metode analisis biaya dan manfaat, seperti ROI adalah alat yang penting dalam
membantu membuat suatu keputusan, khususnya tentang investasi modal. Seorang
manajer perlu membuat beberapa penyesuaian yang signifikan untuk menggunakan CBA.
Karena CBA biasanya digunakan dalam situasi bisnis, diskusi itu sering menyatakan
bahwa hasil positif akan membuat pembayaran besar atau aliran pembayaran. Perusahaan
biasanya ingin memiliki hasil seperti ketika membiayai suatu investasi TI. Dalam hal ini,
ada pembayaran yang besar untuk membeli infrastruktur yang memungkinkan terciptanya
arus kas yang sedang berjalan ke anggaran perusahaan.
2.9.1
Membangun Metodologi Return on Investment (ROI)
Menurut D. Brian RoulStone dan Jack J. Philips (2008,p51) untuk membangun
proses pengukuran dan evaluasi yang komprehensif adalah seperti sebuah teka-teki
dengan potongan dikembangkan dan dimasukkan ke dalam tempat dari waktu ke waktu.
Blok membangun pertama adalah pemilihan kerangka kerja evaluasi, yang merupakan
kategorisasi data. Proses balanced scorecard (Kaplan & Norton, 1996) atau empat tingkat
evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick (1975) menawarkan titik awal untuk
seperti kerangka. Kerangka dipilih untuk proses yang disajikan di sini adalah modifi cation dari empat Kirkpatrick tingkat dan termasuk tingkat fi seperlima: laba atas investasi.
2.10
Pengertian Net Present Value ( NPV )
Menurut Schniederjans, Hamaker dan Schniederjans (2010: 123), Net Present
Value (NPV) is another way of carrying out present value analysis. NPV is the present
value of cash flows minus the initial costs.
Dapat diartikan bahwa, “Net Present Value (NPV) merupakan sebuah metode
yang melibatkan nilai sekarang. NPV adalah nilai masa arus kas saat ini setelah dikurangi
dengan arus kas keluarnya (biaya awal investasi)”.
Menurut Garrison dan Norren (2003 , p637). Net Present Value (NPV) adalah
perbedaan antara nilai aliran kas masuk sekarang denfan nilai aliran kas keluar sekarang
yang menentukan apakah proyek merupakan investasi yang dapat diterima .
Langkah – langkah dalam penerapan metode NPV yaitu hitung nilai sekarang
dari setiap arus kas, baik arus kas masuk maupun arus kas keluar , dengan faktor diskonto
sebesar biaya modal proyek.
1.
Jumlah arus kas yang telah didiskontokan tersebut. Hasil dari penjumlahan
inilah yang disebut NPV proyek.
2.
Jika NPV positif, proyek harus disetujui , jika NPV negatif , proyek harus
ditolak, dan jika proyek – proyek yang dikaji bersifat mutually exlusive (memilih
proyek 1 di antara beberapa proyek di antara beberapa proyek), maka proyek yang
menghasilkan NPV terbesar harus dipilih.
Rumus NPV
Net Present Value (NPV) = Nilai proyek + ((Cash inflow 1/(1+r)1) + ((Cash inflow
2/(1+r)2) + ((Cash inflow n/(1+r)n)
Keterangan :
NPV = net present value
r = tingkat suku bunga diskonto
n = umur proyek investasi
Kelebihan NPV
A.
Memperhitungkan nilai waktu uang dari uang atau arus kas.
B.
Memperhitungkan arus kas selama usia ekonomis proyek.
C.
Memperhitungkan nilai sisa proyek.
Kekurangan NPV
A.
Lebih sulit dalam menggunakan
B.
Manajement harus dapat menaksir tingkat biaya modal yang relevan selama usia
proyek ekonomis proyek
2.11
Pengertian Payback Period
Menurut Schniederjans, Hamaker dan Schniederjans (2010: 111), Payback Period
is a simple technique in which the time period necessary to recoup the initial investment
is calculated and evaluate an investment.
Dapat diartikan bahwa, “Payback Period adalah suatu teknik sederhana dimana
periode waktu yang diperlukan untuk dapat menutup investasi awal, dihitung dan
digunakan untuk mengevaluasi investasi”.
Menurut Husein Umar (2003,197), suatu period yang diperlukan kembali untuk
menutup kembali untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment)
dengan menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara
initial cash investment dengan cash inflownya apabila aliran kas setiap tahun sama
jumlahnya, maka payback period dari suatu investasi dapat dihitung dengan cara
membagi jumlah investasi dengan aliran kas tahunan.
Payback Period =
2.11.1 Kelemahan Metode Payback Period
Metode penilaian investasi memiliki kelemahan yaitu:
1. Metode ini mengabaikan penerimaan investasi (proceed) sesudah Payback Period,
hanya mengukur kecepatan kembalinya dana.
2. Mengabaikan time Value Of Money.
2.12
Pengertian Interest Rate of Return (IRR)
Indikator tingkat efisiensi dari suatu investasi. Proyek atau investsi dapat
dilakukan bila laju pengembaliannya lebih besar dari pada laju pengembalian apabila
melakukan investasi ditempat lain. Contohnya seperti : (Deposito bank atau Reksadana).
Rumus : Ir +
Ir = Tingkat suku bunga terendah
It = Tingkat suku bunga tertinggi
Download