10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
2.1.1
Kajian Pustaka
Teori Keagenan
Menurut Anthony & Govindarajan, (2005:269) dalam Jati & Wiryanti
(2010), konsep dari teori ini adalah hubungan agensi ada ketika salah satu pihak
(prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk melaksananakan suatu jasa dan dalam
melakukan hal itu principal mendelegasikan wewenang untuk membuat keputusan
kepada agen tersebut. Dalam LPD, warga desa pakraman merupakan prinsipal dan
pengurus LPD adalah agen mereka. Setiap periode, pengurus LPD harus melaporkan
kegiatan LPD berupa laporan tahunan yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan
perubahan modal, dan laporan arus kas kepada warga desa pakraman melalui suatu
paruman desa karena pengurus LPD diharapkan dapat menjalankan usaha LPD sesuai
dengan kepentingan warga desa pakraman. Selain itu, pengurus juga harus
melaporkan laporan tahunan kepada LPLPD yang merupakan badan pembina dan
pengawas dari LPD tersebut (Jati dan Wiryanti, 2010).
2.1.2
Lembaga Perkreditan Desa (LPD)
1) Pengertian LPD
Pengertian LPD berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8
Tahun 2002 Pasal 2 merupakan badan usaha keuangan milik desa yang melaksanakan
usaha di lingkungan desa dan untuk krama desa. LPD ini dapat didirikan pada desa
10
dalam wilayah kabupaten/kota, di mana dalam tiap-tiap desa hanya didirikan satu
LPD, pengertian LPD berdasarkan Keputusan Gubernur Bali Nomor 3 Tahun 2003
tanggal 20 Januari 2003, merupakan Lembaga Perkreditan Desa di Desa Pakraman
dalam wilayah Provinsi Bali, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 1998
menyatakan bahwa LPD adalah lembaga perkreditan desa yang merupakan suatu
badan usaha simpan pinjam yang dimiliki oleh desa adat.
2) Fungsi dan Tujuan Lembaga Perkreditan Desa (LPD)
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002, LPD
berfungsi sebagai salah satu wadah kekayaan desa yang berupa uang atau surat-surat
berharga lainnya, menjalankan fungsinya dalam bentuk usaha-usaha ke arah
peningkatan taraf hidup krama desa dan dalam kegiatan usahanya banyak menunjang
pembangunan desa.
Usaha-usaha LPD dilakukan dengan tujuan:
(1) Mendorong
pembangunan
ekonomi
masyarakat
desa
melalui
kegiatan
menghimpun tabungan dan deposito dari krama desa.
(2) Memberantas ijon gadai gelap dan lain-lain yang dapat dipersamakan dengan itu.
(3) Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja
bagi krama desa.
(4) Meningkatkan daya beli dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan peredaran
uang di desa.
Fungsi dan tujuan LPD adalah untuk memberikan kesempatan berusaha bagi
para warga desa setempat kemudian untuk menampung tenaga kerja yang ada di
11
pedesaan, serta melancarkan lalu lintas pembayaran, sekaligus menghapuskan
keberadaan lintah darat (Suartana, 2009:4).
2.1.3
Ukuran Perusahaan
1) Pengertian Ukuran Perusahaan
Menurut Riyanto (2008:313) besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya
nilai equity, nilai penjualan atau nilai aktiva. Selanjutnya ukuran perusahaan menurut
Scott dalam Torang (2012:93) ukuran organisasi adalah suatu variabel konteks yang
mengukur tuntutan pelayanan atau produk organisasi. Sedangkan Malleret (2008:233)
ukuran organisasi adalah seperangkat kebijaksanaan yang ditetapkan dengan baik
yang harus dilaksanakan oleh perusahaan yang bersaing secara global. Sementara itu
Longenecker (2001:16) mengemukakan bahwa terdapat banyak cara untuk
mendefinisikan skala perusahaan, yaitu dengan menggunakan berbagai kriteria,
seperti jumlah karyawan, volume penjualan, dan nilai aktiva. Berdasarkan beberapa
definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa ukuran perusahaan adalah suatu skala
yang menentukan besar kecilnya perusahaan yang dapat dilihat dari nilai equity, nilai
penjualan, jumlah karyawan dan nilai total aktiva yang merupakan variabel konteks
yang mengukur tuntutan pelayanan atau produk organisasi.
2) Klasifikasi Ukuran Perusahaan
UU No. 20 Tahun 2008 mengklasifikasikan ukuran perusahaan ke dalam 4
kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar.
Pengklasifikasian ukuran perusahaan tersebut didasarkan pada total aset yang dimiliki
dan total penjualan tahunan perusahaan tersebut. UU No. 20 Tahun 2008 tersebut
12
mendefinisikan usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar sebagai
berikut:
(1) Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan /atau badan
usaha perorangan yang memiliki kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini.
(2) Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang
memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
(3) Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini.
(4) Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahu nan lebih besar dari
usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha
patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
13
Tabel 2.1
Kriteria Ukuran Perusahaan
Sumber: UU No.20 tahun 2008
Selanjutnya, klasifikasi ukuran perusahaan menurut Stanley dan Morse
dalam Suryana (2006:119) industri yang menyerap tenaga kerja 1-9 orang termasuk
industri kerajianan rumah tangga. Industri kecil menyerap 10-49 orang, industri
sedang menyerap 50-99 orang, dan industri besar menyerap tenaga kerja 100 orang
lebih. Pernyataan yang dikemukakan oleh Stanley dan Morse tersebut menunjukkan
bahwa ukuran perusahaan juga dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah tenaga
kerja dalam industri tersebut. Dalam peraturan yang dibuat oleh Bursa Efek
Indonesia, saham yang dicatatkan dibuat atas dua papan pencatatan, yaitu papan
utama dan papan pengembangan. Papan utama ditujukan untuk perusahaan tercatat
yang berskala besar, sementara papan pengembangan dimaksudkan untuk perusahaan
yang belum memenuhi syarat pencatatan di papan utama, termasuk perusahaan yang
prospektif namun belum membukukan keuangan. Peraturan Bursa Efek Indonesia
menyebutkan salah satu syarat untuk tercatat di papan utama, yaitu Laporan
14
Keuangan Auditan terakhir memiliki Aktiva Berwujud Bersih (Net Tangible Asset)
minimal Rp100.000.000.000,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan
berskala besar menurut peraturan Bursa Efek Indonesia memiliki Aktiva Berwujud
Bersih minimal Rp100.000.000.000.
3) Ukuran Perusahaan
Untuk melakukan pengukuran terhadap ukuran perusahaan Prasetyantoko
(2008:257) mengemukakan bahwa, aset total dapat menggambarkan ukuran
perusahaan, semakin besar aset biasanya perusahaan tersebut semakain besar.
Selanjutnya, Yogiyanto (2007:282) menyatakan bahwa, ukuran aktiva digunakan
untuk mengukur besarnya perusahaan, ukuran aktiva tersebut diukur sebagai
logaritma dari total aktiva. Sementara itu, untuk menghitung nilai total asset Asnawi
(2005:274) mengemukakan bahwa, nilai total asset biasanya bernilai sangat besar
dibandingkan dengan variabel keuangan lainnya, untuk itu variabel asset diperhalus
menjadi log asset atau ln asset. Ukuran perusahaan yang didasarkan pada total assets
yang dimiliki oleh perusahaan diatur diatur dengan ketentuan BAPEPAM No.
11/PM/1997, yang menyatakan bahwa perusahaan menengah atau kecil adalah badan
hukum yang didirikan di Indonesia yang memiliki jumlah kekayaan (total assets)
tidak lebih dari Rp. 100.000.000.000 (seratus milyar rupiah). Berdasarkan uraian di
atas, maka untuk menentukan ukuran perusahaan digunakan ukaran aktiva. Ukuran
aktiva tesebut diukur sebagai logaritma dari total aktiva. Logaritma digunakan untuk
memperhalus asset karena nilai dari asset tersebut yang sangat besar dibanding
variabel keuangan lainnya.
15
2.1.4
Aset
Aset adalah sumber-sumber ekoomi yang dimiliki perusahaan yang biasa
dinyatakan dalam satuan uang. Jenis sumber-sumber ekonomi atau lazim disebut aset
perusahaan bisa bermacam-macam. Ada aset yang berupa barang berwujud seperti
kas, persediaan barang dagangan, tanah, gedung dan mesin. Ada pula yang tidak
berwujud seperti misalnya tagihan kepada pelanggan yang dalam akuntansi disebut
piutang usaha, serta berbagai bentuk pembayaran di muka (uang muka) atas jasa
tertentu yang baru akan diterima di masa yang akan datang seperti premi asuransi
dibayar di muka. Untuk memudahkan pembaca laporan biasanya aset dicantumkan
dalam neraca dengan urut-urutan yang sudah tertentu yang dimulai dengtan aset
lancer (kas, piutag usaha, persediaan dan sebagainya) dan diikuti dengan aset-aset
yang bersifat lebih permanen (tanah, gedung, mesin dan sebagainya) (Al Haryono
Jusup, 2012:28). Dalam LPD, aset terdiri dari: kas, bank (giro, tabungan, dan
deposito), pinjaman yang diberikan, Cadangan Pinjaman Ragu-ragu, aktiva tetap
(harga perolehan dan akumulasi penyusutan), dan aktiva lain-lain (laporan keuangan
LPD, 2014).
2.1.5
Laba
1) Pengertian Laba
Pengertian laba secara operasional merupakan perbedaan antara pendapatan
yang direalisasi yang timbul dari transaksi selama satu periode dengan biaya yang
berkaitan dengan pendapatan tersebut. Menurut Harahap (2001:267) laba adalah
perbedaan antara realisasi penghasilan yang berasal dari transaksi perusahaan pada
16
periode tertentu dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan
penghasilan itu. Definisi lain atas pengertian laba dikemukakan oleh Baridwan
(1997:31) dimana laba didefinisikan sebagai kenaikan modal (aktiva bersih) yang
berasal dari semua transaksi atau kejadian lain yang mempengaruhi badan usaha pada
suatu periode kecuali yang timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi oleh
pemilik.
2) Karakteristik Laba
Chariri dan Ghozali (2003:214) menyebutkan bahwa laba memiliki beberapa
karakteristik antara lain sebagai berikut:
(1)
Laba didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi.
(2)
Laba didasarkan pada postulat periodisasi, artinya merupakan prestasi
perusahaan pada periode tertentu.
(3)
Laba didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan pemahaman
khusus tentang definisi, pengukuran, dan pengakuan pendapatan.
(4)
Laba memerlukan pengukuran tentang biaya dalam bentuk biaya historis yang
dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan pendapatan tertentu.
(5)
Laba didasarkan pada prinsip penandingan (matching) antara pendapatan dan
biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan tersebut.
3) Pertumbuhan Laba
Laba merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur keberhasilan
kinerja suatu perusahaan. Adanya pertumbuhan laba dalam suatu perusahaan dapat
menunjukkan bahwa pihak-pihak manajemen telah berhasil dalam mengelola sumber-
17
sumber daya yang dimiliki perusahaan secara efektif dan efisien. Suatu perusahaan
pada tahun tertentu bisa saja mengalami pertumbuhan laba yang cukup pesat
dibandingkan dengan rata-rata perusahaan. Akan tetapi untuk tahun berikutnya
perusahaan tersebut bisa saja mengalami penurunan laba. Pertumbuhan laba dihitung
dengan cara mengurangkan laba periode sekarang dengan laba periode sebelumnya
kemudian dibagi dengan laba pada periode sebelumnya (Warsidi dan Pramuka,
2000).
4) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Laba
Menurut
Angkoso
(2006)
menyebutkan
bahwa
pertumbuhan
laba
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
(1) Besarnya perusahaan
Semakin besar suatu perusahaan, maka ketepatan pertumbuhan laba yang
diharapkan semakin tinggi.
(2) Umur perusahaan
Perusahaan yang baru berdiri kurang memiliki pengalaman dalam
meningkatkan laba, sehingga ketepatannya masih rendah.
(3) Tingkat leverage
Bila perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi, maka manajer
cenderung memanipulasi laba sehingga dapat mengurangi ketepatan
pertumbuhan laba.
18
(4) Tingkat penjualan
Tingkat penjualan di masa lalu yang tinggi, semakin tinggi tingkat penjualan
di masa yang akan datang sehingga pertumbuhan laba semakin tinggi.
(5) Perubahan laba masa lalu
Semakin besar perubahan laba masa lalu, semakin tidak pasti laba yang
diperoleh di masa mendatang.
2.1.6
Permodalan dalam LPD
Menurut Munawir (2004:19) modal adalah hak atau bagian yang dimiliki
oleh pemilik perusahaan yang ditunjukkan dalam pos modal (modal saham), surplus
dan laba yang ditahan, atau kelebihan nilai aktiva yang dimiliki oleh perusahaan
terhadap seluruh utangutangnya. Menurut Riyanto (2001:227-240), modal dapat
dibedakan dua yaitu:
1)
Modal sendiri atau ekuitas adalah modal yang berasal dari perusahaan itu sendiri
(cadangan laba) atau berasal dari pengambil bagian, peserta atau pemilik (modal
saham, modal peserta, dan lain-lain).
2) Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya
sementara bekerja di dalam perusahaan, dan bagi perusahaan merupakan
“hutang” yang pada saatnya harus dibayar kembali.
Peraturan Gubernur Bali Nomor 11 Tahun 2013 tentang Lembaga
Perkreditan Desa modal LPD terdiri dari:
1) Modal Inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu:
19
(1) Modal Disetor
(2) Modal Donasi
(3) Modal Cadangan
(4) Laba Tahun Lalu
(5) Laba Tahun Berjalan, diperhitungkan 50% (lima puluh persen).
2) Modal inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai
faktor pengurang berupa pos:
(1) Rugi tahun-tahun lalu
(2) Rugi tahun berjalan.
3) Modal Pelengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan
sebagai faktor pengurang berupa pos:
(1) Akumulasi Penyusutan Aktiva Tetap dan Inventaris
(2) Cadangan Pinjaman Ragu-ragu (CPRR) adalah cadangan yang wajib dibentuk
LPD berdasarkan kualitas pinjaman yang diberikan, diperhitungkan setinggitingginya sebesar 1,25% (satu dua puluh lima per seratus persen) dari aktiva
tertimbang menurut risiko.
2.1.7
Hutang
Definisi
hutang
menurut
Kieso
(2014:179)
adalah
kemungkinan
pengorbanan masa depan atas manfaat ekonomi yang muncul dari kewajiban saat ini
entitas tertentu untuk mentransfer aktiva atau menyediakan jasa kepada entitas
lainnya di masa depan sebagai hasil dari transaksi atau kejadian masa lalu. Sedangkan
menurut Baridwan (2004:23) utang adalah pengorbanan manfaat ekonomis yang akan
20
timbul di masa yang akan datang yang disebabkan oleh kewajiban-kewajiban di saat
sekarang dari suatu badan usaha yang akan dipenuhi dengan mentransfer aktiva atau
memberikan jasa kepada badan usaha lain di masa yang akan datang sebagai akibat
dari transaksi-transaksi yang sudah lalu.
Menurut Kieso (2014:179) pembagian dasar hutang, yaitu:
1) Hutang Lancar (Jangka Pendek)
Hutang
lancar
pembayarannya
adalah
dengan
kewajiban-kewajiban
menggunakan
yang
akan
sumber-sumber
diselesaikan
ekonomi
yang
diklasifikasikan sebagai aktiva lancar atau dengan menciptakan hutang yang baru.
2) Hutang Jangka Panjang
Hutang jangka panjang terdiri dari pengorbanan manfaat ekonomi yang sangat
mungkin dimasa depan akibat kewajiban sekarang yang tidak dibayarkan dalam
satu tahun atau siklus operasi perusahaan mana yang lebih lama.
Dalam LPD yang termasuk hutang adalah tabungan (tabungan wajib dan
tabungan sukarela), simpanan berjangka, pinjaman yang diterima, titipan dan
kewajiban lain-lain (laporan keuangan LPD, 2014).
2.1.8
Struktur Modal
Struktur
modal
menunjukkan
bagaimana
aktiva-aktiva
perusahaan
dibelanjai, yaitu menyangkut semua sumber pembelanjaan, apakah cenderung
menggunakan modal sendiri atau hutang. Dana pinjaman yang diberikan oleh LPD
kepada masyarakat dapat bersumber dari modal sendiri, yaitu modal yang dimiliki
oleh LPD berupa modal donasi, cadangan modal, dan laba ditahan maupun dana yang
21
bersumber dari pinjaman atau hutang berupa tabungan, simpanan berjangka maupun
pinjaman dari bank atau LPD lain (Jati dan Wiryanti, 2010).
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk
mengetahui perbandingan antara total hutang dengan modal sendiri. Dari perhitungan
tersebut maka pengurus LPD harus dapat mengelola hutangnya agar total hutang
harus lebih rendah dari total modal sendiri yang dimiliki oleh LPD (Wati dan Sutama,
2013).
2.1.9
Loan to Deposit Ratio
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
Loan To Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio kredit yang diberikan terhadap dana
pihak ketiga (Giro, Tabungan, Sertifikat Deposito, dan Deposito). Loan to Deposit
Ratio (LDR) digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi
jumlah kredit dengan jumlah dana. Loan to Deposit Ratio (LDR) juga merupakan
rasio yang menunjukkan kemampuan suatu bank dalam menyediakan dana kepada
debiturnya dengan modal yang dimiliki oleh bank maupun dana yang dapat
dikumpulkan dari masyarakat (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).
Berdasarkan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
26/5/BPPP Tanggal 29 Mei 1993, standar LDR antara 80% hingga 110%. Jika rasio
LDR bank berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka laba yang
diperoleh oleh bank tersebut akan meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu
menyalurkan kreditnya dengan efektif).
22
2.1.10
Kinerja Keuangan
1) Pengertian Kinerja Keuangan
Pengertian kinerja menurut Bastian (2006:274) adalah gambaran pencapaian
pelaksanaan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan
visi suatu organisasi. Konsep kinerja keuangan menurut Gitosudarmo dan Basri
(2002:275) adalah rangkaian aktivitas keuangan pada suatu periode tertentu yang
dilaporkan dalam laporan keuangan diantaranya laporan laba rugi dan neraca.
Menurut Fahmi (2011:2) kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk
melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan
aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Kinerja perusahaan
merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang
dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik
buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja
dalam periode tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan secara
optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan. Penilaian kinerja keuangan
merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat
memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
2) Manfaat Penilaian Kinerja
Adapun manfaat dari penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
23
(1) Untuk mengukur prestasi yang dicapai oleh suatu organisasi dalam suatu
periode tertentu yang mencerminkan tingkat keberhasilan pelaksanaan
kegiatannya.
(2) Selain digunakan untuk melihat kinerja organisasi secara keseluruhan, maka
pengukuran kinerja juga dapat digunakan untuk menilai kontribusi suatu
bagian dalam pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan.
(3) Dapat digunakan sebagai dasar penentuan strategi perusahaan untuk masa
yang akan datang.
(4) Memberi petunjuk dalam pembuatan keputusan dan kegiatan organisasi pada
umumnya dan divisi atau bagian organisasi pada khususnya.
(5) Sebagai dasar penentuan kebijaksanaan penanaman modal agar dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.
3) Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan penilaian kinerja perusahaan menurut Munawir (2000:31) adalah
sebagai berikut:
(1) Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk
memperoleh kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau
kemampuan perusahaan untuk memenuhi keuangannya pada saat ditagih.
(2) Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi
baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.
24
(3) Untuk mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas, yaitu menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
(4) Untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha, yaitu kemampuan perusahaan
untuk
melakukan
usahanya
dengan
stabil,
yang
diukur
dengan
mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga
atas hutang-hutangnya termasuk membayar kembali pokok hutangnya tepat
pada waktunya serta kemampuan membayar deviden secara teratur kepada
para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan.
2.2
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pokok masalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian dan
kajian-kajian teori yang relevan, maka hipotesis penelitian sebagai berikut.
2.2.1
Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Kinerja Keuangan LPD di
Kabupaten Jembrana
Variabel ukuran perusahaan dalam penelitian ini diproksikan ke dalam total
aset dan total karyawan. Margaretha (2011) menjelaskan bahwa semakin besarnya
aset perusahaan akan membuat perusahaan semakin lebih mudah dalam memperoleh
modal dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki aset yang lebih rendah selain
itu, dengan adanya aset yang cukup akan dapat meningkatkan penjualan dan pada
akhirnya akan meningkatkan profit yang didapat. Jumlah karyawan merupakan salah
satu komponen yang menandakan ukuran dari perusahaan besar (Luthfia dan
Prastiwi, 2012). Jumlah perusahaan yang besar termasuk dalam kategori perusahaan
yang besar. Adikara (2011) menyatakan bahwa ukuran perusahaan sering diukur
25
dengan menggunakan jumlah karyawan, nilai total aset, volume penjualan,dan
penjualan bersih.
Penelitian Tariq et al. (2013) menemukan pengaruh positif antara ukuran
terhadap kinerja keungan perusahaan. Ukuran perusahaan yang dihipotesiskan secara
positif terkait dengan kinerja perusahaan, seperti biaya kebangkrutan yang menurun
dengan meningkatnya ukuran perusahaan. Dalam hasil penelitiannya Gleason et al.
(2000) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja perusahaan.
Mudambi et al. (1998) telah menemukan pengaruh signifikan ukuran
perusahaan terhadap kinerja perusahaan. Dalam penelitiannya, menunjukkan bahwa
ukuran perusahaan secara positif berhubungan dengan kinerja keuangan. Kuntluru
(2008) menemukan hubungan positif yang signifikan antara ukuran perusahaan dan
profitabilitas dari perusahaan India.Shergill dan Sarkaria (1999) menemukan
hubungan positif antara ukuran perusahaan dan kinerja perusahaan India. Sebagai
perusahaan yang lebih besar memiliki peningkatan diversifikasi perusahaan dapat
memperoleh dana dengan biaya rendah.
Perusahaan besar dengan akses pasar yang lebih baik mempunyai aktivitas
operasional yang lebih luas sehingga mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan
keuntungan lebih besar yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan, sehingga antara
ukuran perusahaan dan kinerja perusahaan memiliki pengaruh yang positif (Izati dan
Margaretha, 2014).
26
H1:
2.2.2
Ukuran Perusahaan berpengaruh pada Kinerja Keuangan LPD di Kabupaten
Jembrana.
Pengaruh Struktur Modal pada Kinerja Keuangan LPD di Kabupaten
Jembrana
Untuk mengukur struktur keuangan atau struktur modal dapat dipergunakan
Debt to Equity Ratio. Debt to Equity Ratio menurut Kasmir (2004:190) yang dikutip
oleh Purba dan Sucipto (2009) merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui
perbandingan antara total hutang dengan modal sendiri. Dari perhitungan tersebut
maka pengurus LPD harus dapat mengelola hutangnya agar total hutang harus lebih
rendah dari total modal sendiri yang dimiliki oleh LPD. Hal ini dilakukan dengan
tujuan agar nilai Debt to Equity Ratio menjadi rendah karena semakin rendah Debt to
Equity Ratio maka semakin tinggi rentabilitas ekonominya. (Jati dan Wiryanti, 2010).
DER yang rendah menunjukkan bahwa, perbandingan yang menguntungkan antara
total hutang dengan modal sendiri yang dimiliki oleh LPD, dimana jumlah dari total
hutang lebih rendah daripada modal sendiri. Hal tersebut mengakibatkan beban bunga
yang akan dikeluarkan oleh LPD dapat diperkirakan rendah sehingga laba LPD
menjadi lebih tinggi. Penelitian Coleman (2007) menunjukkan bahwa penggunaan
utang yang tinggi berpengaruh positif terhadap kinerja dari institusi microfinance di
sub-sahara Afrika. Temuan yang sama juga dilakukan oleh Fama & French (2002),
Hovakimian et al. (2001), Frank dan Goyal (2003).
H2:
Struktur Modal berpengaruh pada Kinerja Keuangan LPD di Kabupaten
Jembrana.
27
2.2.3
Pengaruh Loan to Deposit Ratio pada Kinerja Keuangan LPD di
Kabupaten Jembrana
Loan to deposit ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
pertumbuhan kredit yang dihitung dari perbandingan jumlah kredit yang diberikan
dibandingkan dengan jumlah dana pihak ketiga dan modal sendiri. Semakin tinggi
LDR maka semakin tinggi profitabilitas LPD, begitu juga sebaliknya semakin rendah
LDR maka semakin rendah profitabilitas LPD.
Permintaan kredit investasi akan tetap atau meningkat menunjukkan bahwa
perolehan atau pendapatan dari bunga kredit akan semakin besar dan meningkatkan
profitabilitas (Daryanti dan Idah, 2010). Penelitian yang dilakukan Wirawan (2007),
Mahardian (2008), Purwana (2009), Sapariyah (2010), Sudiyatno (2010),
juga
menyatakan loan to deposit ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap
profitabilitas. Menurut Sehrish dkk. (2011) pertumbuhan kredit mempunyai pengaruh
signifikan terhadap profitabilitas bank di Pakistan. Penelitian Rusydi dan Hafid
(2007) menunjukkan bahwa penyaluran kredit memiliki pengaruh signifikan terhadap
tingkat profitabilitas. Peningkatan dana yang dipinjamkan kepada nasabah akan
meningkatkan kinerja bank. Tingginya kredit yang disalurkan menunjukkan
penjualan yang tinggi berupa kredit sehingga keuntungan atau laba akan meningkat
dan dapat meningkatkan nilai profitabilitas.
H3:
Loan to Deposit Ratio berpengaruh pada Kinerja Keuangan LPD di
Kabupaten Jembrana.
28
Download