BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi (Penilaian) Evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam meningkatkan kualitas, kinerja, atau produktifitas suatu lembaga dalam melaksanakan programnya. Fokus evaluasi adalah individu, yaitu prestasi belajar yang dicapai kelompok atau kelas. Melalui evaluasi akan diperoleh informasi tentang apa yang telah dicapai dan apa yang belum dicapai. Selanjutnya, informasi ini digunakan untuk perbaikan suatu program. 1. Sudiono, Anas (2005), mengemukakan bahwa secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalah value yang artinya nilai. Jadi istilah evaluasi menunjuk pada suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. 2. Akmal (2009: 9), evaluasi adalah penilaian tentang bagaimana program dijalankan, apakah proses dan dampaknya sudah sesuai dengan yang diharapkan, serta mengecek faktor-faktor penghambat yang dihadapi, dan faktor-faktor pendukung yang dimiliki untuk mencapai tujuan. 3. Ahmad (2007: 133), mengatakan bahwa evaluasi diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (ketentuan, kegiatan, keputusan, untuk kerja, proses, orang, obyek, dan lain-lain). Berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian. 2.2 Investasi Menurut Widjajanta dan Widyaningsih (2007: 130), investasi merupakan pengeluaran modal untuk pembelian aset (asset) fisik seperti pabrik, mesin, peralatan, dan persediaan. Definisi investasi menurut Bodie, Kane, dan Marcus (2009: 1), adalah an investment is the current commitment of money or other resources in the expectation of reaping feature benefits. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa, “Sebuah investasi adalah komitmen saat ini mengenai uang atau sumber daya lain dalam harapan untuk mencapai manfaat di masa yang akan datang.” Pengertian investasi Menurut Eduardus Tandelilim adalah sesuatu yang khususnya dapat dihubungkan dengan investasi fisik, dimana investasi fisik menciptakan asset baru yang akan meningkatkan kapasitas produksi suatu negara, sementara investasi keuangan hanya memindahkan kepemilikan dari yang ada dari seseorang atau lembaga kepada orang lain 2.3 Teknologi Informasi 1. Menurut Gupta, Phalguni et al. (2010, p13), Teknologi Informasi (TI) adalah cabang dari teknologi yang berkaitan dengan penyebaran, pengolahan, dan penyimpanan informasi, khususnya dengan bantuan komputer. Ini berkaitan dengan, pengembangan desain, dukungan manajemen, dan Sistem Informasi berbasis komputer, khususnya perangkat keras komputer dan program komputer. Teknologi Informasi mendukung penggunaan komputer untuk menyimpan, mengolah, mengubah, mengirimkan, melindungi, dan menerima informasi jika diperlukan. Sebagian besar organisasi telah menggunakan teknologi sebagai salah satu perangkat pengolah informasi dan menjadi sesuatu yang penting. 2. Menurut Williams dan Sawyer (2003), mendefinisikan Teknologi Informasiadalah teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara dan video.William dan Sawyer memberikan pengertian Teknologi Informasiini merupakan gabungan komputer yang dikaitkan dengan saluran komunikasi dengan kecepatan yang tinggi untuk pengiriman data, baik berupa text, audio maupun video. data dalam bentuk multimedia yang diakomodir oleh penggunaan komputer. Williams dan Sawyer (2005), lebih lengkap lagi memberikan definisi Teknologi Informasisebagai sebuah bentuk umum yang menggambarkan setiap teknologi yang membantu menghasilkan, memanipulasi, menyimpan, mengkomunikasikan, dan atau menyampaikan informasi. 3. Menurut Kenneth C.Loudon (2004), mendefinisikan Teknologi Informasiadalah salah satu alat yang digunakan para manajer untuk mengatasi perubahan yang terjadi. Dalam hal ini perubahan yang dimaksud adalah perubahan informasi yang sudah diproses dan dilakukan penyimpanan sebelumnya di dalam komputer. 4. Menurut Martin, Brown, DeHayes, Hoffer, dan Perkins (2005), mereka mendefinisikan Teknologi Informasi ini merupakan kombinasi teknologi komputer yang terdiri dari perangkat keras dan lunak untuk mengolah dan menyimpan informasi dengan teknologi komunikasi untuk melakukan penyaluran informasi. Di sini teknologi komunikasi digunakan sebagai alat penyaluran informasinya, sedangkan informasinya diolah dan disimpan dalam komputer. Dari beberapa definisi di atas, Teknologi Informasimencakup gabungan antara teknologi komputer dan teknologi telekomunikasi itu sendiri. Komputer sebagai perangkat keras dengan software-software sebagai perangkat lunak yang berfungsi untuk sarana pengolahan maupun penyimpanan data yang nantinya dikirimkan melalui saluran komunikasi. 2.3.1 Resiko Teknologi Informasi Menurut (Schneiderjans, Hamaker, & Schneiderjans, 2004, p.12) secara umum resiko TI dibagi menjadi dua, meliputi: a. Physical risk : Kerentangan hardware komputer, software, dan pencurian data, sabotase; kerentangan software terhadap pembajakan dan penghapusan putaran keamanan data. b. Managerial risk : Kegagalan untuk mencapai manfaat yang diharapkan atau pengurangan biaya, kegagalan implementasi terhadap jangka waktu yang diinginkan, resistensi pengguna akhir, ketidak mampuan sistem untuk mendukung organisasi atau pertumbuhannya dari waktu ke waktu, masalah ketidakcocokan yang kemudian berkembang. 2.3.2 Infrastruktur Teknologi Informasi Menurut Laudon (2004, p14), Infrastruktur dari Teknologi Informasiterdiri dari : 1. Perangkat Keras (Hardware) Peratalan fisik yang digunakan untuk menginput, memproses, dan menghasilakan aktivitas dalam sebuah sistem informasi. 2. Perangkat Lunak (Software) Instruksi yang detail dan terprogram yang mengontrol dan mengkoordinasikan kinerja dari komponen Hardware dari suatu komputer dalam sebuah sistem informasi. 3. Teknologi penyimpanan (Storage Technology) Media fisik dari software yang memerintahkan penyimpanan pengorganisasian data untuk penggunaan dalam sebuah sistem informasi. dan 4. Teknologi Komunikasi (Communication Technology) Peralatan fisik dan software yang menghubungkan berbagai komponen Hardware komputer dan mentransfer data dari satu lokasi fisik ke lainnya. Peralatan komputer dan komunkasi dapat dikoneksikan dalam suatu jaringan untuk membagikan suara, data, gambar, ataupun video. Jaringan (network) menghubungkan dua atau lebih komputer untuk berbagi data atau sumber daya seperti contohnya printer. 2.4 Definisi Sistem Informasi Sistem Informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi organisasi yang bersifat manajerial dalam kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan. (Tata Sutabri, S.Kom, MM, 2005:36) Menurut O’Brien (2005, p29), Sistem adalah sekelompok komponen-komponen yang saling berhubungan dan saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Bryan dan Stacey (2005, p57), Sistem merupakan suatu kumpulan dari komponen-komponen yang saling berhubungan yang saling berinteraksi untuk menjalankan suatu tugas didalam mencapai suatu tujuan yang dikehendaki. Menurut Bryan dan Stacey (2005, p12), Informasi merupakan suatu data yang telah disimpulkan atau dengan kata lain yang telah dimanipulasi untuk digunakan didalam melakukan pengambilan suatu keputusan. Menurut O’Brien (2005, p5), Sistem Informasi adalah suatu kombinasi terartur apapun dari people (orang), hardware (perangkat keras), software (piranti lunak), computer networks and data communications (jaringan komunikasi), dan database (basis data) yang mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi di dalam suatu bentuk organisasi. Leitch Rosses (Jugiyanto, 2005: 11), mengemukakan Sistem Informasi adalah suatu sistem didalam organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengelolah transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan. Adapun definisi Sistem Informasi menurut Jack Febrian (2007:238), Kamus Komputer dan Teknologi Informasi. Bandung: Penerbit Informatika. Sistem Informasi atau sering disebut dengan Information System (IS) adalah sistem yang dapat menghasilkan informasi yang berguna. Suatu sistem dalam sebuah organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial, dan kegiatan strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan 2.5 Investasi Teknologi Informasi / Sistem Informasi Menurut Fitzpatrick (2005, p28) “An IT investment consists of the total life cycle cost of an entire project or project chunk that involves IT, including the post-project operating cost of the system that was implemented. The investment ceases to exist when it is replaced or eliminated for any reason” yang dapat diartikan investasi TI terdiri dari total biaya siklus hidup keseluruhan proyek atau potongan proyek yang melibatkan proyek TI, termasuk biaya operasional pasca proyek sistem yang diterapkan. Investasi TI akan muncul lagi ketika TI akan diganti atau dihilangkan dengan alasan apapun. Edmund W (2005, p28), Investasi Teknologi Informasi merupakan total biaya dari daur hidup (life cycle) keseluruhan proyek atau bagian proyek yang melibatkan TI, termasuk biaya operasional setelah proyek berlangsung (post project operating cost) dari sistem yang di implementasikan. Adapun menurut Scniderians (2004, p9), yang dimaksud Investasi Teknologi Informasi adalah suatu keputusan investasi dalam mengalokasikan seluruh tipe dari management sistem informasi, termasuk diantaranya manusia dan uang . 2.6 Tujuan dan Manfaat Investasi Teknologi Informasi 2.6.1 Tujuan investasi Teknologi Informasi Tujuan dilakukan investasi dalam bidang Teknologi Informasi adalah sebagai berikut : (Richardus Eko Indrajit, 2004, p30) Adanya alasan kelangsungan hidup perusahaan atau bisnis itu sendiri dalam arti kata perusahaan melihat bahwa keberadaan Teknologi Informasidalam bisnis terkait sifatnya adalah mutlak. Contohnya adalah perusahaan semacam bank, hotel berbintang, transportasi penerbangan dll, tidak mungkin dapat bertahan lama dalam ketatnya persaingan bisnis tanpa diperlengkapi TI. Perusahaan yang hendak melakuikan investasi karena alasan ingin memperbaiki efisiensi. Diharapkan implementasi TI dalam sejumlah bidang atau aktivitas tertentu, maka akan dilakukan proses reduksi atau optimalisasi terhadap alokasi beragam sumber daya perusahaan, seperti manusia, waktu, biaya, material, asset. Untuk memperbaiki efektivitas usaha. Contohnya penerapan aplikasi TI terkait dengan hal ini adalah menerapkan DSS, mengembangkan situs e-Commerce. Keinginan perusahaan untuk mendapatkan suatu loncatan keunggulan kompetitif agar dapat meninggalkan para pesaing bisnisnya dengan pengembangan teknologi yang belum dimiliki perusahaan lain. Suatu bentuk investasi yang dilatar belakangi oleh peranan TI sebagai salah satu perangkat infrastruktur yang tidak dapat dihindari keberadaannya bagi sebuah perusahaan di era global ini. 2.6.2 Manfaat Investasi Teknologi Informasi Menurut Richardus Eko Indrajit (2004, p41), manfaat dilakukan investasi dalam bidang TI adalah sebagai berikut : 1. mereduksi biaya yang harus dikeluarkan (cost displacement) 2. menghindari biaya yang harus dikeluarkan (cost avoidance) 3. memperbaiki kualitas yang diambil (decision analysis) 4. menghasilkan dampak positif yang diperolh perusahaan (impact analysis) 1.6.3 Kendala yang Dihadapi Dalam Mengevaluasi Manfaat Investasi Teknologi Informasi Menurut Yuliani, Susy dan Novika (2011: 8-19), dalam mengevaluasi manfaat dari investasi TI, terdapat beberapa kendala didalam manfaat investasi TI untuk menjadikan investasinya lebih efektif dan efisien. Adapun beberapa kendala yang dihadapi, yaitu : 1. Hal pertama dari evaluasi TI sulit dibuat karena jenis keuntungan yang didapat perusahaan berasal dari penerapan aplikasinya. Manfaat ini berasal dari peningkatan efisiensi dan efektifitas. 2. Memegang peranan yang banyak dalam evaluasi investasi TI yang melibatkan pemahaman fenomena ini. 2.6.4 Alasan Pentingnya Melakukan Evaluasi Investasi Teknologi Informasi Menurut Remenyi (2001, p23) yang dikutip oleh (Hendarti, 2011, p5) alsan mengapa perusahaan melakukan evaluasi teknologi informasi, karena ada pertimbangan keragu-raguan dalam banyak siklus yang menyatakan bahwa investasi teknologi dampak kesuksesan yang menyeluruh secara ekonomi. Alasan lainnya mengapa investasi Teknologi Informasiharus dilakukan secara cermat dan teliti dikarenakan : A. Jumlah dana investasi yang dikeluarkan cukup besar. B. Investasi TI merubah pola kerja perusahaan. C. Investasi TI membawa perubahan proses bisnis perusahaan. D. Adanya pengeluaran biaya langsung dan tidak langsung. E. Adanya manfaat tangible dan intangible yang diperoleh perusahaan. 2.7 BALANCED SCORECARD (BSC) 2.7.1 Sejarah Balanced Scorecard Menurut Yuwono dan Sukarno (2008: 3), Balanced Scorecard merupakan sistem manajemen strategis yang dikembangkan pertama kali pada tahun 1992 oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton dalam bukunya “Translating Strategy Into Action, The Balanced Scorecard”. Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja yang berfokus pada aspek keuangan. Selanjutnya, Balanced Scorecard mengalami perkembangan implementasinya, tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja namun meluas sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategi. Balanced Scorecard merupakan suatu metode penilaian yang mencakup empat perspektif untuk mengukur kinerja perusahaan, yaitu perspektif finansial, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced Scorecard menekankan bahwa pengukuran keuangan dan non-keuangan harus merupakan bagian dari informasi bagi seluruh pegawai dari semua tingkatan bagi organisasi. Tujuan dan pengukuran dalam Balanced Scorecard bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan nonkeuangan yang ada, melainkan hasil dari suatu proses strategi dari suatu unit. 2.7.2 Definisi dan Konsep Balanced Scorecard Balanced Scorecard terdiri dari dua kata, yaitu kartu skor (scorecard) dan berimbang (balance). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Sedangkan kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukan bahwa kinerja personel diukur secara seimbang dari dua aspek : keuangan dan non-keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, internal dan eksternal. Oleh karena itu, jika kartu skor digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan, personel tersebut harus memperhitungkan keseimbangn antara pencapaian kinerja keuangan dan nonkeuangan, antara kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang, serta antara kinerja yang bersifat intern dan kinerja yang bersifat ekstern. Luis dan Biromo (2010: 16), Balanced Scorecard adalah suatu alat manajemen kinerja (performance management tool) yang dapat membantu organisasi untuk menerjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator finansial dan nonfinansial yang terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat. Menurut Luis dan Biromo (2010: 19), balanced scorecard adalah alat manajemen untuk menjaga keseimbangan antara : 1. Indikator finansial dan non-finansial Umumnya organisasi, terutama perusahaan swasta, berorientasi pada profit. 2. Indikator kinerja masa lampau, masa kini dan masa depan Pada kenyataannya, laporan keuangan adalah indikator yang menilai kinerja organisasi di masa lampau. 3. Indikator internal dan eksternal Keseimbangan dari faktor-faktor internal dan eksternal berkaitan dengan hubungan sebab akibat. Faktor internal merupakan penyebab (input) dan output-nya berdampak pada faktor eksternal. 4. Indikator yang bersifat leading (cause / drivers) dan lagging (effect / outcome) Kembali ke indikator internal dan eksternal diatas, Balanced Scorecard dapat menggambarkan hubungan sebab akibat yang jelas. Balanced Scorecard memetakan “penyebab” yang mendorong terciptanya kinerja yang baik atau buruk, serta “akibat” yang dapat ditimbulkan atau dihasilkan dari sebab-sebab tersebut. Dalam pendekatan Balanced Scorecard, pengukuran kinerja didasarkan pada keuangan maupun non keuangan. Aspek non keuangan mendapatkan perhatian yang cukup serius karena pada dasarnya peningkatan kinerja keuangan bersumber dari aspek non keuangan yaitu bagaimana unit usaha tersebut menciptakan nilai terhadap pelanggan yang ada sekarang dan masa yang akan datang dan bagaimana unit usaha tersebut harus meningkatkan kemampuan internalnya serta investasi pada manusia, sistem, prosedur, yang dibutuhkan untuk memperoleh kinerja yang baik di masa yang akan datang. Biasanya pengukuran non keuangan lebih digunakan dalam tingkat operasional yang langsung berhubungan dengan pelanggan, yaitu pada jenjang bawah dan menengah struktur organisasi. Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan strategi organisasi kedalam seperangkat ukuran yang menyeluruh yang memberi kerangka kerja bagi pengukuran dan sistem manajemen strategis (Kaplan dan Norton, 2009: 9). Jika visi dan strategi dapat dinyatakan dalam bentuk tujuan strategis, ukuran-ukuran dan target yang jelas, yang kemudian dikomunikasikan kepada setiap anggota organisasi, diharapkan setiap anggota organisasi dapat dimengerti dan mengimplementasikannya agar visi dan strategi organisasi tercapai. Yang menarik dari konsep Balanced Scorecard adalah bahwa komponen yang ada dalam Balanced Scorecard dirancang untuk saling mendukung satu sama lain dan merupakan hubungan sebab akibat untuk mengindikasikan prospek perusahaan, baik yang sedang berjalan maupun di masa yang akan datang. Melalui Balanced Scorecard memungkinkan mereka mengukur apa yang telah mereka investasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem, dan prosedur demi perbaikan kinerja di masa yang akan datang. Balanced Scorecard juga memungkinkan para manajer menilai apa yang telah mereka bina didalam aktiva tak berwujud, seperti merk dan loyalitas pelayanan. Konsep Balanced Scorecard adalah suatu konsep pengukuran kinerja yang memberikan kerangka komprehensif untuk menjabarkan visi kedalam sasaran-sasaran strategik. Sasaran strategik yang komprehensif itu dapat dirumuskan kedalam BalancedScorecard. Karena Balanced Scorecard menggunakan empat perspektif yang satu sama lain saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Keempat perspektif tersebut juga merupakan indikator pengukuran kinerja yang saling melengkapi dan saling memiliki hubungan sebab akibat (Mulyadi, 2009, 7). Pada umumnya, sistem manajemen tradisional berfokus pada anggaran (budgets), sehingga pelaksanaan strategi perusahaan sangat tergantung pada anggaran yang tersedia. Hal ini berbeda dari sistem manajemen strategis Balanced Scorecard yang berfokus pada proses-proses manajemen strategis, sehingga strategi perusahaan melalui Balanced Scorecard diterjemahkan menjadi tindakan-tindakan yang terarah. Sebagai konsekuensi dari perbedaan praktek sistem manajemen tradisional dan sistem manajemen strategis Balanced Scorecard, pelaporan pada sistem manajemen tradisional semata-mata digunakan sebagai alat pengendalian (control reporting), sedangkan pelaporan pada system manajemen strategis Balanced Scorecard digunakan sebagai alat strategis (strategis reporting). (Vincent Gasperz, 2005 : 9-11). 2.7.3 Perkembangan Balanced Scorecard Pada tahap awal perkembangannya, Balanced Scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an, eksekutif hanya diukur kinerja mereka dari perspektif keuangan saja, sebagai akibatnya fokus perhatiannya hanya dicurahkan untuk mewujudkan kinerja keuangan. Sehingga terdapat kecenderungan untuk mengabaikan kinerja non keuangan, seperti kepuasan pelanggan, produktifitas, dan cost effectivitness process yang digunakan untuk mengahasilkan produk dan jasa, keberdayaan dan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan pelanggan. Karena ukuran kinerja keuangan mengandalkan informasi yang dihasilkan dari Sistem Informasiberjangka pendek, maka pengukuran kinerja yang berfokus keuangan mengakibatkan eksekutif lebih memfokuskan perwujudan kinerja jangka pendek. Pada tahun 1990 Nolan Norton Insitute, bagian riset kantor akuntan publik KMPG di USA yang dipimpin oleh David P. Norton mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan”. Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai. Balanced Scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif ke kinerja keungan dan non keuangan, serta kinerja jangka pendek dan jangka panjang. Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul “Balanced Scorecard: measure that drive performance”. Dalam Havard Business Review (Januari-februari 1992). Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan diperlukan ukuran komperhensif yang mencakup empat perspektif: yaitu finansial, kepuasan pelanggan, bisnis internal, pertumbuhan dan pembelajaran, agar keberhasilan keuangan yang diwujudkan perusahaan bersifat jangka panjang. Mulai pertengahan tahun 1993, Renaissance Solution Inc. (RSI) sebuah perusahaan konsultasi yang dipimpin oleh David P. Norton menerapkan Balanced Scorecard sebagai pendekatan alat ukur kinerja, namun berkembang menjadi inti sistem manajemen strategi. Balanced Scorecard telah mengalami perkembangan pesat selama satu dekade sejak diujicobakan pertama kali tahun 1990. Pada tahun 2000, Balanced Scorecard telah menjadi inti manajemen strategic tidak hanya bagi eksekutif, namun bagi seluruh personel perusahaannya, terutama pada perusahaan yang telah memanfaatkan secara intensif Teknologi Informasidalam operasi bisnisnya. 2.7.4 Perspektif Balanced Scorecard Balanced Scorecard menyediakan satu instrument bagi manajer untuk mengemudikan perusahaan kepada keberhasilan persaingan masa depan. Balanced Scorecard juga memungkinkan perusahaan untuk mencatat hasil kinerja finansial sekaligus membantu kemajuan perusahaan dalam membangun kemampuan dan mendapatkan aktiva tak berwujud yang dibutuhkan untuk pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Kaplan dan Norton (2009 : 48) menyajikan keseimbangan tujuan yang ingin dicapai perusahaan dalam bentuk sistem ukuran kinerja strategi yang mencakup empat perspektif, yaitu: 1. Perpektif Finansial Dalam Balanced Screcard kinerja keuangan tetap menjadi perhatian, karena ukuran keuangan merupakan suatu ikhtisar dan konsekuensi ekonomi yang terjadi yang disebabkan oleh keputusan dan ekonomi yang diambil. Ukuran kinerja keuangan menunjukkan apakah strategi, sasaran strategik, dan implementasinya mampu memberikan kontribusi dalam menghasilkan laba bagi perusahaan, tiga tahapan siklus kehidupan bisnis yaitu : a. Pertumbuhan (Growth) Growth adalah tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki tingkat pertumbuhan yang baik sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk berkembang baik. Perusahaan dalam tahap ini mungkin secara aktual beroperasi dalam arus kas yang negatif dari tingkat pengembalian atas modal investasi yang rendah. Sasaran keuangan dari bisnis yang berada pada tahap ini seharusnya menekankan pengukuran pada tingkat pertumbuhan penerimaan atau penjualan dalam pangsa pasar yang ditergetkan. b. Bertahan (Sustain Stage) Sustain Stage merupakan suatu tahap di mana perusahaan masih melakukan investasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik. Dalam hal ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembangkannya apabila mungkin. Secara konsisten pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpuk pada strategi-strategi jangka panjang. Sasaran keuntungan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. c. Menuai (Harvest) Tahap ini merupakan tahap kematangan, di mana perusahaan melakukan panen terhadap investasi yang dibuat pada tahap sebelumnya. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk pemeliharaan peralatan dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam institusi yang mampu berkreasi diperlukan keunggulan di bidang keuangan. Melalui keunggulan di bidang ini, organisasi menguasai sumber daya yang sangat diperlukan untuk mewujudkan tiga perspektif strategi lain yaitu perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. 2. Perspektif Pelanggan Perspektif pelanggan dalam Balanced Scorecard mengidentifikasikan bagaimana kondisi pelanggan mereka dan segmen pasar yang telah dipilih oleh perusahaan untuk bersaing dengan kompetitor mereka. Segmen yang telah mereka pilih ini mencerminkan keberadaan pelanggan tersebut sebagai sumber pendapatan mereka. Dalam perspektif ini, pengukuran dilakukan dengan lima aspek utama, yaitu : 1. Pengukuran Pangsa Pasar Pengukuran terhadap besarnya pangsa pasar perusahaan mencerminkan proporsi bisnis dalam satu era bisnis tertentu yang diungkapkan dalam bentuk uang, jumlah pelanggan, atau unit volume yang terjual atas setiap unit produk yang terjual Customer Retention (Pertumbuhan / Mempertahankan Pelanggan) Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya prosentase pertumbuhan bisnis dengan jumlah pelanggan yang saat ini dimiliki oleh perusahaan. 2. Customer Acquisition (Menarik / Perolehan Pelanggan Baru) Pengukuran dapat dilakukan melalui prosentase jumlah penambah customer baru dan perbandingan total penjualan dengan jumlah customer baru yang ada. 3. Customer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan) Pengukuran terhadap tingkat kepuasan pelanggan ini dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik diantaranya adalah: 1. survei melalui surat (pos), 2. interview melalui telepon, 3. atau personal interview. 4. Customer Profitability Pengukuran terhadap keuntungan bersih yang diperoleh dari pelanggan atau segmen tertentu setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut. Oleh karena aspek tersebut masih bersifat terbatas, maka perlu dilakukan pengukuran-pengukuran yang lain yaitu pengukuran terhadap semua aktivitas yang mencerminkan nilai tambah bagi customer yang berada pada pangsa pasar perusahaan. Pengukuran tersebut dapat berupa atribut produk atau jasa yang diberikan kepada pelanggan (seperti : kegunaan, kualitas, dan harga), hubungan atau kedekatan antara pelanggan (seperti : pengalaman membeli dan hubungan personal), image, dan reputasi produk atau jasa di mata pelanggan. Contoh tujuan dari perspektif pelanggan dan yang diukur : - Menjadi responsif = waktu respon untuk transaksi - Menyediakan jasa yang berkualitas = ketersediaan sistem untuk melayani transaksi, skor kepuasan pelanggan dan jumlah transaksi yang sukses atau batal. - 3. Biaya efektif = biaya pengolahan transaksi bisnis secara online Perspektif Proses Bisnis Internal Pada perspektif ini, para manajer melakukan identifikasi berbagai proses yang sangat penting untuk mencapai tujuan pelanggan dan pemegang saham. Perusahaan biasanya mengembangka ukuran-ukuran untuk perspektif ini setelah merumuskan tujuan dan ukuran finansial serta pelanggan. Ukuran ini memungkinkan perusahaan memfokuskan pengukuran bisnis internal kepada proses yang akan mendorong tercapainya tujuan yang ditetapkan untuk pemegang saham dan pelangan. Menurut Kaplan dan Norton (2009 : 96), sebagian besar sistem pengukuran kinerja perusahaan yang ada memfokuskan kepada peningkatan proses operasi saat ini. Balanced Scorecard menyarankan kepada para manajer agar menentukan nilai internal lengkap yang diawali dengan proses inovasi, mengenali kebutuhan pelanggan saat ini dan yang akan datang, serta mengembangkan pemecahan kebutuhan tersebut, dilanjutkan dengan proses operasi menyampaikan produk dan jasa saat ini kepada pelanggan dan diakhiri dengan layanan purna jual yang menawarkan layanan sesudah penjualan, yang memberikan nilai tambah kepada produk dan jasa yang diterima pelanggan. Setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan memberikan hasil finansial yang baik. Balanced Scorecard menetapkan tiga model dari proses bisnis utamanya, yaitu : A. Proses Inovasi Bagi banyak perusahaan menjadi efektif, efisien dan tepat waktu dalam proses inovasi lebih penting dari pada menjadi hebat dalam proses operasi sehari-hari yang telah menjadi fokus tradisional dan menjadi literature rantai nilai internal. B. Proses Operasi Merupakan gelombang pendek penciptaan nilai dalam perusahaan. Dimulai dari diterimanya proses pesanan pelanggan dan diakhiri dengan penyampaian produk dan jasa kepada pelanggan yang ada secara efisien, konsisten dan tepat waktu. C. Proses Layanan Purna Jual Proses ini adalah tahap akhir rantai internal. Proses ini mencakup garansi dan berbagai aktifitas perbaikan, pergantian, pengembalian, serta proses-proses administrasi. Proses ini bertujuan untuk memuaskan pelanggan. Layanan purna jual yang berhasil memuaskan pelanggan akan memberi satu nilai tambah bagi perusahaan di mata pelanggan. Contoh tujuan perspektif proses bisnis internal dan yang di ukur : - Pemanfaatan asset = presentase penggunaan perangkat komputer per hari, bulan, tahun. - Biaya efektif = resio kecepatan proses bisnis dan pemanfaatan dalam investasi “Traveleyes”. - 4. Kualitas tinggi = jumlah kesalahan dalam proses bisnis. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perspektif ini menggambarkan kemampuan organisasi untuk menciptakan pertumbuhan jangka panjang. Menurut Kaplan dan Norton (2009: 109-111) mengungkapkan betapa pentingnya suatu organisasi untuk terus memperhatikan karyawannya dan meningkatkan pengetahuan karyawan agar karyawan dapat berpartisipasi dalam pencapaian hasil ketiga perspektif dan tujuan perusahaan. Dalam perspektif ini, terdapat tiga kategori utama dalam membangun Balanced Scorecard, yaitu : a. Kemampuan pekerja Pengukuran dilakukan atas tiga hal pokok yaitu pengukuran terhadap kepuasan karyawan, perputaran karyawan dalam perusahaan, dan terhadap produktifitas karyawan. b. Kemampuan Sistem Informasi Peningkatan kualitas dan produktifitas juga dipengaruhi oleh akses terhadap Sistem Informasiyang dimiliki perusahaan. Pengukuran terhadap akses informasi yang dimiliki perusahaan dapat dilakukan dengan mengukur persentase ketersediaan informasi yang diperlukan oleh karyawan mengenai pelanggannya, dan persentase ketersediaan informasi mengenai biaya produksi. c. Motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan Pengukuran terhadap motivasi karyawan dapat dilakukan melalui beberapa dimensi, yaitu : 1. Pengukuran terhadap saran yang diberikan kepada perusahaan. 2. Pengukuran karyawan. atas perbaikan dan peningkatan kinerja Contoh tujuan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dan yang di ukur : - Mempelajari sistem baru = waktu yang di perlukan untuk mahir dalam penggunaan “Traveleyes”. - Implementasi sistem = waktu yang diperlukan untuk sepenuhnya mengganti sistem menjadi menggunakan “Traveleyes”. - Inovasi baru = pengembangan dalam “Traveleyes” yang dilakukan selama 1 tahun. 2.7.5 IT Balance Scorecard Menurut Van Grembergen dan Van Bruggen, yang mengadopsi Balanced Scorecard ke dalam Organisasi Departemen Teknologi Informasi adalah dalam pandangan mereka Departemen Teknologi Informasi adalah penyedia layanan internal. Maka perspektfi yang digunakan harus diubah dan disesuaikan. Ke 4 perspektif tersebut adalah : a. Kontribusi Perusahaan b. Orientasi Pengguna c. Keunggulan Operasional d. Orientasi Masa Depan Menurut Purnomo IT Balance Scorecard memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Memungkinkan perusahaan untuk terus memantau perkembangan dalam membangun keunggulan kompetitif dan meningkatkan nilai aktivitas tak berwujud yang dibutuhkan bagi masa depan perusahaan. 2. Menjaga agar tidak timbul pandangan yang sempit atas kinerja perusahaan yang akan terjadi apabila hanya digunakan tolak ukur tunggal dalam motivasi dan mengevaluasi kinerja unit bisnis. 3. Menjembatani pengembangan dan formulasi strategi dengan penerapanya. 4. Menumbuhkan konsensus dan kerjasama diantara para senior eksekutif dan anggota organisasi yang lain, baik secara vertikal maupun horizontal. Menterjemahkan sebuah visi menjadi tema-tema kunci strategik yang dapat dikomunikasikan. 2.7.6 Manfaat Balance Scorecard 1. Menurut Tunggal (2009: 43), keunggulan Balanced Scorecard: a. Mengklarifikasi dan menghasilkan consensus mengenai strategi. b. Mengkomunikasikan strategi ke seluruh perusahaan. c. Menyelaraskan berbagai tujuan departemen dan pribadi dengan strategi perusahaan. d. Mengaitkan berbagai tujuan strategik dengan sasaran jangka panjang atau anggaran tahunan. e. Mengidentifikasikan dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategik. Dalam prakteknya penerapan konsep Balanced Scorecard ini tidaklah semudah yang diperkirakan karena penerapan konsep ini membutuhkan suatu komitmen dari manajemen pusat maupun karyawan yang terlibat dalam organisasi. 2.7.7 Keunggulan dan Kelemahan Metode Balanced Scorecard 2.7.7.1 Keunggulan Balanced Scorecard Balanced Scorecard memiliki keunggulan yang menjadikan sistem manajemen strategi sekarang berbeda secara signifikan dengan sistem manajemen strategi dalam sistem manajemen tradisional. Keunggulan itu menurut Mulyadi (2009 : 18) 1. Komprehensif Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategi dari yang sebelumnya terbatas hanya pada perspektif keuangan, meluas menjadi tiga perspektif yang lain : costumer, proses bisnis internal, serta pertumbuhan dan pembelajaran. Dengan perluasan perspektif rencana strategi ke perspektif nonkeuangan akan memberikan manfaat sebagai berikut: a. Menjadikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka penjang b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks. Untuk menghasilkan keberhasilan dalam kinerja keuangan, Balanced Scorecard akan memotivasi personel untuk mengarahkan usahanya kesasaran / strategi yang menjadi penyebab utama berhasilnya kinerja keuangan. Perusahaan harus mampu menghasilkan produk dan jasa yang menghasilkan value yang terbaik bagi costumer yang dihasilkan dari personel yang produktif dan berkomitmen. Kinerja seperti diatas akan memberikan kinerja keuangan yang sesungguhnya, yang berasal dari usaha nyata dalam bisnis, serta memberikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang. 2. Koheren Balanced Scorecard akan membangun hubungan sebab akibat diantara beebagai sasaran strategi yang dihasilkan dalam perencanaan strategi. Setiap sasaran strategi harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak secara langsung. Sebagai contoh, sasaran penyebab diwujudkannya sasaran strategi di perspektif proses bisnis internal atau pelanggan akan menjadi penyebab secara langsung diwujudkannya sasaran strategi diperspektif keuangan karena perusahaan adalah institusi pencipta kekayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. 3. Seimbang Balanced Scorecard akan memberikan gambaran mengenai tujuan dan cara pencapaian tujuan tersebut secara seimbang, terutama jika dikaitkan antara perspektif satu dengan yang lainnya. Masing–masing perspektif mempunyai suatu tinjauan pokok yang hendak dicapai: c. Financial returns yang berlipat ganda dan berjangka panjang adalah tujuan dari perspektif keuangan. d. Produk dan jasa yang mampu menghasilkan value yang terbaik bagi costumer adalah tujuan dari perspektif pelanggan. e. Proses yang produktif dari cost effective adalah tujuan dari perspektif bisnis / intern. f. Sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen adalah tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. 4. Terukur Keterukuran sasaran strategi yang diabaikan oleh sistem perencanaan strategi menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategi yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Balanced Scorecard mengukur sasaran– sasaran strategi yang sulit untuk diukur. Sasaran–sasaran strategi di perspektif pelanggan, proses bisnis / intern, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah diukur, namun dalam pendekatan Balanced Scorecard, sasaran diketiga perspektif non keuangan tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola sehingga diwujudkan. Dengan demikian keterukuran sasaran strategi non keuangan akan menjanjikan perwujudan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang. 2.7.7.2 Kelemahan Balanced Scorecard (BSC) Balanced Scorecard merupakan perkembangan baru dalam dalam suatu manajemen perusahaan yaitu sebagai sarana pengukuran kinerja yang telah dicapai, dan harus kita sadari bahwa masih banyak permasalahan yang belum dapat dipecahkan dengan Balanced Scorecard, misalnya : 1. Balanced Scorecard belum dapat menetapkan secara tepat sistem kompensasi yang biasanya merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian kinerja. 2. Bentuk organisasi yang cocok untuk perkembangan proses dalam organisasi. Empat perspektif dalam Balanced Scorecard merupakan indikator yang saling berpengaruh (hubungan sebab akibat), sehingga diperlukan suatu wadah struktur yang dapat memberikan umpan balik kepada semua ini. 3. Belum adanya standart ukuran yang baku terhadap hasil penilaian kinerja perusahaan dengan metode Balanced Scorecard. 2.7.8 Skala Likert Dalam melakukan penyusunan penelitian ini, penulis membuat kuisioner untuk mengukur kondisi sosial positif atau negatif subjek yang ditujukan. Dengan menggunakan skala likert ini, penulis dapat menjabarkan hasil kuisioner. Menurut Sugiyono (2008: 132), skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dan dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala Likert mempunyai gradiasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat merupakan kata-kata antara lain : 2.8 a. Selalu / sangat setuju / sangat positive diberi skor 5 b. Setuju / positive diberi skor 4 c. Kadang-kadang / ragu-ragu / netral diberi skor 3 d. Hampir tidak pernah / tidak setuju / negative diberi skor 2 e. Tidak pernah / sangat tidak setuju / sangat negative diberi skor 1 Pengertian Cost Benefit Analysis Menurut Schniederjans, Hamaker dan Schniederjans (2010: 144), Cost Benefit Analysis involves the estimation and evaluation of benefits associated with alternative courses with action. This technique often entails comparing the present value of benefits associated an investment to the present value of the cost of the same investment. Dari definisi diatas, dapat diartikan bahwa “Cost Benefit Analysis (CBA) melibatkan perhitungan dan evaluasi dari keuntungan bersih yang terhubung dengan program alternatif”. Teknik ini sering memerlukan perbandingan nilai sekarang dari keuntungan yang terkait dengan investasi nilai sekarang dari biaya dalam investasi yang sama. Menurut Olson (2003, P268), Cost Benefit Analysis ( CBA ) adalah evaluasi manfaat dan biaya dalam moneter, bagi sebagai ratio atau perbedaan. Menurut Schniederjans (2004, p140), cost benefit analysis adalah keputusan yang banyak digunakan sebagai alat bantu pengambilan keputusan baik dalam pengaturan publik dan swasta dan untuk berbagai masalah yang berbeda, termasuk pengambilan keputusan investasi IT. Dengan menggunakan analisis biaya manfaat maka dapat diperhatikan beberapa biaya dan manfaat yang akan dikeluarkan atau diterima atas sistem yang diusulkan, perbandingan dilakukan yaitu membandingkan manfaat dengan biaya yang dikeluarkan semakin besar manfaat yang akan diterima dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan maka sistem itu mungkin untuk diimplementasikan dan semakin besar biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan manfaat yang diterima maka sistem tersebut tidak cocok untuk diimplementasikan. Analisis biaya manfaat dapat digunakan dengan tiga cara: 1. Sebagai alat perencanaan yang membantu dalam pengambilan keputusan apakah suatu sistem layak atau tidak untuk diimplementasikan pada suatu organisasi. 2. Sebagai alat evaluasi apakah proyek Sistem Informasisudah sesuai dengan tujuan yang diinginkan. 3. Cost Benefit Analysis menjelaskan keputusan tentang pengeluaran dan penerimaan penyelenggaraan keputusan investasi modal dalam proyek sosial yang menyangkut kepentingan publik akan dilaksanakan dan diteruskan untuk waktu yang akan datang. Keputusan CBA meliputi arus keluar dana ( fund outflaws ) dan arus masuk dana ( fund inflaws ) dan bagaimana itu dimanfaatkan untuk mencapai tujuan. Seperti kebanyakan analisis, Cost Benefit Analysis melibatkan serangkaian langkah atau tahapan. Tahap sekuensial ini meliputi: A. Menentukan masalah B. Menganalisis masalah dan mendefinisikan satu-satunya cara untuk memungkinkan solusi alternatif yang tepat dapat dihasilkan. C. Mengidentifikasikan biaya dan manfaat Setelah masalah telah di definisikan dan alternatif yang sesuai telah diidentifikasikan, tahap selanjutnya dalam analisis ini adalah untuk mengidentifikasi semua biaya yang relevan dan manfaat. 1. Menghitung biaya dan manfaat Biaya adalah setiap pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk pengadaan, menginstal dan memelihara TI. Untuk investasi TI pengambilan keputusan, biaya secara tradisional dipandang sebagai baik yang nyata dan langsung dihubungkan ke sistem. 2. Bandingkan alternatif Setelah manfaat dan biaya telah diidentifikasi dan dihitung kedalam unit umum mengukur, alternatif dibandingkan satu sama lain berdasarkan kriteria umum. 3. Menguji kelayakan Analisis sensitifitas didefinisikan sebagai penentuan kehandalan dari keputusan yang dihasilkan atas analisis biaya manfaat. Dalam analisis biaya manfaat terdapat nilai yang sebenarnya setiap biaya dalam manfaat yang terkait investasi alternatif akan ideal. 2.9 Pengertian Return on Investment (ROI) Menurut Schniederjans, Hamaker dan Schniederjans (2010: 125), Return on Investment (ROI) is another technique traditionally use in capital budgeting decision where the rate of return of an investment is compared to opportunity cost of capital. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa ROI adalah teknik yang digunakan dalam penganggaran modal dimana tingkat pengembalian investasi dibandingkan dengan biaya modal investasi awal. ROI = ( Menurut Garrison dan Noreen ( 2003, P602 ) Return On Investment adalah tingkat pengembalian yang mampu dihasilkan oleh manajer pusat investasi pada aktiva mereka. Penggunaan ROI bertujuan untuk: 1. mengetahui tingkat persen kembalinya modal yang digunakan. 2. Merumuskan apakah biaya aktivitas bisnis digunakan untuk modal sendiri atau modal pinjaman dari luar. Metode analisis biaya dan manfaat, seperti ROI adalah alat yang penting dalam membantu membuat suatu keputusan, khususnya tentang investasi modal. Seorang manajer perlu membuat beberapa penyesuaian yang signifikan untuk menggunakan CBA. Karena CBA biasanya digunakan dalam situasi bisnis, diskusi itu sering menyatakan bahwa hasil positif akan membuat pembayaran besar atau aliran pembayaran. Perusahaan biasanya ingin memiliki hasil seperti ketika membiayai suatu investasi TI. Dalam hal ini, ada pembayaran yang besar untuk membeli infrastruktur yang memungkinkan terciptanya arus kas yang sedang berjalan ke anggaran perusahaan. 2.9.1 Membangun Metodologi Return on Investment (ROI) Menurut D. Brian RoulStone dan Jack J. Philips (2008,p51) untuk membangun proses pengukuran dan evaluasi yang komprehensif adalah seperti sebuah teka-teki dengan potongan dikembangkan dan dimasukkan ke dalam tempat dari waktu ke waktu. Blok membangun pertama adalah pemilihan kerangka kerja evaluasi, yang merupakan kategorisasi data. Proses balanced scorecard (Kaplan & Norton, 1996) atau empat tingkat evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick (1975) menawarkan titik awal untuk seperti kerangka. Kerangka dipilih untuk proses yang disajikan di sini adalah modifi cation dari empat Kirkpatrick tingkat dan termasuk tingkat fi seperlima: laba atas investasi. 2.10 Pengertian Net Present Value ( NPV ) Menurut Schniederjans, Hamaker dan Schniederjans (2010: 123), Net Present Value (NPV) is another way of carrying out present value analysis. NPV is the present value of cash flows minus the initial costs. Dapat diartikan bahwa, “Net Present Value (NPV) merupakan sebuah metode yang melibatkan nilai sekarang. NPV adalah nilai masa arus kas saat ini setelah dikurangi dengan arus kas keluarnya (biaya awal investasi)”. Menurut Garrison dan Norren (2003 , p637). Net Present Value (NPV) adalah perbedaan antara nilai aliran kas masuk sekarang denfan nilai aliran kas keluar sekarang yang menentukan apakah proyek merupakan investasi yang dapat diterima . Langkah – langkah dalam penerapan metode NPV yaitu hitung nilai sekarang dari setiap arus kas, baik arus kas masuk maupun arus kas keluar , dengan faktor diskonto sebesar biaya modal proyek. 1. Jumlah arus kas yang telah didiskontokan tersebut. Hasil dari penjumlahan inilah yang disebut NPV proyek. 2. Jika NPV positif, proyek harus disetujui , jika NPV negatif , proyek harus ditolak, dan jika proyek – proyek yang dikaji bersifat mutually exlusive (memilih proyek 1 di antara beberapa proyek di antara beberapa proyek), maka proyek yang menghasilkan NPV terbesar harus dipilih. Rumus NPV Net Present Value (NPV) = Nilai proyek + ((Cash inflow 1/(1+r)1) + ((Cash inflow 2/(1+r)2) + ((Cash inflow n/(1+r)n) Keterangan : NPV = net present value r = tingkat suku bunga diskonto n = umur proyek investasi Kelebihan NPV A. Memperhitungkan nilai waktu uang dari uang atau arus kas. B. Memperhitungkan arus kas selama usia ekonomis proyek. C. Memperhitungkan nilai sisa proyek. Kekurangan NPV A. Lebih sulit dalam menggunakan B. Manajement harus dapat menaksir tingkat biaya modal yang relevan selama usia proyek ekonomis proyek 2.11 Pengertian Payback Period Menurut Schniederjans, Hamaker dan Schniederjans (2010: 111), Payback Period is a simple technique in which the time period necessary to recoup the initial investment is calculated and evaluate an investment. Dapat diartikan bahwa, “Payback Period adalah suatu teknik sederhana dimana periode waktu yang diperlukan untuk dapat menutup investasi awal, dihitung dan digunakan untuk mengevaluasi investasi”. Menurut Husein Umar (2003,197), suatu period yang diperlukan kembali untuk menutup kembali untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash inflownya apabila aliran kas setiap tahun sama jumlahnya, maka payback period dari suatu investasi dapat dihitung dengan cara membagi jumlah investasi dengan aliran kas tahunan. Payback Period = 2.11.1 Kelemahan Metode Payback Period Metode penilaian investasi memiliki kelemahan yaitu: 1. Metode ini mengabaikan penerimaan investasi (proceed) sesudah Payback Period, hanya mengukur kecepatan kembalinya dana. 2. Mengabaikan time Value Of Money. 2.12 Pengertian Interest Rate of Return (IRR) Indikator tingkat efisiensi dari suatu investasi. Proyek atau investsi dapat dilakukan bila laju pengembaliannya lebih besar dari pada laju pengembalian apabila melakukan investasi ditempat lain. Contohnya seperti : (Deposito bank atau Reksadana). Rumus : Ir + Ir = Tingkat suku bunga terendah It = Tingkat suku bunga tertinggi